Anda di halaman 1dari 11

Aku tidak butuh sekretaris.

Tumpukan kertas yang menggunung membuat tanganku tidak bisa berhenti bergerak. Hari-hari
yang sibuk sudah membuatku terbiasa dengan segalanya. Tawaran yang di ajukan hanya
kuanggap sebagai angin lalu yang berhembus sebentar.
Tapi Pak Anda tidak bisa mengerjakan semuanya sendirian
Sudah kubilang aku tidak butuh! Tolak saja dia! Cari perusahaan yang lain!
Tubuhnya gemetar dan mengeluarkan keringat dingin. Ya, itulah yang kuinginkan.
Ba Baik Pak Permisi.
Pegawai yang ketakutan itu menutup pintu dengan sangat pelan. Sangking pelannya, pintu
ruanganku tidak tertutup rapat. Langkahnya kudengar pelan menghampiri sang pelamar kerja
yang barusan menawarkan menjadi sekretarisku.
Maaf, Pak Direktur sedang tidak butuh sekretaris saat ini.
Saat ini? Lalu kapan?
Maaf, saya tidak bisa membantu Anda.
Tak lama, kudengar langkah baru menghampiri mereka berdua yang sedang melakukan
pembicaraan itu.
Cih, dasar Direktur sombong! Bagus-bagus juga ada yang membantu malah ditolak!
Pegawai yang tadinya berbicara sangat sopan kepadaku di ruangan ini menanggapi kalimat
teman kerjanya kemudian.
Ya! Kau benar. Padahal dia masih di bawah umur untuk pekerjaan seperti ini. Belum mengerti
dunia orang dewasa!
Dunia orang dewasa?
Aku segera bangkit dari kursi kerja yang kuanggap kursi panas selama ini. Membuat langkah
yang diiringi emosi tak tertahankan. Genggaman tangan ini semakin keras per langkah yang
kubuat.
Telah sampai di tujuanku, aku langsung menggerakkan kaki kanan ke depan dan menendang
batasan antar ruangan yang disebut pintu itu dengan keras.
Aku mendengar kalian, orang dewasa bodoh.
***

Aku selalu mencintai mimpi dan keinginanku, dengan buta mengikuti mereka bukanlah cara
untuk pergi. Aku selalu ingin mengikuti alur melodiku. Tapi, semuanya sudah terlambat.
Aku hanya tikus yang melarikan diri dari kapal yang terbakar, tenggelam jauh ke dalam laut. Aku
seperti orang yang tidak memiliki impian, padahal sampai seribu buah impian pun dapat
kuciptakan.
Dunia orang-orang aneh yang tidak bisa kuhormati ini benar-benar tidak bisa kujalani. Rasa
bosan yang terus menerus melanda serta rasa takut yang terus menerus menghantui ini saling
bekerja sama untuk mempengaruhiku.
Dua dunia yang kuhadapi sama sekali tidak ada harganya. Walaupun aku bisa membuat satu
miliar dolar dalam sekejap, tetap saja tiada artinya jika selama ini tidak menghargai diri sendiri
yang dulunya berteriak ingin bebas melakukan apa saja.
Aku mencengkeram gitar dinginku dan menyanyikan lagu sendirian, sama seperti yang aku
lakukan bertahun-tahun yang lalu
***
Hai, Sei! Gimana pekerjaanmu?
Ya begitulah.
Pasti berat ya, kuliah sambil jadi direktur sebuah perusahaan.
Hm
Kesal dengan jawabanku, dia langsung merampas kertas yang sedari tadi berada di tanganku
dan melepaskan kacamata yang kupakai dari pertama kali datang kemari.
Dit, please balikin.
Enggak. Kau terlalu bekerja keras. Sekali-sekali butuh refreshing kan?
Adit langsung bangkit dari tempat duduknya dan menarik tanganku yang masih berada di posisi
meminta kembali kertas yang diambil itu. Dengan cekatan, dia berlari dengan tangan kanan
memegang berapa tumpuk kertas dan kacamata dan dengan tangan kirinya menarik tangan
kananku.
Kuliahnya gimana?!
Masih ada satu jam lagi sebelum masuk kan?! Ayo lari saja terus!
Kami berdua terus berlari, atau lebih tepatnya, Adit memaksaku untuk berlari ke arah tujuan
yang tidak kuketahui.
Adit adalah seorang lelaki biasa yang selalu ingin berteman dengan siapa saja. Kami baru
saling kenal saat pertama kali masuk kuliah di Fakultas Teknik ini. Sifatnya yang ceroboh dan
tidak peduli keadaan membuatku bertanya-tanya kenapa dia bisa masuk ke fakultas yang sama

denganku. Mengingat dia yang sama sekali tidak peduli nilai dan benar-benar bebas menikmati
alur kehidupannya yang mengalir begitu saja.
Tapi, karena sifatnya itulah yang membuatku mau berbicara dengannya. Sifatnya yang
pemaksa juga sangat mendukung untuk meruntuhkan auraku yang selalu mengatakan jangan
mendekatiku ini. Entah bagaimana ceritanya, aku masuk jebakannya dan akhirnya dia menjadi
seseorang yang selalu disebut sebagai teman itu.
Nah, kita sampai, Sei! Lihatlah!
Suara tepukan tangan dari berbagai kalangan membuatku kembali ke alam sadarku. Riuhan
yang berasal dari mereka membuatku mengontrol napasku yang tadinya tidak karuan karena
dipaksa berlari. Aku mulai memfokuskan mataku ke arah yang ditunjuk oleh Adit.
Seorang gadis berkuncir kuda ditemani gitarnya berdiri di pinggiran jalan dan dikerumuni oleh
banyak orang. Lagu yang telah selesai dia bawa membuat orang-orang bersorak meminta lebih.
Ini live street?
Kenapa disaat seperti ini
Semuanya! Terima kasih banyak! Siap untuk lagu berikutnya?
Mereka terus memanggil namanya berulang-ulang dan bersorak.
Ini seperti Seperti melihat ulang memori yang sudah lama terpendam. Otakku dengan
seenaknya memutarnya kembali. Mengingatkan masa lalu yang tidak ingin kuingat lagi.
Gadis itu tersenyum menampakkan lesung pipitnya dan bersiap untuk menghibur mereka lagi.
Ketika ia berniat memetik gitarnya, tak sengaja kedua matanya menangkap keberadaan kami.
Ekspresinya berubah seketika kemudian tersenyum lebih dari yang tadi.
Kak Adit!
Yo, Yuna!
Sontak seluruh mata yang bisa dibilang fans gadis itu melihat ke arah kami berdua. Raut tidak
senang mereka perlihatkan karena kedatangan kami membuat hiburan mereka tertunda.
Kakak datang menontonku?
Tentu saja. Iya kan, Sei?
Aku harus kembali ke kampus.
Tangan Adit kutepis agak kasar agar bisa terlepas darinya. Tumpukkan kertas dan kacamata
yang dipegang Adit pun kurampas. Aku pun menolak belakangkan langkahku kembali ke arah
tujuan awal. Aku harus cepat-cepat tiba di kampus.
Tidak, lebih tepatnya aku harus cepat-cepat enyah dari tempat ini.

Hei Sei! Tunggu!


***
Pak Direktur Maaf, pelamar kerja yang kemarin datang lagi.
Apa?
Pelamar yang ingin menjadi sekretaris Anda kemarin datang lagi
Usir saja.
Tapi Pak
Sudah kubilang berkali-kali kan?! Harus berapa kali lagi kukatakan supaya kau
Tiba-tiba seorang gadis memasuki ruangan kemudian menatapku datar.
Anu, maaf. Bisakah Anda meninggalkan kami berdua saja? Saya ingin berbicara langsung
dengannya.
Rambutnya dikuncir kuda, senyuman diiringi lesung pipit yang dilontarkannya kepada
pegawaiku membuatku tahu siapa dia Kenapa dia disini?
Baiklah.
Dia menundukkan kepalanya menghormatiku kemudian keluar dari ruangan.
Kau
Salam kenal Pak Direktur. Aku pasti tidak asing lagi bagimu.
Jadi kau yang melamar menjadi sekretaris pribadiku?
Ya.
Berapa umurmu?
Tujuh belas.
Masih tujuh belas dan kau mau beker
Dan kau masih dua puluh tapi sudah menjadi direktur?
Mulutku yang tadinya sudah siap mengeluarkan sejuta makian dibuat bungkam oleh kalimat
singkatnya.
Apa tujuanmu sebenarnya?
Sudah jelas kan? Aku ingin menjadi sekretaris pribadimu.
Aku tidak butuh.

Alisnya mengerut mendengar jawabanku. Tapi tak lama setelah itu ia menyunggingkan sedikit
bibirnya ke samping dan merogoh isi tas kecilnya. Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan,
segera diperlihatkannya kepadaku.
Empat buah foto yang sepertinya kukenal Tunggu Itu?!!
Kau mau foto ini disebarkan atau membiarkanku menjadi sekretarismu?
Tu Tunggu!! Darimana kau dapat foto itu. Dari sia
Otakku berputar sejenak kemudian mendapatkan jawaban dari pertanyaanku sendiri.
Jelas itu pasti dari ADIT! SIALAN!!
Pasti menyenangkan kalau foto pose menyedihkan ini disebarkan. Pegawai-pegawaimu pasti
akan
CUKUP! BAIKLAH! TAWARANMU KUTERIMA!!
Secara tidak sadar aku meneriakinya. Dan pasti suaraku terdengar sampai keluar. Oh tidak
Apa yang akan dibayangkan oleh pegawai-pegawaiku?
Gadis itu kembali tersenyum, kali ini tulus.
Jadi, kapan aku mulai berkerja?
Aku meliriknya tajam dan menghembuskan napas.
Besok.
***
Ada lagi yang harus kulakukan?
Cukup untuk hari ini.
Aku melanjutkan bacaanku yang belum selesai ditemani kacamata.
Meskipun pikiranku hanya terfokus kepada buku, aku tetap menyadari ada sepasang mata yang
masih mengawasiku.
Ada apa?
Sudah seminggu aku menjadi sekretarismu. Tapi kenapa aku hanya diizinkan menjadi
sekretaris di kampusmu saja?
Karena kau masih di bawah umur.
Ia menghembuskan napasnya sengaja.
Foto-foto ini membuatmu benar-benar tidak berdaya ya?

Mendengar kata foto, refleks gerakanku langsung ingin merampas barang itu darinya.
KEMBALIKAN!!
Gerakan menghindarnya sangat cepat membuatku sedikit tersandung dan sukses membuat
alat optik yang kupakai terjatuh.
Ah Ma.. Maaf Kacamatamu
Gadis itu menyimpan kembali foto-foto itu ke dalam tasnya cepat. Tangannya bergetar
mengambil barang yang baru saja pecah di tanah.
Sei Maaf Maafkan aku
Pikiranku yang kacau dikarenakan gadis ini hanya bisa meratapi barangku yang sudah tidak
ada gunanya lagi. Semuanya berantakan. Waktu yang dikaruniakan untukku terbuang sia-sia
karena kehadirannya. Dimulai dari kelemahanku, benda berhargaku, semuanya direbut.
Sei, biarkan aku menggantinya!
Tidak perlu.
Tidak! Aku akan membelinya sekarang! Ikut aku!
Tanganku ditarik paksa kemudian diajaknya berlari di tengah keramaian kampus. Entah kenapa
hal-hal seperti ini sudah biasa bagiku. Langkah yang kulewati sekarang tidak se-luar biasa
sewaktu Adit juga dulu memaksaku untuk berlari.
***
Fiuh, akhirnya kacamatanya terbeli juga.
Seperti yang sudah dikatakannya, akhirnya dia membeli kacamata untuk membayar
kesalahannya. Sejujurnya aku tidak peduli dia membayar atau tidak, pikiranku sudah kacau
duluan dan aku masih punya cadangan di rumah. Gadis bodoh.
Aku ke kampus.
Eeeeh? Tunggu, Sei! Ikut aku sebentar!
Apa lagi sekarang?
Aku ingin menunjukkanmu sesuatu.
Lagi-lagi tanganku ditarik paksa. Kali ini langkahnya sama seperti Adit membawaku. Sangat
cepat. Kami berlari sangat cepat membuatku sesekali meneriakinya untuk lebih pelan. Aku tidak
tahu apakah kecepatan angin yang mempengaruhinya sehingga dia tidak mendengar
teriakanku atau memang dia sengaja tidak mendengarnya.

Jalan yang kami lewati serasa tidak asing bagiku. Pepohonan, suasana, aroma, samar-samar
seperti sudah berada di dalam diriku selama ini. Kemana sebenarnya aku dibawa?
Nah, kita sampai!
Sebuah tempat yang luas, rindang, dan indah. Tempat ini dikelilingi taman serta pepohonan
yang sedang berbuah. Di tengah-tengahnya, sebuah panggung kecil berdiri dan sebuah bangku
panjang bertengger di atasnya.
Ini
Kau ingat tempat ini, Sei?
Gadis berkuncir kuda itu berlari ke atas panggung kecil kemudian menarik dan
menghembuskan napasnya perlahan.
Ia mulai menyanyikan sebuah lagu yang benar-benar membuat mataku tidak bisa berkedip,
membuat mulutku bungkam, membuat telingaku tuli setelah mendengar nyanyian itu.
Secara tidak sadar, aku terjatuh perlahan dengan lututku. Getaran yang ditimbulkan oleh
nyanyian itu benar-benar tidak bisa meninggalkan diriku, dan dengan getaran itu juga aku
menyanggupi untuk menggerakkan kedua tanganku untuk menutup indraku. Aku tidak peduli
jika ini menyakitkan, aku hanya ingin menutupnya sekeras mungkin bahkan aku tidak ingin
mendengar suara alam lagi.
Henti..kan
Dengan gemetar aku mengeluarkan suaraku lagi.
Cukup.. Henti..kan Henti.. HENTIKAN!!!
Gadis itu buru-buru menghampiriku dan juga mencoba menghampiri kedua tanganku.
Sei? Kau kena
SUDAH CUKUP! Berhenti berbicara seperti kau dapat membaca pikiranku Kau Kau tidak
tahu apa-apa!! Kau hanya seorang gadis yang sok polos dan suka ikut campur urusan orang
lain!
Se
Berhenti berbicara seperti kau tahu siapa aku! HENTIKAN!!!
Aku menyadari bahwa teriakanku itu hanya akan membuat emosiku semakin tidak terkendali
dan akan berakibat lain nantinya. Tapi, aku tetap melakukannya.
***

Perlahan kubuka mataku dan secara refleks tangan kananku bergerak ke kepala. Emosi dan
logikaku benar-benar tidak sedang bersahabat. Mereka saling berkelahi memperebutkan juara
untuk bisa mengontrolku dengan sepenuhnya. Hanya kepalaku semakin sakit saja.
Halo, Sei. Akhirnya kau sadar.
Adit? Aku
Kau pingsan.

Dimana harga dirimu sampai bisa pingsan di depan cewek? Dasar bodoh.
Bukan urusanmu.
Sei, kau benar-benar tidak ingat siapa Yuna?
Apa lagi ini? Aku benar-benar tidak ingin menambah masalah yang membuat pusing.
Kau ingat tidak, ceritamu tentang seorang gadis kecil yang dulu selalu menontonmu saat live
street 5 tahun yang lalu?
Ya, aku pernah menceritakannya.
Seorang gadis kecil yang masih berumur 12 tahun tapi selalu bisa keluar pada malam hari
untuk menonton pertunjukkanmu.
Aku Aku tidak ingat pernah menceritakanmu itu. Bahkan umurnya saja aku tidak tahu
Kenapa kau?
Adit tersenyum sendu dan sedikit menunduk.
Kau seharusnya bahagia, Sei.
***
Memori masa lalu perlahan-perlahan mulai menghantuiku lagi. Impian, harapan, kebahagiaan,
serta nyanyian semuanya dihempas mati oleh rasa bersalah yang sangat dalam. Kupikir
keputusanku untuk melupakan semuanya adalah yang terbaik. Tapi, apakah ini adalah
perubahan jalan hidup yang ditakdirkan untukku?
Sampai kapan mau duduk disini?
Cahaya kuning yang disinarkan oleh lampu-lampu yang berada di taman ini membuat sisi gelap
dan terang pada gadis ini. Dengan matanya yang masih kemerahan, dia menatapku sendu.
Sei?
Setelah memanggil namaku, matanya yang merah mulai mengalirkan sungai kecilnya yang
tadinya sudah mengalir. Ia terisak dan menutup penuh wajahnya.

Refleks, aku mengambil posisi di sebelahnya dan menjatuhkan diri di bangku tempatnya duduk.
Apa kabar, gadis kecil?
Kau Akhirnya kau mengingatnya
Ya, dari Adit. Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu lagi.
Ia masih mempertahankan air matanya mengalir sederas mungkin. Membuatku terasa sangat
tidak nyaman. Aku mengeluarkan sebuah kain di dalam jaket yang memang sengaja kubawa
dari rumah. Entah kenapa, setelah mendengar ocehan Adit aku sudah menduga bahwa dia
pasti menangis sendirian di tempat ini. Aku menyodorkan sapu tanganku untuknya.
Pakai ini.
Terimakasih.
Setelah tangisannya mereda, ia mulai berbicara.
Kenapa kau berhenti live street? Padahal kau tahu aku fans beratmu dulu.
Inikah saatnya? Saat untuk aku menceritakan semuanya kepada seseorang yang bahkan
belum kukenal baik selama seminggu.
Tidak. Aku sudah lama mengenalnya. Bahkan, aku telah menganggapnya berharga. Sejak
dulu
Kau tahu? Belajar dan belajar. Kau harus mendapatkan nilai A atau keluargamu akan
menangis malu.
Aku segera mengambil posisi nyamanku untuk duduk dengan menghadapkan kepalaku ke
langit malam yang indah.
Dulu Impianku adalah bisa menyanyikan lagu ciptaanku di depan ribuan orang. Tapi, karena
status keluarga, aku harus meneruskan pekerjaan Ayahku yang waktu itu benar-benar
dihormati.
Orang tuaku sangat menentang impianku, maka dari itu aku selalu melakukan live street di
malam hari karena pada saat malam lah aku bisa melarikan diri dari rumah diam-diam.
Aku yang melakukan live street ternyata diketahui oleh orang tuaku dan mereka secara diamdiam menontonku dari jauh. Terpesona dengan pertunjukanku, mereka akhirnya mengizinkan
untuk melanjutkan impianku.
Kalau begitu, kenapa kau berhenti?
Aku menyunggingkan bibirku.
Tak lama setelah itu, orang tuaku meninggal. Dibunuh oleh musuh perusahaan saat mereka
keluar dari rumah pada malam hari.

Alasan mereka keluar pada malam hari itu adalah Adalah Untuk menonton pertunjukanku.
Kau tahu? Setelah itu aku menyadari bahwa impianku telah membunuh kedua orang tuaku.
Aku segera menguburnya dan memutuskan untuk meneruskan pekerjaan Ayahku.
Karena itulah kau menjadi direktur?
Aku tersenyum kemudian menegakkan kepalaku.
Ya, begitulah. Sudah mengerti sekarang gadis kecil?
Dia mengangguk.
Aku terkejut. Ternyata gadis kecil itu adalah kau. Aku tidak menyangka ternyata fans beratku
dulu sekarang malah menjadi sekretaris pribadiku.
Ya, karena aku terus mencari keberadaanmu. Aku menceritakan semuanya kepada Adit,
tentangmu, musikmu, lagumu, semuanya. Dan ternyata takdir mempertemukan kalian. Adit
yang pernah menontonmu live street-mu bersamaku dulu masih mengingat wajahmu. Maka dari
itu dia mencoba untuk berteman denganmu.
Oh, jadi dia berteman denganku karenamu?
Hahahaha. Tidak juga. Dia menyukai orang sepertimu.
Benarkah?
Ia tersenyum.
Sei, orang tuaku sudah lama bercerai. Waktu itu aku bisa menonton pertunjukanmu karena
orang tuaku terus berkelahi dan aku nekat lari dari rumah. Di tengah perjalanan, aku malah
menemukan pertunjukanmu dan akhirnya menjadi fans beratmu.
Lagu ciptaanmu yang kunyanyikan sebelum kau pingsan itu sengaja kudengarkan berharap
kau bisa mengingatku. Eh, malah pingsan. Maaf, Sei.
Saat ini, ada satu hal yang ingin sekali kukatakan padanya. Tiga kata yang ingin kuucapkan
karena kehadirannya dari dulu sampai sekarang telah membuat hidupku lebih berharga.
Kututup wajahku dan menunduk.
Terima kasih, Yuna.
Aku tidak tahu ekspresi yang diciptakannya setelah aku mengatakannya. Aku hanya terus
menutup wajahku yang sudah sedikit memerah. Entah karena suasana yang dingin atau ada
alasan lainnya. Aku tidak mengerti.
Ini pertama kalinya kau memanggil namaku.
***

Hari-hari terus terlewati. Pekerjaanku berjalan seperti biasa dan sepertinya pegawai-pegawaiku
semakin terkejut dengan perubahan-perubahan yang kulakukan.
Sejak bertemu dengannya, aku lebih mudah untuk menampakkan senyumanku. Bahkan,
auraku yang dulunya selalu menunujukkan untuk tidak didekati, sudah sepenuhnya hilang.
Dunia ini tidak seburuk perkiraanku.
Halo semuanya! Bagaimana kabar kaliaaan? Hari ini aku membawa orang spesial yang akan
ikut menghibur kalian semua!. Kalian sudah siap?
YAAA!
Gadis berkuncir kuda yang berada sedikit di depanku menoleh ke arah belakang dan menatap
lurus kepadaku.
Senyuman yang membuat lesung pipitnya muncul benar-benar membuatku terasa nyaman.
Ayo, Sei!
Oke!
FIN

Anda mungkin juga menyukai