Kelompok 4
Halaman Judul…………………………………………………………………………………………………………………. i
Daftar Isi………………………………………………………………………………………………………………………….. ii
Sistem tanam paksa pemerintah kolonial Belanda dilaksanakan karena sejumlah peristiwa dan kondisi
saat itu, di antaranya sebagai berikut:
1.Belanda menghabiskan biaya yang besar karena terlibat dalam peperangan di masa kejayaan
Napoleon Bonaparte di Eropa
2. Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada
1830.
3. Belanda menghabiskan biaya hingga sekitar 20 juta gulden untuk menghadapi Perang Diponegoro
(1825-1830). Perang Diponegoro adalah perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda.
4. Kas negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup berat.
6. Kegagalan upaya mempraktikkan gagasan liberal (1816-1830) dalam mengeksploitasi tanah jajahan
agar memberikan keuntungan yang besar bagi negeri induk (Belanda).
1.2 TUJUAN
A. Pemerintah Belanda menetapkan aturan di sistem tanam paksa Belanda kepada masyarakat
Indonesia. Berikut isinya:
1. Tuntutan kepada setiap rakyat pribumi agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel
tidak melebihi 20 persen atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman
perdagangan
2. Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya
dianggap sebagai pembayaran pajak
3. Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perkebunan
milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau
seperlima tahun.
4. Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak boleh
melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih tiga bulan
5. Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat
6. Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti
bencana alam dan terserang hama, akan ditanggung pemerintah Belanda
Sayangnya, sistem tanam paksa Belanda itu rupanya dilanggar sendiri oleh pemerintah kolonial. Pada
praktiknya, seluruh tanah garapan masyarakat rupanya harus ditanam komoditas ekspor.
Hasil panennya kemudian diserahkan ke pemerintah Belanda untuk mereka ekspor ke luar negeri,
sehingga menguntungkan para penjajah. Sementara masyarakat yang tak punya tanah garapan,
nyatanya harus bekerja setahun penuh di kebun milik pemerintah Belanda.
Pasalnya, pada sistem monopoli VOC, pemerintah Belanda hanya mewajibkan masyarakat menjual
komoditas tertentu kepada mereka.
Sedangkan sistem tanam paksa mewajibkan masyarakat menanam komoditas tertentu dan menjual
seluruh hasilnya ke Belanda dengan harga yang sudah ditetapkan.
Artinya, tidak ada celah bagi masyarakat Indonesia untuk mendulang untung dari bisnis pertanian
mereka dengan Belanda. Maka tak heran, Belanda justru mendapat pemasukan yang besar selama masa
penjajahan di Nusantara.
Mirisnya, sistem tanam paksa Belanda ini justru membuat si penggagas, Johannes van den Bosch,
mendapat penghargaan berupa gelar Graaf dari Raja Belanda pada 25 Desember 1839. Penghargaan
diberikan karena ia membuat Belanda makmur.
III. PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Sistem tanam paksa Belanda berakhir di Indonesia pada 1870 setelah mendapat protes dari menteri
jajahan Belanda Engelbertus de Waal. Politikus liberal yang saat itu berkuasa di Belanda menilai sistem
tanam paksa merugikan masyarakat Indonesia.
Padahal, menurutnya, masyarakat layak mendapat keuntungan ekonomi dari tanah garapannya.
Akhirnya, terbitlah Undang-Undang (UU) Agraria 1870.
Dengan UU Agraria ini, masyarakat yang punya tanah akan dicatatkan kepemilikannya. Hal ini memberi
perlindungan kepada petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing.
Sementara tanah tak bertuan bisa disewakan. Penyewanya bisa dari masyarakat asing, seperti Inggris,
Belgia, Amerika Serikat, Jepang, sampai China. Ini menjadi akhir dari sistem tanam paksa Belanda di
Tanah Air.
Sistem tanam paksa Belanda berakhir di Indonesia pada 1870 setelah mendapat protes dari menteri
jajahan Belanda Engelbertus de Waal. Politikus liberal yang saat itu berkuasa di Belanda menilai sistem
tanam paksa merugikan masyarakat Indonesia.
Padahal, menurutnya, masyarakat layak mendapat keuntungan ekonomi dari tanah garapannya.
Akhirnya, terbitlah Undang-Undang (UU) Agraria 1870.
Dengan UU Agraria ini, masyarakat yang punya tanah akan dicatatkan kepemilikannya. Hal ini memberi
perlindungan kepada petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing.
Sementara tanah tak bertuan bisa disewakan. Penyewanya bisa dari masyarakat asing, seperti Inggris,
Belgia, Amerika Serikat, Jepang, sampai China. Ini menjadi akhir dari sistem tanam paksa Belanda di
Tanah Air.