almamater hijau tua tersenyum sembari menggelengkan kepala tatkala, dua pengendara
beradu mulut di persimpangan jalan raya, ia kembali tersenyum kali ini pada seorang anak
Pemuda itu bernama Binsar, mahasiswa berdarah Batak tanpa marga yang lidahnya
terbiasa mengecap pedas dan gurih dari santan dan cabai merah, kini Ia menempuh
pendidikan di Fakultas Ilmu Budaya menginjak semester lima. Lahir di Medan kota
Sore menjelang petang tepatnya di aula pendopo Fakultas Ilmu Budaya sekumpulan
mahasiswa berbincang membahas panggung budaya berupa pementasan teater pada acara
ulang tahun Teater O yang Ke-32. Teater O merupakan unit kegiatan mahasiswa yang
menjadi wadah tumbuh bagi para mahasiswa pecinta sastra salah satunya adalah Binsar.
“Kurang dari 30 hari kedepan kita udah tampil untuk pementasan ulang tahun
Teater O, jadi tolong kali, minta tolong kali aku untuk kita bersedia meluangkan
waktu ekstra agar penampilan di depan abang-abangan gak kayak kemaren waktu
workshop yang ancor kali itu.” Tegas Minzaky selaku ketua Teater O.
Teater O mengadopsi nuansa komedi satir hal yang sangat jarang ditemukan di teater lain
khususnya kota medan ini. Tema yang akan di angkat adalah kebudayaan Batak dengan
“Aku dah buat konsepnya, aku gak bisa melibatkan seluruh anggota karena berkat
seleksi alam seusai workshop yang sangat melatih mental kemarin jadi, aku butuh
delapan orang pemeran dan aku udah milih siapa-siapa saja yang memainkan tokoh
“Iya, terus?”
“jadi karena kamu itu bisa bela diri aku putuskan kamu untuk memainkan Mossak
Batak.”
Mossak merupakan seni bela diri khas suku batak yang keberadaanya mulai pudar,
bahkan Binsar yang notabene seorang berdarah batak perlu mencari di kolom pencarian
Saban hari mereka latihan tak perduli hujan panas dari sore hingga larut malam, namun
kegaduhan terjadi sebab Amad sebagai salah satu perajurit pengiring Raja jarang latihan
“Mat! Kamu mau kemana? latihan belom siap.” Bentak Putri dengan nada tinggi
“Kau itu udah latihan gak maksimal, sekarang pulang paling cepat.”
“Aku punya kesibukan, rumahku jaoh dan kau tau kan Put, Medan ini banyak begal
lagi musimnya”
“loh kau kira kau doang yamg sibuk? Udahlah sukak ati kau ajalah”
Kegaduhan itu membuat suasana latihan jadi canggung Amat meninggalkan sesi latihan
dan menyatakan diri untuk keluar dari penampilan tersebut. Wajah-wajah lesu bercampur
tangis dari Putri menghentikan sesi latihan tersebut
PRAAK
“Ah taik!” Minzaky meluapkan emosinya dengan membanting botol air minum ke
lantai.
Sontak, tangis Putri kian menjadi-jadi bebeapa orang hendak beranjak dari duduknya di
bawah rona lampu yang bersinar redup,
“Woy! kenapa berdiri semua? Mau ikut Amat kalian udah capek-capek gini mau
Di sela-sela keributan itu Aring mengangkat handphone-nya yang berdering keras, tak
lama dari itu ia terduduk lemas dengan wajah pucat. Kejadian itu mencuri perhatian para
anggota teater yang hendak membubarkan diri. Aring dengan tatapan kosongnya tak
mampu menjelaskan apa yang terjadi sampai Binsar mengambil alih handphone yang
masih tersambung.
sakit, mungkin lima orang aja, sisanya balik ke rumah segera, dan beberapa tolong
tenangin Aring.” Ucap Binsar.
“Kenapa Bree?”
“Amat kendaraannya ilang di begal sekarang dia kritis di rumah sakit, aku tau
alamatnya, udah kita siap-siap yang lain tolong pulang nanti kami kabarin lagi
setelah di sana, jangan ada yang bantah!” Binsar bersama Minzaky dan beberapa
lainnya bergegas meninggalkan sesi latihan menuju rumah sakit.
Beberapa hari kemudian selepas teragedi pembegalan tersebut para pemain mulai
Margogo adalah judul pementasan teatrikal dari Teater O yang di dalamnya ada kisah
seorang Raja yang tamak dan panglimanya hendak menguasai wilayah Pertanian subur
dalam Bahasa batak disebut tano parumaon. Namun, penolakan terjadi sehingga rakyat
membuat perlawanan dengan kekuatan seadanya. sebab kekuatan yang tidak sebanding
beberapa warga tersebut meminta bantuan pada Datu Saruna Bolon seorang pemuka adat
dan mempunyai kekuatan mistis agar dapat mengusir Raja beserta pasukannya.
Pertarungan terakhir terjadi sang Panglima berhasil menusuk seeorang perempuan
hingga berlumur darah, namun siapa sangka perempuan itu mati berlumuran darah di
pangkuan gadis bernama Lasma yang memiliki Tondi Sahala, yaitu sesosok roh perempuan
dengan kekuatan istimewa, Tondi Sahala bangkit menggunakan tubuh Lasma dengan mata
yang memancar merah Lasma tersebut berhasil membunuh Raja dan membuat kabur
Sampailah pada hari pertunjukan sore di waktu weekend, jumlah penonton yang hadir
melebihi target undangan mereka. Para mahasiswa dari berbagai jurusan hadir di Gedung
“Loh-loh, kok yang banyakan manusia datang bah?.” Tanya Raihan bingung.
“Si Binsar ngundang kawan-kawannya dari kampus sebelah.” Sambung Putri kesal
“Semangat! Hidup mahasiswa jaya Teater O.” Seru lantang Binsar semangat.
Pertunjukan pun dimulai dengan panggung yang gelap dan terang dibuka oleh tari-
tarian kemudian babak per babak, penampilan unjuk gigi bela diri Mossak suku Batak nan
memukau yang di bawakan oleh Sang Panglima yaitu Binsar, dan di lanjutkan dialog-dialog
yang berhasil mengocok perut para penonton. Para penonton dimanjakan oleh tarian-tarian
adat Batak diantaranya Tor-tor ada juga tarian Pak-Pak Cikala Le Pong-Pong, tarian Karo
dan diakhiri oleh tarian Sahala yaitu sebuah tarian kontemporer dibawkan oleh Aring yang
membuat merinding para penonton apalagi diiringi alat musik Hasapi, Garantung, sulim
dan lainya.
Tepuk tangan gemuruh dari penonton diantara mereka ada yang masih berdiri tegak
meski tertatih ia adalah Amat dengan senyuman riang mengekspresikan rasa bangga pada
teman-temannya. Apresiasi juga diutarakan oleh abang-abangan Teater O tentu hal itu
membuat bahagia para pemain baik yang berperan di depan layar maupun di belakang
layar. Pasalnya abang-abangan itu merupakan pendiri dan para senior Teater O dari
generasi ke generasi yang masih hidup dan berkontribusi untuk dunia sastra serta