NIM : 20170610308
Matkul : Hukum Perdata Internasional
Kelas : F
BAB I
PENGERTIAN HUKUM ANTAR TATA HUKUM
Selalu terdapat perbedaan pendapat, dalam HPI ternyata tidak ada kata sepakat di antara
para penulis mengenai berbagai masalah. Selalu terdapat perbedaan paham. Oleh karena itu
maka seringkali secara mengejek apa yang dinamakan “conflict of laws” diganti menjadi
“conflict of lawyers”. Hukum Perdata Internasional Indonesia ini memperlihatkan bahwa kami
memiloih suatu sikap tertentu dalam HPI, aliran yang dinamakn HPI itu sifatnya
“Internasional” atau “nasional”. Sejak dahulu kala terdapat dua aliran besar dalam HPI, aliran
yang dinamakan “Internasionalistis” yang hendak menganggap bahwa kaidah-kaidah HPI itu
sebenernya bersifat “supra nasional”. Sumber – sumber hukumnya supra nasional untuk semua
negara – negara di dunia. Semua negara di dunia harus tunduk di bawah satu macam sistim
hukum HPI itu. HPI merupakan bagian daripada hukum nasional. Demikian banyak negara –
negara nasional. Demikian banyak sistim – sistim HPI. Oleh karena itu, tiap – tiap negara yang
merdeka dan berdaulat mempunyai sistim HPI-nya sendiri. Maka adalah tepat pemakaian
istilah “Hukum Perdata Internasional Indonesia” karena HPI Indonesia adalah sistim Hukum
Nasional Indonesia dan tidak bersifat supra nasional. Tidak mempunyai sumbernya secara
supra nasional tetapi bersumber pada hukum nasional Indonesia sendiri. Dengan lain perkataan
mereka ini mengedepankan bahwa tiap – tiap negara mempunyai HPI sendiri. Berarti istilah
“Internasional” ini tidak menunjuk pada sumber hukumnya, tetapi istilah Internasional ini
hanya menunjuk pada fakta – faktanya, materinya, “feiten complex”, casus positie itulah yang
bersifat internasional. Itulah yang memperlihatkan adanya bubungan – hubungan Internasional.
Karena ada unsur dari luar, karena ada unsur luar negerinya, unsur – unsur asing (foreign
elements) inilah yang menjadikan unsur – unsur asing tersebut menjadi internasional,
“internationale verhoudingen”. Menurut Schnitzer, Nicth das recht sondern der Tatbestand, ist
international, berarti bukan hukumnya yang internasional melainkan materinya,
feitencomplexnya, fakta – faktanya, Tatbestand yang internasional. Jadi jelas lagi apa yang
dikatakan oleh Meijers, bahwa HPI adalah hukum perdata untuk hubungan – hubungannya,
tetapi kaidah – kaidah HPI-nya adalah Hukum Perdata Nasional belaka. Orang menerima
bahwa memang tidak dapat disatukan, aneka warna pendapat tentang HPI. Tidak dapat
dicipatakan hanya satu macam HPI untuk semua negara di dunia ini. Orang sudah mulai
bertengkar tentang semua masalah HPI, apalagi yang termasuk prinsipiil sepertim apakah harus
diterima prinsip prinsip nasionalitas atau prinsip domisili untuk status personil. Perinsip
naisonalitas (prinsip kewarganegaraan) atau prinsip domisili. Prinsip kewarganegaraan berarti
dikaitkannya status personil seseorang kepada kewarganegaraannya, seperti misalnya negara –
negara Eropa Kontinental dan juga sistim negara kita sekarang ini serta sistim Erpa kontinental
seperti sistim Prancis, sistim German dan sebagainya. Di samping itu banyak pula negara –
negara yang terytama berpokok pangkal pada sistim negar – negara Commpnwealth, negara –
negara Anglo Saxon (Inggris, Amerika), jadi bukan negara – negara common law yang
mengatakan bahwa sebaiknya status personal seseorang dikaitkan kepada domisili sesorang
diaman ia berdomisili di mana dia ia menetap, bertempat tinggal di rumahnya setiap hari. Yang
pro nasionalitas mengtakan sistim nasionalitas lebih baik dari sistim domisili. Tetapi orang
yang menganut sistim domisili tidak akan membenarkan itu. Sebaliknya orang yang menganut
sistim domisili mengatakan sistim domisili yang paling baik. Jadi penganut dari masing –
masing pinsip ini tidak dapat meyakinkan yang satu terhadap yang lain bahwa sistimnya adalah
yang paling baik. Jadi kesimpulan kita bahwa perkataan “internasional pada HPI jangan
diartikan bahwa HPI sumbernya adalah internasional (supranasional). Tetapi sebaliknya
daripada itu HPI adalah Hukum Nasional.
Keberatan terhadap istilah HPI : bukan “internasional tetapu “nasional” sifatnya.
“Internasional” ini bukan diartikan sebagai “law of nation”, bukan hukum antar negara tetapi
insternasional ini kita harus diartikan sebagai “ada unsur luar negerinya”. Ada unsur dari luar,
unsur asingnya (foreign element). Jadi berarti bukan sumber –sumbernya yang internasional
tetapi hubungan – hubungannya adalah internasional. Ada hubungan luar negrinya ada unsur
asingnya. Perdata berarti “private antara orang – orang pribadi, mana bisa “internasional”. Jadi
seolah – olah ada suatu contractio in termins, suatu pertentangan dalam istilah, seperti orang
bicara tentang suatu “zwarte schimmel”. Schimmel itu istilahnya untuk kuda yang putih. Jadi
suatu “zwerte schimmel” tidak mungkin ada. Begitu pula dirasakan pada istilah “Hukum
Perdata Internasional”. Unsur luar negri ini teradapat karena adanta berbagai “faktor”. Contoh
– contoh warga negara Indonesia berkontrak dengan orang asing seorang warga negara
membeli dari negara lain dua orang orang warga negara mengatur jual beli tentang suatu pabrik
yang di impor dari liar negeri. Istilah HPI umum diterima karena istilah HPI sudah
“ingeburgerd” sudah diterima umum, maka dianggap adalah praktis. Itilah “Conflict of laws”,
“Hukum Perselisihan”, atau “Hukum Pertikaian” (conflicten recht). Sebaiknya diganti dengan
istilah “Hukum Antar Tata Hukum”. Aneka ragam pandangan tentang luas bidang HPI :
1. HPI = rechtstoepassinggrescht.
Istilah Hukum Perselisihan hanya terbatas pada masalah “hukum yang diperlakukan”
rechtstoepassinggrescht”
2. HPI = Choice of law + choice of juridiction
Dalam sistim negara – negara Anglo Saxon dikatakan bahwa HPI ini bukam hanya
terdiri dari “conflict of laws” tetapi mencakup pula persoalan – persoalan “conflicts of
juridiction” atau lebih tepat “choice of juridiction”, yakni persoalan tentang
komnpetensi wewenang Hakim. Jadi bukan saja mengenai “hukum manakah yang
berlaku” tetapi juga mengenai “Hakim manakah yang berwenang”.
3. HPI = Choice of law + choice of juridiction + condition des etrangers
Pandangan HPI yang lebih luas lagi yaitu seperti dikenal dalam negara – negara Latin
(Italia, Spanyol. Amerika Selatan)
4. HPI = Choice of law + choice of juridiction + condition des etrangers + nationalite
Sistim yang paling luas yaitu dikenal dalam HPI Prancis. Empat bagian HPI ini dalam
textbook – textbook HP Prancis selalu diperhatikan.
“Conflict of law” yang sering kali diberi julukkan “conflict of lawyers”, justri
sebaliknya daripada berkonflik hendak memperlihatkan adanya suatu tat tertub sesuai dengan
istilah kita yang lebih enak didengarnya, suatu “hukum di antara tata – tata hukum”. “hukum
di antara tata – tata hukum” disibgkatkan HATAH. Ada keberatan lain terhadap istilah “conflict
of laws” atau “hukum perselisihan” ini. Istilah ini kepada pikiran seolah – olah kedaultan
negara sedang berkonflik, hingga para hakim dalam memilih hukum yang harus dpakianya ini
terpengaruh untuk selalu memakai hukumnya sendiri karena kedaultan negaranya turut bucaea
dan kedaultan dari negaranya mensyaratkan bahwa harus berlakulah Hukum-nya sendiri,
hingga demikian dalam tiap persoalan HPI ia hanya memakai hukumnya sendiri. Dengan
demikian Hakim akan bersikap chauvinistis mendewa – dewakan hukum sendiri. Persoalan –
persoalan HPI tidak diselesaikan sesuai dengan kebutuhan hukum para justiabelen.
Pembagian HATAH. HATAH dapat dibagi dalam bagian intern dan extern. Kita akan
memberikab perumusan daripada HATAH ini ndengan memakai sebagi landasan apa yang
dinamakan “Ilmu Lingkungan Kekuasaan Hukum” atau “gabiedsleer”. Istilah ini dalam
bidangan hukum Indonesia terutama diperkembangkan oleh Logemann yang berbicara tentang
“gebieden” atau lingkungan kekuasaan hukum daripada “Ambten” (jabatan –jabatan). Hans
Kelsen juga memakai istilah ini dan beliau menggunakannya untuk “norma – norma hukum”.
Oleh karena HATAH ini bekerja juga dengan norma – norma hukum, maka yang paling cocok
dipakai sebagai landasan kita ialah gebiedsleer seperti dikemukakan oleh Kelsen. Hukum Antar
Waktu, sebagai contoh konkrit misalnya kita disini mengenal Undang – undang Lalu Lintas
Devisa yang dirubah pada tahun 1964. Sebelumnya Undang – Undang Devisa 1964 itu
penduduk Indonesia dilarang memepunyai alat – alat pembyaran luar negeri tanpa mengadakan
laporan kepada atau memperoleh ijin dari LAAPN (Lembaga Alat Pmebayaran Luar Negeri).
Sekarang ini keadaannya sudah berubah. Penduduk devisa Indonesia bisa mempunyai dollar,
bisa mempunyai Deustche Marken, Yen dan sebagainya tanpa memerlukan ijin lagi dari
LAAPLN. Maka “waktunya” pada sekarang ini berbeda, 1976, jadi setelah berlakunya Undang
– undang Devisa baru. Dan “tempatnya” sama, masih penduduk Indonesi. Orangnya memang
benar masih sama – sama openduduk devisa Indoensia itu – itu juga. Tetapi kalau menurut
hukum, orangnya sudah menajdi berbeda. Karena di satu pihak orang ini adalah “bisa
dihukum”, sedangkan orang yang biologis sama ini, secara hukumnya (juridis) menjadi tidak
bisa dihukum. Pada HAW norma – norma yang bertemu terjadinya di dalam suatu negara
karena termasuk HATAH Intern. Hukum Antar Waktu adalah keseluruhan peraturan dan
keputusan hukum yang menunjukan hukum, jika hubungan – hubungan dan persitiwa –
peristiwa anatar warga negara dalam satu negara dan satu tempat memeperlihatkan titik – titik
pertalian dengan stelsel – stelsel dan kaidah – kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan
– lingkungan kuasa waktu dan soal – soal (naar tijdilijke en zakelijke werking verschilende
rechtsstelesels of normen).
Skema HAW
W W
TT
P P
S S
Bagian – bagian dari perumusan ini akan ditunjau secra khsus di bawah ini
“Peraturan hukum dan keputusan hukum” Kerena hukum ini bukan hanya terdiri
daripada peratyran – peraturan hukum yang diciptakan oleh pembuat Undang – Undang
tetapi juga terdiri dari apa yang diputuskan para hakkim (pejabat – pejabat hukum,
rechtsfunctionarissen).
“Yang menunjukan hukum manakah yang berlaku” Jadi disini terdapat perbedaan
dengan kaidah penunjukan kaidah – kaidah berdiri sendiri ini tidak hanya menunjuk
kepada hukum yang berlakui itu. Tetapi kaidah – kaidah ini sendiri terdiri mengatur
apakah yang merupakan hukum itu.
Jika hubungan – hubungan dan peristiwa peristiwa anatara warga negara dalam satu
negara dan satu tempat” Satu negara (jadi Republik Indonesia) dan satu tempat, misal
nya di Jakarta.
“Memperlahatkan titik – titik pertalian”. Titik – titik pertalaian atau taut
(aanknopingspunten) ini suatu pengertian yanh harus selalu diperhatikan dalam
HATAH.
Hukum Antar Tempat (HAT) Hukum Antar Tempat (HAT) terjadi jiksa misalnya seorang laki
– laki dari Palembang, menikah dengan perempouan sunda. Hukum adat mereka berbeda
karena di Indonesia ini ada aneka ragam lingkungan hukum adat (adatrechtsferen). Diantara
hukum – hukum yang bertamu ini ada suatu “tata hukum” yang mengatur mengenai persoalan
“hukum manakah yang berlaku”. Persoalan – persoalan HAT atau interlocaal recht kata orang,
jika dikeluarkan dari batas – batas dalam negeri ada hubungan yang dinamakan Hukum Antar
Regio (HAR). HAR ini timbu; antara sistim – sistim hukum dari negara – negara kerajaan
Belanda. Sebelum perang timbulah HAR, yaiti antar Nederland di tepi Noordzee, negara
penjajah, dengan Stattsdelenya atau jajahan – jajahan di sebarang lautan, Hindia Belanda
misalnya. HAR sekarang sudah menjadi apa yang dinamakan hubungan Hukum Perdata
Internasional (HPI), walaupun pernah diharapkan supaya dapat menajdi HPI bersifat khusus.
Hukum Antar Tempat ini kita rumuskan sebagai “keseluruhan peraturan dan keputusan hukum,
yang menunjukan stelse hukum hubungan – hubungan dan peristiwa –peristiwa antara warga
negara dalam satu negara dan satu waktu tertentu, memeperlihatkan titik – titik pertalian
dengan stelsel – stelsel dan kaidah – kaidah hukum yang berada dalam lingkungan –
lingkungan kuasa tempat dan soal – soal (naar plaatselijke en zakelijke werkung verschillende
rechtstelesel of normen)”. Skema untuk HAT adalah sama speerti skema untuk HPI. Yang
berbeda hanya ialah dalam HAT persoalannya terjadi dalam lingkungan satu negara, Negara
Republik Indonesia. Kedua kaidah yang “bertemu” ini adalah kaidah – kaidah dari suatu negara
sedangkan pada HPI kaidah – kaidah ini adalah dari dua atau lebih negara misalnya negara
Indonesia dan negara German. Jadi kaidah dari negara X bertemu dengan kaidah negara Y ini
adalah masalah HPI atua dengan istilah lain dinamkan juga HATAH Exktern. Sedangkan HAT
termasuk HATAH Intern, “intern” berarti internaisonal di dalam datu negara “Extern berarti
Internasional. Jadi yang satu Intern nasional, HATAH Intern, HAT yang lain HPI adalah
HATAH Extern, HPI ada hubungannya dengan luar negeri, dengan unsur aising. Hukum Antar
Golongan (HAG) adalah “keseluruhan peraturan dan keputusan hukum, yang menunjukan
stelse hukum hubungan – hubungan dan peristiwa –peristiwa antara warga negara dalam satu
negara dan satu waktu tertentu, memeperlihatkan titik – titik pertalian dengan stelsel – stelsel
dan kaidah – kaidah hukum yang berada dalam lingkungan – lingkungan kuasa pribadi dan
soal – soal (naar plaatselijke en zakelijke werkung verschillende rechtstelesel en
rechtnormen)”. Skema HAG
WW
TT
P P
S S
Jadi pada skema daripada Hukum Antar Golongan ini kitan melihat “waktunya” (W) dan
“tempatnya” (T) tidak berbeda “waktunya” sekarang ini tempatnya di Jakarta, terdapat masalah
– masalag perbedaan hukum karena golongan rakyat yang berbeda “pribadi” (P) yang berbeda,
orang – orang dan golongan – golongan rakyat berbeda, “Soa; - soal”nya (S) juga berbeda.
Materinya berbeda karena hukum untuk golongan rakyat itu adalah berbeda pula. HAW, HAT
dan HAG dalam HAG dapat dimasukkan pula Hukum Antar Agama (HAA, interreligius recht)
oleh karen masalah – masalah HAA oleh penulis terbanyak dianggap tidak beda dengan
masalah – masalah HAG. Perumusan HATAH Intern “keseluruhan peraturan dan keputusan
hukum, yang menunjukan stelse hukum hubungan – hubungan dan peristiwa –peristiwa antara
warga negara dalam satu negara dan satu waktu tertentu, memeperlihatkan titik – titik pertalian
dengan stelsel – stelsel dan kaidah – kaidah hukum yang berada dalam lingkungan – kuasa-
waktu, tempat pribadi dan soal – soal.
Skema HATAH-INTERN
HAW HAT HAG (HAA)
W W WW WW
TT T T TT
P P P P P P
S S S S S S