Anda di halaman 1dari 2

NASKAH CERITA BATU GOLOG

Di daerah Padamara, Nusa Tenggara Barat, tidak jauh dari Sungai Sawing, tinggalah Amaq

Lembain dan istrinya, Inaq Lembain. Mereka adalah keluarga miskin dengan dua orang anak.

Mereka bekerja sebagai buruh tani. Setiap hari mereka berkeliling ke desa-desa untuk

menumbuk padi orang lain.

Setiap kali Inaq Lembain menumbuk padi, kedua anaknya selalu ikut dengannya. Pada suatu

ketika, Inag Lembain sedang sibuk menumbuk padi. Di dekat tempatnya bekerja, terdapat batu

ceper. Si anak kemudian didudukkan di atas batu ceper tersebut. Terjadi keajaiban, pada saat

Inaq Lembain menumbuk, batu ceper itu terangkat ke atas. Merasa ada sesuatu yang aneh, si

anak yang sulung menyeru ibunya.

“Bu… ibu, batu ini bergerak ke atas.” Kedua anak tersebut berseru kepada ibunya. Sementara si

ibu tidak sedikit pun berusaha menoleh.

“Bersabarlah anakku, tunggu sebentar. Lihat, masih banyak padi yang harus Ibu tumbuk.” Inaq

Lembain menjawab dengan tetap meneruskan pekerjaan menumbuk padi.

“Ibu… batu bergerak lagi dan kami semakin tinggi…” si anak kembali berteriak. Seperti tadi si

ibu tetap bekerja dan tidak menoleh ke arah kedua anaknya. Si anak kembali berteriak seiring

dengan terus meningginya mereka dari permukaan tanah. Entah berapa kali percakapan tersebut

terus berulang, tetapi tetap saja si ibu tidak mengacuhkan teriakan kedua anaknya.

Batu ceper itu terangkat makin tinggi melebihi pohon kelapa. Kedua anak tersebut terus berteriak

ketakutan dan menangis tersedu-sedu, tetapi Inaq Lembain tetap larut dalam kesibukannya

menumbuk dan menampi beras. Teriakan kedua anak itu semakin menjauh dan semakin

terdengar samar-samar. Akhirnya suara mereka sama sekali tidak kedengaran. Batu Golog itu

semakin tinggi hingga menjangkau awan. Setelah agak lama, barulah Inaq Lembain tersadar,

ternyata kedua anaknya telah tiada terbawa Batu Golog naik ke langit.

“Anak-anakku di mana kalian?” Inaq Lembain berteriak keras dan berusaha mencari kedua

anaknya yang sudah tidak nampak lagi di depan mata.

“Anak-anakku… jangan pergi… kembalilah kemari…!” Si ibu kembali berteriak memanggil

kedua anaknya.
“Tuhan kembalikan anak-anakku… Ampuni aku yang tidak mempedulikan teriakan mereka…

Tuhan tolonglah… Kembalikan anak-anakku… Huhuhuhu…”. Inaq Lembain menangis tersedu-

sedu sambil memohon pertolongan Sang Maha Kuasa.

Jeritan ibu yang kehilangan anaknya begitu memilukan. Inaq Lembain terus berdoa demi

keselamatan anaknya. Akhirnya, doa itu pun terkabul. Ia menerima sabuk ajaib yang dapat

membelah Batu Golog. Sekali kibas, batu itu terbelah menjadi tiga bagian. Batu pertama jatuh

dan menghunjam bumi, hingga menimbulkan getaran hebat. Tempat tersebut kemudian diberi

nama Desa Gembong. Ketika batu kedua jatuh, ada orang yang menyaksikan jatuhnya batu

tersebut. Tempat tersebut diberi nama Dasan Batu. Batu ketiga jatuh ke bumi menimbulkan suara

gemuruh yang menakutkan, sehingga tempat tersebut diberi nama Montong Teker.

Kedua anak Inaq Lembain tiba-tiba berubah menjadi dua ekor burung. Si kakak berubah menjadi

burung Kekuwo, sedangkan adiknya menjelma menjadi burung Kelik. Namun kedua burung

tersebut tidak mampu mengerami telurnya, karena mereka berasal dari jenis manusia.

Anda mungkin juga menyukai