Anda di halaman 1dari 24

UJIAN AKHIR SEMESTER

SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (IL-4105)

ANALISIS METODE PELAKSANAAN SANITASI TOTAL


BERBASIS MASYARAKAT (STBM) PEMICUAN DI
KECAMATAN ROUTA, KABUPATEN KONAWE, PROVINSI
SULAWESI TENGGARA

Nama : Fauziyyah Khoirunnisa FR


NIM : 15716024

PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penanganan permasalahan air bersih dan sanitasi masih menjadi salah satu
prioritas dunia. Menurut data WHO, per tahun 2017 sebanyak 2 milyar orang masih
belum memiliki akses sanitasi dasar yang layak. Bahkan 673 juta orang tidak memiliki
akses sanitasi sama sekali yang berujung pada praktik buang air besar sembarangan
(BABS). Praktik BABS ditambah tidak diolahnya air limbah ini memiliki resiko
pencemaran terhadap pencemaran air sehingga memicu penyebaran penyakit seperti
diare dan kolera.

Di Indonesia, hampir 25 juta orang tidak menggunakan toilet (BABS).diare


merupakan penyebab kematian nomor 1 di Indonesia. Faktanya, seperempat dari semua
balita di Indonesia menderita diare. Sekitar 162000 bayi meninggal setiap tahunnya
atau 460 bayi per hari.

Permasalahan ini pun menjadi salah satu aksi yang tercantum dalam
Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(TPB). SDGs adalah suatu rencana aksi global yang telah disepakati oleh para
pemimpin dunia. Aksi diharapkan dapat mengakhiri kemiskinan, mengurangi
kesenjangan dan melindungi lingkungan. Target dari pelaksanaan aksi ini adalah 17
dari 169 tujuan pada tahun 2030. Penanganan permasalahan air bersih dan sanitasi ini
tercantum dalam tujuan aksi 6

Untuk mendukung tercapainya tujuan SDGs tersebut, sesuai amanat RPJMN


2015-2019 Bidang Perumahan dan Permukiman, Indonesia memiliki program 100-0-
100. Program ini memiliki target tercapainya 100% pelayanan air minum bagi seluruh
penduduk Indonesia, tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi
0%, dan meningkatannya akses penduduk terhadap sanitasi layak menjadi 100% pada
tingkat kebutuhan dasar. Target-target ini diharapkan dapat dicapai pada tahun 2019.
Namun, berdasarkan data BPS menunjukan di tahun 2019, terdapat 77,39%
populasi penduduk yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak dan
berkelanjutan. Jika meninjau hasil sensu tersebut, masih terdapat 22,61% populasi
yang belum mendapat akses sanitasi layak.

Salah satu daerah yang masih belum memiliki akses sanitasi layak adalah
Kecamatan Routa di Kabupaten Konawe, Sulawesi Selatan. Di Kecamatan ini, masih
terdapat praktik BABS oleh masyarakatnya karena tidak adanya akses sanitasi berupa
toilet dan fasilitas pengolahan air limbahnya. Hal ini tentu beresiko mengganggu
kesehatan masyarakat khususnya di Kecamatan tersebut.

Salah satu solusi yang dilakukan adalah melakukan STBM Pemicuan di


Kecamatan Routa. Dengan dilakukannya STBM pemicuan, diharapkan masyarakat
Kecamatan Routa teredukasi dan menyadari bahayanya BABS bagi kesehatan mereka.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk mengatahui dan mengevaluasi
penanganan permasalahan sanitasi di Kecamatan Routa

1.2.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui permasalahan sanitasi di Kecamatan Routa


2. Mengetahui penanganan permasalahan sanitasi di Kecamatan Routa
3. Mengevaluasi penanganan permasalahan sanitasi di Kecamatan Routa
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut KBBI, sanitasi adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu
keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat. Menurut
Perpres no. 185 tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi,
sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang
memenuhi persyaratan kesehatan melalui pembangunan sanitasi/ Menurut WHO,
sanitasi adalah suatu pengendalian seluruh faktor lingkungan fisik manusia yang dapat
atau bisa menimbulkan akibat buruk terhadap kehidupan manusia baik fisik atau juga
mental.

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah sebuah pendekatan untuk


memperbaiki kesehatan lingkungan masyarakat yang meliputi lima inkicator kesehatan
lingkungan (pilar) (MCA-Indonesia, 2015):

1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)


2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT)
4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT)
5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT)

STBM dilaksanakan dengan memberdayakan masyarakat melalui pemicuan.


Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku hygiene dan sanitasi
individua tau masyarakat atas kesadarab sendiri dengan menyentuh perasaan, pola
piker, perilaku, dan kebiasaan individu masyarakat. Dalam STBM, pemicuan
dilakukan oleh fasilitator yang terampil dengan cara memancing emosi masyarakat
terhadap kebiasaan BABS. Hal ini akan berdampak pada tumbuhnya kebutuhan
penyelesaian masalah sanitasi dan mobilisasi gerakan masyarakat. (MCA-Indonesia,
2015)
STBM mempunyai 3 komponen yaitu enabling enviontment atau peningkatan
lingkungan yang kondusif, demand creation atau peningkatan kebutuhan sanitasi dan
supply improvement atau peningkatan penyediaan suplai sanitasi. Ketiga komponen ini
digambarkan sebagai berikut. (MCA-Indonesia, 2015)

Gambar 2. 1. Komponen STBM


(MCA-Indonesia, 2015)
Pelaku pemicuan adalah kader terlatih STBM dengan didukung oleh bidan
desa, petugas/ kader posyandu, dan dipimpin oleh Tim Pemicu Puskesmas. Tim pemicu
ini terdiri dari 5 orang yang memiliki peran sebagai berikut (Kesehatan & MCA-
Indonesia, 2016):

- Lead facilitator (Ketua)


- Co-facilitator (wakil ketua)
- Content recorder (pencatat)
- Process facilitator (pengatur proses)
- Environtment setter (pengendali suasana)

Peningkatan kesadaran, advokasi atau “road show” dihadiri oleh lintas sectoral,
kepala desa dan tokoh masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan dukungan
dan komitmen dari sektor dan dari pemerintah desa dalam pelaksanaan pemicuan
STBM. Kesadaran yang muncul ini diharapkan dapat menghasilkan suatu kesepakatan
dari desa untuk melakukan pemicuan. (MCA-Indonesia, 2015)

Pelaksanaan pemicuan dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

1. Memulai pemicuan dilakukan terhadap 1 dusun oleh kader dan tim pemicu
desa yang didukung oleh tim pemicu puskesmas. Undang juga kepala desa,
pemimpin informal dan kepala dusun setempat (MCA-Indonesia, 2015)
2. Buat peta sanitasi sederhana dengan masyarakat termasuk wanita, pria,
dan anak muda yang difasilitasi oleh sanitarian/ kader terlatih. Peta yang
dibuat harus berisi informasi tentang batas dusun, rumah dengan tanpa
jamban, jalan, sungai, sumber air untuk minum, mandi dan mencuci,
masalah sanitasi yang ada. Dalam peta ditunjukan/ ditandai tempat yang
biasanya digunakan untuk buang air besar, membuang sampah dan air
limbah (MCA-Indonesia, 2015)
3. Mendiskusikan dan menanyakan isi peta kepada masyarakat tempat/ RT/
lokasi mana yang nomor satu paling kotor, kedua kotor dst. Timbulan rasa
malu dan jijik masyarakat. (MCA-Indonesia, 2015)
4. Melakukan transek berjalan kaki sepanjang desa yang dipimpin oleh
fasilitator/ sanitarian/ tim pemicu desa, hal ini dilakukan sambil mengamati
lingkungan, menanyakan dan mendengarkan, serta menandai lokasi tempat
buang air besar, tempat membuang sampah dan air limbah, juga dilakukan
kunjungan ke rumah-rumah yang sudah memiliki jamban. Mengunjungi
keluaga yang memiliki sumur. Menjadi penting untuk mempelajari apakah
jamban dan sumur gali yang dibangun mempunyai jarak yang cukup,
sehingga sumber air tidak terkontaminas oleh bakteri dari jamban. Sangat
penting untuk berhenti di lokasi masyarakat buang air besar sembarangan,
membuang sampah dan air limbah serta meluangkan waktu untuk diskusi
dengan masyarakat di tempat tersebut (MCA-Indonesia, 2015)
5. Mendiskusikan alur kontaminasi air dari kotoran tinja, dan penting juga
membahas air yang sehat dan membahas bagaimana cara memperoleh air
minum sehat. Lakukan pula simulasi air terkontaminasi untuk
memunculkan rasa jijik dan takut dari masyarakat. (Kesehatan & MCA-
Indonesia, 2016)
6. Menunjuk peserta yang pertama kali menyatakan keinginan untuk tidak
melakukan BABS sebagai pemimpin informal mereka atau “natural leader”
untuk menggalang dan memengaruhi masyarakat lainnya (MCA-Indonesia,
2015)
BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH

Gambar 3. 1 Peta Wilayah Kabupaten Konawe


(Konawe, Kabupaten Konawe Dalam Angka 2020, 2020)

Kabupaten Konawe adalah salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi


Sulawesi Tenggara. Kabupaten Konawe memiliki luas wilayah daratan sebesar
6131,59 km2. Secara geografis berada di bagian selatan Khatulistiwa, melintang dari
Utara ke Selatan antara 02°45’ dan 04°15’ Lintang Selatan dan membujur dari Barat
ke Timur antara 121°15’ dan 123°30’ Bujur Timur. Kabupaten Konawe memiliki
batas-batas wilayah sebagai berikut (Konawe, Kabupaten Konawe Dalam Angka 2020,
2020):

- Sebelah Utara: Provinsi Sulawesi Tengah


- Sebelah Timur: Kota Kendari
- Sebelah Selatan: Kabupaten Konawe Selatan
- Sebelah Barat: Kabupaten Kolaka

Permukaan tanah di Kabupaten Konawe umumnya bergunung dan berbukit


yang diapit dataran rendah. Tanah di Kabupaten Konawe berpotensi untuk
pengembangan sektor pertanian. (Konawe, Kabupaten Konawe Dalam Angka 2020,
2020)

Kabupaten Konawe memimiliki sungai-sungai besar yang cukup berpotensi


untuk pengembangan pertanian, irigasi dan pembangkit tenaga listrik seperti Sungai
Konaweeha dan Sungai Lahumbuti. Sungai Konaweeha mempunyai debut air ±200
m3/detik dan telah dibangun Waduk Wawotobi seluas ±18.000 ha. (Konawe,
Kabupaten Konawe Dalam Angka 2020, 2020)

Pada Bulan November hingga Maret terjadi musim penghujan dengan curah
hujan 1770 mm3. Sekitar Bulan April adalah musim pancaroba karena arus angin dan
curah hujan yang tidak menentu. Pada Bulan Mei hingga Agustus curah hujan
menurun. Sedangkan pada Bulan Agustus hingga Oktober terjadi musim kemarau.
(Konawe, Kabupaten Konawe Dalam Angka 2020, 2020)

Kabupaten Konawe memiliki 27 kecamatan seperti pada tabel 3.1. Kecamatan-


kecamatan di Kabupaten Konawe dapat dicapai dengan menggunakan transportasi
darat maupun laut. Khusus Kecamatan Routa, kesampaian daerah dapat dicapai dengan
melakukan perjalanan lintas kabupaten dan lintas provinsi.
(https://konawekab.go.id/halaman/detail/letak-geografis)
Tabel 3. 1 Daftar Kecamatan Kabuaten Konawe

(Konawe, Kabupaten Konawe Dalam Angka 2020, 2020)

Kecamatan Routa adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten


Konawe. Kecamatan ini memiliki luas wilayah 218,858 ha. Kecamatan Routa secara
astronomis berada antara 2°52’30”-3°17’30” Lintang Selatan dan antara 121°21’15”-
122°5” Bujur Timur. Kecamatan Routa memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut
(Konawe, Kecamatan Routa Dalam Angka 2019, 2019):

- Sebelah Utara: Provinsi Sulawesi Selatan


- Sebelah Selatan: Kabupaten Kolaka
- Sebelah Barat: Provinsi Sulawesi Selatan
- Sebelah Timur: Kecamatan Wiwirano

Gambar 3. 2 Peta Kecamatan Routa


(Konawe, Kecamatan Routa Dalam Angka 2019, 2019)

Secara administrasi, Kecamatan Routa terdiri atas 6 desa dan 1 kelurahan. Di


setiap desa/ kelurahan tersebut terdapat 3 sampai 4 dusun/ RW yang membawahi 3
sampai 4 RT. Tabel 3.2 adalah daftar desa/ kelurahan yang berada di Kecamatan Routa.
(Konawe, Kecamatan Routa Dalam Angka 2019, 2019)
Tabel 3. 2 Daftar Desa/ Kelurahan Kecamatan Royta

(Konawe, Kecamatan Routa Dalam Angka 2019, 2019)

Kecamatan Konawe dihuni oleh 2211 penduduk dengan kepadatan penduduk


14,21%. Tabel 3.3 adalah daftar jumlah dan kepadatan penduduk Kecamatan Routa.

Tabel 3. 3 Daftar Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Routa

(Konawe, Kecamatan Routa Dalam Angka 2019, 2019)

Leding merupakan sumber air utama yang banyak digunakan masyarakat


Kabupaten Konawe. Selain leding, masyarakat Kabupaten Konawe juga
menggunankan sumbur bor/pompa, sumur/ mata air terlindung, sumur/ mata air tidak
terlindung, dan sumber lainnya termasuk air permukaan (danau, sungai, waduk, kolam
irigasi) dan air hujan. Tabel 3.5 adalah daftar sumber air yang digunakan masyarakat
Kabupaten Konawe.

Tabel 3. 4 Data Sumber Air Masyarakat Kabupaten Konawe

(Konawe, 2019, Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Konawe)


Mayoritas masyarakat Kabupaten Konawe sudah memiliki fasilitas tempat
pembuangan akhir tinja berupa tangki septic, IPAL atau SPAL. Namun masih terdapat
masyarakat yang melakukan praktik BABS sebanyak 15,10%. Praktik BABS
dilakukan karena tidak adanya fasilitas jamban/MCK sehingga tidak terdapat pula
tempat pembuangan akhir tinja. Tabel 3.4 menunjukan presentase rumah tangga yang
memiliki tempat pembuangan akhir tinja. (Konawe, 2019, Statistik Kesejahteraan
Rakyat Kabupaten Konawe)
Tabel 3. 5 Presentase Rumah Tangga menurut Karakteristik dan Tempat Pembuangan
Akhir Tinja

(Konawe, 2019, Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Konawe)

Angka kesakitan (morbiditas) menunjukan adanya gangguan/ keluhan


kesehatan yang mengakibatkan tergangunya aktivitas sehari-hari. Pada umumnya,
keluhan kesehatan yang biasa dialami masyarakat adalah panas, batuk, pilek, asma/
napas sesak, diare, sakit kepala berulang, sakit gigi, campak dll. Angka kesakitan ini
juga menunjukan derajat kesehatan yang rendah di suatu wilayah apabila angka
morbiditasnya rendah. (Konawe, Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Konawe,
2018)

Hasil sensus tahun 2018 menunjukan angka kesakita di Kabupaten Konawe


sebesar 20,14%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 18,37%. Di tahun
2018, angka kesakitan penduduk perempuan lebih tinggi dibanding angka kesakitan
penduduk laki-laki. Gambar 2. 3 menunjukan grafik angka kesakitan di Kabupaten
Konawe.

Gambar 3. 3 Angka Kesakitan Kabupaten Konawe


(Konawe, Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Konawe, 2018)
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

STBM pemicuan pilar 1 ini dilaksanakan di Desa Puuwiwirano. Kecamatan


Routa. Kegiatan pemicuan diawali dengan pembukaan dari tim pemicuan berupa
pemaparan tujuan kepada masyarakat Desa Puuwiwirano.

Gambar 4. 1. Pembukaan Kegiatan STBM Pemicuan Pilar 1


(https://www.youtube.com/watch?v=byM7q1q122I )
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan menggambar peta desa berukuran
besar. Peta desa digambar langsung di tanah menggunakan tepung terigu. Media lain
berupa dedaunan dan kertas juga digunakan untuk memberi keterangan tambahan pada
peta masing-masing sebagai kebun dan rumah warga.

Gambar 4. 2. Proses Menggambar Peta Desa


(https://www.youtube.com/watch?v=byM7q1q122I )
Gambar 4. 3. Peta Desa yang Sudah Selesai Digambar
(https://www.youtube.com/watch?v=byM7q1q122I )
Masyarakat desa kemudian diajak berdiskusi terkait kondisi yang terjadi di desa
tersebut akibat praktik BABS yang dilakukan masyarakat. Melalui proses pemedataan
yang dilakukan, masyarakat mulai menyadari bahwa selama ini mereka hidup tidak
sehat akibat lingkungan sekitar yang kotor.

Gambar 4. 4. Masyarakat yang Memberikan Tanggapan Terhadap Kondisi Desa


(https://www.youtube.com/watch?v=byM7q1q122I )
Tim pemicu kemudian mencoba memberikan gambaran lebih jelas terkait
seberapa parah kondisi desa yang kotor. Penggambaran ini dilakukan dengan simulasi
perhitungan volume tinja yang dihasilkan oleh satu orang di satu desa tersebut. Dari
tahapan ini masyarakat dibuka pemikirannya bahwa kondisi desa mereka saat ini sudah
sangat buruk.
Gambar 4. 5. Proses Perhitungan Lumpur Tinja
(https://www.youtube.com/watch?v=byM7q1q122I )
Setelah proses perhitungan lumpur tinja, dilakukan penjelasan mengenai alur
kontaminasi air dan makanan yang terjadi akibat BABS yang dilakukan masyarakat.
Penjelasan mengenai alur kontaminasi air dan makanan ini juga simulasi air yang
terkontaminasi menggunakan air bersih dalam gelas plastik yang kemudian dicampur
pengotor. Masyarakat kemudian diajak untuk menggunakan air tersebut untuk mencuci
tangan dan dikonsumsi yang berujung pada penolakan. Dari proses ini, tumbuh rasa
jijik dari masyarakat terkait air bersih yang mereka gunakan sehari-hari yang ternyata
tercemar oleh tinja mereka sendiri.

Gambar 4. 6. Penjelasan Alur Kontaminasi Air dan Makanan.


(https://www.youtube.com/watch?v=byM7q1q122I )
Gambar 4. 7. Simulasi Air yang Terkontaminasi
(https://www.youtube.com/watch?v=byM7q1q122I )
Masyarakat kemudian diajak untuk menyaksikan video ilustrasi bagaimana
penyakit dapat timbul akibat air yang tercemar. Masyarakat kemudian mengerti bahwa
akibat BABS akan terjadi pencemaran terhadap air yang mereka konsumsi yang
kemudian dapat menyebabkan mereka sakit.

Gambar 4. 8. Diskusi Setelah Menyaksikan Video Ilustrasi Pencemaran Air Akibat


BABS
(https://www.youtube.com/watch?v=byM7q1q122I )
Setelah beberapa tahapan yang telah dilakukan, masyarakat diajak berdiskusi
terkait kebutuhan apa yang harus dipenuhi untuk mengatasi permasalahan BABS di
desa mereka. Masyarakat, sambil diarahkan, kemudian memilih opsi pembuatan MCK.
Opsi ini masih menimbulkan keraguan dimasyarakat terutama masalah
finansial pembangunannya. Dari tim pemicuan kemudian memberikan masukan untuk
pembuatan MCK sederhana yang rendah biayanya untuk dibangun di desa tersebut.
pembangunan MCK disarankan menggunakan bahan yang tersedia di desa tersebut
berupa bambu untuk dinding MCK tersebut. Selain itu untuk pekerjaan
pembangunannya akan dilakukan langsung oleh masyarakat secara gotong royong
sehingga tidak ada biaya untuk menyewa tukang.

Gambar 4. 9 Penjelasan Pembangunan MCK low cost


(https://www.youtube.com/watch?v=byM7q1q122I )
Masyarakat kemudian menyepakati dan langsung membuat surat perjanjian
yang berisi daftar nama masyarakat serta kapan akan berkontribusi selama
pembangunan MCK tersebut

Gambar 4. 10 Pengisian Nama dan Waktu Kontribusi Masyarakat


(https://www.youtube.com/watch?v=byM7q1q122I )
BAB V

EVALUASI

Berdasarkan kegiatan STBM pemicuan pilar 1 yang dilakukan, terdapat


beberapa hal yang dapat diperbaiki yaitu:
1. Gambar peta
Akan lebih baik jika menambah 1 media lagi seperti tepung terigu
namun dengan warna yang berbeda sebagai symbol lokasi BABS masyarakat.
Hal ini akan memberikan gambaran senderhana pada masyarakat bahwa
kondisi mereka sudah “terkepung” oleh tinja mereka sendiri sehingga timbul
rasa jijik di masyarakat. Hal ini juga dapat mempermudah proses transek karena
warga sudah diberikan gambaran lokasi tempat BABS dilakukan

2. Lakukan transek
Dalam pelaksanaan STBM Pemicuan ini hendaknya dilakukan transek.
Masyarakat yang melihat secara langsung lokasi-lokasi pencemaran akibat
BABS akan lebih terbuka pemikirannya terkait bahayanya BABS. Hal ini
dikarenakan munculnya rasa jijik dan malu karena lokasi yang sebelumnya
dijadikan tempat BABS secara sembunyi-sembunyi justru menjadi terekspos.
Lakukan diskusi singkat di lokasi berupa pertanyaan seputar apa yang
masyarakat lihat dan apa tanggapan mereka. Cara ini akan lebih mudah untuk
membuka pikiran masyarakat karena masyarakat dihadapkan langsung kepada
permasalahan.
Akan lebih baik pula jika masyarakat dibawa ke sumber air bersih yang
mereka gunakan. Jelaskan bagaimana tinja yang masyarakat hasilkan ketika
BABS dapat mengkontaminasi sumber air bersih mereka. Lakukan pula diskusi
singkat pada lokasi sumber air bersih tersebut.

3. Teknologi pengelolaan limbah yang dapat dibangun


Pembangunan MCK tidak akan efektif jika tidak dibuat pula fasilitas
pengolahan air limbahnya. Jika air limbah yang dihasilkan tidak diolah atau
arah pembuangannya masih sembarangan, maka masyarakat masih melakukan
BABS. Maka pembangunan MCK tidak menjadi solusi yang tepat guna.
Arahkan masyarakat untuk membangun juga fasilitas pengelolaan
sederhana yang dapat dilakukan. Bisa berupa cubluk sederhana, atau
dihubungkan dengan jaringan yang sudah ada.
4. Pemilihan lokasi MCK
Jelaskan lokasi MCK yang harus dipilih kepada masyarakat agar MCK
yang sudah dibangun dapat digunakan dengan maksimal. Perhatikan arah aliran
air agar limbah tidak mencemari sumber air bersih masyarakat. Jelaskan dengan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti masyarakat. Jangan sampai
MCK yang sudah terbangun justru menjadi sumber pencemaran baru bagi
masyarakat.

5. Kolaborasikan dengan program lain


Kegiatan pemicuan adalah salah satu kesempatan untuk mengumpulan
masyarakat di suatu waktu dan tempat yang sama. Saat seperti ini edukasi lain
selain BABS dapat dilakukan seperti pentingnya CTPS dan pengelolaan
sampah rumah tangga yang baik.
BAB VI

KESIMPULAN

Permasalahan sanitasi yang terdapat di Kecamatan Routa adalah praktik BABS


masyarakat dikarenakan tidak adanya fasilitas MCK. Fasilitas MCK tidak dibangun
karena dinilai mahal.
Solusi yang telah dilakukan adalah dengan melakukan STBM pemicuan pilar
1. Solusi ini diharapkan dapat mengedukasi masyarakat tetang bahayanya praktik
BABS. Jika masyarakat sudah teredukasi, harapan kedepannya akan dibangun fasilitas
sanitasi sehingga masyarakat tidak ada lagi yang BABS.
Evaluasi untuk STBM pemicuan pilar 1 ini adalah sebagai berikut:
1. Tambahkan 1 media sebagai symbol titik BABS pada pembuatan peta desa
2. Lakukan transek
3. Kenalkan teknologi pengelolaan limbah
4. Jelaskan pemilihan lokasi MCK yang tepat
5. Kolaborasikan dengan program lain
DAFTAR PUSTAKA

Kesehatan, K., & MCA-Indonesia. (2016). Pedoman Pelaksanaan Pemicuan Desa.


Jakarta: MCA-Indonesia.
Konawe, B. K. (2018). Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Konawe. Konawe:
BPS Kabupaten Konawe.
Konawe, B. K. (2019). Kecamatan Routa Dalam Angka 2019. Konawe: BPS
Kabupaten Konawe.
Konawe, B. K. (2020). Kabupaten Konawe Dalam Angka 2020. Konawe: BPS
Kabupaten Konawe.
Konawe, B. K. (Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Konawe). 2019. Konawe:
BPS Kabupaten Konawe.
Krispratmadi, I. D. (2017). Kebijakan dan Strategi Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman dalam Mendukung Penanganan Permukiman
Kumuh. Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
MCA-Indonesia. (2015). Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
Jakarta: MCA-Indonesia.
PPN/Bappenas, K. (2020). Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka
MEnengah Nasional 2020-2024. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas.

https://www.youtube.com/watch?v=byM7q1q122I
https://www.sdg2030indonesia.org/
https://www.sdg2030indonesia.org/page/14-tujuan-enam
https://www.who.int/gho/mdg/environmental_sustainability/sanitation/en/
http://sdgs.bappenas.go.id/sekilas-sdgs/
https://www.unicef.org/indonesia/id/air-sanitasi-dan-kebersihan-wash
https://konawekab.go.id/halaman/detail/letak-geografis

Anda mungkin juga menyukai