Materi Stop BABS
Materi Stop BABS
Latar belakang
Diperkirakan sekitar 47% masyarakat Indonesia masih Buang Air Besar Sembarangan (BABs). Dari data
SIM (1 Juli 2011), Dusun yang SBS : 31,42%, (target 80%), Persentasi KK yang akses jamban sebesar,
52,30% (taget100%), dan penambahan jumlah orang akses 1. 951.086 jiwa,(target 6-10 juta). Dengan
tempat berperilaku buang air besar ke sungai, kebon, sawah, kolam dan tempat-tempat terbuka lainnya.
Perilaku seperti tersebut jelas sangat merugikan kondisi kesehatan masyarakat, karena tinja dikenal
sebagai media tempat hidupnya bakteri E-coli yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit diare.
Tahun 2006 angka kejadian diare sebesar 423 per 1000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) diare
sebesar 2,52 %.
Hasil Study WHO tahun 2007, menyatakan bahwa melalui pendekatan sanitasi Total, dapat menurunkan
kejadian diare sebesar 94%,
Berbagai alasan digunakan oleh masyarakat untuk buang air besar sembarangan, antara lain anggapan
bahwa membangun jamban itu mahal, lebih enak BAB di sungai, tinja dapat untuk pakan ikan, dan lain-
lain yang akhirnya dibungkus sebagai alasan karena kebiasaan sejak dulu, sejak anak-anak, sejak nenek
moyang, dan sampai saat ini tidak mengalami gangguan kesehatan.
Alasan dan kebiasaan tersebut harus diluruskan dan dirubah karena akibat kebiasaan yang tidak
mendukung pola hidup bersih dan sehat jelas-jelas akan memperbesar masalah kesehatan. Dipihak lain
bilamana masyarakat berperilaku higienis, dengan membuang air besar pada tempat yang benar, sesuai
dengan kaidah kesehatan, hal tersebut akan dapat mencegah dan menurunkan kasus-kasus penyakit
menular. Dalam kejadian diare misalnya, dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi
dasar, dalam hal ini meningkatkan jamban keluarga, akan dapat menurunkan kejadian diare sebesar
32% dan 45% dengan Perilaku CTPS
Tinja atau kotoran manusia merupakan media sebagai tempat berkembang dan berinduknya bibit
penyakit menular (misal kuman/bakteri, virus dan cacing). Apabila tinja tersebut dibuang di sembarang
tempat, misal kebun, kolam, sungai, dll maka bibit penyakit tersebut akan menyebar luas ke lingkungan,
dan akhirnya akan masuk dalam tubuh manusia, dan berisiko menimbulkan penyakit pada seseorang
dan bahkan bahkan menjadi wabah penyakit pada masyarakat yang lebih luas.
Stop buang air besar sembarangan (STOP BABS) akan memberikan manfaat dalam hal-hal sebagai
berikut :
a. Menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau dan lebih indah
b. Tidak mencemari sumber air /badan air yang dapat dijadikan sebagai air baku air minum atau air
untuk kegiatan sehari-hari lainya seperti mandi, cuci, dll
c. Tidak mengundang vector (serangga dan binatang) yang dapat menyebarluaskan bibit penyakit,
sehingga dapat mencegah penyakit menular
Mengingat tinja merupakan bentuk kotoran yang sangat merugikan dan membahayakan kesehatan
masyarakat, maka tinja harus dikelola, dibuang dengan baik dan benar. Untuk itu tinja harus dibuang
pada suatu “wadah” atau sebut saja JAMBAN. Jamban yang digunakan masyarakat bisa dalam bentuk
jamban yang paling sederhana, dan murah, misal jamban CEMPLUNG, atau jamban yang lebih baik, dan
lebih mahal misal jamban leher angsa dari tanah liat, atau bahkan leher angsa dari bahan keramik.
- Tidak mencemari sumber air /badan air atau Jarak tempat penampungan tinja terhadap sumber
air di atas 10 meter.
- Sebagai tambahan adalah adanya saluran SPAL, pengelolaan tinja dan milik sendiri.
Untuk mencegah terjadinya terjadinya pencemaran sumber air dan Badan air, maka pada secara tahap
mulai Cara tempat penampungan tinja dibuat jaraknya diatas 10 meter, lebih lanjut dibuat septictank
dan mengurasnya secara berkala. Dan untuk mencegah bau tidak mencemari lingkungan secara
bertahap yakni dengan menutup tempat penampungan tinja, dan membuat saluran /plensengan dan
pada tahap akhir adalah dengan membuat kloset leher angsa.
Semua anggota keluarga harus menggunakan jamban untuk membuang tinja, baik anak-anak (termasuk
bayi dan anak balita) dan lebih-lebih orang dewasa.
Dengan pemikiran tertentu, seringkali tinja bayi dan anak-anak dibuang sembarangan oleh orang
tuanya, misal kehalaman rumah, kebon, dll. Hal ini perlu diluruskan, bahwa tinja bayi dan anak-anak juga
harus dibuang ke jamban, karena tinja bayi dan anak-anak tersebut sama bahayanya dengan tinja orang
dewasa.
Kader kesehatan, atau kelompok masyarakat desa yang berkesadaran dan berkepentingan untuk
memajukan dan meningkatkan derajat kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam promosi
perilaku stop buang air besar sembarangan, yaitu anttara lain:
b. melakukan pendataan rumah tangga yang anggota keluarganya masih BAB Sembarangan,
mendata rumah tangga yang sudah memiliki jamban “sederhana” dan mendata keluarga yang
sudah memiliki jamban yang sudah lebih sehat (leher angsa)
e. menjadi resource-lingker (penghubung) antar warga masyarakat dengan berbagai pihak terkait
yang berkepentingan dalam mewujudkan jamban yang sehat (improved jamban).
Menyadari pentingnya integrasi kegiatan sanitasi total untuk menurunkan angka diare maka pemerintah
telah menetapkan Strategi Penurunann angka diare melalui salah satu bentuk pendekatan yang dianut
oleh Program Pamsimas adalah dengan pendekatan PEMICUAN, yang lebih dikenal dengan sebutan
Community Led Total Sanitation (CLTS). Pemicuan ini untuk merubah perilaku masyarakat dalam menuju
buangan air besar yang benar dan sehat secara totalitas dan keseluruhan dalam desa/dusun tersebut.
Adapun prinsip dan ciri penting CLTS adalah sebagai berikut:
1. inisiatif masyarakat
2. Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci
utama.
3. Solidaritas masyarakat, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, semua akan sangat terlibat
dalam pendekatan ini.
Langkah yang dipertimbangkan dalam merencanakan
(advokasi, promosi higiene, pemahaman sanitasi, pemicuan (baru dilakasnakan) dan tekanan
kolektif, pendampingan, penciptaan penghargaan (reward).
Pelaksanaan Pemicuan :
- Persiapan Pelaksanaan pemicuan : Penentuan waktu dan tempat, Persiapan alat dan bahan dan
pembagian peran.
- Pasca Pemicuan Belum berjalan Verifikasi berjalan belum menggunakan format monitoring sesuai
dengan Panduan Serifikasi Pemicuan),
Sertifikasi CLTS : adalah sertifikasi terhadap proses pelaksanaan pemicuan bukan terhadap hasil
pemicuan dan dilakukan oleh sanitarien puskesmas yang telah dilatih TOT CLTS.
- Monitoring Pemicuan.
B. Peningkatan penyediaan produk dan layanan sanitasi yang mencukupi dan tepat guna(supply).
2. Pemicuan CLTS
9. Lomba Foto
14. Pelatihan :
f. Indentifikasi penyakit
m. Praktek Lapangan
n. Mikro Facilitaling
Kader kesehatan, atau kelompok masyarakat desa yang berkesadaran untuk memajukan dan
meningkatkan derajat kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam promosi perilaku cuci
tangan pakai sabun, diantaranya adalah:
b. mengadakan kegiatan yang sifatnya “suatu gerakan” cuci tangan pakai sabun sehingga dapat
menarik perhatian masyarakat, seperti pada hari besar kesehatan, pesta desa, dll.
Monitoring :
Monitoring bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan rencana tindaklanjut yang disepakati. Hasil dari
monitoring menjadi bahan masukan bagi evaluasi dan rencana kegiatan selanjutnya.
a. Pelaksanaan
Monitoring dilakukan oleh petugas kesehatan dan atau Fasilitator masyarakat bersama dengan
masyarakat (kader kesehatan, natural leader, tokoh masyarakat, guru dan anak sekolah). Monitoring
dan evaluasi dilakukan secara partisipatif dan berkala oleh masyarakat dan didukung oleh fasilitator.
Peran fasilitator adalah sangat penting dalam melakukan monitoring dan evaluasi Hal I ni dilakukan
untuk memberikan monitifasi bagi masyarakat yang sdang dalam masa perubahan di bidang sanitasi.
Monitoring dan Evaluasi :
Dalam memonitoirng dan evaluasi Perubahan Adopsi perilaku Stop BABs dengan cara :
2. Melihat Jamban : Jenis Jamban Sehat, Jamban dengan Leher angsa dan septictank
1 1 A V 3 15 V 0
B 4 20 V 0
C 3 12 01
D 5 16 01
20
Catatan : Tempat BAB : (v) sebelum pamsimas masuk, (o) / dilingkari setelah pamsimas
1. Melihat sampel RT
b. Pelaporan
Format pelaporan akan mengacu pada hasil kesepakatan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Untuk memastikan tidak adanya kontak tinja dengan manusia, maka perubahan perilaku stop BABS
harus selalu diikuti dengan perilaku CTPS karena :