Anda di halaman 1dari 7

PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN

DINAS KESEHATAN
UPT.PUSKESMAS LENGKONG WETAN
Jalan Perum GSB RT. 003 RW. 009 Kelurahan Lengkong Wetan Kecamatan Serpong –
Kota Tangerang Selatan Telp. 021 – 22212020 Email : pkmlengkongwetan@gmail.com

KERANGKA ACUAN KEGIATAN


PEMICUAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

I. PENDAHULUAN
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat dijelaskan bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Upaya kesehatan esensial yang harus diselenggarakaan di Puskesmas,
meliputi, pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan
kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana, pelayanan gizi, pelayanan pencegahan dan
pengendalian penyakit tidak menular. Selain dari pada itu, puskesmas juga
melaksanakan upaya kesehatan masyarakat pengembangan yaitu upaya kesehatan
masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan atau bersifat
ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah
kesehatan.

II. LATAR BELAKANG


Kondisi sanitasi yang buruk dan ketersedian air minum yang tidak memenuhi
syarat kesehatan akan berkontribusi terhadap berbagai kasus penyakit berbasis
lingkungan, seperti diare, kecacingan. Hal ini terlihat dari angka kejadian penyakit diare
pada tahun 2006 sebesar 423 per 1.000 penduduk pada semua umur, pada tahun yang
sama terjadi wabah /KLB diare di 16 provensi dengan case fatality rate sebesar 2,52.
Salah satu cara untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan sanitasi
serta upaya mengendalikan penyakit diare, penyakit kecacingan dan penyakit berbasis
lingkungan lainya adalah kegiatan terpadu melalui pendekatan sanitasi total berbasis
masyarakat, dan hal perlu dilakukan meningkatkan berbagai upaya peningkatan cakupan
jamban melalui berbagai proyek dan pendekatan top-down yang selama ini dilakukan
tidak memberikan hasil yang memuaskan.

Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) merupakan suatu pendekatan


yang dianut dalam program Pamsimas, dalam rangka meningkatkan PHBS,
khususnya untuk meningkatkan cakupan jamban keluarga, sehingga terwujud
target yang ingin dicapai dalam Pamsimas, yaitu persentase penduduk yang akses
terhadap jamban keluarga, serta kondisi cuci tangan pakai sabun (CTPS)
dimasyarakat secara keseluruhan. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), merupakan
suatu hal yang sangat penting dan menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat di pedesan. Hal tersebut disebabkan

1
karena sarana untuk PHBS dimasyarakat masih sangat terbatas, disamping kesadaran
mereka akan hidup sehat yang masih kurang dan perlu ditingkatkan untuk mencapai
sasaran tersebut perlu dirumuskan STATEGY yang tepat, yang dapat merupakan ujung
tombak terdepan dalam pelaksanaan STBM.

III. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Tidak berperilaku membuang air besar sembarang, serta perilaku lain sesuai
dengan kaidah kesehatan lingkungan
B. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui perilaku hidup bersih dan sehat
2. Untuk mengetahui jumlah KK yang memiliki jamban
3. Untuk mengetahu jumlah rumah yang memiliki SPAL sesuai standar
kesehatan.
4. Untuk mengetahui jumlah rumah yang memiliki jamban dan tidak memiliki
jamban

 Mendapatkan data dasar tentang 12 indikator keluarga sehat


Mendapatkan data dasar tentang 12 indikator Keluarga Sehat.

IV. KEGIATAN POKOK


1. Bina Suasana
Perkenalkan diri dari seorang fasilitator adalah merupakan upaya pembukan
pintu masuk untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Fase perkenalan
merupakan fase sensitif, karena pada fase ini masyarakat sudah tertarik,
sudah percaya akan kedatangan seorang fasilitator maka mereka akan
terhipnotis untuk selalu berperan aktif dalam setiap tahap proses
pemicuan. Untuk menghidupkan suasana awal, maka perlu dikembangkan
adanya proses ‘’ice breaking’’ lebih dalam, yaitu melalui permainan (geme)
atau bentuk –bentuk roll playing lainya.

2. Pemetaan perilaku PHBS


a. Pemicuan melalui analisis partisipasi dimulai dengan menggambarkan
peta wilayah RT/RW didukung masyarakat sendiri, kemudian peserta di
minta menggambar sungai, mesjid, sekolah, dll yang merupakan sarana
umum tersebut.
b. Selanjutnya peseta diminta menggambarkan peta lokasi rumah masing-
masing, sekaligus tanyakan kepada mereka kemana saat ini mereka buang
air besar, beri kode simbol atau gambar rumah dengan warna kuning yang
BAB sembarang, dan warna hijau untuuk rumah yang BAB di jamban.

2
3. Transek walk
Pemicuan nyata lapangan dilakukan dengan cara menelusuri wilayah
dalam suatu RT/RW untuk mengetahui lokasi-lokasi dimana
warga setempat buang air besar sembarang. Semua peserta yang hadir
dalam proses pemicuan diajak untuk jalan bersama melihat kondisi
tersebut. Bila peserta transek melewati suatu lokasi BABS kepada
mereka dilarang untuk menutup hidung, sehingga peserta merasakan
betapa bau yang timbul akibat tinja berada diruangan terbuka sembarangan.
Ingat, dilarang menutup hidung saat transek walk dan tetap berhenti ditempat
sekejap untuk diskusi, ajak peserta mendiskusikan keadan tersebut, baik
dari aspek keindahan dan kebersihan lingkungan, dari aspek penyebaran
penyakit, dari aspek keselamatan, dll. Tanyakan pada warga yang BABS,
bagaimana perasaan sekarang setelah orang lain menderita akibat
bau menyengat. Pemicuan dengan melalui transect walk ini menyentuh
ego seseorang, dengan timbulnya rasa jijik seseorang apalagi melihat
tinja yang berserakan ditanah terbuka.

4. Pemicuan melalui analisa kuantitatif tinja


a. Untuk lebih memberi gambaran tentang tingkat ‘besaran’ tinja yang
tersebar luas secara sembarang, masyarakat diminta untuk menghitung
sendiri berapa kg/kwt/ton jumlah tinja yang berhamburan. Tanyakan
kepada mereka berapa jumlah anggota keluarga, kemudian kalikan
dengan jumlah tinja yang dibuang manuasia per orang per hari
(yaitu sekitar 400/gram/orang/hari) maka dapat dihitung berapa besar
tinja yang bertaburan suatu wilayah, dalam kurun waktu sehari,
seminggu, sebulan, setahun dan seterusnya.
b. Teruskan pertanyaan, kemana selama ini tinja tersebut pergi???
c. Tinja dikebun dimakan ayam, dan dimakan ayam
d. Tinja dilahan kosong, mengering, menjadi debu, dihirup manusia
e. Tinja diselokan/empang, dimakan ikan dan akhirnya dimakan masuk
ke manusia
f. Tinja masuk ke sungai mencemari air dan akhirnya masuk ke
manuasia juga.

5. Pemicuan melalui sentuhan aspek


Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang erat kaitanya dengan air
dan sanitasi, untuk itu masyarakat diajak melihat bagai mana tinja kotoran
manusia dapat dimakan masuk ke mulut manusia itu sendiri dan
bahkan masyarakat untuk membuat alur kontaminasi ORAL FECAL,
kemudian kembangkan pertanyaan yang bersifat memicu perasaan
takut atau rasa lainnya, seperti:
a. Apakah ada anggota keluarga yang pernah sakit diare atau sakit
lainya yang berkaitan kesehatan lingkungan.

3
b. Apakah yang sakit punya jamban atau tidak.
c. Penderita dari warga miskin atau kaya
d. Bagai mana perasaan ibu/bapak ketika melihat anaknya sakit di RS.
e. Adakah anak atau anggota keluarga yang mati akibat penyakit.
f. Bagaimana perasaan mereka saat tahu anak atau anggota keluarga
mati
g. Bagaimana kondisi keuagan saat itu?

V. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Penciptaan lingkungan yang kondusif dimaksudkan agar setiap stake holder
atau pemangku kepentingan yang terkait, baik ditingkat kabupaten,
kecamatan dan khususnya ditingkat desa memberi support yang
optimal dalam kegiatan STBM di level masyarakat, sehingga terwujud
lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk itu seorang
fasilitator harus secara proaktif melalukan koordinasi, advokasi, sosialisasi
baik pada instansi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, lembaga
swadaya masyarakat dan swasta yang ada diwilayah kerjanya.

2. Gerakan masyarakat, kapanpun dan dimanapun, akan menimbulkan


atau menciptakan suatu timbulan energy yang besaranya tak terhingga.
Untuk itu dalam program pamsimas, khusus pemberdayaan untuk
perubahan perilaku dan peningkatan layanan akses sarana sanitasi
/jamban gerakan masyarakat perlu diungkit dan dirangsang untuk
timbul. Kegiatan seperti kerja bakti, gotong royong dan saling
membantu dalam pembuatan jamban keluarga misalnya akan lebih efektif
demi tercapainya ODF pada suatu komunitas. Gerakan masyarakat pada
hakekatnya adalah gerakan untuk ‘’mau saling memberi’’ dari setiap
individu dalam masyarakat entah itu dalam bentuk materi atau tenanga.

3. Pemicuan terfokus adalah kegiatan sifatnya diharapkan akan menimbulkan


efek yang besar dan berakumulatif. Untuk itu pemicuan harus terfokus
dan didasari oleh sesuatu yang memang akan mampu untuk menjadi
besar dan meluas,dengan demikian diutamakan bahwa dalam pemicuan
dipilih daerah yang ada potensinya untuk berkembang. Karena
akhirnya daerah tersebut akan dijadikan ‘’acuan’’bagai daerah lain
untuk mengaplikasi.pada suatu wilayah yang besarannya tidak terlalu luas
(misalnya suatu wilayah dusun atau RW) sehingga relative mudah
discover dan dimonitor. daerah tersebut jelas masalahnya dan
dianalisis kemungkinan dan sumber dayanya. Pemicuan tidak harus dilakukan
pada seluruh dusun atau rw dalam suatu wilayah desa. pemicuan yang
difokuskan dalam satu atau dua dusun/RW, dan berhasil, kelak akan
menjadi bahan replikasi dan dijadikan acuan, contoh bagi dusun/RW
dalam desa yang bersangkutan, dan bahkan desa lainnya.

4
4. Fasilitator merupakan ujung tombak dilapangan, yang berhadapan
langsung dengan masyarakat yang sangat variatif tingkat sosialnya, dari
yang tinggi sampai yang rendah sekalipun. disini seorang fasilitator
diharapkan sebagai ‘’change agent’’ dari yang tadinya hal-hal yang tidak
mungkin menjadi segalanya bisa mungkin. Disamping itu fasilitator juga
kadang-kadang ‘’power full dan auntouchable’’ agar mampu berkoordinasi
dan berkomunikasi tersebut dengan kepercayaan diri yang optimal, maka
kepada fasilitator perlu dibekali berbagai ilmu dan keterampilan baik yang
bersifat materi subtansi teknis, maupun yang bersifat non-teknis, seperti
pengembangan diri.

5. Reward system adalah suatu bentuk penghargaan kepada pihak


lainya, baik itu dalam bentuk materi maupun non-materi, dan hal ini sangat
perlu diterapkan dalam proses pemicuan STBM. Memberi applaus tepuk
tangan kepada orang yang baru selesai memberikan pendapat adalah
suatu bentuk reward. Memberi tepuk tangan kepada orang yang menyatakan
sikap telah siap akan bentuk membagun jamban dalam suatu kurun
waktu tertentu adalah suatu bentuk reward. Kehadiran seorang dokter
puskesmas, seorang camat atau ibu camat, apa bila seorang kepala
puskesmas atau bahkan bupati ke suatu desa adalah sebentuk reward bagi
desa tersebut yang tinggi nilainya.

6. Pemicuan merupakan suatu upaya untuk menimbulkan suatu ‘’energi lebih’’


dalam diri sesorang atau kelompok, sehingga terjadi suatu mata rantai
gerakan yang exponensial (menggelora, menggelegar bagai ombak
samudra). Pemicuan kepada masyarakat untuk stop buang air besar
sembarangan (STOP BABS) pada prinsipnya dapat dikelompokkan
dalam 3 tahap, yaitu tahap pra pemicuan, tahap pelaksanaan pemicuan
dan tahap pasca pemicuan. Pentahapan tersebut tidak berarti ada
pembagian atau pembatasan waktu yang rigid, tetap merupakan suatu
proses yang mengalir dengan teratur dan berkesinambungan, sebagai
suatu kesatuan proses yang mengalir dengan teratur dan
berkesinambungan, sebagai kesatuan proses yang utuh dan dinamis.

7. Sebelum melaksanakan pemicuan, fasilitator harus sudah melakukan


kontak dengan lain yang terkait, terutama puskesmas setempat, agar
unik tersebut dapat berdampingan dengan fasilitator dalam
pelaksanaan pemicuan. Untuk itu seorang fasilitator harus sudah
memberi informasi kepada puskesmas kapan dan dimana proses
pemicuan akan dilakukan. Selain unsur dari puskesmas unit lain yang
seyogyanya ikut bergabung dalam masyarakat setempat (missal took
agama, pemuda, dll). Dengan bergabungnya petugas puskesmas

5
diharapkan proses pemicuan akan lebih terarah dan tepat sasaran,
karena petugas puskesmas akan mampuh memberikan bantuan
informasi/penyuluhan tentang maslah-maslah kesehatan yang dihadapi
masyarakat khususnya terkait penyakit berbasis air dan sanitasi.
Adanya petugas puskesmas juga diharapkan untuk pendampingan saat
pasca pemicuan dapat berjalan dengan lebih baik. Dengan diajaknya
petugas puskesmas dari awal, maka mereka akan lebih mempunyai rasa
untuk mensuskseskan pemicuan STOP BABS dalam mewujudkan
lingkungan yang sehat tersebut lebih komit.

8. Peran masyarakat sekolah dapat jadikan objek vital sekaligus subjek


dalam penerapan STBM dalam lingkup sekolah, rantai pemicuan akan
berlangsung secara berjenjang dan berkesinambungan, yaitu dari guru
ke murid dan kemudian murid dapat berperan ganda dalam proses
pemicuan lanjutan, sebagai suatu group pressure. Efek pemicuan
dapat diharapkan lebih dahsyat, meningat anak anak usia sekolah pada
umumnya lebih antusias dalam mengadopsi ide-ide baru. Guru dapat
melakukan absensi jamban dan CTPS setiap minggu atau setiap
bulan, dengan cara menanyakan kemana pagi ini BAB. Tanyakan
secara terus menerus terkait kebiasan PHBS, sehingga hal itu akan memicu
murid untuk melakukan hal-hal yang benar sesuai dengan kaidah
kesehatan.

VI. SASARAN
1. Masyarakat
2. Anak Sekolah

VII. TEMPAT PELAKSANAAN KEGIATAN


1. Pemicuan dilakukan dimasyarakat
2. CTPS dilakukan di sekolah

VIII. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN


Setahun sekali di Triwulan 3

TIME TABLE
KEGIATAN
1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 12
Pemicuan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) V

IX. EVALUASI PELAKSANAAN DAN PELAPORAN


Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dilaksanakan setiap setahun sekali.

X. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN

6
Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan oleh penanggung jawab program dan
dilaporkan kepada kepala puskesmas.

Pemegang Program Kesehatan Lingkungan Ketua Pokja UKM

(Endah Purnamasari., Amd. KL) (dr. Zista Pratiwi)


NIP. 19940428 202203 2 009

Kepala UPT. Puskesmas Lengkong Wetan

(Hj. Muzdalifah, S.ST. MA)


NIP. 19631231 199403 2 022

Anda mungkin juga menyukai