Anda di halaman 1dari 7

58

•/Z [ ,, Volume 42 Nomor 1, Pebruari 2017 Halaman 58-64 e - ISSN 2355-3545

UJI KETAHANAN HIDUP IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)


DENGAN TEKNIK IMOTILISASI SUHU RENDAH DALAM TRANSPORTASI
SISTEM KERING

(Survival Test of Tiger Grouper (Epinephelus fuscoguttatus) with Low Temperature Immotilitation
Technique in Dry Transport System)

Eny Heriyati, dan Kasman


Program Studi Ilmu Kelautan, Stiper Kutai Timur
Jl. Soekarno Hatta No.1 Sangata, Kutai Timur, Kalimantan Timur, Indonesia 75387
Email : enystiper70@gmail.com

ABSTRACT
Research aimed to determine survival of tiger grouper (Epinephelus fuscoguttatus) in dry
transportation system. The research was conducted at Beach Fish Center of Tanjung Laut Indah
bontang southern districts - East Kalimantan. Testing animals is a tiger grouper (Epinephelus
fuscoguttatus) amounted 12 fishes an average weight ranging 350 - 400 grams, which is the test
animals are included in consumption level and ready to be marketed. The research method uses
descriptive data analysis, with 3 treatments i.e. each treatment consisting 4 groupers fish and each
one transported 6, 10, and 14 hours. Each treatment is packaged in same Styrofoam with sawdust and
ice cube material content that has been wrapped in newspaper and plastic. Before packing the fish
beforehand was adapted for ± 24 hours and immotilitation the fish that have been ready directly using
temperature 15°C for 15 minutes and fish ready to be packed in styrofoam with temperature 15°C.
Obtained result from all treatments for 6 hours transportation produce survival rate (SR) level 75%,
10 hours 50%, and 14 hours 25%.

Keywords: Tiger Grouper, Sawdust and Dry Transportation Systems

PENDAHULUAN hal yang baru dan belum berkembang di


masyarakat. Teknik ini perlu dikembangkan
Salah satu bentuk transportasi ikan hidup
terutama untuk tujuan ekspor karena dapat
yang paling populer dan sederhana di
mengurangi berat dan biaya pengiriman.
Indonesia adalah cara pengangkutan ikan
faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
hidup dengan menggunakan media air (sistem
transportasi ikan hidup tanpa media adalah
basah). Tujuan kegiatan yang bersifat
jenis media pengemas, perlakuan ikan sebelum
tradisional ini pada mulanya untuk
dikemas (imotilisasi atau hibernasi), suhu
mendukung kegiatan budidaya dalam
media selama pengangkutan dan kemungkinan
pendistribusian benih ikan. Namun, dalam
penggunaan anti metabolit (zat anestesi).
perkembangannya telah meluas untuk tujuan
Metode pemingsanan menggunakan
distribusi ikan konsumsi, misalnya ikan laut
penurunan suhu menjadi salah satu pilihan
(kakap dan baronang), ikan air tawar (gurame,
yang aman karena tidak mengandung residu
lele, nila) dan sebagainya.
kimia di dalamnya.
Sistem transportasi lainnya yaitu
Keberhasilan transportasi dapat ditentukan
transportasi tanpa media air (sistem kering).
oleh kualitas kemasan yang digunakan.
Saat ini transportasi ikan hidup sistem kering
Kemasan berfungsi sebagai wadah, pelindung,
semakin berkembang terutama untuk
penunjang cara penyimpanan dan transportasi
crustacea, tetapi untuk ikan masih merupakan
59
•/Z [ ,, Volume 42 Nomor 1, Pebruari 2017 Halaman 58-64 e - ISSN 2355-3545

serta sebagai alat persaingan dalam hidup dengan waktu pengangkutan yang reatif
pemasaran. Bahan pengisi seperti serbuk cukup lama serta tidak membutuhkan wadah
gergaji, serutan kayu, kertas koran, busa, dan yang besar dan biaya yang cukup terjangkau
lain sebagainya berfungsi sebagai penahan sehingga pengangkutan sistem kering dipilih
ikan hidup agar tidak bergeser dalam kemasan, dalam penelitian ini. Penelitian bertujuan
menjaga suhu kemasan tetap rendah, dan ikan untuk mengetahui tingkat kelususan hidup
tidak imotil, serta memberikan lingkungan Ikan Kerapu Macan atau Survival Rate (SR)
dalam kemasan yang memadai untuk dengan imotilisasi suhu rendah dalam
kelangsungan hidup ikan. Salah satu jenis ikan transportasi sistem kering menggunakan
yang potensial untuk dipasarkan dalam waktu 6, 10, dan 14 jam
keadaan hidup adalah ikan Kerapu. Cara yang
biasa dilakukan dalam pengangkutan ikan METODE PENELITIAN
Kerapu hidup adalah dengan sistem basah. Penelitian dilaksanakan pada tanggal
Cara ini untuk keperluan jarak dekat atau 30 Mei sampai 02 Juni 2015, bertempat di
waktu dekat dan kurang aktip jika digunakan Balai Benih Ikan Pantai Tanjung Laut Indah
untuk jarak jauh, karena dibutuhkan tempat Kecamatan Bontang Selatan, Bontang ±
yang lebih besar sehingga menjadi berat. Kalimantan Timur.
Transportasi ikan hidup sistem kering dapat
menjadi pilihan untuk distribusi ikan kerapu

Alat dan Bahan


Tabel 1. Alat penelitian
No. Alat Jumlah Kegunaan
1. Bak 1 Wadah Ikan / Sampel
2. Styrofoam 3 Wadah Ikan / Sampel
3. Thermometer (manual) 1 Pengukur Suhu
4. Timbangan 1 Menimbang Bobot Ikan
5. Aerator 3 Suplai Oksigen

Bahan yang digunakan ikan Kerapu selama 18- 24 jam sebelum digunakan dalam
Macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang penelitian.
diambil dari nelayan dalam keadaan hidup Prosedur kerja yang dilakukan adalah
sebanyak 12 ekor, sehat dan normal (tidak Styrofoam diisi air laut 30-40 % dari tinggi
cacat), dengan ukuran siap panen atau 350-450 styrofoam, dan diberi hancuran es untuk
gram per ekor.Styrofoam (3 buah) yang mengatur suhu air bak sekitar 25-27 oC.
berukuran sedang ( 42 x 31 x 30 cm ). dan Setelah Ikan sampai dilakukan pengadaptasian
untuk media pendingin yang digunakan adalah selama 24 jam di bak pemeliharaan yang
serbuk gergaji yang berasal dari campuran dilengkapi dengan aerasi tinggi dengan tujuan
kayu Meranti yang diperoleh dari pengrajin ikan tidak stress dan sehat bugar sebelum
kayu di daerah Sangatta serta Es Batu, dan diamati. Pembiusan dengan menggunakan
Koran. suhu15 oC, waktu pembiusan 15 menit, dan
suhu penyimpanan 15 oC (Karnila, 2001).
Prosedur Kerja Dilakukan uji transportasi 6, 10, dan 14 jam.
Sebelum penelitian dilaksanakan, Pengemasan dilakukan yaitu dalam
terlebih dahulu dilakukan pengambilan dan dasar kemasan kotak Styrofoam dimasukkan
persiapan ikan sehat dan aktif kembali setelah hancuran es (0,5-1 kg) yang dibungkus
penampungan 1-2 hari, ikan dipuasakan kantong plastik kemudian ditutup dengan
60
•/Z [ ,, Volume 42 Nomor 1, Pebruari 2017 Halaman 58-64 e - ISSN 2355-3545

kertas koran, seperti alur pada Gambar 1. Di Kelangsungan hidup ikan uji dari
atas kertas koran dihamparkan serbuk gergaji jumlah seluruh organisme yang dipelihara
yang telah direndam dalam air dingin hingga dalam bak diperoleh dengan mengikuti rumus
suhunya mencapai 15ºC setebal 10 cm, Effendi (1979) dalam Aminah dkk. (2014):
kemudian kotak styrofoam ditutup rapat. SR = (Nt/No) x 100%
SR = Kelangsungan hidup hewan Uji (%).
Analisis Data Nt = Jumlah ikan uji pada akhir penelitian
Analisis data diperlukan untuk (ekor).
mendapatkan kesimpulan dari percobaan yang No = Jumlah ikan uji pada awal penelitian
dilakukan. Pada penelitian ini data yang (ekor).
diperoleh selama percobaan meliputi respon
ikan dan Survival Rate (SR) dari Uji ketahanan HASIL DAN PEMBAHASAN
hidup ikan kerapu macan (epinephelus Berdasarkan hasil pengamatan selama
fuscoguttatus) dengan teknik imotilisasi suhu penelitian diperoleh data daya tahan kerapu
rendah dalam transportasi sistem kering macan seperti tersaji pada Tabel 2 berikut :
menggunakan media serbuk gergaji kayu
diolah secara deskriptif.

Tabel 2. Daya tahan ikan kerapu macan setelah ditransportasikan


Waktu Jumlah Sampel Hidup Mati Keterangan
06 jam 4 ekor 3 ekor 1 ekor Pulih sehat dan tetap hidup
10 jam 4 ekor 2 ekor 2 ekor Sadar dan tidak bertahan lama
14 jam 4 ekor 1 ekor 3 ekor Sadar dan tidak bertahan lama

Transportasi ikan hidup tanpa media mengemas biota hidup tanpa media air dapat
air merupakan sistem pengangkutan ikan berupa styrofoam sedangkan bahan yang
hidup dengan media pengangkutan bukan air. digunakan yaitu serbuk gergaji dingin, kertas
Karena tidak menggunakan air, ikan dibuat koran, dan hancuran es yang dibungkus
dalam kondisi tenang atau akifitas respirasi plastik.
dan metabolismenya rendah. Sistem Pada percobaan sebelumnya dilakukan
transportasi kering menerapkan prinsip pembiusan langsung untuk ikan Kerapu
mengkondisikan biota akuatik dalam keadaan Macan pada suhu 15oC selama 15 menit yang
metabolisme dan respirasi rendah sehingga kemudian dilakukan percoba untuk
daya tahan diluar habitat hidupnya tinggi. transportasi ikan Kerapu Macan di dalam
Biota akuatik dikondisikan dalam keadaan media serbuk gergaji dingin. Uji ketahanan ini
terbius sebelum dilakukan pengemasan dilakukan selama 06, 10, dan 14 jam,
(Berka, 1986). Menurut Suwandi et al. (2008), kemudian diamati tingkat kelulusan hidupnya
media yang digunakan untuk penyimpanan yang hasilnya seperti disajikan pada grafik
pada tansportasi tanpa media air yaitu media Gambar 2.
kemasan. Alat yang digunakan untuk
61
•/Z [ ,, Volume 42 Nomor 1, Pebruari 2017 Halaman 58-64 e - ISSN 2355-3545

Gambar 2. Survival Rate (Kelangsungan Hidup) Ikan Kerapu Macan

Utomo (2001), menyatakan pada saat 377 gr dan untuk pengemasan 10 jam berkisar
ikan dipinsankan dan disimpan dalam 382 gr, setelah percobaan menjadi 380 gr,
kemasan tanpa air, katup insangnya masih sedangkan untuk pengemasan 14 jam berkisar
mengandung air sehingga oksigen masih 401 gr, setelah percobaan menjadi 398 gr dan
dapat diserap walaupun sangat sedikit. Selain ini semua menandakan bobot tubuh ikan tidak
itu Sufianto (2008) menyatakan proses berkurang secara drastis yang mana dari hasil
pertukaran gas secara difusi dapat terjadi di timbangan yang ada menunjukkan
dalam media lingkungan dingin dan lembab pengurangan bobot tubuh ikan rata ± rata
yang bukan air dan memungkinkan hanya berkurang 1 ± 3 gr dari bobotnya
memberikan suasana lembab dan basah di sebelum dilakukannya percobaan.
daerah sekitar insang sehingga titik ± titik air Berkurangnya bobot tubuh ikan tidak lain
yang menempel pada insang menjadi media karena berkurangnya kandungan air pada
pertukaran gas secara difusi dengan tubuh ikan yang terlihat dari tubuh ikan yang
lingkungan sekitar. Dari hasil itu semua dapat menyusut dan ukurannya berbeda dari ukuran
disimpulkan bahwa uji ketahanan ikan Kerapu normalnya secara kasat mata.
Macan untuk transportasi 6 jam menghasilkan Suhu merupakan faktor yang sangat
tingkat kelulusan hidup yang paling baik yaitu berpengaruh terhadap tingkat kelulusan ikan
75 % sedangkan untuk transportasi 10 dan 14 dalam melakukan pengiriman dengan sistem
jam yaitu 50 % dan 25 % dan dari hasil kering, sehingga perlu dilakukannya kajian
penimbangan bobot tubuh ikan menunjukkan terhadap pengaruh suhu dalam pengiriman
hasil yang cukup baik yaitu meskipun sistem kering dan untuk mengetahui pengaruh
terjadinya penurunan bobot tubuh ikan tetapi suhu pembiusan terhadap aktifitas dan
tidak turun secara drastis yaitu dari rata ± rata kelulusan hidup ikan kerapu macan di luar
bobot ikan kerapu untuk pengemasan 6 jam habitatnya, suhu pembiusan 15°C telah
berkisar 378 gr, setelah percobaan menjadi dilakukan sebagaimana terlihat pada Tabel 3.
62
•/Z [ ,, Volume 42 Nomor 1, Pebruari 2017 Halaman 58-64 e - ISSN 2355-3545

Tabel 3. Respon ikan terhadap suhu pembiusan dan penyimpanan (15°C) setelah transportasi (saat
pembongkaran) dan saat penyadaran.

Suhu Jumlah Ikan Saat


Kondisi Ikan Setelah Transportasi (saat
Pembiusan Lama Penyadaran
Pembongkaran)
dan Transportasi (menit)
Penyimpanan (Jam)
(*) Waktu
Posisi Pergerakan Respon 0' 15' 30'
Diangkat
Meronta
06 Berubah Ada (sedikit) lemah 25% 50% 75%
Lemah
Tidak
150C 10 Berubah Ada (sedikit) Tidak ada 25% 0% 0%
Meronta
Tidak
14 Berubah Ada (sedikit) Tidak ada 25% 0% 0%
Meronta

Transportasi 6 jam dan dilakukan dan juga roboh tanpa gerakan sama sekali.
pembongkaran sebagian besar ikan telah Pada menit ke - 15 sampai 30 seluruh ikan
berubah posisi karena respon masih ada sudah tidak memperlihatkan adanya tanda-
walaupun lemah. Pada saat dimasukkan ke tanda hidup. Pada pembiusan langsung suhu
dalam air untuk proses penyadaran, 25% (1 15° C selama 15 menit kondisi ikan setelah
ekor) ikan langsung tegak dengan lemah dan terbius sudah melewati fase panik dan tidak
berenang dengan perlahan-lahan , sedangkan meronta saat dilakukan pengemasan, sehingga
sebagian yang lain roboh dengan gerakan proses pengemasan sangat mudah dilakukan,
insang dan sirip - sirip tidak teratur, namun ada sedangkan posisi ikan sudah roboh dan tenang.
juga yang roboh tanpa gerakan sama sekali. Dari hasil percobaan pengaruh suhu
Pada menit ke - 15 ikan yang sudah tegak pembiusan ini, tampak bahwa suhu 15° C telah
kokoh, aktif, responsif dan gesit sekitar 50% (2 berhasil menghantarkan ikan melewati fase
ekor). Secara umum pada menit ke - 30 ikan panik yaitu ikan dikondisikan dalam keadaan
sudah normal seperti semula dan meronta metabolisme dan respirasi rendah sehingga
lemah pada saat diangkat yaitu 75 % (3 ekor). daya tahan di luar habitat hidupnya tinggi
Untuk 25% (1 ekor) ikan masih roboh dan (Karnila dan Edison, 2001). Fase ini dianggap
tidak bergerak serta tidak memperlihatkan kritis karena ikan dalam keadaan tidak stabil
adanya tanda-tanda hidup. sehingga dikhawatirkan kondisinya tidak
Transportasi 10 jam dan 14 jam pada cukup baik untuk hidup di luar air habitatnya (
saat dilakukan pembongkaran sebagian besar Soekarto dan Wibowo, 1993). Dari dasar
ikan telah berubah posisi meskipun respon pertimbangan ini maka suhu 15° C baik untuk
sudah tidak ada. Untuk pergerakan masi ada digunakan sebagai suhu pembiusan dan
(sedikit) namun tidak meronta pada saat Karnila (2001) menyatakan bahwa suhu 15° C
diangkat. Pada saat dimasukkan ke dalam air dan 12° C lebih baik dari 18° C untuk
untuk proses penyadaran, sekitar 25% (1 ekor) digunakan sebagai suhu pembiusan, tetapi bila
ikan memberikan respon dengan lemah seperti dibandingkan antara suhu 15° C dan suhu 12°
menggerakkan sirip dan bernafas dengan C maka suhu 15° C lebih baik karena tubuh
lemah serta berenang secara tidak teratur , ikan masih normal sedangkan suhu 12° C
sedangkan sebagian yang lain roboh dengan menyebabkan tubuh ikan menjadi keras dan
gerakan insang dan sirip - sirip tidak teratur, kaku karena kedinginan sehingga
63
•/Z [ ,, Volume 42 Nomor 1, Pebruari 2017 Halaman 58-64 e - ISSN 2355-3545

menyebabkan banyak ikan yang menjadi mati. bahan pengisi terhadap tingkat
Hal ini membuat ikan sudah dalam keadaan kelulusan hidup ikan mas (cyrinus
tenang dan mempunyai tingkat metabolisme carpio) [skripsi] :Departemen
dan respirasi yang rendah, sehingga Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas
diharapkan memiliki ketahanan hidup di luar Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
habitatnya lebih tinggi (Berka, 1986; Basyarie, Pertanian Bogor
1990; dan Praseno, 1990).
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan.
KESIMPULAN Jakarta: Penebar Swadaya.
Teknik pembiusan dengan penurunan
Karnila dan Edison.2001.Pengaruh Suhu dan
suhu secara langsung yaitu 15° C dan
Waktu Pembiusan Bertahap terhadap
dipertahankan selama 15 menit dengan suhu
Ketahanan Hidup Ikan Jambal Siam
penyimpanan 15° C menghasilkan tingkat
(Pangasius Sutchi F) dalam
kelulusan hidup 75% selama 06 jam, 50%
Transportasi Sistem Kering. (jurnal).
selama 10 jam, dan 25% selama 14 jam dalam
http://e-jurnal.perpustakaan.ipb.ac.id.
transportasi sistem kering.
(29 Mei 2010)
Perlu diperhatikan faktor kebugaran
dan kesehatan Ikan Kerapu Macan (E.
Praseno, O. 1990. Cara pengiriman atau
fuscoguttatus) yang akan ditransportasikan
transportasi ikan dalam keadaan hidup.
dengan sistem kering karena sangat
Makalah pada Pertemuan Aplikasi
berpengaruh terhadap ketahanan, kelulusan
hidup dan keberhasilan proses transportasi Paket Teknologi (Temu Taga) Badan
Penelitian dan Pengembangan
tersebut serta dibutuhkan penelitian lebih
Pertanian, Bogor, 24-31 Oktober 1990.
lanjut untuk mencari suhu pembiusan dan
penyimpanan yang lebih tepat untuk Ikan
Sufianto. B. 2008. Uji Transportasi Ikan
Kerapu Macan (E. fuscoguttatus) sehingga
Maskoki (Carassius Auratus Linnaeus)
menghasilkan tingkat kelulusan hidup yang
Hidup Sistem Kering Dengan Perlakuan
lebih tinggi serta uji coba di lapangan untuk
Suhu Dan Penurunan Konsentrasi
menghasilkan paket teknologi penanganan
Oksigen. (tesis). Depatemen Teknologi
dalam transportasi komoditi perikanan hidup
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
untuk tujuan ekspor, yang dapat diterapkan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
oleh industri pengolahan hasil perikanan.
Suryaningrum ThD, Utomo BSB, Wibowo S.
DAFTAR PUSTAKA
2005.Teknologi Penanganan dan
Basyarie, A. 1990. Transportasi ikan hidup. Transportasi Krustasea Hidup. Jakarta:
Training Penangkapan. Aklimatisasi Pusat Riset Pengolahan Produk dan
dan Transportasi Ikan Hias Laut. Sosial Ekonomi Kelautan dan
Jakarta, 4-18 Desember 1990. Perikanan, Badan Riset Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Kelautan dan
Berka. 1986. The transport of live fish A Perikanan.
review. (EIFAC Technical Paper 48).
Food and Agriclture Organization Of Tidwell H. James ,Shawn D. Coyle, Robert M.
The United Nations. http://www.fao.org Durborow. 2004. Anesthetics in
(29 Mei 2010) Aquaculture. SRAC Publication No.
3900
Jailani.2000. Mempelajari pengaruh
penggunaan pelepah pisang sebagai
64
•/Z [ ,, Volume 42 Nomor 1, Pebruari 2017 Halaman 58-64 e - ISSN 2355-3545

Utomo, B. S. B., Suryaningrum, T. D., Sari A., Wibowo, S. 1993. Sumberdaya dan
dan Wibowo, S. 1998. Intisari transportasi lobster hidup untuk
Penelitian Perikanan Laut. Balai ekspor. Laporan Hasil Penelitian.
Penelitian Perikanan Laut. Slipi. Badan Penelitian dan
Jakarta. Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai