BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tentang keragaman agama, hingga saat ini ada enam agama besar yang
dianut oleh masyarakat yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan
Khonghucu. Keragaman agama ini tidak hanya menjadi kekayaan bangsa tetapi
dapat menjadi potensi konflik antarmasyarakat. Kecenderungan terjadinya konflik
antarumat beragama memang seringkali terjadi karena perbedaan pandangan
dalam ajaran agama itu sendiri. Namun, lebih sering terjadi konflik antar umat
beragama diakibatkan oleh kondisi sosial-ekonomi dan politik (Widyawati,
2014:29). Hal ini perlu menjadi perhatian bangsa ini, karena jika persoalan konflik
antarumat beragama, maka jati diri bangsa ini juga makin terkikis.
agama adalah orang-orang yang intoleran dan menjadi provokator, maka bangsa
ini akan runtuh karena konflik antaragama yang berkepanjangan.
Stipar Ende adalah salah satu dari sekian banyak perguruan tinggi yang
berada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dan berkoordinasi
Kementerian Agama untuk pelaksanaan pendidikan. Hadir berada di wilayah
NTT, Stipar Ende hadir di tengah masyarakat yang majemuk dan beragam agama.
Dari data BPS Propinsi NTT Tahun 2020, agama mayoritas adalah agama Katolik
dengan 52, 45 %, menyusul Kristen Protestan, 39, 26%, Islam, 8,09%, Hindhu
0,19% dan Budha 0,01%. Di Ende sendiri, agama mayoritas adalah agama
Kaholik dengan 77,30%, Kristen Protestan 2,24%, Islam 20,39%, dan Hindhu
0,07%.
Stipar Ende adalah singkatan dari Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa
Ende. Sejak didirikannya, Stipar Ende bertujuan untuk menghasilkan guru-guru
agama Katolik untuk kemajuan iman Katolik dan kemajuan bangsa. Visi Prodi
Pendidikan Keagamaan Katolik adalah menjadi Program Studi yang unggul dan
kompetitif dalam menghasilkan Guru Profesional dan Rasul Awam yang beriman
teguh, pancasilais, serta menghayati etos kerja pada tahun 2025. Profil Lulusan
utama adalah menjadi pendidik PAK yang beriman teguh, berkepribadian,
berpengetahuan, dan inovatif dalam menerapkan teori-teori PAK di Sekolah Dasar
dan Sekolah Menengah. Profil lulusan lainnya adalah Penyuluh Agama yaitu
menjadi penyuluh agama Katolik yang kreatif, inovatif, dan memiliki ethos kerja.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Asumsi Penelitian
G. Definisi Istilah
BAB II
KAJIAN TEORI
B. KARAKTER TOLERANSI
1. Karakter
Karakter merupakan sikap yang dimiliki oleh seseorang atau ciri khas
seseorang. Mahasiswa yang memiliki karakter kuat diharapkan mampu
mempertahankan kepribadian dan kemampuan tersebut di lingkungannya,
sehingga mahasiswa dapat berkembang dan memiliki kepribadian yang baik.
Pandangan dari beberapa ahli diantaranya adalah Wibowo (2012:34) mengatakan
bahwa: “suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan. Karakter menurut Licona
(2013:28) yaitu “ukuran utama dari seorang individu dan juga ukuran utama dari
10
2. Toleransi
Secara etimologis, toleransi berasal dari kata benda bahasa Latin yaitu
tolerantia. Tolerantia ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa bahasa
Inggris tolerance yang artinya dengan sabar membiarkan sesuatu. Kata benda
tolerantia ini kemudia diterjemahkan menjadi kelonggaran, kelembutan hati,
keringanan dan kesabaran. Kata Toleransi ini kemudian diperluas maknanya
menjadi sikap untuk memberikan hak sepenuhnya kepada orang lain agar
menyampaikan pendapatnya, sekalipun pendapatnya salah dan berbeda (Fauzi,
2019: 11).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi yang berasal dari kata
“toleran” berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan,
11
a. Mukti Ali. Toleransi berasal dari bahasa Latin tolerare yang berarti
menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berpendapat
berbeda, berhati lapang dan tenggang rasa terhdap yang berlainan
pandangan, keyakinan dan agama (Ali, 2006: 87).
b. Baidh. Toleransi adalah kesiapan dan kemampuan batin untuk kerasan
(Jawa) bersama orang lain yang berbeda secara hakiki meskipun terdapat
konflik dengan pemahaman anda tentang apa yang baik dan jalan hidup
yang layak (Baidhawi, 2005: 79).
c. Heiler. Toleransi yang diwujudkan dalam kata dan perbuatan harus
dijadikan sikap menghadapi pluralitas agama yang dilandasi dengan
kesadaran ilmiah dan harus dilakukan dalam hubungan kerja sama yang
bersahabat dengan antar pemeluk agama.
d. Djohan Efendi. Toleransi adalah sebagai sikap menghargai terhadap
kemajemukan. Dengan kata lain sikap ini bukan saja untuk mengakui
eksistensi dan hak-hak orang lain, bahkan lebih dari itu, terlibat dalam
usaha mengetahui dan memahami adanya kemajemukan (Dinata, 2012:
88).
12
3. Toleransi Beragama
11-12).
meningkat.
14
tanpa ada pembedaan yang menyakiti atau menindas pihak lain, maka
umat beragama.
Toleransi beragama merupakan sikap dasar yang perlu dimiliki bangsa ini
untuk menjadi bangsa yang maju dan beradab. Perbedaan agama bukanlah
Kriteria yang digunakan untuk mengukur dan menilai sikap toleran, seperti
terbuka dalam mempelajari tentang keyakinan dan pandangan orang lain,
menunjukkan sikap positif untuk menerima sesuatu yang baru,
mengakomodasinya adanya keberagaman suku, ras, agama, budaya,
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dan mendengarkan pandangan orang
lain dengan penuh hormat, dan menunjukkan keinginan kuat untuk
mempelajari sesuatu dari orang lain.
Sesuai dengan maksud penelitian ini, indikator toleransi dapat berupa:
Menurut bahasanya kata contextual berasal dari bahasa latin yang artinya
mengikuti keadaan, situasi dan kejadian (Echols & Shadily, 1997:143). Adapun
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat
adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik melihat
konteks terjadi ketika peserta didik menerapkan dan mengalami apa yang
diajarkan dengan mengacu pada masalah riil yang berasosiasi dengan peranan
17
dan tanggung jawab sebagai anggota keluarga, masyarakat, siswa, dan selaku
pekerja.
secara pasif, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi
kuliah.
2. Pendekatan Inter-Religius
Pendidikan sebagai proses timbal balik dari setiap pribadi manusia dalam
penyesuaian dirinya dengan masyarakat, dengan teman, dan dengan alam semesta
(Suripto, 2017). Berdasarkan aspek-aspek kognitif, afektif, dan sikap (attitude)
dalam pendidikan keagamaan, Mohamad Yusuf dan Carl Sterkens membedakan
22
kesempatan, dan materi yang terbatas. Dalam keadaan seperti ini yang terjadi
hanya desak-desakan, saling dorong, bahkan injak-injakan yang fatal. Malapraktik
yang kuat yang menang akan berulang dengan sendirinya dalam situasi serba
seragam dan serentak.
realita dan pemahaman akan kebenaran. Pertanyaan dan jawaban umum di antara
agama-agama tertentu diyakini dapat memperkaya masing-masing tradisi.
Kelayakan menyatakan layak sebagai hal patut, wajar atau sudah pantas.
Kelayakan suatu obyek akan terbentuk jika telah memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan. Kriteria tersebut digunakan sebegai pembanding. Kelayakan adalah
hal yang pantas dan patut untuk digunakan setelah dilakukan perbandingan
sebelumnya dengan kriteria yang telah ditentukan.
lainnya (Van den Akker, 1999). Nieven 1999 menjelaskan 2 jenis validitas produk
yang dikembangkan yaitu validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi
menunjukkan bahwa produk yang dikembangkan hendaknya didasari oleh
kurikulum yang relevan dengan teori- teori yang mengandung kebaruan.
Sedangkan validitas konstruk yaitu dapat menunjukkan tahapan-tahapan yang
relevan dan saling terkait.
F. Kerangka Berpikir
G. Hipotesis
Rumusan Masalah 1:
Rumusan Masalah 2:
Ha: Ada peningkatan karakter toleransi pada mahasiswa Stipar Ende yang
menggunakan Model Contextual Learning dengan Pendekatan Inter-
Religius
Ho: Tidak ada peningkatan karakter toleransi pada mahasiswa Stipar Ende
yang menggunakan Model Contextual Learning dengan Pendekatan
Inter-Religius
Rumusan Masalah 3:
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
5) Mengembangkaninstrumen penilaian.
9) Melakukan revisi.
1. Variabel penelitian
b. Pendekatan Inter-religius
c. Karakter Toleransi
C. Prosedur Penelitian
1. Tahap Pendahuluan;
2. Tahap Pengembangan;
1) Tahap pendahuluan
2) Tahap pengembangan
(3) Menyusun butir soal. Setiap butir tes harus mengacu pada
tujuan pembelajaran yang dikembangkan. Hal ini penting
dilakukan agar dapat memenuhi unsur validitas isi dari setiap
butir soal yang dikembangkan.
(4). Merakit butir soal. Butir soal yang sudah selesai kemudian
dikelompokkan lalu diberi nomor urut pada setiap soal.
Penomoran dimulai dari nomor 1 sampai selesai.
(8). Hasil validasi dari ahli kemudian dilakukan revisi pada setiap
butir tes sesuai saran dan masukan ahli.
(5). Menyusun draft bahan ajar (Judul, CP, CPMK dan bahan
ajar).
• Melakukan revisi.
(3) Uji coba lapangan (field trial). Ini merupakan tahap akhir
dalam uji produk model yang dikembangkan. Tahap ini
bertujuan untuk mengetahui efektif tidaknya produk yang
46
f) Melaksanakan posttest.
D. Subjek Penelitian
O1 X O2
Keterangan:
2. Instrumen Penelitian
Lembar tes ini berisi soal uraian yang tujuannya adalah untuk
mengetahui karakter toleransi mahasiswa pada saat pretest dan posttest.
Lembar tes karakter toleransi berisi soal uraian yang didalamnya terdapat
permasalahan, kemudian mahasiswa mengidentifikasi masalah sampai
memecahkannya. Lembar tes ini diberikan sebelum dan sesudah
perlakuan menggunakan model Contextual Learning dengan pendekatan
interreligius.
P= f x 100%
N
54
Keterangan:
f = frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N =Jumlah frekuensi/banyaknya individu
p = angka persentase
(Sugiono, 2008)
2: Tidak setuju
3: Setuju
55
4: Sangat setuju
(Borich, 1994)
Keterangan:
Skor Kategori
Keterangan
n-gain = gain ternormalisasi
Smaks = skor maksimum dari tes awal dan tes akhir
Spre = Skor pretest
Spost = Skor posttest
57
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Dick, W., Carey, L., & Carey,J.O. (2009). The Systematic Design of
Instruction. New Jersey: Pearson.
Widyawati, Nina. (2014). Etnisitas dan Agama Sebagai Isu Politik. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.