Anda di halaman 1dari 7

A.

Mengidentifikasi Pasien

Identifikasi pasien adalah suatu sistem identifikasi kepada pasien untuk membedakan antara
pasien satu dengan pasien yang lainnya sehingga memperlancar atau mempermudah dalam
pemberian pelayanan kepada pasien.

Ketepatan identifikasi pasien menjadi hal yang penting, bahkan berhubungan langsung dengan
keselamatan pasien; mengidentifikasi pasien dengan benar merupakan Sasaran yang pertama dari
6 (enam) Sasaran Keselamatan Pasien.

Maksud dan Tujuan :


Tujuan dilakukan identifikasi pasien adalah untuk memastikan ketepatan pasien yang akan
menerima layanan atau tindakan, serta untuk menyelaraskan layanan atau tindakan yang
dibutuhkan oleh pasien.

Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya pernah terjadi di semua aspek diagnosis dan
pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam
mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius / tersedasi, mengalami
disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam
fasilitas pelayanan kesehatan; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain.

Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang dapat dipercaya/reliable
mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau
pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu
tersebut.

Kebijakan dan Prosedur


Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif harus dikembangkan untuk memperbaiki
proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika
pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain.

Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang
pasien, seperti hal berikut :

 nama pasien, dengan dua nama pasien.


 nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis.
 tanggal lahir.
 gelang (identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain.
Catatan : Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk identifikasi.

Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang


berbeda pada lokasi yang berbeda di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di pelayanan
ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar operasi.

Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu proses kolaboratif
digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah
mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi.

Gelang Pasien :
Pasangkan gelang identifikasi pada pergelangan tangan pasien yang dominan (sesuai dengan
kondisi). Petugas akan memastikan gelang terpasang dengan baik dan nyaman untuk pasien. Jika
gelang tidak bisa dipasang di pergelangan tangan pasien, dapat kenakan pada pergelangan kaki.

Warna Gelang
Gelang warna merah muda untuk pasien dengan jenis kelamin perempuan, biru untuk pasien
dengan jenis kelamin laki-laki, merah untuk pasien dengan alergi obat, kuning untuk pasien
dengan risiko jatuh, dan ungu untuk pasien yang menolak tindakan resusitasi (Do Not
Rescucitation).

Kegiatan Identikasi Pasien :

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan / prosedur.
4. Diberlakukan kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.

Beberapa hal penting identifikasi pasien (dapat berakibat fatal); pada saat : memberikan obat,
darah, atau produk darah, mengambil darah dan spesimen lain untuk pengujian klinis, sebelum
memberikan perawatan dan prosedur, bagi bayi; identifikasi juga dilakukan sebelum mentransfer
dari kamar bayi ke kamar ibu. (Permenkes Nomor 11 Tahun 2017)

B. Mendukung Diagnosis

C. Justifikasi/dasar pemberian pengobatan

Pemberian obat harus memperhatikan prinsip 6 benar pemberian obat di rumah agar
aman bagi pasien yaitu sebagai berikut:
1. Benar Pasien
Dapat di pastikan dengan melihat nama pada label obat dan mencocokkan dengan nama,
usia, dan jenis kelamin.
2. Benar Obat
Pastikan obat yang diberikan harus sesuai resep dokter yang merawat dari nama obat,
bentuk dan warna, serta membaca label obat sampai 3 kali yaitu :
saat melihat kemasan obat,
saat menuangkan obat
sesudah menuangkan obat.
Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian
apotek.
3. Benar Dosis
Memastikan dosis yang diberikan sesuai dengan instruksi dokter dan catatan pemberian
obat.
4. Benar Waktu Pemberian
Waktu pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang tertera pada catatan pemberian
obat misalnya obat diberikan 2 kali sehari maka catatan pemberian obat akan tertera
waktu pemberian misalnya jam 6 pagi dan 6 sore. Perhatikan apakah obat diberikan
sebelum atau sesudah makan.
5. Benar Cara Pemberian Obat
Pastikan obat diberikan sesuai dengan cara yang diintruksikan dan periksa pada label cara
pemberian obat. Misalnya oral (melalui mulut) sublingual (dibawah lidah), inhalasi
(semprot aerosol) dll.
6. Benar Kadaluarsa Obat
Harus diperhatikan expire date/masa kadaluarsa obat yang akan diberikan. Biasanya pada
label botol obat tertera kapan obat tersebut kadaluarsa. Perhatikan perubahan warna (dari
bening menjadi keruh), tablet menjadi basah/bentuknya rusak.

D. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan hasil pengobatan

Pendokumentasian Rekam Medis merupakan arsip data Rekam Medis pada institusi
pelayanan kesehatan pasien merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien (Permenkes 269, 2008}. Berarti Rekam berisi empat unsur pelayanan yaitu pelayanan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini dapat dikatakan bahwa isi dari RM itu
tidak
hanya data pengobatan pasien yang sakit, tetapi juga data kesehatan secara menyeluruh
sehingga lebih tepat disebut Rekam Kesehatan. Pada umumnya Rekam Kesehatan
merupakan
ichtisar dari kesehatan pasien yang diberikan oleh pemberi pelayanan/ dokter kepada pasien
untuk menjadi catatan kesehatan si pasien tersebut.
Audit manajemen sebagai sarana yang terpercaya dalam membantu pelaksanaan
tanggungjawab mereka dengan memberikan analisis, penilaian, rekomendasi terhadap
kegiatan yang telah dilakukan.
Audit adalah kegiatan mengumpulkan dan mengevaluasi dari bukti-bukti mengenai
informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Proses audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan
independent ( Arens and Loebbecke, 2000:9)
1. Memahami peraturan terkait pendokumentasian rekam medis yang diperoleh dari:
a. Permenkes No.269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis
b. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
c. Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran
d. UU Praktik Kedokteran No.29 th 2004
2. Memahami Pendokumentasian yang baik dan dapat menguraikan tentang:
a. Pengertian Konsep Pendokumentasian Klinis
b. Paradigma Pendokumentasian Klinis di Asuhan Kesehatan
c. Pendokumentasian Berbasis Bukti (Evidence Base Documentation): Teori
Pendokumentasian Klinis yang berkualitas Tinggi
d. Kriteria Pendokumentasian Klinis yang berkualitas Prima

E. Memuat ringkasan pasien pulang (discharge summary)

Resume pasien pulang/RPP (discharge summary) adalah laporan klinis dokter penanggung
jawab pelayanan (DPJP) pada akhir perawatan di rumah sakit atau pelayanan medis. Resume
pasien pulang memuat keluhan utama, temuan diagnosis, terapi, perkembangan pasien, dan
rekomendasi saat pasien pulang. Pada saat perampingan berkas rekam medis, RPP adalah salah
satu berkas yang tetap disimpan. Saat ini, RPP mempunyai nilai ekonomis sebagai sarana utama
penagihan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-Kes) dan penanggung
biaya lain.

Kelengkapan RPP juga menjadi salah satu indikator mutu pelayanan medis di rumah sakit.
Dokumen RPP yang lengkap akan merampingkan rangkaian prosedur sehingga meningkatkan
efisiensi. Namun demikian, dokumen RPP sangat jarang terisi dengan lengkap sehingga
informasi bermanfaat rawan terbuang. Dokumen RPP yang tidak lengkap ini sering disebut RPP
defisien. Dalam kerangka pikir penagihan BPJS-Kes, RPP defisien mengakibatkan pemborosan
waktu dan sumber daya. Selain itu, RPP sebenarnya merupakan dokumen yang penting untuk
kontinuitas pelayanan antar penyedia layanan kesehatan.

F. Meningkatkan kesinambungan pelayanan diantara professional pemberi asuhan PPA

Rumah sakit memiliki proses untuk melaksanakan kesinambungan pelayanan di rumah sakit dan
integrasi antara profesional pemberi asuhan (PPA) dibantu oleh manajer pelayanan pasien
(MPP)/case manager.

Pelayanan berfokus pada pasien diterapkan dalam bentuk Asuhan Pasien Terintegrasi yang
bersifat integrasi horizontal dan vertikal.
 Pada integrasi horizontal kontribusi profesi tiap-tiap profesional pemberi asuhan (PPA)
adalah sama pentingnya atau sederajat.
 Pada integrasi vertikal pelayanan berjenjang oleh/melalui berbagai unit pelayanan ke
tingkat pelayanan yang berbeda maka peranan manajer pelayanan pasien (MPP) penting
untuk integrasi tersebut dengan komunikasi yang memadai terhadap profesional pemberi
asuhan (PPA).

Pelaksanaan asuhan pasien secara terintegrasi fokus pada pasien mencakup:

1. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga;


2. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagaiKetua tim asuhan pasien oleh
profesional pemberiasuhan (PPA) (clinical leader);
3. Profesional pemberi asuhan (PPA) bekerja sebagai timinterdisiplin dengan kolaborasi
interprofesional dibantu antara lain oleh
o Panduan Praktik Klinis (PPK),
o Panduan Asuhan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) lainnya,
o Alur Klinis/clinical pathway terintegrasi,
o Algoritme,
o Protokol,
o Prosedur,
o Standing Order dan
o CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi);

4. Perencanaan pemulangan pasien (P3)/discharge planning terintegrasi;


5. Asuhan gizi terintegrasi; dan
6. Manajer pelayanan pasien/case manager.

Manajer Pelayanan Pasien (MPP) bukan merupakan profesional pemberi asuhan (PPA) aktif dan
dalam menjalankan manajemen pelayanan pasien mempunyai peran minimal adalah sebagai
berikut:

1. Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan asuhan pasien;


2. Mengoptimalkan terlaksananya pelayanan berfokuspada pasien;
3. Mengoptimalkan proses reimbursemen; dan denganfungsi sebagai berikut;
4. Asesmen untuk manajemen pelayanan pasien;
5. Perencanaan untuk manajemen pelayanan pasien;
6. Komunikasi dan koordinasi;
7. Edukasi dan advokasi; dan
8. Kendali mutu dan biaya pelayanan pasien.

Keluaran yang diharapkan dari kegiatan manajemen pelayanan pasien antara lain adalah:
1. Pasien mendapat asuhan sesuai dengankebutuhannya;
2. Terpelihara kesinambungan pelayanan;
3. Pasien memahami/mematuhi asuhan dan peningkatankemandirian pasien;
4. Kemampuan pasien mengambil keputusan;
5. Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarga;
6. Optimalisasi sistem pendukung pasien;
7. Pemulangan yang aman; dan
8. Kualitas hidup dan kepuasan pasien.

Oleh karenanya, dalam pelaksanaan manajemen pelayanan pasien, manajer pelayanan pasien
(MPP) mencatat pada

 lembar formulir A yang merupakan evaluasi awal manajemen pelayanan pasien


o Pada formulir A dicatat antara lain identifikasi/skrining pasien untuk kebutuhan
pengelolaan manajer pelayanan pasien (MPP) dan asesmen untuk manajemen
pelayanan pasien termasuk rencana, identifikasi masalah – risiko – kesempatan,
serta perencanaan manajemen pelayanan pasien, termasuk memfasiltasi proses
perencanaan pemulangan pasien (discharge planning)
 formulir B yang merupakan catatan implementasi manajemen pelayanan pasien.
o Pada formulir B dicatat antara lain pelaksanaan rencana manajemen pelayanan
pasien, pemantauan, fasilitasi, koordinasi, komunikasi dan kolaborasi, advokasi,
hasil pelayanan, serta terminasi manajemen pelayanan pasien.

Kedua formulir tersebut merupakan bagian rekam medis.

Agar kesinambungan asuhan pasien tidak terputus, rumah sakit harus menciptakan proses untuk
melaksanakan kesinambungan dan koordinasi pelayanan di antara profesional pemberi asuhan
(PPA), manajer pelayanan pasien (MPP), pimpinan unit, dan staf lain sesuai dengan regulasi
rumah sakit di beberapa tempat.

1. Pelayanan darurat dan penerimaan rawat inap;


2. Pelayanan diagnostik dan tindakan;
3. Pelayanan bedah dan nonbedah;
4. Pelayanan rawat jalan; dan
5. Organisasi lain atau bentuk pelayanan lainnya.

Proses koordinasi dan kesinambungan pelayanan dibantu oleh penunjang lain seperti panduan
praktik klinis, alur klinis/clinical pathways, rencana asuhan, format rujukan, daftar tilik/check
list lain, dan sebagainya. Diperlukan regulasi untuk proses koordinasi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai