938 3762 1 PB
938 3762 1 PB
Mohammad Fattah
Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan Madura
Email: fattah1973.mff@gmail.com
Abstrak
Karya tafsir al-Qur’an ditulis dalam rangka memberikan penjelasan seputar ayat-ayat
al- Qur’an sehingga memudahkan umat Islam dalam memahaminya. Penulisan karya tafsir
al- Qur’an pada perkembangannya tidak hanya ditulis menggunakan bahasa Arab,
namun juga ditulis dalam bahasa yang lain seperti bahasa Indonesia hingga bahasa
daerah. Artikel ini hendak mengulas karya tafsir al-Qur’an berbahasa Madura dengan
dua pokok bahasan: Pertama, periodisasi penulisan tafsir al-Quran di Madura. Kedua,
karya-karya tafsir al-Qur’an berbahasa Madura. Artikel ini berlandaskan riset pustaka
dengan pendekatan deskriptif sehingga menghasilkan kesimpulan berikut: Pertama,
penulisan karya tafsir al-Qur’an dapat disenaraikan dalam tiga periode yaitu masa
kelahiran, masa pertumbuhan, dan masa perkembangan. Kedua, ditemukan beberapa
karya tafsir al-Qur’an yang ditulis menggunakan bahasa Madura dengan corak dan
metode yang beragam.
Kata kunci: Tafsir Al-Qur’an, bahasa madura.
Abstract
Al-Qur'an commentary works are written in order to provide explanations about the
verses of the Qur'an so that it is easier for Muslims to understand them. Writing works
of interpretation of the Qur'an in its development are not only written in Arabic, but
also written in other languages such as Indonesian to regional languages. This article
will review the works of Al-Qur'an exegesis in Madurese with two main points of
discussion: First, the periodization of the writing of Al-Qur'an exegesis in Madura.
Second, works of Al-Qur'an interpretation in Madurese. This article is based on
literature research using a descriptive approach, resulting in the following
conclusions: First, the writing of al-Qur'an commentary works can be listed in three
periods, namely the birth period, the growth period, and the development period.
141
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Potret Tafsir Al-Qur’an Bahasa Madura…………………………………..
Second, several works of Al-Qur'an interpretation were found which were written
using the Madurese language with various styles and methods.
Keywords: Tafsir Al-Qur'an, Madura language.
Pendahuluan
Huub de Jonge dalam Madura dalam Empat Zaman (1989) mengatakan bahwa masyarakat
Madura dikenal sebagai komunitas yang patuh dan taat dalam menjalankan ajaran Islam, sehingga dapat
dikatakan Madura identik dengan Islam. Islam menjadi komponen utama yang melekat dalam
identitas etnik ke-Madura-an.1 Salah satu indikasinya, masyarakat Madura menjadikan al- Qur’an sebagai
bagian penting dalam kehidupan. Kebiasaan mengaji al-Qur’an sudah dimulai dan ditanamkan sejak usia
dini, baik di langgar (musala) maupun di rumah masing-masing. Nyaris bisadipastikan bahwa mayoritas
masyarakat Madura bisa membaca al-Qur’an.2 Demikian pula perhatian ulama Madura terhadap al-
Qur’an tidak hanya berhenti pada fase mengajari cara baca yang benar dan fasih, melainkan
berkesinambungan hingga tahap pemahaman kandungan ayat. Hal ini dapat ditemukan dalam
beberapa bentuk kajian al-Qur’an yang salah satunya yaitu berkembangnya penulisan tafsir al-
Qur’an baik yang menggunakan bahasa Arab, bahasa Indonesia, bahasa Madura, bahkan bahasa
Jawa.3
Sejauh ini, artikel yang fokus meyajikan perkembangan penulisan karya tafsir al-Qur’an di Madura ditulis
oleh Ulfatun Hasanah (2015) dengan judul Tafsir al-Qur’an di Madura: Periodisasi, Metodologi, dan
Ideologi. Di samping menelusuri dan memberikan pemetaan terhadap periodisasi penulisan tafsir al-
Qur’an di Madura, dalam artikel tersebut, Hasanah berhasil memotret lima belas karya tafsir (ditulis
pada masa perkembangan yakni pasca 1990) dengan menyertakan keterangan seputar metodologi dan
ideologinya. Karya-karya tersebut ditulis oleh beberapa tokoh Madura menggunakan bahasa Arab seperti
Tafsir al-Qur’an Syekh Ahmad Basyir AS (2007) dan Tafsir Surah Yasin: Menghadirkan Nilai-Nilai al-
Qur’an dalam Kehidupan karya KH. A. Basith AS (2013) yang menggunakan bahasa Indonesia. Namun,
karya tafsir al-Qur’an berbahasa Madura tidak diulas lebih lanjut dalam artikel ini. Hasanah hanya
menyebutkan sekilas bahwa pada masa pertumbuhan (awal abad 20 sampai tahun 1990) terdapat karya
1
Huub De Jonge, Madura dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan Islam (Jakarta:
Gramedia, 1989), 49.
2
Kuntowijoyo, Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris: Madura 1850-1940 (Yogyakarta: Matabangsa,
2002), 331.
3
Ulfatun Hasanah, “Tafsir al-Qur’an di Madura: Periodisasi, Metodologi, dan Ideologi”, ‘Anil Islam 12,
1 (2019) 3.
142
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Potret Tafsir Al-Qur’an Bahasa Madura…………………………………..
berbahasa Madura yaitu Tafsir Qur’an al-Karim Nurul Huda yang ditulis oleh Kiai Mudhar Tamim
(1969). Barulah pada artikelnya yang ditulis tiga tahun kemudian (2018) berjudul Sejarah dan
Perkembangan Tafsir al-Qur’an diMadura, Hasanah memaparkan data yang cukup memadai seputar
karya Tamim tersebut. Akan tetapi, sama halnya dengan artikel sebelumnya, karya tafsir al-Qur’an
berbahasa Madura yang lain tidak dimuat dalam artikel ini.
Penelitian lain, baik berbentuk artikel atau skripsi/tesis, yang membahas tema yang sama hanya
berfokus pada satu karya tertentu, yakni belum ada upaya menghimpun karya tafsir berbahasa
Madura sebagaimana model yang diterapkan Hasanah. Di antara penelitian tersebut yaitu Wacana
Astronomis dalam Tafsir Bahasa Madura: Telaah Tapser Sorat Yasin Karya Muhammad Irsyad, sebuah artikel
yang ditulis oleh Fawaidur Ramdhani dan Ahmad Qusyairi (2020). Terjemah Tafsir Jalalain bahasa
Madura karya Muhammad ‘Arifun tertuang dalam tesis yang ditulis oleh Ummi Hannik (2015),
sementara terjemah Tafsir Jalalain karya Abdul Majid Tamim terdapat dalam penelitian Ahmad Zaidanil
Kamil (2020). Sedangkan terjemah al-Qur’an berbahasa Madura yang diterbitkan oleh IAIN Madura
kerjasama dengan Kementerian Agama dan institusi terkaitditeliti oleh Ulya Fikriyati dan Ahmad Fawaid
(2021) dalam Vernacular Tafsir in Madura: Negotiating Human Equality in a Social Hierarchical
Tradition.
Berdasarkan hal tersebut, maka artikel ini hendak menghimpun karya tafsir al-Qur’an
berbahasa Madura guna melengkapi penelitian yang telah digagas oleh Hasanah. Untuk itu, struktur
penulisan di dalamnya akan banyak mengambil inspirasi dari artikel Hasanah yang juga merupakan
sumber primer. Di samping itu, penelitian lain yang telah disebutkan di atas dapat dijadikan sumber
data tambahan. Secara umum, metode yang diterapkan dalam artikel ini hanya berbasis pada riset
pustaka. Dengan demikian, penelusuran lebih lanjut tentang tema ini perlu senantiasa diupayakan
lebih-lebih pada pencarian data berbasis riset lapangan. Hal ini dikarenakan penelitian tentang tafsir al-
Qur’an berbahasa Madura sejauh ini berpulang pada penemuan- penemuan di lapangan serta belum
banyak diperhatikan oleh para sarjana.
Pembahasan
A. Periodesasi Penulisan Tafsir al-Qur’an di Madura
Dalam penelitian yang dilakukan Ulfatun Hasanah (2018), penulisan karya tafsir al-Qur’an di
Madura dapat dipetakan dalam tiga periode; Pertama, masa kelahiran yang terdeteksi pada akhir abad
kesembilan belas. Kedua, masa pertumbuhan dalam rentang pertengahan abad keduapuluh. Ketiga
masa perkembangan yakni tahun 1990-an hingga sekarang.
143
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Potret Tafsir Al-Qur’an Bahasa Madura…………………………………..
1. Masa Kelahiran
Salah satu ulama sentral di Madura yang menjadi kanal besar dalam proses transmisi
keilmuan Islam adalah Syaikhona Muhammad Kholil ibn Abdul Lathif yang hidup pada paruh
terakhir abad kesembilan belas hingga awal abad kedua puluh. Pengaruhnya begitu luas sehingga
disebut-sebut sebagai guru seluruh ulama Jawa-Madura pada masanya.4 Sebagaimana simpul jejaring
ulama Nusantara yang bersambung ke Mekah dan Madinah dalam pemaparan Azyumardi Azra,
Syaikhona Kholil melakukan pengembaraan menuntut ilmu ke Timur Tengah sehingga berhasil
membawa khazanah keilmuan Islam yang ia peroleh dari guru-gurunya kepada para santrinya di
Nusantara.5
Sebagai ulama besar yang berpengaruh di zamannya, kiai kelahiran Bangkalan Madura ini
menulis beberapa kitab dan catatan penting yang hingga pada saat ini naskahnya masih terus dilacak.
Diketahui bahwa keturunan beliau beberapa tahun lalu membentuk sebuah lembaga khusus yang
fokus pada penulusuran dan penerbitan ulang manuskrip karya beliau. Di antara temuan mereka yaitu
karya terjemah al-Qur’an per-baris berbahasa Jawa. Dalam kolofon naskah temuan tersebut tercatat selesai
ditulis pada tahun 1320 hijriyah atau 1900 masehi. Di sinilah kemudian ditandai sebagai periode pertama
penulisan karya tafsir al-Qur’an di Madura.6
4
Fuad Amin Imron, Syaikhona Kholil Bangkalan Penentu Berdirinya Nahdlatul Ulama (Surabaya: Kalista,
2006), 175.
5
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII & XVIII: Akar
Pembaruan Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1994), xi.
6
Ulfatun Hasanah, “Sejarah dan Perkembangan Penulisan Tafsir al-Qur’an di Madura”, Al-Fanar 3, 1
(2020) 78.
144
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Potret Tafsir Al-Qur’an Bahasa Madura…………………………………..
1. Masa Pertumbuhan
Dalam rentang waktu setengah abad lamanya pasca kelahiran karya tafsir al-Qur’an oleh
Syaikhona Kholil, muncul karya tafsir berbahasa Madura yang ditulis oleh Mudhar Tamim yaitu Tafsir
Qur’an al-Karim Nurul Huda tepatnya pada 1969. Selain itu juga ditemukan dokumen audio yang berisi
penafsiran al-Qur’an yang dilakukan secara intensif dan berkesinambungan dalam pengajian kitab
di pesantren-pesantren hingga di masyarakat umum di kampung-kampung. Dalam istilah Hasanah,
perkembangan ini disebut sebagai the oral interpretation (penafsiran lisan). Seorang kiai menjelaskan tafsir
al-Qur’an kepada pemirsa yang meliputi para santri atau anggota perkumpulan masyarakat tertentu yang
berkisar pada penafsiran salah satu surat al-Qur’an (misalnya surat Yasin), beberapa surat al-Qur’an
(Munjiyat), bahkan keseluruhan al-Qur’an 30 juz. Sebagian dari dokumen tersebut ada yang sempat
dibukukan, namun rata-rata belum ada upaya ke arah tersebut bahkan sebagian jejaknya sudah tidak
ditemukan lagi. Hanya saja proses transmisinya, meskipun tak lagi utuh, tetap hidup dalam tradisi
tutur antar murid ke murid. Periode ini disebut sebagai masa pertumbuhan oleh karena lahirnya tafsir
al-Qur’an di Madura pada rentang waktu inidapat dijadikan semacam titik balik yang mengarah pada
perkembangan tafsir di masa selanjutnya.7
7
Ulfatun Hasanah, “Tafsir al-Qur’an di Madura: Periodisasi, Metodologi, dan Ideologi” … 7.
145
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Potret Tafsir Al-Qur’an Bahasa Madura…………………………………..
Hasanah mencatat sejauh ada lima belas karya yang dapat dilacak, di antaranya Tafsir al-Fatihah dan
Renungan Surah Yasin karya Munif Sayuthi, Tafsir Firdaus al-Na’im bi Taudlih Ma’ani Ayat al- Qur’an al-
Karim karya Thaifur Ali Wafa, Jalan ke Surga: Esai-esai al-Qur’an Tentang Pernikahan dan Keluarga dan al-
Qur’an al-Karim: The Wisdom karya M. Mushthafa, dan Tafsir al-Asas karyaBusyro Karim. Pada masa ini
pula muncul upaya serius dalam penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Madura dengan diinisiasi
oleh lembaga pemerintahan dan pendidikan sertamelibatkan banyak pihak.8
8
Ulfatun Hasanah, “Tafsir al-Qur’an di Madura: Periodisasi, Metodologi, dan Ideologi” … 8.
146
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Potret Tafsir Al-Qur’an Bahasa Madura…………………………………..
9
Ahmad Zaidanil Kamil, “Tafsir al-Qur’an dan Ideologi: Pemikiran Keagaman Mudhar Tamim
dalam Tafsir al- Qur’anul Karim Nurul Huda” Tesis UIN Sunan Ampel (2019) 34-51.
10
Mudhar Tamim, Tafsir al-Qur’an al-Karim Nurul Huda (t.k. t.t.), 17
148
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Potret Tafsir Al-Qur’an Bahasa Madura…………………………………..
“oreng2 aperrang nganejadja badanna dibi’, karana njoppre karida’anna (kasennengenna) Muhammad;
tada’ gunana (faedana)”. E dalem paperrangan tanto saos; tjoba pada bada, tako’ lapar, kakorangan
alat tempur, kakorangan kantja karana mate, kakorangan tedda’an, tape manabi tahan/ulet, tabahban
sabber acherra mennang. Emodi proklamasi 17 Agustus 1945 e bakto indonesia ngadebbi tentara
sarekat ban balanda, karana sabbar acherra kita mennang. Sarengan allah madjungi oreng sabber. Oreng
mati sjahid (mate atempur karana abillai nagara ban agama) paneka sa-ongguna ta’ mate; sae e dunnja
ponapa pole e acherat. Manabie dunnja, njamana ebut-sebbut saos sebagai pahlawan; ponapa pole e
acherat emaso’agi ka sowarga. Dabuna Allah S. Ali Imran aj.169: “Addja’ ba’na njangka/ngera
mate, oreng-oreng se mater sjahid, bali’ odi’ e adjunanna Allah ban oreng-oreng se mate sjahid
djareja eparenge rajekke.”11
Dalam bahasa Indonesia: “Ayat ini turun di waktu perang Badar, orang-orang Islam gugur
(tewas) 14 orang, 6 orang Muhajirin dan 8 orang Ansor. Orang-orangkafir dan munafik berkata:
“Orang-orang berperang menganiaya diri, karena mengharap keridaan (kesenangan) Muhammad; tiada
gunanya (faidahnya)”. Di dalam peperangan tentu saja; cobaan mesti ada, takut lapar, kekurangan alat
tempur, kekurangan teman karena mati, tapi bila tahan/ulet, tabah dan sabar akhirnya menang.
Ingatlah proklamasi 17 Agustus 1945 di waktu Indonesia menghadapi tentara sekutu dan belanda,
karena sabar akhirnya menang. Demikian Allah memayungi orang sabar. Orang mati syahid (mati
bertempur karena membela negara dan agama) sesungguhnya tidak mati; baik di dunia apalagi di
akhirat. Adapun di dunia, namanya tentu disebut-sebut sebagai pahlawan; apalagi di akhirat dimasukkan
ke surga. Firman Allah S. Ali Imran ay.169: “Janganlah kamu menyangka/mengira mati, orang-orang
yang mati syahid, tapi hidup di sisi Allah dan orang-orang yangmati syahid itu diberi rezeki.”
Di dalam penafsiran tersebut, tampak Mudhar Tamim mengukuhkan bahwa bela negara
termasuk dalam bela agama yang akan mendapat kemulian di dunia dan akhirta. Ia mengingatkan
masyarakat kepada perjuangan nasional dan memacu semangat patriotisme serta kecintaan terhadap
Negara.
11
Mudhar Tamim … 66.
149
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Potret Tafsir Al-Qur’an Bahasa Madura…………………………………..
al-Islah, Bangkalan. Di sana, ia berlajar dasar-dasar ilmu keagamaan dan mengasah keterampilan
bahasa Arab. Selesai menamatkan pendidikan dasar, Irsyad melanjutkan studinya ke SMP Cokroaminoto,
Bangkalan. Selanjutnya, ia bertolak menuju Surabaya untuk menimba ilmu di SMA Hang Tuah. Di
tahun 1957, Irsyad menikah dengan Maisura yang kemudian dikaruniai sembilan orang anak. Ia
meninggal pada Februari 1994 dalam usia 60 tahun.
Irsyad menekuni pengetahuan keagamaannya secara otodidak. Mulai dari fiqh, hadis hingga tafsir
al-Qur`an. Meski begitu, kapasitas keilmuannya tidak bisa sembarang diremehkan. Dalam
kesehariannya, Irsyad kerap dimintai pendapat oleh masyarakat setempat ketika menghadapi
persoalan keagamaan yang tidak mereka mengerti. Berbekal penguasaan enam bahasa; Arab, Ingris,
Yugoslavia, Jerman, Perancis dan Belanda, Irsyad terus mengasah ilmu pengetahuan yang ia miliki.
Selain dikenal sebaga guru bahasa Inggris, Irsyad juga dikenal sebagai seorang seniman pencipta lagu,
budayawan dan penulis naskah cerita.
b. Penyajian karya
Irsyad mulai menulis Tapsèr Sorat Yaa-siin sekitar tahun 1985-an dan rampung pada tahun 1988.
Penyajian tafsir ini diawali dengan lembar daftar isi, pendahuluan berisikan kata pengantar dari
pemilik tafsir, persembahan, pedoman translitersi bahasa Arab ke dalam bahasa Madura, dan lampiran
tatacara èjhāān bhāsa Madhurā (ejaan bahasa Madura). Setelah menyelesaikan seluruh penafsiran.
Muhammad Irsyad menambahkan keterangan tambahan sebanyak enam lembar untuk menjelaskan
mengenai pengetahuan tentang bulan, asal muasal terciptanya alam semesta dan bumi. Lembaran
paling akhir dalam tafsir ini berisikan daftar literatur-literatur rujukan.
Sistematika penulisan melalui tiga tahap. Pertama, teks ayat menggunakan tulisan tangan di
sebelah kanan atas dan disertai nomor ayat. Kedua, terjemahan bahasa Madura dituis dengan mesin
ketik di sebelah kiri teks ayat dan disertai nomor terjemah. Teks ayat dan terjemahannya dipisah garis
vertikal. Ketiga, penjelasan ditulis tepat di bawah teks ayat dan terjemahan serta dipisah d garis
horizontal. Tidak semua ayat diberikan penafsiran. Irsyad hanya menafsirkan ayat-ayat yang dirasa perlu
untuk diberikan penjelasan. Ayat-ayat yang ditafsirkan ditandai dengan annotated translation. Pada
beberapa tempat, Irsyad juga memberikan penjelasan tambahan dalam terjemahan ayat.
Karya ini dapat digolongkan ke dalam tafsir bi al-ra’yi. Metode yang digunakan adalah metode
mauḍu‘ī surah (tematik surah). Irsyad menghendaki tafsirnya bercorak ‘ilmu (sains) sebagaimana
disebutkan dalam pengantarnya, ia berharap agar surah Yasin yang sering sekali dibaca oleh
masyarakat Madura tidak hanya dibaca saja, tapi juga dipahami khususnya yang berkaitan dengan
150
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Konsep Terpisahnya Langit dan Bumi….……………
ilmu pengetahuan populer untuk mengejar ketertinggalan dengan negara maju yang berkembang
dari segi teknologi. Di samping itu ia kadang melancarkan kritik sosial terhadap perilaku umat Islam
Madura yang kolot dan terpuruk dalamkemunduran.12
c. Contoh penafsiran
1. Tafsir Yasin: 38
Irsyad memulai penjelasannya dengan menjelaskan makna kosakata mustaqarrun.
Menurutnya, mustaqarrun di dalam al-Qur’an memiliki dua pengertian, bada engghat baktona
(temporer, berwaktu atau memiliki waktu tertentu) sebagai mana yang tertera dalam surah al-
An’am ayat 67, dan juga dapat berarti kennenganna aengghun (tempat menetap, atau bertempat)
sebagaimana yang tertera dalam surah al-Baqarah ayat 36.
Kemudian Irsyad melanjutkan penjelasannya dengan mengutip teori- teroi astronomi:
“Sabellunna Eslam, oreng se ahli pebintangan (astronomi), e antarana e.p Ptolomeus; e jhaman
laen (se budiyan) bada pole se anyama Hipparcus. Kaduwana ngangghep jha’ bhume paneka
menangka poserra alam. Bintang-bintang sareng are eyangghep ajhalan ngeddherre bhume.
Angghebbhan ghapaneka se kaolok sareng sebbhudhan: TEORI GEOCENTRIS. Manossa bakto
ghapaneka pada pangangghebbha, margha teori ka’dinto e lerresaghi Greja tor pengada’na
aghama Srane (=Kristen). Saampon epon kengeng 1.800 taon ka bingkeng, N. Muhammad
elaeraghi, pas kabingkengnga ngombar wahyu e Sorat Yaasiin ayat 38 paneka, nyarbaaghi jha’
are aeddher e kennenganna dhibi’. Mala bhume, bulan tor planet- planet akadhi: Merkurius,
Venus, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus tor Pluto se aeddher ngelelenge are. Ka’dinto
Fawaidur Ramdhani dan Ahmad Qusyairi, “Wacana Astronomis dalam Tafsir Bahasa Madura:
12
Telaah Tapser Sorat Yaa-siin Karya Muhammad Irsyad”, Al-Itqan 6, 2 (2020) 112-114.
120
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Konsep Terpisahnya Langit dan Bumi….……………
e sebbhut “eddherra sosonan mata-are” (=Tata Surya). Teori paneka esebbhut TEORI
HELIOCENTRIS. Pas kengeng 900taon saampon epon wahyu, bhuru ahli pebintangan se anyama
Copernicus mattalaghi teori Geocentris. Kantos jhaman samangken Copernicus se lerres; namong
ghu ta’ghalluwan Kor-an se nyarbaaghi Heliocentris, ta’ engghi?”13
Dalam alih bahasa Indonesia: “Sebelum Islam datang, orang yang ahli perbintangan
(astronomi), di antaranya e.p Ptolomeus; di masa yang lain (kebelakang) ada lagi yang
Bernama Hipparcus. Keduanya menganggap bahwa bumi adalah pusat alam. Bintang-bintag dan
matahari dianggap beredar mengelilingi bumi. Anggapan ini disebut dengan: TEORI
GEOCENTRIS. Manusia waktu itu sama anggapannya, sebab teori tersebut dibenarkan Gereja serta
pemimpin agama Nasrani (Kristen). Setelah sekitar 1.800 tahun kemudian, Nabi Muhammad
dilahirkan, lantas selanjutnya turun wahyu di surah Yasin ayat 38 ini, menjelaskan bahwa matahari
berotasi di tempatnya sendiri. Bahkan bumi, bulan dan planet-planet seperti:Merkurius, Venus,
Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto yang beredar mengelilingi matahari.
Demikian disebut tata surya. Teori ini disebut TEORI HELIOCENTRIS. Lalu sekitar 900 tahun
setelah wahyu, barulah ahli perbintangan yang bernama Copernicus yang benar; namun bukankah
lebih dulu al-Qur’an yangmenyatakan Heliocentris, betul?”
Gambar 5: gambar sistem tata surya dalam tafsir karya Muhammad Irsyad
1. Tarjamah Tafsir al-Jalalain bi al-Lughah al-Maduriyyah (1990)
13
Muhammad Irsyad, Tapser Sorat Yaa-Siin (Bangkalan: 1988), 11.
121
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Konsep Terpisahnya Langit dan Bumi….……………
122
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Konsep Terpisahnya Langit dan Bumi….……………
dikenali dari dialek bahasa Madura Pamekasan adalah dipakainya kata ta’ yang berarti tidak dan
ba’na atau be’en yang berarti kamu. Ini berbeda dengan dialek Bangkalan ataupun Sampang yang
menggunakan kata lo’ untuk menunjukkantidak dan kakeh untuk menunjukkan kamu.
Sistematika penyajiannya ditempuh dengan tiga cara. Pertama, teks Tafsīr al-Jalālain ditulis di
bagian atas. Kedua, terjemahan harfiah model gandul diletakkan tepat di bawah teks Tafsīr al-
Jalālain dengan posisi miring. Ketiga, keterangan atau penafsiran pribadi Majid Tamim ditempatkan
pada bagian paling bawah dengan dibatasi garis pemisah. Keterangan- keterangan tersebut diambil dari
tafsir-tafsir lain, seperti at-Tafsīr al-Munīr karya an-Nawawī, Tafsir Sāwī, tafsir-tafsir lain serta
keterangan dari Tafsīr al-Jalālain sendiri. Maka berdasarkanhal tersebut, metode penerjemahan yang
digunakannya digolongkan tarjamah tafsīriyyah, yakni penerjemahan yang fokus pada pengalihan
makna dari bahasa asli ke bahasa lain tanpa terikat dengan redaksional tata bahasa. Sedangkan
komentar atau tafsir pribadi Majid Tamim dapat digolongkan pada bi al-ra’yi dengan metode tahlili.
Karya ini sejauh bisa dilacak tidak memuat seluruh penafsiran Al-Qur’an sebagaimana Tafsīr al-
Jalālain aslinya, tetapi hanya memuat surah al-Baqarah ayat 1-252. Terbitannya berjumlah dua jilid
dengan total 181 halaman. Jilid pertama halaman 1–86, dan jilid kedua halaman 87–181.14
14
Ahmad Zaidanil Kamil, “Tafsir al-Jalalain dan Bahasa Madura: Lokalitas Kitab Tarjamah Tafsir
al-Jalalain bi al- Lugah al-Maduriyyah Karya Abdul Majid Tamim”, Suhuf 13, 1 (2020) 33-39.
123
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Konsep Terpisahnya Langit dan Bumi….……………
1. Tafsir al-Baqarah: 38
“Allah memberi tahu kepada Nabi Saw. saat hendak menciptakan perwakilan dibumi, yaitu Nabi
Adam ‘alaihissalam sebagai khalifah, ketika Allah mengumumkan hal ini, para malaikat berkata:
mengapa engkau hendak menciptakan makhluk lagi yang hanya akan melakukan maksiat kepadamu
dan hanya melakukan carok (bertengkar). Apa tidak cukup hamba yang menjadi khalifah, karena
hamba semua telah berbaktikepada-Mu dengan membaca tasbih dan tahmid.”15
Secara kreatif, Majid Tamim membahasakan kekhawatiran malaikat tentang akan adanya
“pertumpahan darah” yang disebabkan oleh manusia dengan istilah acarok malolo. Dalam konteks ini,
Majid Tamim telah berhasil memproduksi makna baru yang lebih mengena dan mudah dipahami oleh
audiens, atau dalam bahasa Gadamermeaningfull sense (makna yang berarti).
3. Tarjamah Tafsir al-Jalalain li Tashil al-Fikri (1996-2014)
a. Profil singkat penulis
Muhammad ‘Arifun lahir di Bangkalan pada 1 Juli 1927. Setelah berumur 10 tahun ia
belajar di Pondok Pesantren Tempurojo Jember di bawah asuhan KH. Abdul Aziz selama19 tahun.
Setelah itu ia menikah dengan salah satu putri Kiai Ishaq, pendiri Pondok Pesantren Darul Ulum
al-Ishaqi Bangkalan hingga pada akhirnya ia menjadi pengasuh di pesantren tersebut pasca
mertuanya dan seorang pengasuh pengganti lainnya bernama Kiai Umar wafat. Muhammad ‘Arifun
merupakan tokoh agama yang produktif terutama dalam penerjemahan kitab kuning ke dalam bahasa
Madura, seperti terjemah Fathul Qarib, Taysir al-Khallaq, Bidayah al-Hidayah, dan Daqaiq al-
Akhbar.
b. Penyajian karya
Meskipun memiliki kemiripan dengan terjemah tafsir Jalalain kaya Majid Tamim
terutama dalam sitematika tulisan dan metode yang digunakan, karya ini lengkap menrjemah
15
Abdul Majid Tamim, Tarjamah Tafsir al-Jalalain bi al-Lughah al-Maduriyyah (Surabaya: Maktabah
Nabhan, 1990), 24.
124
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Konsep Terpisahnya Langit dan Bumi….……………
seluruh al-Qur’an. Terbagi dalam 12 juz, perbedaan mendetail lainnya karya ‘Arifun ini dengan
karya Majid Tamim adalah pada penyajian komentar atau tafsir pribadi penerjemah. ‘Arifun
menggunakan pembagian anotasi dengan tiga sub: bila dimulai dengan kata qauluhu maka komentar
tersebut dimaksudkan untuk melengkapi atau memperjelas penafsiran pengarang tafsir Jalalain.
Sedangkan faidah untuk penafsiran pribadinya yang lebih luas dan qishshah khusus menjabarkan kisah
terkait ayat yang sedang ditafsirkan.16
c. Contoh penafsiran
1. Tafsir Alif Lam Mim
“(Ya’ni se oning da’ ka tujuan panika guste Allah ta’ala) Namung, badah sabagianse bisah
napsere: (1) al-alifu: ala’illah nikmatah Allah (2) al-lamu: luthfullah kabellesnah Allah (3) al-
mimu:mulkullah karatonah Allah. Daddih nikmat tor kabellesnah Allah paneka bada e karatonah
Allah.”17
Dalam bahasa Indonesia: “(Yakni yang mengetahui makna tersebut hanya Allah ta’ala) Namun,
ada sebagian ulama yang bisa menafsirkan: (1) al-alifu: ala’illah nikmatAllah (2) al-lamu: luthfullah
kasih sayang Allah (3) al-mimu:mulkullah kerajaan Allah. Jadi nikmat dan kasih sayang Allah itu berada
di dalam kerajaan Allah.”
16
Ummi Hanik, “Model Terjemah Tafsir al-Qur’an Berbahasa Lokal: Analisis Terjemahan Tafsir al-
Jalalain Bahasa Madura Karya Muhammad ‘Arifun”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah (2015) 50,
77.
17
Muhammad ‘Arifun, Tarjamah Tafsir al-Jalalain Bahasa Madura, 1 (t.k. t.t.), 6.
125
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Konsep Terpisahnya Langit dan Bumi….……………
18
Ulya Fikriyati, Ah. Fawaid dan Subkhani Kusuma Dewi, “Vernacular Tafsir in Madura:
Negotiating Human Equality in a Social Hierarchical Tradition”, AJIS 6, 4 (2021) 55. dan Misbahul
Wani, “Lokalitas dalam al-Qur’an dan Terjemahnya Bahasa Madura Karya IAIN Madura”, Skripsi
UIN Sunan Kalijaga (2021) 83.
126
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Konsep Terpisahnya Langit dan Bumi….……………
127
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Konsep Terpisahnya Langit dan Bumi….……………
bahasa Arab, misalnya tampak jelas pada penggunaan dlamir yang sama sekali mirip pemaknaan
kitab kuning. Contohnya: ban lamon tatemmoh pasera ‘man’ – Dan bila bertemu siapa ‘man’. Di
samping itu juga banyak ditambahkan keterangan dari sisi bahasa dalam kata-kata tertentu sekaligus
anotasi pada terjemah. Berdasarkan hal tersebut metode terjemah dalam karya ini masih dapat
dikategorikan terjemah tafsiriyyah.19
Simpulan
Karya tafsir al-Qur’an berbahasa Madura sejauh yang dapat ditampilkan dalam artikel ini
berdasarkan penilitan-penelitian yang dilakukan para sarjana sebelumnya baru terkumpul enam karya
dengan dua karya tafsir sebagaimana umumnya, dua karya terjemah tafsir Jalalain, dan dua lainnya
terjemah al-Qur’an. Upaya menghimpun karya tafsir al-Qur’an berbahasa Madura ini perlu
dilanjutkan, sebab tidak menutup kemungkinan ditemukan karya-karya lain. Hal ini tentudalam
rangka kajian lebih lanjut khazanah tafsir di Nusantara. Di samping bahwa semua karya yang
termuat dalam artikel ini ditulis untuk kebutuhan audien yaitu masyarakat sekitar sangat
menggugah untuk dipelajari kembali dan digali pemikiran serta pesan para penulis kaitannya
Mursidi dan Moh. Bakir, “Problematika Terjemah al-Qur’an Bahasa Madura: Studi Kasus
19
dalam lingkup kehidupan beragama dalam lingkup lokalitas daerah Madura, bahkan dapat
menjadi inspriasi bagi Indonesia secara lebih luas.
Daftar Pustaka
129
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020
Fattah Syamsuddin | Konsep Terpisahnya Langit dan Bumi….……………
130
El-Waroqoh, vol. 4, no. 1, 2020