Anda di halaman 1dari 33

PETUNJ

UKTEKNI
S

PEMBUATAN
RUMAH
BURUNGHANTU

DI
REKTORAT PERLI
NDUNGAN TANAMAN PANGAN
DI
REKTORAT JENDERALTANAMAN PANGAN
KEMENTERI
AN PERTANI
AN
TAHUN 2021
PETUNJUK TEKNIS
PEMBUATAN
RUMAH BURUNG HANTU

DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN


SIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
TAHUN 2021

i
PETUNJUK TEKNIS
PEMBUATAN
RUMAH BURUNG HANTU

Penyusun:
1. Abriani Fensionita S.P., M.Si.
2. Mohammad Nurhidayat S.P., M.Si
3. Fakih Zakaria, S.P.

Desain & Layout:


Fakih Zakaria, S.P.

DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN


SIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
TAHUN 2021

ii
KATA PENGANTAR

Kegiatan pembuatan rumah burung hantu (rubuha)


merupakan salah satu upaya pelestarian burung hantu
(Tyto alba) yang dimanfaatkan untuk menekan
perkembangan hama tikus sawah agar produksi padi
meningkat secara berkelanjutan.

Burung Hantu adalah salah satu musuh alami tikus yang


memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengendalikan
populasi tikus. Pemanfaatannya relatif murah dan tidak
memiliki dampak negatif pada pencemaran lingkungan,
sehingga perlu terus dikembangkan.

Kebutuhan akan rubuha di tengah-tengah sawah sudah


sangat diperlukan. Rubuha tersebut dibuat agar burung
hantu secara alamiah dapat menempati dan berkembang di
rumah burung hantu tersebut.

Pembuatan rubuha harus memperhatikan potensi burung


hantu di setiap wilayah. Apabila di wilayah tersebut telah
ada potensi burung hantu, maka rubuha dapat dilakukan,
karena kemungkinan besar akan ditempati burung hantu.

iii
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pembuatan rubuha,
maka disusun Petunjuk Teknis Pembuatan Rumah Burung
Hantu (Rubuha) ini sebagai panduan bagi petugas dan
pelaksana kegiatan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Semoga petunjuk teknis ini dapat dipergunakan dengan
sebaik-baiknya.

Jakarta, Maret 2021


Direktur,

Dr. Ir. Mohammad Takdir Mulyadi, M.M.


NIP 196304231989031002

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................ v

BAB I. PENDAHULUAN .................................................... 1


A. Latar Belakang ....................................................... 1
B. Tujuan .................................................................... 2
C. Dasar Hukum ......................................................... 3
D. Defenisi/Istilah ........................................................ 5

BAB II. PEMBUATAN RUMAH BURUNG HANTU


(RUBUHA) ............................................................. 8
A. Ruang Lingkup Kegiatan ........................................ 8
1. Pengertian.......................................................... 8
2. Keluaran............................................................. 8
3. Sasaran.............................................................. 8
B. Persyaratan Calon Petani Calon Lokasi (CPCL) .... 9
C. Pengelolaan Bantuan ............................................. 9
1. Sumber Pendanaan ........................................... 9
2. Bentuk bantuan ................................................ 10
D. Pelaksanaan Kegiatan ......................................... 12
1. Pembuatan Rubuha ......................................... 12
2. Lokasi pemasangan rubuha ............................. 17

v
BAB III. MONITORING DAN EVALUASI ......................... 20
A. Monitoring dan Evaluasi ....................................... 20
B. Pelaporan ............................................................. 20

BAB IV. PENUTUP........................................................... 22

vi
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan salah
satu organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang
dapat menimbulkan kerugian bagi tanaman pertanian,
diantaranya komoditas tanaman pangan.
Perkembangbiakan tikus sangat cepat, sehingga perlu
dikendalikan untuk menekan kehilangan hasil akibat
kerugian yang ditimbulkannya.

Salah satu strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT)


untuk mengendalikan hama tikus adalah dengan
menggunakan predator alami yaitu burung hantu (Tyto
alba). Tyto alba merupakan salah satu spesies burung
hantu yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Spesies ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
spesies lain yaitu ukuran tubuh yang relatif lebih besar,
memilki kemampuan membunuh dan memangsa tikus
cukup baik, mudah beradaptasi dengan lingkungan
baru dan cepat berkembangbiak.

Saat ini telah banyak dilakukan konservasi burung


hantu dengan pemasangan pagupon atau rumah
burung hantu (rubuha) di areal persawahan.
Pemasangan rubuha merupakan salah satu cara untuk
melestarikan dan menjaga keberadaan burung hantu di
areal persawahan mengingat burung hantu adalah

1
musuh alami yang paling efektif dan efisien dalam
mengendalikan tikus, baik untuk jangka pendek
maupun jangka panjang.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan burung hantu
dalam pengendalian tikus, maka pada tahun anggaran
2021 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melalui
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan
mengalokasikan kegiatan pembuatan rubuha yang
tersebar di 16 provinsi (Pemerintah Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan,
Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan Timur,
Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan).

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pembuatan rumah


burung hantu, maka disusun Petunjuk Teknis
Pembuatan Rumah Burung Hantu Tahun 2021, sebagai
acuan kepada pelaksana di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kota.

B. Tujuan
Menyediakan acuan pelaksanaan kegiatan Pembuatan
Rumah Burung Hantu.

2
C. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian
Berkelanjutan

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32


Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5059);

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18


Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara
Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5360);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang


Perlindungan Tanaman (Lembaran Negara Tahun
1995 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3586);

5. Peraturan Menteri Pertanian Nomor


43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor :


173/PMK.05/2016 Perubahan PMK-
168/PMK.05/2016 tentang Mekanisme Pelaksanaan
Anggaran Bantuan Pemerintah Pada Kementerian
Negara/Lembaga;

3
7. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
887/Kpts/OT.210/9/97 tentang Pedoman
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan;
8. Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor
51/Permentan/RC.110/12/2018 tentang Pedoman
Umum Pengelolaan dan Penyaluran Bantuan
Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian Tahun
Anggaran 2019;

9. Keputusan Direktur Jenderal Tanaman Pangan


Nomor 53/Hk. 310 /C/8/2012 tentang Pedoman
Rekomendasi Pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman Serealia;

10. Keputusan Direktur Jenderal Tanaman Pangan


Nomor 55/Hk. 310 /C/8/2015 tentang Petunjuk
Teknis Pemantauan dan Pengamatan serta
Pelaporan Organisme Pengganggu Tumbuhan dan
Dampak Perubahan Iklim;

11. Keputusan Direktur Jenderal Tanaman Pangan


Nomor 250/HK.310/C/11/2020 tentang Petunjuk
Teknis Bantuan Pemerintah Lingkup Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2021;

12. Keputusan Direktur Jenderal Tanaman Pangan


Nomor 264/HK.310/C/11/2021 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengelolaan Perlindungan Tanaman
Pangan Tahun Anggaran 2021.

4
D. Defenisi/Istilah
1. Bantuan Pemerintah adalah bantuan yang tidak
memenuhi kriteria bantuan sosial yang diberikan
oleh Pemerintah kepada perseorangan, kelompok
masyarakat atau lembaga pemerintah/non
pemerintah.
2. Daerah endemis adalah daerah yang terserang
OPT tertentu secara terus menerus selama 5
tahun.

3. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang oleh


Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu.

4. Gabungan Kelompok tani (Gapoktan) adalah


kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung
dan bekerja sama untuk meningkatkan skala
ekonomi dan efisiensi usaha.

5. Hamparan adalah lahan pertanaman yang relatif


luas dengan batas-batas alami antara lain jalan,
sungai, pepohonan, kebun, pekarangan,
perumahan, dll.

5
6. Kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/
pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan
kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial,
ekonomi, sumber daya, kesamaan komoditas, dan
keakraban untuk meningkatkan serta
mengembangkan usaha anggota.

7. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah


semua organisme, termasuk di dalamnya adalah
hama, patogen, dan gulma yang dapat merusak,
mengganggu kehidupan, atau menyebabkan
kematian pada tanaman pangan sehingga
menimbulkan kerugian secara ekonomis.

8. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya


pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT
dengan menggunakan satu atau lebih teknik
pengendalian yang dikembangkan dalam satu
kesatuan, untuk mencegah dan mengurangi
timbulnya kerugian secara ekonomis dan
kerusakan lingkungan hidup.
9. Pengendalian OPT adalah upaya pengelolaan
untuk mencegah dan mengurangi timbulnya
kerugian secara ekonomis dan kerusakan
lingkungan hidup akibat serangan OPT.
10. Prinsip-prinsip PHT adalah dasar-dasar
pelaksanaan PHT yang terdiri dari budidaya

6
tanaman sehat, pemanfaatan musuh alami,
pengamatan secara berkala, petani ahli dalam
PHT.
11. Swadaya petani adalah semua upaya yang
dilakukan petani dengan sumber pembiayaan yang
berasal dari modal petani sendiri.

7
BAB II. PEMBUATAN RUMAH BURUNG HANTU
(RUBUHA)

A. Ruang Lingkup Kegiatan


1. Pengertian
Rumah burung hantu merupakan tempat untuk
tinggal burung hantu, bertelur dan membesarkan
anak, mengintai tikus serta berlindung dari cuaca
buruk dan pengganggu lainnya
(penembak/pemburu).

2. Keluaran
Terlaksananya pengendalian hama tikus secara
hayati dengan burung hantu untuk mengamankan
produksi tanaman pangan

3. Sasaran
Petani/kelompok tani mampu memanfaatkan
musuh alami dalam pengendalian hama tikus
sesuai prinsip-prinsip PHT.

8
B. Persyaratan Calon Petani Calon Lokasi (CPCL)
Calon petani dan calon lokasi (CPCL) kegiatan
Pembuatan Rumah Burung Hantu (rubuha)
berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Kelompok tani/gabungan kelompok tani (gapoktan)


yang memiliki keabsahan dari instansi berwenang.

2. Kelompok tani/gapoktan masih dalam satu hamparan


pertanaman padi minimal 5 ha.
3. Lokasi rubuha merupakan daerah endemis serangan
tikus atau lokasi yang mengalami serangan tikus
minimal selama 2 musim tanam.

C. Pengelolaan Bantuan
1. Sumber Pendanaan
Kegiatan pembuatan rubuha berasal dari Dana
Dekonsentrasi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun
Anggaran 2021.
Pengelolaan pembuatan rubuha dilaksanakan oleh
Balai Perlindungan/Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPTPH)/Laboratorium Hama dan
Penyakit Tanaman (LPHP).

9
2. Bentuk bantuan
Setiap kelompok tani/gapoktan pelaksana kegiatan
pembuatan rubuha mendapatkan bantuan
pemerintah (banpem) melalui mekanisme transfer
uang ke rekening kelompok tani/gapoktan sebesar
Rp.2.000.000,- per unit.
Bantuan yang diberikan digunakan untuk
pembelanjaan barang dan jasa yang terdiri dari
rubuha dan tiangnya.

Contoh rincian belanja pembuatan rubuha sebagai


berikut:

a. Rumah Burung Hantu


Harga Nominal
No Nama Barang Satuan Jml
(Rp) (Rp)
1 Papan kayu 20 cm x 3 m lembar 4 45.000 180.000
2 Seng lembar 1 30.000 30.000
3 Cat kayu, no drop kg 1 65.000 65.000
4 Knee paralon 2 inch buah 1 10.000 10.000
5 Paku paket 1 15.000 15.000
6 Tenaga terampil paket 1 150.000 150.000
Jumlah 450.000

10
b. Tiang Burung Hantu
Harga Nominal
No Nama Barang Satuan Jml
(Rp) (Rp)
1 Besi beton 8 mm, 5 mm paket 1 350.000 350.000
2 Paralon 6 inch buah 2 75.000 150.000
3 Semen sak 2 75.000 150.000
4 Pasir paket 1 150.000 150.000
5 Tukang HOK 5 150.000 750.000
Jumlah 1.550.000

Pembelanjaan pembuatan rubuha disusun


berdasarkan musyawarah anggota poktan/gapoktan
yang dituangkan dalam Rencana Usaha Kelompok
(RUK). Apabila dana tersebut tidak mencukupi,
poktan/gapoktan dapat memenuhinya secara
swadaya. Alokasi bantuan untuk setiap
poktan/gapoktan disesuaikan dengan kondisi
lapangan.

11
D. Pelaksanaan Kegiatan
1. Pembuatan Rubuha
Rubuha dapat dibuat sendiri oleh kelompok
tani/gapoktan dengan menggunakan bahan yang
kuat, awet, serta tahan terhadap cuaca panas dan
hujan. Tidak disarankan menggunakan bahan yang
menyebabkan kondisi di dalam rubuha menjadi tidak
nyaman/panas bagi burung hantu, seperti seng.

Rubuha diberi teras depan yang bertujuan untuk


memudahkan burung hantu hinggap dan terbang
kembali. Pintu dibuat lebih tinggi dari dasar sarang
untuk melindungi telur/anakan agar tidak keluar dari
rumah.
Tiang dapat dibuat dari bahan yang kuat, awet dan
tahan lama, seperti beton, besi atau kayu. Tinggi
tiang rubuha sekitar 3,5 - 4 m dari permukaan tanah.
Sementara 1 m tiang rubuha bagian bawah
dibenamkan di dalam tanah dibuat sedemikian rupa
agar kokoh menopang rubuha beserta tiangnya
sehingga tidak mudah roboh.

12
Gambar 1. Contoh desain beserta dimensi rubuha

Pembuatan rubuha diupayakan didampingi oleh


petugas lapangan (POPT/PPL) atau masyarakat
lainnya yang memiliki kemampuan teknis tentang
pembuatan rubuha.

13
Gambar 2. Contoh
desain rubuha
dengan tiangnya

14
Berikut ini beberapa contoh dokumentasi kegiatan
pembuatan rubuha.

Gambar 3. Pembuatan rubuha

Gambar 4. Rubuha yang selesai dibuat dan siap dipasang

15
Gambar 5. Pembuatan tiang rubuha dari beton

Gambar 6. Pipa rubuha yang menggunakan pipa besi

16
Gambar 7. Pemasangan rubuha dengan tiang dari
susunan besi

2. Lokasi pemasangan rubuha


Pemilihan lokasi rubuha akan menentukan rubuha
yang dipasang akan disinggahi/ditempati oleh
burung hantu atau tidak. Pemilihan lokasi yang tepat
akan memudahkan burung hantu mencapai sarang,
mengintai dan menangkap mangsa, serta terbebas
dari berbagai gangguan. Dengan demikian
diharapkan rubuha dapat berfungsi dengan optimal.

Rubuha dapat dipasang di tengah maupun di pinggir


sawah, dengan syarat rubuha ditempatkan di daerah
yang jarang dilalui oleh manusia. Apabila rubuha

17
berada di jalur lewat petani/manusia, dikhawatirkan
burung hantu akan terganggu oleh aktivitas manusia.

Rubuha dapat juga dipasang berdekatan dengan


pohon-pohon besar. Pintu masuk rubuha sebaiknya
menghadap ke utara atau selatan agar sinar
matahari tidak masuk ke dalam rubuha secara
langsung.
Hindari tempat yang ramai/bising ketika memilih
tempat pemasangan rubuha, seperti pemukiman
atau jalan raya. Rubuha dapat dipasang minimal 20
m dari keramaian. Semakin jauh jaraknya dengan
sumber keramaian akan semakin baik.

Rubuha dapat ditempatkan di hamparan yang diduga


terdapat populasi burung hantu atau lokasi yang
sesuai dengan habitat burung hantu. Untuk areal
seluas 5 hektar ditempatkan paling sedikit 1 (satu)
rubuha.

Keberadaan burung hantu di rubuha yang telah


dipasang dapat diketahui dengan melihat langsung
keadaan di dalam rubuha. Rubuha yang dipasang
belum tentu ditinggali oleh burung hantu. Bisa jadi
rubuha dimanfaatkan sebagai tempat singgah dan
mencari makan saja, sehingga burung hantu tidak
ditemukan di dalam rubuha.

18
Cara lain yang dapat dilakukan untuk memastikan
rubuha telah disinggahi/ditempati adalah dengan
mencari kotoran burung hantu (pelet atau cairan
berwarna putih), bulu atau tulang tikus yang ada
pada tanah/lantai di bawah rubuha.

19
BAB III. MONITORING DAN EVALUASI

A. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring kegiatan pembuatan rubuha 2021 dilakukan
oleh petugas pusat dan daerah untuk memantau
pelaksanaan kegiatan di lapangan sesuai petunjuk
teknis yang telah ditetapkan.

Evaluasi dilakukan untuk memperoleh umpan balik


kegiatan dari lapangan sebagai bahan perbaikan
pelaksanaan kegiatan tersebut.
Dalam kegiatan monitoring dan evaluasi juga dapat
dilakukan pendampingan dan pembinaan teknis oleh
POPT, Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit
(LPHP), Balai Proteksi/Perlindungan Tanaman Pangan
dan Hortikultura (BPTPH), Dinas Pertanian Provinsi,
dan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan.

B. Pelaporan
Pelaporan kegiatan Pembuatan Rumah Burung Hantu
dilaksanakan secara berjenjang mulai dari petugas
lapang, LPHP, BPTPH sampai tingkat pusat (Ditlin. TP)
mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 173/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015

20
Tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan
Pemerintah Pada Kementerian Negara/Lembaga dan
Keputusan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Nomor
250/HK.310/C/11/2020 tentang Petunnjuk Teknis
Bantuan Pemerintah Lingkup Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2021.

21
BAB IV. PENUTUP

Pemanfaatan burung hantu (Tyto alba) dalam pengendalian


hama tikus memiliki potensi yang tinggi untuk
dikembangkan. Upaya konservasinya relatif sederhana dan
biayanya terjangkau.

Dengan adanya kegiatan pembuatan rubuha, diharapkan


petani mampu mengambil manfaat pengendalian hama
tikus secara alami untuk pengamanan produksi di lahan
usaha taninya.

Kegiatan pembuatan rubuha perlu disebarluaskan dan


disosialisasikan, adanya rubuha di suatu wilayah
memerlukan dukungan masyarakat dan perangkat
pemerintah setempat dalam menjaga dan melestarikan
Tyto Alba.

22
LAMPIRAN

1
Rekap Laporan Kegiatan Bantuan Rumah Burung Hantu
Tahun 2021

Luas Jumlah
Poktan/ No. Pelaksanaan
No. Kab/Kota Kecamatan Desa Ketua Hamparan Rubuha Koordinat
Gapoktan Telp (tgl/bln/th)
(ha) (unit)

Kepala BPTPH/Penanggungjawab

_____________________
NIP.

2
Laporan Kegiatan Bantuan Rumah Burung Hantu
Kelompok Tani ....

Poktan/gapoktan :
Desa :
Kecamatan :
Kabupaten/kota :
Ketua poktan/gapoktan :
Nomor telp. :
Luas Hamparan : .... ha
Jumlah rubuha : .... unit
Tanggal pelaksanaan :
Koordinat :

3
Foto kegiatan (open camera)

Anda mungkin juga menyukai