Anda di halaman 1dari 18

STUDI KITAB TAFSIR MELAYU TARJAMAH AL-QURANUL

KARIM (MAHMUD YUNUS)

Oleh:

Althaf Muhammad Farras Zafri (12030217692)


Siti Sofia (12030226014)
Oldha Fauzia (12030224514)
Wahyuddin Pratama (12030217144)

Pembimbing :

Afriadi Putra, S. TH.I., M.Hum

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023 M/ 1445 M
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat dan karunia-Nya hingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah studi kitab tafsir Melayu dalam Program Studi
Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, UIN Sultan Syarif Kasim Riau dengan
judul Studi Kitab Tafsir Melayu Tarjamah Al-Qur‟anul Karim (Mahmud Yunus)

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini tidak akan
selesai tanpa dorongan-dorongan langsung, baik moral, maupun material. Untuk itu
penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang
sudah membantu.

Pekanbaru, 24 September 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................1


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................3
A. Latar Belakang. ...........................................................................................................3
B. Rumusan masalah. .......................................................................................................4
C. Tujuan masalah. ..........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN. ....................................................................................................5
A. Latar Belakang Penafsiran .......................................................................................... 5
B. Biografi Tokoh ............................................................................................................6
C. Kajian Metodologi ......................................................................................................7

BAB III PENUTUP .............................................................................................................16


A. Kesimpulan .................................................................................................................16
B. Saran. ........................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................17

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam telah menjelma sebagai mayoritas agama di negara-negara di kawasan


Asia Tenggara yang populer dengan sebutan Asean. Ketika Islam tersebar di suatu
daerah, penafsiran Al-Qur'an juga menjadi bagian tak terpisahkan dari penyebarannya.
Hal ini disebabkan karena pemahaman terhadap Islam tidak bisa terwujud tanpa
memahami penafsiran dari kitab suci Al-Qur'an, terutama bagi bangsa-bangsa 'ajam
(non-Arab) seperti di negara-negara Asean. Fenomena serupa juga terjadi ketika Islam
tersebar di Indonesia, di mana muncul berbagai terjemahan dan penafsiran Al-Qur'an ke
dalam bahasa Indonesia. Semua upaya ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat
Indonesia yang ingin mempelajari dan memahami Al-Qur'an, meskipun pada awalnya
terjemahan dan penafsiran ke dalam bahasa Indonesia sempat dianggap sebagai hal
yang dilarang (haram) oleh para ulama Islam pada masa tersebut.

Pengupayaan untuk menerjemahkan dan menafsirkan al-Quran dimulai sejak


abad ke-17. Meskipun telah ada tulisan-tulisan yang dihasilkan, sebagian besar tidak
dicetak dan banyak di antaranya telah hilang dan tidak dapat diidentifikasi. Syeikh
Abdul Malik, yang dikenal sebagai Tok Pulau Manis, adalah salah satu tokoh awal dari
Tanah Melayu yang terlibat dalam penulisan tafsir dengan cara menyalin kitab
Tarjuman al-Mustafid karya Abdul Rauf al-Sengkeli, meskipun salinan manuskripnya
sudah tidak ada. Upaya ini dilanjutkan oleh Tok Kenali dan sekelompok pentafsir ketika
mereka menerjemahkan Tafsir Ibn Kathir. Pada abad ke-20, usaha menterjemahkan dan
menafsirkan al-Quran ke dalam bahasa Melayu mulai mendapat perhatian dari kalangan
para pentafsir Melayu.1

Tafsir karya Mahmud Yunus merupakan salah satu karya monumental pada
kelompok periodenya maupun generasinya. Karya tafsir Mahmud Yunus ini
mempermudah pembaca untuk berinteraksi dengan Al-Qur'an. Hal ini dicapai melalui
penyusunan tafsirnya yang bertujuan agar makna Al-Qur'an dapat dipahami oleh

1
Abdullah, M. (2009). Khazanah Tafsir di Malaysia. Bentong, Pahang: Book Pro Publishing Services.
m/s 45.
3
seluruh lapisan masyarakat. Karya ini dianggap sebagai salah satu inovator dalam tafsir
berbahasa Indonesia yang banyak dimanfaatkan oleh individu yang berbahasa Melayu,
terutama karena penggunaan huruf Latin dalam menerjemahkan dan menafsirkan Al-
Qur'an. Oleh karena itu, Mahmud Yunus diakui sebagai pelopor pola penulisan tafsir
Al-Qur'an yang baru di Indonesia, terutama dalam hal tafsir akademik. Oleh karena itu,
makalah ini akan membahas Tafsir Al-Qur'an al-Karim karya Mahmud Yunus.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Latar Belakang Penafsiran dari Mahmud Yunus?
2. Bgaimana Biografi dari Mahmud Yunus?
3. Apa Kajian Metodologi Penafsiran Mahmud Yunus?

C. Tujuan Makalah
Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah studi kitab tafsir melayu dalam
Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Penulis

Menurut keterangan Mahmud Yunus, karya tafsirnya ini merupakan hasi


“penyelidikan” yang dilakukan mendalam oleh dirinya sendiri selama kurang lebih 53
tahun, sejak ia berusia 20 hingga 73 tahun. Selama ia menyelesaikan kitabnya, muncul
berbagai protes dan reaksi dari berbagai kalangan yang menantang kegiatannya dalam
menerjemahkan dan menafsirkan Al-Qur‟an ke dalam bahasa Indonesia. Banyak yang
menganggap bahwa hal tersebut langka dan haram dilakukan.2

Penulisan kitab tafsir ini dimulai pada tahun 1922 M dan berhasil diterbitkan
untuk juz pertama, kedua dan ketiga. Selang dua tahun, pada 1924 M Mahmud Yunus
menghentikan penulisan karena ia ingin melanjutkan studi ke al-Azhar Kairo, Mesir.
Saat belajar di Mesir inilah, Mahmud Yunus mengetahui tentang kebolehan
menerjemahkan dan menafsirkan Al-Qur‟an ke dalam bahasa asing –selain bahasa
Arab. Hal ini boleh dilakukan dengan tujuan agar bangsa non-Arab yang tidak paham
dengan bahasa Arab juga dapat memahami dan mempelajarinya. Karenanya, setelah
Mahmud Yunus pulang dari Mesir, ia pun melanjutkan penulisannya pada tahun 1935
M. Pada saat itu, Mahmud Yunus pun berhasil menamai kitab ini dengan “Tafsir Al-
Qur‟an al-Karim”. Selanjutnya, penafsiran ini diterbitkan satu juz tiap dua bulan.
Adapun dalam penerjemahan juz tujuh sampai juz 18 dibantu oleh H. M. K. Bakry, dan
akhirnya pada bulan April 1938 M, 30 juz Al-Qur‟an pun khatam.3

Karya tafsir ini, seperti yang diakui Mahmud Yunus, berorientasi mulia, dalam
artian “menjelaskan petunjuk-petunjuk Al-Qur‟an agar diamalkan oleh kaum Muslimin
khususnya dan umat manusia pada umumnya, sebagai petunjuk universal.” Menurutnya
pula, tujuan dari penulisan tafsir ini adalah untuk memberikan keterangan dan
penjelasan tentang petunjuk-petunjuk Al-Qur‟an agar dapat dimengerti dengan mudah,
cepat, dan dapat dipraktikkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, karya
ini juga disuguhkan untuk kalangan pelajar dan mahasiswa sebagai bahan praktis
2
Lebih lanjut lihat Mahmud Yunus dalam mukadimah Tafsir Al-Qur‟an al-Karim, iii-vii. Lihat juga
Sulaiman Ibrahim, Pendidikan dan Tafsir, 84.
3
Ibid hlm 84
5
mempelajari bahasa Al-Qur‟an dan juga untuk masyarakat umum yang ingin mendalami
isi kitab suci.4 Dari sini tersirat betapa Mahmud ingin menjadikan karyanya ini sebagai
tafsir yang bersahaja, praktis, dan dapat dipelajari semua orang.

B. Biografi Mahmud Yunus

Mahmud Yunus lahir pada tanggal 10 Februari 1899 Masehi atau bertepatan
dengan 30 Ramadan 1316 Hijriyah, di desa Sungayang Batusangkar, Kabupaten Tanah
Datar, Sumatera Barat. Beliau meninggal pada hari Sabtu, 16 Januari 1982 Masehi atau
bertepatan dengan 20 Rabi‟ul Awal 1402 Hijriyah. Ayah Mahmud Yunus adalah
seorang petani bernama Yunus bin Incek dari suku Mandailing, yang menjabat sebagai
Imam Nagari, sementara ibunya bernama Hafsah bint M. Thahir dari suku Chaniago,
seorang pengrajin tenun.5 Ia merupakan satu-satunya anak laki-laki dalam keluarganya.
Mahmud Yunus mempunyai lima orang istri dan dengannya dikarunai 18 orang anak.6

Sejak masa kecil, Mahmud Yunus telah mendapatkan pendidikan dalam


lingkungan yang kental dengan nilai-nilai agama. Dia belajar Al-Qur'an, melakukan
ibadah, dan mempelajari ilmu-ilmu ke-Islaman lainnya bersama kakeknya sejak tahun
1906 M. Dia pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat, namun hanya sampai
tahun keempat. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di Madrasah School yang
didirikan oleh H. M. Thaib Umar, seorang tokoh pembaharu Islam di Minangkabau.
Prestasi Mahmud di Madrasah sangat cemerlang, sehingga ia dipercaya untuk mengajar
beberapa kitab, antara lain al-Mahally, Alfiyah ibn Aqil, dan Jam‟ al-Jawami. Saat itu
usianya baru 16 tahun.7 Selanjutnya Mahmud Yunus belajar di Universitas al-Azhar
Kairo, Mesir, pada tahun 1924 M. Ia pun melanjutkan studi ke Dar al-„Ulum,
Universitas Kairo, Mesir. Pada tahun 1929 ia lulus dan kembali ke kampung
halamannya.8 Pada awal dekade 1970, kesehatan Mahmud Yunus mulai menurun,
mengakibatkan kunjungannya ke rumah sakit berulang, dan akhirnya beliau meninggal
dunia pada tahun 1982.

4
Yunus, Tafsir Al-Qur‟an al-Karim, iii-vii.
5
Abdul Rouf, Mozaik Tafsir Indonesia, 153–63.
6
Malta Rina, Pemikiran dan Karya-Karya Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, 170-174.
7
Lebih lanjut lihat Herry Mohammad, dkk, Tokoh-Tokoh Islam, 85-86. Lihat juga Saiful Amin Ghofur,
Profil Para Mufasir al-Qur‟an, 197-199.
8
Lebih lanjut lihat Herry Mohammad, dkk, Tokoh-Tokoh Islam, 85-86. Lihat juga Saiful Amin Ghofur,
Profil Para Mufasir al-Qur‟an, 197-199.
6
Karir dan karya

Karir Mahmud Yunus mencakup pendirian serta kepemimpinan institusi


pendidikan Islam, seperti al-Jami'ah al-Islamiyyah di Sungayang dan Normal Islam di
Padang pada tahun 1931 M. Ia juga mengawasi Sekolah Islam Tinggi (SIT) di Padang,
mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA), dan menjabat sebagai dekan dari
tahun 1957 hingga 1960. Pencapaiannya meliputi pendirian dan kepemimpinan Sekolah
Menengah Islam (SMI) di Bukittinggi. Pada tahun 1960, ia dipilih menjadi Dekan
Fakultas Tarbiyah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan menjabat sebagai Rektor
IAIN Imam Bonjol Padang.9 Selain itu, Mahmud Yunus juga menghasilkan sejumlah
karya di berbagai bidang, termasuk pendidikan, bahasa Arab, fikih, tafsir, akhlak, dan
sejarah. Salah satu karyanya yang paling monumental dan memiliki dampak besar
adalah Tafsir Al-Qur'an al-Karim, diterbitkan pertama kali pada tahun 1938 M dan telah
dicetak ulang beberapa kali.10

C. Kajian Metodologi

Pembuatan Kitab Tafsir:

Menurut penjelasan Mahmud Yunus, karyanya dalam menafsirkan Al-Qur'an ini


merupakan hasil dari "penyelidikan" yang ia lakukan secara mendalam selama kurang
lebih 53 tahun, mulai sejak usianya 20 hingga 73 tahun. Selama proses penyelesaian
kitabnya, ia menghadapi berbagai protes dan reaksi dari berbagai pihak yang menantang
kegiatannya menerjemahkan dan menafsirkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Indonesia.
Banyak yang merasa bahwa hal tersebut tidak lazim dan bertentangan dengan ajaran
agama.11

Penulisan tafsir ini dimulai pada tahun 1922 M dan berhasil menerbitkan juz
pertama, kedua, dan ketiga. Namun, setelah dua tahun, pada tahun 1924 M, Mahmud

9
Lebih lanjut lihat Herry Mohammad, dkk, Tokoh-Tokoh Islam, 86-91. Lihat juga Saiful Amin
Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an, 199-200.
10
Lebih lanjut lihat Herry Mohammad, dkk, Tokoh-Tokoh Islam, 86-91. Lihat juga Saiful Amin
Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an, 199-200. Profil Para Mufasir al-Qur’an\, 200. Lihat
juga Sulaiman Ibrahim, Pendidikan dan Tafsir; Kiprah
Mahmud Yunus dalam Pembaruan Islam, (Jakarta: LEKAS, 2011), 42.
11
Lebih lanjut lihat Mahmud Yunus dalam mukadimah Tafsir Al-Qur’an al-Karim, iii-vii. Lihat
juga Sulaiman Ibrahim, Pendidikan dan Tafsir, 84.
7
Yunus menghentikan penulisannya karena ingin melanjutkan studinya di al-Azhar,
Kairo, Mesir. Di Mesir, ia mempelajari tentang kemungkinan menerjemahkan dan
menafsirkan Al-Qur'an ke dalam bahasa selain bahasa Arab. Ia melihat hal ini sebagai
upaya untuk memungkinkan bangsa non-Arab yang tidak memahami bahasa Arab dapat
memahami dan mempelajarinya. Oleh karena itu, setelah kembali dari Mesir, ia
melanjutkan penulisan pada tahun 1935 M. Pada tahun tersebut, Mahmud Yunus
menamai kitabnya "Tafsir Al-Qur'an al-Karim". Setelah itu, penafsiran ini diterbitkan
satu juz setiap dua bulan. Dalam menerjemahkan juz tujuh sampai juz 18, ia dibantu
oleh H. M. K. Bakry, dan pada bulan April 1938 M, keseluruhan 30 juz Al-Qur'an
selesai ditafsirkan.12

Karya tafsir ini, sesuai dengan pengakuan Mahmud Yunus, memiliki tujuan
yang mulia, yaitu "menjelaskan ajaran-ajaran Al-Qur'an agar dapat diamalkan oleh umat
Muslim secara khusus dan seluruh umat manusia secara umum, sebagai pedoman
universal." Mahmud Yunus juga menyatakan bahwa tujuan dari penulisan tafsir ini
adalah untuk memberikan penjelasan dan interpretasi tentang ajaran-ajaran Al-Qur'an
agar dapat dipahami dengan mudah, cepat, dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu, karya ini juga disajikan bagi pelajar dan mahasiswa sebagai
sumber praktis dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, serta untuk masyarakat umum
yang ingin memahami lebih dalam isi kitab suci.13 Dari konteks ini, tampak jelas
bagaimana Mahmud Yunus berusaha menjadikan karyanya sebagai tafsir yang
sederhana, praktis, dan dapat diakses oleh semua kalangan.

1. Sistematika penyajian

Mahmud Yunus menyajikan tafsirannya dengan membagi halaman menjadi dua


bagian. Pada bagian sisi kanan, beliau menempatkan teks ayat-ayat al-Qur‟an dalam
tulisan huruf Arab dan pada bagian sisi kiri terjemahannya dalam tulisan huruf latin.
Beliau menuliskan penafsirannya serta penjelasan rincinya di bagian catatan kaki
terhadap ayat-ayat yang membutuhkan penjelasan. Hampir 60% karya tafsir ini berupa
terjemahan teks al-Quran dan 40% berupa penafsiran dan penjelasan. Dalam penyajian

12
Lebih lanjut lihat Mahmud Yunus dalam mukadimah Tafsir Al-Qur’an al-Karim, iii-vii. Lihat
juga Sulaiman Ibrahim, Pendidikan dan Tafsir, 84.
13
Yunus, Tafsir Al-Qur’an al-Karim, iii-vii.
8
awal tafsir, Mahmud Yunus memulai dengan pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang dan sedikit informasi revisi di beberapa tempat.

Pendahuluan ini hanya berkisar kurang lebih lima halaman. Yang membedakan
tafsir ini dengan tafsir-tafsir lainnya yaitu di bagian paling akhir penyajian tafsir, beliau
menyertakan 32 halaman khusus yang terdiri dari kesimpulan isi al-Quran. Dimana
kesimpulan itu memuat hukum-hukum, etika (akhlak), ilmu pengetahuan, ekonomi
sejarah dan lain sebagainya.

2. Metodologi Penafsiran

Tafsir Al-Qur’an al-Karim ini menggunakan metode penafsiran ijmali (global).14


Adapun sumber rujukan tafsirnya sebagai berikut; tafsir al-Thabari juz 1 halaman 42,
tafsir Ibnu Katsir juz 1 halaman 3, tafsir al-Qasimy juz 1 halaman 7, Fajrul Islam juz 1
halaman 199, dan Zhuhurul Islam juz 2 halaman 40-43 dan juz 3 halaman 37.15
Sedangkan, sumber ataupun materi penafsirannya mengombinasikan dua metode, yaitu
penafsiran dari teks (bi al-ma’tsur) dan penafsiran dari akal (bi al-ra’y).16 Metode-
metode tersebut di antaranya:17

1) Menafsirkan ayat Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an


2) Menafsirkan ayat Al-Qur‟an dengan hadis Rasulullah saw.
3) Menafsirkan dengan perkataan sahabat, tetapi khusus dengan menjelaskan
sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur‟an
4) Menafsirkan dengan perkataan tabiin, jika mereka berijmak atas suatu tafsir,
5) Menafsirkan dengan mengemukakan kata-kata pepatah
6) Menafsirkan dengan ijtihad bagi yang ahli, atau melalui pandangan akal
7) Menafsirkan dengan bahasa Arab atau dengan makna kalimah

14
Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an, 200-201.
15
Yunus, Tafsir Al-Qur’an al-Karim, iii-vii.
16
Tri Hermawan, Putri Rafa Salihah, Muhammad Hafizh, “The Concept of Women‟s Dress in
Tafsir Nusantara: A Comparative Study of Four Indonesian Exegeses,” Ulumuna: Journal of Islamic
Studies 21, no. 2 (2017): 370-390.
17
Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur’an al-Karim, h. iii-vii. Khader Ahmad dkk, “Ketokohan Mahmud
Yunus dalam Bidang Tafsir Al-Qur‟an: Kajian terhadap Kitab Tafsir Quran Karim,” The 2nd Annual
International Qur’anic Conference, Centre of Quranic Research (CQR), Tahun 2012,
202-207.
9
8) Menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan mengemukakan kisah nabi-nabi dan
umat-umat terdahulu.

3. Validitas Penafsiran

a. Secara Koherensi, pada teori koherensi ini dapat diambil dari teori tafsir
yang ada pada Tafsir Qur`an Karim yaitu teori asbab alnuzul dan
munasabah. Dimana kedua teori tersebut sesuai atau koheren dengan
pendapat mufasir terdahulu meskipun terdapat riwayat-riwayat yang masih
diragukan serta ada pula hadis-hadis sahih seperti Bukhari dan Muslim.
Seperti dalam penafsiran Al-Fatiḥah ayat 2, Mahmud Yunus menafsirkan
ayat dengan ayat Al-Qur‟an lainya (munasabah), lalu menganalisis mufradat
(kosa kata) dan memaparkan kandungan ayat tersebut secara umum dan
memaparkan maksudnya (ijtihadnya), juga menerangkan ayat tersebut
dengan pendapat ulama tafsir dan hadis Nabi Muhammad saw.
b. Secara Korespondensi, Penafsiran yang terkait dengan ayat-ayat kauniyah
dikatakan benar apabila ia sesuai dengan hasil penemuan teori ilmiah yang
sudah sesuai. Mahmud Yunus membuat kesimpulan dan pengelompokan
terhadap ayat-ayat kauniyah berkaitan dengan penciptaan langit dan bumi
dan fenomena di dalamnya.
c. Secara Pragmatisme, penafsiran itu tidak diukur dengan teori atau penafsiran
lain, tetapi diukur dari sejauh mana ia dapat memberikan solusi atas problem
yang dihadapi manusia sekarang ini. Seperti yang diketahui, bahwa corak
dari Tafsīr Qur`ān Karīm mengacu pada metode ijmāli namun dalam
beberapa ayat, ia lebih memperhatikan hingga terlihat corak penafsiran
taḥlīli, Hal ini telah dijelaskan sebelumnya.

4. Corak Penafsiran Beserta Contoh

a. Corak Ilmi

Adanya corak ilmiah dalam kitab tafsir Mahmud Yunus ini sesuai dengan tujuan
dalam penulisan karyanya, yaitu untuk menggali hubungan harmoni antara Al-Qur‟an
sebagai sumber pokok ajaran Islam dan mengelaborasinya dengan ilmu pengetahuan
10
dan teknologi yang menjadi ciri utama modernitas yang semakin hari semakin
meningkat. Untuk mempertegas corak ini, pada bagian kitab juga terdapat indeksindeks
ayat yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi18

Faktor lain yang mendukung kehadiran pendekatan ilmiah dalam Tafsir Al-
Qur'an al-Karim ini mencakup hal berikut: pertama, Mahmud Yunus memberikan
penjelasan mengenai ayat-ayat Al-Qur'an sesuai dengan perspektif teori ilmiah modern.
Kedua, dia menggunakan temuan dan kemajuan ilmiah modern untuk memperkuat
mukjizat Al-Qur'an dan mengangkat nilai-nilai ajaran Islam. Ketiga, ia juga menyajikan
temuan ilmiah modern sebagai materi perbandingan dalam memahami fenomena dan
pesan-pesan ajaran Al-Qur'an untuk menyesuaikannya dengan konteks kekinian.19

Pendekatan ilmiah yang diperkenalkan oleh Mahmud Yunus dalam penafsiran


ini merupakan pengaruh signifikan yang berasal dari gagasan reformis Muhammad
„Abduh yang diadopsinya melalui Rasyid Ridha. Pengaruh ini terlihat selama Mahmud
Yunus menimba ilmu di Mesir dan dalam tulisannya di majalah al-Manar. Pengaruh
Muhammad „Abduh terhadap Mahmud Yunus juga tercermin dalam partisipasinya
dalam gerakan reformis Islam di Sumatra, di mana tujuannya adalah untuk mendalami
pemikiran-pemikiran revolusioner Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyid Rida
melalui majalah al-Manar.

Beberapa contoh penafsiran ilmiah yang terdapat dalam kitab tafsir Mahmud Yunus ini
adalah sebagai berikut:

‫علَ ْي ِه ْم‬
َ ‫س َل‬ ْ َ ‫ اَلَ ْم َي ْج َع ْل َك ْيدَ ُه ْم فِ ْي ت‬١ ‫ة ْال ِف ْي ِۗ ِل‬
َ ‫ َّوا َ ْر‬٢ ‫ض ِل ْي ٍۙ ٍل‬ ِ ٰ‫صح‬ ْ َ ‫ْف فَ َع َل َرت َُّك ِتا‬ َ ‫اَلَ ْم ت َ َز َكي‬
٥ ࣖ ‫صفٍ َّمأ ْ ُك ْى ٍل‬ َ ‫ ت َ ْز ِم ْي ِه ْم تِ ِح َج‬٣ ‫طي ًْزا اَتَاتِ ْي ٍۙ َل‬
ْ َ‫ فَ َجعَلَ ُه ْم َكع‬٤ ‫ارةٍ ِ ّم ْه ِس ِ ّج ْي ٍۙ ٍل‬ َ

1. Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah


bertindak terhadap pasukan bergajah?

18
Arif Iman Mauliddin, Unsur Lokal dalam Tafsir Al-Qur‟an Karim , h. 43-44. Lebih lanjut lihat M.
Anwar Syarifuddin dan Jauhar Azizy, “Mahmud Yunus: Pelopor Pola Baru Penulisan Tafsir Al-Qur‟an
Indonesia”, Jurnal Ilmu Ushuluddin , Vol. 2, No. 3, Januari-Juni 2015, 331-332.
19
Arif Iman Mauliddin, Unsur Lokal dalam Tafsir Al-Qur‟an Karim , 44. Lebih lanjut lihat M. Anwar
Syarifuddin dan Jauhar Azizy, “Mahmud Yunus: Pelopor Pola Baru Penulisan Tafsir Al-Qur‟an
Indonesia,” 332.
11
2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?

3. Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong

4. yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar,

5. sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

Dalam menjelaskan ayat yang disebutkan, Mahmud Yunus memaparkan bahwa


"bala tentara yang bergajah" merujuk pada Raja Yaman yang ingin menghancurkan
Ka'bah dengan membawa pasukan dan gajah yang kuat. Ketika hampir memasuki
Negeri Makkah, burung-burung menjatuhkan batu (tanah keras) yang mungkin
mengandung banyak hama dan penyakit cacar. Akibatnya, mereka semua terjangkit
penyakit tersebut, dan akhirnya tubuh mereka hancur seperti daun kayu dimakan
binatang atau ulat. Singkatnya, tujuan mereka untuk menghancurkan Ka'bah tidak
berhasil.

Dalam surat al-Fiil, Mahmud Yunus menggunakan istilah "penyakit cacar".


Penggunaan istilah ini menunjukkan pendekatan ilmiah yang sangat nyata dalam
akademis, sesuai dengan konteks saat ini, dan dapat diterima oleh masyarakat. Mahmud
Yunus menggunakan interpretasi "hama", bahkan "penyakit cacar" yang merupakan
terminologi ilmiah yang umum dan dikenal luas di kalangan masyarakat, sehingga
penafsirannya lebih mudah dimengerti dan diterima oleh masyarakat umum.20

b. Corak Sosial

Suatu karakteristik tambahan yang terlihat dalam kitab ini, yang memberikan
kesan akademis, adalah pola sosial. Mahmud Yunus secara signifikan menonjolkan
penekanan pada nilai-nilai sosial dalam karya tafsirnya. Ini adalah metode yang
diambilnya untuk mewujudkan tujuan penulisannya, yaitu menyampaikan dakwah Islam
dan menjadikan ajaran dasar Al-Qur'an sebagai panduan universal.21

Cara Mahmud Yunus menyoroti nilai-nilai sosial ini terlihat melalui


penafsirannya yang mengambil contoh dari adat dan tradisi sosial budaya, terutama dari

20
Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur‟an al-Karim , 6.
21
Sulaiman Ibrahim, Pendidikan dan Tafsir , 117. Lebih lanjut lihat Iskandar, “Tafsir Qur‟an Karim
Karya Mahmud Yunus,” 8-10.
12
Minangkabau, tempat kelahirannya. Ia menggunakan ungkapan-ungkapan adat
Minangkabau sebagai sumber penafsiran untuk menjelaskan makna ayat-ayat Al-
Qur'an. Selain itu, dalam penafsirannya, Mahmud Yunus juga melakukan kritik
terhadapnya.22

Mahmud Yunus menonjolkan aspek budaya sosial yang terdapat dalam


komunitas Minang. Tindakan ini dilakukannya dengan tujuan agar penafsirannya lebih
mudah dipahami oleh masyarakat, sesuai dengan tata nilai sosial budaya yang ada di
masyarakat tersebut. Beberapa contoh interpretasi yang mencerminkan corak sosial
dalam kitab tafsir Mahmud Yunus ini antara lain:

Surah At-taubah ayat 79

ِ ‫صدَ ٰق‬
‫ت َوالَّ ِذيْهَ ََل يَ ِجد ُْونَ ا ََِّل ُج ْهدَ ُه ْم‬ َّ ‫ط ّ ِى ِعيْهَ ِمهَ ْال ُمؤْ ِمنِيْهَ فِى ال‬ َّ ‫اَلَّ ِذيْهَ يَ ْل ِم ُز ْونَ ْال ُم‬
٩٧ ‫اب ا َ ِل ْي ٌم‬ َ ‫ّٰللاُ ِم ْن ُه ْم ۖ َولَ ُه ْم‬
ٌ َ ‫عذ‬ ‫س ِخ َز ه‬ َ ِۗ ‫فَيَ ْسخ َُز ْونَ ِم ْن ُه ْم‬

“Orang-orang (munafik) yang mencela orang-orang beriman yang memberikan sedekah


dengan sukarela, (mencela) orang-orang yang tidak mendapatkan (untuk disedekahkan)
selain kesanggupannya, lalu mereka mengejeknya. Maka, Allah mengejek mereka dan
bagi mereka azab yang sangat pedih.

Dalam interpretasi Mahmud Yunus terhadap ayat tersebut, dijelaskan bahwa


orang-orang Arab Baduwi cenderung kuat dalam kekafiran dan kemunafikan karena
kurangnya pengetahuan tentang hukum-hukum yang diwahyukan Allah kepada Rasul-
Nya. Hal ini diperparah oleh keterbatasan mereka dalam membaca dan menulis untuk
mendalami agama. Di pedesaan, sulit untuk menyampaikan kebenaran agama karena
jaraknya yang jauh dari pusat pendidikan dan tingginya tingkat buta huruf. Tugas
sebenarnya adalah mengatasi buta huruf dan menyebarkan pendidikan agama di
pedesaan yang sulit dijangkau. Meskipun pelajaran agama telah tersebar melalui
tabligh-tabligh, pengetahuan ini hanya diterima melalui tabligh dan mungkin mudah
terlupakan karena jarang diulang. Oleh karena itu, perlu diingat pepatah yang
mengatakan "Lancar dikaji karena disebut, pasar jalan karena diturut".23

22
Arif Iman Mauliddin, Unsur Lokal dalam Tafsir Al-Qur‟an Karim , 79-81.
23
Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur‟an al-Karim , 280-281.
13
Dalam penafsiran ayat ini, Mahmud Yunus juga memasukkan ungkapan lokal,
yaitu "lancar dikaji karena disebut, pasar jalan karena diturut", yang berarti bahwa
keahlian dan keterampilan didapat melalui latihan. Ungkapan ini merupakan bagian dari
budaya Minangkabau pada masa itu. Dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan
konteks sosial saat itu, Mahmud Yunus bertujuan untuk menyampaikan nilai-nilai sosial
yang terkandung dalam ayat Al-Qur'an tersebut sehingga lebih mudah dipahami oleh
masyarakat.24

c. Corak Intelektual

Kehadiran karya ini di tengah-tengah masyarakat yang memiliki pemahaman


yang terbatas terhadap bahasa kitab suci Al-Qur'an mengindikasikan bahwa karya
Mahmud adalah suatu wadah penting dan perantara untuk membimbing generasi
intelektual dan masyarakat dalam menghayati dan menerapkan ajaran Islam. Salah satu
pendekatan yang digunakan adalah dengan menyisipkan ungkapan umum yang familiar
dan umum dikenal oleh masyarakat Indonesia pada waktu tersebut.25 Melalui
penambahan ungkapan umum ini, diharapkan masyarakat dan umat manusia dapat lebih
berintelek dalam memahami serta menerapkan ajaran-ajaran Islam. Beberapa contoh
penafsiran corak intelektual yang terdapat dalam kitab ini adalah:

Surah An-Nisa‟ ayat 148

١٤١ ‫ع ِل ْي ًما‬
َ ‫س ِم ْيعًا‬ ُ ‫س ْۤ ْى ِء ِمهَ ْالقَ ْى ِل ا ََِّل َم ْه‬
‫ظ ِل َم ِۗ َو َكانَ ه‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ُّ ‫ّٰللاُ ْال َج ْه َز تِال‬
‫۞ ََل ي ُِحةُّ ه‬

“Allah tidak menyukai perkataan buruk (yang diucapkan) secara terus terang, kecuali
oleh orang yang dizalimi. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Mahmud Yunus menjelaskan arti ayat tersebut dalam kitab tafsirnya dengan
menyampaikan bahwa Allah tidak menyukai perkataan jahat yang diucapkan oleh
seseorang, seperti gosip, fitnah, atau celaan terhadap orang lain. Perkataan semacam itu
dapat menimbulkan konflik, perpecahan, pertikaian, bahkan kekerasan, sementara
dalam ajaran Islam, penting untuk menjaga persatuan dan hubungan baik antar individu,

24
Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur‟an al-Karim , 405.
25
Sulaiman Ibrahim, Pendidikan dan Tafsir , h. 117. Lebih lanjut lihat Iskandar, “Tafsir Qur‟an Karim
Karya Mahmud Yunus,” h. 8-10.
14
kelompok, dan partai untuk memelihara kepentingan bersama. Oleh karena itu, sangat
penting bagi kita untuk menjaga ucapan dan memilih kata-kata dengan bijak. Hanya
orang yang benar-benar dirugikan yang diizinkan mengucapkan perkataan jahat, untuk
melaporkan perlakuan tidak adil yang dialaminya kepada pengadilan, dengan harapan
mendapat keadilan.26

Dalam contoh penafsiran Mahmud Yunus di atas, ia memasukkan peribahasa


umum yaitu "mulutmu harimaumu", yang bermakna bahwa keselamatan dan harga diri
seseorang tergantung pada perkataan yang diucapkannya sendiri, atau tajamnya kata-
kata yang diungkapkan dapat merugikan diri sendiri. Penggunaan peribahasa umum ini
bertujuan untuk memasukkan perspektif budaya Indonesia dalam penafsirannya, dengan
tujuan untuk membentuk generasi yang lebih berintelektual dalam memahami ayat-ayat
dan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam
sepanjang masa.

26
Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur‟an al-Karim , h. 138-139.
15
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Tafsir Al-Qur‟an al-Karim karya Mahmud Yunus dapat dianggap sebagai tafsir
yang memiliki ciri akademik karena mencakup banyak sisi akademis yang dijelaskan
dalam penafsirannya. Terlihat dengan jelas adanya aspek-aspek akademis ini dalam pola
penafsiran yang digunakan. Baik corak ilmiah, corak sosial, maupun corak intelektual
menjadi tampak dalam tafsir ini. Tiga corak inilah yang memberikan nuansa akademis
pada tafsir Mahmud Yunus. Corak ilmiah dalam penafsirannya terlihat dari keterkaitan
yang dijelaskan antara bagian yang ditafsirkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang
sedang berkembang. Ini mengindikasikan bahwa penafsiran Mahmud Yunus
menekankan hubungan yang erat antara Al-Qur‟an dan perkembangan ilmu
pengetahuan serta teknologi. Sementara corak sosial dan corak intelektual tercermin
dalam penggunaan unsur ungkapan umum atau bahasa, serta pengakuan tradisi, adat,
dan fenomena sosial budaya masyarakat Indonesia dalam penafsirannya.

B. Saran

Penulis menyadari banyaknya kekurangan pada penulisan makalah ini, baik dari
segi penetahuan, referensi dan kekurangan dalam menganalisis. Penulis harap agar
pembaca dapat mengkaji lebih dalam terkait isi makalah ini dengan referensi yang
relevan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Rouf, Abdul. Mozaik Tafsir Indonesia. Depok: Sahifa Publishing, 2020.

Rina, Malta. Pemikiran dan Karya-Karya Prof. Dr. H. Mahmud Yunus tentang
Pendidikan Islam (1920-1982). Padang: Ilmu Sejarah Pascasarjana UNAND,
2011.

Mohammad, Herry dkk. Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta:
Gema Insani, 2008.

Abdullah, M. (2009). Khazanah Tafsir di Malaysia. Bentong, Pahang: Book Pro


Publishing Services.

Ahmad, Khader dkk. “Ketokohan Mahmud Yunus dalam Bidang Tafsir Al Qur‟an:
Kajian terhadap Kitab Tafsir Quran Karim. ” The 2nd Annual International
Qur‟anic Conference , Centre of Quranic Research (CQR), 2012: 195-211. Asra,

Amaruddin dan M. Amursid. “Studi Tafsir al-Qur‟an al-Karim Karya Mahmud Yunus.”
Jurnal Syahadah 3, no. 2, (2015)

Nurus Syarifah, “Tafsir akademik karya mahmud yunus corak ilmiah, sosial, dan
intelektual dalam tafsir al-quran al-karim”. Jurnal At-Tibyan: Jurnal Ilmu
Alqur‟an dan Tafsir, (2020)

Matsna Afwi Nadia, Epistemologi Tafsir Quran Karim Karya Mahmud Yunus, Jurnal
studi Al-Qur‟an, No.2,April 2023

17

Anda mungkin juga menyukai