Lombok
Tari Rudat asal Lombok
Sampai kini, tidak diketahui secara pasti, asal-usul tari rudat dan siapa
penciptanya. Sebagian berpendapat, tari rudat merupakan perkembangan
dari zikir saman dan burdah, yaitu zikir yang disertai gerakan pencak silat.
Zikir saman itu terdiri dari tiga tahapan. Pertama, menceritakan masalah
haji. Kedua, melakukan gerakan mirip askar (tentara). Gerakan ketiga,
ungkapan kegembiraan. Dalam tari rudat, yang biasa dipakai hanya
tahapan kedua.
Konon, tarian ini berasal dari Turki yang masuk bersama penyebaran
agama Islam di Nusantara pada abad ke-15. Oleh karena itu, kostum tarian
ini banyak dipengaruhi pakaian serdadu Turki dan sangat kentara warna
Islamnya, terutama dalam lagu dan musiknya.
Secara terminologi, rudat berasal dari kata “raudhah” yang berarti taman
bunga. “Raudhah” juga digunakan untuk menyebut taman nabi yang
terletak di masjid Nabawi, Madinah. Jumlah pemain tari rudat dibatasi
jumlahnya, berkisar antara 12 sampai 24 orang, mulai dari penabuh
waditra, penari, dan penyanyi.
Dari segi kostum, tarian ini terbagi dalam dua bagian. Barisan depan
berjumlah empat orang memakai kostum lengkap dengan atributnya.
Berselempang, bertopi miring mirip perwira, dan berkacamata hitam.
Barisan belakang berjumlah 17 orang, berselempang merah menyala,
berkopiah hitam. Adapun komando atau pemimpin tari ini biasanya berada
di urutan paling depan, dengan memegang pedang.
Kemudian diiringi dengan melodi dan irama seperti lagu Melayu. Syairnya
berbahasa Arab, ada pula yang berbahasa Indonesia. Adapun alat-alat
musik yang digunakan di antaranya, rebana, jidur (rebana besar), trenteng
(drum kecil), dap, mandolin, dan biola.
Dari segi gerak, rudat menggunakan gerakan silat, namun unsur tenaga
tidak banyak mempengaruhi. Gerakan ini menunjukkan sikap waspada dan
siap siaga prajurit Islam tempo dulu.
Oleh karena itu, tarian ini banyak menggunakan gerakan tangan dan kaki.
Tangan diayun ke kanan kiri, mirip gelombang. Sesekali pemain juga
melakukan gerakan memukul, menendang, menangkis, dan memasang
kuda-kuda.
Rudat Banten
Seni rudat mulai ada dan berkembang di Banten pada masa pemerintahan
Sinuhun Kesultanan Banten II, Pangeran Surosowan Panembahan
Pakalangan Gede Maulana Yusuf (1570-1580 M).
Tidak banyak yang mengetahui seluk beluk tari rudat, karena hanya sedikit
sesepuh yang masih hidup sampai sekarang. Di samping itu, naskah yang
berisi sejarah rudat dan nilai-nilai filosofis rudat pun hanya dimiliki oleh
satu sampai dua orang. Salah satunya merupakan anak dari mendiang
pemilik naskah yang menjadi sesepuh di Banten.
Pasang surut Seni rudat Banten sangat erat kaitannya dengan sejarah
Kesultanan Banten. Saat kedatangan Belanda, Seni rudat malah terkubur.
Yakni pada masa kepemimpinan Sinuhun Kesultanan Banten IV, Pangeran
Panembahan Maulana Abdulmufakir Mahmudin Abdul Kadir (1596-1651
M).
Syair Rudat
Jika diresapi secara mendalam, syair rudat memiliki makna batin yang
kuat. Misalnya syair, “Ya Khayyu ya Qayyum, La khaula wa laa quwwata illa
billahi aliyyil adzim.” Syair ini memiliki arti bahwa tiada daya dan upaya
tanpa hidayah dan izin Allah.