HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
Kuliah I
Dhoni Yusra, SH, MH
Istilah lain dari bertemunya beberapa sistim hukum Jadi HPI merupakan Hukum Perdata (nasional) untuk
ini adalah Hukum Perselisihan (Conflictenrecht- Van hubungan-hubungan International.
Hasselt), Hukum Konflik (Conflict of law- Diccey- - sumber hukumnya hukum nasional;
Morris), Hukum Pertikaian (Collisierecht). - hubungannya, fakta-faktanya, materinya bersifat
Istilah-istilah ini kurang / tidak tepat, karena yang International.
- Azas nasionalistis : sumber dari HPI adalah hukum
terjadi bukanlah betrokan / tabrakan , namun suatu nasional.
pertautan stelsel-stelsel hukum dalam suatu masalah - Azas internationalistis : dari berbagai HPI ada satu HPI
keperdataan yang ada unsur asingnya. yang posisinya berada diatas dari system hukum yang ada
Istilah yang tepat adalah : Choice of law, bukan (Supranasional).
Conflict of law, karena HPI bertugas untuk - HPI merupakan hubungan antara orang (person) dengan
menghindari bentrokan, dan bertugas untuk orang dimana terdapat unsure-unsur asing.
mengambil salah satu stelsel hukum yang Contoh-contoh sumber hukum nasional:
diberlakukan dalam suatu permasalahan. 1. Pasal 57 UU No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan:
2. UUPMA No. 1 Tahun 1967;
HPI juga bukan konflik kedaulatan, karena hukum 3. Pasal 16, 17, 18 AB (Algemeine Bevalingen)
asing digunakan disebabkan hukum nasional
menginginkannya seperti itu, HPI bersumber dari
hukum nasional.
DEFINISI HPI
Pasal 16 AB mengatur :
status & kewenangan hukum /status persona; Van Brakel (Grond Slagen en Beginselen Van
Dalam pasal ini diatur prinsip nasionalitas, dimanapun Warga Nederlands International Privat Recht) : “Hukum
Negara Indonesia (WNI) berada, hukum nasional Indonesia
mengikutinya. Dalam hal ini Indonesia mengikuti Eropa Perdata Interntional adalah hukum nasional yang
Kontinental. (Anglo Saxon: yang berlaku prinsip domisili, dimana ditulis (diadakan) untuk hubungan-hubungan
hukum yang berlaku pada seorang WN didasarkan pada tempat
tinggalnya atau berlaku hukum dimana seseorang bertempat tinggal) International”
Pasal 17 AB mengatur :
benda bergerak & tidak bergerak; Graveson : Conflict of Law (HPI) adalah : “cabang
Dalam pasal ini diatur benda tidak bergerak tunduk pada hukum dari hukum Inggris” yang berhadapan dengan
dimana benda itu terletak (Azas Lex Rei Sitae). Sejak zaman Von
Savigny ada perubahan makna bahwa benda tak bergerak sama masalah-masalah yang fakta relevannya mempunyai
dengan benda bergerak. hubungan geografis dengan Negara asing, dan
Pasal 18 AB mengatur :
bentuk perbuatan hukum memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang
Dalam pasal ini diatur bahwa suatu perbuatan hukum tunduk pada penerapan hukum Inggris atau asing yang sesuai
hukum dimana perbuatan itu dilakukan (Locus Regim Actum). Jika
perkawinan, hanya syarat formalnya saja yang tunduk pada hukum untuk pemecahan masalah, atau seperti pada
dimana perbuatan itu dilakukan (Lex Loci Celebrationis)
pelanggaran yuridiksi oleh pengadilan Inggris atau
pengadilan asing.
OBJEK HPI
Prof. GOUW GIOK SIONG (S GAUTAMA) & Ruang lingkup kaedah-kaedah HPI di setiap
Schnitzer: Negara berbeda, hal ini menunjukkan juga
HPI bukanlah hukum international, tetapi bahwa HPI adalah hukum nasional.
hukum national. Di Indonesia HPI dan Hukum Di Inggris: HPI= (Confict of Laws) disamping
Antar Golongan (HAG) sangat erat mengatur hubungan antara orang Skot (sistim
hubungannya. hukum Scotlandia lebih condong pd hukum
Belanda) dengan orang Inggris, juga mencakup
Kesimpulannya kaedah-kaedah hukum antar agama;
Hukum Perdata Interntional, bukan sumber Di Amerika Serikat: HPI mencakup hubungan
hukumnya international, tetapi materinya (yaitu antara orang-orang dari Negara bagian yang
hubungan-hubungan /peristiwa-peristiwa yang berbeda (seperti Negara Bagian New York
merupakan objeknya) yang interntional. dengan Calipornia dsb), orang kulit putih dan
HPI adalah hukum yang mengatur hubungan antar orang negro, serta orang (WN) Amerika Serikat
individu dalam masyarakat yang didalam hubungan dengan orang Asing;
itu mengandung unsur asing;
Di Aljazair : kaedah-kaedah HPI berkisar pada Karena berdasarkan Pasal 131 I.S (Indische
perbedaan agama (Hanya orang Kristen dan Yahudi Staatregeling) penduduk Indonesia dibedakan
kedalam golongan-golongan penduduk: Eropah,
yg sabagai orang asing memperoleh perlindungan Timur Asing, dan Bumiputera, maka pada waktu lalu
hukum). Agamalah yang menjadi criteria seseorang dalam prakteknya orang-orang yang berasal dari
dianggap asing atau tidak; Eropah. Amerika, Jepang, Asia dan Afrika (sekarang
unsure Asing) tunduk kepada hukum Barat yang
Di Indonesia: HPI berkisar pada hubungan perdata berlaku di Indonesia. Hal ini menunjukan peristiwa
dengan unsur asing dalam hubungan–hubungan yang sesungguhnya HPI diubah menjadi HAG.
International, Hukum Antar Golongan (HAG) hanya HPI tidak semata-mata hukum perdata
berlangsung dalam suasana hukum international, Corak HPI dibeberapa Negara menunjukkan bahwa
karenanya maka: sejarah dan struktur ketatanegaraan suatu
masyarakat hukum sangat menentukan corak dan
HPI merupakan Hukum Antar Tata Hukum (HATAH)
luas lingkup kaedah-kaedah HPI, sehingga HPI tidak
extern, sedangkan semata-mata mengenai hukum perdata.
HAG merupakan Hukum Antar Tata Hukum (HATAH)
intern. meskipun kedua-duanya merupakan hukum
nasional.
UNSUR ASING
HPI lahir sebagai akibat adanya unsure asing dalam Dengan berkembangnya hukum Romawi di Eropah,
suatu peristiwa. Maka karena ada unsure asing itu terjadilah pembagian antara soal-soal hukum
materiil dan soal hukum acara. Bagi hukum acara
timbul pertanyaan: kaedah hukum mana yang harus berlaku lex fori (pengadilan setempat), sedang bagi
berlaku, kaedah lex fori (hukum setempat) atau masalah hukum materiil berlaku lex loci actus (yaitu
kaedah hukum asing yang bersangkutan? hukum dari tempat perjanjian atau perbuatan itu
diadakan), karena dianggap pada waktu dibuatnya
Sebelum lahirnya HPI, di Eropah selalu Lex fori yang perjanjian semua pihak tunduk pada hukum
dianggap berlaku sekalipun ada unsure asingnya, setempat. Sebagai contoh perkawinan dianggap
karena setiap orang yang berdiam disuatu Negara tunduk pada hukum perkawinan dimana perkawinan
/kerajaan dianggap tunduk pada hukum setempat. itu dilaksanakan.
Ketentuan ini didasarkan pada azas territorial. Kesimpulannya:
HPI mengatur setiap peristiwa atau hubungan
Penyelesaian masalah berdasarkan lex fori ini lama hukum yang mengandung unsur asing, baik
kelamaan menimbulkan putusan-putusan yang peristiwa termasuk hukum public (TUN, pajak,
bertentangan dengan rasa keadilan. pidana) maupun termasuk hukum perdata
(perkawinan, waris dan hukum dagang).
HPI akan mencari jawaban 3 masalah pokok
yang menyangkut peristiwa hukum yang
mengandung unsure asingnya, yaitu:
- Hakim mana yang berwenang ?
- Hukum mana yang berlaku ?
- Kapan dan sampai sejauh mana Hakim
nasional wajib memperhatikan putusan hakim
asing ? HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
Kuliah 2
Dhoni Yusra, SH, MH
I. Perkembangan masyarakat dari masy. geneologis (suku- II. - Commercium adalah hak berdagang ditempat yang bukan
suku, hubungan darah) ke masy,geneologis-territorial tempat asalnya yang diberikan Pemerintah Romawi kepada
(rumpun) dan dari masy territorial kepada masy territorial- pedagang Yunani, Syiria dan Timur Tengah;
geneologis (ikatan Negara nasional) sangat berpengaruh pada Praetor peregrines : hakim pengadilan khusus yang menyelesaikan
perkembangan hukum khususnya terhadap HPI; perselisihan antara orang Romawi dengan pedagang asing;
masy geneologis, dibangun berdasarkan hubungan darah sebagai Ius Gentium : hukum yang digunakan untuk mengadili peristiwa
anggotanya, orang asing tidak punya hak apa-apa. Type ini berubah yang mengandung unsure asing berdasarkan azas-azas keadilan,
karena perang atau penyatuan ikatan dgn masy lain; disamping ius civile Romawi;
masy territorial, orang asing masuk (adopsi) kedalam masyarakat Pada abad ke 3 M setelah Romawi menaklukkan seluruh wilayah
hukum tertentu, sehingga baginya berlaku hukum masyarakat yang Eropah Continental, ius civile hanya berlaku bagi Cives (warga)
mengangkatnya (prinsip territorial); Roma, dan ius gentium berlaku bagi seluruh kerajaan Roma.
orang asing membawa bahasa dan kebiasaan Negara asalnya III. Sesudah keruntuhan Kerajaan Romawi Kuno, maka
kedalam masyarakat hukum lain dalam keadaan damai (prinsip hukum kesukuan (stamenrecht) berlaku kembali dan berlaku
personil) ;
prinsip personil. Tetapi karena banyaknya suku dan sukar
Pertukaran barang dengan orang asing inilah yang melahirkan untuk membuktikan seseorang berasal dari suku tertentu,
kaedah-kaedah hukum HPI;
Cara pertukaran barang ini juga dikenal dalam Hukum Adat
maka berkembang penundukan pada sistim hukum tertentu,
Indonesia, karenanya dapat dikatakan hkm adat juga mengandung maka mulailah “pilihan hukum” memegang peranan dalam
kaedah-kaedah HPI; HPI;
IV. Antara abad ke-6 dan ke-11, berlaku hukum Dalam konteks HPI, pada abad ke-12 Aldricus
Franka, yang dinamakan capitularia, yaitu hukum- mempersoalkan apakah pengadilan akan
hukum yang dinyatakan Raja-Raja Franka. Hukum
ini berlaku diseluruh wilayahnya dan bagisetiap memberlakukan hukum / statute nya sendiri
orang, berlaku secara territorial; atau hukum orang asing, menurut pendapatnya
V. Abad ke-10 hukum personil (lex originis) hakim harus menggunakan hukum yang
kehilangan artinya di Perancis dan Jerman, menurut pendapatnya lebih baik dan lebih
berlakunya hukum masing-masing Negara berguna.
mempunyai arti yang menentukan. Mulailah
berkembang asas domisili;
VI. Abad ke-13 di Italia tumbuh kota-kota yang
masing-masing mempunyai undang-undang (Statuta)
tersendiri (missal: Geno Pisa, Milan, Bologna,
Venezia, Plorence, Parma dll).
TUMBUHNYA TEORI-TEORI STATUTA TEORI STATUTA DI PERANCIS
Abad ke-12 berdasarkan Corpus Iuris dari Justianus Teori Statuta Bortolus diabad-abad berikutnya
(Hukum Romawi), azas HPI, yaitu hukum yang dibuat
penguasa kota (principe) hanya berlaku bagi kaula kota diikuti oleh ahli-ahli hukum Perancis,
yang bersangkutan (Statuta). Pada masa ini Statuta Charles Dumoulin (1500-1566):
dibedakan antara lain:
Statuta realita, yang berlaku dalam lingkungan batas wilayah setiap pihak dapat menentukan pilihan hukum yang
kekuasaan, mengikat pada tempat, benda atau orang seperti: berlaku dalam setiap perkara;
kaedah-kaedah hak atas tanah;
Statuta personalia, yang berlaku mengikuti seseorang, Hukum yang berlaku adalah ditempat perbuatan
kemana saja orang pergi, seperti: wewenang hubungan hukum dilakukan.
pribadi (perjanjian),
Abad ke-13 (1314-1357) Bartolus de Saxoferrata: Bertrand D’Argente’ (1519-1590)
Statuta yang mengijinkan sesuatu, dan barang warisan tunduk bukan hanya pada satu
Statuta yang melarang sesuatu;
system hukum saja, tetapi setiap barang tak
Statuta Mixta, yaitu statute berlaku bagi semua perjanjian
yang dibuat ditempat berlakunya statute dgn segala akibat bergerak itu tunduk pada hukum tempat letaknya
hukumnya, sedang wanprestasi dan segala akibat hukumnya barang (lex rei sitae)
diatur menurut statuta ditempat seharusnya perjanjian
dilaksanakan.
Berdasarkan pembagian ini, ada tiga azas HPI : Konsepsi-konsepsi tentang Ruang Lingkup HPI, ada
Kaedah-kaedah untuk kepentingan perseorangan 4 konsepsi:
berlaku bagi setiap warga Negara, dimanapun dan Konsepsi tersempit, HPI = Choice of Law (pilihan hukum)
pada waktu apun juga (prinsip personil); Penganutnya : Jerman, Belanda.
Kaedah-kaedah untuk menjaga ketertiban umum Konsepsi Luas, HPI = Choice of Law + Choice of
Juridiction (Pilihan hukum dan pilihan Yuridiksi)
bersifat territorial dan berlaku bagi setiap orang
Penganutnya : Negara-negara Anglo Saxon.
yang berada dalam wilayah kekuasaan suatu Negara
Konsepsi Lebih Luas, HPI = Choice of Law + Choice of
(azas territorial);
Juridiction + Status orang asing (Condition des strangers).
Azas kebebasan, yang menyatakan bahwa para Penganutnya : Negara-negara Latin, spt: Itali, Spanyol,
pihak yang bersangkutan boleh memilih hukum Amerika latin.
manakah yang akan berlaku terhadap transaksi Konsepsi Paling Luas, HPI = Choice of Law + Choice of
diantara mereka (pilihan hukum). Juridiction + Status orang asing (Condition des strangers)
+ kewarganegaraan (nasionalitet). Penganutnya : Prancis.
SEJARAH ASAS-ASAS HPI – HATAH EXTERN
Prinsip Personalitas: Hukum berlaku digantungkan pada Abad 13-14, BARTOLUS DE SAXOFERRATA
perorangan, ikatan personil, berdasarkan hubungan darah;
(kemudian berkembang); mengembangkan “TEORI STATUTA” yang menjadi
Prinsip Territorialitas : ikatan didasarkan pada territorialitas cikal bakal HPI, yaitu:
(karena daerahnya makin luas); STATUTA PERSONALIA, mempunyai lingkungan kuasa
Ius Gentium: hukum yang mengatur hubungan antara warga berlaku secara personil, mengikuti seseorang dimanapun
civitas dengan peregrine; dia pergi, mencakup aturan-aturan / hukum perorangan
Civitas : suatu wilayah yang sudah direbut oleh kerajaan termasuk hukum kekeluargaan dan benda bergerak.
romawi dan memppunyai aturan sendiri; (benda bergerak mengikuti status penguasa benda
Peregrini : orang-orang /pedagang asing yang masuk kedalam tersebut – mobilia sequntur personom);
civitas. STATUTA REALITA; berlaku secara territorial. Hanya
Setelah kerajaan Romawi runtuh, kekuasaan dipegang oleh benda yang terletak dalam wilayah pembentuk undang-
kaum bar-bar, prinsip territorialitas kembali lagi kedalam undang tunduk pada peraturan yang berlaku tersebut,
prinsip personalitas; (berlaku juga untuk benda tidak bergerak);
Abad 11 – 12, kembali ke prinsip territorialitas, kota-kota STATUTA MIXTA; berlaku bagi yang tidak masuk statute
dagang mempunyai ketentuan-ketentuan / hukum tersendiri realita dan statute personalia, yaitu bentuk perbuatan
yang dinamakan “Statuta”; hukum (azas Locus Regit Actum) ditempat dimana
perbuatan hukum itu dilakukan.
VON SAVIGNI :
benda bergerak dan benda tidak bergerak disatukan
tunduk pada azas Lex Recipe,;
untuk hukum pribadi yang menjadi ukuran adalah
tempat tinggal, (mulai berlaku Prinsip Domisili);
untuk hukum bidang kontrak/perjanjian berlaku Lex
Loci Executionis hukum dimana konttrak
dilaksanakan / diselesaikan; HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
Kuliah 3
Dhoni Yusra, SH, MH
TEORI-TEORI KUALIFIKASI
Dalam melakukan kualifikasi terhadap suatu peristiwa /
fakta-fakta tertentu, dapat terjadi beberapa kemungkinan: KUALIFIKASI menurut LEX FORI
Jika kaedah hukum yang harus berlaku bagi peristiwa (berdasar Kualifikasi ini merupakan teori yang paling tua, dan
kaedah penunjuk dan titik taut) itu adalah lex fori (hukum setempat),
maka kualifikasi seakan-akan terdiri dari satu macam perbuatan saja paling banyak diakui, yaitu kualifikasi /
yaitu karena penggolongan kaedah-kaedah hukum yang harus penggolongan dilakukan menurut hukum sang
berlaku itu dilakukan hanya menurut lex fori;
Jika kaedah penunjuk dan titik tautnya dalam kumpulan fakta-fakta hakim (BARTIN).
itu menunjuk pada kaedah hukum asing, maka kualifikasi /
penggolongan dari hukum asing itu harus dilakukan menurut hukum Kualifikasi lex fori ini harus dilakukan, karena
asing tersebut (lex causae – the proper law); kaedah HPI merupakan juga kaedah-kaedah hukum
Dalam hal tertentu, UU dengan nyata dan tegas menyatakan
kualifikasi harus dilakukan menurut hukum tertentu, misalnya intern / nasional, lex fori dikenal baik oleh hakim
dalam Pasal 17 AB yang berbunyi: “Mengenai benda-benda tak dan pembuat UU sehingga memudahkan
bergerak (immovebles) berlaku ketentuan / UU dari Negara / wilayah
hukum setempat ditempat benda tersebut terletak”. Sehingga penyelesaiannya.
kualifikasi ini bukan menurut lex fori, tetapi system hukum yang
lain; Kelemahan teori ini seringkali menimbulkan ketidak
Para pihak berhak menentukan kualifikasi dilakukan berdasarkan adilan, karena kualifikasi kaedah-kaedah hukum itu
system hukum tertentu (pilihan hukum);
bukan saja tidak sesuai dengan hukum asing, juga
bahkan tidak dikenal oleh system hukum asing
tersebut.
KUALIFIKASI menurut LEX CAUSAE KUALIFIKASI secara ANALITIS atau OTONOM
Teori ini dikembangkan oleh MARTIN WOLFF dan Teori ini dikemukakan oleh RABEL, oleh BECKET disebut
“Teori Hukum Analitis” (analytical jurisprudence);
CHESHIRE, yang berpendapat bahwa kualifikasi
Menurut teori ini: setiap kaedah hukum harus dibandingkan
hendaknya dilakukan sesuai dengan sistim dan ukuran- dengan kaedah-kaedah hukum yang serupa dari sistim
ukuran keseluruhan sistim hukum yang besangkutan (lex hukum yang dikenal, dimaksudkan agar tercipta satu macam
causae). kualifikasi bagi HPI yang universal, yaitu tercipta pengertian-
Menurut Wolff, tujuan utama kualifikasi ini untuk pengertian HPI yang diterima umum terlepas dari stelsel-
stelsel hukum yang ada.
menetapkan kaedah HPI yang mana dari lex fori yang
Dalam praktek tidak mungkin dilakukan mengingat:1) sulit
berhubungan dengan atau menyangkut kaedah hukum menyelidiki semua sistim hukum yg berlaku, 2) setiap sistim
materiil asing. hukum selalu berkembang, sehingga selalu sukar untuk
kelemahan teori ini, jika kualifikasi berhadapan dengan mengejar perubahan-perubahan disemua sistim hukum, 3)
suatu sistim hukum yang tidak mempunyai kualifikasi seandainya dapat diciptakan suatu sistim kualifikasi
universal, hanyalah gambaran rata-rata dari sistim hukum,
yang lengkap, seperti dalam Hukum Adat dan Hukum bukan gambaran sistim yang riil yang berlaku di setiap
Inggris. Apalagi jika sistim hukum asing itu tidak negara. (Contoh: lembaga “trust” di Inggris tidak dikenal
mengenal lembaga hukum yang dikenal dalam hukum dalam sistim hukum lain, demikian jua “domicile” dalam
nasional setempat atau sebaliknya. Menghadapi yang hukum Inggris, berbeda sifatnya dengan “domicilie” dalam
demikian, maka kualifikasi harus diselesaikan dengan hukum Belanda, berlainan pula dengan arti “domisili” dalam
mendasarkan pada analogi terhadap peristiwa/fakta-fakta hukum Indonesia.
yang sama dasarnya, jika tidak mungkin maka digunakan
l f i
KUALIFIKASI secara BERTAHAP Teori ini mengatasi kesulitan secara realistis, karena
Teori ini dikemukakan oleh SCHNITZER, yang untuk menemukan lex causae, tidak mungkin dapat
membedakan dua tingkat kualifikasi, yaitu: mempergunakan kualifikasi lain selain kualifikasi
Kualifikasi tahap pertama kualifikasi menurut lex fori untuk menurut lex fori.
menemukan hukum mana yang dipergunakan; dan
Pengecualian dari kualifikasi ini, adalah:
kualifikasi tahap kedua kualifikasi menurut lex causae yaitu
Kewarganegaraan, yang berlaku lex causae (hkum WN
kualifikasi lebih jauh dari hukum asing mana yang harus
dipergunakan. melekat);
Benda bergerak/tidak bergerak, lex rei sitae (dimana
Ada yang menganggap kualifikasi sama dengan
benda
interpretasi (EHRENZWEIG) ,meskipun ada hubungan
terletak)
erat antara keduanya, namun tetap harus dibedakan
antara keduanya, karena “Menafsirkan” berarti memberi Kontrak/perjanjian, pilihan hukum (choice of law)
arti dan isi kepada suatu kaedah penunjuk (terlepas ada PMH / tort, lex loci delictie commissie (tempat terjadinya
kasus/peristiwa atau tidak), sebaliknya “kualifikasi” PMH)
berarti menerapkan suatu kaedah hukum untuk suatu
peristiwa tertentu (LEMAIRE);
TAHAP-TAHAP PEMERIKSAAN
KUALIFIKASI HPI SUATU PERKARA HPI
Teori ini dikemukakan KEGEL, yang menyatakan Menentukan Pengadilan mana yang berwenang
kualifikasi kaedah hukum asing tergantung pada tujuan memeriksa perkara HPI;
yang akan dicapai HPI, yaitu latar belakang kepentingan
HPI (keadilan, ketertiban, kepastian, kelancaran Penentuan ini didasarkan/dengan bantuan “titik-
pergaulan international) yang akan dilindungi. Jadi harus titik taut primer”. Jika pengadilan Indonesia
ditentukan lebih dahulu kepentingan HPI manakah yang yang berhak memeriksa, maka HPI dan Hukum
dilindungi oleh suatu kaedah hukum HPI tertentu. Acara Indonesia yang akan diberlakukan.
Kepentingan HPI, antara lain: Menentukan jenis atau soal apakah peristiwa
kepentingan para pihak (hukumnya sendiri atau hukum yang
dipilihnya);
HPI itu, perkara adopsi, atau perkawinan atau
kepentingan pergaulan dan lalu lintas international PMH atau pidana. Pada tahap ini dilakukan
(kepastian hukum dan kecepatan dalam lalu lintas orang dan kualifikasi dari fakta-fakta, disini baru diketahui
barang menentukan menurut hukum mana kualifikasi lex forinya, karenanya pengkualifikasian ini
dilakukan);
hanya dapat dilakukan menurut lex fori.
ketertiban dan kepastian hukum (yg merupakan tujuan
unifikasi
hukum extern, dan kecenderungannya memerlukan lex fori);
perasaan keadilan dalam masyarakat (pergaulan)
international
Dengan berdasarkan lex fori, dicari hukum mana Setelah lex causae, maka kualifikasi dan penentuan
yang berlaku, untuk itu harus dicari “titik-titik perkara HPI dilakukan menurut lex causae, kecuali
taut sekunder” guna menemukan hukum yang jika lex causae memberi hasil yang:
harus berlaku: lex causae. bertentangan dengan “kepentingan umum lex fori, maka
Kadang-kadang lex causae ini adalah lex fori juga, lex fori yang berlaku, atau
maka selanjutnya diteruskan menurut lex fori; lex causae tidak mengatur persoalan HPI yang
Lex causae ditentukan letak benda tak bergerak, bersangkutan.
maka sistim hukum yang berlaku lex situs; Penunjukan kembali (Renvoi)
Ditentukan oleh tempat terjadinya perjanjian (lex Dalam mencari lex cause, jika yg dimaksud “hukum
loci contractus), tempat dilangsungkannya perjanjian asing” seluruh kaedah hukum asing termasuk
(lex loci solutionis) atau tempat terjadinya
perkawinan (lex loci celebrationis). kaedah HPI, maka ada kemungkinan HPI asing itu
Bisa juga lex causae ini ditentukan oleh tempat
menunjuk kembali kepada lex fori, atau kepada
tinggal terakhitr atau tempat asal seseorang (lex hukum asing yang kedua / lainnya, inilah yang
domicilii) disebut persoalan renvoi (penunjukan kembali dan
penunjukan lebih lanjut).
CONTOH-CONTOH
Kualifikasi menurut lex fori, biasa dilakukan pengadilan Perkara Apt Vs Apt (1947)
Inggris.
I. Perkara Ogden Vs Ogden (1908) Ny. Apt (WN Jerman, bertempat tinggal dan mempunyai
Suami (domisili di Perancis) menikahi istrinya (berdomisili di Inggris) domisili di Inggris) telah menikah dengan perantaraan (by
di Inggris;
proxy) dengan Tn. Apt (WN Jerman tinggal dan
Perkawinan ini dibatalkan di Perancis, karena di Perancis suami
masih dianggap belum dewasa dan tidak mendapat izin orang tuanya. mempunyai domisili di Argentina);
Menurut HPI Inggris syarat-syarat formil suatu perkawinan diatur Pengadilan Inggris harus menentukan apakah “cara
oleh lex loci celebrationis dan syarat-syarat materiil oleh lexdomicilie;
Dalam hukum Inggris: izin orang tua dianggap unsur formil perkawinan” ini merupakan syarat formil ataukah syarat
(formality) yang diatur oleh hukum tempat dilangsungkannya materiil. Jika cara ini merupakan syarat formil, maka
perkawinan (lex loci celebrationis), sedangkan menurut hukum
Perancis: izin orang tua dianggap sebagai unsur materiil yang harus perkawinan yang dilangsungkan di Argentina harus
diatur menurut hukum pribadi personil yang bersangkutan; berlangsung menurut hukum Argentina adalah sah.
Jika izin dikualifikasikan menurut lex fori (hkm Inggris), maka Namun jika cara itu dianggap sebagai syarat materiil,
perkawinan dianggap syah, tetapi jika dikualifikasi menurut hukum
Perancis, maka perkawinan itu batal. maka perkawinan itu dianggap tidak sah.
Menurut Pengadilan Tinggi (Court of Appeal) harus dilakukan Pengadilan Inggris menganggap cara perkawinan ini
kualifikasi menurut lex fori, sehingga perkawinan seperti itu
dianggap sah. sebagai syarat formil, maka perkawinan ini dianggap sah.
Letak suatu benda (lex rei sitae) Perbuatan Melawan Hukum (lex loci delicti
Terhadap benda-benda baik tak bergerak commisi) Hukum yang digunakan adalah hukum
(immovable) maupun benda bergerak (movable) tempat dimana perbuatan melawan hukum
dibidang HPI berlaku hukum dimana letaknya (PMH) itu dilakukan. Ada 2 teori :
benda-benda tersebut (lex rei sitae) The last event theory (Anglo Saxon)
Contoh: hukum yang digunakan berdasarkan locus delicti,
Seorang WNI hendak meletakkan hak ditempat dimana akibat dari suatu perbuatan
tanggungan (hypotheek) atas tanah dan rumah melawan hukum itu dirasakan.
di Malaysia, maka hukum yang digunakan The last event theory (Eropah Kontinental)
locus delicti, ditempat terjadinya perbuatan melawan
adalah hukum Malaysia yaitu hukum dimana
hukum yang sebenarnya.
tanah dan bangunan itu berada.
BEBERAPA PENYELESAIAN
Jika pihak Indonesia melakukan gugatan ke Pengadilan
Contoh: negeri Jakarta Pusat, maka kita akan menemukan titik-titik
- Perjanjian import-ekport antara WNI dengan pertalian sbb:
kewarganegaraan tergugat = Jepang;
WN Jepang. Impor barang-barang Jepang ke lex loci solutionis = Indonesia;
Indonesia harus dlaksanakan di Indonesia, lex rei sitae = Indonesia, karena barang telah datang di Indonesia.
lex loci contractus = Indonesia / Jakarta;
sedang export barang Indonesia harus bentuk perjanjian/bahasa = Inggris;
dilaksanakan di Tokyo. Pembayaran dilakukan lex fori = Indonesia.
secara kompensasi. Karena lex fori Indonesia, maka yang berlaku kaedah-kaedah
HPI Indonesia, yang berlaku Pasal 18 AB (Algemeine
- Jika exporter Jepang menyerahkan barang Bevalingen): suatu perbuatan hukum itu tunduk pada dimana
perbuatan hukum itu dilakukan (locus regim actum), maka
yang harus diexport ke Indonesia kualitasnya yang dianggap lex cusae adalah hukum Indonesia, baik
tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka sebagai lex loci contractus maupun lex loci solutionis. Dan
menurut pasal 131 IS untuk orang Jepang berlaku BW
akan terjadi kemacetan karena pihak Indonesia (KUHPerdata), maka HPI ini dapat dianggap sebagai HAG.
tidak mau mengirimkan barang-barangnya ke
Jepang akibat pihak Jepang “wanprestasi”
Jika perjanjian import-export tadi antara WN Jika perjanjian import-export, antara WN Swiss
Inggris dengan WNI, dan pihak Indonesia dengan WNI, dan pihak Indonesia akan
melakukan gugatan di pengadilan negeri Inggris, mengajukan gugatan ke pengadilan Swiss, maka
maka Hakim Inggris akan mempertimbangkan Hakim Swiss akan mempertimbangkan bahwa
dahulu hukum manakah yang dipilih para pihak, dalam perdagangan sperti ini, hukum yang
atau hukum mana yang dapat diseimpulkan berlaku ditentukan oleh “die typische Leistung”
telah dipilih oleh kedua belah pihak. atau “die charakteristiche Leistung” (prestasi
Dalam kasus ini meskipun lex loci contractus yang husus atau yang karakteristik) , yang
(ditandatangani) daan lex loci solusionis dalam hal ini “penyerahan barang-barang import
(dilaksanakan) adalah Indonesia, namun karena di Indonesia”, sehingga hukum Indonesialah
bentuk perjanjiannya adalah suatu bentuk yang yang di anggap sebagai lex causae
hanya dikenal dalam hukum Inggris, maka hukum
Inggrislah yang dianggap sebagai lex causae
PRINSIP KEWARGANEGARAAN &
PRINSIP DOMISILI
Stelsel-stelsel / aliran HPI di negara-negara
dunia saling berbeda dalam menentukan status
personil seseorang baik sebagai warga negaranya
maupun warga Negara asing.
Sebagian Negara menganut prinsip
kewarganegaraan, dimana status personil
WN/WNA ditentukan oleh hukum nasionalnya
HUKUM PERDATA masing-masing.
INTERNASIONAL Sebaliknya sebagian lagi menganut prinsip
Kuliah 5
domisili yang menentukan status personil
Dhoni Yusra, SH, MH
seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku
di tempat domisilinya / teritorialnya
Pinsip Nasionalitas / kewarganegaraan banyak Prinsip Domisili banyak dianut oleh Negara-
dianut oleh Negara-negara Eropa Kontinental, negara Anglo Saxon, diantaranya: Semua
diantaranya: Perancis, Italia, Belgia, Negara-negara bekas jajahan Inggris yang
Luxemboug, Belanda, Indonesia, Rumania, menganut sistim common law (Amerika Serikat,
Bulgaria, Finlandia, Junani, Honggaria, Malaysia, Singapura, Australia dsb), Scotlandia,
Polandia, Portugal, Spanyol, Swedia, Turki, Africa Selatan, Quebec, Denmark, Norwegia,
Tiongkok, dan Negara-negara Amerika Latin Iceland, dan Negara-negara Amerika Latin:
antara lain: Costa Rica, Republik Dominika, Argentina, Brazilia, Guatemala, Nicaragua,
Ecuador, Haiti, Honduras. Mexico, Panama, dan Paraguay, dan Peru
Venezuela
Prinsip Nasionalitas yang bertitik berat pada segi Namun ada sistim yang disebut “Juristichem
personalia, menentukan bahwa hukum-hukum yang
berhubungan dengan status seseorang (WN/WNA) erat Chauvinismus” (Chauvinis caya yuridis) dimana
hubungannya dengan orang-orang tersebut, oleh ada negara-negara yang memperlakukan WN
karenanya hukum nasional orang tersebut yang
ditentukan oleh kewarganegaraannya melekat dan nya yang berada di luar negeri ditundukkan
mengikuti kemanapun seseorang pergi. (Latar belakang pada prinsip nasionalitas, namun disisi lain
prinsip ini, menghendaki warga negaranya yang
mengembara ke luar negeri sedapat mungkin tetap tunduk orang asing (WNA) yang berada di negara yang
kepada hukum mereka sendiri). bersangkutan ditundukkan kepada prinsip
Prinsip Domisili bertitik berat pada segi territorial,
menentukan bahwa semua hubungan-hubungan orang domisili. Beberapa Negara Amerika latin
yang berkaitan dengan soal-soal perorangan, menganut sistim ini, al: Chili, Equador,
kekeluargaan, warisan atau “status personil”nya
ditentukan oleh domisilinya. Oleh karenanya prinsip ini Columbia, Peru, El Salvador, Venezuela dan
menentukan bahwa setiap orang yang berada di dalam Mexiko
wilayah suatu Negara dianggap tunduk pada hukum
Negara tersebut. (Latar belakang prinsip ini, terutama
negara-negara muda seperti Amerika Serikat yang banyak
imigrannya bertujuan agar para imigran tunduk pada
hukum perdata dari Negara yang baru dibangun itu).
YURISPRUDENSI-YURISPRUDENSI
KEWARGANEGARAAN
De Ferrari Case (Perancis) Th 1922, COUR DE CASSATION (peradilan kasasi)
membatalkan keputusan Hof Lyon, yang menyatakan:
Th 1893 Ny. Ferrari (WN Perancis) memperoleh keWNan lembaga hidup terpisah meja dan tempat tidur cara Otalia
Itali karena perkawinannya dengan suaminya Tn. Ferrari belum cukup memenuhi syarat untuk diubah menjadi
(Itali); perceraian cara Perancis;
(di Itali tidak dikenal perceraian, yang ada persetujuan Kemudian Ny. Ferrari mengajukan lagi gugatan baru
dengan sepenuhnya memakai hukum perdata Perancis,
hidup terpisah / BW: pisah meja dan tempat tidur) hukum Italia dikesampingkan;
Th 1899 mereka membuat kesepakatan hidup terpisah Tahun 1928 COUR DE CASSATION memutuskan hukum
(consentement mutual), Ny. Ferrari pulang ke Negara Perancis harus digunakan untuk Ny. Ferrari yang sudah
asalnya Perancis; WN Perancis lagi karena naturalisasi, yang kemudian
gugatan dikabulkan Ny. Ferrari memperoleh perceraian;
Th 1913 Ny. Ferrari melakukan “naturalisasi” menjadi (Keputusan perkara DE FERRARI ini dicap sebagai
WN Perancis kembali, suaminya tetap di Itali; “juridisch chauvinisme”, karena Hakim Perancis
Ny. Ferrari mengajukan gugatan “supaya kesepakatan hanya mengutamakan hukum nasionalnya sendiri
pisah” dirubah menjadi perceraian ke Pengadilan tingkat dan kepentingan WNnya sendiri, dan melalaikan
pertama LYON, pada pengadilan tingkat ini dikabulkan tugasnya dalam HPI)
dan dikuatkan oleh pengadilan tingkat kedua HOF LYON;
RIVIERE CASE (Perancis) Pengadilan tingkat pertama menerima argument RIVIERE,
Lydia Roumiantzelff (asal Rusia, WN Perancis) menikah dgn perkawinan antara dirinya dengan Ny. Roumianzeff tahun
Petrov (asal Rusia, WN Ecuador), kemudian cerai karena 1939 di maroko adalah batal (putusan ini didasarkan prinsip
persetujuan pihak (consentement mutual). Kewarganegaran/personalitas);
Th 1939, Ny. Roumiantzelff menikah lagi di Maroko dengan Pengadilan tingkat banding Cour de Rabbat membatalkan
RIVIERE (Perancis). Perkawinan ini juga hendak diakhiri, putusan tingkat pertama, dan kemudian peradilan tingkat
Ny. Roumianzeff mengajukan gugatan di pengadilan Kasasi Cour de Cassation dalam putusannya tanggal 17 April
Casablanca (Ecuador); 1953 menguatkan putusan banding dan memutuskan sebagai
perceraian, dengan pertimbangan hukumnya:
Dalam pembelaannya RIVIERE menyatakan bahwa tidak fakta keWNan Perancis belaka tidaklah cukup untuk memaksakan
perlu suatu perceraian, karena perkawinannya dengan Ny. diberlakukannya hukum Perancis dalam perkara-perkara dimana
Roumiantzeff adalah tidak sah (pembelaan ini dikemukakan status seorang perempuan WN Perancis yang dipersoalkan;
untuk menghindari tuntutan alimentasi / nafkah, jika berkenaan dengan suami istri Petrov dan Ny. Roumianzeff yang
perkawinannya batal tidak ada dasar menuntut alimentasi); mempunyai keWNan berbeda (Ecuador-Perancis) adalah tepat Cour de
Argumen RIVIERE menyatakan perkawinan tidak sah, Appel (pengadilan banding) memutuskan bahwa perceraian mereka
diaturoleh hukum Domisili, yang notabene sama dengan hukum
karena perceraian Ny. Roumiantzelff dengan Petrov tidak sah personel pihak suami (Ecuador) dan dengan hukum sang Hakim,
berdasarkan persetujuan bersama (Consntement mutual) sehingga pperceraian yang diperoleh adalah wajar;
yang tidak dikenal dalam hukum Perancis, kalau hakim (putusan ini hukum domisili bersama para pihak yang
Ecuador memutus berdasarkan hukum Ecuador, maka
bertentangan dengan “ketertiban umum” di Perancis; diberlakukan , meskipun para pihak berlainan
kewarganegaraan)
Dari segi International, persoalan ini menjadi lebih rumit, Pengertian “hukum memaksa” sebenarnya dapat diartikan
karena tidak semua aturan hukum yang bersifat memaksa sebagai dua konsep yang agak berbeda satu sama lain, yaitu
dalam arti:
dalam persoalan-persoalan hukum yang bersifat domestic, Domestik
dengan sendirinya menjadi bersifat memaksa pula dalam Aturan-aturan hukum yang memaksa dari forum yang tidak dapat
arti International. dikesampingkan melalui perjanjian. Aturan-aturan ini diberi sifat
memaksa atas pertimbangan terhadap akibat yang ditimbulkannya
Konsep kaedah hukum memaksa (mandatory rules) secara domestic apabila ia dikesampingkan melaluiperjanjian para
umumnya digunakan untuk menjadi dasar pemberlakuan: pihak. Jika di dalam negeri system hukum ybs melarang
penyimpangan terhadapnya melalui perjanjian, umumnya
Aturan-aturan hukum yang khusus dimaksudkan untuk penyimpangan dalam hubungan hukum yang bersifat international
mengatur masalah-masalah ketenagakerjaan dan pun akan dianggap dilarang.
perlindungan konsumen; Misalnya : UU ketenagakerjaan Indonesia yang mewajibkan
pembayaran upah sekurang-kurannya (minimum) sesuai dengan
Aturan-aturan hukum dari sebuah Negara yang dipertautkan indeks Upah Minimum Regional yang berlaku di wilayah tertentu di
(connected) oleh semua elemen yang relevan dalam suatu Indonesia, dan perusahaan serta pekerja dalam tingkat domestic
tidak dapat membuat kontrak kerja dengan pembayaran upah yang
persoalan hukum, kecuali pilihan hukum para pihak; lebih rendah dari UMR, maka suatu kontrak kerja yang bersifat
Aturan-aturan badan pengadilan yang menjadi perkara; internasional pun tidak dapat menyimpang dari UMR itu
melaluikesepakatan para pihak jika konrak kerja itu tunduk pada
Aturan-aturan hukum dari suatu Negara yang memiliki hukum Indonesia.
kaitan nyata dengan situasi tertentu walaupun hukum Jadi dalam arti ini sifat memaksa dari mandatory laws akan berlaku
Negara itu bukan merupakan lex causae; juga dalam kontrak international apabila persoalan hukum yang
menjadi pokok perkara memang memiliki kaitan nyata hanya ke
hukum Indonesia atau jika perkara diajukan di depan Pengadilan
Indonesia
Internasional Persoalan: apakah ada perbedaan pemberlakuan
Aturan-aturan hukum yang tidak dapat mandatory rules dari lex fori dengan mandatory
dihindarkan berlakunya melalui pilihan hukum rules dari suatu sistim hukum asing (lex causae)?
kearah sistim hukum lain selain system hukum
Untuk mandatory rules dari lex fori, umumnya
yang menyatakannya sebagai aturan yang
diterima azas bahwa pengadilan wajib untuk
memaksa. (Tidak dapat dikecualikan oleh pilihan memberlakukannya dengan tidak mempedulikan
hukum). hukum apa yang akan diberlakukan sebagai lex
Kaedah-kaedah hukum memaksa dalam arti ini causae dari seuatu perkara. Pegangan
juga menunjuk pada aturan-aturan hukum yang Pengadilan/Hakim untuk memberlakukannya adalah
pada dasarnya tidak dapat dikesampingkan, baik prinsip bahwa mandatory rules dari lex fori yang
melalui perjanjian maupun kesepakatan tidak dapat dikesampingkan dalam perkara HPI
diantara para pihak atau melalui pemberlakuan adalah mereka yang substansinya berkaitan dengan
system hukum lain yang berlaku, baik karena penegakan nilai-nilai ketertiban umum di negara
pilihan hukum maupun karena ditunjuk kaedah- forum.
kaedah HPI lex fori.
Untuk mandatory rules dari hukum asing (foreign Di Belanda kaidah-kaidah hukum memaksa (voorrangsregels)
dipahami sebagai kaedah-kaedah HPI Unilateral yang harus
mandatory laws), doktrin HPI belum terlalu jelas, diberlakukan demi pengamanan terhadap kepentingan umum
tetapi dalam beberapa konvensi HPI diterima prinsip dari Negara forum.
bahwa mandatory laws asing hanya dapat Di dalam doktrin conflict of laws Amerika Serikat, diterima
prinsip bahwa khusus untukpersoalan-persoalan yang
dipertimbangkan untuk diberlakukan apabila: seharusnya dapat diselesaikan sendiri oleh para
sistim hukum asing itu memiliki kaitan yang cukup nyata pihakberdasarkan persyaratan dalam kontrakmereka,
dengan perkara (close conection rule), dan kebebasan para pihak untuk memilih hukum praktis tidak
dibatasi sama sekali. Jika kontrak tidak dapat
berdasarkan hukum asing itu, aturan-aturan tersebut menyelesaikannya karena persoalan yang diatur mandatory
memang harus diberlakukan tanpa memperhatikan hukum laws, para pihak dapat memilih untuk memberlakukan
yang seharusnya berlaku; kaedah memaksa dari system hukum asing, kecuali bila:
Negara yang dipilih tidak memiliki kaitan yang substantive dengan
para pihak atau dengan transaksi mereka dan tidak ada dasar
pertimbangan lain yang reasonanble untuk memilih hukum Negara
tersebut, atau
pemberlakuan hukum dari Negara yang dipilih itu akan
bertentangan dengan kebijakan dasar dari Negara yang secara
objektif memiliki kepentingan yang lebih besar dari pada Negara
yang dipilih dalam penyelesaian perkara ybs.
Untuk menentukan apakah dalam sebuah perkara Pada dasarnya sangat jarang sebuah kasus yang berkaitan
dengan incidental question dapat memenuhi kriteria, oleh
HPI terdapat persoalan pendahuluan (incidental karenanya dalam praktek criteria tersebut diterapkan
question), maka perlu dipenuhi tiga persyaratan: tidak terlalu strict /kaku. Sebagai contoh fleksibilitas
penerapan misalnya dalam kasus “Pewarisan atas benda
“Main issue” yang dihadapi dalam perkara harus bergerak” adalah sebagai berikut:
merupakan masalah HPI yang bedasarkan kaedah HPI kriteria pertama dianggap tidak terpenuhi apabila pada saat
forum harus tunduk pada hukum asing; pewaris meninggal dunia, ia berkedudukan tetap di Negara
Dalam perkara yang sama harus terdapat “subsidiary forum;
kriteria kedua dianggap tidak terpenuhi apabila seorang
issue” yang mengandung unsure asing, yang sebenarnya pewaris yg berdomisili di Negara asing membuat terstament
dapat timbul sebagai masalah HPI yang terpisah dan yang menyatakan untuk memberikan harta warisannya
diselesaikan melalui penggunaan kaedah HPI lain secara untuk anak sahnya, padahal lex fori dan hukum asing
independent; tersebut memiliki kesamaan dalam menentukan apakah anak
tersebut adalah anak yang sah atau tidak sah.
Kaedah HPI untuk menentukan lex causae bagi subsidiary Dengan tidak dipenuhi kriterianya, maka perkara tidak
issue akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda dari perlu diselesaikan dengan menggunakan methode
kesimpulan yang akan dihasilkan seandainya lex causae penyelesaian dalam incidental question.
dari main issue yang digunakan;
Cara penyelesaian : Teori HPI mengenal tiga pandangan tentang cara Prof. Cheshire, kebanyakan putusan hakim dalam kasus-
penyelesaian persoalan pendahuluan, yaitu: kasus incidental questions diselesaikan melalui absorption.
Absorption Namun Cheshire cenderung untuk menggunakan pendekatan
Prinsipnya: melalui absorption, lex causae yang dicari dan ditetapkan
melalui penerapan kaedah HPI untuk mengatur masalah pokok (main kasuistis (case by case approach) dengan memperhatikan
issue) akan digunakan juga untuk menjawab “persoalan pendahuluan”. kelas, jenis perkara yang dihadapi.
Jadi setelah lex causae untuk masalah pokok ditetapkan kaedah HPI lex Misalnya:
fori, masalah pendahuluannya akan ditundukan pada lex causae yang
sama. Cara ini disebut cara penyelesaian berdasarkan lex causae. perkara HPI bidang pewarisan benda-benda bergerak sebaiknya
Repartition digunakan absorption; sedangkan
Pada dasarnya, melalui repartition, hakim harus menetapkan lex causae perkara dibidang perbuatan melawan hukum (tort) atau kontrak
untuk maslah pendahuluan secara khusus dan tidak perlu menetapkan sebaiknya digunakan repartition.
lex causae dari masalah pokoknya terlebih dahulu. Dengan mengabaikan
lex causae dari masalah pokok, hakim akan melakukan kualifikasi Di Belanda, pengadilan lebih banyak menggunakan
berdasarkan lex fori dan menggunakan kaedah HPInya yang relevan repartition, MA Belanda (Hoge Raad) menetapkan bahwa
khusus untuk menetapkan lex causae masalah pendahuluan. Cara ini pada dasarnya masalah hukum yg berlaku dalam persoalan
disebut penyelesaian dengan lex fori. pendahuluan (voorvraag) harus dijawab melalui repartition.
Pendekatan Kasus demi Kasus Namun dengan pengecualian bahwa absorption dapat
Penetapan lex causae untuk masalah pendahuluan atau incidental
question dilakukan dengan pendekatan kasuistis, dengan memperhatikan digunakan apabila terdapat keterkaitan yang kuat antara
sifat dan hakekat perkara atau kebijakan dan kepentingan forum yang masalah pokok (hoofdraag) dengan persoalan pendahuluan
mengadili perkara. (voorvraag).
Di Inggris, ada kecenderungan untuk melakukan absorption.
CONTOH-CONTOH KASUS
RE MAYS ESTATE (1953) Persoalan Hukum:
Kasus Posisi: Apakah Sam may berwenang untuk menguasai dan
Sam dan Fannie May (Paman dan kemenakan, WNAmerika
keturunan yahudi) berkediaman tetap di Negara Bagian (NB) mengurus harta Fannie May, dengan alas hak
New York, Amerika serikat. Berdasarkan hukum NB New sebagai pasangan yang masih hidup dari suami –istri
York perkawinan antara paman keponakan dianggap batal yang telah menikah dengan sah. Hal ini harus
demi hukum karena bersifat incestuous (jinah), karenanya diputuskan berdasarkan lex domicile dari Sam dan
tahun 1913 Sam dan Fannie May menikah di NB Rhode
Island berdasarkan kaidah hukum adat Yahudi Hibrani dan fannie, yaitu hukum New York. Gugatan sang anak
diakui menurut NB itu. Dua minggu setelah perkawinan inilah menjadi masalah pokok (main question) dalam
mereka kembali ke NB New York hidup disana sebagai suami kasus ini;
istri selama 32 tahun dikaruniai 6 orang anak;
Tahun1945, Fannie May meninggal dunia dan meninggalkan Untuk memutus perkara ini Pengadilan New York
sejumlah harta benda yang dikuasai Sam suaminya. menghadapi kenyataan bahwa mereka harus
Kemudian salah seorang anaknya mengajukan gugatan di memutuskan dahulu, apakah perkawinan Sam dan
Pengadilan New York untuk menentang kewenangan Sam
May (ayahnya) untuk menguasai dan mengurusi kekayaan Fannie may did an berdasarkan hukum Rhode Island
peninggalan istrinya. Dasar gugatannya , karena perkawinan dapat diterima sebagai perkawinan yang sah.
Sam dan Fannie May did an berdasarkan hukum Rhode Persoalan ini adalah incidental question yang harus
Island dianggap tidak sah.
diputuskan sebalum hakim memutus persoalan
pokoknya.
DEPECAGE
Proses penyelesaian perkara:
persoalan pendahuluannya (vorfrage) dalam perkara ini: apakah si
Dalam bahasa Prancis, DEPECAGE berarti
wanita memiliki kapasitas hukum menikah kembali; “pemecahan” atau “pemilahan”. Pembahasan
persoalan pokoknya (Hauptfrage) dalam perkara ini: apakah
Pengadilan Inggris harus menguatkan perkawinankedua dari si mengenai Defecage ini dalam konteks HPI
waniita itu dengan pemohon;
Untuk menjawab Vorfrage, hakim Inggris berpendapat ia harus
sebenarnya menimbulkan kemungkinan yang
mempertimbangkan fakta hukum bahwa: mirip dengan situasi “incidental question” meski
Berdasarkan hukum Brazil (lex domicile wanita) menganggap bahwa
siwanita tidak mempunyai kapasitas untuk menikah lagi, karena perceraian
dari suami pertama tidak sah;
tidak sepenuhnya sama.
Akan tetapi berdasarkan hukum Nevada (lex loci celebrationis perceraian)
bahwa perceraian Nevada itu adalah perceraian yang sah; Defecage adalah tindakan untuk menundukkan
Hakim dalam putrusannya menetapkan bahwa Vorfrage dalam
perkara ini tunduk pada hukum tempat perceraian diresmikan,
persoalan-persoalan tertentu yang mungkin
sehingga lex causae nya adalah hukum Nevada, yang menganggap si terbit di dalam sebuah peristiwa atau hubungan
wanita memiliki kapasitas hukum untuk menikah kembali;
Berdasarkan hal itu, hakim kemudian menguatkan perkawinan hukum pada system-sistem hukum yang
kedua yang dilakukan secara sah berdasarkan hukum Nevada (lex
causae untuk Hauptfrage). Permohonan pemohon dikabulkan. berbeda.
Sebagai contoh: Contoh lain:
Persoalan pewarisan yang dibuat WNI melalui pembuatan
testament yang dilaksanakan di Singapura. Jika perkara Gugatan ganti rugi seorang wrga Negara Bagian New
gugatan atas testament diajukan di pengadilan Indonesia, York atas perbuatan melawan hukum (PMH) yang
secara umum orang mengatakan bahwa perkara tunduk pada dilakukan di Negara Bagian Texas oleh seorang
system hukum dari tempat pembuatan testament. Akan warga Texas, dan gugatan diajukan di NB New York.
tetapi jika memilah-milah perkara ini dalam sub-
subpersoalan, misalnya subpersoalan tentang: Kemungkinannya:
keabsahan formal dari testament; Jika permasalahan pokoknya perbuatan Tergugat dapat
subpersoalan tentang kemampuan hukum si pewaris untuk
mewariskan kekayaan lewat testament; dikatagorikan sebagai PMH (masalah substansi), maka
kemungkinannya: yang berlaku kaedah hukum Texas sebagai lex loci delicti,
submasalah (1) pengadilan memberlakukan hukum Singapura,
namun
sedangkan Jika yang menjadi persoalan pokok apakah besarnya ganti
submasalah (2) pengadilan memberlakukan hukum Indonesia; rugi yang diminta terbatas jumlah tertentu atau tidak
Tindakan “memilah dan memilih” inilah yang dimaksud dengan (procedural), maka persoalan ini mungkin akan
DEPECAGE.
ditundukkan dan diselesaikan berdasarkan hukum New
Yang menjadi pertanyaan dalam perspektif HPUI adalah
apakah orang dapat melakukan pemilahan seperti itu. York sebagai lex fori.
DICEY dan MORRIS, dalam konteks HPI Traditional (eropa) secara teoritis bertitik tolak dari prinsip
bahwa sebuah hubungan hukum seharusnya tunduk pada satu
perjanjian/kontrak HPI, membedakannya: system hukum (jurisdiction selecting approach), namun dalam
Tidak semua persoalan yang timbul dari sebuah hubungan keadaan tertentu DEPECAGE dapat diperlakukan sebagai
kekecualian:
kontraktual dengan sendirinya harus diatur berdasarkan pelaksanaan kewajiban para pihak dalam kontrak harus dilaksanakan di
satu hukum yang sama. Jadi sangat mungkin jika hukum tempat-tempat yang berbeda;
yang dipilih para pihak digunakan menyelesaikan para pihak sepakat untuk “memecah” sebuah kontrak kedalam bagian-
masalah sah tidaknya kontrak (validity), masalah bentuk bagian tertentu dan menundukkan masing-masing bagian itu pada system
hukum berbeda-beda, atau
kontrak mungkin ditundukan pada lex loci contractus, karena submasalah tertentu dari suatu hubungan hukum tertentu
atau kemampuan hukum para pihak ditundukkan pada ternyata memiliki kaitan nyata yang lebih besar pada sebuah system
hukum yang seharusnya berlaku berdasarkan pilihan hukum para pihak /
hukum personal masing-masing; berdasar kaidah HPI.
Hukum-hukum yang berbeda dapat diberlakukan atas Dalam system Conflict of laws Amerika Serikat, pada dasarnya
bagian-bagian sebuah kontrak, missal: salah satu menaggap tugas HPI menetapkan aturan hukum local yang mana
kewajiban kontraktual ditundukan pada hukum A, dalam sebuah penyelesaian sebuah hubungan/peristiwa hukum (rule
selecting approach), menganggap DEPECAGE sebagai sesuatu yang
sedangkan kewajiban kontraktual lain dari kontrak yang alamiah. Penyelesaian conflict of laws harus dilakukan atas dasar
sama ditundukan pada hukm B. analisis kasus perkasus (case-by case analysis), sehingga adalah
wajar bila salah satu kasus harus tunduk pada system hukum yang
berbeda dari system hukum yang diberlakukan untuk kasus lain
yang timbul dari hubungan/peristiwa hukum yang sama.
PENYELUDUPAN HUKUM
Istilah-istilah:
Wetsontduiking (Belanda), “fraude a la loi”
(Perancis), “fraus legis” (Latin),
“Gesetzesumgehung”, das Handeln in fraudem
legis” (Jerman), “fraudulent creation of point of
contacts” (Inggris), “frode alla legge” (Italia).
Hubungan Penyeludupan Hukum (PH) dengan
HUKUM PERDATA Ketertiban Umum (Tibum), kedua-duanya
INTERNASIONAL bertujuan agar hukum nasional digunakan
KULIAH 11 dengan mengenyampingkan hukum asing. Sama-
DHONI YUSRA SH MH sama mengesampingkan kaedah hukum
tertentu;
Pengertian “Kewenangan Yuridiksional Forum” Apakah Pengadilan akan Menolak Mengadili atau Tidak
dalam konteks HPI Masalah yurisdiksi secara luas Melanjutkan Proses Peradilan meski sebuah forum
dapat diartikan sebagai masalah apakah sebuah terbukti berwenang untuk mengadili, namun ia dapat
forum akan mengadili dan emutuskan suatu perkara menolak atau tidak melanjutkan proses pemeriksaan
yang diajukan kepadanya. Dalam HPI masalah ini perkara, karena:
menjadi lebih kompleks karena mencakup beberapa Asas forum nonconveniens
masalah: Penolakan dengan pertimbangan koneksitas antara para
Apakah Pengadilan Berwenang untuk Mengadili Perkara pihak tidak signifikan, sehingga perkara harus diajukan di
Kompetensi mengadili adalah persoalan hukum acara, dan Negara lain;
dalam hukum keperdataan biasanya bergantung dari Asas lis alibi pendens
penyampaian panggilan pengadilan kepada pihak tergugat Terbukti proses pemeriksaan perkara yang sama sedang ber
(service of writ), dan panggilan hanya dapat disampaikan
jika: jalan di hadapan forum Negara lain;
tergugat berada secara fisik di dalam yurisdiksi pengadilan, Asas res judicata
tergugat menundukkan diri pada kewenangan yurisdiksional Perkara dan para pihak yang sama telah diadili dan diputus-
pengadilan; kan oleh sebuah forum lain dan telah memperoleh kekuatan
pengadilan memerintahkan pemanggilan tergugat di wilayah hukum tetap.
di Keputusan melanjutkan pemeriksaan akan bertentangan
luar yuridiksi pengadilan (service of writ out of dengan kewenangan yurisdiksional ekslusif atau
the jurisdiction).
bertentangan dengan klausula arbitrase yang disepakat para
pihak
Apakah ada Pembatasan terhadap Pengadilan dalam Dalam litigasi transnasional, asas actor squitur
Melaksanakan Kewenangan Yurisdiksionalnya; forum rei (tempat tinggal tergugat untuk
Meski pengadilan sudah melaksanakan panggilan menentukan tempat pengadilan) ternyata tidak
dengan benar, Yurisdiksi pengadilan masih mungkin selalu dapat digunakan secara efektif, karena
dibatasi, yg mengakibatkan Pengadilan dianggap connections di bidang perkara HPI sering
tidak berwenang mengadili. Pembatasa itu dibentuk melalui titk taut lain, seperti
berkenaan dengan: pelaksanaan kontrak atau tempat PMH di
pokok perkara (subject matter), misalnya menyangkut
Negara forum.
tanah atau property di wilayah Negara asing; Penentuan dasar yurisdiksi pengadilan, dalam
jenis perkara yang diminta, misalnya pemberian izin praktek litigasi international umumnya
untuk perceraian; dibedakan kedalam :
Subjek hukum terhadap mana tuntutan diajukan, yurisdiksi in personam;
misalnya gugatan terhadap Negara asing. yurisdiksi in rem;
yurisdiksi quasi in rem .
Tergugat (defendant) dapat berupa orang Amerika Serikat menentukan yuridikasi badan
(natural person), juga berupa badan hukum hukum berdasar:
(legal person). Bagi badan hukum tidak Tempat usaha utama (principle place of business)
ditentukan berdasarkan domisili badan hukum, diwilayah negara forum;
tetapi berdasarkan lokasi badan hukum. Negara-
Tempat Pendirian (state of incorporation) di Negara
negara tertentu menetapkan lokasi atas dasar:
forum;
tempat pengelolaan utama dan pengawasan (chief
management and control) badan hukum itu berada Adanya pertautan minimum (minimum contacts)
(Prancis); dengan Negara forum;
tempat pusat operasi (central location of the
companys operations) badan hukum itu (Jerman);
tempat badan hukum didirikan secara hukum (place
of incorporation – Inggris);
Yurisdiksi atas dasar kewarganegaraan, Kekayaan, Namun dalam kenyataan banyak Negara yang
atau Pemunculan / Kehadiran hukum acaranya tidak membatasi diri dalam
Dalam proses penyelesaian sengketa di bidang
perdagangan modern dewasa ini, kewenangan suatu klaim yuridiksi atas subjek hukum asing, dan
forum juga dibatasi prinsip-prinsip kewajaran dan menggunakan batas-batas yang berlebihan
keadaban / kepantasan (reasonableness and decency). (oxorbtant jurisdictions bases), misalnya :
Pembatasan itu dapat diberlakukan atas dasar: menetapkan kewenangan yurisdiksi atas dasar
Kemauan politik dari forum suatu Negara berdaulat untuk hukum personal kewarganegaraan pihak penggugat
membatasi kedaulatan dan kewenangannya (souvereign (Prancis, Luxenburg, Belgia, Belanda), sementara
selfrestraint);
WN mereka hanya dapat diadili di forum Negara
Pemberlakuan batas-batas tertentu yang harus dipenuhi
sebelum sebuah forum mengklaim yuridiksi; mereka sendiri;
Berlakunya aturan-aturan hukum nasional yang yuridiksi tak terbatas atas dasar kehadiran benda
menetapkan batas-batas pelaksanan yuridiksi milik tergugat di wilayah forum (Jerman);
ekstrateritorial;
yurisdiksi forum atas tergugat ini tetap ada
Penetapan inkompetensi oleh forum sendiri atas dasar
doctrin forum noncomveniens (Negara-negara Common walaupun tidak ada pertautan antara benda milik
law) atau lis alibi pendens dan res judicata (Negara-negara tergugat dan perkara yang diajukan ke pengadilan
Civil law); itu (Denmark);
Asas lain dalam praktek international adalah
asas forum rei sitae yang menerbitkan
kewenangan yurisdiksional pada forum dari
tempat letak benda yang melekat pada gugatan
pihak tergugat.
Dasar lain untuk menetapkan kewenangan
yurisdiksional adalah kehadiran fisik (physical
presence) dari Tergugat di wilayah forum. Di HUKUM PERDATA
beberapa Negara diterapkan secara berlebihan,
dalam arti klaim yuridiksi diterapkan pada baik INTERNASIONAL
tergugat asing melakukan bisnis secara teratur KULIAH 14
di wilayah forum maupun terhadap transient DHONI YUSRA SH MH
defendant, atau tergugat yang sekedar mampir
dan lewat di wilayah forum.
PERSOALAN-PERSOALAN KHUSUS
TENTANG YURISDIKSI
EKSTRATERITORIAL
(EXTRATERRITORIAL JURISDICTION)
Dalam system common law, Kewenangan Yurisdiksi Praktek pengadilan Amerika Serikat, dalam melakukan
interpretasi “minimum contract” meggunakan ukuran
juga dapat menggunakan cara pemanggilan yang sah tambahan dengan adanya fakta-fakta yang menunjukkan:
terhadap tergugat yang secara fisik hadir di wilayah Kesinambungan dan pola yang teratur dari tergugat dalam
menjalankan urusan-urusannya di wilayah Negara forum (continuity
pengadilan. Dalam kasus-kaus HPI di Amerika and systematic way of conducting business in the forum state);
Serikat digunakan ukuran minimum contact antara Gugatan harus terbit dari dan berkaitan dengan aktivitas pihak
tergugat di wilayah forum (claims have to arise out of and related to
forum dengan tergugat, yang baru ada jika the defendants activities in the forum state);
Dalam perkara-perkara kontrak jual beli international, seorang yang
memenuhi criteria umum “kewajaran dan keadilan” memasarkan produknya di AS, meski tanpa kehadirannya, dianggap
dalam arti traditional (traditional notion of fair play wajar dan adil telah memiliki “minimum contact” dengan As,
karenanya pengadilan AS berwenang mengklaim yuridiksi in
and substantial justice). personam terhadap tergugat;
Pertautan antara tergugat dengan Negara forum juga bisa terbentuk
Persoalannya standar umum ini tidak dengan atas dasar tindak-tanduk tergugat yang dengan sengaja diarahkan
kenegara forum (purposefully directed toward the forum state),
sendirinya dianggap sebagai criteria yang jelas bagi pemasaran produk di negar tertentu dapat melahirkan yurisdiksi
pengadilan, karena berbagai penafsiran dan upaya pengadilan Negara yang bersangkutan.
Meski penggunaan prinsip “fair play” dan Seorang tergugat yang berdomisili di suatu Negara anggota, apapun
kewarganegaraannya, dapat diadili oleh pengadilan dimana ia
“substantial justice” nampak sangat baik, namun berdomisili, demikian juga tergugat yang bukan warga Negara
kemungkinan penafsiran secara subjectif terhadap tempat ia berdomisili, akan tunduk pada aturan yurisdiksi yang
prinsip itu dalam pergaulan international dapat berlaku atas WN dari Negara forum.
menimbulkan ketidak pastian hukum. Seorang calon Persoalannya adalah perbedaan pendapat tentang dasar penentuan
penggugat (plaintiff) tidak memiliki kepastian apaka domicilie tergugat (tempat kediaman tetap/sehari-hari) yang
mungkin berbeda-beda pengertiannya dari satu Negara ke Negara
forum tempat diajukannya gugatan mempunyai lain.
yuridiksi atau tidak untuk memeriksa gugatan itu. dapatkah T seorang WN X yang berkediaman tetap di Negara Y, menolak
yurisdiksi pengadilan Y atas dasar kenyataan bahwa hukum acara Negara
Tradisi hukum Eropa Continental (civil law) Y menetapkan tempat kediaman seseorang tergugat atas dasar prinsip
khususnya dilingkungan hukum Masyarakat Eropa kewarganegaraan tergugat?
(EC), dengan berlakunya Council Regulation on apakah pengadilan sebuah Negara Eropa (anggota EC) dapat mengklaim
yurisdiksi in personam atas seorang tergugat yang tidak berdomisili di
Jurisdiction and the Recognition andEmforcement of Eropa, tetapi melaksanakan bisnis tertentu ke dalam wilayah Eropa?
Judgment in Civil and Commercial Matters telah apakah pengadilan Indonesia dapat menerapkan asas forum rei terhadap
terjadi keseragaman yang memberikan kepastian T tergugat WNI yang berkediaman tetap di Belanda ? Atau
Apakah T WNI dapat menolak yurisdiksi pengadilan Indonesia, karena
hukum, yang secara umum memberlakukan prinsip berdomisili di Eropa, yang berdasarkan Council Regulation hanya
forum rei dengan ukuran domicilie, bukan pengadilan di Negara-negara EC saja yang berwenang menklaim yuridiksi
terhadap dirinya.
kewarganegaraan (nationality).
ELEMEN-ELEMEN YURISDIKSI
FORUM DALAM HPI DAN KASUS-
KASUS
Prinsip Konstitutif untuk Klaim Yurisdiksi Prinsip MCFF ini dikembangkan untuk
Dalam perkembangan HPI modern yang membatasi pihak penggugat dalam mengajukan
perkara di pengadilan tempat ia berkediaman
diterapkan pengadilan suatu Negara dalam tetap, pembatasan ini dimaksudkan untuk
melaksanakan yurisdiksi atas sebuah perkara mencegah pelanggaran atas hak-hak pihak
HPI, tidak lagi didasarkan pada prinsip tergugat untuk memperoleh perlakuan hukum
kedaulatan territorial atas orang dan benda yang yang wajar.
berada di wilayah Negara forum. Karenanya prinsip MCFF ini dianggap sebagai
Prinsip yang semakin banyak digunakan secara “batas luar” bagi pengadilan melaksanakan
international adalah pertimbangan adanya yurisdiksinya. Artinya pengadilan hanya dapat
pertautan minimum dan prinsip kewajaran yang melaksanakan yurisdiksinya apabila terdapat
pertautan minimum antara tergugat dengan
mendasar (minimum contacts and fundamental
Negara forum sedemikian rupa, sehingga
fairness principle – MCFF principle). tergugat akan menerima perlakuan yang wajar
dan adil.
CONTOH KASUS
Kasus Mc Gee Vs International Life Insurance Co (1957); Kasus Perkins Vs Benguet Consolidated Mining Co.
Tergugat, perusahaan asuransi Negara X, yang menawarkan dan (1952)
menutup sebuah perjanjian asuransi kepada Penggugat, WN Y.
Perjanjian ini merupakan satu-satunya perjanjian yang dijual Tergugat, sebuah perusahaan Filipina yang bergerak
tergugat di Negara Y. Setelah Penggugat meninggal dunia, Tergugat
menolak untuk membayar klaim uang asuransi, dan pihak dibidang pertambangan emas dan perak di Filipina.
Tertanggung (beneficiary/ahli waris penggugat) menggugat Tergugat Sejak pendudukan tentara jepang di Filipina, seluruh
di Negara Y, berdasarkan peraturan Long Arm Statute yang berlaku
di Negara Y. Tergugat dipanggil melalui surat dan akhirnya hadir di operasi pertambangan dihentikan, presiden direktur
Negara Y untuk melawan dan membantah kewenangan yurisdiksi yang sekaligus pemegang saham terbesar, kembali ke
Negara Y.
Negara asalnya Ohio di AS. Selama ia berada di
Negara Y dianggap dapat mengklaim yurisdiksi atas pihak tergugat
(asing) itu dengan dasar pikiran: Ohio, tergugat menjalankan erusahaannya
Tergugat telah mengajukan penawaran untuk menutup kontrak asuransi berkenaan dengan upaya pengerolehan kembali
kepada seorang warga Negara Y;
Negara Y memiliki kepentingan untuk melindungi warga Negara Y dari
asset-aset perusahan yang ada di Filipina.
kegagalan perusahan asuransi untuk membayar klaim asuransinya. Penggugat, seorang warga Ohio mengajukan gugatan
Berdasarkan Long Arm Statute Negara Y, maka WN Y dapat
menggugat perusahaan asuransi asing di depan forum Negara Y. terhadap tergugat di Ohio untuk mengklaim haknya
DKL dua elemen diatas dapat dianggap memberikan dasar hukum atas pembayaran deviden yang sudah jatuh tempo
yang cukup bagi pengadilan Y untuk mengklaim yurisdiksi. untuknya sebagai pemegang saham di perusahaan
tergugat.
Tahun 1945, Mahkamah Agung AS melalui perkara Tahun 1955, dasar klaim yurisdiksi dikembangkan konsep yurisdiksi
International shoe Vs Washington, konsep physical khusus (specipic jurisdiction), yaitu yurisdiksi atas dasar aktivitas
tergugat yang menimbulkan tanggung jawab (liability creating
power digeser oleh pertimbangan-pertimbangan lain activity) atau berakibat tertentu di Negara forum (Lihat Kasus MC
yaitu, untuk menentukan asas due process Gee Vs International Life Insurance Co- 1957).
ditentukan oleh hakikat dan kualitas dari aktivitas Tahun 1958, Kasus Hanson Vs Denckla, ditetapkan aktivitas
dalam kaitannya dengan penegakkan hukum yang tergugat harus merupakan tindakan dimana tergugat dengan sadar
dan sengaja menundukkan diri di wilayah forum karena memperoleh
teratur dan adil. Berdasarkan itu MA AS meanggap manfaat dan perlindungan dari lex fori (prinsip purposeful
klaim yurisdiksi umum (general jurisdiction) atas availment).
tergugat asing: Tahun 1977, melalui perkara Shaffer vs Heitner, MA-AS berpendapat
Konsep penguasaan fisik harus diganti dengan bahwa kewenangan pengadilan untuk melaksanakan in rem
ertimbangan kewajaran (consideration of reasonableness jurisdiction (dasar klaim adanya benda-benda milik tergugat di
and fair play) serta keadilan yang mendasar (substantial Negara asing yang berkaitan dengan perkara) adalah sama dengan
klaim yurisdiksi in personam , maka dasar yurisdiksinya adalah
justice); “kepentingan dari orang-orang atas benda yang berada di Negara
Pokok perkara / hubungan antara dasar gugatan dengan forum”, yang digunakan ukuran “minimum contacts” antara pokok
aktivitas tergugat di Negara forum harus menjadi perkara dengan benda milik tergugat.
pertimbangan penting untuk menentukan forum memiliki
klaim yurisdiksi;
Kriteria ini dikenal dengan sebutan : Standar
International Shoe.
Di Belanda, klaim yurisdiksi atas sebuah perkara dalam Pengadilan yang Dipilih oleh Para Pihak
perkembangan praktek peradilan didasarkan ada asas-asas yaitu asas yang merupakan manifestasi “kebebasan
yang sebagian besar juga dikenal dalam Konvensi Brussels berkontrak” dimana para pihak menentukan sendiri
atau EC Council Regulation on Jurisdiction and the pengadilan mana yang dianggap memiliki yurisdiksi
Recognition and Enforcement of Judgments in Civil and eksklusif untuk menyelesaikan perselisihan yang timul
Commercial Matters (2001), yang selengkapnya meliputi: dari hubungan hukum mereka.
Asas Forum Rei Pemunculan Secara Sukarela (voluntary appearance)
Asas tempat forum berada sama dengan asas actor sequitur forum asas yang menetapkan dalam hal tergugat secara sukarela
rei, yang merupakan dasar utama klaim yuridiksi atas seorang
tergugat yang berdomicilie sehari-hari di wilayah hukum Negara hadir di sebuah forum pengadilan asing untuk membela
forum; dirinya dalam pokok perkara (bukan sekedar menyatakan
Asas Forum Solutionis Contractus forum asing tidak kompeten), forum asing ini akan
yaitu asas dasar penetapan yurisdiksi bagi forum dari tempat dimana dianggap memiliki yurisdiksi atas tergugat. Asas ini hanya
suatu perikatan dianggap telah dilaksanakan atau seharusnya dapat digunakan dalam hal forum pengadilan Belanda
dilaksanakan; tidak memiliki yurisdiksi eksklusif atas perkara;
Asas Pengadilan Tempat Pihak yang Berkedudukan Lebih Lemah Asas Forum Rei Sitae
yaitu asas yang memberikan kewenangan yurisdiksional pd
pengadilan di tempat pihak yang dianggap berkedudukan lemah asas kompetensi yurisdiksi pengadilan yang menyangkut
dalam transaksi hukum, khususnya dalam memberikan perlindungan hak kebendaan tetap (immovables) atas dasar letak benda
pada konsumen, atau buruh dalam transaksi hubungan kerja; di wilayah forum;
PRINCIPLE OF TRANSNATIONAL
CIVIL PROCEDURE (PTCP)- 2004
Yurisdiksi atas Kantor Cabang, Agensi, dan Badan-badan Lain Asas-asas hukum acara perdata transnasional ini
Yaitu asas yang dianggap ada pada pengadilan asing tempat dimana
perkara timbul dari beroperasinya cabang, agen atau badan sejenis merupakan hasil kolaborasi antara UNIDROIT
terletak; (International Institute for the Unification of Private
Asas Forum Delicti Law) dan The American Law Institute, yang tidak
asas penentuan yurisdiksi pengadilan dalam perkara-perkara
perbuatan melawan hukum (PMH-tort/onrechtmatige daad) hanya mengatur persoalan yurisdiksi ekstrateritorial,
berdasarkan tempat perbuatan dilakukan atau tempat dimana tetapi juga mengatur bidang hukum acara perdata
kerugian (injury) akibat PMH itu timbul; secara umum.
Asas Forum Connexitatis
yaitu asas penetapan yurisdiksi pengadilan yang telah memiliki
yurisdiksi untuk memeriksa pokok perkara dan juga memeriksa PTCP ini merupakan upaya harmonisasi asas dan
gugat balik (counter claim) atau gugatan pihak ke 3 (third party aturan hukum acara perdata dalam penyelesaian
proceedings). Asas ini hanya dapat digunakan apabila tidak ada
forum lain yang memiliki yurisdiksi eksklusif atau yurisdiksi pilihan perkara-perkara perdagangan transnational. Secara
para pihak; sadar juga dimaksudkan sebagai upaya
Asas Forum Arresti meminimalisirperbedaan-perbedaan yang selama ini
Yaitu asas yang dalam perkara yang menyangkut muatan barang ada antara prinsip-prinsip dan aturan hukum acara
atau kapal yang ditahan untuk jaminan utang memberikan
kewenangan yurisdiksi pada pengadilan di tempat kapal atau muatan dalam tradisi Anglosaxon (Common Law) dengan
kapal ditahan. tradisi Eropa Kontinental (Civil Law).
Asas-asas Yurisdiksi Menurut PTCP Principle 2.4:
Dalam prinsip kedua PTCP (tentang jurisdiction over Parties) Forum umumnya harus menolak untuk mengklaim
ditetapkan bahwa yurisdiksi pengadilan atas salah satu pihak yurisdiksi atas perkara apabila para pihak telah terlebih
dalam perkara dapat dilaksanakan (Principle 2.1): dahulu bersepakat bahwa suatu forum pengadilan lain
atas kesepakatan para pihak yang berperkara untuk yang akan memiliki kewenangan yurisdiksional secara
mengajukan sengketa mereka ke depan pengadilan yang Eksklusif.
bersangkutan;
apabila terdapat kaitan yang substansial (substantial connection)
Principle 2.5:
antara Negara forum dan para pihak yang bersengketa atau Forum dapat menolak yurisdiksi atau menghentikan
transaksi proses pemeriksaan perkara apabila terbukti bahwa forum
atau peristiwa yang menjadi pokok sengketa; ternyata tidak layak (inappropriate) untuk mengadili
Yurisdiksi juga dapat dilaksanakan apabila tidak ada forum perkara jika dibandingkan dengan forum lain yang juga
lain yang pantas untuk mengadili perkara (forum dapat mengklaim yurisdiksi.
necessitates) atas dasar (Principle 2.2): Principle 2.6
kehadiran (presence) atau kewarganegaraan (nationality) dari Forum harus menolak yurisdiksi atau menghentikan
pihak tergugat di Negara forum;
kehadiran benda-benda milik tergugat di wilayah Negara forum
pemeriksaan perkara apabila pemeriksaan perkara
tanpa mempedulikan ada tidaknya kaitan antara perkara dan benda- tenyata sedang berjalan di pengadilan lain yang memiliki
benda tersebut (quasi in rem). Namun kewenangan forum hanya kewenangan yurisdiksional, keculai jika terdapat petunjuk
terbatas pada benda-benda tersebut atau nilai ekonominya; bahwa proses pengadilan di depan forum lain irtu tidak
berlangsung secara adil, efektif dan cepat.