Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

BENTUK - BENTUK TINDAK PIDANA KORUPSI

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tindak Pidana Korupsi
Dosen Pengampu : Habibur Rahman, S.H, M.Kn.

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
Anggi Lestari (12220422428)
Anwar Harahap (12220413273)
Arina Adzkia Azzahra (12220421631)
M.febrinata (12220413104)
Renaldi Pratama (12220413241)

KELAS B
JURUSAN HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur atas rahmat dan Ridho Allah
SWT karena tanpa rahmat dan Ridho nya kita tidak dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan selesai tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen Pengampu mata kuliah
Tindak Pidana Korupsi yang membimbing kami dalam mengerjakan tugas
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami
yang selalu setia membantu dalam mengumpulkan data data dalam pembuatan
makalah ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang Bentuk - Bentuk
Tindak Pidana Korupsi.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami
ketahui. Maka dari itu kami mohon saran dan kritik dari teman teman maupun
dosen kami. Demi tercapainya makalah yang sempurna.

Pekanbaru, 17 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................. 1
A.Latar Belakang .................................................................................................................... 1
B.Rumusan Masalah .............................................................................................................. 2
C.Tujuan Makalah .................................................................................................................. 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
A. Bentuk - Bentuk Tindak Pidana Korupsi Menurut UU No. 31 Tahun 1999 . 3
1. Kerugian Keuangan Negara..................................................................................................... 4
2. Suap menyuap .................................................................................................................... 6
3. Penggelapan dalam jabatan .................................................................................................... 7
4. Pemerasan ...................................................................................................................................... 8
5.Perbuatan Curang .......................................................................................................................10
6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan ......................................................................11
7. Gratifikasi ......................................................................................................................................11
B. Bentuk Tindak Lain yang Merupakan Tindak Pidana Koruspi Pada
Undang - Undang Tindak Pidana Korupsi.................................................................. 13
a.Pengertian tindak lain merupakan tindak pidana korupsi pada UU Tindak
Pidana Korupsi ................................................................................................................................13
b. Bentuk tindak lain yang merupakan tindak pidana kerupsi pada UU TIPIKOR
................................................................................................................................................................13
C. Contoh Kasus ...............................................................................................................................16
C.Kasus Tindak Pidana Korupsi yang Terjadi di Indonesia ................................ 18
BAB III ............................................................................................................................21
A.Kesimpulan........................................................................................................................ 21
B.Saran .................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Peraturan perundang-undangan merupakan manifestasi dari politik hukum
lembaga negara yang dirancang dan disahkan sebagai undang-undang
pemberantasan korupsi. Korupsi adalah tindakan meningkatkan harga barang dan
jasa, menambah utang suatu negara, dan menurunkan standar kualitas suatu
barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal
yang besar, bukan untuk kepentingan umum. Korupsi juga merupakan tindakan
pelanggaran hak asasi manusia.
Korupsi merupakan masalah utama yang harus diatasi, guna mencapai
pertumbuhan ekonomi yang sehat dan menggeliat. Diperlukan hukum yang kuat
sebagai mekanisme solusi sosial untuk menyelesaikan konflik tersebut,
akumulator kekayaan pribadi, dan risiko penyuapan. Selain menghambat
pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghambat berkembangnya sistem
pemerintahan yang demokratis. Selain menghambat pertumbuhan ekonomi,
korupsi juga menghambat berkembangnya sistem pemerintahan yang demokratis.
Korupsi cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor ekonomi.
Pengadilan yang menjadi bagian dari pemerintahan, lembaga peradilan, bukan
lagi abdi penguasa tetapi budak yang patuh pada tindak pidana korupsi tetapi
memiliki ruang kebebasan untuk menegakkan supremasi hukum dan ketertiban.
Mengimplementasikan rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang sangat
sulit untuk dilakukan. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak
dan mendobrak tindakan korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya
pembangunan ekonomi Indonesia.

1
B.Rumusan Masalah
a. Apa itu tindak pidana korupsi?
b. Apa saja bentuk tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999?
c. Apa contoh kasus tindak pidana korupsi di Indonesia?

C.Tujuan Makalah
a. Untuk mengatahui defini tindak pidana korupsi
b. Untuk mengatahui bentuk tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999
c. Untuk mengatahui contoh kasus tindak pidana korupsi di Indonesia

2
BAB II
BENTUK - BENTUK TINDAK PIDANA KORUPSI

A. Bentuk - Bentuk Tindak Pidana Korupsi Menurut UU No. 31 Tahun 1999


Baharuddin Lopa mengartikan korupsi sebagai suatu tindak pidana yang
berhubungan dengan penyuapan, manipulasi, dan perbuatan lainnya sebagai
perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan dan perekonomian negara,
serta merugikan kesejahteraan dan kepentingan umum1.

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi (sebagaimana telah diubah dan dicabut sebagian oleh
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.) ada 30
bentuk - bentuk tindak pidana korupsi, yaitu:
1. Menyuap pegawai negeri
2. Memberikan hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya
3. Pegawai negeri menerima suap
4. Pegawai negeri mengantongi hadiah yang berkaitan dengan jabatannya.
5. Menyuap hakim
6. Menyuap advokat
7. Hakim dan advokat menerima suap
8. Hakim menerima suap
9. Advokat menerima suap
10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan
11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi
12. Pegawai negeri merusakan bukti
13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti
14. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti

1
Tim Garda Tipikor, Kejahatan Korupsi, Yogyakarta: Rangkang Education, 2016,
hal. 14-16.

3
15. Pegawai negeri memeras
16. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain
17. Pemborong membuat curang
18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang
19. Rekanan TNI/Polri berbuat curang
20. Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang
21. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang
22. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain
23. Pegawai negeri ikut dalam pengadaan yang diurus olehnya
24. Pegawai negeri mengamankan gratifikasi tanpa membuat laporan ke KPK
25. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
26. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaan
27. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
28. Saksi atau ahli yang memberikan keterangan palsu atau tidak memberikan
keterangan sama sekali
29. Seseorang yang memegang rahasia jabatan, namun memberikan
keterangan palsu atau tidak memberikan keterangan
30. Saksi yang membuka identitas pelapor

Dari ke-30 jenis korupsi di atas, disederhanakan lagi menjadi tujuh kelompok
tindak korupsi yang terdiri dari:

1. Kerugian Keuangan Negara

Pengertian murni merugikan keuangan negara adalah suatu perbuatan yang


dilakukan oleh orang, Pegawai Negeri Sipil (“PNS”), dan penyelenggara negara
yang melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dengan melakukan tindak
pidana korupsi.2

2
Ismail, Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Legalite: Jurnal Perundang-
Undangan dan Hukum Pidana Islam, Vol. 2, No. 2, 2018, hal. 5.

4
Pelakunya melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau
korporasi secara melawan hukum dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dan
juga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada.
Contohnya seperti pegawai pemerintahan yang memanipulasi anggaran demi
mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Tindakan seperti ini dapat
merugikan keuangan negara karena anggaran program jauh lebih tinggi kenyataan
yang sebenarnya.
Jenis korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara diatur di dalam
Pasal 2 dan Pasal 3 UU 31/1999 jo. Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016. Adapun
unsur-unsur korupsi yang mengakibatkan kerugian negara dalam kedua pasal
tersebut adalah3:

Pasal 2 UU 31/1999 jo. Putusan MK Pasal 3 UU 31/1999 jo. Putusan MK


No. 25/PUU-XIV/2016 No. 25/PUU-XIV/2016
• Setiap orang; • Setiap orang;
• Memperkaya diri sendiri, • Dengan tujuan
orang lain atau suatu korporasi; menguntungkan diri sendiri
• Dengan cara melawan hukum; atau orang lain atau suatu
• Merugikan keuangan negara korporasi;
atau perekonomian negara. • Menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana;
• Yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan;
• Merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara

3
Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi: Buku Panduan Untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: KPK, 2006, hal. 21 dan 23 dan Putusan MK No.
25/PUU-XIV/2016, hal. 116

5
2. Suap menyuap
Suap-menyuap adalah tindakan yang dilakukan pengguna jasa secara aktif
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dengan maksud agar urusannya lebih cepat, walau melanggar prosedur.
Suap-menyuap terjadi terjadi jika terjadi transaksi atau kesepakatan antara kedua
belah pihak.

Suap menyuap menjanjikan atau memberi sesuatu kepada ASN, hakim,


advokat, penyelenggara negara agar si penerima mau berbuat sesuatu atau tidak
melakukan apapun dalam jabatannya.

Tindak korupsi yang satu ini bisa terjadi antar pegawai atau antara pihak luar
dengan pegawai. Contoh suap antar pegawai misalnya seperti memberikan barang
demi kenaikan pangkat atau jabatan. Sedangkan suap pihak luar dengan pegawai
misalnya perusahaan swasta memberikan sejumlah uang kepada pegawai
pemerintah agar dipilih menjadi tender.

Suap menyuap dapat terjadi kepada PNS, hakim maupun advokat, dan dapat
dilakukan antar pegawai ataupun pegawai dengan pihak luar. Suap antar pegawai
dilakukan guna memudahkan kenaikan pangkat atau jabatan. Sementara suap
dengan pihak luar dilakukan ketika pihak swasta memberikan suap kepada
pegawai pemerintah agar dimenangkan dalam proses tender.

Korupsi yang terkait dengan suap menyuap diatur di dalam beberapa pasal UU
31/1999 dan perubahannya, yaitu:
1. Pasal 5 UU 20/2021;
2. Pasal 6 UU 20/2021;
3. Pasal 11 UU 20/2021;
4. Pasal 12 huruf a, b, c, dan d UU 20/2021;
5. Pasal 13 UU 31/1999.

6
Contohnya Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU 20/2001 dan Pasal 13 UU 31/1999
yang unsur-unsur pasalnya adalah sebagai berikut4;
Pasal 5 ayat (1) huruf a Pasal 5 ayat (1) huruf b Pasal 13 UU 31/1999
UU 20/2001 UU 20/2001
1.Setiap orang; 1.Setiap orang; 1.Setiap orang;
2.Memberi sesuatu atau 2.Memberi sesuatu; 2.Memberi hadiah atau
menjanjikan sesuatu; 3.Kepada pegawai negeri janji;
3.Kepada pegawai negeri atau penyelenggara 3.Kepada pegawai negeri;
atau penyelenggara negara; 4.Dengan mengingat
negara; 4.Karena atau kekuasaan atau
4.Dengan maksud supaya berhubungan dengan wewenang yang melekat
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang pada jabatan atau
sesuatu dalam jabatannya bertentangan dengan kedudukannya atau oleh
sehingga bertentangan kewajiban, dilakukan pemberi hadiah/janji
dengan kewajibannya. atau tidak dilakukan dianggap, melekat pada
dalam jabatannya jabatan atau kedudukan
tersebut.

3. Penggelapan dalam jabatan

Penggelapan dalam jabatan adalah tindakan dengan sengaja menggelapkan


uang atau surat berharga, melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar
yang khusus untuk pemeriksaan administrasi, merobek dan menghancurkan
barang bukti suap untuk melindungi pemberi suap, dan lain-lain.*

Ini adalah tindakan dengan sengaja penggelapan uang, pemalsuan buku-buku,


surat berharga, atau daftar-daftar yang digunakan khusus untuk pemeriksaan
administrasi. Misalnya, seorang penegak hukum menghancurkan barang bukti
suap agar pelaku dapat terbebas dari hukuman.

4
Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi: Buku Panduan Untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: KPK, 2006, hal. 27, 29, dan 31

7
Adapun, ketentuan terkait penggelapan dalam jabatan diatur di dalam Pasal 8
UU 20/2001, Pasal 9 UU 20/2001 serta Pasal 10 huruf a, b dan c UU 20/2001.
Contoh penggelapan dalam jabatan yang diatur dalam Pasal 8 UU 20/2001
memiliki unsur-unsur sebagai berikut5;

a. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan dalam
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu;
b. Dengan sengaja;
c. Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau membiarkan
orang lain menggelapkan atau membantu dalam melakukan perbuatan itu;
d. Uang atau surat berharga;
e. Yang disimpan karena jabatannya.

Menurut R. Soesilo, penggelapan memiliki kemiripan dengan arti pencurian.


Bedanya dalam pencurian, barang yang dimiliki belum ada di tangan pencuri.
Sedangkan dalam penggelapan, barang sudah berada di tangan pencuri waktu
dimilikinya barang tersebut.6

4. Pemerasan

Pemerasan adalah perbuatan dimana petugas layanan yang secara aktif


menawarkan jasa atau meminta imbalan kepada pengguna jasa untuk
mempercepat layanannya, walau melanggar prosedur. Pemerasan memiliki unsur
janji atau bertujuan menginginkan sesuatu dari pemberian tersebut.

5
Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi: Buku Panduan Untuk Memahami
Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: KPK, 2006, hal. 53
6
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bogor: Politea, 1986, hal. 259.

8
Pemerasan adalah tindakan pemaksaan yang dilakukan oleh seorang pegawai
negeri atau penyelenggara negara dengan cara menyalahgunakan kekuasaannya
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Pemaksaan ini bisa dilakukan untuk memberikan sesuatu, menerima


pembayaran dengan potongan, membayar, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri. Contohnya seperti seorang pegawai negeri yang bertugas
membuat KTP meminta tarif sebesar Rp50 ribu, padahal pemerintah tidak pernah
meminta masyarakat membayar untuk pembuatan KTP.
Pemerasan diatur dalam Pasal 12 huruf (e), (g), dan (h) UU 20/2001 memiliki
unsur-unsur sebagai berikut7;
Pasal 12 huruf e UU Pasal 12 huruf f UU Pasal 12 huruf g UU
20/2001 20/2001 20/2001
1.Pegawai negeri atau 1.Pegawai negeri atau 1.Pegawai negeri atau
penyelenggara negara penyelenggara negara; penyelenggara negara;
2.Dengan maksud 2.Pada waktu 2.Pada waktu
menguntungkan diri menjalankan tugas; menjalankan tugas;
sendiri atau orang lain; 3.Meminta atau 3.Meminta, menerima,
3.Secara melawan menerima pekerjaan, atau atau memotong
hukum; penyerahan barang; pembayaran;
4.Memaksa seseorang 4.Seolah-olah merupakan 4.Kepada pegawai
memberikan sesuatu, utang kepada dirinya; negeri/penyelenggara
membaya, atau menerima 5.Diketahuinya bahwa negara yang lain atau
pembayaran dengan hal tersebut bukan kepada kas umum;
potongan, atau untuk merupakan utang. 5.Seolah-olah pegawai
mengerjakan sesuai bagi negeri/penyelenggara
dirinya; negara yang lain atau
5.Menyalahgunakan kepada kas umum
kekuasaan. mempunyai utang

7
Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi: Buku Panduan Untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: KPK, 2006, hal. 65, 67, dan 69

9
kepadanya;
6.Diketahuinya bahwa
hal tersebut bukan
merupakan utang.

5.Perbuatan Curang

Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang


dapat membahayakan orang lain. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU 20/2001
seseorang yang melakukan perbuatan curang diancam pidana penjara paling
singkat 2 tahun dan paling lama tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100
juta dan paling banyak Rp350 juta.

Perbuatan curang adalah tindakan yang sengaja dilakukan untuk kepentingan


pribadi dan dapat membahayakan orang lain. Contohnya seperti pemborong atau
penjual bahan bangunan melakukan perbuatan curang pada saat membuat gedung
pemerintahan. Perbuatan mereka ini dapat membahayakan keamanan masyarakat
atau barang-barang milik pemerintah. Contoh lainnya:
a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan
perang;
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan
bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang di atas;
c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia (“TNI”) dan atau kepolisian melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan
perang; atau

10
d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan
TNI dan atau kepolisian dengan sengaja membiarkan perbuatan curang
di atas.

6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

Ini adalah tindakan dengan sengaja ikut serta dalam suatu kegiatan pengadaan,
pemborongan atau persewaan. Biasanya, ini sering dilakukan oleh pegawai negeri
atau penyelenggara yang bertugas mengurus atau mengawasi .

Contoh dari benturan kepentingan dalam pengadaan berdasarkan Pasal 12


huruf (i) UU 20/2001 adalah ketika pegawai negeri atau penyelenggara negara
secara langsung ataupun tidak langsung, dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan atau persewaan padahal ia ditugaskan untuk mengurus
atau mengawasinya.

Misalnya, dalam pengadaan alat tulis kantor, seorang pegawai pemerintahan


menyertakan perusahaan keluarganya untuk terlibat proses tender dan
mengupayakan kemenangannya.

7. Gratifikasi

Gratifikasi adalah pemberian barang kepada pegawai negeri atau


penyelenggara negara yang dianggap sebagai pemberian suap jika berhubungan
dengan jabatannya atau yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.

Contohnya seperti seorang pengusaha yang memberikan sebuah mobil kepada


bupati dengan tujuan untuk mendapatkan proyek dari Pemerintah Daerah

11
setempat. Jika Bupati tersebut tidak melaporkan hal ini kepada KPK maka akan
dianggap sebagai suap.

Dalam prosesnya, pembuktian bahwa gratifikasi yang bernilai Rp 10 Juta atau


lebih bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi. Sedangkan
untuk barang yang bernilai kurang dari Rp10 juta, pembuktiannya dilakukan oleh
penuntut umum.

Berdasarkan Pasal 12B ayat (1) UU 20/2001, setiap gratifikasi kepada


pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila
berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya, dengan ketentuan 8:
• Yang nilainya Rp10 juta atau lebih, maka pembuktian bahwa gratifikasi
tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
• Yang nilainya kurang dari Rp10 juta, maka pembuktian bahwa gratifikasi
tersebut suap dibuktikan oleh penuntut umum.

Adapun sanksi pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima gratifikasi sebagaimana tersebut di atas, adalah pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan
pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.*

Namun demikian, perlu dicatat bahwa apabila penerima melaporkan


gratifikasi kepada KPK paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal gratifikasi
diterima, maka sanksi atau ancaman pidana terkait gratifikasi tidak berlaku.*

Selain bentuk korupsi yang sudah disebutkan di atas, menurut nominalnya,


korupsi juga bisa dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu:

8
Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 20/2001”)

12
a. Korupsi Gurem: nominalnya kurang dari Rp 10 juta
b. Korupsi Kecil: nominalnya mulai dari Rp 10 juta sampai kurang dari Rp
100 juta
c. Korupsi Sedang: nominalnya mulai dari Rp 100 juta sampai Rp 1 miliar.
d. Korupsi Besar: nominalnya mulai dari Rp 1 miliar sampai Rp 25 miliar
e. Korupsi Kakap: nominalnya lebih dari Rp 25 miliar

B. Bentuk Tindak Lain yang Merupakan Tindak Pidana Koruspi Pada


Undang - Undang Tindak Pidana Korupsi

a.Pengertian tindak lain merupakan tindak pidana korupsi pada UU Tindak


Pidana Korupsi

Tindak pidana Lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yakni
bentuk tidak pidana, berupa pasal tentu yang sangat berhubungan erat dengan
tindak pidana korupsi, berupa perbuatan, merintangi pemeriksaan, tidak
memberikan keterangan atau memberikan ketarerangan dengan tidak benar, dll
yang menghambat proses penyidikan tindak pidana korupsi9.

b. Bentuk tindak lain yang merupakan tindak pidana kerupsi pada UU


TIPIKOR10
1. Merintangi Proses Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 21 UU Tipikor
Unsur-unsur pasalnya
a) Sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau
tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan
b) Terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara
korupsi.
Subjek hukum atau pelaku adalah siapapun orang yang berbiat merintangi atau
menghalangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan

9
Nursya. Beberapa Bentuk Perbuatan Pelaku Pada Tindak Pidana Korupsi, Jakarta:Alumdagan
Mandiri. (2020) hal 130
10
Ibid.

13
pemeriksaan sidang pengadilan , dapat diadili melaggar undang-undang Tindak
Pidana Korupsi.

2. Tersangka Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan Tidak Benar ,


Pasal 22 jo Pasal 28 , jo pasal 29, Unsur-unsur pasalnya
a) Tersangka (Pasal 28)
1) Bank (Pasal 29)
2) Saksi atau ahli yang wajib memberi keterangan
3) atau Mereka yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau
jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, tetapi wajib memberikan kesaksian
dalam perkara tindak pidana korupsi (kecuali petugas agama yang menurut
keyakinannya harus menyimpan rahasia)
b) Sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak
benar
Subjek hukum atau pelakunya adalah pihak bank, atau saksi ahli, Mereka yang
menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan
rahasia, dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan
keterangan yang tidak benar. Harus diketahui bila memberikan keterangan dengan
tidak sengaja atau lalai, tentu tidak dihukum oleh pasal ini.

3. Bank yang Tidak Memberikan Keterangan rekening Tersangka, Pasal 22 jo


pasal 29.
Unsur-unsur pasalnya
1) Setiap orang
2) Pada pasal 28, 29, 35 dan 36
3) Dengan sengaja
4) Tidak Memberikan ketarangan atau memberikan keterangan tidak benar

4. Saksi atau Ahli Yang Tidak Memberikan Keterangan atau Memberikan


Keterangan palsu Pasal 22 jo pasal 35

14
Subjek hukum atau pelaku adalah saksi atau saksi ahli yang tidak memberikan
keterangan atau memberikan keterangan tidak benar, hal ini ada kemungkinan
takut atau mempunyai hubungan tertentu dengan pelaku tidak pidana korupsi.

5. Orang Yang Memegang Rahasia Jabatan Tidak Memberikan Keterangan atau


Memberikan Keterangan palsu Pasal 22 jo pasal 36
Subjek hukumnya atau pelakunya adalah orang yang memegang rahasia tertentu
tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang bohong, hingga
menyulitkan pengungkapan tindak pidana korupsi yang diketahinya.

6. Pasal 23 berkaitan dengan


a. Pasal 220 KUHP, memberikan berita bohong
b. Pasal 231 KUHP, melepaskan atau menyembunyikan barang sitaan,
c. Pasal 421 KUHP , pegawai negeri dengan sewenang - wenang ,
memakai kekauasaannya untuk memaksa membuat atau tidak membuat yang
melapaui kewenangannya.
d. Pasal 422 KUHP. Pegawai negeri , memaksa atau
memancing orang untuk memberikan keterangan
e. Pasal 429 KUHP, pegawai negeri yang melampaui batas
kewenangannya masuk kedalam ruangan atau rumah atau
pekarangan terrutup secara melawan hukum
f. Pasal 430 KUHP, pegawai negeri yang melampaui kewenangannya ,
menyuruh orang atau menunjukan padanya atau mensita suatu barang , kawat,
surat , kartu pos, paket, yang ada pada pengawasan orang yang
berwenang

7. Saksi yang membuka identitas pelapor. Pasal 24 Jo pasal 31


Unsur pasal ini;
1) Saksi
2) Menyebut nama atau alamat pelapor atau hal lain yang memungkinkan
diketahuinya identitas pelapor.

15
Subjek hukumnya atau pelakunya adalah saksi. Siapa saksi adalah orang yang
melihat atau mendengar atau mengalami suatu peristiwa pidana yang ia ceritakan
sebatas apa yang dilihatnya atau didengarnya atau dialaminya didepan pengadilan .
Ataupun Saksi ahli adalah orang yang bersaksi atas keahlian yang dipunyaiinya
dia akan mengungkapkan apa yang disimpulkannya. Perbuatan subjek hukum ini
adalah menyebutkan identitas pelapor. Pasal ini bertujuan untuk melindungi
pelapor. Yang melaporkan tindak pidana koruspi pada penegak hukum. Saksi
pelapor biasanya takut untuk melaporkan tindak pidana koruspi, dan
keberadaannya harus dilindungi seperti adanya LPSK atau lembaga perlingungan
saksi dan korban . Sebaliknya juga saksi pelapor tidak boleh memberikan
keterangan palsu yang akan merusak nama baik orang lain.

C. Contoh Kasus
Jaksa Agung Intelijen CS yang merintangi proses penyidikan dan penuntutan Pal
21 UU Tipikor. Jaksa CS merekayasa perkara mafia pajak PT Surya Alam T, pada
kasus penggelapan pajak GLumbun, Jaksa CS di hukum 6 tahun penjara 11.

No Delik Dasar Hukum (Undang-Undang Nomor 31 tahun


1999 juncto UndangUndang Nomor 20 Tahun
2001)
1 Merugikan Pasal 2 dan 3
Keuangan Negara
2 Suap Menyuap 1. Pasal 5 ayat (1) huruf a
2. Pasal 11
3. Pasal 5 ayat (1) huruf b
4. Pasal 6 ayat (1) huruf a
5. Pasal 13
6. Pasal 6 ayat (1) huruf b

11
Ibid. Hal 135

16
7. Pasal 5 ayat (2
8. Pasal 6 ayat (2)
9. Pasal 12 huruf a
10.Pasal 12 huruf c 11.Pasal 12 huruf b 12.Pasal 12
huruf d
3 Penggelapan dalam 1) Pasal 8
jabatan 2) Pasal 9
3) Pasal 10 huruf a
4) Pasal 10 huruf b 5) Pasal 10 huruf c
4 Pemerasan 1) Pasal 12 huruf e
2) Pasal 12 huruf g
3) Pasal 12 huruf h
5 Perbuatan Curang 1) Pasal 7 ayat (1) huruf a
2) Pasal 7 ayat (1) huruf b
3) Pasal 7 ayat (1) huruf c
4) Pasal 7 ayat (1) huruf d
5) Pasal 7 ayat (2)
6) Pasal 12 huruf h
6 Benturan Pasal 12 huruf i
Kepentingan Dalam
Keadaan
7 Gratifikasi Pasal 12B Ayat (1) jo 12 C
8 Tindak pidana lain 1) Pasal 21
yang berkaitan 2) Pasal 22 jo pasal 28
dengan tindak 3) Pasal 22 jo pasal 35
pidana korupsi 4) Pasal 22 jo pasal 36
5) Pasal 24 jo pasal 31

17
C.Kasus Tindak Pidana Korupsi yang Terjadi di Indonesia

1. Kasus penyerobotan lahan di Riau


Kejaksaan Agung berhasil mengungkap kasus korupsi yang menyeret PT
Duta Palma Group. Pemilik PT Duta Palma Group Surya Darmadi ditetapkan
sebagai tersangka kasus korupsi penyerobotan lahan bersama mantan Bupati
Indragiri Hulu (Inhu) periode 1998-2008. Surya Darmadi diduga melakukan
korupsi dalam penyerobotan lahan seluas 37.095 hektar di wilayah Riau melalui
PT Duta Palma Group.

Diketahui, Raja Thamsir Rachman pernah melawan hukum dengan


menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan Indragiri Hulu atas
lahan seluas 37.095 hektar kepada lima perusahaan milik PT Duta Palma Group.
Surya Darmadi kemudian mempergunakan izin usaha lokasi dan izin usaha
perkebunan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan
serta tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional. Apabila
terbukti di pengadilan, kasus korupsi yang melibatkan Surya Darmadi akan
menjadi yang terbesar di Indonesia dengan kerugian negara mencapai Rp 78
triliun.

2. Kasus PT TPPI
Kasus korupsi yang menyeret PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama
(TPP) menempati peringkat kedua dengan kerugian negara mencapai Rp 2,7
miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 37,8 triliun. Dalam kasus ini,
mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi
dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono telah divonis 12 tahun penjara.
Sayangnya, mantan Presiden Direktur PT TPPI, Honggo Wendratno yang divonis
16 tahun penjara kini masih berstatus buron.

18
3. Kasus korupsi PT Asabri
Dalam kasus korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Indonesia atau
Asabri (Persero), negara harus merugi Rp 22,7 triliun. Diketahui, jajaran
manajemen PT Asabri melakukan pengaturan transaksi berupa investasi saham
dan reksa dana bersama dengan pihak swasta. Sebanyak tujuh orang telah divonis
bersalah dalam kasus ini. Mereka adalah Adam Rachmat Damiri (Dirut Asabri
2011-2016), Sonny Widjaja (Dirut Asabri 2016-2020), dan Bachtiar Effendi
(Direktur Investasi dan Keuangan Asabri 2008-2014). Kemudian Hari Setianto
(Direktur Asabri 2013-2014 dan 2015-2019), Heru Hidayat (Direktur PT Trada
Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra), Lukman Purnomosidi (Direktur
Utama PT Prima Jaringan), serta Jimmy Sutopo (Direktur Jakarta Emiten Investor
Relation).

4. Kasus korupsi PT Jiwasraya


Kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terungkap setelah mereka
gagal membayar polis kepada nasabah terkait investasi Saving Plan sebesar Rp
12,4 triliun. Sebanyak enam orang telah divonis bersalah, yaitu Hary Prasetyo
(Direktur Keuangan Jiwasraya), Hendrisman Rahim (mantan Direktur Utama
Jiwasraya), Syahmirwan (mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan
Jiwasraya), Joko Hartono Tirto (Direktur PT Maxima Integra), Benny
Tjokrosaputro (Direktur Utama PT Hanson International) dan Heru Hidayat
(Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra). Akibat kasus
korupsi ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp 16,8 triliun.

5.Kasus Bank Century


Kasus korupsi yang memiliki nilai fantastis berikutnya adalah kasus Bank
Century. Pasalnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 7 triliun. Nilai tersebut
berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan (LHP) kerugian negara atas kasus tersebut.
Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) ke Bank Century telah
menyebabkan kerugian negara Rp 689,394 miliar. Kemudian untuk penetapan

19
sebagai bank berdampak sistematik telah merugikan negara sebesar Rp 6,742
triliun.

6. Kasus korupsi Pelindo II


Pada 2020, BPK telah mengeluarkan laporan kerugian negara akibat kasus
dugaan korupsi di Pelindo II. Dalam laporan tersebut diketahui empat proyek di
PT Pelindo II menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 6 triliun. Empat proyek
tersebut di luar proyek pengadaan mobile crane dan quay crane container yang
dugaan korupsinya ditangani oleh Bareskrim Polri dan KPK. Kasus ini menyeret
nama mantan Dirut PT Pelindo RJ Lino yang telah ditetapkan tersangka sejak
2015 lalu. Ia diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung
HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC.

7. Kasus korupsi bupati Kotawaringin Timur


Kasus korupsi yang nilainya cukup fantastis selanjutnya yakni kasus
korupsi yang menyeret Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi. Nilai kerugian
negara akibat kasus tersebut hingga Rp 5,8 triliun dan 711.000 dollar AS.
Berstatus tersangka, Supian diduga menyalahgunakan wewenang dalam
penerbitan izin usaha pertambangan kepada tiga perusahaan. Ketiganya adalah PT
Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia dan PT Aries Iron Mining. Masing-
masing perizinan itu diberikan pada 2010 hingga 2012.

8. Kasus SKL BLBI


Kasus surat keterangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI)
ini terjadi pada 2004 silam saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan
kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang
saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN. SKL itu
dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30
Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI.
Berdasarkan audit yang dilakukan BPK, nilai kerugian keuangan negara mencapai
4,58 triliun.

20
9.Kasus Korupsi e-KTP
Kasus korupsi KTP elektronik menjadi kasus yang menarik perhatian
publik karena nilainya yang fantastis dan penuh dengan drama. Berdasarkan
perhitungan BPK, negara mengalami kerugian sebesar Rp 2,3 triliun. Beberapa
nama besar yang terseret dalam kasus ini adalah mantan Ketua DPR RI Setya
Novanto, Irman Gusman, dan Andi Narogong.

10. Kasus korupsi proyek Hambalang


Hasil audit BPK menyebutkan bahwa kasus korupsi proyek Hambalang ini
mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 706 miliar. Akibat korupsi tersebut,
megaproyek wisma atlet Hambalang mangkrak pada 2012. Beberapa nama yang
ikut terseret dalam kasus ini adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas
Urbaningrum, mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin,
mantan Kemenpora Andi Mallarangeng, dan Angelina Sondakh.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Baharuddin Lopa mengartikan korupsi sebagai suatu tindak pidana yang


berhubungan dengan penyuapan, manipulasi, dan perbuatan lainnya sebagai

21
perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan dan perekonomian negara,
serta merugikan kesejahteraan dan kepentingan umum.
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi ada 30 bentuk-bentuk tindak pidana korupsi yang
diperjelas lagi dalam 7 tindak pidana korupsi , yaitu; merugikan keuangan negara,
suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang,
benturan kepentingan dalam keadaan, gratifikasi serta Tindak pidana lain yang
berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
Contoh kasus korupsi yang pernah terjadi di Indonesia antara lain ; Kasus
penyerobotan lahan di Riau , Kasus PT TPPI , Kasus korupsi PT Asabri , Kasus
korupsi PT Jiwasraya , Kasus Bank Century, Kasus korupsi Pelindo II Pada 2020 ,
Kasus korupsi bupati Kotawaringin Timur , Kasus SKL BLBI , Kasus Korupsi e-
KTP , dan Kasus korupsi proyek Hambalang

B.Saran

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan masih


jauhdari kata sempurna, kedepannya kami akan lebih berhati-hati dalam
menjelaskantentang makalah dengan sumber-sumber yang lebih banyak
dan dapat lebih dipertanggung jawabkan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ismail. (2018) . Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi,


Jurnal Legalite: Jurnal Perundang- Undangan dan Hukum
Pidana Islam, Vol. 2, No. 2.
Komisi Pemberantasan Korupsi. (2006) . Memahami Untuk
Membasmi: Buku Panduan Untuk Memahami Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta: KPK.
Nursya. (2020). Beberapa Bentuk Perbuatan Pelaku Pada Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta:Alumdagan Mandiri
Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU
20/2001”)
R. Soesilo. (1986) .Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bogor:
Politea.
Tim Garda Tipikor. (2016) Kejahatan Korupsi, Yogyakarta: Rangkang
Education.

23

Anda mungkin juga menyukai