Anda di halaman 1dari 6

PEMERINTAH KABUPATEN PASAMAN

UPT DINAS KESEHATAN


PUSKESMAS LADANG PANJANG
Jl. Lintas Padang Sawah – Kumpulan Km.4 Kode Pos 26353

KERANGKA ACUAN KEGIATAN


PEMICUAN STBM

I. Pendahuluan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah
pendekatan untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat
dengan metode pemicuan.Sanitasi Total adalah kondisi ketika suatu komunitas :
1. Tidak Buang Air Besar (BAB) sembarangan
2. Mencuci tangan pakai sabun
3. Mengelola air minum dan makanan yang aman
4. Mengelola sampah dengan benar
5. Mengelola Limbah Cair rumah tangga dengan aman

II. Latar Belakang


Kondisi sanitasi yang buruk dan ketersedian air minum yang tidak memenuhi syarat
kesehatan akan berkontribusi terhadap berbagai kasus penyakit berbasis lingkungan,seperi
diare,kecacingan.hal ini terlihat dari angka kejadian penyakit diare pada tahun 2006 sebesar
423 per 1.000 penduduk pada semua umur,pada tahun yang sama terjadi wabah /KLB diare
di 16 provensi dengan case fatality rate sebesar 2,52.Salah satu cara untuk meningkatkan
akses masyarat terhadap layanan sanitasi serta upaya mengendalikan penyakit diare,
penyakit kecacingan dan penyakit berbasis lingkungan lainya adalah kegiatan terpadu
melalui pendekatan sanitasi total berbasis masyarakat,dan hal perlu dilakukan meningkatkan
berbagai upaya peningkatan cakupan jamban melalui berbagai proyek dan pendekatan top-
down yang selama ini dilakukan tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) merupakan suatu pendekatan yang
dianut dalam program Pamsimas, dalam rangka meningkatkan PHBS, khususnya untuk
meningkatkan cakupan jamban keluarga, sehingga terwujud target yang ingin dicapai dalam
Pamsimas, yaitu persentase penduduk yang akses terhadap jamban keluarga, serta kondisi
cuci tangan pakai sabun (CTPS) dimasyarakat secara keseluruhan.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), merupakan suatu hal yang sangat penting
dan menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan kesehatan masyarakat , khususnya
masyarakat di pedesan. Hal tersebut disebabkan karena sarana untuk PHBS dimasyarakat
masih sangat terbatas, disamping kesadaran mereka akan hidup sehat yang masih kurang dan
perlu ditingkatkan.untuk mencapai sasaran tersebut perlu dirumuskan STATEGY yang
tepat,yang dapat merupakan ujung tombak terdepan dalam pelaksanaan STBM.

III. Tujuan
1. Tujuan umum:
Tidak berperilaku membuang air besar sembarang ,serta perilaku lain sesuai dengan
kaidah kesehatan lingkungan.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui perilaku hidup bersih dan sehat
b. Untuk mengetahui jumlah KK yang memiliki jamban
c. Untuk mengetahu jumlah rumah yang memiliki SPAL sesuai standar kesehatan.
d. Untuk mengetahui jumlah rumah yang memiliki jamban dan tidak memiliki jamban.

IV. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan


1. Kegiatan Pokok:
a. Bina suasana
Perkenalkan diri dari seorang fasilitator adalah merupakan upaya pembukan
pintu masuk untuk berkomunikasi dengan masyarakat . fase perkenalan merupakan
fase sensitif ,karena pada fase ini masyarakat sudah tertarik, sudah percaya akan
kedatangan seorang fasilitator, maka mereka akan terhipnotis untuk selalu berperan
aktif dalam setiap tahap proses pemicuan .untuk menghidupkan suasana awal,maaka
perlu dikembangkan adanya proses ‘’ice breaking’’ lebih dalam,yaitu melalui
permainan (geme) atau bentuk –bentuk roll playing lainya.
b. Pemetaan perilaku PHBS
1) Pemicuan melaui analisis partisipasi dimulai dengan menggambarkan peta
wilayah RT/RW didukung masyarakat sendiri.kemudian peserta di minta
menggambar sungai,mesjid, sekolah,dll yang merupakan sarana umum tersebut.
2) Selanjutnya peseta diminta menggambarkan peta lokasi rumah masing-masing,
sekaligus tanyakan kepada mereka kemana saat ini mereka buang air besar.beri
kode simbol atau gambar rumah dengan warna kuning yang BAB sembarang ,
dan warna hijau untuuk rumah yang BAB di jamban.
c. Transek walk
Pemicuan nyata lapangan dilakukan dengan cara menelusuri wilayah dalam
suatu RT/RW untuk mengetahui lokasi-lokasi dimana warga setempat buang air
besar sembarang. semua peserta yang hadir dalam proses pemicuan diajak untuk
jalan bersama melihat kondisi tersebut.bila peserta transek melewati suatu lokasi
BABS kepada mereka dilarang untuk menutup hidung,sehingga peserta merasakan
betapa bau yang timbul akibat tinja berada diruangan terbuka sembarangan.
ingat,dilarang menutup hidung saat transek walk dan tetap berhenti ditempat sekejap
untuk diskusi. ajak peserta mendiskusikan keadan tersebut, baik dari aspek
keindahan dan kebersihan liingkungan,dari aspek penyebaran penyakit, dari aspek
keselamatan,dll.tanyakan pada warga yang BABS, bagaimana perasaan sekarang
setelah orang lain menderita akibat bau menyengat. Pemicuan dengan melalui
transect walk ini menyentuh ego seseorang, dengan timbulnya rasa jijik seseorang
apalagi melihat tinja yang berserakan ditanah terbuka.
d. Pemicuan melalui analisa kuantitatif tinja
1) Untuk lebih memberi gambaran tentang tingkat ‘besaran’ tinja yang tersebar luas
secara sembarang ,masyarakat diminta untuk menghitung sendiri berapa
kg/kwt/ton jumlah tinja yang berhamburan. Tanyakan kepada mereka berapa
jumlah anggota keluarga ,kemudian kalikan dengan jumlah tinja yang dibuang
manuasia per orang per hari (yaitu sekitar 400/gram/orang/hari) maka dapat
dihitung berapa besar tinja yang bertaburan suatu wilayah, dalam kurun waktu
sehari, seminggu, sebulan, setahun dan seterusnya.
2) Teruskan pertanyaan, kemana selama ini tinja tersebut pergi???
3) Tinja dikebun dimakan ayam, dan dimakan ayam.
4) Tinja dilahan kosong, mengering, menjadi debu, dihirup manuasia.
5) Tinja diselokan/empang, dimakan ikan dan akhirnya dimakan masuk ke manusia.
6) Tinja masuk ke sungai mencemari air dan akhirnya masuk ke manuasia juga.
e. Pemicuan melalui sentuhan aspek
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang erat kaitanya dengan air
dan sanitasi.untuk itu masyarakat diajak melihat bagai mana tinja kotoran manusia
dapat dimakan masuk ke mulut manusia itu sendiri dan bahkan masyarakat untuk
membuat alur kontaminasi ORAL FECAL ,kemudian kembangkan pertanyaan yang
bersifat memicu perasaan takut atau rasa lainnya, seperti;
1) Apakah ada anggota keluarga yang pernah sakit diare atau sakit lainya yang
berkaitan kesehatan lingkungan.
2) Apakah yang sakit punya jamban atau tidak.
3) Penderita dari warga miskin atau kaya
4) Bagai mana perasaan ibu/bapak ketika melihat anaknya sakit di RS.
5) Adakah anak atau anggota keluarga yang mati akibat penyakit.
6) Bagaimana perasaan mereka saat tahu anak atau anggota keluarga mati.
7) Bagamana kondisi keuagan saat itu?
2. Rincian kegiatan:

V. Cara Melaksanakan Kegiatan


1. Penciptaan lingkungan yang kondusif dimaksudkan agar setiap stake holder atau
pemangku kepentingan yang terkait,baik ditingkat kabupaten,kecamatan dan khususnya
ditingkat desa memberi support yang optimal dalam kegiatan STBM di level masyarakat
, sehingga terwujud lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk itu seorang
fasilitator harus secara proaktif melalukan koordinasi, advokasi, sosialisasi baik pada
instansi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat dan
swasta yang ada diwilayah kerjanya.
2. Gerakan masyarakat, kapanpun dan dimanapun, akan meninbulkan atau menciptakan
suatu timbulan energy yang besaranya tak terhingga. Untuk itu dalam program
pamsimas, khusus pemberdayaan untuk perubahan perilaku dan peningkatan layanan
akses sarana sanitasi /jamban gerakan masyarakat perlu diungkit dan dirangsang untuk
timbul. Kegiatan seperti kerja bakti ,gotong royong dan saling membantu dalam
pembuatan jamban keluarga misalnya akan lebih efektif demi tercapainya ODF pada
suatu komunitas . gerakan masyarakat pada hakekatnya adalah gerakan untuk ‘’mau
saling memberi’’dari setiap individu dalam masyarakat entah itu dalam bentuk materi
atu tenanga.
3. Pemicuan terfokus adalah kegiatan sifatnya diharapkan akan menimbulkan effek yang
besar dan berakumulatif. untuk itu pemicuan harus terfokus dan didasari oleh sesuatu
yang memang akan mampu untuk menjadi besar dan meluas,dengan demikian
diutamakan bahwa dalam pemicuan dipilih daerah yang ada potensinya untuk
berkembang. Karena akhirnya daerah tersebut akan dijadikan ‘’acuan’’bagai daerah lain
untuk mengaplikasi.pada suatu wilayah yang besarannya tidak terlalu luas (misalnya
suatu wilayah dusun atau RW)sehingga relative mudah discover dan dimonitor.daerah
tersebut jelas masalahnya dan dianalisis kemungkinan dan sumber dayanya. pemicuan
tidak harus dilakukan pada seluruh dusun atau rw dalam suatu wilayah desa. pemicuan
yang difokuskan dalam satu atau dua dusun/RW ,dan berhasil,kelak akan menjadi bahan
replikasi dan dijadikan acuan, contoh bagi dusun/RW dalam desa yang
bersangkutan ,dan bahkan desa lainnya.
4. Fasilitator merupakan ujung tombak dilapangan, yang berhadapan langsung dengan
masyarakat yang sangat variatif tingkat sosialnya,dari yang tinggi sampai yang rendah
sekalipun. disini seorang fasilitator diharapkan sebagai ‘’change agent’’ dari yang
tadinya hal-hal yang tidak mungkin menjadi segalanya bisa mungkin. Disamping itu
fasilitator juga kadang-kadang ‘’power full dan auntouchable’’ agar mampu
berkoordinasi dan berkomunikasi tersebut dengan kepercayaan diri yang optimal,maka
kepada fasilitator perlu dibekali berbagai ilmu dan keterampilan baik yang bersifat
materi subtansi teknis,maupun yang bersifat non-teknis,seperti pengembangan diri.
5. Reward system adalah suatu bentuk penghargaan kepada pihak lainya, baik itu dalam
bentuk materi maupun non-materi,dan hal ini sangat perlu diterapkan dalam proses
pemicuan STBM.memberi applaus tepuk tangan kepada orang yang baru selesai
memberikan pendapat adalah suatu bentuk reward. Memberi tepuk tangan kepada orang
yang menyatakan sikap telah siap akan bentuk membagun jamban dalam suatu kurun
waktu tertentu adalah suatu bentuk reward. Kehadiran seorang dokter puskesmas,
seorang camat atau ibu camat ,apa bila seorang kepala puskesmas atau bahkan bupati ke
suatu desa adalah sebentuk reward bagi desa tersebut yang tinggi nilainya.
6. Pemicuan merupakan suatu upaya untuk menimbulkan suatu ‘’energi lebih’’ dalam diri
sesorang atau kelompok ,sehingga terjadi suatu mata rantai gerakan yang exponensial
(menggelora, menggelegar bagai ombak samudra). Pemicuan kepada masyarakat untuk
stop buang air besar sembarangan (STOP BABS) pada prinsipnya dapat dikelompokkan
dalam 3 tahap, yaitu tahap pra pemicuan, tahap pelaksanaan pemicuan dan tahap pasca
pemicuan. Pentahapan tersebut tidak berarti ada pembagian atau pembatasan waktu
yang rigid, tetap merupakan suatu proses yang mengalir dengan teratur dan
berkesinambungan,sebagai suatu kesatuan proses yang mengalir dengan teratur dan
berkesinambungan, sebagai kesatuan proses yang utuh dan dinamis.
7. Sebelum melaksanakan pemicuan, fasilitator harus sudah melakukan kontak dengan lain
yang terkait, terutama puskesmas setempat, agar unik tersebut dapat berdampingan
dengan fasilitator dalam pelaksanaan pemicuan. Untuk itu seorang fasilitator harus sudah
memberi informasi kepada puskesmas kapan dan dimana proses pemicuan akan
dilakukan. Selain unsur dari puskesmas unit lain yang seyogyanya ikut bergabung dalam
masyarakat setempat (missal took agama,pemuda,dll). Dengan bergabungnya petugas
puskesmas diharapkan proses pemicuan akan lebih terarah dan tepat sasaran, karena
petugas puskesmas akan mampuh memberikan bantuan informasi/penyuluhan tentang
maslah-maslah kesehatan yang dihadapi masyarkat khususnya terkait penyakit berbasis
air dan sanitasi.adanya petugas puskesmas juga diharapkan untuk pendampingan saat
pasca pemicuan dapat berjalan dengan lebih baik. Dengan diajaknya petugas puskesmas
dari awal, maka mereka akan lebih mempunyai rasa untuk mensuskseskan pemicuan
STOP BABS dalam mewujudkan lingkungan yang sehat tersebut lebih komit.
8. Peran masyarakat sekolah dapat jadikan objek vital sekaligus subjek dalam penerapan
STBM dalam lingkup sekolah, rantai pemicuan akan berlangsung secara berjenjang dan
berkesinambungan, yaitu dari guru ke murid dan kemudian murid dapat berperan ganda
dalam proses pemicuan lanjutan, sebagai suatu group pressure.effek pemicuan dapat
diharapkan lebih dahsyat, meningat anak anak usia sekolah pada umumnya lebih
antusias dalam mengadopsi ide-ide baru.guru dapat melakukan absensi jamban dan
CTPS setiap minggu atau setiap bulan, dengan cara menanyakan kemana pagi ini BAB.
Tanyakan secara terus menerus terkait kebiasan PHBS, sehingga hal itu akan memicu
murid untuk melakukan hal-hal yang benar sesuai dengan kaidah kesehatan.

VI. Sasaran
1. Masyarakat
2. Anak sekolah

VII. Jadwal pelaksanaan kegiatan


Jadwal disesuaikan dengan kondisi masyarakat

VIII. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan


Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dilaksanakan setiap 3 bulan sekali
IX. Pencatatan, Pelaporan dan evaluasi kegiatan
Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan oleh penanggung jawab program dan dilaporkan
kepada kepala puskesmas.

Ladang Panjang 2016

Mengetahui
KepalaPuskesmasLadang Panjang

dr. Rahadian Suryanta


NIP.19830615 201008 1 001

Anda mungkin juga menyukai