Journal (Makalah)
Latar belakang
Diperkirakan sekitar 47% masyarakat Indonesia masih Buang Air Besar Sembarangan (BABs). Dari data
SIM (1 Juli 2011), Dusun yang SBS : 31,42%, (target 80%), Persentasi KK yang akses jamban sebesar,
52,30% (taget100%), dan penambahan jumlah orang akses 1. 951.086 jiwa,(target 6-10 juta). Dengan
tempat berperilaku buang air besar ke sungai, kebon, sawah, kolam dan tempat-tempat terbuka lainnya.
Perilaku seperti tersebut jelas sangat merugikan kondisi kesehatan masyarakat, karena tinja dikenal
sebagai media tempat hidupnya bakteri E-coli yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit diare.
Tahun 2006 angka kejadian diare sebesar 423 per 1000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) diare
sebesar 2,52 %.
Hasil Study WHO tahun 2007, menyatakan bahwa melalui pendekatan sanitasi Total, dapat menurunkan
kejadian diare sebesar 94%,
Berbagai alasan digunakan oleh masyarakat untuk buang air besar sembarangan, antara lain anggapan
bahwa membangun jamban itu mahal, lebih enak BAB di sungai, tinja dapat untuk pakan ikan, dan lain-lain
yang akhirnya dibungkus sebagai alasan karena kebiasaan sejak dulu, sejak anak-anak, sejak nenek
moyang, dan sampai saat ini tidak mengalami gangguan kesehatan.
Alasan dan kebiasaan tersebut harus diluruskan dan dirubah karena akibat kebiasaan yang tidak
mendukung pola hidup bersih dan sehat jelas-jelas akan memperbesar masalah kesehatan. Dipihak lain
bilamana masyarakat berperilaku higienis, dengan membuang air besar pada tempat yang benar, sesuai
dengan kaidah kesehatan, hal tersebut akan dapat mencegah dan menurunkan kasus-kasus penyakit
menular. Dalam kejadian diare misalnya, dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar,
dalam hal ini meningkatkan jamban keluarga, akan dapat menurunkan kejadian diare sebesar 32% dan
45% dengan Perilaku CTPS
Tinja atau kotoran manusia merupakan media sebagai tempat berkembang dan berinduknya bibit penyakit
menular (misal kuman/bakteri, virus dan cacing). Apabila tinja tersebut dibuang di sembarang tempat, misal
kebun, kolam, sungai, dll maka bibit penyakit tersebut akan menyebar luas ke lingkungan, dan akhirnya
akan masuk dalam tubuh manusia, dan berisiko menimbulkan penyakit pada seseorang dan bahkan
bahkan menjadi wabah penyakit pada masyarakat yang lebih luas.
Stop buang air besar sembarangan (STOP BABS) akan memberikan manfaat dalam hal-hal sebagai
berikut :
a. Menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau dan lebih indah
b. Tidak mencemari sumber air /badan air yang dapat dijadikan sebagai air baku air minum atau air
untuk kegiatan sehari-hari lainya seperti mandi, cuci, dll
c. Tidak mengundang vector (serangga dan binatang) yang dapat menyebarluaskan bibit penyakit,
sehingga dapat mencegah penyakit menular
Mengingat tinja merupakan bentuk kotoran yang sangat merugikan dan membahayakan kesehatan
masyarakat, maka tinja harus dikelola, dibuang dengan baik dan benar. Untuk itu tinja harus dibuang pada
suatu wadah atau sebut saja JAMBAN. Jamban yang digunakan masyarakat bisa dalam bentuk jamban
yang paling sederhana, dan murah, misal jamban CEMPLUNG, atau jamban yang lebih baik, dan lebih
mahal misal jamban leher angsa dari tanah liat, atau bahkan leher angsa dari bahan keramik.
Untuk mencegah terjadinya terjadinya pencemaran sumber air dan Badan air, maka pada secara tahap
mulai Cara tempat penampungan tinja dibuat jaraknya diatas 10 meter, lebih lanjut dibuat septictank dan
mengurasnya secara berkala. Dan untuk mencegah bau tidak mencemari lingkungan secara bertahap
yakni dengan menutup tempat penampungan tinja, dan membuat saluran /plensengan dan pada tahap
akhir adalah dengan membuat kloset leher angsa.
Semua anggota keluarga harus menggunakan jamban untuk membuang tinja, baik anak-anak (termasuk
bayi dan anak balita) dan lebih-lebih orang dewasa.
Dengan pemikiran tertentu, seringkali tinja bayi dan anak-anak dibuang sembarangan oleh orang tuanya,
misal kehalaman rumah, kebon, dll. Hal ini perlu diluruskan, bahwa tinja bayi dan anak-anak juga harus
dibuang ke jamban, karena tinja bayi dan anak-anak tersebut sama bahayanya dengan tinja orang dewasa.
Kader kesehatan, atau kelompok masyarakat desa yang berkesadaran dan berkepentingan untuk
memajukan dan meningkatkan derajat kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam promosi
perilaku stop buang air besar sembarangan, yaitu anttara lain:
Menyadari pentingnya integrasi kegiatan sanitasi total untuk menurunkan angka diare maka pemerintah
telah menetapkan Strategi Penurunann angka diare melalui salah satu bentuk pendekatan yang dianut
oleh Program Pamsimas adalah dengan pendekatan PEMICUAN, yang lebih dikenal dengan sebutan
Community Led Total Sanitation (CLTS). Pemicuan ini untuk merubah perilaku masyarakat dalam menuju
buangan air besar yang benar dan sehat secara totalitas dan keseluruhan dalam desa/dusun tersebut.
Adapun prinsip dan ciri penting CLTS adalah sebagai berikut:
1. inisiatif masyarakat
2. Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci
utama.
3. Solidaritas masyarakat, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, semua akan sangat terlibat
dalam pendekatan ini.
B. Peningkatan penyediaan produk dan layanan sanitasi yang mencukupi dan tepat guna (supply).
C. Penciptaan lingkungan yang mendukung (environment)
14. Pelatihan :
Kader kesehatan, atau kelompok masyarakat desa yang berkesadaran untuk memajukan dan
meningkatkan derajat kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam promosi perilaku cuci
tangan pakai sabun, diantaranya adalah:
Monitoring :
Monitoring bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan rencana tindaklanjut yang disepakati. Hasil dari
monitoring menjadi bahan masukan bagi evaluasi dan rencana kegiatan selanjutnya.
a. Pelaksanaan
Monitoring dilakukan oleh petugas kesehatan dan atau Fasilitator masyarakat bersama dengan masyarakat
(kader kesehatan, natural leader, tokoh masyarakat, guru dan anak sekolah). Monitoring dan evaluasi
dilakukan secara partisipatif dan berkala oleh masyarakat dan didukung oleh fasilitator.
Peran fasilitator adalah sangat penting dalam melakukan monitoring dan evaluasi Hal I ni dilakukan untuk
memberikan monitifasi bagi masyarakat yang sdang dalam masa perubahan di bidang sanitasi.
b. Pelaporan
Format pelaporan akan mengacu pada hasil kesepakatan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Mekanisme pelapooran sesuai dengan yang telah disepakati
Untuk memastikan tidak adanya kontak tinja dengan manusia, maka perubahan perilaku stop BABS harus
selalu diikuti dengan perilaku CTPS karena :
MATERI
CUCI TANGAN PAKAI SABUN
Latar belakang
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) merupakan salah satu pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
yang tertuang dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 852/SK/Menkes/IX2008. Pentingnya
CTPS adalah dapat mencegah penyakit seperti diare, typhus perut, kecacingan, flu babi, flu burung dan
virus baru H1N1. Menurut hasil Penelitian (Curtis tahun 2011), CTPS dapat menurunkan angka diare
sebesar 47% dan menurunkan kejajian ISPA dan Flu Burung 50%..
Seperti halnya perilaku buang air besar sembarangan, perilaku cuci tangan, terlebih cuci tangan pakai
sabun merupakan masih merupakan sasaran penting dalam promosi kesehatan, khususnya terkait perilaku
hidup bersih dan sehat. Hal ini disebabkan perilaku tersebut masih sangat rendah, yakni 43,50% (KPI Juli
2011). Dan berdasarkan Human Services (BHS) di Indonesia Tahun 2006, perilaku CTPS, dilihat dari sisi
waktu kritis CTPS ditemukan bahwa :
12% setelah buang air besar,
9% setelah membersihkan tinja bayi dan balita
7% sebelum memberi makan kepada bayi.
14% sebelum makan.
Perilaku cuci tangan pakai sabun ternyata bukan merupakan perilaku yang biasa dilakukan sehari-hari oleh
masyarakat pada umumnya. Rendahnya perilaku cuci tangan pakai sabun dan tingginya tingkat efektifitas
perilaku cuci tangan pakai sabun dalam mencegah penularan penyakit, maka sangat penting adanya
upaya promosi kesehatan bermaterikan peningkatan cuci tangan tersebut. Dengan demikian dapat
dipahami betapa perilaku ini harus dilakukan, antara lain karena berbagai alasan sbb:
a. Mencuci tangan pakai sabun dapat mencegah penyakit yang dapat menyebabkan ratusan ribu
anak meninggal setiap tahunya.
b. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup
c. CTPS adalah satu-satunya intervensi kesehatan yang paling cost-effective jika dibanding dengan
hasil yang diperolehnya.
Ada 5 waktu kritis untuk cuci tangan pakai sabun yang harus diperhatikan, yaitu saat-saat sebagai berikut:
a. Sebelum makan
b. Sebelum menghidangkan makanan
c. Sebelum memberi makan kepada bayi/balita
d. Setelah buang air besar/buang air kecil / Setelah menceboki bayi/anak
e. Setelah memegang unggas/hewan
Pada saat promosi kesehatan, selain 5 waktu kritis tersebut, ada beberapa waktu lain yang juga penting
dan harus dilakukan CTPS, yaitu:
1. Setelah bermain di lumpur/ tanah.
2. Setelah batuk/bersin, setelah membuang ingus/membersihkan hidung
3. Setelah mengucak mata
4. Setelah memegang Kapur Tulis
5. Setelah bekerja di kebun / membersihkan sampah
6. Sebelum menyusui bayi
Manfaat yang diperoleh setelah seseorang melakukan cuci tangan pakai sabun, yaitu antara lain:
1. Identifikasi Permasalahan
2. Analisa Permasalahan
3. Tetapkan tujuan kegiatan
4. Indentifikasi Kelompok Sasaran
5. Tetapkan pesan yang akan disampaikan sesuai dengan tujuan dan Target Sasaran
6. Identifikasi sumber pendanaan
7. Pelaksanaan kegiatan
8. Monitoring.
Kader kesehatan, atau kelompok masyarakat desa yang berkesadaran untuk memajukan dan
meningkatkan derajat kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam promosi perilaku cuci
tangan pakai sabun, diantaranya adalah:
a. Memanfaatkan setiap kesempatan di dusun/desa untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya
perilaku CTPS
b. Mengadakan kegiatan yang sifatnya suatu gerakan cuci tangan pakai sabun sehingga dapat menarik
perhatian masyarakat, seperti pada hari besar kesehatan, pesta desa, dll.
Monitoring :
Monitoring bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan rencana tindaklanjut yang disepakati. Hasil dari
monitoring menjadi bahan masukan bagi evaluasi dan rencana kegiatan selanjutnya.
Pelaksanaan
Monitoring dilakukan oleh petugas kesehatan dan atau Fasilitator masyarakat bersama dengan masyarakat
(kader kesehatan, natural leader, tokoh masyarakat, guru dan anak sekolah). Monitoring dan evaluasi
dilakukan secara partisipatif dan berkala oleh masyarakat dan didukung oleh fasilitator.
Peran fasilitator adalah sangat penting dalam melakukan monitoring dan evaluasi Hal I ni dilakukan untuk
memberikan monitifasi bagi masyarakat yang sdang dalam masa perubahan di bidang sanitasi
.
Dalam memonitoirng dan evaluasi Perubahan Adopsi perilaku CTPS dengan cara :
Bertanya menggunakan kwuisioner dengan pertanyaan :
Cara Memonitoring :
1. Melihat sampel RT
2. Secara berkala Bulanan.
3. Melihat Catatan dari Kepala Dusun/Kader
c. Pelaporan
Format pelaporan akan mengacu pada hasil kesepakatan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Mekanisme pelapooran sesuai dengan yang telah disepakati
MATERI
PENGAMANAN AIR MINUM RUMAH TANGGA
Air merupakan kebutuhan dasar yang dipergunakan sehari-hari untuk minum, mandi, cuci, dan keperluan
lainnya. Bila kita tidak menggunakan air yang bersih.
Air banyak dijumpai di alam, dan merupakan benda social yang melimpah ruah seperti kita lihat di laut,
sungai, danau dan lain-lain. Namun demikian air yang bersih yang sehat merupakan benda ekonomi, yang
kini susah untuk diperoleh bagi masyarakat.
Air merupakan suatu unsure yang sangat penting dalam aspek kesehatan masyarakat, dimana air dapat
menjadi sumber dan tempat perindukan dan media kehidupan bibit penyakit. Banyak penyakit yang tterkait
dengan air, baik air kotor dan bahkan juga air yang bersih secara fisik, seperti diare, demam berdarah, dll
Air dialam akan digunakan sebagai sumber air baku air minum bagi masyarakat. Air yang tercemar akan
menyebabkan susah dalam pengolahanya, memerlukan teknologi yang kadang-kadang canggih. Untuk itu
air dialam harus dipelihara, dan diccegah dari pencemaran.
Air bersih dan air minum harus memenuhi syarat kesehatan, baik syarat fisik, biologi maupun kimiawi.
Syarat fisik dapat dibedakan melalui inder kita, seperti dapat dilihat, dirasa, dicium, diraba. Secara fisik air
harus memenuhi syarat sbbi:
Air yang bersih dan sehat, akan memberi menfaat bagi kesehatan masyarakat, seprti terhindar dari
gangguan penyakit diare, cholera, disentri, thypus, penyakit kulit, dll Disamping dari aspek penyakit, air
juga sangat penting untuk aspek kebersihan diri, atau hygiene perorangan.
Dari sumber air bersih dapat diperoleh
Air bersih untuk kebutuhan dapat diperoleh dari berbagai sumber. Namun seringkali sumber air bersih jauh
dari lokasi tempat tinggal suatu kelompok masyarakat, sehingga sulit dan membutuhkan tenaga dan biaya
untuk mendapatkannya.
mata air
air sumur (bias sumur dalam atau sumur dangkal)
air ledeng atau perusaahan air minum
air hujan
air dalam kemasan
Sumber mata air harus dilindungi dari bahan pencemar, baik cemaran fisik, cemaran biologi maupun
cemaran kimiawi
Sumur gali, sumur pompa, kran-kran umum dan juga mata air harus dijaga bangunannya agar tidak rusak,
seperti lantai sumur tidak boleh retak, tidak rusak, bibir sumur diplester, dll
Lingkungan sumber air harus dijaga kebersihannya, seprti tidak boleh untuk tempat pembuangan sampah,
tidak ada genangan air, dll
Gayung, timba, dan ember pengambil air harus dijaga tetap bersih, tidak diletakan di lantai.
Jarak sumber air (misal sumur) tidak boleh berdekatan dengan tangki jamban keluarga, tidak boleh ada
berdekatan dengan kandang ternak.
Dan lain-lain
Meskipun air terlihat bersih, namun air tersebut belum tentu bebas dari kuman penyakit. Untuk itu air harus
direbus dulu sampai mendidih, karena kuman akan mati ppada suhu 100 derjat C (saat air ,mendidih).
Dismaping cara tersebut diatas, ada beberapa cara untuk membunuh kuman dalam air, misal derngan
member bahan-bahan kimia terbatas yang sudah dinyatakan aman bagi kesehatan (misal air rahmat, dll)
1. Pemeriksaan Fisik
2. Pemeriksanaan Kimia
3. Pemeriksaan secara biologis
Apa peran kader
Melakukan pendataan rumah tangga mana yang sudah dan yang belum memiliki ketersedian air
bersih/air minum di rumahnya
Bersama dengan tokoh masyarakat/pemerintah desa, berusaha untuk mencari sumber air,
berupaya mencari jalan kemudahan n=bagi masyarakat untuk mendapatkan air bersih bagi
lingkungannya
Membentk kelompok pemakai air (pokmair misalnay) untuk mengawasi sumber air, memelihara
saluran air dan memperbaiki kerusakan bilamana terjadi
Menggalang pihak lain, termasuk dunia usaha untuk member bantuan dalam penyedian air bersih
dan air minum
Memanfaatkan setiap kesemapatan untuk memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang hidup
bersih dan sehat , tentang air yang sehat bagi masyarakat, dll.
SEMBARANGAN (BABS)
1. Pengertian BABS
Perilaku buang air besar sembarangan (BABS/Open defecation) termasuk salah satu
contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open defecation adalah suatu tindakan membuang
kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya dan
2. Pengertian Tinja
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai
sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan. Dalam aspek
kesehatan masyarakat, berbagai jenis kotoran manusia yang diutamakan adalah tinja dan urin
karena kedua bahan buangan ini dapat menjadi sumber penyebab timbulnya penyakit saluran
pencernaan.
Manusia mengeluarkan tinja rata rata seberat 100 - 200 gram per hari, namun berat tinja
yang dikeluarkan tergantung pola makan. Setiap orang normal diperkirakan menghasilkan tinja
rata-rata sehari sekitar 85 140 gram kering perorang/ hari dan perkiraan berat basah tinja
manusia tanpa air seni adalah 135 270 gram perorang/hari. Dalam keadaan normal susunan
tinja sekitar merupakan air dan zat padat terdiri dari 30% bakteri mati, 10 20% lemak, 10
20% zat anorganik, 2 3% protein dan 30 % sisa sisa makanan yang tidak dapat dicerna.
Berikut ini adalah permasalahan yang mungkin ditimbulkan akibat buruknya penanganan
buangan tinja:
a. Mikroba
Tinja manusia mengandung puluhan miliar mikroba, termasuk bakteri koli-tinja. Sebagian
diantaranya tergolong sebagai mikroba patogen, seperti bakteri Salmonela typhi penyebab
demam tifus, bakteri Vibrio cholerae penyebab kolera, virus penyebab hepatitis A, dan virus
penyebab polio. Tingkat penyakit akibat kondisi sanitasi yang buruk di Indonesia sangat tinggi.
BAPENNAS menyebutkan, tifus mencapai 800 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan polio
b. Materi Organik
Kotoran manusia (tinja) merupakan sisi dan ampas makanan yang tida k tercerna. Ia dapat
berbentuk karbohidrat, dapat pula protein, enzim, lemak, mikroba dan sel-sel mati. Satu liter tinja
mengandung materi organik yang setara dengan 200-300 mg BODS (kandungan bahan organik).
c. Telur Cacing
Seseorang yang cacingan akan mengeluarkan tinja yang mengandung telu-telur cacing.
Beragam cacing dapat dijumpai di perut kita. Sebut saja, cacing cambuk, cacing gelang, cacing
tambang, dan keremi. Satu gram tinja berisi ribuan telur cacing yang siap berkembang biak
diperut orang lain. Anak cacingan adalah kejadian yang biasa di Indonesia. Penyakit ini
kebanyakan diakibatkan cacing cambuk dan cacing gela ng. Prevalensinya bisa mencapai 70
d. Nutrien
Umumnya merupakan senyawa nitrogen (N) dan senyawa fosfor (P) yang dibawa sisa-sisa
protein dan sel-sel mati. Nitrogen keluar dalam bentuk senyawa amonium, sedangkan fosfor
dalam bentuk fosfat. Satu liter tinja manusia mengandung amonium sekitar 25 gram dan fosfat
seberat 30 mg. Senyawa nutrien memacu pertumbuhan ganggang (algae). Akibatnya, warna air
menjadi hijau. Ganggang menghabiskan oksigen dalam air sehingga ikan dan hewan lainnya
mati.(16)
Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam komunitas
tidak buang air besar sembarangan, Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat
berpengaruh pada penyebaran penyakit berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai
penularan ini harus dilakukan rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses
masyarakat pada jamban (sehat) harus mencapai 100% pada seluruh komunitas. Sedangkan
masyarakatnya telah buang air besar di jamban sehat, yaitu mencapai perubahan perilaku kolektif
a. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang tinja/kotoran bayi hanya ke
jamban.
d. Ada peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju jamban sehat.
f. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadian
h. Di sekolah yang terdapat di komunitas tersebut, telah tersedia sarana jamban dan tempat cuci
tangan (dengan sabun) yang dapat digunakan murid-murid pada jam sekolah.
kelembagaan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan yang efektif dan efisien sehingga tujuan
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada tujuh
b. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai
permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus
dipadatkan dengan tanah liat atau diplester. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya
10 meter Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang
kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar
d. Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air,
atau pinggir jalan. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
g. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk.
Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa
atau serangga lainnya Lantai jamban harus selalu bersih dan kering Lubang jamban, khususnya
j. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan
pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lai yang terdapat di daerah
setempat
Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat
menyumbat saluran Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban
akan cepat penuh Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa
n. Jamban harus berdinding dan berpintu. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga
Desa Kediri memiliki 160 KK lebih yang belum memiliki jamban atau WC yang memadai.
Untuk itulah Desa kediri termasuk dalam program desa ODF. Program ini dimulai pada tahun
2015, termasuk dalam gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
1. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang tinja/kotoran bayi hanya
ke jamban.
2. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar.
3. Tidak ada bau tidak sedap akibat pembuangan tinja/kotoran manusia.
4. Ada peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju jamban sehat.
5. Ada mekanisme monitoring peningkatan kualitas jamban.
6. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah
kejadian BAB di sembarang tempat.
7. Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai 100% KK
mempunyai jamban sehat.
8. Di sekolah yang terdapat di komunitas tersebut, telah tersedia sarana jamban dan tempat
cuci tangan (dengan sabun) yang dapat digunakan murid-murid pada jam sekolah.
9. Analisa kekuatan kelembagaan di Kabupaten menjadi sangat penting untuk menciptakan
kelembagaan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan yang efektif dan efisien sehingga
tujuan masyarakat ODF dapat tercapai.
Buang Air Besar di tangki septic, adalah buang air besar yang sehat dan dianjurkan oleh ahli
kesehatan yaitu dengan membuang tinja di tangki septic yang digali di tanah dengan syarat-
syarat tertentu. buang air besar di tangki septic juga digolongkan menjadi:
Buang Air Besar dengan jamban leher angsa, adalah buang air besar menggunakan
jamban model leher angsa yang aman dan tidak menimbulkan penularan penyakit akibat
tinja karena dengan model leher angsa ini maka tinja akan dibuang secara tertutup dan
tidak kontak dengan manusia ataupun udara.
Buang Air Besar dengan jamban plengsengan, adalah buang air besar dengan
menggunakan jamban sederhana yang didesain mering sedemikian rupa sehinnga kotoran
dapat jatuh menuju tangki septic setelah dikeluarkan. Tetapi tangki septiknya tidak
berada langsung dibawah pengguna jamban.
Buang Air Besar dengan jamban model cemplung/cubluk, adalah buang air besar dengan
menggunakan jamban yang tangki septiknya langsung berada dibawah jamban. Sehingga
tinja yang keluar dapat langsung jatuh kedalam tangki septic. Jamban ini kurang sehat
karena dapat menimbulkan kontak antara septic tank dengan menusia yang
menggunakannya.
Buang Air Besar tidak di tangki septic atau tidak menggunakan jamban. Buang Air Besar
tidak di tangki septic atau tidak dijamban ini adalah perilaku buang air besar yang tidak
sehat. Karena dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Buang Air Besar tidak menggunakan jamban dikelompokkan sebagai berikut:
Buang Air Besar di sungai atau dilaut : Buang Air Besar di sungan atau dilaut dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan dan teracuninya biota atau makhluk hidup yang
berekosistem di daerah tersebut. Selain itu, buang air besar di sungai atau di laut dapat
memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja.
Buang Air Besar di sawah atau di kolam : Buang Air Besar di sawah atau kolam dapat
menimbulkan keracunan pada padi karena urea yang panas dari tinja. Hal ini akan
menyebakan padi tidak tumbuh dengan baik dan dapat menimbulkan gagal panen.
Buang Air Besar di pantai atau tanah terbuka, buang air besar di Pantai atau tanah terbuka
dapat mengundang serangga seperti lalat, kecoa, kaki seribu, dsb yang dapat
menyebarkan penyakit akibat tinja. Pembuangan tinja di tempat terbuka juga dapat
menjadi serpencemaran udara sekitar dan mengganggu estetika lingkungan
(Kusnoputranto, 2001).
Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak di bawah 3 tahun yaitu
sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya dan kerugian
ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto (studi World Bank, 2007).
Selain itu, penyakit lain yang dapat ditimbulkan yaitu tifus, disentri, dan polio.
Sementara menurut studi BHS terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga
menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut
masih mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka
kejadian diare di Indonesia.
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada tujuh
kriteria yang harus diperhatikan. Berikut syarat-syarat tersebut:
Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai
permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus
dipadatkan dengan tanah liat atau diplester. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya
10 meter Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang
kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar
ke dalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut.
Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air,
atau pinggir jalan. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan Jika
menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air Lubang
buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam
lubang kotoran Lantai jamban harus kedap air dan permukaan tidak licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodic.
Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan
pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lai yang terdapat di daerah
setempat
Lantai jamban rata dan miring kea rah saluran lubang kotoran
Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat
menyumbat saluran Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban
akan cepat penuh Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100
Jamban harus berdinding dan berpintu. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga
pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan.
Penyebab dari banyaknya warga desa kediri yang belum memiliki jamban adalah kemampuan
ekonomi. Oleh karena itu, melalui program ODF diharapkan jumlah KK yang belum memiliki
jamban akan berkurang. Akan tetapi jika hanya mengharapkan bantuan dari pemerintah, maka
permasalahan ini tidak akan tuntas seluruhnya. Maka dari itu, diharapkan warga desa Kediri
bergotong royong untuk membangun WC dan sadar akan pentingnya sarana buang air besar.
Buang Air Besar di sungai atau dilaut : Buang Air Besar di sungan atau dilaut dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan dan teracuninya biota atau makhluk hidup yang
berekosistem di daerah tersebut. Selain itu, buang air besar di sungai atau di laut dapat
memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja.
Buang Air Besar di sawah atau di kolam : Buang Air Besar di sawah atau kolam dapat
menimbulkan keracunan pada padi karena urea yang panas dari tinja. Hal ini akan
menyebakan padi tidak tumbuh dengan baik dan dapat menimbulkan gagal panen.
Buang Air Besar di pantai atau tanah terbuka, dapat mengundang serangga seperti
lalat, kecoa, kaki seribu, dsb yang dapat menyebarkan penyakit akibat tinja. Pembuangan
tinja di tempat terbuka juga dapat menjadi seBuang Air Besarpencemaran udara sekitar
dan mengganggu estetika lingkungan
Dampak BABS
Dampak penyakit yang paling sering terjadi akibat buang air besar sembarangan ke sungai
adalah tersebarnya bakteri Escherichia Coli, yang dapat menyebabkan penyakit diare.
Setelah itu bisa menjadi dehidrasi, lalu karena kondisi tubuh turun maka masuklah
penyakit-penyakit lain.
Banyak orang yang BAB sembarangan karena memang sudah menjadi kebiasaan yang sulit
diubah, atau memang karena tidak adanya toilet di tempat mereka.
Di daerah perkotaan, kebiasaan BAB sembarangan ini lebih karena tidak adanya lahan
untuk membangun WC di rumah mereka karena terlalu padat. Jadi mereka lebih memilih
BAB di sungai, karena lebih gampang daripada mencari toilet umum yang harus bayar.
Di daerah perkotaan sendiri, kontaminasi fases terhadap tanah dan air merupakan hal yang
umum terjadi. Sumber air untuk kebutuhan sehari-hari juga sangat dekat dengan septik
tank atau pembuangan toilet. Kondisi ini berkontribusi besar terhadap penyebaran penyakit
dan peningkatan resiko kematian anak akibat diare.
Selain menyebabkan kematian, diare yang berulang juga menyebabkan gizi buruk, sehingga
menghalangi anak-anak untuk dapat mencapai potensi maksimal mereka. Pada akhirnya,
kondisi ini menimbulkan dampak yang serius terhadap kualitas sumber daya manusia dan
kemampuan produktif suatu bangsa di masa mendatang.
Buang Air Besar Sembarangan (BABs)
By: admin
category: Ragam
306 0
Perilaku buang air besar (BAB) sembarangan masih terjadi di Indonesia. Di sejumlah daerah,
masyarakat masih BAB sembarangan di kali atau sungai. Data Joint Monitoring
Program WHO/UNICEF 2014, sebanyak 55 juta penduduk di Indonesia masih berperilaku BAB
sembarangan. Mereka pun bisa mandi dan mencuci pakaian di sungai yang sama. Akibatnya,
mereka rentan terkena penyakit diare. Selain diare, balita mudah terserang pneumonia dari
pencemaran tinja melalui udara.
Dampak penyakit yang paling sering terjadi akibat buang air besar sembarangan ke sungai
adalah Escherichia coli. Itu merupakan penyakit yang membuat orang terkena diare. Setelah itu
bisa menjadi dehidrasi, lalu karena kondisi tubuh turun maka masuklah penyakit-penyakit lain
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2012, sebanyak 39-40 juta orang
yang buang air besar sembarangan, itu termasuk orang yang mempunyai WC, namun masih
membuang kotorannya ke sungai. Riset yang dilakukan UNICEF dan WHO, juga menyatakan
lebih dari 370 balita Indonesia meninggal akibat perilaku buruk BAB sembarangan.
WHO juga mencatat 88 persen angka kematian akibat diare disebabkan kesulitan mengakses air
bersih dan keterbatasan sistem sanitasi. Hal itu juga diperparah oleh perilaku BAB
sembarangan. Selain penyakit perilaku BAB sembarangan juga memperbesar risiko yang
menghambat pertumbuhan fisik anak-anak.
Untuk menekan angka kematian akibat diare ini, semua pihak harus sadar dan bersegera
membuat sanitasi termasuk toilet yang sehat. Hal ini selaras dengan kegiatan yang dicanangkan
pemerintah dalam bentuk Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Menurut Kepala Balitbangkes, Tjandra Yoga Aditama jumlah Desa STBM (sanitasi total
berbasis masyarakat) termasuk stop BAB sembarangan pada triwulan 3 tahun 2014 mencapai
19.100 desa dari target 20.000 tahun 2014.
Program STBM diyakini akan membuat anak-anak bisa tumbuh sehat dan memiliki pola hidup
bersih. Namun untuk menjalankan komitmen ini butuh peran serta masyarakat dan banyak pihak
terkait, agar semua cita-cita menurunkan angka kematian cepat terwujud. Semua orang harus
memiliki jalan pikiran sama menghilangkan budaya BAB sembarangan.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah sebuah pendekatan kepada masyarakat. Intinya semua
adalah masalah bersama. Penyelesaiannya butuh peran serta semua masyarakat .
BOX 1.
Kategori jamban disebut sehat jika pembuangan kotorannya di penampungan khusus tinja
atau septic tank.Kalau buangnya ke sungai, itu belum termasuk sehat. Kementerian Kesehatan
menetapkan tujuh syarat untuk membuat jamban sehat. Persyaratan tersebut adalah:
Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air,
atau pinggir jalan. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini
penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah. Ruangan dalam jamban harus
terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk. Lantai jamban diplester rapat agar
tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya. Lantai jamban
harus selalu bersih dan kering. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan. Jika
menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air. Lubang
buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam
lubang kotoran. Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara berkala.
Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan
pasangan bata atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain yang terdapat di daerah
setempat.
Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran. Jangan membuang plastic,
puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran. Jangan
mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh.
Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter minimal 4
inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100
BOX 2
Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokan buang air besar berdasarkan tempat yang
digunakan sebagai berikut:
1. Buang Air Besar di tangki septic, adalah buang air besar yang sehat dan dianjurkan oleh
ahli kesehatan yaitu dengan membuang tinja di tangki septic yang digali di tanah dengan
syarat-syarat tertentu. Buang air besar di tangki septic juga digolongkan menjadi:
1. Buang Air Besar dengan jamban leher angsa, adalah buang air besar
menggunakan jamban model leher angsa yang aman dan tidak menimbulkan
penularan penyakit akibat tinja karena dengan model leher angsa ini maka tinja
akan dibuang secara tertutup dan tidak kontak dengan manusia ataupun udara.
2. Buang Air Besar dengan jamban plengsengan, adalah buang air besar dengan
menggunakan jamban sederhana yang didesain miring sedemikian rupa sehingga
kotoran dapat jatuh menuju tangki septic setelah dikeluarkan. Tetapi tangki
septiknya tidak berada langsung di bawah pengguna jamban.
3. Buang Air Besar dengan jamban model cemplung/cubluk, adalah buang air besar
dengan menggunakan jamban yang tangki septiknya langsung berada di bawah
jamban. Sehingga tinja yang keluar dapat langsung jatuh ke dalam tangki septic.
Jamban ini kurang sehat karena dapat menimbulkan kontak antara septic tank
dengan manusia yang menggunakannya.
2. Buang Air Besar tidak di tangki septic atau tidak menggunakan jamban. Buang Air Besar
tidak di tangki septic atau tidak dijamban ini adalah perilaku buang air besar yang tidak
sehat. Karena dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Buang Air Besar tidak menggunakan jamban dikelompokkan sebagai berikut:
1. Buang Air Besar di sungai atau di laut : Buang Air Besar di sungai atau di laut
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan teracuninya biota atau makhluk
hidup yang berekosistem di daerah tersebut. Buang air besar di sungai atau di laut
dapat memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja.
2. Buang Air Besar di sawah atau di kolam : Buang Air Besar di sawah atau kolam
dapat menimbulkan keracunan pada padi karena urea yang panas dari tinja. Hal
ini akan menyebakan padi tidak tumbuh dengan baik dan dapat menimbulkan
gagal panen.
3. Buang Air Besar di pantai atau tanah terbuka, buang air besar di Pantai atau tanah
terbuka dapat mengundang serangga seperti lalat, kecoa, kaki seribu, dsb yang
dapat menyebarkan penyakit akibat tinja. Pembuangan tinja di tempat terbuka
juga dapat menjadi sebab pencemaran udara sekitar dan mengganggu estetika
lingkungan
4. Sumber Data : http://mediakom.sehatnegeriku.com/bab-sembarangan/
Ini Dampaknya Buang Air Besar
Sembarangan ke Sungai
Ads by AdAsia
Learn More
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google
Share on linkedin
Share on Path
Toggle
AAA
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google
Share on linkedin
Share on Path
Toggle
SALAH satu masalah sanitasi dan air bersih adalah, masih banyaknya orang-orang yang buang
air besar sembarangan (BABS) di sungai. Padahal, perilaku tidak sehat ini, bisa menyebabkan
beberapa masalah kesehatan dan risiko penyakit. Lantas apa saja itu?
Dampak penyakit yang paling sering terjadi akibat buang air besar sembarangan ke sungai
adalah Escherichia col. Itu merupakan penyakit yang membuat orang terkena diare. Setelah itu
bisa menjadi dehidrasi, lalu karena kondisi tubuh turun maka masuklah penyakit-penyakit lain,
jelasnya di JW Marriot Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2013).
Sementara itu, ia juga mengatakan bahwa, masih ada orang-orang kaya yang rumahnya dekat
sungai tidak mempunyai jamban dan membuang kotorannya ke sungai. Hal ini menurut Wilfried
karena belum adanya perubahan perilaku dari orang tersebut.
Itulah tugas kita bagaimana merubah dia menjadi sadar bahwa itu buruk atau berisiko, sehingga
mau membangun jamban. Artinya, tidak hanya dengan memberikan jamban saja, tetapi kita
harus berikan juga sesuatu agar muncul perubahan perilaku dan berubah mindset,
imbuhnya.(ren)
(tty)
0 Komentar
NIM: 1602097
BANDUNG
2016
Dampak penyakit yang paling sering terjadi akibat buang air besar sembarangan ke sungai adala
h Escherichia coli. Itu merupakan penyakit yang membuat orang terkena diare. Setelah itu bisa m
enjadi dehidrasi, lalu karena kondisi tubuh turun maka masuklah penyakit-penyakit lain
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2012, sebanyak 39-
40 juta orang yang buang air besar sembarangan, itu termasuk orang yang mempunyai WC, nam
un masih membuang kotorannya ke sungai. Riset yang dilakukan UNICEF dan WHO, juga men
yatakan lebih dari 370 balita Indonesia meninggal akibat perilaku buruk BAB sembarangan.
WHO juga mencatat 88 persen angka kematian akibat diare disebabkan kesulitan mengakses air
bersih dan keterbatasan sistem sanitasi. Hal itu juga diperparah oleh perilaku BAB sembarangan
. Selain penyakit perilaku BAB sembarangan juga memperbesar risiko yang menghambat pertu
mbuhan fisik anak-anak.
Untuk menekan angka kematian akibat diare ini, semua pihak harus sadar dan bersegera membua
t sanitasi termasuk toilet yang sehat. Hal ini selaras dengan kegiatan yang dicanangkan pemerin
tah dalam bentuk Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Menurut Kepala Balitbangkes, Tjandra Yoga Aditama jumlah Desa STBM (sanitasi total berbasi
s masyarakat) termasuk stop BAB sembarangan pada triwulan 3 tahun 2014 mencapai 19.100 de
sa dari target 20.000 tahun 2014.
Dampak penyakit yang paling sering terjadi akibat buang air besar sembarangan ke sungai adala
h Escherichia coli. Itu merupakan penyakit yang membuat orang terkena diare. Setelah itu bisa m
enjadi dehidrasi, lalu karena kondisi tubuh turun maka masuklah penyakit-penyakit lain
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2012, sebanyak 39-
40 juta orang yang buang air besar sembarangan, itu termasuk orang yang mempunyai WC, nam
un masih membuang kotorannya ke sungai. Riset yang dilakukan UNICEF dan WHO, juga men
yatakan lebih dari 370 balita Indonesia meninggal akibat perilaku buruk BAB sembarangan.
WHO juga mencatat 88 persen angka kematian akibat diare disebabkan kesulitan mengakses air
bersih dan keterbatasan sistem sanitasi. Hal itu juga diperparah oleh perilaku BAB sembarangan
. Selain penyakit perilaku BAB sembarangan juga memperbesar risiko yang menghambat pertu
mbuhan fisik anak-anak.
Untuk menekan angka kematian akibat diare ini, semua pihak harus sadar dan bersegera membua
t sanitasi termasuk toilet yang sehat. Hal ini selaras dengan kegiatan yang dicanangkan pemerin
tah dalam bentuk Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Menurut Kepala Balitbangkes, Tjandra Yoga Aditama jumlah Desa STBM (sanitasi total berbasi
s masyarakat) termasuk stop BAB sembarangan pada triwulan 3 tahun 2014 mencapai 19.100 de
sa dari target 20.000 tahun 2014.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah sebuah pendekatan kepada masyarakat. Intinya semua
adalah masalah bersama. Penyelesaiannya butuh peran serta semua masyarakat .
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah sebuah pendekatan kepada masyarakat. Intinya semua
adalah masalah bersama. Penyelesaiannya butuh peran serta semua masyarakat .
Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai p
ermukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus di
padatkan dengan tanah liat atau diplester. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-
kurangnya 10 meter. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari l
ubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. Tidak membuang air kotor dan buangan ai
r besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut
Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air,
atau pinggir jalan. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penti
ng untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah. Ruangan dalam jamban harus terang
. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk. Lantai jamban diplester rapat agar tidak te
rdapat celah-
celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya. Lantai jamban harus selalu bersih d
an kering. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan. Jika
menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air. Lubang
buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lu
bang kotoran. Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dila
kukan secara berkala.
Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran. Jangan membuang plastic, puntu
ng rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran. Jangan mengalirk
an air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh. Hindarkan cara pe
nyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa
dengan kemiringan minimal 2:100
Daftar Pustaka
http://mediakom.sehatnegeriku.com/bab-sembarangan/
Lembaran Khusus
Jelaskan dalam 1 lembar khusus, mengapa anda memilih judul essay tersebut? Kejadian ap
a yang memotivasi anda menulis essay tersebut, bagaimanakah perasaan anda dengan mas
alah tersebut? Apa yang sudah anda ketahui dan pengetahuan baru apa yang anda pelajar
i dalam perkuliahan? Serta apa rencana anda kedepan?
Judul essay yang saya buat adalah Masalah Buang Air Besar Sembarangan. Essay ini saya
buat karena saya menyaksikan sendiri sebagai warga dari suatu kampung banyak melihat sebagia
n warga yang pergi ke sungai untuk buang air besar. Memang ada sebagian warga yang tidak me
miliki toilet sendiri, namun ada juga warga yang memiliki toilet sendiri namun masih saja sering
buang air besar sembarangan khususnya di sungai .
Cara menangani masalah tersebut adalah, harus diadakannya penyuluhan masalah buang air b
esar kepada setiap warga desa. Memberi pengarahan dan penanganan agar buang air besar semba
rangan khususnya di sungai tidak terjadi.
Saya sudah mengetahui banyak masalah yang terjadi di Indonesia termasuk diantaranya adala
h masalah buang air besar sembarangan yang saya bahas kali ini. Dan saya sudah hampir menget
ahui cara penanganan dan pencegahan masalah yang sedang terjadi ini. Karena dengan saya mem
pelajari mata kuliah sosiologi kesehatan ini saya bisa mengatasi dan menyelesaikan masalah ters
ebut. Namun dengan mempelajari mata kuliah ini saya berpikir bukan hanya pendidikan kesehata
n yang harus dilakukan, namun bekerja sama dengan warga juga adalah cara yang cukup bagus u
ntuk menyelesaikan masalah yang terjadi .
Rencana saya kedepannya adalah, untuk meningkatkan kesadaran warga untuk tidak buang ai
r besar sembarangan serta berkolaborasi dengan kepala desa dan staff untuk membangun toilet di
setiap rumah warga yang tidak memiliki toilet sendiri. Dan saya ingin terus mengasah kemampu
an saya dalam di bidang yang saya tekuni sekarang yaitu sebagai perawat untuk memandirikan d
an meningkatkan kepentingan kesehatan kepada setiap orang .
Diposting oleh Keperawatan UPI 2016 di 10.37
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!
Latar belakang
Diperkirakan sekitar 47% masyarakat Indonesia masih Buang Air Besar Sembarangan (BABs). Dari data
SIM (1 Juli 2011), Dusun yang SBS : 31,42%, (target 80%), Persentasi KK yang akses jamban sebesar,
52,30% (taget100%), dan penambahan jumlah orang akses 1. 951.086 jiwa,(target 6-10 juta). Dengan
tempat berperilaku buang air besar ke sungai, kebon, sawah, kolam dan tempat-tempat terbuka lainnya.
Perilaku seperti tersebut jelas sangat merugikan kondisi kesehatan masyarakat, karena tinja dikenal
sebagai media tempat hidupnya bakteri E-coli yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit diare.
Tahun 2006 angka kejadian diare sebesar 423 per 1000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) diare
sebesar 2,52 %.
Hasil Study WHO tahun 2007, menyatakan bahwa melalui pendekatan sanitasi Total, dapat menurunkan
kejadian diare sebesar 94%,
Berbagai alasan digunakan oleh masyarakat untuk buang air besar sembarangan, antara lain anggapan
bahwa membangun jamban itu mahal, lebih enak BAB di sungai, tinja dapat untuk pakan ikan, dan lain-lain
yang akhirnya dibungkus sebagai alasan karena kebiasaan sejak dulu, sejak anak-anak, sejak nenek
moyang, dan sampai saat ini tidak mengalami gangguan kesehatan.
Alasan dan kebiasaan tersebut harus diluruskan dan dirubah karena akibat kebiasaan yang tidak
mendukung pola hidup bersih dan sehat jelas-jelas akan memperbesar masalah kesehatan. Dipihak lain
bilamana masyarakat berperilaku higienis, dengan membuang air besar pada tempat yang benar, sesuai
dengan kaidah kesehatan, hal tersebut akan dapat mencegah dan menurunkan kasus-kasus penyakit
menular. Dalam kejadian diare misalnya, dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar,
dalam hal ini meningkatkan jamban keluarga, akan dapat menurunkan kejadian diare sebesar 32% dan
45% dengan Perilaku CTPS
Tinja atau kotoran manusia merupakan media sebagai tempat berkembang dan berinduknya bibit penyakit
menular (misal kuman/bakteri, virus dan cacing). Apabila tinja tersebut dibuang di sembarang tempat, misal
kebun, kolam, sungai, dll maka bibit penyakit tersebut akan menyebar luas ke lingkungan, dan akhirnya
akan masuk dalam tubuh manusia, dan berisiko menimbulkan penyakit pada seseorang dan bahkan
bahkan menjadi wabah penyakit pada masyarakat yang lebih luas.
Stop buang air besar sembarangan (STOP BABS) akan memberikan manfaat dalam hal-hal sebagai
berikut :
a. Menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau dan lebih indah
b. Tidak mencemari sumber air /badan air yang dapat dijadikan sebagai air baku air minum atau air
untuk kegiatan sehari-hari lainya seperti mandi, cuci, dll
c. Tidak mengundang vector (serangga dan binatang) yang dapat menyebarluaskan bibit penyakit,
sehingga dapat mencegah penyakit menular
Mengingat tinja merupakan bentuk kotoran yang sangat merugikan dan membahayakan kesehatan
masyarakat, maka tinja harus dikelola, dibuang dengan baik dan benar. Untuk itu tinja harus dibuang pada
suatu wadah atau sebut saja JAMBAN. Jamban yang digunakan masyarakat bisa dalam bentuk jamban
yang paling sederhana, dan murah, misal jamban CEMPLUNG, atau jamban yang lebih baik, dan lebih
mahal misal jamban leher angsa dari tanah liat, atau bahkan leher angsa dari bahan keramik.
Untuk mencegah terjadinya terjadinya pencemaran sumber air dan Badan air, maka pada secara tahap
mulai Cara tempat penampungan tinja dibuat jaraknya diatas 10 meter, lebih lanjut dibuat septictank dan
mengurasnya secara berkala. Dan untuk mencegah bau tidak mencemari lingkungan secara bertahap
yakni dengan menutup tempat penampungan tinja, dan membuat saluran /plensengan dan pada tahap
akhir adalah dengan membuat kloset leher angsa.
Semua anggota keluarga harus menggunakan jamban untuk membuang tinja, baik anak-anak (termasuk
bayi dan anak balita) dan lebih-lebih orang dewasa.
Dengan pemikiran tertentu, seringkali tinja bayi dan anak-anak dibuang sembarangan oleh orang tuanya,
misal kehalaman rumah, kebon, dll. Hal ini perlu diluruskan, bahwa tinja bayi dan anak-anak juga harus
dibuang ke jamban, karena tinja bayi dan anak-anak tersebut sama bahayanya dengan tinja orang dewasa.
Kader kesehatan, atau kelompok masyarakat desa yang berkesadaran dan berkepentingan untuk
memajukan dan meningkatkan derajat kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam promosi
perilaku stop buang air besar sembarangan, yaitu anttara lain:
Menyadari pentingnya integrasi kegiatan sanitasi total untuk menurunkan angka diare maka pemerintah
telah menetapkan Strategi Penurunann angka diare melalui salah satu bentuk pendekatan yang dianut
oleh Program Pamsimas adalah dengan pendekatan PEMICUAN, yang lebih dikenal dengan sebutan
Community Led Total Sanitation (CLTS). Pemicuan ini untuk merubah perilaku masyarakat dalam menuju
buangan air besar yang benar dan sehat secara totalitas dan keseluruhan dalam desa/dusun tersebut.
Adapun prinsip dan ciri penting CLTS adalah sebagai berikut:
1. inisiatif masyarakat
2. Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci
utama.
3. Solidaritas masyarakat, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, semua akan sangat terlibat
dalam pendekatan ini.
B. Peningkatan penyediaan produk dan layanan sanitasi yang mencukupi dan tepat guna (supply).
C. Penciptaan lingkungan yang mendukung (environment)
1. Pertemuan setengah hari Stop BABs (arisan dasa wisma, pengajian taklim, kelompok Pos Ronda,
Hari penimbangan posyandu, Hari jumat bersih)
2. Pemicuan CLTS
3. Gebiar SBS/lomba Dusun SBS
4. Lomba lingkungan Sehat.
5. Kampanye melalui Radio (stop BABs dan CTPS)
6. Radio Spot (stop BABs dan CTPS)
7. Lomba Cuci tangan, lomba merancang sarana CTPS
8. Pembuatan media promosi (stiker, Papan Informasi/pengumunan, Baliho, spanduk, dll)
9. Lomba Foto
10. Pertandingan berbasis sekolah
11. Pembuatan sarana Sanitasi di sekolah
12. Inspeksi sanitasi
13. Pemasaran Sanitasi
14. Pelatihan :
Kader kesehatan, atau kelompok masyarakat desa yang berkesadaran untuk memajukan dan
meningkatkan derajat kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam promosi perilaku cuci
tangan pakai sabun, diantaranya adalah:
Monitoring :
Monitoring bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan rencana tindaklanjut yang disepakati. Hasil dari
monitoring menjadi bahan masukan bagi evaluasi dan rencana kegiatan selanjutnya.
a. Pelaksanaan
Monitoring dilakukan oleh petugas kesehatan dan atau Fasilitator masyarakat bersama dengan masyarakat
(kader kesehatan, natural leader, tokoh masyarakat, guru dan anak sekolah). Monitoring dan evaluasi
dilakukan secara partisipatif dan berkala oleh masyarakat dan didukung oleh fasilitator.
Peran fasilitator adalah sangat penting dalam melakukan monitoring dan evaluasi Hal I ni dilakukan untuk
memberikan monitifasi bagi masyarakat yang sdang dalam masa perubahan di bidang sanitasi.
b. Pelaporan
Format pelaporan akan mengacu pada hasil kesepakatan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Mekanisme pelapooran sesuai dengan yang telah disepakati
Untuk memastikan tidak adanya kontak tinja dengan manusia, maka perubahan perilaku stop BABS harus
selalu diikuti dengan perilaku CTPS karena :
Latar belakang
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) merupakan salah satu pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
yang tertuang dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 852/SK/Menkes/IX2008. Pentingnya
CTPS adalah dapat mencegah penyakit seperti diare, typhus perut, kecacingan, flu babi, flu burung dan
virus baru H1N1. Menurut hasil Penelitian (Curtis tahun 2011), CTPS dapat menurunkan angka diare
sebesar 47% dan menurunkan kejajian ISPA dan Flu Burung 50%..
Seperti halnya perilaku buang air besar sembarangan, perilaku cuci tangan, terlebih cuci tangan pakai
sabun merupakan masih merupakan sasaran penting dalam promosi kesehatan, khususnya terkait perilaku
hidup bersih dan sehat. Hal ini disebabkan perilaku tersebut masih sangat rendah, yakni 43,50% (KPI Juli
2011). Dan berdasarkan Human Services (BHS) di Indonesia Tahun 2006, perilaku CTPS, dilihat dari sisi
waktu kritis CTPS ditemukan bahwa :
12% setelah buang air besar,
9% setelah membersihkan tinja bayi dan balita
7% sebelum memberi makan kepada bayi.
14% sebelum makan.
Perilaku cuci tangan pakai sabun ternyata bukan merupakan perilaku yang biasa dilakukan sehari-hari oleh
masyarakat pada umumnya. Rendahnya perilaku cuci tangan pakai sabun dan tingginya tingkat efektifitas
perilaku cuci tangan pakai sabun dalam mencegah penularan penyakit, maka sangat penting adanya
upaya promosi kesehatan bermaterikan peningkatan cuci tangan tersebut. Dengan demikian dapat
dipahami betapa perilaku ini harus dilakukan, antara lain karena berbagai alasan sbb:
a. Mencuci tangan pakai sabun dapat mencegah penyakit yang dapat menyebabkan ratusan ribu
anak meninggal setiap tahunya.
b. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup
c. CTPS adalah satu-satunya intervensi kesehatan yang paling cost-effective jika dibanding dengan
hasil yang diperolehnya.
Ada 5 waktu kritis untuk cuci tangan pakai sabun yang harus diperhatikan, yaitu saat-saat sebagai berikut:
a. Sebelum makan
b. Sebelum menghidangkan makanan
c. Sebelum memberi makan kepada bayi/balita
d. Setelah buang air besar/buang air kecil / Setelah menceboki bayi/anak
e. Setelah memegang unggas/hewan
Pada saat promosi kesehatan, selain 5 waktu kritis tersebut, ada beberapa waktu lain yang juga penting
dan harus dilakukan CTPS, yaitu:
Manfaat yang diperoleh setelah seseorang melakukan cuci tangan pakai sabun, yaitu antara lain:
1. Identifikasi Permasalahan
2. Analisa Permasalahan
3. Tetapkan tujuan kegiatan
4. Indentifikasi Kelompok Sasaran
5. Tetapkan pesan yang akan disampaikan sesuai dengan tujuan dan Target Sasaran
6. Identifikasi sumber pendanaan
7. Pelaksanaan kegiatan
8. Monitoring.
Kader kesehatan, atau kelompok masyarakat desa yang berkesadaran untuk memajukan dan
meningkatkan derajat kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam promosi perilaku cuci
tangan pakai sabun, diantaranya adalah:
a. Memanfaatkan setiap kesempatan di dusun/desa untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya
perilaku CTPS
b. Mengadakan kegiatan yang sifatnya suatu gerakan cuci tangan pakai sabun sehingga dapat menarik
perhatian masyarakat, seperti pada hari besar kesehatan, pesta desa, dll.
Monitoring :
Monitoring bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan rencana tindaklanjut yang disepakati. Hasil dari
monitoring menjadi bahan masukan bagi evaluasi dan rencana kegiatan selanjutnya.
Pelaksanaan
Monitoring dilakukan oleh petugas kesehatan dan atau Fasilitator masyarakat bersama dengan masyarakat
(kader kesehatan, natural leader, tokoh masyarakat, guru dan anak sekolah). Monitoring dan evaluasi
dilakukan secara partisipatif dan berkala oleh masyarakat dan didukung oleh fasilitator.
Peran fasilitator adalah sangat penting dalam melakukan monitoring dan evaluasi Hal I ni dilakukan untuk
memberikan monitifasi bagi masyarakat yang sdang dalam masa perubahan di bidang sanitasi
.
Dalam memonitoirng dan evaluasi Perubahan Adopsi perilaku CTPS dengan cara :
Bertanya menggunakan kwuisioner dengan pertanyaan :
Cara Memonitoring :
1. Melihat sampel RT
2. Secara berkala Bulanan.
3. Melihat Catatan dari Kepala Dusun/Kader
c. Pelaporan
Format pelaporan akan mengacu pada hasil kesepakatan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Mekanisme pelapooran sesuai dengan yang telah disepakati
MATERI
PENGAMANAN AIR MINUM RUMAH TANGGA
Air merupakan kebutuhan dasar yang dipergunakan sehari-hari untuk minum, mandi, cuci, dan keperluan
lainnya. Bila kita tidak menggunakan air yang bersih.
Air banyak dijumpai di alam, dan merupakan benda social yang melimpah ruah seperti kita lihat di laut,
sungai, danau dan lain-lain. Namun demikian air yang bersih yang sehat merupakan benda ekonomi, yang
kini susah untuk diperoleh bagi masyarakat.
Air merupakan suatu unsure yang sangat penting dalam aspek kesehatan masyarakat, dimana air dapat
menjadi sumber dan tempat perindukan dan media kehidupan bibit penyakit. Banyak penyakit yang tterkait
dengan air, baik air kotor dan bahkan juga air yang bersih secara fisik, seperti diare, demam berdarah, dll
Air dialam akan digunakan sebagai sumber air baku air minum bagi masyarakat. Air yang tercemar akan
menyebabkan susah dalam pengolahanya, memerlukan teknologi yang kadang-kadang canggih. Untuk itu
air dialam harus dipelihara, dan diccegah dari pencemaran.
Air bersih dan air minum harus memenuhi syarat kesehatan, baik syarat fisik, biologi maupun kimiawi.
Syarat fisik dapat dibedakan melalui inder kita, seperti dapat dilihat, dirasa, dicium, diraba. Secara fisik air
harus memenuhi syarat sbbi:
Air yang bersih dan sehat, akan memberi menfaat bagi kesehatan masyarakat, seprti terhindar dari
gangguan penyakit diare, cholera, disentri, thypus, penyakit kulit, dll Disamping dari aspek penyakit, air
juga sangat penting untuk aspek kebersihan diri, atau hygiene perorangan.
Dari sumber air bersih dapat diperoleh
Air bersih untuk kebutuhan dapat diperoleh dari berbagai sumber. Namun seringkali sumber air bersih jauh
dari lokasi tempat tinggal suatu kelompok masyarakat, sehingga sulit dan membutuhkan tenaga dan biaya
untuk mendapatkannya.
mata air
air sumur (bias sumur dalam atau sumur dangkal)
air ledeng atau perusaahan air minum
air hujan
air dalam kemasan
Sumber mata air harus dilindungi dari bahan pencemar, baik cemaran fisik, cemaran biologi maupun
cemaran kimiawi
Sumur gali, sumur pompa, kran-kran umum dan juga mata air harus dijaga bangunannya agar tidak rusak,
seperti lantai sumur tidak boleh retak, tidak rusak, bibir sumur diplester, dll
Lingkungan sumber air harus dijaga kebersihannya, seprti tidak boleh untuk tempat pembuangan sampah,
tidak ada genangan air, dll
Gayung, timba, dan ember pengambil air harus dijaga tetap bersih, tidak diletakan di lantai.
Jarak sumber air (misal sumur) tidak boleh berdekatan dengan tangki jamban keluarga, tidak boleh ada
berdekatan dengan kandang ternak.
Dan lain-lain
Meskipun air terlihat bersih, namun air tersebut belum tentu bebas dari kuman penyakit. Untuk itu air harus
direbus dulu sampai mendidih, karena kuman akan mati ppada suhu 100 derjat C (saat air ,mendidih).
Dismaping cara tersebut diatas, ada beberapa cara untuk membunuh kuman dalam air, misal derngan
member bahan-bahan kimia terbatas yang sudah dinyatakan aman bagi kesehatan (misal air rahmat, dll)
1. Pemeriksaan Fisik
2. Pemeriksanaan Kimia
3. Pemeriksaan secara biologis
Apa peran kader
Melakukan pendataan rumah tangga mana yang sudah dan yang belum memiliki ketersedian air
bersih/air minum di rumahnya
Bersama dengan tokoh masyarakat/pemerintah desa, berusaha untuk mencari sumber air,
berupaya mencari jalan kemudahan n=bagi masyarakat untuk mendapatkan air bersih bagi
lingkungannya
Membentk kelompok pemakai air (pokmair misalnay) untuk mengawasi sumber air, memelihara
saluran air dan memperbaiki kerusakan bilamana terjadi
Menggalang pihak lain, termasuk dunia usaha untuk member bantuan dalam penyedian air bersih
dan air minum
Memanfaatkan setiap kesemapatan untuk memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang hidup
bersih dan sehat , tentang air yang sehat bagi masyarakat, dll.
Home
Lifestyle
News & Features
KOMPAS.com - Kendati sudah mendapat bantuan dana pembangunan jamban dari pemerintah
dan lembaga swadaya masyarakat, tak banyak warga di Kabupaten Grobokan, Jawa Tengah yang
memanfaatkannya. Untuk buang air besar, mereka tetap melakukannya di sungai, sawah, atau
kebun.
Selama berpuluh-puluh tahun mereka melakukan kebiasaan tersebut tanpa menyadari perilaku itu
sebenarnya mengundang penyakit. Penyakit diare misalnya, akrab dengan mereka. Menurut data
Dinas Kesehatan Grobokan, pada tahun 2009 angka kejadian diare pada anak balita mencapai
12.379.
Kemudian Plan Indonesia, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang peningkatan
kualitas kesehatan dan hidup anak, bersama dengan pemerintah mulai menggiatkan program
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di 149 desa dari total 153 desa di Grobokan. Fokus
program STBM adalah menumbuhkan kesadaran setiap warga untuk membangun toilet sendiri.
Akan tetapi, pendekatannya tidak lewat penyuluhan yang terkesan normatif, namun setiap kader
di desa yang sebelumnya sudah dilatih aktif menyadarkan masyarakat akan rasa malu jika BAB
sembarangan, atau jijik karena meminum air yang berasal dari sungai yang tercemar tinja.
"Pada intinya kami berusaha menunjukkan sisi negatif dari BAB sembarangan," kata Arief
Orbandi, dari kelompok kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Kabupaten Grobokan.
Salah satu partisipasi aktif dari masyarakat misalnya dilakukan oleh Syafaat (64) dari Desa
Sumur Gede, Kecamatan Godong, Grobokan yang mendapat gelar polisi tinja. Setiap subuh ia
berkeliling kampung menyusuri sungai. Kegiatan itu dilakukan untuk mengetahui apakah ada
warga yang BAB di sungai. Bila ia menemukan, ia lantas mengatur strategi supaya warga itu
merasa tidak nyaman dan malu sehingga kapok BAB di sungai lagi.
Syafaat adalah salah satu warga yang mendapat sosialisasi program STBM dari Plan Indonesia.
Selain di Grobokan, kegiatan itu juga dilakukan di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
serta Jawa Timur. Gencarnya program STBM mulai membuahkan hasil. Menurut Wakil Bupati
Grobokan, Icek Baskoro, saat ini 149 desa dari 153 desa dinyatakan sebagai desa ODF (open
defecation free) alias tidak lagi melakukan BAB sembarangan.
"Sejak tahun 2008 sampai saat ini sudah 23.400 jamban yang dibangun secara mandiri oleh
masyarakat. Kami targetkan sampai akhir tahun 2015 seluruh wilayah Grobokan sudah ODF,
saat ini sudah mencapai lebih dari 90 persen," katanya dalam acara penutupan program STBM di
Grobokan.
Ia menambahkan, yang menarik dari program STBM adalah tidak membutuhkan dana besar
seperti halnya pemberian subsidi pembangunan jamban.
"Untuk membangun satu jamban diperlukan dana sekitar satu juta. Kalau satu desa ada 500
kepala keluarga maka pemerintah perlu menyediakan 500 juta untuk satu desa. Ini besar sekali.
Dengan STBM hanya diperlukan 3-5 juta untuk program sosialisasi tetapi dampaknya lebih
besar," katanya.
Selain di Grobokan, STBM juga giat dilakukan di berbagai desa di seluruh tanah air yang
dilakukan bersama pemerintah daerah dengan LSM dan masyarakat. Hingga akhir tahun 2014
ditargetkan 20.000 desa dapat menerapkan STBM. Grobokan bisa menjadi contoh betapa urusan
buang air besar masih menjadi masalah di Indonesia. Tahun 2010, sebanyak 42 juta penduduk
Indonesia masih melakukan BABS. Jumlah ini sudah turun dibandingkan tahun 2007 sebesar 71
juta. 26 Oktober 2011
Proses fasilitasi Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) di masyarakat pada prinsipnya adalah
pemicuan terhadap rasa jijik, rasa malu, rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggung jawab yang
berkaitan dengan kebiasaan BAB di sembarang tempat. Dan untuk membantu proses pemicuan tersebut
digunakan beberapa komponen PRA seperti pemetaan, transek, alur kontaminasi dan simulasi lainnya.
Dan proses ini adalah salah satu usaha untuk mencapai salah satu pilar dari Program Nasional
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang terdiri dari lima pilar yaitu :
Panduan ini bukan merupakan suatu alur yang harus diikuti atau dilakukan pada saat fasilitasi, karena
tidak ada aturan yang baku dalam proses pemicuan. Proses implementasi di masyarakat lebih berkaitan
dengan kemampuan dan inisiatif fasilitator. Fasilitator bisa memulai dengan kegiatan pemetaan
dilanjutkan dengan transek, alur kontaminasi, kemudian ke pemetaan lagi, atau memulainya dengan
transek, kemudian ke pemetaan, transek lagi, dan seterusnya.
Fasilitator tidak harus menunggu sampai 1 komponen, 2 atau 3 komponen PRA selesai, namun setiap
saat bisa langsung melakukan pemicuan jika kesempatan terbuka (misalnya masyarakatnya sudah mulai
menunjukkan ke arah itu).
HAL HAL YANG HARUS DIPICU DAN ALAT PEMICU YANG DIGUNAKAN
FGD
Perhitungan jumlah tinja
Pemetaan rumah warga yang
terkena diare dengan didukung
Takut sakit data puskesmas.
Alur kontaminasi (oral fecal)
sendiri.
Privacy FGD (terutama dengan perempuan)
Membandingkan kondisi di
desa/dusun yang bersangkutan dengan
Kemiskinan
masyarakat termiskin seperti di
Bangladesh atau India.
LANGKAH LANGKAH FASILITASI DI MASYARAKAT
Perkenalkan terlebih dahulu anggota tim fasilitator dan sampaikan tujuan bahwa tim ingin melihat
kondisi sanitasi dari kampung tersebut. Jelaskan dari awal bahwa kedatangan tim bukan untuk
memberikan penyuluhan apalagi memberikan bantuan. Tim hanya inginmelihat dan mempelajari
bagaimana kehidupan masyarakat, bagaimana masyarakat mendapat air bersih, bagaimana masyarakat
melakukan kebiasaan buang air besar, dan lain-lain. Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka mau
menerima tim dengan maksud dan tujuan yang telah disampaikan
2. BINA SUASANA
Untuk menghilangkan jarak antara fasilitator dan masyarakat sehingga proses fasilitasi berjalan lancar,
sebaiknya lakukan pencairan suasana. Pada saat itu temukan istilah setempat untuk tinja (misalnya tai,
dll) dan BAB (ngising, naeng, dll)
Memulai proses pemicuan di masyarakat, yang diawali dengan analisa partisipatif misalnya melalui
pembuatan peta desa/dusun/kampung yang akan menggambarkan wilayah BAB masyarakatnya.
Jika masyarakat sudah terpicu dan kelihatan ingin berubah, maka saat itu juga susun rencana tindak
lanjut oleh masyarakat. Semangati masyarakat bahwa mereka dapat 100% terbebas dari kebiasaan BAB
di sembarang tempat.
5. MONITORING
Lebih kepada memberikan energi bagi masyarakat yang sedang dalam masa perubahan di bidang
sanitasinya.
MASYARAKAT
PEMETAAN
Tujuan
Proses
1. Ajak masyarakat untuk membuat outline desa / dusun / kampung, seperti batas desa/dusun/kampung,
jalan, sungai dan lain-lain.
2. Siapkan potongan-potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya, menuliskan nama
kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya sebagai rumah, kemudian peserta berdiri di atas
rumah masing-masing.
3. Minta mereka untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. JIka seseorang BAB di luar
rumahnya baik itu di tempat terbuka maupun numpang di tetangga, tunjukkan tempatnya dan tandai
dengan bubuk kuning. Beri tanda (garis akses) dari masing-masing KK ke tempat BAB nya.
4. Tanyakan pula di mana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti pada saat malam hari,
saat hujan atau saat terserang sakit perut.
Pendalaman / analisa partisipatif dari kegiatan pemetaan.
1. Tanyakan berapa kira-kira jumlah tinja yang dihasilkan oleh setiap orang setiap harinya. Sepakati
jumlah rata-ratanya.
2. Minta masyarakat untuk menulis jumlah anggota keluarga di atas kertas yang berisi nama KK dan
berapa jumlah total tinja yang dihasilkan oleh 1 keluarga/rumah setiap
harinya.
3. Ajak masyarakat untuk melihat rumah mana (yang masih BAB di sembarang tempat) yang paling
banyak menghasilkan tinja. (beri tepuk tangan).
4. Pada penduduk yang BAB di sungai, tanyakan ke mana arah aliran airnya.
5. Pada penduduk yang berada di daerah hilir, tanyakan dimana mereka mandi. Picu masyarakat bahwa
bapak/ibu telah mandi dengan air yang ada tinjanya.
6. Ajak masyarakat menghitung jumlah tinja dari masyarakat yang masih BAB di sembarang tempat per
hari, dan kemudian per bulan. Berapa banyak tinja yang ada di desa / dusun tersebut dalam 1 tahun?
Berapa lama kebiasaan BAB sembarang tempat berlangsung?.
8. Di akhir kegiatan tanyakan: kira-kira kemana besok mereka akan BAB? Apakah mereka akan
melakukan hal yang sama?
Catatan:
Untuk kepentingan masyarakat dalam memonitor kondisi wilayahnya sendiri, peta di atas lahan
harus disalin ke dalam kertas (flipchart).
Jika tempat tidak memungkinkan, pemetaan bisa dilakukan dengan menggunakan kertas yang
cukup besar.
TRANSEK
Tujuan
Melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat
berjalan ke sana dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi
orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya.
Proses
1. A jak masyarakat untuk mengunjungi wilayah-wilayah yang sering dijadikan tempat BAB(didasarkan
pada hasil pemetaan).
4. Jika di antara masyarakat yang ikut transek ada yang biasa melakukan BAB di tempat tersebut,
tanyakan:
bagaimana perasaannya?
berapa lama kebiasaan itu berlangsung,
apakah besok akan melakukan hal yang sama?
5. Jika di antara masyarakat yang ikut transek tidak ada satupun yang biasa melakukan BAB di tempat
tersebut tanyakan pula bagaimana perasaannya melihat wilayah tersebut.
Tanyakan hal yang sama pada warga yang rumahnya berdekatan dengan tempat yang sering dipakai
BAB tersebut.
6. Jika ada anak kecil yang ikut dalam transek atau berada tidak jauh dengan tempat BAB itu, tanyakan
apakah mereka senang dengan keadaan itu? Jika anak-anak kecilmenyatakan tidak suka, ajak anak-
anak itu untuk menghentikan kebiasaan itu, yang bisa dituangkan dalam nyanyian, slogan, puisi, dan
bentuk-bentuk kesenian (lokal) lainnya.
Catatan:
Jika masyarakat sudah terpicu tetapi belum total (yang mau berubah baru sebagian), natural leader dan
anggota masyarakat lainnya dapat melakukan kembali transek dengan membawa peta. Transek ini
dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah dan menanyakan kepada mereka kapan mereka mau
berubah seperti masyarakat lainnya yang sudah mulai berubah? Minta waktu yang detil, misalnya tanggal
berapa. Tandai rumah masing-masing dengan tanggal sesuai kesiapan mereka.
Mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang
lainnya.
Proses
1. Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam mulut?
2. Tanyakan bagaimana tinja bisa dimakan oleh kita? melalui apa saja? Minta masyarakat untuk
menggambarkan atau menuliskan hal hal yang menjadi perantara tinja sampai ke mulut.
3. Analisa hasilnya bersama sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi (misalnya FGD untuk
memicu rasa takut sakit)
Tujuan
Mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air yang biasa mereka gunakan sehar
hari.
Proses
Dengan disaksikan oleh seluruh peserta, ambil 1 ember air sungai dan minta salah seorang
untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur, cuci pakaiann dan lain-lain yang
biasa dilakukan oleh warga di sungai.
Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, dan minta salah seorang peserta untuk
melakukan hal yang dilakukan sebelumnya.
Tunggu reaksinya. Jika ia menolak melakukannya, tanyakan apa alasannya? Apa bedanya
dengan kebiasaan masyarakat yang sudah terjadi dalam kurun waktu tertentu?
Apa yang akan dilakukan masyarakat di kemudian hari?
Peragaan ini bisa ditambahkan dengan hal-hal lain seperti mencampur sedikit kotoran ke dalam
gelas dan minta mereka untuk meminumnya, meminta masyarakat untuk mencuci beras, sikat
gigi atau berwudlu dengan air sungai yang telah dicampur dengan kotoran, dan lain-lain.
Bila peragaan ini dilakukan pada saat transek ke wilayah sungai, untuk menunjukkan bahwa air telah
terkontaminasi tidak perlu memasukkan kotoran ke dalam air dalam ember, melainkan bisa langsung
mengambil air yang di sekitar air tersebut terdapat tinja.
Kegiatan-kegiatan pemicuan tersebut dilakukan dengan cara simulasi dan dilanjutkan dengan
Tujuan
Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan
dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan.
Banyak hal yang harus dipicu yang dapat dilakukan melalui diskusi dengan masyarakat, diantaranya:
FGD untuk memicu rasa malu dan hal-hal yang bersifat pribadi
Tanyakan seberapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka dan
alasan mengapa mereka melakukannya.
Bagaimana perasaan kaum perempuan ketika BAB di tempat terbuka yang tidak terlindung dan
kegiatan yang dilakukan dapat dilihat oleh setiap orang?
Bagaimana perasaan laki-laki ketika istrinya, anaknya atau ibunya melakukan BAB di tempat
terbuka dan dapat dilihat oleh siapapun juga yang kebetulan melihatnya secara sengaja atau
tidak sengaja?
Apa yang dilakukan perempuan ketika harus BAB (di tempat terbuka) padahal ia sedang
mendapatkan rutinitas bulanan. Apa yang dirasakan?
Apa yang akan dilakukan besok hari? Apakah tetap akan melakukan kebiasaan yang sama?
Catatan
Dalam kebiasaan BAB di sembarang tempat, perempuan adalah pihak yang paling terbebani (kehilangan
privacy), jadi perempuan termasuk kelompok yang paling kompeten untuk dipicu.
Ajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah tinja di kampungnya, dan kemana perginya
sejumlah tinja tersebut.
Jika dalam diagram alur terdapat pendapat masyarakat bahwa lalat adalah salah satu media
penghantar kotoran ke mulut, lakukan probing tentang lalat. Misalnya: jumlah dan anatomi kaki
lalat, bagaimana lalat hinggap di kotoran dan terbang ke mana saja dengan membawa kotoran di
kaki-kakinya, bagaimana memastikan bahwa rumahrumah dan makanan-makanan di dalam
kampung itu dijamin bebas dari lalat, dan sebagainya.
Ajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian tanyakan rumah mana saja yang pernah terkena
diare (2 3 tahun lalu), berapa biaya yang dikeluarkan untuk berobat, adakah anggota keluarga
(terutama anak kecil) yang meninggal karena diare, bagaimana perasaan bapak/ibu atau
anggota keluarga lainnya.
Apa yang akan dilakukan kemudian?
Bisa dengan mengutip hadits atau pendapat para alim ulama yang relevan dengan larangan atau
dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan, seperti yang dilakukan oleh salah seorang
fasilitator di Sumbawa, yang intinya kurang lebih: bahwa ada 3 kelompok yang karena
perbuatannya termasuk orang-orang yang terkutuk, yaitu orang yang biasa membuang air
(besar) di air yang mengalir (sungai/kolam), di jalan dan di bawah pohon(tempat berteduh).
Bisa dengan mengajak untuk mengingat hukum berwudlu, yaitu untuk menghilangkan najis.
Tanyakan air apa yang selama ini digunakan oleh masyarakat untuk wudlu? apakah benar benar
bebas dari najis?
Apa yang akan dilakukan kemudian?
FGD ini biasanya berlangsung ketika masyarakat sudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat
dengan tidak adanya uang untuk membangun jamban.
Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu dana besar, fasilitator bisa
menanyakan apakah benar jamban itu mahal? Bagaimana dengan bentuk ini (berikan alternatif
yang paling sederhana).
Apabila masyarakat tetap beralasan mereka cukup miskin untuk bisa membangun jamban
(meskipun dengan bentuk yang paling sederhana), fasilitator bisa mengambil perbandingan
dengan masyarakat yang jauh lebih miskin daripada masyarakat Indonesia, misalnya
Bangladesh. Bagaimana masyarakat miskin di Bangladesh berupaya untuk merubah kebiasaan
BAB di sembarang tempat.
Apabila masyarakat masih mengharapkan bantuan, tanyakan kepada mereka: tanggung jawab
siapa masalah BAB ini? Apakah untuk BAB saja kita harus menunggu diurus oleh pemerintah
dan pihak luar lainnya?
Menawarkan subsidi
Memicu kegiatan setempat.
Dari awal katakan bahwa tidak akan pernah ada subsidi dalam kegiatan ini. Jika masyarakat
bersedia maka kegiatan bisa dilanjutkan tetapi jika mereka tidak bisa menerimanya, hentikan
proses.
Mengajari Memfasilitasi
Menyuruh membuat jamban
HARUS DILAKUKAN
Tujuan
Memberikan dukungan, semangat dan apresiasi kepada masyarakat yang mau melakukan perubahan di
bidang sanitasi.
Proses
Jika masyarakat sudah kelihatan ingin berubah, minta masyarakat untuk merumuskan upaya-
upaya apa. Biarkan mereka merumuskan apa upaya mereka untuk berubah. Jika mereka
menanyakan pendapat fasilitator, kembalikan pertanyaan itu kepada masyarakat, apa yang
sebaiknya diupayakan? Atau jika masyarakat terlihat sangat mengharapkan solusi dari fasilitator,
kita sebaiknya berpura-pura sibuk sendiri (sehingga bukan kita yang memberikan solusi) tetapi
dengan tetap memperhatikan dan mendengarkan apa yang mereka diskusikan.
Jika diskusi di antara mereka terlihat sudah selesai, tanyakan : siapa yang ingin berubah dan
membuat jamban esok hari ? Buat daftar namanya. Berikan apresiasi dengan memberikan
selamat dan bertepuk tangan.
Orang yang pertama menyatakan ingin berubah, itulah yang diharapkan menjadi natural leader
untuk memicu masyarakat lainnya untuk merubah kebiasaan BAB di sembarang tempat.
Dorong masyarakat yang mampu untuk membantu keluarga yang kurang mampu dalam mencari
jalan keluar untuk menghentikan kebiasaan BAB di sembarang tempat.
Dukung masyarakat yang termasuk dalam pressure group untuk bisa memfasilitasi
masyarakatnya agar terjadi perubahan kebiasaan secara total. Contoh di Sumbawa, masyarakat
yang punya kebun dan kebunnya sering digunakan sebagai tempat BAB sementara ia sendiri
sudah mempunyai jamban adalah salah seorang yang termasuk dalam pressure group karena ia
merasa dirugikan dengan perilaku masyarakatnya tersebut.
Jika sudah mencapai tahap ini dan masyarakat mengharapkan bantuan fasilitator dalam hal
teknis, fasilitator bisa mulai membantu mereka dengan menggambarkan bentuk-bentuk jamban,
mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling layak (sehat, aman dan nyaman) >
LADDER SANITASI
Tujuan
Mendampingi masyarakat dalam menyusun rencana tindak lanjut untuk memperbaiki kondisi sanitasinya.
Proses
Tanyakan kembali siapa yang akan berubah (dengan membuat jamban) esok hari? Buat daftar
nama orang-orang yang akan berubah.
Tegaskan kepada orang-orang yang pertama kali akan berubah bahwa mereka adalah
pemimpin yang diharapkan dapat membawa perubahan sanitasi secara keseluruhan di
desanya (sepakati dengan mereka kemungkinan orang-orang tersebut untuk menjadi semacam
panitia dalam rangka perubahan sanitasi ke arah yang lebih baik.
Tanyakan pula, siapa yang akan mulai merubah kebiasaan BAB sembarangan 3 hari kemudian,
1 minggu kemudian, 10 hari, 2 minggu, 1 bulan, dan seterusnya.
Berdasarkan kesepakatan, apa sebaiknya yang akan dilakukan oleh masyarakat (yang akan
berubah) kepada masyarakat lain di desanya jika kesanggupan mereka untuk berubah (setelah
masing-masing menyanggupi waktunya) tiba-tiba saja tertunda? . misalnya dengan membantu
secara gotong royong, sanksi, dll sesuai kesepakatan.
Tanyakan pula, kapan kira-kira seluruh masyarakat kampung/dusun/desa ini akan berubah dan
menjadi salah satu desa yang menyatakan diri 100% telah bebas dari kebiasaan BAB
sembarangan ? Fasilitasikan kepada mereka berdasarkan hasil analisa sebelumnya, bahwa
sebagian kecil saja masyarakat yang masih BAB sembarangan dampaknya tetap akan dirasakan
oleh seluruh masyarakat.
Tanyakan apakah yang dapat mereka lakukan terhadap masyarakat kampung lain di dalam
desanya atau desa lain yang masih mempunyai kebiasaan BAB di sembarang tempat? (apakah
mereka bersedia untuk menyebarkan kepada masyarakat kampung lain tentang upaya yang
mereka lakukan untuk merubah kebiasaan?)
Fasilitasikan kepada masyarakat bahwa fasilitator akan membantu masyarakat dalam
mendeklarasikan kempung mereka sebagai kampung yang 100% bebas dari kebiasaan BAB
sembarangan misalnya dengan mendatangkan kepala daerah (bupati), pers, masyarakat
kampung lain, dan sebagainya.
LADDER SANITATION
Tujuan
Melihat tangga/tahap-tahap sarana sanitasi masyarakat, dari sarana yang paling sederhana sampai
sarana yang paling lengkap/layak (sehat, aman, nyaman)
Proses
1. Ajak masyarakat untuk menggambarkan sarana sanitasi apa yang mereka ketahui.
2. Atau, ajukan pertanyaan kepada mereka (yang sudah punya jamban) kira-kira 10 tahun yang lalu BAB
di mana, atau jamban seperti apa yang digunakan dulu, atau jamban apa yang digunakan sekarang?
3. Kembangkanlah diskusi yang berkaitan dengan sarana-sarana tersebut, tanyakan apakah faktor
pendukung dan faktor penghambat setempat (teknis dan non teknis) dalam mewujudkan bentuk-bentuk
sarana tersebut?
4. Lalu kembalikan kepada mereka, bentuk sarana apa yang bisa mereka wujudkan, yang sesuai dengan
kondisi alam serta kemampuan mereka masing-masing.
Catatan
Ladder sanitasi penting untuk diketahui dan menjadi bekal bagi fasilitator, namun baru
disampaikan kepada masyarakat jika masyarakat memerlukannya, misalnya jika mereka merasa
perlu saran atau pendapat yang berhubungan dengan sarana sanitasi yang akan mereka
bangun.
Fasilitator bisa membawa alat bantu tentang ladder sanitasi, biasanya dalam bentuk gambar
dengan spesifikasi teknis, serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sarana tersebut.
TAHAP MONITORING
Dalam pemicuan Stop BABS monitoring yang paling efektif adalah pengawasan diantara mereka sendiri,
sehingga monitoring oleh pendamping lebih kepada memberikan energi atau dorongan kepada
masyarakat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka monitoring (energising) adalah:
Cross visit di antara kelompok masyarakat (kelompok yang sudah terpicu kepada kelompok yang
belum terpicu atau sebaliknya).
Mengembangkan konsultan masyarakat; memfasilitasi masyarakat yang belum terpicu untuk
mengundang natural leader yang ada untuk melakukan pemicuan di kelompok tersebut.
Selain itu, beberapa tools PRA yang bisa digunakan dalam tahap monitoring (setelah 1 2 bulan
perubahan kebiasaan), diantaranya:
PEMETAAN
Tujuan
Melihat akses masyarakat terhadap tempat-tempat BAB (dengan cara membandingkan antara
tali akses sebelum pemicuan dan akses yang terlihat pasca pemicuan dan tindak lanjut
masyarakat).
Proses
Ajak masyarakat untuk menandai rumah-rumah mana saja yang telah berhasil merubah
kebiasaan. (dimana pada peta awal tercantum kapan waktunya mereka akan berubah, sampai
pada tanggal berapa mereka menyanggupi untuk terbebas dari kebiasaan BAB di sembarang
tempat (kegiatan ini bisa dilengkapi dengan transek walk).
Mengajak masyarakat untuk menilai kondisi sanitasi di desa/dusunnya dengan menggunakan
skoring (ada penilaian, misalnya ketika pencapaian dibawah 25% berapa skornya, pencapaian
20 40%,, pencapaian 50% dan seterusnya sampai skor tertinggi untuk pencapaian 100%
masyarakat telah mempunyai tempat yang tetap dan tertutup untuk melakukan BAB).
Tujuan
Untuk melihat dan mengtehui apa yang dirasakan masyarakat (bandingkan antara yang
dirasakan dulu ketika BAB di sembarang tempat dengan yang dirasakan sekarang ketika sudah
BAB di tempat yang tetap dan tertutup).
Untuk mengetahui apa yang masyarakat rasakan dengan sarana sanitasi yang dipunyai
sekarang, dan hal lain yang ingin mereka lakukan Hal ini berkaitan dengan ladder sanitasi di
masyarakat.
Proses
, ,
Sepakati makna dari masing-masing gambar tersebut, (bila perlu sepakati pula berapa nilai dari
masing-masing gambar tersebut, misalnya gambar sedih nilainya 0 dan gambar tertawa nilainya
100, dan ada interval nilai di antara gambar-gambar tersebut).
Minta masyarakat (satu persatu) untuk berdiri diantara gambar-gambar itu, tanyakan:
Tanyakan apa perasaannya terhadap sarana sanitasi yang mereka punyai (mungkin
masyarakat ada yang menjawab senang punya jamban tetapi kurang senang karena
masih belum dipasang dinding, dll)
Bila diperlukan, sepakati juga dengan masyarakat, bahwa masyarakat tidak harus
berdiri tepat pada gambar tersebut, tetapi mungkin dapat berdiri diantara 2 gambar yang ada untuk
menunjukkan apa yang mereka rasakan.
Untuk setiap pertanyaan, lihat jawaban mereka dengan melihat di gambar mana mereka berdiri.
Perdalam alasannya, sehingga dari hal itu akan terbentuk sebuah diskusi yang dapat
menggambarkan apa yang terjadi dan dirasakan oleh masyarakat secara umum berkaitan
dengan kondisi sanitasinya.
Apa SBS atau ODF ? pertanyaan itu yang sering di tanyakan oleh masyarakat awam yang
lingkungan kerjanya bukan di bidang kesehatan. SBS adalah Stop Buang air besar Sembarangan
atau yang dulu sering di sebut ODF (Open Defecation Free). Di bidang kesehatan kata kata ini
sering disebut karena salah satu tujuan pemerintah dalam mencapai Sustainable Development
Goals (SDGs) di tahun 2019,
Capaian Pemerintah 100 0 100 pada akhir Tahun 2016 di harapkan bisa tercapai, 100%
terjaminnya air bersih bagi masyarakat, 0% untuk pemukiman kumuh dan 100% terjaminnya
sanitasi masyarakat. Di harapkan semua steakholder dapat bekerja sama dalam menuju akses
yang sudah di canangkan oleh Pemerintah. Setelah capaian Pemerintah bisa menuju akses 100
0 100 di lanjutkan dengan rencana Program yaitu Sustainable Development Goals yang di
harapkan bisa tercapai sampai dengan Tahun 2019.
Untuk masalah akses terhadap sanitasi, khususnya akses masyarakat terhadap penggunaan
jamban, belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan yang signifikan , padahal sanitasi
merupakan salah satu unsur penting bagi peningkatan kesehatan masyarakat yang pada akhirnya
berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pula. Bahkan bisa jadi para pihak yang
berkepentingan terhadap persoalan sanitasi ini masih terbatas dalam melakukan kegiatannya
guna mesukseskan capaian terhadap akses sanitasi ini. Selama ini capaian-capaian yang menjadi
prioritas utama hanyalah pembangunan-pembangunan yang bersifat fisik material. Sementara
pembangunan yang mengarah pada perubahan mindset masyarakat, terutama yang berkaitan
dengan penciptaan kultur hidup bersih dan sehat, masih belum berjalan secara optimal.
Disebagian desa sudah menjadi budaya dan dianggap biasa buang air besar sembarangan atau
beraktifitas mandi dan mencuci di sungai,karena warga masih beranggapan membangun jamban
memerlukan biaya yang mahal. Pola pikir itulah yang saat ini tengah diubah dengan menjadikan
buang air besar sembarangan menimbulkan rasa malu, jijik dan gengsi. Mengubah pola pikir
tujuan paling utama dalam mencapai SBS/ODF, baru kemudian dilakukan intervensi
pembangunan fisik. Sehingga daerah daerah yang masih OD/BABS bisa cepat bebas dari
BABS atau open defecation free (ODF).
Masyarakat Masih Menggunakan Sungai Untuk Aktifitas Mandi Sehari - hari (Foto Astuti)
Perilaku masyarakat yang senang buang air besar sembarangan inilah yang menjadi pokok
masalah dalam menuntaskan masalah sanitasi, apalagi untuk desa desa yang sekitarnya di lalui
sungai, budaya mandi, mencuci dan buang air besar sembarangan di sungai membuat mereka
tidak perlu susah susah membangun jamban di rumah, apalagi sungai selama ini menjadi tempat
mereka dalam bersosialisasi dengan rekan atau tetangga mereka. Banyak program program
yang di canangkan oleh pemerintah untuk mengentaskan masalah sanitasi dan kesehatan, namun
demikian masih banyak masyarakat yang belum bisa mengubah mindset senang beraktifitas
mandi, mencuci dan BABS di sungai apalagi di tambah pemahaman masyarakat tentang jangan
buang sampah di sungai masih sangat kurang.
Sungai Sebagai Salah Satu Tempat Bersosialisasi Para Ibu - Ibu (Foto Astuti dan Ria)
Terciptanya mindset di masyarakat bahwa sungai bisa mendaur ulang sampah dan sungai dapat
menghilangkan bau busuk akibat sampah, hal ini menjadikan sungai tempat pembuangan sampah
yang akhirnya berakibat sangat merugikan, baik bagi masyarkat dan lingkungan. Dalam proses
alam, sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan
setelah dan selama proses alam itu berlangsung. Sampah dapat membawa dampak yang buruk
pada kondisi kesehatan manusia, bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa
ada pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius.
Tumpukan sampah yang dibiarkan begitu saja akan mendatangkan serangga (lalat, kecoa, kutu,
dan lai-lain) yang membawa kuman penyakit, akan tetapi manusia tidak menyadari bahwa setiap
hari pasti manusia menghasilkan sampah, baik sampah organik maupun sampah anorganik.
Sampah Yang Terbawa Di Hulu Sungai Amprong (Foto Astuti)
Pencapaian Program pemerintah 100 0 100 di bidang sanitasi dan kesehatan memerlukan
tenaga ekstra, mengubah sebuah prilaku yang turun temurun di masyarakat sangatlah sulit,
pemahaman dan pemicuan harus sering di lakukan di masyarakat, Upaya mengubah perilaku
hygiene dan sanitasi menggunakan metode CLTS (Community Led Total Sanitation) sebagai
metode andalan bagi sebagian pelaku sanitasi mungkin masih merupakan hal baru. Program-
program sanitasi sebelumnya, masih menggunakan metoda penyuluhan yang didalamnya tersirat
"usaha mengajari" sasarannya. Metode yang digunakan terkadang dibarengi juga dengan
pemberian bantuan material untuk pembuatan sarana jamban atau sarana sanitasi lainnya. Nah,
dalam metode CLTS ini, kebiasaan pada metode sebelumnya bahkan menjadi bertentangan
dengan prinsip-prinsip dasar metode CLTS.
Salah Satu Pemicuan Dengan Kegiatan Lomba CTPS di Desa Jambesari Kecamatan
Poncokusumo (Foto Astuti)
Ada beberapa daerah setelah dilakukan pemicuan beberapakali bisa mencapai ODF/SBS tapi ada
pula yang setelah dilakukan pemicuan berkali kali masih belum bisa ODF/SBS. Perilaku
perilaku masyarakat yang demikian ini memerlukan perhatian lebih ekstra baik dari Dinas
Kesehatan ataupun Perangkat Desa.
Mengajak masyarakat yang demikian dibutuhkan satu sistem regulasi yang mendorong mereka
agar dapat mengubah prilaku atau mindset masyarakat, regulasi yang biasa di terapkan dalam
pertaturan desa misalnya dikenakan denda atau sanksi sosial apabila ada masyarakat yang masih
buang air besar sembarangan atau buang sampai sembarangan apalagi di tempat umum seperti
sungai. Selain itu pemahaman pemahaman agama yang melarang membuka aurat atau
pemahaman kebersihan sebagian dari iman dapat kita munculkan dalam mengadvosi masyarakat
agar tumbuh rasa dosa apabila buang air besar sembarangan atau buang sampah di sungai.
Budaya BABS di Sungai yang Turun Temurun (Foto Ria dan Astuti)
Dalam artikel ini Penulis mengajak pembaca untuk dapat memahami pentingnya air bersih untuk
kehidupan manusia, baik air bersih untuk dapat di konsumsi atau air bersih untuk kebutuhan
sehari hari . Air adalah sumber kehidupan, motto ini sering sekali didengar, dapat dibayangkan
apabila manusia hidup tanpa air, niscaya manusia tidak akan mampu bertahan hidup, maka dari
itu Penulis ingin Pembaca dapat membantu untuk bisa menyelamatkan air bersih di lingkungan
kita dari tingkatan terkecil keluarga kita sampai pada tingkatan yang lebih luas yaitu bangsa kita
Indonesia. Jangan sampai karena kesalahan kita saat ini anak cucu kita harus menanggung
akibatnya, menerima Lingkungan yang sudah tercemar bahkan sehingga alam dan lingkungan
sekitar kita tidak lagi menjadi sahabat manusia.