Anda di halaman 1dari 21

FORMULIR A

LAPORAN PELAKSANAAN
KEGIATAN : Pengembangan Penyuluhan Pertanian

1. Penyuluh Pertanian
a. Nama/NIP : Bambang Sunandar, SP.,MP/ 19770328 200501 1 002
b. Pangkat/Golongan : Penata Tk.I /IIId
c. Jabatan : Penyuluh Pertanian Muda
d. Unit Kerja : BPTP Jawa Barat
2. Dasar Pelaksanaan : RDHP Diseminasi”
3. Nama Kegiatan : Menyusun Juknis Budiaya Padi Ramah Lingkungan
untuk Percepatan Diseminasi di Jawa Barat.
4. Pelaksanaan Kegiatan :
a. Waktu Pelaksanaan : 11 Januari 2021
b. Tempat/Lokasi : BPTP Jawa Barat
5. Hasil Pekerjaan : Terlampir

Mengetahui Lembang, 22 Juni 2021


Pimpinan Unit Kerja atau Penyuluh Pertanian
Pejabat yang ditunjuk

( Yayat, SE ) (Bambang Sunandar, SP.,MP)

Catatan :
Laporan hasil pekerjaan dilampirkan dengan identitas penyusunnya
PETUNJUK TEKNIS

BUDIDAYA PADI RAMAH LINGKUNGAN UNTUK


PERCEPATAN DISEMINASI TEKNOLOGI DI
JAWA BARAT

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA BARAT


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2021

1
BUDIDAYA PADI RAMAH LINGKUNGAN UNTUK
PERCEPATAN DISEMINASI TEKNOLOGI DI
JAWA BARAT

Penanggungjawab
Dr. Ir. Nana Sutrisna, MP

Penyusun
Dr. Bambang Susanto, SP., M.Si
Syam Ahmad Sopian, S.ST., MP
Adhitya Tri Diwa, SP
Bambang Sunandar, SP., MP

Editor
Drs. Muhammad Iskandar Ishaq, MP
Dr. Ir. Yanto Surdianto, MP
Dr. Ir. Nana Sutrisna, MP

Diterbitkan
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat
2021

2
4
KATA PENGANTAR

Keberhasilan peningkatan produktivitas tanaman pangan yang diikuti dengan


kelestarian lingkungan hidup merupakan prinsip penerapan sistem pertanian ramah
lingkungan berkelanjutan. Pertanian ramah lingkungan merupakan sistem pertanian
berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahanan produktivitas
tinggi dengan memperhatikan pasokan hara dari penggunaan bahan organik,
minimalisasi ketergantungan pada pupuk anorganik, perbaikan biota tanah,
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) berdasarkan kondisi ekologi,
dan diversifikasi tanaman.

Pengembangan pertanian ramah lingkungan membuka peluang yang baik bagi


komitmen jajaran Kementerian Pertanian untuk memperbaiki lahan kritis dan
menumbuhkan petani mandiri. Untuk penerapannya secara luas di pandang perlu
untuk melakukan pengembangan budidaya padi ramah lingkungan di beberapa
daerah (Kabupaten/Kota) yang memiliki potensi sumberdaya alam dan sumberdaya
manusia yang memadai untuk dikembangkan secara spesifik lokasi berbasis kearifan
lokal.

Untuk itu, agar upaya pencapaian sasaran pengembangan budidaya padi


ramah lingkungan dapat tercapai maka diperlukan “Petunjuk Teknis Budidaya
Padi Ramah lingkungan Tahun 2021”. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi
salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.
Kepada semua pihak yang memberikan bantuan dalam pelaksanaan kegiatan
penyusunan ini, disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih.

Bandung, 11 Januari 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………….................................. 1
LATAR BELAKANG ……………………………………….................................. 2
TUJUAN ……………………………………….................................. 2
KELUARAN ………………………………………................................... 2
BAHAN DAN METODE ……………………………………….................................... 4
Lokasi dan Waktu ……………………………………….................................... 4
Bahan dan Alat ……………………………………….................................... 4
Metode Kaji Terap ………………………………………..................................... 4
PELAKSANAAN KAJI TERAP ………………………………….......................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………….................................... 16

2
LATAR BELAKANG

Salah satu program prioritas Kementerian Pertanian adalah kedaulatan pangan,


melalui pencapaian swasembada dan peningkatan produktivitas komoditas padi,
jagung, kedelai, cabai, bawang merah, daging, dan gula. Upaya pencapaian tersebut
dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti upaya khusus, intensifikasi, dan
ekstensifikasi pertanian baik melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) maupun
perluasan luas baku sawah untuk mewujudkan kemandirian pangan. Sasaran produksi
komoditas pangan terutama padi, jagung, dan kedelai pada 2015–2019 adalah
peningkatan produksi padi dari 73.162.171 ton (2014) menjadi 81.971.853 ton
(2019), jagung dari 20.087.445 ton (2014) menjadi 22.506.235 ton (2019), dan
kedelai dari 1.265.646 ton (2014) menjadi 1.418.046 ton (2019) (Kementerian
Pertanian, 2015).
Pembangunan pertanian dihadapkan pada berbagai tantangan, antara lain:
perubahan iklim yang mengancam kerawanan pangan, konversi areal budidaya
menjadi non pertanian, pertumbuhan penduduk yang sejalan dengan peningkatan
kebutuhan bahan pangan, eksploitasi dan degradasi sumber daya lahan pertanian
yang menurunkan kualitas tanah, lingkungan, dan produk pertanian. Undang- Undang
No 18 tahun 2012 tentang pangan mengamanatkan bahwa selain ketahanan dan
kemandirian pangan, keamanan pangan perlu diperhatikan. Peningkatan produktivitas
tanaman pangan hendaknya juga diimbangi dengan peningkatan kualitas tanah dan
produk pertanian. Dalam mencapai sasaran tersebut, budidaya tanaman pertanian,
khususnya tanaman pangan dilakukan dengan pendekatan budidaya pertanian yang
baik (good agricultural practices/GAP) yang tidak lain adalah sistem pertanian ramah
lingkungan.
Pertanian ramah lingkungan merupakan sistem pertanian berkelanjutan yang
bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahanan produktivitas tinggi dengan
memperhatikan pasokan hara dari penggunaan bahan organik, minimalisasi
ketergantungan pada pupuk anorganik, perbaikan biota tanah, pengendalian
organisme pengganggu tanaman (OPT) berdasarkan kondisi ekologi, dan diversifikasi
tanaman (Hendrawati, 2001). Soemarno (2001) mendefinisikan pertanian ramah
lingkungan sebagai pertanian yang menerapkan teknologi serasi dengan lingkungan
untuk optimasi pemanfaatan sumber daya alam dalam memperoleh produksi tinggi
dan aman, serta menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam pertanian.
Berdasarkan definisi tersebut, pembangunan pertanian diarahkan pada pencapaian
ketahanan pangan sekaligus juga memperhatikan keamanan pangan. Konsep
pertanian ramah lingkungan tersebut bermuara pada kualitas tanah yang
mempengaruhi : (i) produktivitas tanah untuk meningkatkan produktivitas tanaman
dan aspek hayati lainnya; (ii) memperbaiki kualitas lingkungan dalam menetralisasi
kontaminan-kontaminan dalam tanah dan produk pertanian; dan (iii) kesehatan
manusia yang mengkonsumsi produk pertanian (Doran dan Parkin, 1999).

Pengembangan pertanian ramah lingkungan terutama untuk tanaman pangan


dan hortikultura harus memperhatikan beberapa hal, antara lain: (i) menjaga
3
keragaman hayati dan keseimbangan ekologis biota alami; (ii) memelihara kualitas
fisik, kimiawi, hayati sumber daya lahan pertanian; (iii) meminimalisasi kontaminan
residu bahan agrokimia, limbah organik dan anorganik yang berasal dari dalam
ataupun luar usaha tani; (iv) mempertahankan produktivitas lahan secara alami; (v)
patogen penyakit dan serangan hama tidak terakumulasi secara endemik dan
terjaganya musuh alami; dan (vi) produk pertanian aman sebagai bahan pangan dan
pakan (Soemarno, 2001).
Sistem pertanian ramah lingkungan sebenarnya telah banyak diterapkan oleh
masyarakat tani, antara lain pertanian konservasi dengan tanpa olah atau olah tanah
minimum, pengelolaan tanaman terpadu, penerapan jajar legowo super, pengelolaan
organisme pengganggu tanaman secara terpadu, sistem integrasi tanaman-ternak
bebas limbah, dan pertanian organik. Menurut Soemarno (2001), tindakan operasional
pertanian ramah lingkungan meliputi: (i) penggunaan pupuk anorganik bersifat
suplementatif dengan efisiensi tinggi untuk mencapai target hasil optimal; (ii)
penerapan pengendalian hama dan penyakit dengan memperhatikan keseimbangan
ekologis alamiah; (iii) penerapan pengelolaan tanaman secara terpadu; (iv) penerapan
sistem usaha tani bersih dan sehat; (v) pemeliharaan dan pemantapan kesuburan
fisik, kimiawi, dan hayati secara alamiah, dan (vi) pemanfaatan teknologi efektif
berdasar kearifan lokal.

TUJUAN

1. Percepatan diseminasi inovasi teknologi pertanian.


2. Merekomendasikan penerapan teknologi Budidaya Padi Ramah Lingkungan.
3. Meningkatkan kapasitas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)

KELUARAN
1. Inovasi teknologi pertanian dapat cepat diadopsi oleh stakeholders
2. Rekomendasi penerapan teknologi Budidaya Padi Ramah Lingkungan.
3. Kapasitas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) meningkat.

BAHAN DAN METODE


Lokasi dan Waktu

Lokasi pelaksanaan kaji terap penerapan teknologi Budidaya padi ramah


lingkungan dilaksanakan di Kabupaten Ciamis, Sukabumi, dan Garut Jawa Barat, luas
masing-masing adalah 10 Ha Waktu pelaksanaan bulan Maret – Juni 2021.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang diperlukan untuk kegiatan kaji terap penerapan teknologi
budiaya padi ramah lingkungan.
terdiri atas:
1. Benih padi varietas Inpari 45,43, Nutrizinc, MAPAN, MANTAP
2. Pupuk anorganik
4
3. Pupuk Hayati
4. Biodekomposer
5. Pupuk organik
6. Pestisida nabati
Metode Kaji Terap
Metode kaji terap adalah pengkajian yang dilakukan oleh penyuluh pertanian
lapangan dan petani dengan melakukan kegiatan identifikasi masalah, perencanaan
kegiatan, serta melaksanakan tindak lanjut pemecahan masalah dan dapat
mengembangkan kapasitas para penyuluh dan petani agar secara bersama-sama
dapat menelaah dan memodifikasi inovasi teknologi budidaya padi ramah lingkungan
(BPRL) sesuai dengan kebutuhan petani, dan merupakan sarana pembelajaran bagi
penyuluh.

5
RUANG LINGKUP KEGIATAN (Teknis Budidaya Padi Ramah
Lingkungan)
Budidaya tanaman padi ramah lingkungan pada dasarnya hampir sama dengan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi. Perbedaannya hanya pada penggunaan
benih, pemupukan dan pengendalian OPT, dimana penggunaan benih diusahakan
yang ramah lingkungan, pemupukan harus mengkombinasikan antara pupuk
anorganik dan pupuk organik, dan pengendalian OPT juga harus menggunakan
pestisida organik seperti pestisida nabati. Berikut ini akan diuraikan teknis
pelaksanaan budidaya padi ramah lingkungan di lahan sawah.
A. Pengolahan Tanah
Lahan yang digunakan terlebih dahulu diairi sampai tergenang lalu diolah
dengan bajak baik dengan mesin traktor maupun hewan ternak. Lahan dibajak
sebanyak dua kali di mana setelah bajak pertama dilakukan penggenangan selama
satu minggu kemudian dilakukan pembajakan kedua dan digenangi lagi selama satu
minggu agar terbentuk pelumpuran. Pada pembajakan kedua sebelum pelumpuran
disebarkan pupuk organik kompos jerami dan pupuk kandang. Kemudian digaru dan
dibuat saluran sekeliling dan ditengah sawah sebagai saluran drainase. Lahan harus
dalam keadaan datar agar air tidak tergenang dipermukaan tanah yang akan
ditanami.
Pengolahan tanah ini sangat penting, karena pengolahan tanah bertujuan
untuk:
1. Mengendalikan gulma, mengurangi persaingan pertumbuhan awal.
2. Memperbaiki tata udara tanah untuk perkembangan akar tanaman, karena
tanahnya menjadi gembur
3. Mencampur sisa-sisa tanaman dan gulma terdahulu dengan tanah
4. Membantu membentuk lapisan padas, mencegah meresapnya air dan unsur hara
selama penggenangan.
5. Menyeragamkan kesuburan tanah.

Gambar 1. Persiapan lahan mulai dari lahan belum diolah, dibajak 1x plus jerami,
dibajak 1x dan direndam, serta rotary/melumpurkan

6
B. Seleksi dan Perlakuan Benih (Seed Treatment)
Benih sebelum disemai, terlebih dahulu direndam dan diseleksi dengan cara
mengaduk benih dalam air dan benih yang terapung dibuang, benih yang tenggelam
dijadikan sebagai benih untuk disemai. Benih direndan selama 2 kali 24 jam lalu
dikeringkan dan diperam selama 2 x 24 jam dan apabila telah keluar radikula maka
disemai pada lahan yang telah disediakan. Persemaian dilakukan lebih jarang baik
pada persemaian basah maupun pada persemaian kering. Agar benih yang disemai
dapat tumbuh dengan baik, maka digunakan pupuk hayati. Salah satu pupuk hayati
hasil inovasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) adalah
Agrimeth. Pupuk hayati ini mengandung berbagai mikroba bermanfaat seperti
bakteri penambat N2 baik secara simbiotik maupun non simbiotik, bakteri pelarut
fosfat, dan bakteri penghasil fitohormon. Pupuk hayati Agrimeth mampu
meningkatkan efisiensi pupuk anorganik N P K dan meningkatkan produktivitas
tanaman pangan seperti padi dan kedelai (Balitbangtan, 2016). Pupuk hayati juga
berpengaruh terhadap struktur tanah, bahan organik, nitrogen, fosfat dan kalium
tanah, selain mampu meningkatkan hasil 17,7-43,3% (Ishaq, 2017).
Adapaun cara pengunaan pupuk hayati sebagai seed treatment sebagai berikut:
1. Benih padi direndam selama 24 jam, kemudian ditiriskan
2. Benih yang sudah ditiriskan dicampur dengan Agrimeth dengan dosis 1 sachet (40
gram)/4 kg gabah), kemudian dimasukkan ke dalam karung
3. Diperam lagi selama 24 jam ditempat yang teduh
4. Benih siap di semai, apabila pupuk hayati tidak melekat pada benih padi maka
dapat disebarkan dipesemaian

Gambar 2. Aplikasi pupuk hayati Agrimeth sebagai seed treatment


C. Persemaian
Persemaian dilakukan dengan dua cara yakni persemaian basah langsung di
sawah dan persemaian kering dalam wadah baik wadah plastik maupun daun pisang
atau wadah lainnya seperti upih. Penggunaan benih sekitar 15-25 kg/ha yang
disemai sesuai dengan sistem tanam yang digunakan (legowo 2:1 atau legowo 4:1)
dengan menaburkan 1 genggam benih per meter bujursangkar. Penaburan benih
harus lebih jarang agar benih dapat tumbuh kuat dan mudah dalam mencabutnya.

Benih yang siiap disemai adalah apabila radikula telah keluar. Persemaian
dilakukan hanya selama 7 hari sampai 15 hari. Jangan sampai lewat dari 15 hari,
karena tanaman padi akan membentuk anakan sebelum umur 21 hari, sehingga

7
kalau lebih 15 hari dipersemian, maka anakan sudah terbentuk di persemaian,
akibatnya phyllochron tidak tercapai sampai 12 kali.

Pada persemaian kering, tanah harus disiram agar selalu lembab setiap hari,
sehingga benih dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Umur semainya 7
sampai 15 hss, jangan lebih 15 hari.

Gambar 3. Persemaian benih padi langsung di sawah

Gambar 4. Bibit padi umur 15 hari di persemaian

Gambar 5. Persemaian Kering dengan Wadah

8
D. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk organik sewaktu lahan digaru,
kemudian ditambah pupuk kimia Urea, TSP, dan KCl dilakukan satu minggu setelah
tanam. Dalam sistim budidaya padi ramah lingkungan, takaran pupuk kimia
disesuaikan dengan hasil analisis tanah dan kebutuhan hara tanaman serta jumlah
pupuk organic yang diberikan, jumlah pupuk kimia bisa separoh dosis yang biasa
direkomendasikan karena ada penambahan pupuk organik, sehingga lebih efisien.
Pemupukan urea pertama diberikan tiga hari sebelum tanam dan setelah
penyiangan gulma kedua, biasanya lebih dari dua kali dan dosisnya ditentukan
berdasarkan BWD (Bagan Warna Daun).
Pupuk organik salah satunya adalah kompos. Kompos dibuat dari jerami padi dan
pupuk kandang yang dilapukkan dengan bantuan dekomposer (misalnya Ultradec) yang
mengandung jamur trichoderma. Biodekomposer hasil inovasi Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), yaitu Ultradec (Ultrmic Decomposer) dapat
digunakan dalam pembuatan kompos jerami. Pembenaman kompos jerami ke dalam
saat pengolahan tanah cenderung memberikan hasil gabah padi sawah tadah hujan
dengan varietas Ciherang lebih tinggi daripada pengembalian jerami segar. Selain itu
pemberian kompos jerami yang bernisbah C/N rendah memberikan emisi metana (CH4)
lebih rendah daripada jerami segar. Penggunaan biodekomoser secara tidak langsung
memberikan kontribusi nyata terhadap stabilitas produksi padi tinggi sekaligus sebagai
upaya mitigasi emisi gas rumah kaca dari subsektor tanaman pangan. Kompos jerami
yang diinokulasi dengan Azospirillum meningkatkan hasil gabah kering padi sawah
30 persen (setara 1,40 ton/ha) dan menghemat penggunaan pupuk nitrogen
sebesar 45 kg N/ha (Gunarto, dkk., 2002).
Prosedur pengomposan jerami menggunakan dekomposer sebagai berikut:
1. Aplikasi dekomposer dapat dilakuka pada saat pengolahan tanah kedua (7 hari
sebelum tanam)
2. Jerami sisa panen (+ 2 ton) + pupupk kandang (1 ton) ditebarkan merata) dan
kondisi air dibuat macak-macak, tidak mengalir pada petakan lain
3. Siapkan decomposer (contoh: Ultradec) dengan dosis 2 liter/hektar
4. Campurkan dengan 400 liter air dan aduk hingga merata
5. Semprotkan di atas hamparan jerami pada petakan sawah tersebut, lalu
dibenamkan dan biarkan selama minimal 7 hari.

Gambar 6. Proses pembuatan kompos jerami padi menggunakan biodekomposer


langsung di lahan

9
Pembuatan kompos jerami padi dapat juga dilakukan dengan menempatkan
jerami pada satu tempat dan disusun ke atas dengan ukuran 1 m2 atau secara
insitu. Proses pembuatan kompos jerami padi secara insitu dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

Gambar 7. Proses pembuatan kompos jerami padi secara insitu

E. Penanaman
Jajar legowo super merupakan sistem pertanian ramah lingkungan yang
menerapkan teknologi budidaya tanaman pangan terutama padi secara terpadu
berbasiskan jarak tanam jajar legowo. Penerapan sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan
jarak tanam 25 cm x 12,5 cm x 50 cm meningkatkan populasi tanaman menjadi 213.333
rumpun/ha atau meningkat 33,3 persen dibandingkan dengan sistem tanam tegel 25 cm
x 25 cm dengan populasi 160.000 rumpun per ha (Balitbangtan, 2016). Dalam
implementasinya, komponen teknologi jarwo super terdiri atas :

• Benih bermutu varietas unggul baru (VUB) dengan potensi hasil tinggi;
• Biodekomposer pada saat pengolahan tanah;
• Pupuk hayati sebagai seed treatment dan pemupukan berimbang;
• Teknik pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) secara terpadu
yang menggunakan pestisida nabati atau agensia hayati atau pestisida
anorganik berdasarkan ambang kendali; dan
• Alat mesin pertanian terutama untuk tanam dan panen (Balitbangtan, 2016).
Teknologi jajar legowo super bersifat spesifik lokasi seperti agroekosistem sawah

optimal, sawah tadah hujan, lahan kering beriklim kering, dan sawah pasang surut.
Tahun 2016, teknologi jajar legowo super dikembangkan ke 11 provinsi pada lahan
seluas total 300 hektar (Republika, 2016). Sinar Tani (2017), melaporkan bahwa
varietas padi Inpari 33 yang dibudidayakan dengan sistem jarwo super mampu
menghasilkan gabah 8,5 ton kering panen tiap hektarnya.

10
Sistem tanam yang dilakukan pada budidaya padi ramah lingkungan adalah jajar
legowo yang dapat meningkatkan hasil tanaman padi dari 4 ton/ha menjadi 6 ton/ha.
Ada beberapa tipe jajar legowo, antara lain; tipe 2:1, tipe 4:1a, tipe 4:1b, dan tipe 6:1.
Tipe yang baik bagi pertumbuhan dan memberikan hasil tinggi adalah tipe 2:1 dan tipe
4:1. Pada tipe 2:1 dilakukan dengan membuat tanaman padi lebih subur karena tipe ini
merupakan tipe yang bagus bagi pertumbuhan tanana padi. Tipe 2:1 adalah dua baris
tanaman padi ditanam dengan lahan yang dikosongkan kiri dan kanannya sehingga iklim
mikro lebih bagus. Pemeliharaan tanaman juga lebih mudah, baik dalam mengendalikan
hama dan penyakit maupun dalam pemberian pupuk. Semua tanaman dijadikan
tanaman pinggir. Semua tanaman padi akan mendapatkan cahaya yang sama, sehingga
tanaman akan dapat melakukan fotosintesis dengan sempurna. Selain itu, tanaman juga
akan terhindar dari serangan hama dan penyakit.

Gambar 8. Sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 25x12,5x50 cm

Gambar 9. Cara penanaman sistem jajar legowo 2:1 menggunakan caplak

Pada tipe 4:1 ditanam bibit padi 4 baris dengan kiri dan kanannya dikosongkan
sehingga tanaman juga tumbuh dan berkembang dengan baik. Begitu juga dengan
tipe 4:1 dengan 5 baris tanaman. Namun pada tipe 6:1 kurang bagus bagi
pertumbuhan tanaman karena sudah terlalu banyak baris tanaman.

11
Gambar 10. Sistem tanam jajar legowo 4:1 dengan jarak tanam 25x12,5x50 cm

Pada saat ini sistem tanam jajar legowo 2:1 dapat menggunakan alat modern
yang digerakkan oleh mesin yang dikenal dengan nama Indo Jarwo Transplanter.
Alat ini dapat diaplikasikan dan sangat membantu pada daerah-daerah yang
kekurangan tenaga kerja jasa tanam. Inovasi Indo Jarwo Transplanter merupakan
mesin tanam padi sistem jajar legowo 2 : 1 memiliki beberapa kenggulan
diantaranya dapat mempercepat proses/waktu tanam pindah bibit padi, mengatasi
permasalahan kelangkaan tenaga kerja tanam dan menghemat biaya tanam.

Gambar 11. Alat Indo Jarwo Transplanter


F. Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada umur satu mingu setelah bibit ditanam dan
selambat-lambatnya umur 21 hari setelah tanam. Ada tidak ada gulma maka
penyiangan harus dilakukan dengan cara mengaduk tanah. Hal ini akan merangsang
petumbuhan akar tanaman padi. Penyiangan dapat dilakukan dengan memakai alat
atau langsung dengan tangan atau secara mekanis dan juga dapat dilakukan dengan
cara kimia. Namun cara kimia ini sedapat mungkin dihindari peggunaannya karena
kalau kurang hati-hati dalam pemakaiannya maka dapat mencemari lingkungan.
12
Dalam sistim budidaya padi ramah lingkungan penyiangan menggunakan
landak sangat dianjurkan, karena:
• Ramah lingkungan
• Hemat tenaga kerja
• Meningkatkan jumlah udara dalam tanah dan
• Merangsang pertumbuhan akar lebih baik

Gambar 12. Penyiangan tanaman padi menggunakan landak

G. Panen dan Pasca Panen

Panen dilakukan apabila sudah terlihat kriteria matang panen, di mana daun
sudah menguning 80-90% dan gabah sudah bernas berwarna kuning emas, apabila
gabah ditekan dengan kuku, gabah sudah keras. Panen terlalu awal menyebabkan
gabah hampa, gabah hijau, dan butir kapur lebih tinggi, sedangkan panen yang
terlalu lambat menimbulkan kehilangan hasil karena gabah rontok di lapangan dan
meningkatnya gabah patah dalam proses penggilingan. Panen dilakukan dengan
menggunakan sabit atau ani-ani dan dirontokkan dengan mesin perontok (treesher)
atau dengan mengirik pakai kaki bagi sebahagian daerah, serta dapat juga dilakukan
dengan penggunaan alat perontok padi (threser/powerthreser). Setelah gabah
dirontok lalu dibersihkan dengan mesin pompa angin dan dijemur hingga kering atau
kadar air 14% baru disimpan dalam karung (GKG) dan ditempatkan dalam gudang
sampai dilakukan proses pengolahan padi menjadi beras atau dapat juga dijadikan
sebagai bahan perbanyakan tanaman.

13
Setelah gabah bersih maka gabah dimasukan ke dalam karung kemudian
dikeringkan atau dijemur dibawah sinar matahari untuk menurunkan kadar air gabah
sampai 14% atau disebut dengan Gabah Kering Giling (GKG). Setelah itu, gabah
digiling di kinsir atau di huller atau rice milling.

Gambar 13. Panen dan perontokan gabah menggunakan threser (perontok padi)

H. Pengendalian OPT Terpadu


Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti gulma, hama, dan
penyakit tanaman merupakan kendala dan tantangan dalam memantapkan hasil
budidaya tanaman pertanian yang tinggi atau memperkecil kehilangan hasil.
Keberadaan gulma mampu menurunkan hasil berkisar 18–68 persen (Humaedah,
2017). Menurut Rola dan Pingali (1993), serangan hama nyata meningkatkan
kehilangan hasil tanaman budidaya, misal serangan penggerek batang mampu
mengakibatkan kehilangan hasil padi berkisar 20–95 persen di beberapa negara Asia
Tenggara dan Selatan. Sejak era revolusi hijau pada tahun 1970-an, penggunaan
pestisida sintetis meningkat nyata dan berpengaruh terhadap keberhasilan capaian
produksi tanaman tinggi. Namun kecenderungan petani menggunakan pestisida
sintetis secara tidak bijaksana meningkatkan akumulasi residu dalam tanah, air,
produk pertanian, menyebabkan resurjensi, predator dan musuh alami hama
terbunuh, serta mengganggu kesehatan manusia (Soejitno, 2002).
Pendekatan pengendalian OPT terpadu diarahkan sebagai upaya pengendalian
yang ramah lingkungan. Konsep HPT awal adalah pengendalian hama yang
memadukan pengendalian hayati dengan pengendalian kimiawi untuk membatasi
penggunaan pestisida (Stern dkk. dan Untung, 2000). Menurut Bottrell dalam Untung
(2000), PHT menekankan pada pemilihan, perpaduan, dan penerapan pengendalian
hama yang didasarkan pada perhitungan dan penaksiran konsekuensi-konsekuensi
ekonomi, ekologi, dan sosiologi. Pelatihan petani tentang konsep PHT telah dilakukan
bahkan hingga tahun 1999 tercatat lebih dari satu juta petani padi dan hortikultura
telah mengikuti program pelatihan PHT selama satu musim dalam forum sekolah
lapangan pengendalian hama terpadu (SL-PHT) (Untung, 2000).

14
Konsep PHT di Indonesia, selain sebagai teknik pengendalian hama, tetapi juga
sebagai pendekatan pemberdayaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
dan menempatkan petani sebagai penentu dan pelaksana utama PHT di tingkat
lapangan (Untung, 2000). Menurut Rola dan Pingali (1993), ketergantungan terhadap
pestisida sintetis dalam konsep PHT dikurangi dengan menggunakan varietas tahan,
bio-kontrol dengan agensia hayati seperti Bacillus thuringiensis, atau penggunaan
pestisida botani/nabati. Beberapa varietas padi yang relatif tahan terhadap wereng
coklat biotipe 1, 2, 3 adalah Inpari 13, 18, 19, 22, 23, 31, dan 33 (Mejana, dkk.,
2014).
Tumbuhan-tumbuhan potensial sebagai pestisida nabati terlihat dalam Tabel 1.
Pengelolaan rantai ketersediaan (supply chain management) dari bahan baku tumbuh-
tumbuhan tersebut perlu diperhatikan untuk menyediakan bahan baku pestisida
nabati yang cukup dan berkesinambungan (Fagi, dkk., 2013). Pemberian pestisida
nabati dari biji mimba secara rutin sebagai upaya preventif dapat mengurangi
serangan wereng coklat di lahan sawah tadah hujan Pantura Jawa Tengah bagian
timur dan menyelamatkan kehilangan hasil sebesar 23,55 persen. Biji mimba selain
dimanfaatkan sebagai pestisida nabati (Zakiah, 2017) juga dapat digunakan dalam
mitigasi emisi gas N2O dan memperbaiki efisiensi penggunaan pupuk nitrogen
(Wihardjaka, 2017).

15
DAFTAR PUSTAKA
Alihamsyah, T., M. Sarwani, dan I. Ar-Riza. 2003. Lahan Pasang Surut Sebagai
Sumber Pertumbuhan Produksi Padi Masa Depan. Dalam B. Suprihatno et al
(Eds). Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi. Buku 2. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hlm. 263-287.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2020. Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2019. BPS
Provinsi Jawa Barat. Bandung.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa tenggara Barat.2010. Petunjuk Teknis
Pendampingan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Jagung
di Nusa Tenggara Barat. BPTP Nusa Tenggara Barat, 2010
Bambang Irawan. 2004. Dinamika Produktivitas dan Kualitas Budi Daya Padi Sawah.
https://new.litbang.pertanian.go.id/buku/ekonomi-padi- beras/BAB-III-3.pdf.
Diakses tanggal : 30 November 2020.
Daradjat, A.A., Suwarno, B. Abdullah, Tj. Soewito, B.P. Ismail, dan Z.A. Simanulang.
2001. Status penelitian pemuliaan padi untuk memenuhi kebutuhan pangan
masa depan. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.
Deviyanti, D. (2013). Studi Tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan di
Kelurahan Karang Jati Kecamatan Balikpapan Tengah. Jurnal Administrasi
Negara, vol 2, No. 1, hlm. 380-394.
Endrizal dan Julistia Bobihoe. 2010. Pengujian Beberapa Galur Unggulan Padi Dataran
Tinggi di Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian Vol.13 No. 3: 175-184.
Fagi, A. M., S. Partohardjono dan E. E.Ananto. 2002. Strategi Pemuliaan Kebutuhan
Pangan Beras 2010. Dalam Suprihatno, B. et al. (Eds.). Kebijakan Perberasan dan
Inovasi Teknologi Padi. Buku I. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. Hlm. 55-6.
Fagi, A.M., B. Abdullah, dan S. Kartaatmadja. 2001. Peranan padi Indonesia dalam
pengembangan padi unggul. Prosiding Budaya Padi. Surakarta, Nopember 2001.
Harahap, Z. dan T.S. Silitonga. 1998. Perbaikan varietas padi. hlm. 335−361. Dalam
M. Ismunadji, M. Syam, dan Yuswadi (Ed.). Padi, Buku 2. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Harahap, Z., H. Siregar, and B.H. Siwi. 1972. Breeding rice varieties for Indinesia. In
Rice Breeding. International Rice Research Institute. Philippines. p. 141- 146.
Hasanuddin, A. 2005. Peranan proses sosialisasi terhadap adopsi varietas unggul padi
tipe baru dan pengelolaannya. Lokakarya Pemuliaan Partisipatif dan
Pengembangan Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB). Sukamandi 2005.
Indah Nurhati1 , S. Ramdhaniati1 , dan N. Zuraida. 2008. Peranan dan Dominasi
Varietas Unggul Baru dalam Peningkatan Produksi Padi di Jawa Barat. Buletin
Plasma Nutfah Vol.14 No.1.

16

Anda mungkin juga menyukai