Anda di halaman 1dari 27

ISTILAH & PENYEBUTAN

Hukum Perdata International (HPI) di Indonesia


oleh Prof. GOUW GIOK SIONG (Gautama)
dipergunakan istilah : Hukum Antar Tata
Hukum (HATAH), yaitu dimana beberapa
system hukum bertemu dengan posisi /
kedudukan yang sama (azas equality).

HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
Kuliah I
Dhoni Yusra, SH, MH

CABANG-CABANG DARI HATAH


HATAH Intern (pluralisme system hukum), terdiri dari: Masalah HPI timbul karena terdapat pluralisme HPI,
Hukum Antar Waktu (HAW)
dalam praktek ditemukan dalam Aturan Peralihan; dimana setiap Negara memiliki pengertian HPI
- Hukum Antar Tempat (HAT) masing-masing.
timbul karena adanya kekuasaan hukum adat;
Hukum Antar Golongan (HAG) Pertanyaannya adalag Apakah HPI hukum
Warisan Belanda, yaitu penggolongan beberapa system Hukum
terhadap penduduk di Indonesia, al: Gol Eropah, Timur Asing dan
Internasional atau hukum nasional? Silang pendapat
Bumiputera (Psl 131 IS jo 163), penggolongannya sudah dihapus, mengenai ini dimulai dari judul materinya (dispute
tetapi hukumnya belum dihapus. starts from the title of the page).
HATAH Ekstern, yaitu Hukum Perdata International
adanya unsur asing. HPI adalah hukum nasional, bukan International.
Keadaan dimana dua / lebih system hukum bertemu, sehingga harus Sumbernya hukumnya nasional. Hanya saja dalam
melakukan / memilih hukum mana yang berlaku, untuk itu perlu ada
prinsip persamarataan (equal), dimana system hukum yang bertemu HPI ada unsur asingnya (foreign element).
itu mempunyai kedudukan yang sama, tidak ada system hukum yang
lebih rendah atau lebih tinggi dari sistim hukum lainnya. Perkataan International pada HPI jangan dipandang
bahwa HPI bersumber dari hukum International.
Sifat Internationalnya adalah karena HPI mengatur
masalah keperdataan yang mengandung unsur asing.

Istilah lain dari bertemunya beberapa sistim hukum Jadi HPI merupakan Hukum Perdata (nasional) untuk
ini adalah Hukum Perselisihan (Conflictenrecht- Van hubungan-hubungan International.
Hasselt), Hukum Konflik (Conflict of law- Diccey- - sumber hukumnya hukum nasional;
Morris), Hukum Pertikaian (Collisierecht). - hubungannya, fakta-faktanya, materinya bersifat
Istilah-istilah ini kurang / tidak tepat, karena yang International.
- Azas nasionalistis : sumber dari HPI adalah hukum
terjadi bukanlah betrokan / tabrakan , namun suatu nasional.
pertautan stelsel-stelsel hukum dalam suatu masalah - Azas internationalistis : dari berbagai HPI ada satu HPI
keperdataan yang ada unsur asingnya. yang posisinya berada diatas dari system hukum yang ada
Istilah yang tepat adalah : Choice of law, bukan (Supranasional).
Conflict of law, karena HPI bertugas untuk - HPI merupakan hubungan antara orang (person) dengan
menghindari bentrokan, dan bertugas untuk orang dimana terdapat unsure-unsur asing.
mengambil salah satu stelsel hukum yang Contoh-contoh sumber hukum nasional:
diberlakukan dalam suatu permasalahan. 1. Pasal 57 UU No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan:
2. UUPMA No. 1 Tahun 1967;
HPI juga bukan konflik kedaulatan, karena hukum 3. Pasal 16, 17, 18 AB (Algemeine Bevalingen)
asing digunakan disebabkan hukum nasional
menginginkannya seperti itu, HPI bersumber dari
hukum nasional.

DEFINISI HPI
Pasal 16 AB mengatur :
status & kewenangan hukum /status persona; Van Brakel (Grond Slagen en Beginselen Van
Dalam pasal ini diatur prinsip nasionalitas, dimanapun Warga Nederlands International Privat Recht) : “Hukum
Negara Indonesia (WNI) berada, hukum nasional Indonesia
mengikutinya. Dalam hal ini Indonesia mengikuti Eropa Perdata Interntional adalah hukum nasional yang
Kontinental. (Anglo Saxon: yang berlaku prinsip domisili, dimana ditulis (diadakan) untuk hubungan-hubungan
hukum yang berlaku pada seorang WN didasarkan pada tempat
tinggalnya atau berlaku hukum dimana seseorang bertempat tinggal) International”
Pasal 17 AB mengatur :
benda bergerak & tidak bergerak; Graveson : Conflict of Law (HPI) adalah : “cabang
Dalam pasal ini diatur benda tidak bergerak tunduk pada hukum dari hukum Inggris” yang berhadapan dengan
dimana benda itu terletak (Azas Lex Rei Sitae). Sejak zaman Von
Savigny ada perubahan makna bahwa benda tak bergerak sama masalah-masalah yang fakta relevannya mempunyai
dengan benda bergerak. hubungan geografis dengan Negara asing, dan
Pasal 18 AB mengatur :
bentuk perbuatan hukum memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang
Dalam pasal ini diatur bahwa suatu perbuatan hukum tunduk pada penerapan hukum Inggris atau asing yang sesuai
hukum dimana perbuatan itu dilakukan (Locus Regim Actum). Jika
perkawinan, hanya syarat formalnya saja yang tunduk pada hukum untuk pemecahan masalah, atau seperti pada
dimana perbuatan itu dilakukan (Lex Loci Celebrationis)
pelanggaran yuridiksi oleh pengadilan Inggris atau
pengadilan asing.
OBJEK HPI
Prof. GOUW GIOK SIONG (S GAUTAMA) & Ruang lingkup kaedah-kaedah HPI di setiap
Schnitzer: Negara berbeda, hal ini menunjukkan juga
HPI bukanlah hukum international, tetapi bahwa HPI adalah hukum nasional.
hukum national. Di Indonesia HPI dan Hukum Di Inggris: HPI= (Confict of Laws) disamping
Antar Golongan (HAG) sangat erat mengatur hubungan antara orang Skot (sistim
hubungannya. hukum Scotlandia lebih condong pd hukum
Belanda) dengan orang Inggris, juga mencakup
Kesimpulannya kaedah-kaedah hukum antar agama;
Hukum Perdata Interntional, bukan sumber Di Amerika Serikat: HPI mencakup hubungan
hukumnya international, tetapi materinya (yaitu antara orang-orang dari Negara bagian yang
hubungan-hubungan /peristiwa-peristiwa yang berbeda (seperti Negara Bagian New York
merupakan objeknya) yang interntional. dengan Calipornia dsb), orang kulit putih dan
HPI adalah hukum yang mengatur hubungan antar orang negro, serta orang (WN) Amerika Serikat
individu dalam masyarakat yang didalam hubungan dengan orang Asing;
itu mengandung unsur asing;

Di Aljazair : kaedah-kaedah HPI berkisar pada Karena berdasarkan Pasal 131 I.S (Indische
perbedaan agama (Hanya orang Kristen dan Yahudi Staatregeling) penduduk Indonesia dibedakan
kedalam golongan-golongan penduduk: Eropah,
yg sabagai orang asing memperoleh perlindungan Timur Asing, dan Bumiputera, maka pada waktu lalu
hukum). Agamalah yang menjadi criteria seseorang dalam prakteknya orang-orang yang berasal dari
dianggap asing atau tidak; Eropah. Amerika, Jepang, Asia dan Afrika (sekarang
unsure Asing) tunduk kepada hukum Barat yang
Di Indonesia: HPI berkisar pada hubungan perdata berlaku di Indonesia. Hal ini menunjukan peristiwa
dengan unsur asing dalam hubungan–hubungan yang sesungguhnya HPI diubah menjadi HAG.
International, Hukum Antar Golongan (HAG) hanya HPI tidak semata-mata hukum perdata
berlangsung dalam suasana hukum international, Corak HPI dibeberapa Negara menunjukkan bahwa
karenanya maka: sejarah dan struktur ketatanegaraan suatu
masyarakat hukum sangat menentukan corak dan
HPI merupakan Hukum Antar Tata Hukum (HATAH)
luas lingkup kaedah-kaedah HPI, sehingga HPI tidak
extern, sedangkan semata-mata mengenai hukum perdata.
HAG merupakan Hukum Antar Tata Hukum (HATAH)
intern. meskipun kedua-duanya merupakan hukum
nasional.

Scholten & Hamaker:


Antara hukum tata negara (constitutional law) dan hukum perdata Di Indonesia: hukum adatpun tidak mengenal
dapat kita bedakan, tetapi antara hukum public dengan hukum pembedaan perdata dan public.
perdata hanyalah hubungan antara hukum khusus (perdata) dengan
hukum yang berlaku umum (public). Perbedaannya dalam hukum
perdata orang dapat melepaskan (tidak menggunakan) haknya, Hukum Inggris: tidak membuat perbedaan
sedang dalam hukum public hal itu tidak mungkin. antara kaedah-kaedah hukum public dan hukum
Kranenburg: (bukunya: Grondslagen der Rechtswetenschap) tidak
keberatan jika pembagian hukum perdata dan hukum public perdata, ini nampak dalam corak dan luas
ditiadakan. lingkup HPI nya. Conflict of Law tidak hanya
Schnitzer:
Perbedaan antara hkm perdata dan hkm public makin kabur, karena ditemui dalam hukum perdata saja tetapi juga
kaedah-kaedah yang mengatur hukum public makin lama makin
berkembang disamping hukum perdata, sebagai contoh: hukum dalam HTN, hukum pidana dan hukum lainnya
perjanjian International, hukum devisa, hkm perdagangan (Graveson).
International, hukum penanaman modal, hukum pengangkutan
international dsb. Hal ini terjadi seiring dengan lahirnya gagasan
tentang “Negara kesejahteraan” (welfare state) dimana pemerintah Hukum kewarganegaraan pun dimasukkan
berkewajiban untuk mengatur kepentingan orang banyak. dalam HPI (Dicey).

UNSUR ASING
HPI lahir sebagai akibat adanya unsure asing dalam Dengan berkembangnya hukum Romawi di Eropah,
suatu peristiwa. Maka karena ada unsure asing itu terjadilah pembagian antara soal-soal hukum
materiil dan soal hukum acara. Bagi hukum acara
timbul pertanyaan: kaedah hukum mana yang harus berlaku lex fori (pengadilan setempat), sedang bagi
berlaku, kaedah lex fori (hukum setempat) atau masalah hukum materiil berlaku lex loci actus (yaitu
kaedah hukum asing yang bersangkutan? hukum dari tempat perjanjian atau perbuatan itu
diadakan), karena dianggap pada waktu dibuatnya
Sebelum lahirnya HPI, di Eropah selalu Lex fori yang perjanjian semua pihak tunduk pada hukum
dianggap berlaku sekalipun ada unsure asingnya, setempat. Sebagai contoh perkawinan dianggap
karena setiap orang yang berdiam disuatu Negara tunduk pada hukum perkawinan dimana perkawinan
/kerajaan dianggap tunduk pada hukum setempat. itu dilaksanakan.
Ketentuan ini didasarkan pada azas territorial. Kesimpulannya:
HPI mengatur setiap peristiwa atau hubungan
Penyelesaian masalah berdasarkan lex fori ini lama hukum yang mengandung unsur asing, baik
kelamaan menimbulkan putusan-putusan yang peristiwa termasuk hukum public (TUN, pajak,
bertentangan dengan rasa keadilan. pidana) maupun termasuk hukum perdata
(perkawinan, waris dan hukum dagang).
HPI akan mencari jawaban 3 masalah pokok
yang menyangkut peristiwa hukum yang
mengandung unsure asingnya, yaitu:
- Hakim mana yang berwenang ?
- Hukum mana yang berlaku ?
- Kapan dan sampai sejauh mana Hakim
nasional wajib memperhatikan putusan hakim
asing ? HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
Kuliah 2
Dhoni Yusra, SH, MH

SEJARAH LAHIRNYA HUKUM PERDATA


INTERNATIONAL (HPI)
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan Di Indonesia (dahulu), antara masyarakat dan
antar individu dalam pergaulan masyarakat. Jika didalam
suatu perkara perdata tersimpul ada unsur asingnya individu tidak dapat dipisahkan atau dwi
(pihak atau substansi),maka disebut sebagai Hukum tunggal, tetapi di Eropah dan Amerika 2 kutub
Perdata International (HPI); tersebut dipandang sebagai hal yang berlawanan
HPI di Eropah Barat: (antagonistis), sehingga selalu terjadi dilemma.
Di Eropah Barat, selalu ada pertentangan antara dua Pertentangan ini tercermin juga di lapangan
kutub, yaitu kepentingan masyarakat dan kepentingan hukum yang selalu mempertentangkan antara
individu. hukum public dan hukum perdata. Khususnya
A. YSSEN (dalam bukunya “Individu en Gemeenschap) HPI di Eropah Barat pertentangan selalu
“ manusia sepanjang masa selalu berhadapan dengan berkisar diantara prinsip personil dan prinsip
dilemma antara individualisme dan kolektivisme, sehingga territorial, atau pada zaman modern ini antara
karenanya bentuk dan sifat tau pola kebudayaan setiap
masyarakat manusia selalu berkisar pada dua ktub itu” prinsip domisili dan prinsip kewarganegaraan
(Mancini dari Italia).

I. Perkembangan masyarakat dari masy. geneologis (suku- II. - Commercium adalah hak berdagang ditempat yang bukan
suku, hubungan darah) ke masy,geneologis-territorial tempat asalnya yang diberikan Pemerintah Romawi kepada
(rumpun) dan dari masy territorial kepada masy territorial- pedagang Yunani, Syiria dan Timur Tengah;
geneologis (ikatan Negara nasional) sangat berpengaruh pada Praetor peregrines : hakim pengadilan khusus yang menyelesaikan
perkembangan hukum khususnya terhadap HPI; perselisihan antara orang Romawi dengan pedagang asing;
masy geneologis, dibangun berdasarkan hubungan darah sebagai Ius Gentium : hukum yang digunakan untuk mengadili peristiwa
anggotanya, orang asing tidak punya hak apa-apa. Type ini berubah yang mengandung unsure asing berdasarkan azas-azas keadilan,
karena perang atau penyatuan ikatan dgn masy lain; disamping ius civile Romawi;
masy territorial, orang asing masuk (adopsi) kedalam masyarakat Pada abad ke 3 M setelah Romawi menaklukkan seluruh wilayah
hukum tertentu, sehingga baginya berlaku hukum masyarakat yang Eropah Continental, ius civile hanya berlaku bagi Cives (warga)
mengangkatnya (prinsip territorial); Roma, dan ius gentium berlaku bagi seluruh kerajaan Roma.
orang asing membawa bahasa dan kebiasaan Negara asalnya III. Sesudah keruntuhan Kerajaan Romawi Kuno, maka
kedalam masyarakat hukum lain dalam keadaan damai (prinsip hukum kesukuan (stamenrecht) berlaku kembali dan berlaku
personil) ;
prinsip personil. Tetapi karena banyaknya suku dan sukar
Pertukaran barang dengan orang asing inilah yang melahirkan untuk membuktikan seseorang berasal dari suku tertentu,
kaedah-kaedah hukum HPI;
Cara pertukaran barang ini juga dikenal dalam Hukum Adat
maka berkembang penundukan pada sistim hukum tertentu,
Indonesia, karenanya dapat dikatakan hkm adat juga mengandung maka mulailah “pilihan hukum” memegang peranan dalam
kaedah-kaedah HPI; HPI;

IV. Antara abad ke-6 dan ke-11, berlaku hukum Dalam konteks HPI, pada abad ke-12 Aldricus
Franka, yang dinamakan capitularia, yaitu hukum- mempersoalkan apakah pengadilan akan
hukum yang dinyatakan Raja-Raja Franka. Hukum
ini berlaku diseluruh wilayahnya dan bagisetiap memberlakukan hukum / statute nya sendiri
orang, berlaku secara territorial; atau hukum orang asing, menurut pendapatnya
V. Abad ke-10 hukum personil (lex originis) hakim harus menggunakan hukum yang
kehilangan artinya di Perancis dan Jerman, menurut pendapatnya lebih baik dan lebih
berlakunya hukum masing-masing Negara berguna.
mempunyai arti yang menentukan. Mulailah
berkembang asas domisili;
VI. Abad ke-13 di Italia tumbuh kota-kota yang
masing-masing mempunyai undang-undang (Statuta)
tersendiri (missal: Geno Pisa, Milan, Bologna,
Venezia, Plorence, Parma dll).
TUMBUHNYA TEORI-TEORI STATUTA TEORI STATUTA DI PERANCIS
Abad ke-12 berdasarkan Corpus Iuris dari Justianus Teori Statuta Bortolus diabad-abad berikutnya
(Hukum Romawi), azas HPI, yaitu hukum yang dibuat
penguasa kota (principe) hanya berlaku bagi kaula kota diikuti oleh ahli-ahli hukum Perancis,
yang bersangkutan (Statuta). Pada masa ini Statuta Charles Dumoulin (1500-1566):
dibedakan antara lain:
Statuta realita, yang berlaku dalam lingkungan batas wilayah setiap pihak dapat menentukan pilihan hukum yang
kekuasaan, mengikat pada tempat, benda atau orang seperti: berlaku dalam setiap perkara;
kaedah-kaedah hak atas tanah;
Statuta personalia, yang berlaku mengikuti seseorang, Hukum yang berlaku adalah ditempat perbuatan
kemana saja orang pergi, seperti: wewenang hubungan hukum dilakukan.
pribadi (perjanjian),
Abad ke-13 (1314-1357) Bartolus de Saxoferrata: Bertrand D’Argente’ (1519-1590)
Statuta yang mengijinkan sesuatu, dan barang warisan tunduk bukan hanya pada satu
Statuta yang melarang sesuatu;
system hukum saja, tetapi setiap barang tak
Statuta Mixta, yaitu statute berlaku bagi semua perjanjian
yang dibuat ditempat berlakunya statute dgn segala akibat bergerak itu tunduk pada hukum tempat letaknya
hukumnya, sedang wanprestasi dan segala akibat hukumnya barang (lex rei sitae)
diatur menurut statuta ditempat seharusnya perjanjian
dilaksanakan.

TEORI STATUTA DI BELANDA


Ahli hukum Belanda Ulrik Huber (1636-1694): Teori Statuta Jerman
Hukum suatu Negara hanya berlaku dalam batas-batas wilayah
hukumnya dan terhadap subjects nya sendiri; Ahli-ahli hukum Jerman antara lain Johan Nikolaus
Kaula (subject) negara adalah mereka yang berada dalam Hert (1651-1710)
lingkungan kekuasaan negara tersebut, baik yang menetap, maupun menyempurnakan HPI yang menolak teori-teori
yang hanya sementara tinggal;
Berdasarkan azas Comitas (sopan santun), hukum suatu Negara statute dan mengemukakan teori tersendiri;
dapat dianggap seakan-akan berlaku dimana-mana, asalkan tidak
melanggar kekuasaan atau hak-hak negara lain; Teori Statuta di Inggris
Johanes Voet 1666-1698), melahirkan theori Comitas, yaitu: Sampai akhir abad-17 HPI di Inggris tidak
Pada hakekatnya tidak ada Negara yg wajib menyatakan berlakunya berkembang karena hukum setempat yang selalu
kaedah hukum asing dalam batas-batas wilayah hukumnya, jika berlaku. Ketika tampuk kerajaan Inggris dan
kaedah hukum asing itu diberlakukan, maka itu disebabkan semata-
mata berdasarkan sopan santun pergaulan antar bangsa (Comitas kerajaan Scotlandia berada disatu tangan (Raja
gentium)
Comitas harus ditentukan secara objectif, berdasarkan azas locus
James I) mulailah dipikirkan berlakunya hukum
regit actum (perbuatan hukum tunduk pada hukum setempat); asing yang juga diakibatkan oleh perdagangan
Teori Comitas gentium ini ditentang oleh Wolf, Van Brekel international yang pesat:
dan Cheshire, yang menyatakan: “Hukum International tidak - tidak lagi berpegang pada azas lex fori;
mengenal azas Comitas, karena berlakunya hukum asing - berlaku azas Comitas dan pilihan hukum
hanyalah disebabkan karena keinginan untuk mencari
penyelesaian yang seadil-adilnya (the desire to do justice)”.

TEORI-TEORI MODERN (ABAD 19)


Pada abad-19 ini HPI mengalami kemajuan yang pesat, Pascuale Stanislao Mancini (bukunya : Kewarganegaraan
berkat tiga orang sarjana, yaitu: sebagai Dasar Hukum Antar Bangsa-1851) – mazhab Italy:
Joseph Story (Hakim Amerika, bukunya: Commentaries on Semua nation (bangsa) mempunyai kedudukan yang sama
the Conflict of Law – 1834); dalam masyarakat antar bangsa, dan timbulnya Hukum
Story mereview putusan-putusan hakim Inggris dan Amerika Internasional adalah karena hidup bersama antar bangsa,
dengan cara induktif, sehingga ia berkesimpulan: adanya yaitu kedudukan yang sama rendah dan sama tinggi;
kaedah-kaedah HPI tertentu didalamnya. Mancini membuat perbedaan antara Negara dan nation,
Carl Frederick Von Savigny (Prof Jerman;bukunya: Sistem bahkan menurutnya nasion itu mungkin ada sebelum
hukum Romawi- 1849): adanyya Negara (state);
suatu hubungan hukum yang sama harus memberi penyelesaian yang Nasionalitas diartikan condong pada faham “tanah air” dari
sama, baik diputuskan oleh hakim di Negara A, maupun oleh Hakim di pada faham “kewarganegaraan” yang berakar pada hukum
Negara B. maka karenanya penyelesaian yg menyangkut unsur asing
hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga putusannya akan sama publik, ataupun faham “domicile” yang berakar pada hukum
dimana-mana; perdata. Karenanya “nasionalitas” Mancini mempunyai arti
Adanya pergaulan hidup masyarakat international menimbulkan satu politis (extra juridis).
system hukum yang merupakan system hukum supra-nasional, yaitu Menurut Mazhab Italy ini, ada dua macam kaedah dalam
HPI;
Pengakuan terhadap hukum asing bukan semata-mata berdasarkan setiap sistim hukum, yaitu :
comitas (sopan santun), akan tetapi berdasar pada kebaikan/kegunaan a) kaedah-kaedah hukum yg menyangkut perseorangan;
(manfaat) fungsi yang dipenuhinya bagi semua pihak (Negara dan b) kaedah-kaedah hukum untuk melindungi dan menjaga
manusia) yang bersangkutan;
keteriban umum (public order)

Berdasarkan pembagian ini, ada tiga azas HPI : Konsepsi-konsepsi tentang Ruang Lingkup HPI, ada
Kaedah-kaedah untuk kepentingan perseorangan 4 konsepsi:
berlaku bagi setiap warga Negara, dimanapun dan Konsepsi tersempit, HPI = Choice of Law (pilihan hukum)
pada waktu apun juga (prinsip personil); Penganutnya : Jerman, Belanda.
Kaedah-kaedah untuk menjaga ketertiban umum Konsepsi Luas, HPI = Choice of Law + Choice of
Juridiction (Pilihan hukum dan pilihan Yuridiksi)
bersifat territorial dan berlaku bagi setiap orang
Penganutnya : Negara-negara Anglo Saxon.
yang berada dalam wilayah kekuasaan suatu Negara
Konsepsi Lebih Luas, HPI = Choice of Law + Choice of
(azas territorial);
Juridiction + Status orang asing (Condition des strangers).
Azas kebebasan, yang menyatakan bahwa para Penganutnya : Negara-negara Latin, spt: Itali, Spanyol,
pihak yang bersangkutan boleh memilih hukum Amerika latin.
manakah yang akan berlaku terhadap transaksi Konsepsi Paling Luas, HPI = Choice of Law + Choice of
diantara mereka (pilihan hukum). Juridiction + Status orang asing (Condition des strangers)
+ kewarganegaraan (nasionalitet). Penganutnya : Prancis.
SEJARAH ASAS-ASAS HPI – HATAH EXTERN
Prinsip Personalitas: Hukum berlaku digantungkan pada Abad 13-14, BARTOLUS DE SAXOFERRATA
perorangan, ikatan personil, berdasarkan hubungan darah;
(kemudian berkembang); mengembangkan “TEORI STATUTA” yang menjadi
Prinsip Territorialitas : ikatan didasarkan pada territorialitas cikal bakal HPI, yaitu:
(karena daerahnya makin luas); STATUTA PERSONALIA, mempunyai lingkungan kuasa
Ius Gentium: hukum yang mengatur hubungan antara warga berlaku secara personil, mengikuti seseorang dimanapun
civitas dengan peregrine; dia pergi, mencakup aturan-aturan / hukum perorangan
Civitas : suatu wilayah yang sudah direbut oleh kerajaan termasuk hukum kekeluargaan dan benda bergerak.
romawi dan memppunyai aturan sendiri; (benda bergerak mengikuti status penguasa benda
Peregrini : orang-orang /pedagang asing yang masuk kedalam tersebut – mobilia sequntur personom);
civitas. STATUTA REALITA; berlaku secara territorial. Hanya
Setelah kerajaan Romawi runtuh, kekuasaan dipegang oleh benda yang terletak dalam wilayah pembentuk undang-
kaum bar-bar, prinsip territorialitas kembali lagi kedalam undang tunduk pada peraturan yang berlaku tersebut,
prinsip personalitas; (berlaku juga untuk benda tidak bergerak);
Abad 11 – 12, kembali ke prinsip territorialitas, kota-kota STATUTA MIXTA; berlaku bagi yang tidak masuk statute
dagang mempunyai ketentuan-ketentuan / hukum tersendiri realita dan statute personalia, yaitu bentuk perbuatan
yang dinamakan “Statuta”; hukum (azas Locus Regit Actum) ditempat dimana
perbuatan hukum itu dilakukan.

VON SAVIGNI :
benda bergerak dan benda tidak bergerak disatukan
tunduk pada azas Lex Recipe,;
untuk hukum pribadi yang menjadi ukuran adalah
tempat tinggal, (mulai berlaku Prinsip Domisili);
untuk hukum bidang kontrak/perjanjian berlaku Lex
Loci Executionis hukum dimana konttrak
dilaksanakan / diselesaikan; HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
Kuliah 3
Dhoni Yusra, SH, MH

KUALIFIKASI ATAU PENGGOLONGAN


Penggolongan suatu peristiwa atau hubungan hukum yang Kualifikasi ada dua macam, yaitu:
terjadi kedalam system kaedah-kaedah Hukum perdata
Internasional dan hukum materiil nasional disebut : QUALIFICATION OF LAW, yaitu penggolongan
kwalifikasi (Bartin, Van Brakel), atau “Classification” atau pembagian semua kaedah-kaedah hukum yang
(Wolf, Graveson) atau characterization (Ehrensweig).
ada, menurut kriteria yang ditentukan lebih dahulu.
Kualifikasi dapat dilakukan baik pada lapangan hukum
public, hukum pidana maupun hukum perdata. (sebagai Misalnya pembagian kedalam: hukum perjanjian,
contoh: seseorang yang memasuki rumah orang lain secara Hukum Penanaman Modal, Hukum Waris, Hukum
paksa dengan merusak pintu, maka kualifikasinya/ Perseorangan dan sebagainya.
penggolonngan peristiwa ini kedalam hukum Pidana, dan
kejahatannya (tindak pidananya) adalah: memasuki QUALIFICATION OF FACTS, penggolongan /
rumah orang tanpa izin melanggar Pasal 167 (1) KUHP penyalinan hukum dari fakta-fakta sehari-hari
dan merusak pintu: melanggar Pasal 167 ayat (2) KUHP)
- Contoh lain mengenai: seorang anak asing (bukan WNI) kedalam istilah hukum, fakta-fakta tersebut
yang tidak diakui sah, akan menuntut hak-haknya dari dimasukkan kedalam kotak-kotak hukum / bagian-
ayahnya yang berkewarganegaraan sama, maka bagian hukum yang telah tersedia (kaedah hukum
penggolongan fakta-fakta ini kedalam hukum Perdata, yang bersangkutan).
mengenai status seorang anak yang diatur dalam Pasal 16
AB (prinsip nasionalitas)

TEORI-TEORI KUALIFIKASI
Dalam melakukan kualifikasi terhadap suatu peristiwa /
fakta-fakta tertentu, dapat terjadi beberapa kemungkinan: KUALIFIKASI menurut LEX FORI
Jika kaedah hukum yang harus berlaku bagi peristiwa (berdasar Kualifikasi ini merupakan teori yang paling tua, dan
kaedah penunjuk dan titik taut) itu adalah lex fori (hukum setempat),
maka kualifikasi seakan-akan terdiri dari satu macam perbuatan saja paling banyak diakui, yaitu kualifikasi /
yaitu karena penggolongan kaedah-kaedah hukum yang harus penggolongan dilakukan menurut hukum sang
berlaku itu dilakukan hanya menurut lex fori;
Jika kaedah penunjuk dan titik tautnya dalam kumpulan fakta-fakta hakim (BARTIN).
itu menunjuk pada kaedah hukum asing, maka kualifikasi /
penggolongan dari hukum asing itu harus dilakukan menurut hukum Kualifikasi lex fori ini harus dilakukan, karena
asing tersebut (lex causae – the proper law); kaedah HPI merupakan juga kaedah-kaedah hukum
Dalam hal tertentu, UU dengan nyata dan tegas menyatakan
kualifikasi harus dilakukan menurut hukum tertentu, misalnya intern / nasional, lex fori dikenal baik oleh hakim
dalam Pasal 17 AB yang berbunyi: “Mengenai benda-benda tak dan pembuat UU sehingga memudahkan
bergerak (immovebles) berlaku ketentuan / UU dari Negara / wilayah
hukum setempat ditempat benda tersebut terletak”. Sehingga penyelesaiannya.
kualifikasi ini bukan menurut lex fori, tetapi system hukum yang
lain; Kelemahan teori ini seringkali menimbulkan ketidak
Para pihak berhak menentukan kualifikasi dilakukan berdasarkan adilan, karena kualifikasi kaedah-kaedah hukum itu
system hukum tertentu (pilihan hukum);
bukan saja tidak sesuai dengan hukum asing, juga
bahkan tidak dikenal oleh system hukum asing
tersebut.
KUALIFIKASI menurut LEX CAUSAE KUALIFIKASI secara ANALITIS atau OTONOM
Teori ini dikembangkan oleh MARTIN WOLFF dan Teori ini dikemukakan oleh RABEL, oleh BECKET disebut
“Teori Hukum Analitis” (analytical jurisprudence);
CHESHIRE, yang berpendapat bahwa kualifikasi
Menurut teori ini: setiap kaedah hukum harus dibandingkan
hendaknya dilakukan sesuai dengan sistim dan ukuran- dengan kaedah-kaedah hukum yang serupa dari sistim
ukuran keseluruhan sistim hukum yang besangkutan (lex hukum yang dikenal, dimaksudkan agar tercipta satu macam
causae). kualifikasi bagi HPI yang universal, yaitu tercipta pengertian-
Menurut Wolff, tujuan utama kualifikasi ini untuk pengertian HPI yang diterima umum terlepas dari stelsel-
stelsel hukum yang ada.
menetapkan kaedah HPI yang mana dari lex fori yang
Dalam praktek tidak mungkin dilakukan mengingat:1) sulit
berhubungan dengan atau menyangkut kaedah hukum menyelidiki semua sistim hukum yg berlaku, 2) setiap sistim
materiil asing. hukum selalu berkembang, sehingga selalu sukar untuk
kelemahan teori ini, jika kualifikasi berhadapan dengan mengejar perubahan-perubahan disemua sistim hukum, 3)
suatu sistim hukum yang tidak mempunyai kualifikasi seandainya dapat diciptakan suatu sistim kualifikasi
universal, hanyalah gambaran rata-rata dari sistim hukum,
yang lengkap, seperti dalam Hukum Adat dan Hukum bukan gambaran sistim yang riil yang berlaku di setiap
Inggris. Apalagi jika sistim hukum asing itu tidak negara. (Contoh: lembaga “trust” di Inggris tidak dikenal
mengenal lembaga hukum yang dikenal dalam hukum dalam sistim hukum lain, demikian jua “domicile” dalam
nasional setempat atau sebaliknya. Menghadapi yang hukum Inggris, berbeda sifatnya dengan “domicilie” dalam
demikian, maka kualifikasi harus diselesaikan dengan hukum Belanda, berlainan pula dengan arti “domisili” dalam
mendasarkan pada analogi terhadap peristiwa/fakta-fakta hukum Indonesia.
yang sama dasarnya, jika tidak mungkin maka digunakan
l f i

KUALIFIKASI secara BERTAHAP Teori ini mengatasi kesulitan secara realistis, karena
Teori ini dikemukakan oleh SCHNITZER, yang untuk menemukan lex causae, tidak mungkin dapat
membedakan dua tingkat kualifikasi, yaitu: mempergunakan kualifikasi lain selain kualifikasi
Kualifikasi tahap pertama kualifikasi menurut lex fori untuk menurut lex fori.
menemukan hukum mana yang dipergunakan; dan
Pengecualian dari kualifikasi ini, adalah:
kualifikasi tahap kedua kualifikasi menurut lex causae yaitu
Kewarganegaraan, yang berlaku lex causae (hkum WN
kualifikasi lebih jauh dari hukum asing mana yang harus
dipergunakan. melekat);
Benda bergerak/tidak bergerak, lex rei sitae (dimana
Ada yang menganggap kualifikasi sama dengan
benda
interpretasi (EHRENZWEIG) ,meskipun ada hubungan
terletak)
erat antara keduanya, namun tetap harus dibedakan
antara keduanya, karena “Menafsirkan” berarti memberi Kontrak/perjanjian, pilihan hukum (choice of law)
arti dan isi kepada suatu kaedah penunjuk (terlepas ada PMH / tort, lex loci delictie commissie (tempat terjadinya
kasus/peristiwa atau tidak), sebaliknya “kualifikasi” PMH)
berarti menerapkan suatu kaedah hukum untuk suatu
peristiwa tertentu (LEMAIRE);

TAHAP-TAHAP PEMERIKSAAN
KUALIFIKASI HPI SUATU PERKARA HPI
Teori ini dikemukakan KEGEL, yang menyatakan Menentukan Pengadilan mana yang berwenang
kualifikasi kaedah hukum asing tergantung pada tujuan memeriksa perkara HPI;
yang akan dicapai HPI, yaitu latar belakang kepentingan
HPI (keadilan, ketertiban, kepastian, kelancaran Penentuan ini didasarkan/dengan bantuan “titik-
pergaulan international) yang akan dilindungi. Jadi harus titik taut primer”. Jika pengadilan Indonesia
ditentukan lebih dahulu kepentingan HPI manakah yang yang berhak memeriksa, maka HPI dan Hukum
dilindungi oleh suatu kaedah hukum HPI tertentu. Acara Indonesia yang akan diberlakukan.
Kepentingan HPI, antara lain: Menentukan jenis atau soal apakah peristiwa
kepentingan para pihak (hukumnya sendiri atau hukum yang
dipilihnya);
HPI itu, perkara adopsi, atau perkawinan atau
kepentingan pergaulan dan lalu lintas international PMH atau pidana. Pada tahap ini dilakukan
(kepastian hukum dan kecepatan dalam lalu lintas orang dan kualifikasi dari fakta-fakta, disini baru diketahui
barang menentukan menurut hukum mana kualifikasi lex forinya, karenanya pengkualifikasian ini
dilakukan);
hanya dapat dilakukan menurut lex fori.
ketertiban dan kepastian hukum (yg merupakan tujuan
unifikasi
hukum extern, dan kecenderungannya memerlukan lex fori);
perasaan keadilan dalam masyarakat (pergaulan)
international

Dengan berdasarkan lex fori, dicari hukum mana Setelah lex causae, maka kualifikasi dan penentuan
yang berlaku, untuk itu harus dicari “titik-titik perkara HPI dilakukan menurut lex causae, kecuali
taut sekunder” guna menemukan hukum yang jika lex causae memberi hasil yang:
harus berlaku: lex causae. bertentangan dengan “kepentingan umum lex fori, maka
Kadang-kadang lex causae ini adalah lex fori juga, lex fori yang berlaku, atau
maka selanjutnya diteruskan menurut lex fori; lex causae tidak mengatur persoalan HPI yang
Lex causae ditentukan letak benda tak bergerak, bersangkutan.
maka sistim hukum yang berlaku lex situs; Penunjukan kembali (Renvoi)
Ditentukan oleh tempat terjadinya perjanjian (lex Dalam mencari lex cause, jika yg dimaksud “hukum
loci contractus), tempat dilangsungkannya perjanjian asing” seluruh kaedah hukum asing termasuk
(lex loci solutionis) atau tempat terjadinya
perkawinan (lex loci celebrationis). kaedah HPI, maka ada kemungkinan HPI asing itu
Bisa juga lex causae ini ditentukan oleh tempat
menunjuk kembali kepada lex fori, atau kepada
tinggal terakhitr atau tempat asal seseorang (lex hukum asing yang kedua / lainnya, inilah yang
domicilii) disebut persoalan renvoi (penunjukan kembali dan
penunjukan lebih lanjut).
CONTOH-CONTOH
Kualifikasi menurut lex fori, biasa dilakukan pengadilan Perkara Apt Vs Apt (1947)
Inggris.
I. Perkara Ogden Vs Ogden (1908) Ny. Apt (WN Jerman, bertempat tinggal dan mempunyai
Suami (domisili di Perancis) menikahi istrinya (berdomisili di Inggris) domisili di Inggris) telah menikah dengan perantaraan (by
di Inggris;
proxy) dengan Tn. Apt (WN Jerman tinggal dan
Perkawinan ini dibatalkan di Perancis, karena di Perancis suami
masih dianggap belum dewasa dan tidak mendapat izin orang tuanya. mempunyai domisili di Argentina);
Menurut HPI Inggris syarat-syarat formil suatu perkawinan diatur Pengadilan Inggris harus menentukan apakah “cara
oleh lex loci celebrationis dan syarat-syarat materiil oleh lexdomicilie;
Dalam hukum Inggris: izin orang tua dianggap unsur formil perkawinan” ini merupakan syarat formil ataukah syarat
(formality) yang diatur oleh hukum tempat dilangsungkannya materiil. Jika cara ini merupakan syarat formil, maka
perkawinan (lex loci celebrationis), sedangkan menurut hukum
Perancis: izin orang tua dianggap sebagai unsur materiil yang harus perkawinan yang dilangsungkan di Argentina harus
diatur menurut hukum pribadi personil yang bersangkutan; berlangsung menurut hukum Argentina adalah sah.
Jika izin dikualifikasikan menurut lex fori (hkm Inggris), maka Namun jika cara itu dianggap sebagai syarat materiil,
perkawinan dianggap syah, tetapi jika dikualifikasi menurut hukum
Perancis, maka perkawinan itu batal. maka perkawinan itu dianggap tidak sah.
Menurut Pengadilan Tinggi (Court of Appeal) harus dilakukan Pengadilan Inggris menganggap cara perkawinan ini
kualifikasi menurut lex fori, sehingga perkawinan seperti itu
dianggap sah. sebagai syarat formil, maka perkawinan ini dianggap sah.

KUALIFIKASI MENURUT LEX CAUSAE


Jika telah ditetapkan perkawinan itu sah, maka Perkara Anton Vs Bartolo (1891)
Ny. Anton dan suaminya pada permulaan perkawinan berdomisili di
hakim akan mencari “titik-titik taut” yang Malta, kemudian pindah ke Aljazair (jajahan Perancis) dan membeli
menentukan hukum yang harus berlaku. sebidang tanah;
Sesudah suaminya meninggal, Ny. Anton menggugat ¼ bagian hasil
Dalam hukum Inggris “titik-titik taut” ini ditentukan tanah tersebut sebagai harta warisan;
pula oleh lex fori: Jika hukum Malta yang berlaku, maka gugatan akan dikabulkan,
tetapi jika hukum Perancis yang berlaku akan ditolak. Yang jadi
Jika perkawinan (di Argentina), maka Hkm Pdt Inggris persolan adalah apakah perkara ini perkara “warisan” ataukah
akan memeriksa apakah menurut hukum Argentina, masalah “harta perkawinan”;
syarat-syarat formilnya dipenuhi atau tidak; Baik hukum Perancis maupun Malta berlaku kaedah-kaedah HPI,
dimana mengenai warisan benda tak bergerak tunduk pada lex situs
Jika mengenai warisan, maka akan ditentukan dimana (letak benda), dan mengenai harta perkawinan berlaku lex domicilii.
domicile Pewaris pada waktu meninggal, dan dimana lex persoalannya apakah perkara ini akan dikualifikasi sebagai perkara
situs (letak) barang-barang tak bergerak yang warisan atau perkara perkawinan. Gugatan hak waris tidak dikenal
hukum Perancis, jika dianggap soal waris, maka yang berlaku hukum
ditinggalkan pewaris; Perancis. Sedangkan jika dianggap sebagai masalah perkawinan
Jika mengenai perjanjian, maka akan ditentukan dimana berlaku hukum Malta
lex loci contractus (tempat terjadinya) atau lex loci Pengadilan Aljazair menggolongkannya menurut hukum Malta, yang
menggolongkan hak janda ¼ bagian hasil tanah sebagai kaedah harta
solutionis (tempat dilaksanakannya); perkawinan, sehingga gugatan Ny. Anton dikabulkan

TITIK-TITIK TAUT / PERTALIAN


Kualifikasi di dalam dua tingkat: Yang dimaksud dengan Titik-titik Taut (Prof.
Menurut HPI Swiss, warisan diatur menurut hukum Sunaryati Hartono) atau Titik-Titik Pertalian (Prof.
tempat tinggal terakhir Pewaris, tanpa dibedakan barang Gautama) yaitu adanya unsure-unsur yang
bergerak atau tidak bergerak;
Jika kualifikasi tingkat pertama, dapat ditentukan hukum
menandakan adanya unsure asing, sehingga ada
Inggris yang berlaku (tempat tinggal terakhir Pewaris), kemungkinan suatu kaedah hukum asing
maka harus ditentukan benda-benda apa yang merupakan diberlakukan dalam suatu peristiwa hukum
benda bergerak (movables) dan benda tidak bergerak
(immovables) menurut hukum Inggris (kualifikasi tingkat Titik-titik Pertalian (TP) dalam HPI, yaitu:
kedua); I. Titik Pertalian Primer;
Hukum Inggris, jika tak ada wasiat, benda movables II. Titik Pertalian Skunder;
berlaku hukum dari lex dimicili Pewaris, terhadap benda III. Titik Pertalian Kumulatif;
immovables berlaku lex rei situs; (letak benda
immovables); IV. Titik Pertalian Alternatif;
Jika lex domicile Pewaris adalah hukum Swiss, maka akan V. Titik Pertalian Tambahan;
berlaku hukum Swiss terhadap benda movables (Renvoi). VI. Titik Pertalian Accesoir;
Dan jika lex situs dari benda immovables adalah Jerman, VII. Titik Pertalian Pengganti.
maka hukum Jermanlah yang harus berlaku (penunjukan
lebih lanjut).

TITIK-TITIK PERTALIAN PRIMER


Yaitu merupakan titik pertalian yang memberikan
petunjuk bahwa suatu peristiwa merupakan HPI atau
bukan, atau alat yang membedakan apakah suatu
persoalan masuk kedalam lingkup HPI atau bukan,
sehingga TP Primer ini disebut juga sebagai Titik Pembeda
Yang merupakan TP Primer adalah:
Kewarganegaraan;
Seorang WNI menikah dengan WN Jepang. Kewarganegaraan
Jepang menunjukkan ini merupakan peristiwa HPI;
Domisili, tempat tinggal seseorang yang sah menurut hukum
HUKUM PERDATA (tetap);
Dua orang WN Inggris yang berlainan domicilinya satu
INTERNASIONAL berdomicili di negra X, yang satu lainnya di Negara Y, mereka
menikah disalah satu domicili diantara mereka. HPI Inggris
Kuliah 4 menanggap seorang WN Inggris tunduk pada hukum
perkawinan negri domisilinya yang baru. Domicili disini
Dhoni Yusra, SH, MH menunjukan peristiwa HPI;
Bendera kapal, menandakan kapal itu tunduk pada Tempat kedudukan badan Hukum;
hukum apa;
Tempat kedudukan badan hukum sebuah perseroan
Sebuah kapal berbendera Panama, para
penumpangnya WNI. Kapal berlayar di perairan terbatas dan sebagainya, menunjukan peristiwa HPI;
Indonesia. Jika timbul persoalan dengan kapal, ini Pilihan Hukum dalam hubungan intern
merupakan peristiwa HPI, karena bendera bagi Dua orang Indonesia yang mempunyai domisili
sebuah kapal merupakan kewarganegaraan. kantor berbeda masing-masing di Indonesia dan di
Tempat kediaman (Residence), sifatnya sementara London, mengadakan perjanjian import-export
(Habitual residence , tempat kediaman seseorang barang dari Inggris. Dalam perjanjian ditentukan
yang nyata sehari-hari) hukum yang berlaku disepakati hukum Inggris,
Dua orang WN Malaysia bertempat kediaman di maka oleh karena adanya pilihan hukum (hukum
Jakarta tanpa melepaskan domisilinya di Inggris),peristiwa ini merupakan HPI;
Kualalumpur. Jika mereka akan menikah apakah di
KUA, Catatan Sipil atau di Embassy (Kedutaan)nya,
ini merupakan peristiwa HPI karena tempat
kediamannya;

TITIK-TITIK PERTALIAN SEKUNDER


yaitu merupakan titik pertalian yang menjawab hukum Tidak ada pilihan hukum:
mana yang dipakai dalam menghadapi persoalan HPI, Lex Loci Contractus, berlakunya / keberlakuan
atau alat yang menentukan hukum yang berlaku dalam hokum
persoalan HPI disebut juga sebagai Titik taut Penentu berdasarkan tempat penandatanganan kontrak;
Yang merupakan Titik Pertalian Sekunder (TPS), yalah: Mail box theory (Anglo Saxon)
TPS Dalam BIDANG KONTRAK: keberlakuan hukum didasarkan didasarkan pada
Pilihan Hukum, yaitu hukum yang dipilih para pihak yang tempat dimanadikirimk annya jawaban atas
berlaku; penerimaan penawaran.
Jika dalam suatu perjanjian dagang/kontrak para pihak Contoh:
menentukan hukum yang berlaku dalam kontrak tersebut, Pengusaha Inggris dan pengusaha Singapura
maka pilihan hukum yang dipilih itulah yang berlaku dalam mengadakan perjanjian (kontrak) dalam hal jual beli
kontrak tersebut. kertas. Setelah pengusaha Inggris memberikan
Sebagai contoh: PT. Hotel Indonesia mengadakan kontrak penawaran (melalui korespondensi: surat,
dengan management Hotel Corporation mengenai exploitasi Fax, email dll), maka Singapora menerima dan
dan mamagemen bersama HI di Jakarta, dengan ketentuan
bahwa hukum Indonesia yang berlaku dalam kontrak
memberikan jawaban yang dikirimkan ke Inggris.
tersebut. (Inggris X Singapura)
Jika secara tegas pilihan hukum itu dipilih, maka pilihan Maka hukum Singapura yang berlaku.
hukum tersebut akan menentukan berlakunya hukum
Indonesia, kecuali bertentangan dengan ketertiban umum

Acceptance theory (Eropa Kontinental) Lex loci solutionis, berlakunya / keberlakuan


keberlakuan hukum didasarkan pada tempat hukum berdasarkan tempat dimana suatu
dimana jawaban atas penerimaan penawaran kontrak dilaksanakan / diselesaikan.
diterima. Contoh:
Contoh:
Pengusaha Tasik (Indonesia) dan pengusaha Pengusaha Jepang dan Perancis mengadakan
Perancis melakukan kontrak/perjanjian jual beli kontrak mengenai pembangunan sebuah Cottage
kain batik, pengusaha Tasik memberikan di Bali, apabila ada permasalahan antara kedua
penawaran yang kemudian diterima oleh belah pihak (Jepang X Perancis), maka hukum
pengusaha yang mengatur bagi permasalahan tersebut
Perancis, dan pengusaha Perancis tersebut adalah hukum Indonesia yang merupakan
mengirimkan jawaban penerimaannya ke Tasik tempat dimana kontrak tersebut dilaksanakan /
(Tasik X Perancis). diselesaikan.
Maka hukum Indonesia lah (Tasik) yang berlaku.

Proper law of the contract


hukum yang digunakan / berlaku adalah hukum yang paling banyak The most characteristic connection
memiliki titik taut / pertalian di dalam kontrak yang diadakan. hukum yang digunakan adalah hukum pihak
Contoh:
Perjanjian import-export antara pengusaha Indonesia dan Jepang, yang menanggung resiko paling besar.
bertempat di Jakarta. Perjanjian dibuat dalam bhs Inggris.
Impor barang Jepang ke Indonesia dilaksanakan di Indonesia, Export
barang-barang Indonesia harus dilaksanakan di Tokyo. Jika
umumnya dipakai dalam konvensi jual beli
pengusaha Jepang wanprestasi atas mutu barang, maka pengusaha international.
Indonesia dapat menggugat Pengusaha Jepang di Pengadilan di
Indonesia, karena ditemukan titik taut/pertalian: Contoh:
kewarganegaraan Tergugat = Jepang.
lex loci solutionis = Indonesia.
Penjual X Pembeli, hukumnya penjual;
lex rei sitae = Indonesia, karena brg telah tiba di Indonesia. Bank X Nasabah, hukumnya Bank;
lex loci contractus = Indonesia (Jakarta)
bentuk/bahasa perjanjian = Inggris. Pengacara X Klien, hukumnya pengacara
lex fori = Indonesia.
TPS DILUAR BIDANG KONTRAK
Kewarganegaraan Bendera kapal
Dalam perkawinan dua orang yang berlainan Bendera merupakan kewarganegaraan sebuah kapal, jika
kewarganegaraan, maka jika terjadi perselisihan / terjadi perselisihan diatas sebuah kapal yang berbendera
perceraian, maka hukum yang berlaku adalah hukum Negara tertentu, maka hukum yang berlaku adalah
nasional sang suami, karena menurut Pasal 2 Peraturan
Perkawinan Campuran (S.1898-158) jo Pasal 58 UU No. hukum dimana kapal itu berbendera.
1/74 tentang Perkawinan, seorang istri mengikuti status Tempat kediaman
hukum suaminya, kewarganegaraan suaminya Dua orang WN Malaysia bertempat kediaman di Jakarta
menentukan kewarganegaraan isterinya. tanpa melepaskan domisilinya di Kualalumpur. Jika
Domisili mereka akan menikah di Jakarta (KUA atau Catatan
Keberlakuan hukum didasarkan atas domisili para pihak Sipil), maka yang berlaku hukum Indonesia;
Dua orang WN Inggris yang berlainan domicilinya satu
berdomicili di negra X, yang satu lainnya di Negara Y, Tempat diadakan perbuatan-perbuatan resmi yang
mereka menikah disalah satu domicili diantara mereka. penting (forum) termasuk tempat kedudukan badan
HPI Inggris menanggap seorang WN Inggris tunduk pada hukum:
hukum perkawinan negri domisilinya yang baru. Domicili Tempat Pendaftaran tanah, tempat izin diperolehnya
disini menentukan hukum mana yang berlaku bagi para untuk mendirikan badan hukum, tempat diajukannya
pihak; suatu perkara (juridiksi), merupakan titik taut penentu,
karena hukum acara ditentukan oleh lex fori yang
bersangkutan

Letak suatu benda (lex rei sitae) Perbuatan Melawan Hukum (lex loci delicti
Terhadap benda-benda baik tak bergerak commisi) Hukum yang digunakan adalah hukum
(immovable) maupun benda bergerak (movable) tempat dimana perbuatan melawan hukum
dibidang HPI berlaku hukum dimana letaknya (PMH) itu dilakukan. Ada 2 teori :
benda-benda tersebut (lex rei sitae) The last event theory (Anglo Saxon)
Contoh: hukum yang digunakan berdasarkan locus delicti,
Seorang WNI hendak meletakkan hak ditempat dimana akibat dari suatu perbuatan
tanggungan (hypotheek) atas tanah dan rumah melawan hukum itu dirasakan.
di Malaysia, maka hukum yang digunakan The last event theory (Eropah Kontinental)
locus delicti, ditempat terjadinya perbuatan melawan
adalah hukum Malaysia yaitu hukum dimana
hukum yang sebenarnya.
tanah dan bangunan itu berada.

Bentuk perbuatan hukum (locus regit actum) Titik Pertalian Kumulatif:


Hukum tunduk pada tempat dimana suatu Yaitu beberapa titik pertalian yang digunakan
perbuatan hukum akan dilakukan. sekaligus;
Contoh: Perkawinan International. Titik Pertalian Alternatif:
Seorang WNI akan menikah dengan seorang WN Yaitu memilih salah satu titik pertalian dari
Perancis di Jerman, maka syarat materiilnya beberapa titik pertalian yang ada;
(Status personal tunduk pada hukum masing-
Titik Pertalian Tambahan
masing kewarganegaraannya – Pasal 16 AB), Yaitu titik-titik pertalian yang seharusnya
karena perkawinannya akan dilaksanakan di dipergunakan tidak dipakai, karena dianggap
Jerman, maka syarat formilnya / bentuk
tidak mencukupi, sehingga digunakan tambahan
perbuatan hukumnya tunduk pada hukum
titik pertalian lainnya;
Jerman (lex loci celebrationis – Pasal 18 AB).

HUBUNGAN ANTAR TITIK-TITIK


PERTALIAN
Titik Pertalian Accesoir Jika Titik Pertalian Primer (TPP) tidak ditemukan
Yaitu titik pertalian yang mengikuti titik dalam suatu peristiwa hukum, maka dengan
pertalian yang pokok. sendirinya Titik Pertalian Sekunder (TPS) juga tidak
ada;
Titik Pertalian Pengganti (Contoh: jual beli yang dilakukan oleh dua orang
Yaitu jika dalam peristiwa HPI terjadi hanya WNI, di Jakarta, memakai hukum Indonesia, atas
ada satu titik pertalian, namun tidak memadai, barang-barang yang terletak di Indonesia);
maka dapat diganti dengan titik pertalian Meskipun Titik Pertalian Sekunder (TPS) tidak
lainnya. Bila tidak ada penggantinya, maka ditemukan dalam suatu peristiwa hukum, namun
harus digunakan titik pertalian yang satu dapat saja ditemukan Titik Pertalian Primer (TPP)
tersebut. dalam suatu peristiwa yang menunjukan peristiwa
HPI;
(Contoh: dua pihak WNI melakukan perkawinan
diatas kapal berbendera Panama yang sedang
berlayar diatas perairan di Indonesia )
Jika ada Titik Pertalian Pengganti (TP Demikian juga “Domisili” dapat menjadi Titik
Pengganti) hanya satu, tidak sama dengan Titik Pertalian Primer (TPP) dalam suatu peristiwa
Pertalian Alternatif (TP Alterbatif). hukum, sekaligus juga merupakan Titik
TP Alternatif dapat merupakan TP Pengganti, Pertalian Sekunder (TPS) yang menentukan
namun TP Pengganti tidak bias menjadin TP hukum asing apa yang berlaku dalam peris tiwa
Alternatif. hukum tertentu.
Dalam suatu peristiwa hukum Kewarganegaraan (Contoh: seorang WNI melakukan perkawinan
dapat menjadi Titik Pertalian Primer (TPP) dengan seorang Warga Negara Inggris, yang
sekaligus juga menjadi Titik Pertalian Sekunder
(TPS) yang menentukan hukum mana yang dilaksanakan di Indonesia dan keduanya
berlaku dalam peristiwa tersebut. berdomisili di Indonesia)
(Contoh: dua orang WNI yang melaksanakan
perkawinannya di Perancis)

MENENTUKAN HUKUM YANG BERLAKU (LEX


CAUSAE) DENGAN BANTUAN TITIK
PERTALIAN
Maka oleh karenanya jika menghadapi suatu kasus HPI, cara
Dalam Hukum Antar Golongan di Indonesia, kerjanya dilakukan sebagai berikut:
Titik taut / ppertalian hanya ditentukan oleh Pertama-tama harus dicari TTP (Titik Taut Primer) menurut Lex fori,
apakah kasus yang dihadapi merupakan peristiwa HPI atau bukan;
Hukum Adat atau Hukum Barat yang berlaku di Jika sudah diketahui bahwa suatu kasus itu HPI, maka harus
dilakukan “qualification of facts” menurut lex fori;
Indonesia, namun dalam HPI titik taut / Kemudian kita mencari titik taut sekunder (TTS) menurut lex fori,
pertalian itu ditentukan oleh lebih dari satu untuk menentukan sistim hukum yang berlaku (lex causae);
Titik-titik taut menurut lex causae kemudian akan menentukan
sistim hukum, karena HPI menyangkut seluruh apakah kaedah hukum lex causae, lex fori atau kaedah sistim hukum
asing yang lain (ingat kemungkinan renvoi) yang harus berlaku;
sistim hukum di dunia. Jika berdasarkan titik-titik taut dari lex causae telah ditentukan
kaedah hukum materiil yang harus berlaku, barulah dapat kita
menentukan penyelesaian masalah atau menjatuhkan putusan in
concreto.
Tetapi dalam kenyataan kemungkinan titik taut lex fori
menunjuk pada dua lex causae atau lebih.

BEBERAPA PENYELESAIAN
Jika pihak Indonesia melakukan gugatan ke Pengadilan
Contoh: negeri Jakarta Pusat, maka kita akan menemukan titik-titik
- Perjanjian import-ekport antara WNI dengan pertalian sbb:
kewarganegaraan tergugat = Jepang;
WN Jepang. Impor barang-barang Jepang ke lex loci solutionis = Indonesia;
Indonesia harus dlaksanakan di Indonesia, lex rei sitae = Indonesia, karena barang telah datang di Indonesia.
lex loci contractus = Indonesia / Jakarta;
sedang export barang Indonesia harus bentuk perjanjian/bahasa = Inggris;
dilaksanakan di Tokyo. Pembayaran dilakukan lex fori = Indonesia.
secara kompensasi. Karena lex fori Indonesia, maka yang berlaku kaedah-kaedah
HPI Indonesia, yang berlaku Pasal 18 AB (Algemeine
- Jika exporter Jepang menyerahkan barang Bevalingen): suatu perbuatan hukum itu tunduk pada dimana
perbuatan hukum itu dilakukan (locus regim actum), maka
yang harus diexport ke Indonesia kualitasnya yang dianggap lex cusae adalah hukum Indonesia, baik
tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka sebagai lex loci contractus maupun lex loci solutionis. Dan
menurut pasal 131 IS untuk orang Jepang berlaku BW
akan terjadi kemacetan karena pihak Indonesia (KUHPerdata), maka HPI ini dapat dianggap sebagai HAG.
tidak mau mengirimkan barang-barangnya ke
Jepang akibat pihak Jepang “wanprestasi”

Jika perjanjian import-export tadi antara WN Jika perjanjian import-export, antara WN Swiss
Inggris dengan WNI, dan pihak Indonesia dengan WNI, dan pihak Indonesia akan
melakukan gugatan di pengadilan negeri Inggris, mengajukan gugatan ke pengadilan Swiss, maka
maka Hakim Inggris akan mempertimbangkan Hakim Swiss akan mempertimbangkan bahwa
dahulu hukum manakah yang dipilih para pihak, dalam perdagangan sperti ini, hukum yang
atau hukum mana yang dapat diseimpulkan berlaku ditentukan oleh “die typische Leistung”
telah dipilih oleh kedua belah pihak. atau “die charakteristiche Leistung” (prestasi
Dalam kasus ini meskipun lex loci contractus yang husus atau yang karakteristik) , yang
(ditandatangani) daan lex loci solusionis dalam hal ini “penyerahan barang-barang import
(dilaksanakan) adalah Indonesia, namun karena di Indonesia”, sehingga hukum Indonesialah
bentuk perjanjiannya adalah suatu bentuk yang yang di anggap sebagai lex causae
hanya dikenal dalam hukum Inggris, maka hukum
Inggrislah yang dianggap sebagai lex causae
PRINSIP KEWARGANEGARAAN &
PRINSIP DOMISILI
Stelsel-stelsel / aliran HPI di negara-negara
dunia saling berbeda dalam menentukan status
personil seseorang baik sebagai warga negaranya
maupun warga Negara asing.
Sebagian Negara menganut prinsip
kewarganegaraan, dimana status personil
WN/WNA ditentukan oleh hukum nasionalnya
HUKUM PERDATA masing-masing.
INTERNASIONAL Sebaliknya sebagian lagi menganut prinsip
Kuliah 5
domisili yang menentukan status personil
Dhoni Yusra, SH, MH
seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku
di tempat domisilinya / teritorialnya

Pinsip Nasionalitas / kewarganegaraan banyak Prinsip Domisili banyak dianut oleh Negara-
dianut oleh Negara-negara Eropa Kontinental, negara Anglo Saxon, diantaranya: Semua
diantaranya: Perancis, Italia, Belgia, Negara-negara bekas jajahan Inggris yang
Luxemboug, Belanda, Indonesia, Rumania, menganut sistim common law (Amerika Serikat,
Bulgaria, Finlandia, Junani, Honggaria, Malaysia, Singapura, Australia dsb), Scotlandia,
Polandia, Portugal, Spanyol, Swedia, Turki, Africa Selatan, Quebec, Denmark, Norwegia,
Tiongkok, dan Negara-negara Amerika Latin Iceland, dan Negara-negara Amerika Latin:
antara lain: Costa Rica, Republik Dominika, Argentina, Brazilia, Guatemala, Nicaragua,
Ecuador, Haiti, Honduras. Mexico, Panama, dan Paraguay, dan Peru
Venezuela

Prinsip Nasionalitas yang bertitik berat pada segi Namun ada sistim yang disebut “Juristichem
personalia, menentukan bahwa hukum-hukum yang
berhubungan dengan status seseorang (WN/WNA) erat Chauvinismus” (Chauvinis caya yuridis) dimana
hubungannya dengan orang-orang tersebut, oleh ada negara-negara yang memperlakukan WN
karenanya hukum nasional orang tersebut yang
ditentukan oleh kewarganegaraannya melekat dan nya yang berada di luar negeri ditundukkan
mengikuti kemanapun seseorang pergi. (Latar belakang pada prinsip nasionalitas, namun disisi lain
prinsip ini, menghendaki warga negaranya yang
mengembara ke luar negeri sedapat mungkin tetap tunduk orang asing (WNA) yang berada di negara yang
kepada hukum mereka sendiri). bersangkutan ditundukkan kepada prinsip
Prinsip Domisili bertitik berat pada segi territorial,
menentukan bahwa semua hubungan-hubungan orang domisili. Beberapa Negara Amerika latin
yang berkaitan dengan soal-soal perorangan, menganut sistim ini, al: Chili, Equador,
kekeluargaan, warisan atau “status personil”nya
ditentukan oleh domisilinya. Oleh karenanya prinsip ini Columbia, Peru, El Salvador, Venezuela dan
menentukan bahwa setiap orang yang berada di dalam Mexiko
wilayah suatu Negara dianggap tunduk pada hukum
Negara tersebut. (Latar belakang prinsip ini, terutama
negara-negara muda seperti Amerika Serikat yang banyak
imigrannya bertujuan agar para imigran tunduk pada
hukum perdata dari Negara yang baru dibangun itu).

ALASAN-ALASAN YANG PRO TERHADAP


PRINSIP
NASIONALITAS/KEWARGANEGARAAN
INDONESIA berdasarkan Pasal 16 AB Prinsip ini paling cocok dengan perasaan hukum
(Algemeine Bepalingen) menganut Prinsip seseorang.
Hukum nasional yang dibuat oleh warga Negara
Nasionalitas: “ Bahwa terhadap warga negara suatu Negara tertentu adalah lebih cocok bagi
Indonesia (d/h Hindia Belanda) yang berada di WNnya, pembuat hukum nasional/UU lebih
luar negeri berlaku hukum nasionalnya sebagai memahami kepribadian dan kebutuhan WNnya
status personal mereka.” sendiri.
Lebih permanent dari hukum domisili
Hal ini diinterpretasikan secara analogi
Prinsip kewarganegaraan itu lebih tetap dari prinsip
terhadap WNA yang berada di Indonesia domisili, karena kewarganegaraan tidak mudah
untuk dirubah-rubah seperti halnya domisili.
Prinsip kewarganegaraan lebih banyak membawa
kepastian hukum, karena pengertian keWNan lebih
mudah diketahui dari pada domisili seseorang, hal ini
disebabkan adanya peraturan-peraturan tentang
keWNan yang lebih pasti dari Negara ybs.
ALASAN-ALASAN YANG PRO TERHADAP
PRINSIPDOMISILI
Hukum domisili adalah hukum dimana seseorang Cocok untuknegara-negara dengan pluralisme
sesungguhnya hidup.
Dimana seseorang sehari-hari hidup, tidak saja beradaptasi / hukum.
mencocokkan diri terhadap kebiasan-kebiasaan, bahasa, Prinsip nasionalitas tidak dapat dipakai dalam suatu
pandangan social, tetapi juga terhadap ketentuan-ketentuan Negara yang struktur hukumnya tidak mengenai
hukum di Negara bersangkutan yang mengenai status persatuan hukum. Untuk mengetahui hukum
personilnya.
Prinsip Nasionalitas seringkali membutuhkan Prinsip
perdata mana yang berlaku bagi seorang WN yang
Domisili hukumnya plural ( setiap daerah berlainan hukum/
Dalam praktek Prinsip Nasionalitas/kewarganegaraan ada penggolongan WN) maka perlu diperhatikan
seringkali tidak domisilinya.
Dapat dilaksanakan dengan baik tanpa dibantu prinsip
domisili. Demi kepentingan adaptasi dan asimilasi para
imigran.
Prinsip Domisili sama dengan hukum sang Hakim. Prinsip Domisili mencegah adanya kelompok-
Diajukannya perkara ke hadapan hakim dari tempat
tinggalnya para pihak /tergugat yang menentukan kelompok orang/imigran yang mempertahankan
kompetensi juridiksi hakim. Dalam kepentingan para pihak hubungan mereka dan ikatan-ikatan dengan Negara
hakim seyogyanya memakai hukumnya sendiri, karena mereka, sehingga prinsip ini dapat mempercepat
seorang hakim lebih mengenal hukum nasionalnya itu dari adaptasi dan assimilasi orang-orang asing.
pada hukum asing.

PENDAPAT PROF. GOUW GIOK SIONG


(GAUTAMA)
Republik Indonesia sebaiknya dipergunakan prinsip Indonesia belum mempunyai cukup bahan-bahan
domisili, dengan alasan-alasan sebagai berikut: tentang hukum asing.
Alasan praktis dengan pemakaian prinsip domisili dapat Di Indonesia masih terjadi pluralisme hukum. Aneka
memperkecil berlakunya hukum asing. Pemakaian prinsip warna hukum perdata tidak saja didasarkan pada
nasionalitas mempunyai pembawaan bahwa hukum asing perbedaan golongan rakyat, perbedaan sesama
akan lebih banyak digunakan. pribumi dari lingkungan hkm adapt.
Hukum Acara Perkara di pengadilan lazimnya digunakan Indonesia berada di lingkungan Negara yang
KUHPerdata / BW untuk semua orang (WNI/WNA). memberlakukan prinsip domisili (Australia, India,
Pemakaian prinsip domisili akan mengsanksionir praktek Pakistan, Singapur, Malaysia)
hukum ini. Jika masih dipakai nasionalitas, maka praktek Indonesia merupakan Negara imigrasi (banyak orang
ini bertentangan dengan azas hukum yang berlaku. asing yang tinggal dan lalu lalang).
Dalam praktek hukum selalu menggunakan prinsip Sebagai Negara imigrasi Republik Indonesia
domisili, karena prinsip domisili dianggap dapat hendaknya melakukan assimilasi. (dengan menganut
menentukan hukum yang berlaku, tanpa menghiraukan azas ius sanguinis – anak mengikuti keWNan
status WN atau asing. ayahnya-, banyak orang yang menjadi asing di
negerinya sendiri)

DI INGGRIS PRINSIP DOMISILINYA UNIK,


KARENA IA MENGENAL 3 PRINSIP
DOMISILI
Domicile of origin, yaitu domisili yang diperoleh sejak seseorang
Bagi WNI berlaku prinsip nasionalitas dilahirkan, mengikuti domisili bapaknya;
berdasarkan Pasal 16 AB. Domicile of choice, yaitu domisili yang diperoleh / dipilih seseorang
setelah dia dewasa, dengan syarat :
Bagi WNA : - kurang dari 2 tahun di Indonesia seseorang menetap di Negara lain;
tidak ada keinginan untuk pindah ke Negara lain;
berlaku prinsip nasionalitas / kewarganegaraan; keinginan memilih domisili;
kemampuan;
lebih dari 2 tahun di Indonesia berlaku prinsip recidence yang permanent;
domisili. Domicile by operation law, yaitu domisil yang tergantung
(dependant) dari seseorang, yaitu: anak yang belum dewasa, wanita
Dengan kata lain Prinsip Nasionalitas hanya dalam perkawinan, seseorang yang berada dalam perwalian.
anak ikut domisili si ayah;
dipakai untuk jangka waktu tertentu, istri ikut domisili suami;
selanjutnya digunakan prinsip Domisili yang diampu ikut domisili si wali.
“Doctrine of Revival” adalah hidupnya domicile of origin seseorang
yang telah tertidur lama karena tercerabutnya domicile of choice
orang tersebut dan ia tidak punya domisili lainnya.

YURISPRUDENSI-YURISPRUDENSI
KEWARGANEGARAAN
De Ferrari Case (Perancis) Th 1922, COUR DE CASSATION (peradilan kasasi)
membatalkan keputusan Hof Lyon, yang menyatakan:
Th 1893 Ny. Ferrari (WN Perancis) memperoleh keWNan lembaga hidup terpisah meja dan tempat tidur cara Otalia
Itali karena perkawinannya dengan suaminya Tn. Ferrari belum cukup memenuhi syarat untuk diubah menjadi
(Itali); perceraian cara Perancis;
(di Itali tidak dikenal perceraian, yang ada persetujuan Kemudian Ny. Ferrari mengajukan lagi gugatan baru
dengan sepenuhnya memakai hukum perdata Perancis,
hidup terpisah / BW: pisah meja dan tempat tidur) hukum Italia dikesampingkan;
Th 1899 mereka membuat kesepakatan hidup terpisah Tahun 1928 COUR DE CASSATION memutuskan hukum
(consentement mutual), Ny. Ferrari pulang ke Negara Perancis harus digunakan untuk Ny. Ferrari yang sudah
asalnya Perancis; WN Perancis lagi karena naturalisasi, yang kemudian
gugatan dikabulkan Ny. Ferrari memperoleh perceraian;
Th 1913 Ny. Ferrari melakukan “naturalisasi” menjadi (Keputusan perkara DE FERRARI ini dicap sebagai
WN Perancis kembali, suaminya tetap di Itali; “juridisch chauvinisme”, karena Hakim Perancis
Ny. Ferrari mengajukan gugatan “supaya kesepakatan hanya mengutamakan hukum nasionalnya sendiri
pisah” dirubah menjadi perceraian ke Pengadilan tingkat dan kepentingan WNnya sendiri, dan melalaikan
pertama LYON, pada pengadilan tingkat ini dikabulkan tugasnya dalam HPI)
dan dikuatkan oleh pengadilan tingkat kedua HOF LYON;
RIVIERE CASE (Perancis) Pengadilan tingkat pertama menerima argument RIVIERE,
Lydia Roumiantzelff (asal Rusia, WN Perancis) menikah dgn perkawinan antara dirinya dengan Ny. Roumianzeff tahun
Petrov (asal Rusia, WN Ecuador), kemudian cerai karena 1939 di maroko adalah batal (putusan ini didasarkan prinsip
persetujuan pihak (consentement mutual). Kewarganegaran/personalitas);
Th 1939, Ny. Roumiantzelff menikah lagi di Maroko dengan Pengadilan tingkat banding Cour de Rabbat membatalkan
RIVIERE (Perancis). Perkawinan ini juga hendak diakhiri, putusan tingkat pertama, dan kemudian peradilan tingkat
Ny. Roumianzeff mengajukan gugatan di pengadilan Kasasi Cour de Cassation dalam putusannya tanggal 17 April
Casablanca (Ecuador); 1953 menguatkan putusan banding dan memutuskan sebagai
perceraian, dengan pertimbangan hukumnya:
Dalam pembelaannya RIVIERE menyatakan bahwa tidak fakta keWNan Perancis belaka tidaklah cukup untuk memaksakan
perlu suatu perceraian, karena perkawinannya dengan Ny. diberlakukannya hukum Perancis dalam perkara-perkara dimana
Roumiantzeff adalah tidak sah (pembelaan ini dikemukakan status seorang perempuan WN Perancis yang dipersoalkan;
untuk menghindari tuntutan alimentasi / nafkah, jika berkenaan dengan suami istri Petrov dan Ny. Roumianzeff yang
perkawinannya batal tidak ada dasar menuntut alimentasi); mempunyai keWNan berbeda (Ecuador-Perancis) adalah tepat Cour de
Argumen RIVIERE menyatakan perkawinan tidak sah, Appel (pengadilan banding) memutuskan bahwa perceraian mereka
diaturoleh hukum Domisili, yang notabene sama dengan hukum
karena perceraian Ny. Roumiantzelff dengan Petrov tidak sah personel pihak suami (Ecuador) dan dengan hukum sang Hakim,
berdasarkan persetujuan bersama (Consntement mutual) sehingga pperceraian yang diperoleh adalah wajar;
yang tidak dikenal dalam hukum Perancis, kalau hakim (putusan ini hukum domisili bersama para pihak yang
Ecuador memutus berdasarkan hukum Ecuador, maka
bertentangan dengan “ketertiban umum” di Perancis; diberlakukan , meskipun para pihak berlainan
kewarganegaraan)

BISBAL CASE (Perancis)


LEWINDOUSKI CASE (Perancis) Perkara perceraian suami istri WN Spanyol yang berdomisili di Perancis,
telah diputuskan oleh Cour de Cassation pada tahun 1959 dengan
Kasus perceraian antara Lewindouski (Polandia) dan menggunakan hukum domisili bersama yaitu hukum Perancis, meskipun
seorang perempuan WN Perancis tanggal 15 Maret HPI Perancis sebenarnya berdasarkan prinsip nasionalitas dan jika
digunakan hukum nasional Spanyol, maka para pihak tidak mungkin
1955 telah diputus oleh Cour de Cassation memperoleh perceraian;
(putusan ini menimbulkan kritik tajam, sehingga Perancis disebut sebagai
(pengadilan tingkat kasasi) Perancis dengan “pabrik cerai” yang besar (une “usine de divorce), karena kemudian banyak
WN asing yang bercerai di Perancis)
menggunakan hukum Perancis sebagai hukum dari
MASSIMO – DAWN ADDAMS
domisili bersama antara suami istri yang berbeda Aktris Dawn Adams tahun 1954 menikah dengan Massimo (WN Italia) di
keWNannya; Roma, kemudian memperoleh ketetapan hidup berpisah dari pengadilan di
Roma tahun 1958;
(Dalam putusan pengadilan Perancis Ny. Dawn Addams dating dan tinggal di Perancis (dapat KTP & Izin
kerja), kemudian mengajukan gugatan perceraian pada suaminya
menerapkan dalam mumutus perkara perceraian Massimo di pengadilan Perancis;
tahun 1959 Pengadilan Perancis (Tribunal de Grande Instance de la Seine)
yang berbeda keWNan dengan memakai hukum melalui hakimnya memutuskan dirinya tidak berwenang untuk mengadili
perkara perceraian ini karena gugatan telah diajukan bukan ditempat
domisili bersama para pihak, dhi hukum tinggal tergugat, yaitu di Italia;
(putusan ini disetujui dan dipuji oleh penulis-penulis Perancis)
Perancis)

BOLL CASE (Perancis)


Suami JOHANES BOLL (WN Belanda) dengan Istri GERD ELISABETH LINDWALL
(Swedia) memperoleh ke WN Belanda karena menikah, mempunyai anak bernama
MARIA ELISABETH BOL lahir di Swedia (7 Mei 1945), dan mereka tinggal di
Swedia;
5 Desember 1953, Ny. Gerd Elisabeth meninggal dunia, tetapi mereka (ayah dan
anak) tetap tinggal di Swedia;
18 Maret 1954, ayah BOLL mengajukan perwalian atas anak Maria Elisabeth Boll di
pengadilan Norkoping Swedia dan dikabulkan;
Tgl. 2 Juni 1954 Hakim Belanda dari Kantonrechter dari Amsterdam telah
mengangkat Jan Alvertus Idema (WN Belanda) sebagai wali pengawas anak Maria
Boll;
Tgl. 16 September 1954 Pengadilan Norkoping Swedia telah menetapkan EMIL
LINDWALL (kakek anak Maria dari Ibu) sebagai curator dari anak Maria;
26 April 1954 Dewan Perlindungan Anak-anak di Norkoping Swedia menetapkan
anak Maria dibawa perlindungan dewan tersebut. Wali pengawas Belanda
mengajukan permintaan pengawasan, tetapi ditolak oleh Dewan Perlindungan Anak;
HUKUM PERDATA
Pemerintah Swedia menganggap pemerintah Belanda telah ikut campur membela
kepentingan warganya, dan Pemerintah Swedia dituding melanggar “perjanjian Den INTERNASIONAL
Hag 1902” tentang perwalian anak-anak di bawah umur;
kemudian perkara ini di bawa ke Mahkamah Agung International, yang memutuskan KULIAH 6
: membenarkan pendirian Swedia dan mengalahkan Belanda, yang memutuskan:
tindakan pendidikan dan perlindungan yang dilakukan oleh instansi Swedia DHONI YUSRA, SH MH
terhadap anak Maria Elishbeth Boll;
(putusan ini menggambarkan adanya tendensi untuk mengedepankan prinsip
domisili pada bidang hukum kekeluargaan, yaitu hubungan anak-anak dengan
orang tua mereka).

RENVOI ( PENUNJUKAN KEMBALI


)
Renvoi terjadi karena adanya aneka macam Yang dimaksud dengan “hukum asing” adalah
sistim Hukum Perdata Internasional dalam disebut:
status personal seseorang ( P. Nasionalitas / P. Gesamtverweisung, jika menunjuk pada seluruh
Domisili). hukum asing termasuk didalamnya kaedah HPI dan
kaedah hukum materillnya (hkm intern);
Renvoi timbul, apabila hukum asing yang
ditunjuk oleh lex fori, menunjuk kembali kearah Schahnormverweisung, jika hanya menunjuk pada
hukum materiil (Hkm Intern) dari sistim hukum
lex fori itu, atau kepada sistim hukum asing lain. asing yang bersangkutan.
Setelah mengkualifikasikan fakta-fakta yang ada
dalam suatu perkara / kasus, maka kita
kemudian mencari titik-titik taut yang memberi
petunjuk kepada kita hukum (asing) mana yang
akan berlaku.
SKEMA
Penunjukan Kembali Contoh Renvoi Penunjukan kembali:
Negara X (Hakim Negara X, berdasarkan HPI-nya) Apabila seorang WN Inggris yang berdomisili di
menunjuk pemberlakukan Negara Y Indonesia, untuk menentukan sudah dewasa atau
belum, atau akan menikah atau akan melakukan
Sedangkan Negara Y menunjuk kembali hukum tindakan hukum yang berkaitan dengan personilnya,
negara X maka menurut HPI Indonesia (berdasarkan Pasal 16
X ----------------------> Y AB
hkm nasional mengikuti personilnya) yang harus
digunakan adalah hukum Inggris;
Penunjukan Lebih Jauh menurut Hukum Inggris, berdasarkan kaedah-
Negara X (Hakim Negara X, berdasarkan HPI-nya) kaedah HPI nya, untuk status personil yang dipakai
menunjuk pemberlakukan Negara Y adalah hukum dimana domisilinya dhi di Indonesia,
Sedangkan Negara Y menunjuk lebih jauh ke hukum maka yang berlaku adalah hukum Indonesia
negara Z ( Hukum Indonesia menunjuk hukum Inggris,
X ---------------------> Y ---------------------> Z dan hukum Inggris menunjuk kembali hukum
Indonesia).

CAUSE CELEBRE : KASUS FORGO


Contoh Renvoi Penunjukan lebih jauh: Forgo WN Bavaria anak luar kawin, sejak kecil s/d meninggalnya
Dua WN Swiss (Paman dan saudara sepupu perempuan) berdomisili bertempat tinggal di Perancis, meninggalkan harta warisan al:
di Moskow Rusia dan menikah di Rusia. Menurut HPI Rusia, deposito-deposito pada Bank-bank di Perancis. Menurut hukum
perkawinan harus berdasarkan hukum Rusia, menurut HPI Swiss Perancis pada waktu itu Forgo dianggap belum mempunyai domisili
(Psl 7f NAG) perkawinan yang dilakukan di luar negeri menurut di Perancis, ia masih dianggap mempunyai domisili asalnya (domicile
hukum yang berlaku di sana, dianggap sah. Disisi lain hukum intern of origin) dimana ia dilahirkan. Forgo tidak meninggalkan surat
(nasional) Swiss (Psl 100 ZGB) perkawinan antara Paman dan sepupu wasiat, sehingga warisannya akan jatuh kepada ahli waris ab
perempuan dilarang, ketentuan ini tidak berlaku karena perkawinan intestate.
dilakukan di Luar Negeri, jadi sebenarnya secara tidak sengaja telah Saudara-saudara kandung Forgo menklaim harta warisan tersebut
terjadi “penyeludupan hukum”;
berdasarkan ketentuan hukum Bavaria, di lain pihak Pemerintah
Suami istri ini pindah domisili ke Hamburg, terjadi perselisihan Perancis berdasarkan hukum intern (nasional) Perancis yang tidak
pihak istri mengajukan gugatan cerai, pihak paman (suami) mengenal warisan anak luar kawin, sehingga warisan Forgo
mengajukan permohonan kepada Hakim supaya perkawinan mereka dianggap harus jatuh kepada Pemerintah Perancis;
di Rusia dianggap batal adanya karena melanggar Pasal 100 ZBG
Hukum Swiss; Menurut HPI Perancis warisan benda-benda bergerak berlaku
Hakim di Jerman yang mengadili tidak menggunakan pasal 100 ZBG, hukum domisili asal (domicile of origin), dhi HPI Perancis menunjuk
tetapi hakim menerima apa yang dinamakan “penunjukan lebih hukum Bavaria, tetapi HPI Bavaria menentukan bahwa warisan
lanjut” (Weiter-verweisung). HPI Jerman berdasarkan prinsip benda-benda bergerak akan berlaku hukum tempat tinggal
Nasionalitas menyatakan hukum nasional WN Swiss yang berlaku sebenarnya dari si Pewaris, dalam hal ini Hukum Perancis.
bagi WN Swiss tersebut, termasuk penunjukan HPI Swiss (Psal 7f
NAG) yang menunjuk lebih jauh pada hukum dimana perkawinan
dilakukan ic hukum Rusia, maka Hakim Jerman menganggap
perkawinan sah, dan “penunjukan lebih jauh” diterima dalam praktek
HPI Jerman.

ALASAN-ALASAN YANG KONTRA


RENVOI
Renvoi tidak logis;
Persoalan: apakah penunjukan HPI Perancis kepada doktrin renvoi tidak logis, karena jika renvoi diterima, maka akan terjadi
Hukum Bavaria, apakah seluruh hukumnya suatu penunjukan kembali secara terus menerus, sehingga akan terjadi suatu
“inextricable circle” yaitu tidak akan terjadi suatu penyelesaian karena akan
(termasuk HPI), atau hanya kepada Hukum Intern terus menerus terjadi penunjukan kembali seperti bola pingpong.
Bavaria. Jika seluruhnya, maka ada penunjukan Penyerahan kedaulatan Legislatif;
renvoi merupakan asing menggantikan kaedah-kaedah HPI nasional,
kembali kepada Hukum Perancis dan renvoi akan “souverinitas” dari hukum suatu negara dibahayakan.penyerahan kedaulatan
diterima dengan memberlakukan hukum intern legislatif, seolah-olah HPI
Renvoi membawa ketidak pastian hukum.
Perancis, jika hanya kepada hukum Intern Bavaria, Jika renvoi diterima akan membawa ketidak pastian hukum karena
maka hukum warisan Bavaria yang diberlakukan; penyelesaian HPI akan menjadi samara-samar, berjalan kesegala jurusan
(ambiguous), tidak kokoh, tidak stabil. Akan terjadi “completely unpredictable”
COUR DE CASSATION dalam putusannya tahun (ketidakpastian) untuk menentukan teori renvoi mana yang diterima suatu
negara, dan karenanya baik secara teoritis maupun praktis akan
1878, telah menerima penunjukan kembali hukum mendapatkan kesulitan.
Perancis dan menggunakan hukum Intern Perancis. Membawa kesukaran-kesukaran.
Renvoi membawa kesukaran / menyulitkan (inconvenient) bagi sang hakim,
Warisan Forgo hatuh ketangan Pemerintah Perancis. karena sang hakim harus mempelajari hukum asing, dan hakim harus
mengetahui lebih dahulu HPI dari negara-negara lain yang bersangkutan.
Renvoi menimbulkan polemik dan perdebatan, Negara-negara yang kontra renvoi al: Italya, Belanda, Yunani, Egyft, Suriah.
sehingga menimbulkan adanya pihak-pihak yang Dsb.
kontra dan pro terhadap institusi renvoi ini.

ALASAN-ALASAN YANG PRO RENVOI


Memberi keuntungan praktis
Jika renvoi diterima maka baerarti hukum internal sang hakim sendiri yang Harmoni diantara keputusan-keputusan
akan dipergunakan dan ini berarti suatu keuntungan praktis, dimana seorang
hakim akan lebih mudah dan tepat melaksanakan hukum internalnya. Dunia terbagi dalam 2 prinsip yaitu prinsip
Penunjukan secara keseluruhan kewarganegaraan dan prinsip domisili, dengan
Jangan “plus royaliste que le roi” (bersifat lebih raja dari raja itu sendiri).
Menunjuk kepada hukum asing sebenarnya suatu konsesi, jika kemudian menerima renvoi akan tercapai harmoni dari
hukum asing itu tidak menetrimanya / menunjuk kembali, maka harus
diterima / jangan ditolak. keputusan-keputusan perkara HPI yang
(Jika kita menutup pintu terhadap hukum asing, maka akan membawa kita
pada “chauvinisme yuridis” yang mematikan kemungkinan perkembangan mengatasi pertentangan diantara kedua sistim
HPI.
Keputusan yang berbeda ini.
Jika menolak renvoi akan mengakibatkan timbulnya keputusan yang berbeda
dalam suatu peristiwa HPI dalam Negara yang menunjukkan dan Negara Memperbesar kemungkinan executie;
yang menunjuk kembali.
(Misal jika dalam suatu peristiwa HPI Negara X menunjuk kpd hukum Negara
Y, dan hukum Negara Y menunjuk kembali pada hukum Negara X, maka jika
Sesuai dengan rasa keadilan para pihak.
(Negara X) menolak renvoi, yang akan terjadi dalam suatu peristiwa HPI akan
ada keputusan yang berbeda jika diperiksa di Negara X menggunakan hukum Negara-negara yang pro rrenvoi al: Perancis,
intern Negara Y, jika diperiksa di Negara Y akan menggunakan hukum
Negara X). German, Belgia, Swedia,
England, Swiss, Thailand dsb.
JENIS-JENIS RENVOI
Single Renvoi (dianut oleh negara-negara Kasus di Inggris:
kontinental) Re ANNESLEY (Renvoi diterima)
X ------> Y Ny. Annesley WN Inggris, domisili dan meninggal (1942)
di Perancis, membuat testament / wasiat dlm bentuk
hukum Inggris, yang mengakibatkan anak laki-lakinya
Double Renvoi (dianut negara-negara Anglosaxon) tidak mendapatkan warisan.
Dalam hal negara Y menerima renvoi, maka hukum (HPI Inggris Vs HPI Perancis) HPI Inggris wasiat syah,
sedangkan HPI Perancis mengenal adanya “legitima forci”
intern Y yang akan berlaku, karena X menunjuk yang memberikan hak pada sang anak sekurangnya
pada Y, dan hakim X memutuskan seperti hakim Y sepertiga bagian harta warisan;
akan mengadili perkara berdasarkan fakta-faka dalam kasus ini :
serupa 1. Hakim Inggris menggunakan FCD, bertindak seolah
Y ----> X ----> Y hakim Perancis;
2. HPI Perancis (prinsip nasionalitas) menunjuk hukum
Alternatif lain, adalah dalam hal negara Y menolak Inggris;
Renvoi, maka hukum intern negara X akan berlaku, 3. HPI Inggris (prinsip Domisili) menunjuk Hkm Perancis;
karena X menunjuk kepada Y, maka hakim X dengan menggunakan hukum intern Perancis wewenang
memutuskan seperti hakim Y Ny. Annesley dalam membuat surat wasiat dibatasi, maka
anak lelakinya mendapatkan warisan berdasarkan
X ------> Y “legitima forci”.
Y ------> X

KAEDAH HUKUM MEMAKSA


(MANDATORY RULES)
Kaedah Hukum memaksa (mandatory rules)
dalam HPI sering kali menjadi kompleks, karena
keberlakuannya tidak dapat dikesampingkan
oleh kesepakatan antar para pihak.
Ada kemiripan dengan situasi dimana
berlakunya sistim hukum asing harus
dikesampingkan atas dasar “bertentangan
HUKUM PERDATA dengan kepentingan umum”.
INTERNASIONAL Namun meski dalam penerapan ada kemiripan,
KULIAH 8
tetap ada perbedaannya
DHONI YUSRA SH MH

PERBEDAANNYA ANTARA LAIN


dasar pemberlakuan “ketertiban umum” Pemberlakuan “mandatory rules” seringkali menjadi
krusial dalam HPI, khususnya pada bidang-bidang
dimaksudkan sebagai upaya defensive / kontrak yang didasarkan atas kebebasan para pihak
mempertahankan untuk mencegah timbulnya menentukan hukum yang berlaku atas kontrak mereka.
akibat-akibat negative dari pemberlakuan Dengan kata lain “mandatory rules” akan membatasi para
hukum asing terhadap kepentingan nasional pihak dalam transaksi International, hal ini disebabkan
oleh latar belakang pemberlakuan mandatory rules yang
forum; dianggap sebagai aturan umum yang mencerminkan
dasar pemberlakuan “ mandatory laws” harus kebijakan dasar (fundamental policy) dari Negara yang
memberlakukannya.
diberlakukan, tanpa melihat isi dari kaedah
Namun dalam praktek tidak mudah untuk menentukan
hukum asing yang seharusnya diberlakukan apakah suatu aturan hukum dapat dikatagorikan sebagai
mandatory atau tidak? Persoalan ini biasanya dijawab
melalui tindakan penafsiran dan konstruksi hukum (legal
interpretation and construction) pada tingkat domestic,
dengan mempertimbangkan substansi serta kebijakan
dasar yang melatar belakangi aturan-aturan itu

Dari segi International, persoalan ini menjadi lebih rumit, Pengertian “hukum memaksa” sebenarnya dapat diartikan
karena tidak semua aturan hukum yang bersifat memaksa sebagai dua konsep yang agak berbeda satu sama lain, yaitu
dalam arti:
dalam persoalan-persoalan hukum yang bersifat domestic, Domestik
dengan sendirinya menjadi bersifat memaksa pula dalam Aturan-aturan hukum yang memaksa dari forum yang tidak dapat
arti International. dikesampingkan melalui perjanjian. Aturan-aturan ini diberi sifat
memaksa atas pertimbangan terhadap akibat yang ditimbulkannya
Konsep kaedah hukum memaksa (mandatory rules) secara domestic apabila ia dikesampingkan melaluiperjanjian para
umumnya digunakan untuk menjadi dasar pemberlakuan: pihak. Jika di dalam negeri system hukum ybs melarang
penyimpangan terhadapnya melalui perjanjian, umumnya
Aturan-aturan hukum yang khusus dimaksudkan untuk penyimpangan dalam hubungan hukum yang bersifat international
mengatur masalah-masalah ketenagakerjaan dan pun akan dianggap dilarang.
perlindungan konsumen; Misalnya : UU ketenagakerjaan Indonesia yang mewajibkan
pembayaran upah sekurang-kurannya (minimum) sesuai dengan
Aturan-aturan hukum dari sebuah Negara yang dipertautkan indeks Upah Minimum Regional yang berlaku di wilayah tertentu di
(connected) oleh semua elemen yang relevan dalam suatu Indonesia, dan perusahaan serta pekerja dalam tingkat domestic
tidak dapat membuat kontrak kerja dengan pembayaran upah yang
persoalan hukum, kecuali pilihan hukum para pihak; lebih rendah dari UMR, maka suatu kontrak kerja yang bersifat
Aturan-aturan badan pengadilan yang menjadi perkara; internasional pun tidak dapat menyimpang dari UMR itu
melaluikesepakatan para pihak jika konrak kerja itu tunduk pada
Aturan-aturan hukum dari suatu Negara yang memiliki hukum Indonesia.
kaitan nyata dengan situasi tertentu walaupun hukum Jadi dalam arti ini sifat memaksa dari mandatory laws akan berlaku
Negara itu bukan merupakan lex causae; juga dalam kontrak international apabila persoalan hukum yang
menjadi pokok perkara memang memiliki kaitan nyata hanya ke
hukum Indonesia atau jika perkara diajukan di depan Pengadilan
Indonesia
Internasional Persoalan: apakah ada perbedaan pemberlakuan
Aturan-aturan hukum yang tidak dapat mandatory rules dari lex fori dengan mandatory
dihindarkan berlakunya melalui pilihan hukum rules dari suatu sistim hukum asing (lex causae)?
kearah sistim hukum lain selain system hukum
Untuk mandatory rules dari lex fori, umumnya
yang menyatakannya sebagai aturan yang
diterima azas bahwa pengadilan wajib untuk
memaksa. (Tidak dapat dikecualikan oleh pilihan memberlakukannya dengan tidak mempedulikan
hukum). hukum apa yang akan diberlakukan sebagai lex
Kaedah-kaedah hukum memaksa dalam arti ini causae dari seuatu perkara. Pegangan
juga menunjuk pada aturan-aturan hukum yang Pengadilan/Hakim untuk memberlakukannya adalah
pada dasarnya tidak dapat dikesampingkan, baik prinsip bahwa mandatory rules dari lex fori yang
melalui perjanjian maupun kesepakatan tidak dapat dikesampingkan dalam perkara HPI
diantara para pihak atau melalui pemberlakuan adalah mereka yang substansinya berkaitan dengan
system hukum lain yang berlaku, baik karena penegakan nilai-nilai ketertiban umum di negara
pilihan hukum maupun karena ditunjuk kaedah- forum.
kaedah HPI lex fori.

Untuk mandatory rules dari hukum asing (foreign Di Belanda kaidah-kaidah hukum memaksa (voorrangsregels)
dipahami sebagai kaedah-kaedah HPI Unilateral yang harus
mandatory laws), doktrin HPI belum terlalu jelas, diberlakukan demi pengamanan terhadap kepentingan umum
tetapi dalam beberapa konvensi HPI diterima prinsip dari Negara forum.
bahwa mandatory laws asing hanya dapat Di dalam doktrin conflict of laws Amerika Serikat, diterima
prinsip bahwa khusus untukpersoalan-persoalan yang
dipertimbangkan untuk diberlakukan apabila: seharusnya dapat diselesaikan sendiri oleh para
sistim hukum asing itu memiliki kaitan yang cukup nyata pihakberdasarkan persyaratan dalam kontrakmereka,
dengan perkara (close conection rule), dan kebebasan para pihak untuk memilih hukum praktis tidak
dibatasi sama sekali. Jika kontrak tidak dapat
berdasarkan hukum asing itu, aturan-aturan tersebut menyelesaikannya karena persoalan yang diatur mandatory
memang harus diberlakukan tanpa memperhatikan hukum laws, para pihak dapat memilih untuk memberlakukan
yang seharusnya berlaku; kaedah memaksa dari system hukum asing, kecuali bila:
Negara yang dipilih tidak memiliki kaitan yang substantive dengan
para pihak atau dengan transaksi mereka dan tidak ada dasar
pertimbangan lain yang reasonanble untuk memilih hukum Negara
tersebut, atau
pemberlakuan hukum dari Negara yang dipilih itu akan
bertentangan dengan kebijakan dasar dari Negara yang secara
objektif memiliki kepentingan yang lebih besar dari pada Negara
yang dipilih dalam penyelesaian perkara ybs.

KONSEP HAK-HAK YANG


DIPEROLEH (VESTED RIGHTS)
DALAM HPI
Istilah “hak-hak yang diperoleh” sering disebut
dengan right and obligations created abroad atau
hak dan kewajiban hukum yang terbit
berdasarkan hukum asing. Yang menjadi
persoalan dalam HPI, apakah hak dan kewajiban
hukum yang dimiliki seseorang berdasarkan
kaedah-kaedah dari suatu sistim hukum asing
tertentu harus diakui atau tidak oleh lex fori
HUKUM PERDATA (Sunaryati hartono).
INTERNASIONAL Menurut Prof. SUDARGO GAUTAMA:
KULIAH 9 Dalam HPI masalah “Vested rights” ini
DHONI YUSRA SH MH dikemukakan untuk memasalahkan sejauh
mana perubahan-perubahan yang terjadi
terhadap fakta-fakta akan mempengaruhi
berlakunya kaedah-kaedah hukum yang semula
digunakan

Contoh: Vested Rights dapat didefenisikan sebagai :


A adalah WNI dan berdasarkan hukum Indonesia telah diakui Suatu perbuatan yang dilakukan di luar forum dapat
sah sebagai pemegang hak milik atas suatu benda bergerak. menerbitkan suatu hak yang melekat pada pihak penggugat
Pada suatu saat A mengubah status keWNannya menjadi WN dan akan dilaksanakan atau diakui oleh forum tempat hak itu
Republik Rakyat Cina. Menurut hukum positif cina, dianggap diajukan sebagai perkara.
saja A belum dapat dianggap sebagai pemilik yang sah atas Hak dan kewajiban hukum yang telah diperoleh seseorang
benda bergerak itu. berdasarkan suatu kaedah hukum haruslah dihormati oleh
siapa saja, termasuk oleh lex fori, kecuali bila pengakuan
Masalah: terhadap hak-hak semacam itu akan menimbulkan akibat
Apakah karena perubahan keWNan dari Indonesia menjadi yang bertentangan dengan public order dari masyarakat
Cina, hak milik atas barang bergerak yang semula melekat pada forum.
A, kemudian akan dianggap tidak ada ? Pandangan atau asas ini berkembang pada masa
memuncaknya pandangan hidup individualistic yang
Jika Hakim atau hukum RRCina menganggap bahwa “suatu menganggap bahwa hak milik mempunyai kekuatan hukum
pemilikan atas benda bergerak dianggap sah berdasarkan yang mutlak di mana pun dan terhadap apap pun. Namun
hukum yang seharusnya berlaku, akan tetap diakui sahdi mana dengan perkembangan pandangan “hak milik mempunyai
pun hak itu hendak ditegakkan”, maka dapatlah dikatakan fungsi social”, doktrin Vested rights ini mengalami pergeseran
bahwa pengadilan Cina menerima prinsip “hak-hak yang dan orang cenderung menganut ajaran secara terbatas
diperoleh” (vested right) (qualified)
Dalam arti yang terbatas, maka Vested rights
atau hak-hak yang diperoleh akan berarti:
“Hak-hak yang dimiliki seseorang (suatu subjek
hukum) berdasarkan kaedah hukum asing dapat
diakui didalam yuridiksi lex fori, selama
pengakuan itu tidak bertentangan dengan
kepentingan umum masyarakat lex fori”.
Dengan kata lain: “Hak-hak yang diperoleh”
dapat diakui selama pengakuan itu tidak
bertentangan dengan ketertiban umum lex fori
atau dengan asas-asas keadilan yang hidup
dalam masyarakat forum.

PERSOALAN PENDAHULUAN &


DEPECAGE
“Persoalan Pendahuluan” (incidental question) dalam
HPI adalah suatu persoalan / masalah HPI dalam
sebuah perkara yang harus dipecahkan terlebih
dahulu sebelum putusan terhadap masalah HPI yang
menjadi pokok perkara dapat ditetapkan oleh Hakim.
Prof. Cheshire dlm bukunya Private International
Law:
“Adakalanya dalam suatu perkara HPI, pengadilan
HUKUM PERDATA tidak saja dihadapkan pada masalah utama, tetapi
juga suatu masalah subsider. Setelah hukum yang
INTERNASIONAL harus diberlakukan terhadap masalah utama
KULIAH 10 ditetapkan melalui penerapan kaedah HPI yang
DHONI YUSRA SH MH relevan, maka kemungkinan ada kebutuhan untuk
menentukan kaedah HPI lain untuk menjawab
masalah subsider yang berpengaruh terhadap
penyelesaian masalah utama.”

Untuk menentukan apakah dalam sebuah perkara Pada dasarnya sangat jarang sebuah kasus yang berkaitan
dengan incidental question dapat memenuhi kriteria, oleh
HPI terdapat persoalan pendahuluan (incidental karenanya dalam praktek criteria tersebut diterapkan
question), maka perlu dipenuhi tiga persyaratan: tidak terlalu strict /kaku. Sebagai contoh fleksibilitas
penerapan misalnya dalam kasus “Pewarisan atas benda
“Main issue” yang dihadapi dalam perkara harus bergerak” adalah sebagai berikut:
merupakan masalah HPI yang bedasarkan kaedah HPI kriteria pertama dianggap tidak terpenuhi apabila pada saat
forum harus tunduk pada hukum asing; pewaris meninggal dunia, ia berkedudukan tetap di Negara
Dalam perkara yang sama harus terdapat “subsidiary forum;
kriteria kedua dianggap tidak terpenuhi apabila seorang
issue” yang mengandung unsure asing, yang sebenarnya pewaris yg berdomisili di Negara asing membuat terstament
dapat timbul sebagai masalah HPI yang terpisah dan yang menyatakan untuk memberikan harta warisannya
diselesaikan melalui penggunaan kaedah HPI lain secara untuk anak sahnya, padahal lex fori dan hukum asing
independent; tersebut memiliki kesamaan dalam menentukan apakah anak
tersebut adalah anak yang sah atau tidak sah.
Kaedah HPI untuk menentukan lex causae bagi subsidiary Dengan tidak dipenuhi kriterianya, maka perkara tidak
issue akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda dari perlu diselesaikan dengan menggunakan methode
kesimpulan yang akan dihasilkan seandainya lex causae penyelesaian dalam incidental question.
dari main issue yang digunakan;

Cara penyelesaian : Teori HPI mengenal tiga pandangan tentang cara Prof. Cheshire, kebanyakan putusan hakim dalam kasus-
penyelesaian persoalan pendahuluan, yaitu: kasus incidental questions diselesaikan melalui absorption.
Absorption Namun Cheshire cenderung untuk menggunakan pendekatan
Prinsipnya: melalui absorption, lex causae yang dicari dan ditetapkan
melalui penerapan kaedah HPI untuk mengatur masalah pokok (main kasuistis (case by case approach) dengan memperhatikan
issue) akan digunakan juga untuk menjawab “persoalan pendahuluan”. kelas, jenis perkara yang dihadapi.
Jadi setelah lex causae untuk masalah pokok ditetapkan kaedah HPI lex Misalnya:
fori, masalah pendahuluannya akan ditundukan pada lex causae yang
sama. Cara ini disebut cara penyelesaian berdasarkan lex causae. perkara HPI bidang pewarisan benda-benda bergerak sebaiknya
Repartition digunakan absorption; sedangkan
Pada dasarnya, melalui repartition, hakim harus menetapkan lex causae perkara dibidang perbuatan melawan hukum (tort) atau kontrak
untuk maslah pendahuluan secara khusus dan tidak perlu menetapkan sebaiknya digunakan repartition.
lex causae dari masalah pokoknya terlebih dahulu. Dengan mengabaikan
lex causae dari masalah pokok, hakim akan melakukan kualifikasi Di Belanda, pengadilan lebih banyak menggunakan
berdasarkan lex fori dan menggunakan kaedah HPInya yang relevan repartition, MA Belanda (Hoge Raad) menetapkan bahwa
khusus untuk menetapkan lex causae masalah pendahuluan. Cara ini pada dasarnya masalah hukum yg berlaku dalam persoalan
disebut penyelesaian dengan lex fori. pendahuluan (voorvraag) harus dijawab melalui repartition.
Pendekatan Kasus demi Kasus Namun dengan pengecualian bahwa absorption dapat
Penetapan lex causae untuk masalah pendahuluan atau incidental
question dilakukan dengan pendekatan kasuistis, dengan memperhatikan digunakan apabila terdapat keterkaitan yang kuat antara
sifat dan hakekat perkara atau kebijakan dan kepentingan forum yang masalah pokok (hoofdraag) dengan persoalan pendahuluan
mengadili perkara. (voorvraag).
Di Inggris, ada kecenderungan untuk melakukan absorption.
CONTOH-CONTOH KASUS
RE MAYS ESTATE (1953) Persoalan Hukum:
Kasus Posisi: Apakah Sam may berwenang untuk menguasai dan
Sam dan Fannie May (Paman dan kemenakan, WNAmerika
keturunan yahudi) berkediaman tetap di Negara Bagian (NB) mengurus harta Fannie May, dengan alas hak
New York, Amerika serikat. Berdasarkan hukum NB New sebagai pasangan yang masih hidup dari suami –istri
York perkawinan antara paman keponakan dianggap batal yang telah menikah dengan sah. Hal ini harus
demi hukum karena bersifat incestuous (jinah), karenanya diputuskan berdasarkan lex domicile dari Sam dan
tahun 1913 Sam dan Fannie May menikah di NB Rhode
Island berdasarkan kaidah hukum adat Yahudi Hibrani dan fannie, yaitu hukum New York. Gugatan sang anak
diakui menurut NB itu. Dua minggu setelah perkawinan inilah menjadi masalah pokok (main question) dalam
mereka kembali ke NB New York hidup disana sebagai suami kasus ini;
istri selama 32 tahun dikaruniai 6 orang anak;
Tahun1945, Fannie May meninggal dunia dan meninggalkan Untuk memutus perkara ini Pengadilan New York
sejumlah harta benda yang dikuasai Sam suaminya. menghadapi kenyataan bahwa mereka harus
Kemudian salah seorang anaknya mengajukan gugatan di memutuskan dahulu, apakah perkawinan Sam dan
Pengadilan New York untuk menentang kewenangan Sam
May (ayahnya) untuk menguasai dan mengurusi kekayaan Fannie may did an berdasarkan hukum Rhode Island
peninggalan istrinya. Dasar gugatannya , karena perkawinan dapat diterima sebagai perkawinan yang sah.
Sam dan Fannie May did an berdasarkan hukum Rhode Persoalan ini adalah incidental question yang harus
Island dianggap tidak sah.
diputuskan sebalum hakim memutus persoalan
pokoknya.

Proses Pemeriksaan Perkara


Fakta Hukum: Langkah berpikir dan pertimbangan hakim New york:
Hukum New York, menganggap perkawinan paman Hakim NY pertama menunjuk kea rah hukum Rhode Island sebagai
lex loci celebrationis untuk menentukan keabsahan pperkawinan Sam &
keponakan incestuous, karenanya batal demi hukum; Fannie May karena hukum intern NY sendiri tidak jelas mengenai hal itu;
Perkawinan Sam dan Fannie Mayadalah perkawinan agama (Hibrani)
Kaidah HPI New York tidak jelas mengenai yang sah dan perkawinan itu diakui sah pula oleh lex loci celebrationis
(hukum Rhode Island);
keabsahan perkawinan dan pengakuan Berdasarkan pertimbangan itu, hakim memutuskan bahwa perkawinan
keabsahannya perkawinan dua orang warga New Sam dan Fannie May (incidental question) adalah perkawinan yang sah;
d. Karena perkawinan Sam & Fanie dianggap sah, maka berdasarkan
York yang diresmikan di Negara lain, karena itu sah hukum NY (hukum main question) dari suatu perkawinan yang sah akan
terbit kewenangan pada pasangan yang masih hidup untuk menguasai
tidaknya perkawinan harus ditentukan berdasarkan dan mengurus kekayan dari pasangan yang telah meninggal terlebjh
dahulu;
hukum tempat peresmian perkawinan (lex loci Sam may berhak untuk tetap menguasai kekayaan peninggalan Fannie
celebration); dalam kedudukannya sebagai suami yang sah.
Jadi dalam perkara ini hakim NY telah melakukan Repartition,
Hukum intern Rhode Island di bidang perkawinan dengan menundukkan persoalan pendahuluannya (sah/tdknya
menganggap bahwa perkawinan yang dianggap sah perkawinan) pada sistim hukum yang berbeda (hukum Rhode island)
dari sistim hukum yang digunakan untuk menjawab masalah
berdasarkan kaidah-kaedah agama dan tradisi pokoknya (hukum NY).
tertentu, akan dianggap sah pula berdasarkan
hukum Negara;

Perkara Lawrence VS Lawrence (1985) Fakta hukum:


Kasus posisi: Kaidah HPI Inggris: Kapasitas hukum wanita untuk
Sepasang suami istri menikah dan berdomisili di menikah kembali tunduk pada hukum tempat
Brazil, pada tahun 1970 istri memperoleh “putusan domisili wanita itu;
cerai” dari suaminya di pengadilan Negara Bagian Kaidah HPI Inggris lain: Sah tidaknya perceraian
(NB)Nevada Amerika serikat. harus diatur berdasarkan hukum dari tempat
Berdasarkan putusan pengadilan Nevada itu, sang dimana perceraian dilaksanakan;
istri menikah lagi dengan seorang WN AS / Nevada, Kaidah HPI Infggris lain: sah tidaknya suatu
perkawinan dilangsungkan di Nevada.; perkawinan harus ditetapkan hukum dari tempat
Beberapa waktu kemudian suami mengajukan perkawinan dilaksanakan;
permohonan pengesahan perkawinannya dengan si Kaidah Hukum intern Brazil: perceraian atas sebuah
wanita itu di pengadilan Inggris. perkawinan yg dilakukan di Brazil, yang dilakukan
di luar negeri, tidak memilikimkekuatan berlaku di
Brazil;

DEPECAGE
Proses penyelesaian perkara:
persoalan pendahuluannya (vorfrage) dalam perkara ini: apakah si
Dalam bahasa Prancis, DEPECAGE berarti
wanita memiliki kapasitas hukum menikah kembali; “pemecahan” atau “pemilahan”. Pembahasan
persoalan pokoknya (Hauptfrage) dalam perkara ini: apakah
Pengadilan Inggris harus menguatkan perkawinankedua dari si mengenai Defecage ini dalam konteks HPI
waniita itu dengan pemohon;
Untuk menjawab Vorfrage, hakim Inggris berpendapat ia harus
sebenarnya menimbulkan kemungkinan yang
mempertimbangkan fakta hukum bahwa: mirip dengan situasi “incidental question” meski
Berdasarkan hukum Brazil (lex domicile wanita) menganggap bahwa
siwanita tidak mempunyai kapasitas untuk menikah lagi, karena perceraian
dari suami pertama tidak sah;
tidak sepenuhnya sama.
Akan tetapi berdasarkan hukum Nevada (lex loci celebrationis perceraian)
bahwa perceraian Nevada itu adalah perceraian yang sah; Defecage adalah tindakan untuk menundukkan
Hakim dalam putrusannya menetapkan bahwa Vorfrage dalam
perkara ini tunduk pada hukum tempat perceraian diresmikan,
persoalan-persoalan tertentu yang mungkin
sehingga lex causae nya adalah hukum Nevada, yang menganggap si terbit di dalam sebuah peristiwa atau hubungan
wanita memiliki kapasitas hukum untuk menikah kembali;
Berdasarkan hal itu, hakim kemudian menguatkan perkawinan hukum pada system-sistem hukum yang
kedua yang dilakukan secara sah berdasarkan hukum Nevada (lex
causae untuk Hauptfrage). Permohonan pemohon dikabulkan. berbeda.
Sebagai contoh: Contoh lain:
Persoalan pewarisan yang dibuat WNI melalui pembuatan
testament yang dilaksanakan di Singapura. Jika perkara Gugatan ganti rugi seorang wrga Negara Bagian New
gugatan atas testament diajukan di pengadilan Indonesia, York atas perbuatan melawan hukum (PMH) yang
secara umum orang mengatakan bahwa perkara tunduk pada dilakukan di Negara Bagian Texas oleh seorang
system hukum dari tempat pembuatan testament. Akan warga Texas, dan gugatan diajukan di NB New York.
tetapi jika memilah-milah perkara ini dalam sub-
subpersoalan, misalnya subpersoalan tentang: Kemungkinannya:
keabsahan formal dari testament; Jika permasalahan pokoknya perbuatan Tergugat dapat
subpersoalan tentang kemampuan hukum si pewaris untuk
mewariskan kekayaan lewat testament; dikatagorikan sebagai PMH (masalah substansi), maka
kemungkinannya: yang berlaku kaedah hukum Texas sebagai lex loci delicti,
submasalah (1) pengadilan memberlakukan hukum Singapura,
namun
sedangkan Jika yang menjadi persoalan pokok apakah besarnya ganti
submasalah (2) pengadilan memberlakukan hukum Indonesia; rugi yang diminta terbatas jumlah tertentu atau tidak
Tindakan “memilah dan memilih” inilah yang dimaksud dengan (procedural), maka persoalan ini mungkin akan
DEPECAGE.
ditundukkan dan diselesaikan berdasarkan hukum New
Yang menjadi pertanyaan dalam perspektif HPUI adalah
apakah orang dapat melakukan pemilahan seperti itu. York sebagai lex fori.

DICEY dan MORRIS, dalam konteks HPI Traditional (eropa) secara teoritis bertitik tolak dari prinsip
bahwa sebuah hubungan hukum seharusnya tunduk pada satu
perjanjian/kontrak HPI, membedakannya: system hukum (jurisdiction selecting approach), namun dalam
Tidak semua persoalan yang timbul dari sebuah hubungan keadaan tertentu DEPECAGE dapat diperlakukan sebagai
kekecualian:
kontraktual dengan sendirinya harus diatur berdasarkan pelaksanaan kewajiban para pihak dalam kontrak harus dilaksanakan di
satu hukum yang sama. Jadi sangat mungkin jika hukum tempat-tempat yang berbeda;
yang dipilih para pihak digunakan menyelesaikan para pihak sepakat untuk “memecah” sebuah kontrak kedalam bagian-
masalah sah tidaknya kontrak (validity), masalah bentuk bagian tertentu dan menundukkan masing-masing bagian itu pada system
hukum berbeda-beda, atau
kontrak mungkin ditundukan pada lex loci contractus, karena submasalah tertentu dari suatu hubungan hukum tertentu
atau kemampuan hukum para pihak ditundukkan pada ternyata memiliki kaitan nyata yang lebih besar pada sebuah system
hukum yang seharusnya berlaku berdasarkan pilihan hukum para pihak /
hukum personal masing-masing; berdasar kaidah HPI.
Hukum-hukum yang berbeda dapat diberlakukan atas Dalam system Conflict of laws Amerika Serikat, pada dasarnya
bagian-bagian sebuah kontrak, missal: salah satu menaggap tugas HPI menetapkan aturan hukum local yang mana
kewajiban kontraktual ditundukan pada hukum A, dalam sebuah penyelesaian sebuah hubungan/peristiwa hukum (rule
selecting approach), menganggap DEPECAGE sebagai sesuatu yang
sedangkan kewajiban kontraktual lain dari kontrak yang alamiah. Penyelesaian conflict of laws harus dilakukan atas dasar
sama ditundukan pada hukm B. analisis kasus perkasus (case-by case analysis), sehingga adalah
wajar bila salah satu kasus harus tunduk pada system hukum yang
berbeda dari system hukum yang diberlakukan untuk kasus lain
yang timbul dari hubungan/peristiwa hukum yang sama.

PENYELUDUPAN HUKUM
Istilah-istilah:
Wetsontduiking (Belanda), “fraude a la loi”
(Perancis), “fraus legis” (Latin),
“Gesetzesumgehung”, das Handeln in fraudem
legis” (Jerman), “fraudulent creation of point of
contacts” (Inggris), “frode alla legge” (Italia).
Hubungan Penyeludupan Hukum (PH) dengan
HUKUM PERDATA Ketertiban Umum (Tibum), kedua-duanya
INTERNASIONAL bertujuan agar hukum nasional digunakan
KULIAH 11 dengan mengenyampingkan hukum asing. Sama-
DHONI YUSRA SH MH sama mengesampingkan kaedah hukum
tertentu;

PERBEDAAN ANTARA PH DENGAN TIBUM CONTOH KASUS


Tibum : Hukum nasional dianggap tetap berlaku; Gretna Green
(Pengesampingan dilakukan untuk kepentingan Sebuah desa di Scotlandia dekat dengan England
hakim) yang menjadi tempat perlindungan bagi orang-
PH : Hukum nasional tetap berlaku dan orang Inggris yang hendak menikah tanpa
dianggap tepat pada suatu peristiwa hukum persetujuan dari orang tua mereka.
saja, karena sifatnya menghindarkan Perkawinan orang-orang Indonesia di Penang
hukum nasional; (Kasuistis dalam kasus-kasus atau Singapura
tertentu saja, biasanya larangan menikah karena adanya ketentuan
para pihak atas saran pengacaranya); larangan kawin sebelum lewat 300 hari bagi
Penyeludupan hukum (PH) : kaedah-kaedah perempuan menurut BW, disiasati dengan
melakukan perkawinan di Penang atau Singapura;
hukum asing kadang-kadang dikesampingkan
kalau sekarang banyak digunakan oleh pasangan
dan menggunakan hukum nasional atau yang berbeda agama.
sebaliknya untuk keuntungan / tujuan tertentu.
CONTOH-CONTOH PENYELUDUPAN HUKUM
perkawinan untuk memperoleh kewarganegaraan; Perceraian:
( Wanita asing yang menikah dengan pria Indonesia, Kasus Cerai kawin di ZEVENBURGEN
berdasarkan Psal 7, 8 UU Kewarganegaraan tahun Bagi WN Italia dan Austria yang tidak bias bercerai
1958, memperoleh kewarganegaraan Indonesia); (karena hukumnya tidak mengenal cerai, hanya
sepakat pisah) pergi ke Honggaria naturalisasi jadi
perkawinan untuk menghindari pengusiran; WN Honggaria dan anggota jemaat protestan di
( Wanita-wanita asing yang secara tergesa-gesa gereja Zevenburgen, maka keputusan pisah meja &
menikah dengan pria Belanda pada masa perang, tempay tidur bias diubah menjadi perceraian;
dengan maksud menghindarkan pengusiran oleh Naturalisasi di Eslandia:
jawatan Imigrasi) Van A WN Belanda menikah di Indonesia dengan WN
Belanda;
perkawinan untuk dapat bekerja; bercerai menurut BW (KUHPerdata) belum cukup alasan,
(wanita asing yang menikah dengan pria WNI untuk maka hanya pisah meja dan tempat tidur;
dapat bekerja menghindarkan ijin kerja khusus WNA naturalisasi ke Eslandia dan mengajukan perceraian; -
berdasarkan Peraturan Menteri Perburuhan (UU pergi ke Negara Baltik, Eslandia
No.3 tahun 1958) Van A menikah lagi dengan wanita lain dilangsungkan di
Scotlandia.

Kasus Mr. I. Tj. Sifat penyeludupan Hukum:


menggunakan HPI untuk tujuan tertentu, supaya
Mr. I Tj. Pengacara WNI (Islam) menikah dengan attas hubungan non hukum tertentu diperlakukan
Ny. JMR (WN Belanda) masuk Islam; hukum yang lain dari pada apa yang seharusnya
Ny. JMR ke labuan Bilik batu mengucapkan “ikrar akan dipergunakan.
murtad” di depan Raad Agama Kerapatan Besar Tujuan penyeludupan hukum:
untuk dapat mengmenghindarkan suatu akibat
negeri Panei, Raad Agama memutuskan jika sudah hukum yang tidak dikehendaki atau untuk
murtad tunggu 3 x suci, jika masih murtad talak mewujudkan suatu akibat hukum yang dapat
jatuh pada tanggal nikahnya. dikehendaki.
Ternyata JMR menikah lagi di Surabaya dengan WN VESTERS – DUBINK: penyeludupan hukum terjadi
Belanda. apabila seorang berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang dipergunakan dalam undang-undang, tetapi
Alasan murtad dapat dijadikan alasan perceraian, melawan jjiwa dan tujuannya, secara muslihat
penyeludupan hukum yang dilakukan JMR berhasil. melakukan perbuatan-perbuatan yang dimaksudkan
untuk menghindarkan berlakunya kaedah-kaedah
hukum tertulis / tidak tertulis.

Akibat-akibat Penyeludupan Hukum:


setiap penyeludupan hukum mengakibatkan
batalnya perbuatan bersangkutan.
Ungkapan yang terkenal: fraus omnia corrumpt,
artinya penyeludupan hukum mengakibatkan bahwa
perbuatan hukum itu dalam keseluruhannya tidak
berlaku.
Prinsip ini dianut oleh Perancis. HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
KULIAH 12
DHONI YUSRA SH MH

PILIHAN HUKUM BATASAN PENGGUNAAN PILIHAN HUKUM


Pilihan Hukum sudah umum diterima dalam Tidak bertentangan dengan “ketertiban umum”
praktek bisnis bagi pihak-pihak yang Bahwa hukum yang digunakan oleh para pihak
menyepakati. Yang dipilih dalam pilihan hukum itu tidak bertentangan dengan asas-asas / sendi
adalah sistim hukumnya, bukan perundang- hukum sang hakim dan salah satu pihak;
undangannya;
Tidak dapat diterapkan terhadap permasalahan tidak boleh menjelma menjadi pilihan hukum:
diluar bidang kontrak. Penyeludupan hukum--- tindakan para pihak
Pilihan Hukum merupakan kebebasan yang untuk menentukan sendiri hukum yang berlaku
diberikan kepada para pihak untuk menentukan baginya dengan itikad yang buruk;
hukum yang akan berlaku bagi konntrak yang Hanya boleh mengenai bidang kontrak
dibuatnya; Titik pertalian yang objektif, digeser oleh pilihan
Intisari pilihan hukum adalah otonomi; hukum
DUMOULIN (Perancis).penemu Pilihan Hukum
MACAM-MACAM PILIHAN HUKUM
Pergeseran titik pertalian objektif, contoh: Pilihan hukum secara tegas secara jelas dicantumkan dalam
kewarganegaraan (Wanita Asing X Pria WNI ) kontrak;
ke USA) - domisili ( di Negara-negara yang menganut system domisili, pilihan hukum di Negara-negara bagian (AS) pengecualian ---
perpindahan domisili tersebut akan dapat menggeser titik pertalian yang
objektif, yaitu hukum dari negaranya, Contoh Inggris. Clausula penyelamatan suatu kontrak
apabila isi/clausula dan pasal didalam kontrak bertentangan dengan
pilihan hukum dapat berubah menjadi penyeludupan hukum apabila hukum B, maka hukum yang digunakan adalah hukum B; Contoh:
menggeser titik pertalian objektif (domisili, keWNan, lex rei sitae, lex loci AXB—
contractus);
dilihat dari ada / tidak “red connection” dengan isi kontrak). - pilihan Pilihan hukum secara diam-diam
hukum dapat berubah menjadi penyeludupan hkum apabila hal tersebut Dilihat dari:
dilakukan terhadap sistim hukum yang ada hubungannya dengan kontrak dalam klausulanya ditentukan adanya kewajiban bagi para pihak
(ada / tidaknya hubungan dengan isi kontrak—
yang menunjukan pada sistim hukum tertentu; Isi Kontrak -
Harus ada red connection dengan isi kontrak; Tindakan-tindakan para pihak yang menunjukan kearah suatu sistim
Red Connection dengan perbuatan hukum; hukum tertentu;
untuk kontrak kerja yang dilakukan di Indonesia harus dipakai Contoh: - pengiriman barang menggunakan jasa pengangkut New
hukum Indonesia (merupakan kebijakan ekonomi nasional);. Khusus York;
jadi dianggap para pihak menundukan diri pada sistim hukum New
di Indonesia york. - klausul-klausula dalam pasal mirip dengan klausula dalam
Berdasarkan perkembangannya, pilihan hukum tidak diperkenankan sistim hukum New York
terhadap ketentuan-ketentuan yang sudah diatur oleh Pemerintah
Ybs. Contoh: PP No. 16/1997 mengenai Waralaba, tidak
diperkenankan menggunakan sistim hukum selain hukum Indonesia.

Pilihan hukum yang dianggap


Dugaan-dugaan fiktif dari sang Hakim dimana hakim
menganggap para pihak telah memilih satu sistim hukum
tertentu.
Pilihan hukum secara hipotetis
Berdasarkan dugaan-dugaan dari sang Hakim;
Lebih buruk dari (pilihan yang dianggap) karena disini
para pihak tidak bermaksud / tidak ada maksud /
keinginan untuk memilih suatu hukum.
asas favorable, sepanjang disepakati oleh para pihak;
Pilihan Hukum alternative dilakukan terhadap pilihan
HUKUM PERDATA
hukum suatu Negara yang memiliki kompleksitas sistim INTERNASIONAL
hukum.
KULIAH 13
Pilihan Hukum Selektif
Contoh: Indonesia ; hukum perdata barat, hukum Adat; DHONI YUSRA SH MH
hukum Islam.

PRINSIP-PRINSIP UMUM HUKUM


ACARA PERDATA
INTERNATIONAL
Dalam konteks HPI, biasanya pelaku bisnis atau Namun tidak kalah pentingnya peranan kaedah-
lawyers mereka umumnya mengandalkan kaedah hukum formal / prosedural / acara yang
aturan-aturan untuk menyelesaikan masalah akan menetapkan bagaimana aturan
secara damai, dan yang banyak menjadi penyelesaiaan sengketa harus dijalankan agar
perhatian adalah solusi atas persoalan hukum upaya penegakan hukum substantive dapat
dari segi hukum materiil (substantive law). diwujudkan secara efektif.
Kaedah-kaedah hukum perdata dan Dalam konteks HPI, persoalan pokok hukum
perdagangan umumnya dibuat untuk membantu acara adalah menyangkut penentuan
pengambilan keputusan dalam mencapai hasil kewenangan mengadili dari sebuah forum
penyelesaian perkara yang palin baik dari segi apabila dihadapkan pada perkara yang
substansi. mengandung unsure asing. Sebuah transaksi
Disinilah para ahli hukum mengandalkan transnasional (melampaui batas Negara),
hukum perikatan (law of obligation) atau hukum masalah prosedural dalam proses penyelesaian
kontrak atau hukum tentang PMH atau sengketanya juga akan bersifat khas
hukumkeluarga, hukum kebendaan dan
sebaagain a

Sebagai contoh: Persoalan proses pengajuan Tergugat B ke pengadilan


Indonesia, jika B tidak dipanggil dan diajukan sesuai tata
Penggugat A yg berdomisili di Indonesia cara hukum yang berlaku atau hukum international, maka
mengajukan gugatan ganti rugi di pengadilan pengadilan Indonesia tidak dapat memberikan putusan yg
sah dan putusan itu tidak akan memiliki kekuatan hukum
Indonesia terhadap B yang berdomisili di untuk dilaksanakan (di Indonesia, Singapura atau di mana
Singapura. pun);
Beberapa masalah khas yang mungkin muncul, Persoalan perolehan alat bukti atau saksi-saksi di luar negeri,
sebagai pelaksanaan kewenangan peradilan suatu Negara di
yaitu: wilayah Negara lain.
Apakah pengadilan Indonesia mempunyai Butir diatas, biasanya diatur konvensi hukum international,
kompetensi / kewenangan untuk memutus perkara A jika tidak diatur hukum acara manakah yang harus berlaku?
dan B; Ada dua pandangan yang berbeda :
Hukum acara forum (lex fori) yang mengadili perkara juga yang harus
Jika mempunyai kompetensi, hukum manakah yang berlaku di wilayah Negara asing tempat alat bukti berada. Asas ini
harus digunakan untuk memnyelesaikan masalah didasarkan pada prinsip kedaulatan Negara yang antara lain
diwujudkan dalam pelaksanaan kewenangan yuridiksi pengadilan.
(hukum Indonesia atau Singapura). Masalah ini
Penyelesaian urusan yang menyangkut pelaksanan kewenangan forum
sebenarnya maslah HPI, tetapi diluar persoalan di wilayah Negara asing tidak selalu dapat ditundukan pada lex fori,
hukum acara; tetapi tunduk pada lex fori asing (foreign jurisdiction / lex diligentiae)
PRINSIP HPI TENTANG DASAR
PENETAPAN YURISDIKSI FORUM DALAM
LITIGASI PERKARA TRANSNASIONAL
Apabila pengadilan Indonesia telah memiliki kewenangan Berbicara tentang yurisdiksi ekstrateritorial, atas
Yurisdictional, memutus perkara yang mengalahkan B dasar kedaulatannya setiap Negara berwenang
dan eksekusi asset-aset B harus dilaksanakan pengadilan sepenuhnya untuk mengklaim yurisdiksi atas subjek
Singapura. Persoalannya jika tidak terdapat perjanjian hukum, namun secara international diterima prinsip
saling mengakui dan melaksanakan putusan hukum yang bahwa kewenangan semacam itu perlu dibatasi dan
dibuat di masing-masing Negara. (maslah HPI: recognition
Negara-negara harus membatasi diri dalam
mengklaim kewenangannya (self-restraint).
and emforcement of foreign judgements);
Artinya setidaknya harus ada dasar yang kongkret
Persoalan penyelesaian sengketa melalui “arbitrase bagi pengadilan sustu Negara untuk mengklaim
perdagangan international”, jika forum arbiter memutus yuridiksi ekstrateritorialnya.
atas dasar “ex Aequo et Bono”. Apakah kebebasan forum
Dasar yang konkret itu umumnya ditentukan oleh
arbitrase bersifat mutlak atau kah forum tetap terikat ada-tidaknya suatu pertautan atau kontrak
untuk mendasarkan diri pada system hukum tertentu. (connection) tertentu antara Negara dan badan
Persoalan ini akhirnya membawa orang utuk menentukan peradilannya disatu pihak, dengan gugatan atau
hukum apa yang harus digunakan sebagai acuan dalam pihak-pihak dalam perkara dilain pihak.
proses penyelesaian sengketa arbitrase.

Pengertian “Kewenangan Yuridiksional Forum” Apakah Pengadilan akan Menolak Mengadili atau Tidak
dalam konteks HPI Masalah yurisdiksi secara luas Melanjutkan Proses Peradilan meski sebuah forum
dapat diartikan sebagai masalah apakah sebuah terbukti berwenang untuk mengadili, namun ia dapat
forum akan mengadili dan emutuskan suatu perkara menolak atau tidak melanjutkan proses pemeriksaan
yang diajukan kepadanya. Dalam HPI masalah ini perkara, karena:
menjadi lebih kompleks karena mencakup beberapa Asas forum nonconveniens
masalah: Penolakan dengan pertimbangan koneksitas antara para
Apakah Pengadilan Berwenang untuk Mengadili Perkara pihak tidak signifikan, sehingga perkara harus diajukan di
Kompetensi mengadili adalah persoalan hukum acara, dan Negara lain;
dalam hukum keperdataan biasanya bergantung dari Asas lis alibi pendens
penyampaian panggilan pengadilan kepada pihak tergugat Terbukti proses pemeriksaan perkara yang sama sedang ber
(service of writ), dan panggilan hanya dapat disampaikan
jika: jalan di hadapan forum Negara lain;
tergugat berada secara fisik di dalam yurisdiksi pengadilan, Asas res judicata
tergugat menundukkan diri pada kewenangan yurisdiksional Perkara dan para pihak yang sama telah diadili dan diputus-
pengadilan; kan oleh sebuah forum lain dan telah memperoleh kekuatan
pengadilan memerintahkan pemanggilan tergugat di wilayah hukum tetap.
di Keputusan melanjutkan pemeriksaan akan bertentangan
luar yuridiksi pengadilan (service of writ out of dengan kewenangan yurisdiksional ekslusif atau
the jurisdiction).
bertentangan dengan klausula arbitrase yang disepakat para
pihak

Apakah ada Pembatasan terhadap Pengadilan dalam Dalam litigasi transnasional, asas actor squitur
Melaksanakan Kewenangan Yurisdiksionalnya; forum rei (tempat tinggal tergugat untuk
Meski pengadilan sudah melaksanakan panggilan menentukan tempat pengadilan) ternyata tidak
dengan benar, Yurisdiksi pengadilan masih mungkin selalu dapat digunakan secara efektif, karena
dibatasi, yg mengakibatkan Pengadilan dianggap connections di bidang perkara HPI sering
tidak berwenang mengadili. Pembatasa itu dibentuk melalui titk taut lain, seperti
berkenaan dengan: pelaksanaan kontrak atau tempat PMH di
pokok perkara (subject matter), misalnya menyangkut
Negara forum.
tanah atau property di wilayah Negara asing; Penentuan dasar yurisdiksi pengadilan, dalam
jenis perkara yang diminta, misalnya pemberian izin praktek litigasi international umumnya
untuk perceraian; dibedakan kedalam :
Subjek hukum terhadap mana tuntutan diajukan, yurisdiksi in personam;
misalnya gugatan terhadap Negara asing. yurisdiksi in rem;
yurisdiksi quasi in rem .

Yurisdiksi in personam adalah yurisdiksi atas Kehadiran (Presence)


Kehadiran seseorang di wilayah suatu negara forum
orang, umumnya dianggap sebagai yurisdiksi dianggap sebagai dasar yang cukup bagi forum untuk
tidak terbatas (unlimited jurisdiction), artinya mengklian jurisdiksinya atas orang itu, namun kehadiran
seseorang di sebuah Negara sekedar transit belum
pengadilan memiliki yurisdiksi / kewenangan dianggap cukup untuk mengklaim yuridiksi;
untuk memutus perkara yang menyangkut Tempat Kediaman (domicilie)
Tempat kediaman tetap (domicilie) disustu Negara,
tergugat untuk jumlah yang tidak terbatas dan dianggap sebagai dasar mengkliam yurisdiksi;
menyangkut seluruh asetnya. Yurisdiksi ini Penundukan sukarela (consent)
timbul disebabkan oleh : Penundukan sukarela seseorang ditunjukkan dengan
seseorang mengajukan gugatan atau menjawab gugatan
terhadap dirinya diforum suatu Negara. Yurisdiksi ini
dikatagorikan sebagai yurisdiksi khusus (specific
jurisdiction);
Pertautan Minimum (Minimum Contacts)
Adanya minimum contacts antara seorang dan Negara
forum.
BEBERAPA PRINSIP PENETAPAN
YURISDIKSI DALAM LITIGASI
INTERNATIONAL
Yuridiksi in rem, adalah yuridiksi atas benda Yurisdiksi Teritorial atas dasar Domisili (Tergugat)
(thing/res) yang berada di wilayah Negara forum, Prinsip actor sequitur forum rei (gugatan diajukan
ditempat tergugat tinggal) dimaksudkan sebagai upaya
yang secara langsung atau tidak berkaitan dengan perlindungan hukum bagi pihak tergugat, yang mungkin
perkara yang sedang dihadapi. Pengadilan yang akan menghadapi kesulitan dan ketidak adilan jika diadili
memiliki yurisdiksi in rem memiliki kewenangan di pengadilan negara asing.
untuk mengadili sengketa-sengketa yang berkenaan Rasio prinsip ini adalah domisili merupakan tempat
dengan title atas benda-benda tertentu yang berada tinggal seseorang secara terus menerus, karena itu ia
dapat digugat tanpa pembatasan tertentu mengenai jenis
di wilayah forum. perkara, tanpa ada persyaratan membuktikan connection
Yurisdiksi quasi in rem dikenal dalam system hukum domisili tergugat dengan pokok perkara, karenanya
acara Amerika, untuk perkara-perkara yang tidak yurisdiksi ini memiliki general jurisdiction (GJ).
langsung menyelesaikan gugatan atas kepemilikan GJ atas seseorang karena adanya pertautan (contact)
antara forum dengan seseorang yang bersifat terus
tergugat atas suatu kebendaan yang berkaitan menerus (continous) dan sistematis (systematic), atas
dengan perkara, tetapi hanya karena penggugat dasar yuridiksi ini seseorang dapat digugat apa saja di
menuntut agar kekayaan tertentu milik tergugat wilayah forum.
yang ada di wilayah forum dilekatkan pada perkara,
walaupun tidak ada kaitan langsung antara
kekayaan dengan pokokperkara

Tergugat (defendant) dapat berupa orang Amerika Serikat menentukan yuridikasi badan
(natural person), juga berupa badan hukum hukum berdasar:
(legal person). Bagi badan hukum tidak Tempat usaha utama (principle place of business)
ditentukan berdasarkan domisili badan hukum, diwilayah negara forum;
tetapi berdasarkan lokasi badan hukum. Negara-
Tempat Pendirian (state of incorporation) di Negara
negara tertentu menetapkan lokasi atas dasar:
forum;
tempat pengelolaan utama dan pengawasan (chief
management and control) badan hukum itu berada Adanya pertautan minimum (minimum contacts)
(Prancis); dengan Negara forum;
tempat pusat operasi (central location of the
companys operations) badan hukum itu (Jerman);
tempat badan hukum didirikan secara hukum (place
of incorporation – Inggris);

Yurisdiksi Khusus dalam Perjanjian dan PMH Yurisdiksi karena Persetujuan


Dalam perkara perjanjian, gugatan diajukan Yurisdiksi ekstrateritorial dapat diklaim oleh
ditempat perjanjian dibuat (forum contractus), pada sebuah forum atas dasar kenyataan bahwa para
perkembangannya konsep ini bergeser kearah pihak (terutama tergugat) telah secara sukarela
tempat pelaksanaan kontrak (forum solusionis). memilih untuk mempertahankan dirinya dan
Dalam perkara perbatan melawan hukum harta kekayaannya didepan suatu forum asing,
(PMH/tort) umumnya mendasarkan pada asas forum
baik melalui:
delicti commisi (tempat dimana PMH dilakukan),
namun dalam kontek PMH transnasional choice of forum clause didalam satu kontrak, maupun
berkembang kearah pengakuan asas “place where melalui persetujuan tertulis yang dibuat pada saat
the injury was sustained” (tempat dimana kerugian sengketa timbul
dianggap timbul).

Yurisdiksi atas dasar kewarganegaraan, Kekayaan, Namun dalam kenyataan banyak Negara yang
atau Pemunculan / Kehadiran hukum acaranya tidak membatasi diri dalam
Dalam proses penyelesaian sengketa di bidang
perdagangan modern dewasa ini, kewenangan suatu klaim yuridiksi atas subjek hukum asing, dan
forum juga dibatasi prinsip-prinsip kewajaran dan menggunakan batas-batas yang berlebihan
keadaban / kepantasan (reasonableness and decency). (oxorbtant jurisdictions bases), misalnya :
Pembatasan itu dapat diberlakukan atas dasar: menetapkan kewenangan yurisdiksi atas dasar
Kemauan politik dari forum suatu Negara berdaulat untuk hukum personal kewarganegaraan pihak penggugat
membatasi kedaulatan dan kewenangannya (souvereign (Prancis, Luxenburg, Belgia, Belanda), sementara
selfrestraint);
WN mereka hanya dapat diadili di forum Negara
Pemberlakuan batas-batas tertentu yang harus dipenuhi
sebelum sebuah forum mengklaim yuridiksi; mereka sendiri;
Berlakunya aturan-aturan hukum nasional yang yuridiksi tak terbatas atas dasar kehadiran benda
menetapkan batas-batas pelaksanan yuridiksi milik tergugat di wilayah forum (Jerman);
ekstrateritorial;
yurisdiksi forum atas tergugat ini tetap ada
Penetapan inkompetensi oleh forum sendiri atas dasar
doctrin forum noncomveniens (Negara-negara Common walaupun tidak ada pertautan antara benda milik
law) atau lis alibi pendens dan res judicata (Negara-negara tergugat dan perkara yang diajukan ke pengadilan
Civil law); itu (Denmark);
Asas lain dalam praktek international adalah
asas forum rei sitae yang menerbitkan
kewenangan yurisdiksional pada forum dari
tempat letak benda yang melekat pada gugatan
pihak tergugat.
Dasar lain untuk menetapkan kewenangan
yurisdiksional adalah kehadiran fisik (physical
presence) dari Tergugat di wilayah forum. Di HUKUM PERDATA
beberapa Negara diterapkan secara berlebihan,
dalam arti klaim yuridiksi diterapkan pada baik INTERNASIONAL
tergugat asing melakukan bisnis secara teratur KULIAH 14
di wilayah forum maupun terhadap transient DHONI YUSRA SH MH
defendant, atau tergugat yang sekedar mampir
dan lewat di wilayah forum.

PERSOALAN-PERSOALAN KHUSUS
TENTANG YURISDIKSI
EKSTRATERITORIAL
(EXTRATERRITORIAL JURISDICTION)

Yang dimaksud dengan yurisdiksi Dalam pemahaman Negara-negara yang menganut


ekstrateritorial adalah kewenangan pengadilan civil law, atas dasar asas forum rei dapat dengan
mudah diterapkan pengadilan untuk membentuk real
suatu Negara untuk melaksanakan connection /kaitan nyata antara forum dan tergugat,
yurisdiksinya atas seseorang tergugat atas dasar itu dapat diklaim sebagai kewenangan
(defendant) yang berkediaman tetap (domicile) di yuridiksi umum (general jurisdiction) atas tergugat.
suatu Negara di luar Negara forum. Pada Negara-negara common law, hal serupa
dipahami melalui konsep yuridiksi in personam atas
Asas yang berlaku bagi pengadilan untuk dasar asumsi pertautan personal / pribadi dengan
menentukan ada tidaknya kewenangan forum.
pengadilan untuk mengklaim yuridiksi atas Persoalan utama perkara-perkara yang bersifat
seorang tergugat adalah asas actor sequitur transnasional (HPI) adalah terletak pada adanya
forum rei. perbedaan-perbedaan prinsip atau aturan antara
tergugat dengan forum. yang digunakan oleh
berbagai sistim hukum untuk menentukan adanya
“pertautan” atau connection antara forum dan
Tergugat.

Dalam system common law, Kewenangan Yurisdiksi Praktek pengadilan Amerika Serikat, dalam melakukan
interpretasi “minimum contract” meggunakan ukuran
juga dapat menggunakan cara pemanggilan yang sah tambahan dengan adanya fakta-fakta yang menunjukkan:
terhadap tergugat yang secara fisik hadir di wilayah Kesinambungan dan pola yang teratur dari tergugat dalam
menjalankan urusan-urusannya di wilayah Negara forum (continuity
pengadilan. Dalam kasus-kaus HPI di Amerika and systematic way of conducting business in the forum state);
Serikat digunakan ukuran minimum contact antara Gugatan harus terbit dari dan berkaitan dengan aktivitas pihak
tergugat di wilayah forum (claims have to arise out of and related to
forum dengan tergugat, yang baru ada jika the defendants activities in the forum state);
Dalam perkara-perkara kontrak jual beli international, seorang yang
memenuhi criteria umum “kewajaran dan keadilan” memasarkan produknya di AS, meski tanpa kehadirannya, dianggap
dalam arti traditional (traditional notion of fair play wajar dan adil telah memiliki “minimum contact” dengan As,
karenanya pengadilan AS berwenang mengklaim yuridiksi in
and substantial justice). personam terhadap tergugat;
Pertautan antara tergugat dengan Negara forum juga bisa terbentuk
Persoalannya standar umum ini tidak dengan atas dasar tindak-tanduk tergugat yang dengan sengaja diarahkan
kenegara forum (purposefully directed toward the forum state),
sendirinya dianggap sebagai criteria yang jelas bagi pemasaran produk di negar tertentu dapat melahirkan yurisdiksi
pengadilan, karena berbagai penafsiran dan upaya pengadilan Negara yang bersangkutan.

pembatasan terhadap pengertian “fair play and


substantial justice” itu terus berkembang pada setiap
perkara yang dihadapi.

Meski penggunaan prinsip “fair play” dan Seorang tergugat yang berdomisili di suatu Negara anggota, apapun
kewarganegaraannya, dapat diadili oleh pengadilan dimana ia
“substantial justice” nampak sangat baik, namun berdomisili, demikian juga tergugat yang bukan warga Negara
kemungkinan penafsiran secara subjectif terhadap tempat ia berdomisili, akan tunduk pada aturan yurisdiksi yang
prinsip itu dalam pergaulan international dapat berlaku atas WN dari Negara forum.
menimbulkan ketidak pastian hukum. Seorang calon Persoalannya adalah perbedaan pendapat tentang dasar penentuan
penggugat (plaintiff) tidak memiliki kepastian apaka domicilie tergugat (tempat kediaman tetap/sehari-hari) yang
mungkin berbeda-beda pengertiannya dari satu Negara ke Negara
forum tempat diajukannya gugatan mempunyai lain.
yuridiksi atau tidak untuk memeriksa gugatan itu. dapatkah T seorang WN X yang berkediaman tetap di Negara Y, menolak
yurisdiksi pengadilan Y atas dasar kenyataan bahwa hukum acara Negara
Tradisi hukum Eropa Continental (civil law) Y menetapkan tempat kediaman seseorang tergugat atas dasar prinsip
khususnya dilingkungan hukum Masyarakat Eropa kewarganegaraan tergugat?
(EC), dengan berlakunya Council Regulation on apakah pengadilan sebuah Negara Eropa (anggota EC) dapat mengklaim
yurisdiksi in personam atas seorang tergugat yang tidak berdomisili di
Jurisdiction and the Recognition andEmforcement of Eropa, tetapi melaksanakan bisnis tertentu ke dalam wilayah Eropa?
Judgment in Civil and Commercial Matters telah apakah pengadilan Indonesia dapat menerapkan asas forum rei terhadap
terjadi keseragaman yang memberikan kepastian T tergugat WNI yang berkediaman tetap di Belanda ? Atau
Apakah T WNI dapat menolak yurisdiksi pengadilan Indonesia, karena
hukum, yang secara umum memberlakukan prinsip berdomisili di Eropa, yang berdasarkan Council Regulation hanya
forum rei dengan ukuran domicilie, bukan pengadilan di Negara-negara EC saja yang berwenang menklaim yuridiksi
terhadap dirinya.
kewarganegaraan (nationality).
ELEMEN-ELEMEN YURISDIKSI
FORUM DALAM HPI DAN KASUS-
KASUS
Prinsip Konstitutif untuk Klaim Yurisdiksi Prinsip MCFF ini dikembangkan untuk
Dalam perkembangan HPI modern yang membatasi pihak penggugat dalam mengajukan
perkara di pengadilan tempat ia berkediaman
diterapkan pengadilan suatu Negara dalam tetap, pembatasan ini dimaksudkan untuk
melaksanakan yurisdiksi atas sebuah perkara mencegah pelanggaran atas hak-hak pihak
HPI, tidak lagi didasarkan pada prinsip tergugat untuk memperoleh perlakuan hukum
kedaulatan territorial atas orang dan benda yang yang wajar.
berada di wilayah Negara forum. Karenanya prinsip MCFF ini dianggap sebagai
Prinsip yang semakin banyak digunakan secara “batas luar” bagi pengadilan melaksanakan
international adalah pertimbangan adanya yurisdiksinya. Artinya pengadilan hanya dapat
pertautan minimum dan prinsip kewajaran yang melaksanakan yurisdiksinya apabila terdapat
pertautan minimum antara tergugat dengan
mendasar (minimum contacts and fundamental
Negara forum sedemikian rupa, sehingga
fairness principle – MCFF principle). tergugat akan menerima perlakuan yang wajar
dan adil.

CONTOH KASUS
Kasus Mc Gee Vs International Life Insurance Co (1957); Kasus Perkins Vs Benguet Consolidated Mining Co.
Tergugat, perusahaan asuransi Negara X, yang menawarkan dan (1952)
menutup sebuah perjanjian asuransi kepada Penggugat, WN Y.
Perjanjian ini merupakan satu-satunya perjanjian yang dijual Tergugat, sebuah perusahaan Filipina yang bergerak
tergugat di Negara Y. Setelah Penggugat meninggal dunia, Tergugat
menolak untuk membayar klaim uang asuransi, dan pihak dibidang pertambangan emas dan perak di Filipina.
Tertanggung (beneficiary/ahli waris penggugat) menggugat Tergugat Sejak pendudukan tentara jepang di Filipina, seluruh
di Negara Y, berdasarkan peraturan Long Arm Statute yang berlaku
di Negara Y. Tergugat dipanggil melalui surat dan akhirnya hadir di operasi pertambangan dihentikan, presiden direktur
Negara Y untuk melawan dan membantah kewenangan yurisdiksi yang sekaligus pemegang saham terbesar, kembali ke
Negara Y.
Negara asalnya Ohio di AS. Selama ia berada di
Negara Y dianggap dapat mengklaim yurisdiksi atas pihak tergugat
(asing) itu dengan dasar pikiran: Ohio, tergugat menjalankan erusahaannya
Tergugat telah mengajukan penawaran untuk menutup kontrak asuransi berkenaan dengan upaya pengerolehan kembali
kepada seorang warga Negara Y;
Negara Y memiliki kepentingan untuk melindungi warga Negara Y dari
asset-aset perusahan yang ada di Filipina.
kegagalan perusahan asuransi untuk membayar klaim asuransinya. Penggugat, seorang warga Ohio mengajukan gugatan
Berdasarkan Long Arm Statute Negara Y, maka WN Y dapat
menggugat perusahaan asuransi asing di depan forum Negara Y. terhadap tergugat di Ohio untuk mengklaim haknya
DKL dua elemen diatas dapat dianggap memberikan dasar hukum atas pembayaran deviden yang sudah jatuh tempo
yang cukup bagi pengadilan Y untuk mengklaim yurisdiksi. untuknya sebagai pemegang saham di perusahaan
tergugat.

BATAS-BATAS PELAKSANAAN YURISDIKSI


Gugatan sama sekaali tidak berkaitan dengan aktivitas
perusahaan tergugat di Ohio, namun pengadilan Ohio tetap Mahkamah Agung RI pernah menegaskan batas-
menerima gugatan, dengan anggapan bahwa sebagian besar batas terluar untuk mengklaim yurisdiksi:
aktivitas perusahaan tergugat sejak Perang Dunia ke II
sampai diajukan gugatan, dilakukan di Ohio. Penekanan harus diletakkan pada tergugat dan
Berdasar fakta ini, pengadilan Ohio memiliki “sufficient pertautan (contacts) antara tergugat/transaksi yang
contact” dengan perusahaan tergugat dan penerimaan melibatkan tergugat dengan forum;
yurisdiksi atas gugatan yang berkaitan dengan aktivitas
tergugat yang tidak berkaitan sama sekali dengan Ohio, Pengadilan tidak boleh mendasarkan pada factor
dianggap tidak melanggar pengertian tradisional mengenai penggugat memiliki connection dengan forum;
keadilan dan fair play (reasonable and just)
Sejak tahun 1977, Mahkamah Agung Amerika Serikat dengan Alasan forum akan menyulitkan tergugat (asing)
tegas mengesampingkan dan menolak “kekuasaan atas orang atau tidak, hukum internal forum (lex fori) yang
dan benda” sebagai dasar pengadilan menentukan yurisdiksi akan diberlakukan sebagai lex causae, tidak lagi
atas tergugat asing, dan menetapkan dalam semua perkara
pelaksanan yurisdiksi harus diwujudkan atas dasardan diuji dianggap sebagai dasar pertimbangan klaim
lewat pemenuhan prinsip “minimum contacts and yurisdiksi tergugat asing;
fundamental fairness” (Perkara SHAFFER VS HEITNER
1977).

CONTOH KASUS PURPOSEFUL AVAILMENT


Sebaliknya, selama terdapat minimum contacts Ketika penggugat berkediaman di New York (NY) membeli
antara tergugat /transaksi dengan forum, maka tidak sebuah mobil VW dari tergugat 1 dealer mobil VW di NY.
adanya kaitan antara penggugat dan forum atau Tahun berikutnya penggugat sedang dalam perjalanan
tidak adanya kepentingan forum melindungi menuju NB Arizona, mengalami kecelakaan di NB
penggugat; Oklahoma, penggugat mengalami cedera serius;
Prinsip terpenting menentukan batas luar klaim Penggugat mengajukan gugatan “product liability” tehadap
yurisdiksi adalah prinsip penundukan secara sadar tergugat 1 dan tergugat 2 (Distributor regional NY, New
pihak tergugat (purposeful availment of the jersey & Conectitut), dimana gugatan diajukan di
dependant), artinya harus dapat dibuktikan: Oklahoma;
Tergugat dengan sadar menempatkan dirinya dalam posisi Yurisdiksi pengadilan Oklahoma ditolak oleh tergugat 1
melaksanakan aktivitasnya di wilayah forum dan dan 2, namun penolakan itu dibantah oleh pengadilan
karenanya memperoleh manfaat dan perlindungan dari lex Oklahoma dengan sikap mempunyai klaim yurisduksi atas
fori; perkara;
Tergugat dengan sadar mengarahkan kegiatannya kepada Ketika para tergugat mengajukan Kasasi, Mahkamah
orang yang berdomisili di wilayah forum; Agung membatalkan putusan pengadilan Oklahoma
Jika salah satu unsure ini dipenuhi, adalah “wajar dan dengan alasan klaim yurisdiksi pengadilan Oklahoma
adil” untuk mengadili tergugat dalam perkara di forum dianggap melanggar prinsip due process;
yang bersangkutan;
TREND PERKEMBANGAN HUKUM
PERDATA INTERNATIONAL
Pertimbangan / pola berpikir Mahkamah Agung AS Asas klasik klaim yurisdiksi dalam suatu perkara HPI
dasar kewewngan yurisdiksi yang digunakan Penggugat (pengadilan
Oklahoma) adalah keadaan-keadaan yang sangat kebetulan (fortuitous adalah asas actor sequitur forum rei ( penggugat
circumstances) yaitu mengalami kecelakaan di NB Oklahoma; mengikuti forum dari tempat tergugat). Dalam
Supreme Court (MA-AS) berpandangan bahwa pihak yang mungkin perkembangannya asas ini memiliki makna: tergugat
menjadi tergugat, harus dapat memperkirakan prilakunya dengan
memmperoleh kepastian minimum tentang dimana prilakunya dapat dapat digugat di Negara dimana ia berdomisili, atau di
mengakibatkan gugatan hukum; Negara dimana tergugat dapat dikenakan panggilan untuk
Para Tergugat sama sekali tidak memiliki kaitan (contacts) dengan
Oklahoma, sedemikian rupa sehingga dapat menduga mereka dapat diadili, meski kehadirannya di Negara itu hanya bersifat
digugat disana. Kenyataan bahwa mobil yang mereka jual dapat sementara.
mengalami kecelakaan di mana saja (termasuk Oklahoma) tidak dapat
dianggap cukup dasar untuk menganggap adanya “connection” antara Di AS, sejak tahun 1878 (Kasus Pennoyer Vs Neff) diakui
tergugat dengan Oklahoma. Demikian juga jaringan kerja yang bersifat bahwa klaim yurisdiksi oleh pengadilan suatu negara
global untuk memasarkan dan memberi pelayanan pemeliharaan mobil,
belum cukup dianggap sebagai dasar untuk klaim yurisdiksi; hanya sah apabila tidak melanggar due process yang ada
Karena para tergugat sendiri tidak memiliki kontak apapun dan tidak di Konstitusi AS. Adanya panggilan resmi atas seorang
melakukan aktivitas bisnis apapun yang secara langsung berkaitan
dengan Oklahoma, maka secara konstitusional tidak dapat ditundukkan asing yang hadir dan bedara di wilayah Negara forum
untuk berperkara di Oklahoma, walaupun kecelakaan terjadi di dianggap sebagai dasar yang sah klaim yurisdiksi karena
Oklahoma;
Putusan MA, Pengadilan Oklahoma tidak memeiliki kewenangan
memenuhi syarat kekuasaan fisik Negara forum atas
yurisdiksional untuk mengadili para tergugat. pihak tergugat yang berada di wilayah forum (the concept
of physical power)

Tahun 1945, Mahkamah Agung AS melalui perkara Tahun 1955, dasar klaim yurisdiksi dikembangkan konsep yurisdiksi
International shoe Vs Washington, konsep physical khusus (specipic jurisdiction), yaitu yurisdiksi atas dasar aktivitas
tergugat yang menimbulkan tanggung jawab (liability creating
power digeser oleh pertimbangan-pertimbangan lain activity) atau berakibat tertentu di Negara forum (Lihat Kasus MC
yaitu, untuk menentukan asas due process Gee Vs International Life Insurance Co- 1957).
ditentukan oleh hakikat dan kualitas dari aktivitas Tahun 1958, Kasus Hanson Vs Denckla, ditetapkan aktivitas
dalam kaitannya dengan penegakkan hukum yang tergugat harus merupakan tindakan dimana tergugat dengan sadar
dan sengaja menundukkan diri di wilayah forum karena memperoleh
teratur dan adil. Berdasarkan itu MA AS meanggap manfaat dan perlindungan dari lex fori (prinsip purposeful
klaim yurisdiksi umum (general jurisdiction) atas availment).
tergugat asing: Tahun 1977, melalui perkara Shaffer vs Heitner, MA-AS berpendapat
Konsep penguasaan fisik harus diganti dengan bahwa kewenangan pengadilan untuk melaksanakan in rem
ertimbangan kewajaran (consideration of reasonableness jurisdiction (dasar klaim adanya benda-benda milik tergugat di
and fair play) serta keadilan yang mendasar (substantial Negara asing yang berkaitan dengan perkara) adalah sama dengan
klaim yurisdiksi in personam , maka dasar yurisdiksinya adalah
justice); “kepentingan dari orang-orang atas benda yang berada di Negara
Pokok perkara / hubungan antara dasar gugatan dengan forum”, yang digunakan ukuran “minimum contacts” antara pokok
aktivitas tergugat di Negara forum harus menjadi perkara dengan benda milik tergugat.
pertimbangan penting untuk menentukan forum memiliki
klaim yurisdiksi;
Kriteria ini dikenal dengan sebutan : Standar
International Shoe.

Di Belanda, klaim yurisdiksi atas sebuah perkara dalam Pengadilan yang Dipilih oleh Para Pihak
perkembangan praktek peradilan didasarkan ada asas-asas yaitu asas yang merupakan manifestasi “kebebasan
yang sebagian besar juga dikenal dalam Konvensi Brussels berkontrak” dimana para pihak menentukan sendiri
atau EC Council Regulation on Jurisdiction and the pengadilan mana yang dianggap memiliki yurisdiksi
Recognition and Enforcement of Judgments in Civil and eksklusif untuk menyelesaikan perselisihan yang timul
Commercial Matters (2001), yang selengkapnya meliputi: dari hubungan hukum mereka.
Asas Forum Rei Pemunculan Secara Sukarela (voluntary appearance)
Asas tempat forum berada sama dengan asas actor sequitur forum asas yang menetapkan dalam hal tergugat secara sukarela
rei, yang merupakan dasar utama klaim yuridiksi atas seorang
tergugat yang berdomicilie sehari-hari di wilayah hukum Negara hadir di sebuah forum pengadilan asing untuk membela
forum; dirinya dalam pokok perkara (bukan sekedar menyatakan
Asas Forum Solutionis Contractus forum asing tidak kompeten), forum asing ini akan
yaitu asas dasar penetapan yurisdiksi bagi forum dari tempat dimana dianggap memiliki yurisdiksi atas tergugat. Asas ini hanya
suatu perikatan dianggap telah dilaksanakan atau seharusnya dapat digunakan dalam hal forum pengadilan Belanda
dilaksanakan; tidak memiliki yurisdiksi eksklusif atas perkara;
Asas Pengadilan Tempat Pihak yang Berkedudukan Lebih Lemah Asas Forum Rei Sitae
yaitu asas yang memberikan kewenangan yurisdiksional pd
pengadilan di tempat pihak yang dianggap berkedudukan lemah asas kompetensi yurisdiksi pengadilan yang menyangkut
dalam transaksi hukum, khususnya dalam memberikan perlindungan hak kebendaan tetap (immovables) atas dasar letak benda
pada konsumen, atau buruh dalam transaksi hubungan kerja; di wilayah forum;

PRINCIPLE OF TRANSNATIONAL
CIVIL PROCEDURE (PTCP)- 2004
Yurisdiksi atas Kantor Cabang, Agensi, dan Badan-badan Lain Asas-asas hukum acara perdata transnasional ini
Yaitu asas yang dianggap ada pada pengadilan asing tempat dimana
perkara timbul dari beroperasinya cabang, agen atau badan sejenis merupakan hasil kolaborasi antara UNIDROIT
terletak; (International Institute for the Unification of Private
Asas Forum Delicti Law) dan The American Law Institute, yang tidak
asas penentuan yurisdiksi pengadilan dalam perkara-perkara
perbuatan melawan hukum (PMH-tort/onrechtmatige daad) hanya mengatur persoalan yurisdiksi ekstrateritorial,
berdasarkan tempat perbuatan dilakukan atau tempat dimana tetapi juga mengatur bidang hukum acara perdata
kerugian (injury) akibat PMH itu timbul; secara umum.
Asas Forum Connexitatis
yaitu asas penetapan yurisdiksi pengadilan yang telah memiliki
yurisdiksi untuk memeriksa pokok perkara dan juga memeriksa PTCP ini merupakan upaya harmonisasi asas dan
gugat balik (counter claim) atau gugatan pihak ke 3 (third party aturan hukum acara perdata dalam penyelesaian
proceedings). Asas ini hanya dapat digunakan apabila tidak ada
forum lain yang memiliki yurisdiksi eksklusif atau yurisdiksi pilihan perkara-perkara perdagangan transnational. Secara
para pihak; sadar juga dimaksudkan sebagai upaya
Asas Forum Arresti meminimalisirperbedaan-perbedaan yang selama ini
Yaitu asas yang dalam perkara yang menyangkut muatan barang ada antara prinsip-prinsip dan aturan hukum acara
atau kapal yang ditahan untuk jaminan utang memberikan
kewenangan yurisdiksi pada pengadilan di tempat kapal atau muatan dalam tradisi Anglosaxon (Common Law) dengan
kapal ditahan. tradisi Eropa Kontinental (Civil Law).
Asas-asas Yurisdiksi Menurut PTCP Principle 2.4:
Dalam prinsip kedua PTCP (tentang jurisdiction over Parties) Forum umumnya harus menolak untuk mengklaim
ditetapkan bahwa yurisdiksi pengadilan atas salah satu pihak yurisdiksi atas perkara apabila para pihak telah terlebih
dalam perkara dapat dilaksanakan (Principle 2.1): dahulu bersepakat bahwa suatu forum pengadilan lain
atas kesepakatan para pihak yang berperkara untuk yang akan memiliki kewenangan yurisdiksional secara
mengajukan sengketa mereka ke depan pengadilan yang Eksklusif.
bersangkutan;
apabila terdapat kaitan yang substansial (substantial connection)
Principle 2.5:
antara Negara forum dan para pihak yang bersengketa atau Forum dapat menolak yurisdiksi atau menghentikan
transaksi proses pemeriksaan perkara apabila terbukti bahwa forum
atau peristiwa yang menjadi pokok sengketa; ternyata tidak layak (inappropriate) untuk mengadili
Yurisdiksi juga dapat dilaksanakan apabila tidak ada forum perkara jika dibandingkan dengan forum lain yang juga
lain yang pantas untuk mengadili perkara (forum dapat mengklaim yurisdiksi.
necessitates) atas dasar (Principle 2.2): Principle 2.6
kehadiran (presence) atau kewarganegaraan (nationality) dari Forum harus menolak yurisdiksi atau menghentikan
pihak tergugat di Negara forum;
kehadiran benda-benda milik tergugat di wilayah Negara forum
pemeriksaan perkara apabila pemeriksaan perkara
tanpa mempedulikan ada tidaknya kaitan antara perkara dan benda- tenyata sedang berjalan di pengadilan lain yang memiliki
benda tersebut (quasi in rem). Namun kewenangan forum hanya kewenangan yurisdiksional, keculai jika terdapat petunjuk
terbatas pada benda-benda tersebut atau nilai ekonominya; bahwa proses pengadilan di depan forum lain irtu tidak
berlangsung secara adil, efektif dan cepat.

Anda mungkin juga menyukai