Anda di halaman 1dari 24

STUDI KASUS DILEMA ETIK KEPERAWATAN

OLEH :

KELOMPOK III
Deni Diyanto 23090400001

Amelia Hartika Rani 23090400050

Agus Khusaeni 23090400017

Ihwanudin 23090400030

Ponia Mardian 23090400004

Meihati 23090400031

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya kita dapat melaksanakan tugas yang telah diberikan ini dengan lancar.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, dan umatnya yang senantiasa berpegang teguh pada ajaran-Nya.
Dalam kesempatan kali ini, penulis akan membahas mengenai Analisis Kasus
Dilema Etik. Tugas ini sebagai salah satu bentuk evaluasi atas pemahaman dan
pengetahuan kita mengenai Aspek dan Legal Etik Keperawatan. Melalui tugas ini
diharapkan kita dapat lebih mendalami dan memahami hal-hal terkait dengan aspek
dan legal etik keperawatan sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih
baik di dalam memberikan asuhan pelayanan kesehatan
Dalam penyusunan tugas ini, penulis mengacu pada berbagai referensi yang
berkaitan dengan aspek dan legal etik keperawatan. Beberapa sumber yang
digunakan antara lain buku, jurnal ilmiah, serta berbagai artikel dan sumber lainnya
yang relevan. Melalui penelusuran yang dilakukan, penulis berharap mampu
memberikan informasi yang akurat dan terpercaya guna mendukung pembahasan
tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih memiliki kekurangan baik dari segi
pengetahuan maupun pengalaman. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan agar dapat memaksimalkan kualitas dari tugas
ini. Semoga dengan tugas ini, penulis dan pembaca dapat saling menginspirasi dan
saling belajar demi kemajuan pendidikan.
Akhir kata, penulis berharap bahwa tugas ini dapat memberikan manfaat yang
besar bagi pembaca. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah-Nya
dalam setiap langkah kita untuk terus belajar dan berkontribusi dalam dunia
pendidikan. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, 23 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul
Kata Pengantar ............................................................................................. …………ii

Daftar Isi.................................................................................................................. iii

BAB I Pendahuluan ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................. 3

BAB II Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 4

2.1 Konsep Teori ........................................................................................ 4

2.1.1 Neuroblasma ................................................................................. 4

2.1.2 Aspek Dan Legal Etik Keperawatan ............................................. 5

BAB III Pembahasan .............................................................................................. 9

3.1 Kasus .................................................................................................... 9

3.2 Tinjauan Kasus ..................................................................................... 9

3.3 Analisis Kasus ...................................................................................... 9

BAB IV Penutup ................................................................................................... 18

4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 18

4.2 Saran ................................................................................................... 19

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker merupakan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan
di dunia yang banyak menyebabkan kematian paada anak. Kanker ditandai
dengan adanya sel abnormal yang berkembang secara tak terkendali dan
mempunyai kemampuan untuk menyerang sel dan jaringan tubuh (Pangribowo,
2019). Menurut American Cancer Society (2023) terdapat beberapa jenis kanker
yang paling umum terjadi pada anak diantaranya adalah tumor otak, limfoma,
neuroblasma, tumor wilms dan leukimia (Triarico et al., 2019). Neuroblastoma
(NB) merupakan tumor padat ekstrakranial yang paling umum terjadi pada anak-
anak, terhitung 7% dari seluruh tumor anak pada pasien di bawah usia 15 tahun
dan 15% dari seluruh kematian anak (Dede Nasrullah, 2019). Ini adalah jenis
tumor padat kedua yang paling umum terjadi pada anak-anak, hanya dilampaui
oleh tumor SSP, dan ketiga setelah leukemia dan tumor otak dalam hal kejadian
kanker pada anak. Angka kematian global adalah 0,85 hingga 1,1 kasus per
100.000 anak di bawah usia 15 tahun.(American Cancer Society.2023).
Neuroblastoma (NB) merupakan jenis kanker yang banyak terjadi pada
anak-anak dengan perkiraan persentase sekitar 75% terjadi sebelum anak berusia
6 tahun. National Cancer institute pada tahun 2021 tercatat sekitar 58% kejadian
cancer terjadi pada anak laki-laki. Data mengungkapkan bahwa pada tahun 2017
sampai dengan tahun 2021 kasus anak dengan neuroblasma telah banyak
ditemukan pada anak dibawah usia 15 tahun yang berjumlah sekitar 3.715 dan
2.751 diantaranya didiagnosa dengan neuroblasma (NB) dan Acute
Lymphoblastic Leukemia (ALL) (Rubnitz & Kaspers, 2021).
World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus dan
kematian akibat penyakit Leukimia di dunia telah mencapai 5.4 per 100.000
dengan angka kematian sebesar sebesar 3.3 per 100.000 penduduk. Menurut
National Cancer Institute (2021) kejadian cancer mewakili sekitar 25% dari
diagnosa kanker pada anak dibawah 15 tahun (World Health Organization,

1
2023). Prevalensi angka kejadian cancer di Indonesia berdasarkan data
Riskesdas tahun 2020 menunjukkan 127.731 juta jiwa yang mengalami penyakit
leukimia Angka kejadian leukemia di Indonesia juga terdata sebesar 5.6 per
100.000 penduduk dengan mortalitas hingga mencapai 4.1 per 100.000
penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Penyakit cancer pada anak akan menimbulkan permasalahan yang serius
pada aspek fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan (Mulia, 2021). Salah satu
manifestasi klinis yang dapat terjadi adalah pasien akan merasakan nyeri. Nyeri
telah menjadi keluhan utama yang sering dirasakan oleh penderita kanker serta
menjadi alasan paling umum untuk mencari pengobatan baik secara
farmakologis ataupun pengobatan secara nonfarmakologis (Fatmawati &
Sugianto, 2023). Upaya pengendalian kanker dapat dilakukan melalui
pengobatan secara farmakologis. Akan tetapi penggunaan dalam jangka panjang
tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya.
Selain pengobatan secara farmakologis terdapat pengobatan non farmakologis.
Salah satu tindakan non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri yaitu dengan
melakukan pemberian terapi Relaksasi Benzon (Fatmawati & Sugianto, 2023).
Dalam pemberian terapi relaksasi Benson pada pasien cancer perawat harus
memperhatiakan standar dan aspek legal etik keperawatan. Kode etik
keperawatan merupakan pengambilan suatu keputusan yang berharga dan
berguna bagi perawat dalam mengatasi masalah etika dalam praktik klinis
sehari-hari (Bijani et al., 2017). Kode etik keperawatan merupakan pernyataan
standar profesional yang digunakan sebagai pedoman dalam berperilaku dan
merupakan kerangka pengambilan keputusan. Aturan yang berlaku bagi perawat
Indonesia dalam melaksanakan tugas keperawatan adalah Kode Etik Nasional
Perawat Indonesia, dimana perawat harus mentaati kode etik agar dapat
terhindar dari pelanggaran etika (Dede Nasrullah, 2019).

2
1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk menganalisis kasus pada An. Y dengan Neuroblasma berdasarkan
teori dan konsep.
2. Untuk menguraikan langkah-langkah efektif dalam penyelesaian kasus pada
An. Y dengan Neuroblasma.
3. Untuk melakukan analisis terkait aspek etik dan legal pada kasus pada An.
Y dengan Neuroblasma.
4. Untuk mengidentifikasi tinjauan dari aspek hukum dan agama
5. Untuk menjelaskan model penyelesaian masalah kasus berbasis pada bukti
(EBP)
6. Untuk menjelaskan implikasi dalam keperawatan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Neuroblasma
Neuroblasma adalah kanker sel dan jaringan yang berasal dari sel
primitif puncak saraf. Dalam kondisi normal, sel-sel puncak saraf ini akan
membentuk jaringan dan organ sistem saraf simpatis, namun dalam beberapa
kasus, kerusakan pada migrasi, pematangan, atau diferensiasi sel. Sel-sel
puncak saraf, yang sebagian besar masih belum diketahui, dapat
menyebabkan perkembangan sel-sel puncak saraf. sel puncak. sel apical
(Whittle et al., 2017).
Neuroblastoma memiliki gambaran klinis yang bervariasi, dengan
tumor yang mengalami regresi sempurna atau berdiferensiasi secara spontan
tanpa pengobatan, sementara anak-anak lain memiliki tumor yang
bermetastasis luas dengan hasil yang buruk meskipun telah dilakukan
pengobatan multimodalitas yang agresif. Penelitian klinis dan laboratorium
telah meningkatkan pemahaman kita tentang biologi neuroblastoma, dan
stratifikasi risiko neuroblastoma telah menjadi paradigma penggunaan faktor
klinis dan biologis untuk menyesuaikan terapi dengan kelompok pasien yang
sesuai (Whittle et al., 2017). Neuroblastoma adalah tumor padat ekstrakranial
yang paling umum terjadi pada anak-anak, sekitar 8% dari seluruh kanker
pada masa kanak-kanak dan 15% kematian akibat kanker pada masa kanak-
kanak (Smith & Foster, 2018).
Gejala neuroblastoma bervariasi tergantung pada luasnya penyakit dan
lokasi tumor, dan tumor neuroblastoma dapat timbul dimana saja sepanjang
rantai simpatis, Hal ini menyebabkan efek lokal pada organ, pembuluh darah
atau saraf. Sekitar setengah dari pasien menderita penyakit lokal atau regional
dan 35% memiliki kelenjar getah bening regional pada saat diagnosis.
Metastasis jauh terdeteksi pada 50% pasien saat diagnosis, dengan tulang,

4
sumsum tulang, dan hati menjadi tempat metastasis yang paling umum
(Whittle et al., 2017).
Selain itu manifestasi klinis yang dapat muncul pada pasien cancer
adalah nyeri. Nyeri telah menjadi keluhan utama paling umum dari penderita
kanker dan alasan paling umum untuk mencari dan menerima bantuan medis
(Fatmawati & Sugianto, 2023). Menurut Budi S pada tahun 2020, nyeri
diartikan sebagai suatu keadaan tidak menyenangkan yang dialami seseorang
sehingga menimbulkan rasa sakit. Nyeri merupakan suatu pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan subyektif karena nyeri
yang dirasakan setiap orang berbeda-beda intensitas dan derajatnya. Dampak
fisik yang ditimbulkan nyeri antara lain kelelahan, muntah, kehilangan nafsu
makan, dan penurunan kekuatan otot (Puspitarini & Wirotomo, 2021).
Ada beberapa jenis manajemen nyeri yang dapat diterapkan untuk
mengatasi atau menghilangkan nyeri, salah satunya meliputi teknik distraksi
atau relaksasi seperti tindakan nonfarmakologis yang dilakukan untuk
menghilangkan nyeri diantaranya terapi TENS, hipnotis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres panas/dingin, terapi bermain serta relaksasi teknik Benson. Teknik
relaksasi ini berguna untuk menghilangkan rasa sakit, insomnia, dan
kecemasan melalui upaya memusatkan perhatian pada titik tertentu. Terapi
Benson merupakan terapi relaksasi yang dipadukan dengan keyakinan klien
sehingga akan menghambat aktivitas saraf simpatis, yang kemudian dapat
mengurangi penggunaan oksigen oleh tubuh, sehingga membuat otot-otot
tubuh lebih rileks dan akan tercipta perasaan tenang dan nyaman (Fatmawati
& Sugianto, 2023).
2.1.2 Aspek dan Legal Etik Keperawatan
Keperawatan saat ini harus mengikuti tren globalisasi agar bisa
setara dengan profesi lainnya. Untuk memenuhi syarat tersebut perawat dan
bisa disebut profesional, maka Pertama : perawat harus memiliki Evidence
Based yaitu mempunyai Body Of Knowledge yang membedakan dengan
profesi tenaga kesehatan yang lain. Kedua : Quality Of Practice yaitu

5
meningkatkan kompetensi praktik yang berhubungan dengan adanya
kolaborasi terhadap tenaga kesehatan lain. Hal ini didukung oleh berbagai
regulasi dari pemerintah dan organisasi profesi. Ketiga :Patient Safety yaitu
masyarakat yang dilayani oleh perawat harus mendapat pelayanan dan
keselamatan tingkat tinggi. Menurut ketentuan undang-undang Nomor 36
Tahun 2001 diatur bahwa tenaga medis harus mematuhi: 1. Ketentuan kode
etik, 2. Standar profesi, 3. Standar pelayanan dan 4. SOP (Standar
Operasional Prosedur). Hal ini telah diatur dalam dalam kode etik profesi
(Partinah et al., 2021).
Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima
oleh kelompok profesi, yang mengarahkan, membimbing atau memberi
petunjuk serta mengintruksikan kepada anggotanya tentang bagaimana
seharusnya berbuat dan sekaligus memastikan kualitas etika profesia serta
menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Kode etik profesi
merupakan standar atau norma yang diterapkan dan diterima oleh kelompok
profesi yang menyerahkan atau memberi petunjuk kepada anggota
sebagaimana seharusnya. Secara umum kode etik memberikan petunjuk-
petunjuk kepada para anggotanya utuk berpraktik dalam profesi (Anita
Sinaga, 2020). Sedangkan Kode etik keperawatan merupakan pengambilan
suatu keputusan yang berharga dan berguna bagi perawat dalam mengatasi
masalah etika dalam praktik klinis sehari-hari (Bijani et al., 2017).
Kode etik keperawatan merupakan pernyataan standar profesional
yang digunakan sebagai pedoman dalam berperilaku dan merupakan
kerangka pengambilan keputusan. Aturan yang berlaku bagi perawat
Indonesia dalam melaksanakan tugas keperawatan adalah Kode Etik Nasional
Perawat Indonesia, dimana perawat harus mentaati kode etik agar dapat
terhindar dari pelanggaran etika (Dede Nasrullah, 2019).
Untuk memastikan praktik profesional, penting bagi perawat untuk
menghormati prinsip etika karena mereka berhubungan langsung dengan
pasien. Adapun prinsip-prinsip etik terdiri dari :

6
a. Otonomi (Autonomy) : Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa
individu mempunyai kemampuan berpikir logis dan mengambil keputusan
sendiri.
b. Berbuat baik (Beneficience) : Berarti melakukan sesuatu yang baik.
Kebaikan mencakup mencegah perbuatan salah atau kejahatan,
menghilangkan perbuatan salah atau kejahatan, dan meningkatkan
kebaikan dalam diri sendiri dan orang lain. Terkadang dalam situasi
pelayanan kesehatan terdapat konflik antara prinsip ini dan otonomi.
c. Keadilan (Justice) : Prinsip keadilan diperlukan untuk perlakuan yang
setara dan adil terhadap masyarakat dengan menghormati prinsip-prinsip
moral, hukum dan kemanusiaan. Nilai ini diungkapkan dalam praktik
profesional ketika perawat bekerja untuk memberikan pengobatan yang
tepat, sesuai dengan hukum, standar praktik, dan keyakinan yang benar
untuk mencapai pelayanan medis yang berkualitas.
d. Tidak merugikan (Nonmaleficience): Prinsip ini berarti tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e. Kejujuran (Veracity): Prinsip kejujuran berarti kebenaran yang utuh. Nilai
ini penting bagi penyedia layanan kesehatan untuk menyampaikan
kebenaran kepada setiap pasien.
f. Menepati janji (Fidelity): Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk
menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain.
g. Karahasiaan (Confidentiality): Prinsip kerahasiaan adalah informasi
tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat
dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien.
h. Akuntabilitas (Accountability): Merupakan standar yang pasti bahwa
tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas
atau tanpa terkecuali (Dede Nasrullah, 2019).

7
Selain itu, etika keperawatan juga telah diatur dalam perundang-undangan
Kesehatan. Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan
dalam mengatur pergaulan hidup masyarakat yang diatur dalam :
1. UU RI NO. 23/1992 tentang Kesehatan : Hukum Kesehatan merupakan ketentuan-
ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan
Kesehatan yang menyangkut hak dan kewajiban dalam menerima pelayanan
kesehatan (baik perorangan dan lapisan masyarakat) maupun dari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam segala aspek baik sarana, standar
pelayanan medik dan lain-lain.
2. Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI)
menyatakan bahwa: Hukum kesehatan merupakan semua ketentuan hukum yang
berhubungan secara langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan
penerapannya. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewajiban baik secara individu
dan kelompok yang merupakan penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek-aspeknya, organisasi,
sarana, pedoman standar pelayanan medic, ilmu pengetahuan kesehatan dan
hukum serta sumber-sumber hukum lainnya.
3. Prof.H.J.J.Leenen mengemukakan bahwa : Hukum kesehatan merupakan semua
peraturan hukum yang berhubungan langsung dalam pemberian pelayanan
kesehatan dan penerapanya baik pada hukum perdata, hukum administrasi dan
hukum pidana. Arti peraturan disini tidak hanya mencakup pedoman internasional,
hukum kebiasaan, hukum yurisprudensi, namun ilmu pengetahuan dan
kepustakaan dapat juga merupakan sumber hukum.
4. Prof. Van der Mijn berpendapat bahwa: Hukum kesehatan dapat dijabarkan
sebagai kumpulan pengaturan yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan
juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi.
Hukum medis yang mempelajari hubungan yuridis dimana dokter menjadi salah
satu pihak, adalah bagian dari hukum Kesehatan (Ardiani, 2018).

8
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
An. Y, perempuan umur 12 tahun dengan neuroblastoma stadium 4 datang
ke IGD dengan keluhan nyeri tumor skala 9/10. Klien telah menjalani
serangkaian kemoterapi dan operasi tumor primer. Sekarang sedang dalam tahap
kemoterapi post-operasi tumor, namun klien merasa sangat kesakitan dengan
perutnya yang membesar. Saat dirawat di RSU, klien meminta dokter untuk
dibebaskan dari penderitaan penyakitnya, namun orang tua berkeinginan
sebaliknya dengan mempertahankan kehidupannya dan memaksimalkan terapi.
DPJP melakukan upaya maksimal untuk menyelamatkan anak. Penandatanganan
DNR ditolak oleh pihak keluarga.
3.2 Tinjauan Kasus
1. Lakukanlah analisis pada kasus diatas berdasarkan teori dan konsep
2. Jelaskan dan uraikan langkah-langkah efektif dalam penyelesaian kasus
tersebut
3. Jelaskan dana analisis terkait aspek etik dan legal dari kasus tersebut
4. Bagaimana tinjauan dari aspek hukum dan agama
5. Jelaskan model penyelesaian masalah kasus berbasis pada bukti (EBP)
6. Jelaskan implikasinya dalam keperawatan
3.3 Analisis Kasus
1. Analisis Pada Kasus Berdasarkan Teori Dan Konsep
Kasus An.Y merupakan contoh dilema etika. Dilema etika adalah suatu
permasalahan sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu
situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan dapat
dibandingkan. Dalam dilema etika, tidak ada benar atau salah. Untuk
mengambil keputusan etis, seseorang harus berpikir rasional dan bukan
emosional. Kerangka kerja untuk menyelesaikan dilema etika telah banyak
ditunjukkan dan terutama memanfaatkan proses keperawatan/kerangka
pemecahan masalah ilmiah.

9
Dari kasus di atas, ada dua konflik utama yang dapat dianalisis :
a. Konflik antara keinginan klien untuk lepas dari penderitaan akibat sakit
dengan keinginan orang tua untuk mempertahankan hidup dan
memaksimalkan pengobatan. Kliennya, seorang gadis berusia 12 tahun,
mengalami nyeri hebat dengan skala 9/10 dan merasa sangat nyeri akibat
perutnya yang membesar. Klien meminta keringanan dari rasa sakit akibat
penyakitnya, yang berarti mereka mungkin telah mencapai titik di mana
mereka tidak ingin lagi melanjutkan perawatan intensif dan ingin
penderitaannya diakhiri. Namun orang tuanya berbeda pendapat dan ingin
memaksimalkan pengobatan untuk melawan penyakit anaknya. Konflik ini
mencerminkan perbedaan pendekatan antara otonomi pasien dan prinsip
kemurahan hati dalam pengambilan keputusan medis.
b. Konflik antara dokter DPJP yang ingin berusaha semaksimal mungkin
menyelamatkan anak dan keluarga yang ingin menolak menandatangani
DNR (Jangan Resusitasi). DNR adalah keputusan medis yang memungkinkan
pasien atau keluarganya menghindari tindakan resusitasi agresif jika terjadi
gagal napas atau jantung. Namun pihak keluarga menolak menandatangani
DNR, yang menunjukkan kesediaan mereka untuk melanjutkan upaya medis
untuk menyelamatkan anak mereka. Konflik ini menyangkut nilai-nilai etika,
khususnya prinsip otonomi pasien dan prinsip amal.
Dalam keadaan neuroblastoma stadium 4, suatu tumor kanker yang agresif
dan berpotensi fatal, keputusan medis menjadi sangat sulit. Dokter DPJP harus
mempertimbangkan faktor-faktor seperti prognosis, pengaruh pengobatan
terhadap kualitas hidup klien, serta risiko dan manfaat dari setiap tindakan.
Selain itu, penting bagi dokter DPJP untuk berkomunikasi secara dekat dengan
keluarga dan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan untuk
memahami nilai dan preferensi mereka. Dokter juga harus menjelaskan dengan
jelas prognosis, efek samping pengobatan, dan pilihan yang tersedia sehingga
keluarga dapat mengambil keputusan terbaik untuk pasien.

10
Selain itu prinsip dilema dilema etik yang muncul antara prinsip otonomi dan
prinsip kebaikan (beneficence). Otonomi mengacu pada hak klien untuk
membuat keputusan sendiri tentang perawatan medisnya, sedangkan prinsip
beneficienci menekankan upaya maksimal untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Dalam hal ini, meskipun klien berkeinginan untuk mengakhiri penderitaannya,
orang tua mendukung terapi maksimal untuk memperpanjang hidupnya.
Berdasarkan kasus di atas juga terlihat bahwa kasus di atas termasuk dalam
aspek veracity, yaitu kebenaran seutuhnya. Nilai ini diperlukan bagi penyedia
layanan kesehatan untuk mengkomunikasikan kebenaran kepada setiap klien
dan memastikan bahwa klien benar-benar memahaminya. Prinsip kejujuran
menyangkut kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Kebenaran
adalah dasar untuk membangun hubungan saling percaya (Van Loenhout et al.,
2015)
2. Langkah-Langkah Efektif Dalam Penyelesaian Kasus
Dalam penyelesaian kasus ini memerlukan pendekatan secara holistic dan
berbasis tim yang komprehensif. Langkah-langkah ini dapat membantu keluarga
membuat keputusan terbaik dengan mempertimbangkan nilai-nilai kliennya dan
memberikan mereka kehidupan dan perawatan yang bermakna. Untuk mengatasi
keadaan tersebut dapat dilakukan upaya efektif sebagai berikut:
a. Komunikasi efektif: Penting untuk menjalin komunikasi yang terbuka dan
jelas antara dokter, keluarga, dan klien. Klinisi harus mendengarkan
kekhawatiran dan keinginan klien dan keluarga dengan empati dan kepekaan.
Diskusi terbuka dapat membantu mencapai saling pengertian dan mengambil
keputusan terbaik. Dokter DPJP harus mendiskusikan kualitas hidup klien
secara detail dengan keluarga. Hal ini akan membantu keluarga memahami
potensi efek samping terapi dan manfaat yang dapat mereka harapkan.
Penting juga untuk mendiskusikan keinginan klien untuk mengakhiri
penderitaan akibat penyakitnya. Penting juga untuk mendiskusikan dampak
psikologis dari penyakit dan pengobatan yang diberikan agar keluarga dapat
memiliki pemahaman yang lebih komprehensif.

11
b. Pengkajian dan Penatalaksanaan Nyeri: Mengingat keluhan klien mengenai
nyeri hebat, pengkajian dan penatalaksanaan nyeri secara hati-hati harus
menjadi prioritas utama. Dokter harus memahami tingkat nyeri, penyebabnya,
dan memilih pengobatan yang tepat seperti pemberian obat atau terapi lain
untuk meringankan penderitaan klien.
c. Konsultasi multidisiplin: Kasus ini mungkin memerlukan konsultasi dengan
tim medis multidisiplin termasuk ahli onkologi, ahli bedah, ahli radiologi, dan
perawat perawatan paliatif untuk mendiskusikan strategi pengobatan yang
lebih tepat. Tim ini dapat membantu mencari jalan tengah untuk
memaksimalkan terapi sekaligus memastikan nyeri yang dialami klien dapat
berkurang.
d. Mendukung keputusan keluarga: Sebagai praktisi medis, penting untuk
menghormati dan mendukung keputusan keluarga. Jika keluarga memilih
untuk mempertahkan kehidupan klien dan memaksimalkan terapi, dokter
harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam upaya
menyelamatkan nyawa anak (Hong et al., 2021).
3. Analisis Terkait Aspek Etik Dan Legal Dari Kasus
Dalam hal ini, beberapa aspek etika dan hukum terlibat:
a. Prinsip Otonomi
Pada kasus diatas klien merupakan anak yang berusia 12 tahun, mungkin
tidak mampu mengambil keputusan medis secara mandiri. Namun, di
beberapa yurisdiksi, anak-anak yang lebih besar mungkin mempunyai hak
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan medis yang berdampak
pada mereka. Pertimbangan etis yang penting adalah apakah pelanggan
secara akurat memahami risiko dan manfaat dari pilihan yang tersedia dan
apakah keinginan mereka didengar. Selain itu orang tua memiliki tanggung
jawab hukum dan moral untuk melindungi dan mengambil keputusan
terbaik bagi anak mereka yang tidak dapat membuat keputusan medis
sendiri. Namun, keputusan orang tua harus didasarkan pada kepentingan
terbaik anak, mempertimbangkan keinginan dan kebutuhan mereka serta
konsultasi dengan tim medis (Schofield et al., 2021).

12
b. Prinsip Beneficence
Pada kasus diatas, prinsip etik dari berbuat baik (beneficence)
mengharuskan dokter untuk melakukan upaya maksimal dalam menjaga
nyawa pasien dan memaksimalkan terapi yang tersedia untuk menyelamatkan
nyawa. Namun, dalam kasus ini, perlu ada pertimbangan yang cermat
terhadap pembebasan dari penderitaan dan kualitas hidup klien (Schofield et
al., 2021).
4. Tinjauan Dari Aspek Hukum Dan Agama
Berdasarkan standar akreditasi nasional dan internasional, rumah sakit
wajib memiliki pedoman perawatan pasien tahap akhir, termasuk peraturan
Jangan Resusitasi (DNR). Standar Akreditasi Rumah Sakit Nasional
menguraikan beberapa poin penting dalam penerapan persyaratan DNR dalam
perawatan pasien penyakit terminal, khususnya melakukan assesmen awal dan
assesmen ulang terhadap pasien dan keluarganya sesuai dengan kebutuhannya.
Skrining merupakan proses penting untuk mengidentifikasi pasien yang
memasuki tahap akhir. Dokter kemudian, bekerja sama dengan penyedia
layanan profesional (PAP) lainnya untuk melakukan penilaian awal dan
penilaian ulang berdasarkan RTI individu untuk menentukan kebutuhan pasien
dalam tahap terminal (KARS, 2018).
Rumah sakit memberikan perawatan bagi pasien yang dalam tahap
terminal dengan memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya, sekaligus
mengoptimalkan kenyamanan dan martabat pasien seperti yang
terdokumentasikan dalam rekam medis. Pasien dalam tahap terminal perlu
dirawat dengan rasa hormat dan empati (KARS, 2018).
a. Do Not Resuscitate (DNR) dalam Perspektif Hukum Pidana:
Dalam Undang-undang Hukum Pidana (KUHPidana), Do Not
Resuscitate (DNR) tidak disebutkan secara eksplisit dan diatur secara
spesifik. Penelitian sebelumnya telah membahas DNR dengan konsekuensi
hukum pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 338, 340 dan 344 pada
KUH Pidana Buku Kedua Bab XIX tentang Kejahatan Terhadap Nyawa
(Adriana, 2021;Tarigan, 2021). Selain pasal-pasal tersebut, sebenarnya

13
pada Pasal 304 dan 306 KUH Pidana Buku Kedua Bab XV tentang
Meninggalkan Orang yang Perlu Ditolong, juga harus menjadi perhatian
penting.
Berdasarkan Pasal 304 menyebutkan bahwa “Barang siapa dengan
sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia
wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Tim DPJP dan
PPA sebagai tenaga klinis memiliki kewajiban yang telah diatur oleh
peraturan perundang- undangan untuk merawat dan/atau melakukan
pertolongan darurat kepada pasien yang membutuhkan. Apabila tenaga
kesehatan secara sengaja tidak memenuhi kewajiban itu kepada pasien yang
berada dalam kondisi sengsara,maka Pasal 304 berpotensi dikenakan
padanya (Adriana, 2021).
Selanjutnya, dalam Pasal 306 ayat (2) tercantum bahwa “jika salah
satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 mengakibatkan kematian,
yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Tindakan penghentian bantuan hidup oleh tenaga kesehatan kepada pasien
yang telah diputuskan untuk dilakukan DNR akan mengakibatkan pasien
berada dalam kondisi sengsara dan berakhir pada kematian. Pada dasarnya
tim DPJP dan PPA akan memutuskan untuk melakukan DNR dengan
pertimbangan bahwa tindakan kedokteran yang diberikan tidak akan
memberikan manfaat atau dengan kata lain sia-sia. Dalam hal ini
pertimbangan klinis yang kuat dengan alasan dan bukti-bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan menjadi kunci untuk dapat bebas dari jeratan pasal
ini. Namun, perspektif yang diberikan oleh Pasal 304 dan 306 Ayat (2)
mampu mengancam tenaga kesehatan yang melakukan tindakan DNR
kepada pasien tanpa didukung alasan dan bukti yang kuat.

14
b. Do Not Resuscitate (DNR) dalam Aspek Agama:
Dalam perpektif keagamaan menolak DNR. Agama tidak
memberikan hak dan kuasa pada manusia untuk bisa menentukan hidup
dan mati seseorang, namun sering kali keputusan DNR dianggap dapat
menentukan hidup dan mati seseorang (Adriana, 2021).
5. Model Penyelesaian Masalah Kasus Berbasis Pada Bukti (EBP)
Model penyelesaian dalam kasus ini adalah menggunakan kerangka
praktik berbasis bukti yang dikembangkan dari pertanyaan PICO yang disusun
dengan baik.
P : An Y Perempuan umur 12 tahun dengan neuroblastoma stadium 4 dengan
keluhan nyeri tumor skala 9 dan telah menjalani seragkaian kemotrapi, klien
merasa sangat kesakitan dan klien meminta untuk dibebaskan dari
pederitaan penyakitnya, namun orang tua ingin mempertahankan
kehidupannya
I : Intervensi yang akan dilakukan untuk mengurangi nyeri dan menumbuhkan
semangat klien adalah menggunakan terapi relaksasi benson, Relaksasi
Benson merupakan suatu pengembangan metode respon relaksasi
pernafasan dengan melibatkan faktor keyakinan pasien yaitu melalui kata-
kata yang menenangkan sesuai dengan agama yang dianut pasien.
C : Perbandingan intervensi lainnya adalah menggunakan Teknik relaksasi
napas dalam, namun adalam kasus ini terapi relaksasi benson lebih
diutamakan karena melibatkan factor keyakinan dan kepercayaan sesuai
agama yang di anut klien, sedangkan relaksasi napas dalam hanya untuk
mengurangi nyeri tanpa melibatkan keyakinan beragama
O : Hasil yang diharapkan tentunya nyeri yang dirasakan klien berkurang,
walaupun terapi relaksasi benson hanya pendamping dari pengobatan
medis, namun terapi relaksasi benson sangat bisa dimanfaatkan untuk
membangun Kembali semangat hidup dan kepercayaan klien dengan
melibatkan keyakinan beragama klien, Keberhasilan terapi relaksasi
benson ini dipengaruhi oleh kemampuan klien dalam melakukan relaksasi
nafas, kemampuan klien dalam melemaskan otot-otot tubuhnya serta klien

15
mampu bersikap pasif pada hal – hal yang mengganggu dan mengontrol
fokusnya pada kalimat spiritual yang diucapkan berulang kali sehingga
fokus klien pada nyeri itu berkurang yang menyebabkan rasa nyeri yang
dirasakan oleh klien pun ikut berkurang (Fatmawati & Sugianto, 2023).
6. Implikasinya Dalam Keperawatan
Implikasi keperawatan adalah strategi reflektif diri dan intuitif sebagai
faktor protektif, yang dapat diterapkan sebagai langkah membantu perawat
mengelola praktik sehari-hari dalam menghadapi konflik Konflik etika dan
etika dalam onkologi pediatrik. Selain itu, karena layanan dukungan bagi
profesional keperawatan terbatas, terdapat kebutuhan untuk membuat kebijakan
kelembagaan untuk pengembangan mereka. Adapun implikasi keperawatan
pada kasus diatas adalah :
a. Manajemen nyeri
Defenisi : mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan. Tindakan yang direncanakan:
Observasi

✧ Identidikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


✧ Identifikasi skala nyeri
✧ Identifikasi respon nyeri non verbal
✧ Identifikasi faktor nyeri yang memperberat dan meringankan nyeri
✧ Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
✧ Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
✧ Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik

✧ Berikan Teknik Non Farmakologis Untuk Mengurangi Rasa Nyeri ( Tens,


Hipnosis, Terapi Musik, Terapi Bermain, Murotal, Terapi Pijat, Teknik Imajinasi
Terbimbing, Kompres Hangat Atau Dingin)
✧ Kontrol Lingkungan Yang Mempengaruhi (Suhu, Penerangan, Kebisingan)
✧ Fasilitasi Istirahat Dan Tidur
✧ Pertimbangkan Jenis Dan Sumber Nyeri Dalam Pemilihan Strategi Meredakan
Nyeri

16
Edukasi

✧ Jelaskan strategi meredakan nyeri


✧ Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
✧ Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

Pemberian analgetic

Sumber : SLKI 2018

b. Perawatan Pasien Terminal


Definisi : Mengidentifikasi dan merawat pasien yang dinyatakan tidak
memiliki harapan sembuh. Tindakan yang direncanakan:
Observasi

✧ Identifikassi kondisi umum


Terapeutik

✧ Berikan kesempatan mengekspresikan perasaan


✧ Berikan kesempatan memenuhi kebutuhan
✧ Berikan dukungan emosional kepada keluarga dan orang tua terdekat
✧ Fasilitasi kebutuhan dasar (mis: nutrisi, cairan, kebersihan diri, kenyamanan)
✧ Fasilitas pengungkapan perasaan atau wasiat)
✧ Fasilitasi keluarga menerima kehilangan pasien
Edukasi

Ajarkan keluarga tentang proses berduka dan penanganannya

Kolaborasi

✧ Kolaborasi pemberain anti nyeri,


✧ Kolaborasi dengan rohaniawan untuk pemenuhan kebutuhan religius - spiritual.

Sumber : SLKI.2018

17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Neuroblastoma merupakan tumor padat ekstrakranial yang paling umum terjadi
pada anak-anak dan menjadi salah satu penyebab kematian anak. Neuroblastoma juga
memiliki tingkat kejadian yang tinggi pada anak-anak di seluruh dunia, termasuk di
Indonesia. Kanker pada anak dapat menyebabkan masalah fisik, psikologis, sosial,
dan lingkungan. Nyeri merupakan salah satu keluhan utama pada penderita kanker
anak dan dapat diatasi dengan pengobatan farmakologis dan nonfarmakologis, seperti
terapi relaksasi Benson. Relaksasi Benson merupakan suatu pengembangan metode
respon relaksasi pernafasan dengan melibatkan faktor keyakinan pasien yaitu melalui
kata-kata yang menenangkan sesuai dengan agama yang dianut pasien.
Dalam Kasus diatas merupakan keadaan neuroblastoma stadium 4, yang
merupakan suatu tumor kanker yang agresif dan berpotensi fatal, keputusan medis
menjadi sangat sulit. Kasus diatas menghadapi dilema etika antara keinginan klien
untuk melepaskan diri dari penderitaan akibat penyakitnya dan keinginan orang tua
serta dokter untuk mempertahankan hidup dan mengoptimalkan pemulihan
pengobatan. Menyelesaikan kasus ini memerlukan pendekatan yang komprehensif
dan berbasis tim. Langkah-langkah yang efektif mencakup komunikasi yang efektif,
penilaian dan manajemen nyeri, konsultasi multidisiplin, dan dukungan keputusan
keluarga. Aspek etika yang relevan mencakup prinsip otonomi dan kemurahan hati.
Dari segi hukum, DNR tidak diatur secara khusus dalam hukum pidana Indonesia.
Secara agama, penolakan terhadap DNR seringkali bertentangan dengan pandangan
agama.

18
4.2 Saran
Pelayanan perawatan paliatif di Indonesia sangat dibutuhkan dan hingga
saat ini layanan kesehatan di Indonesia belum memenuhi kebutuhan pasien
stadium akhir. Prioritas pelayanan tidak hanya pengobatan tetapi juga perawatan
agar pasien dan keluarganya mendapat pelayanan yang berkualitas. Tenaga
kesehatan harus berupaya meningkatkan kemampuan profesionalnya, baik
secara mandiri maupun tim. Dengan meningkatkan pengetahuannya untuk
menyelesaikan dilema etika, tentu dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin
tanpa melanggar hak-hak pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, G. (2021). Do Not Resucitate (DNR) dalam Sistem Hukum Indonesia. Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(5), 515–523. https://doi.org/10.59141/cerdika.v1i5.82
Anita Sinaga, N. (2020). Kode Etik Sebagai Pedoman Pelaksanaan Profesi Hukum Yang
Baik. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 10(2), 1–34.
https://doi.org/10.35968/jh.v10i2.460
Ardiani, N. D. (2018). Modul Ajar Etika Keperawatan. STIKes KUSUMA HUSADA
SURAKARTA, 1, 1–63. http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/676/1/MODUL AJAR
ETIKA KEPERAWATAN.pdf
Bijani, M., Ghodsbin, F., Fard, S. J., Shirazi, F., Sharif, F., & Tehranineshat, B. (2017).
An evaluation of adherence to ethical codes among nurses and nursing students.
Journal of Medical Ethics and History of Medicine, 10, 4–11.
Dede Nasrullah, D. (2019). Etika Keperawatan. Ebook : Modul Kuliah Etika
Keperawatan, 1–105.
Fatmawati, D. A., & Sugianto, E. P. (2023). Penerapan Terapi Relaksasi Benson
Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Kanker Di Yayasan Kanker Inisiatif Zakat
Indonesia Semarang. Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan, 7(1), 46–51.
https://doi.org/10.33655/mak.v7i1.138
Hong, M., Hayden, K. A., Raffin Bouchal, S., & Sinclair, S. (2021). Oncology clinical
trials nursing: A scoping review. Canadian Oncology Nursing Journal, 31(2), 137–
149. https://doi.org/10.5737/23688076312137149
KARS. (2018). National Standard of Hospital Accreditation. Standar Akreditasi Rumah
Sakit, 421.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2020.
Mulia, M. (2021). Pengaruh Terapi Kognitif Dan Terapi Psikoedukasi Keluarga
Terhadap Tingkat Ansietas Klien Kanker: Effect Of Cognitive Therapy And Family
Psychoeducational Therapy On Anxiety Level Of Cancer Clients. Jurnal Ilmiah
Keperawatan (Scientific Journal of Nursing), 7(1), 24–28.
https://doi.org/10.33023/jikep.v7i1.700
Pangribowo, S. (2019). Beban Kanker di Indonesia. Pusat Data Dan Informasi
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, ISSN 2422-7659, 1–16.

20
Partinah, T., Meilita, Z., & Noviyanti. (2021). Peranan Kode Etik Profesi Keperawatan
dan Kompetensi Praktik dalam Pandangan Hukum Tahun 2020. Jurnal AFIAT
Kesehatan Dan Anak, 6(9–15).
Puspitarini, D. A., & Wirotomo, T. S. (2021). Literature Review : Penerapan Terapi
Musik Klasik Dalam Menurunkan Nyeri Pada Pasien Kanker. Prosiding Seminar
Nasional Kesehatan, 1, 1053–1058. https://doi.org/10.48144/prosiding.v1i.789
Rubnitz, J. E., & Kaspers, G. J. L. (2021). How I Treat How I treat pediatric acute
myeloid leukemia. 138(12), 1009–1018.
Schofield, G., Dittborn, M., Huxtable, R., Brangan, E., & Selman, L. E. (2021). Real-
world ethics in palliative care: A systematic review of the ethical challenges
reported by specialist palliative care practitioners in their clinical practice. Palliative
Medicine, 35(2), 315–334. https://doi.org/10.1177/0269216320974277
Smith, V., & Foster, J. (2018). High-risk neuroblastoma treatment review. Children, 5(9).
https://doi.org/10.3390/children5090114
Triarico, S., Rinninella, E., Cintoni, M., Capozza, M. A., Mastrangelo, S., Mele, M. C.,
& Ruggiero, A. (2019). Impact of malnutrition on survival and infections among
pediatric patients with cancer: A retrospective study. European Review for Medical
and Pharmacological Sciences, 23(3), 1165–1175.
https://doi.org/10.26355/eurrev_201902_17010
Van Loenhout, R. B., Van Der Geest, I. M. M., Vrakking, A. M., Van Der Heide, A.,
Pieters, R., & Van Den Heuvel-Eibrink, M. M. (2015). End-of-life decisions in
pediatric cancer patients. Journal of Palliative Medicine, 18(8), 697–702.
https://doi.org/10.1089/jpm.2015.29000.rbvl
Whittle, S. B., Smith, V., Doherty, E., Zhao, S., McCarty, S., & Zage, P. E. (2017).
Overview and recent advances in the treatment of neuroblastoma. Expert Review of
Anticancer Therapy, 17(4), 369–386.
https://doi.org/10.1080/14737140.2017.1285230
World Health Organization. (2023). World Health Statistics (Monitoring Health For The
SDGs).

21

Anda mungkin juga menyukai