Anda di halaman 1dari 28

PEMICUAN

STBM
STUNTING
O R I E N TA S I S T B M - S T U N T I N G
BELU, 5 S/D 7 NOPEMBER 2019
URAIAN MATERI Tujuan
merubah
pemicuan
kebiasaan
STBM-Stunting
dan perilaku
adalah
yang
mengakibatkan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap kejadian stunting melalui

1. Tingkat Individu : bayi dan anak melalui :

Pemicuan STBM-Stunting adalah a. Pemberian PMT untuk mencegah KEK,


cara untuk mendorong perubahan Bumil KEK beresiko BBLR, BBLR beresiko
perilaku tentang deteksi faktor resiko stunting.
stunting atas kesadaran dengan b. Minum tablet tambah darah selama
menyentuh perasaan, pola pikir, kehamilan,
perilaku, dan kebiasaan individu atau c. Menjaga sakit selama kehamilan,
masyarakat.
d. Menyediakan akses air bersih dan sanitasi
yang sehat,

e. Memberi Inisiasi Menyusu Dini (IMD)


sewaktu bayi dilahirkan,

f. Memberi ASI eksklusif,

g. Memberi vit A,

h. Memberi immunisasi lengkap, dan MPASI.


PRA PEMICUAN

1. Observasi PHBS dan screening faktor resiko stunting
–INFORMASI YANG DICARI UNTUK PHBS :
* Jumlah KK / kependudukan dibedakan atas kaya, sedang, miskin.
* Kondisi geografis
* Kepemilikan jamban: cemplung terbuka, cemplung tertutup, leher angsa.
* Ada tidaknya aliran sungai, kolam, rawa.
* Tradisi/budaya: karakter, tokoh masyarakat.
* Sarana dan prasarana umum yang ada di masyarakat seperti sekolah, madrasah,
masjid, gereja, dll.
* Ada tidaknya program sanitasi 3 tahun terakhir (proyek/pemberian subsidi
jamban).
- INFORMASI YANG DICARI PADA PESERTA YANG HADIR DI PEMICUAN UNTUK SCREENING FAKTOR
RESIKO STUNTING

1. Apakah TB anak < - 2 SD sesuai grafik TB anak menurut umur.


2. Apakah berat badan bayi baru lahir < 2500 gram.
3. Apakah panjang badan baru lahir < 48 cm.
4. Apakah lingkar lengan atas ibu < 23, 5 cm.
5. Apakah gagal memberikan ASI Eksklusif. 0 – 6 bulan
6. Apakah gagal memberikan Inisiasi Menyusu Dini
(setelah lahir bayi langsung ditaruh didada ibu min 1 jam)
7. Apakah gagal melakukan CTPS yang benar (7 langkah).
8. Apakah gagal memberikan immunisasi lengkap.
9. Apakah gagal memberikan Vit A.
10. Apakah gagal minum tablet tambah darah.
11. Apakah pernah dinyatakan Hb darah < 11 Mg/ L.
12. Apakah timbangan BB anak tidak naik/ turun/ berlebihan.
13. Apakah pernah anak sakit berulang batuk/diare/demam.
14. Apakah MPASI tidak mudah ditelan dan disukai anak (buatan
lokal/pabrikan).
Jika lokal apakah MPASI itu: bubur sumsum, kacang hijau, pisang lumat
halus, nasi tim saos, pepaya.

Jika jawaban Ya, atas pertanyaan yang diajukan, menunjukan jumlah faktor
resiko stunting yang dimiliki peserta pemicuan tersebut. Skor faktor resiko
stunting tertinggi: 14 dan terendah 0. Peserta pemicuan dengan skor 0
menjadi sumber belajar ketika pemicuan.
2. Persiapan Pemicuan dan Menciptakan Suasana yang Kondusif Sebelum Pemicuan
Persiapan Pemicuan

1. Kunjungan kepada
3. Memastikan bahwa
pemerintah setempat pemerintah setempat dan
yang akan digunakan tokoh masyarakat
sebagai lokasi menerima konsep dan
pemicuan 2. Dijelaskan prinsip tanpa subsidi.
kegiatan yang akan
dilaksanakan selama
proses pemicuan
STBM-Stunting.

5. Logistik/bahan pemicuan
(tepung, dedak, botol air
mineral, puzzle simulasi
4. Penyusunan diagram F STBM-Stunting,
jadwal dan kegiatan sabun, ember, kertas
metaplan, spidol, kertas
potong, lem,dll.)
PEMICUAN
Pemicuan di masyarakat, tidak ada langkah yang baku, namun pemetaan sosial mesti
dilakukan pertama sekali. Lokasi pemetaan sosial sebaiknya dilakukan di lahan (halaman)
terbuka. Hasilnya kemudian harus dipindahkan ke kertas plano.

• Pemicuan :
1. Elemen pemicuan seperti rasa jijik, takut penyakit, berdosa, takut anak tidak akan sukses, takut
miskin, dll., yang bisa memicu masyarakat untuk berubah atas kesadarannya.
2. Pemicuan pilar 1 STBM-Stunting, Stop Buang Air Besar Sembarangan, tim pemicu bisa
mengajak masyarakat melakukan kegiatan mencari tinja, menghitung tinja, dan demonstrasi air
yang terkena tinja.
3. Pemicuan pilar 2 STBM-Stunting, Cuci Tangan Pakai Sabun, tim pemicu bisa mengajak
masyarakat bermain alur penularan penyakit (diagram F) dan simulasi cuci tangan pakai sabun.
4. Untuk Pilar 7 STBM-Stunting, Pemberian Makan Bayi dan Anak, tim pemicu bisa mengajak
anak-anak yang biasanya dibawa ke lokasi pemicuan untuk bermain dan berdiri sejajar berdasarkan
umum dan tinggi badan kemudian ditanyakan pola makan yang mereka terima sejak bayi.
A L AT- A L AT U TA M A U N T U K P E M I C U A N

1. Diagram F STBM-Stunting, untuk mendeteksi kondisi faktor resiko


dirinya dapat menentukan perubahan perilaku (faktor resiko negatif
stunting) yang harus dimiliki untuk mencegah stunting bayi dan anak.
2. Di tingkat kelompok masyarakat, dibangun sarana tempat penyediaan
PMT dan MPASI non subsidi lengkap dengan sanitasi dapur; yang
dapat mencegah terjadinya cemaran hasil olahannya oleh sumber
kontaminan: tangan penjamak makanan, lalat, debu permukaan lantai
alat masak dan makan minum, limbah cair tempat cucian, feases
penjamak carier gastro interitis, bahan makanan yang rusak.
3. Di tingkat Puskesmas/pemerintah mencabut subsidi (prinsip STBM-
Stunting non subsidi). Adapun subsidi hanya diberikan untuk
pengobatan (kuratif) untuk mengatasi stunting yang sudah terjadi pada
bayi dan anak atau pada ibu hamil yang berada dalam kondisi
kesehatan yang tidak baik sehingga memiliki risiko melahirkan anak
stunting dan sakit.
1. Pemetaan,
bertujuan untuk mengetahui/melihat peta wilayah BAB masyarakat,
jumlah anggota keluarga, faktor risiko stunting, perilaku ke posyandu,
serta sebagai alat monitoring (paska pemicuan, setelah ada mobilisasi
masyarakat).
2. Transect walk/Penelusuran wilayah,
bertujuan untuk melihat dan mengetahui lokasi yang paling sering
dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke
lokasi BAB terbuka/ sembarangan dan berdiskusi di tempat tersebut,
diharapkan masyarakat akan merasa jijik. Lebih jauh, diharapkan
orang yang biasa BAB di tempat tersebut akan terpicu rasa malunya.
Berkaitan dengan pencegahan stunting dapat melihat jenis
MPASI/PMT rumah tangga yang dapat memicu untuk memilih MPASI
lokal dan melihat kondisi sanitasi dapur warga masyarakat.
3. Diagram F/Alur Kontaminasi (Oral Fecal) dan Stunting;
mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia
dapat dimakan oleh manusia yang lainnya atau mereka sendiri dan
juga menjadi alur penyebab stunting.
Kotoran manusia yang berserakan
ataupun tidak dibuang ke saluran
yang benar, dapat mencemari air.
Jika langsung diminum, air tersebut
bisa berbahaya. Sehabis buang air
besar/ buang air kecil, tangan kita
juga bisa mengandung kuman
penyakit diare, yang bisa masuk ke
tubuh kita jika kita tidak
membersihkan tangan. Perilaku
buang air besar sembarangan
merupakan perilaku yang dapat
membantu penyebaran bakteri E.
Coli. Saat turun hujan, E. Coli dapat
terbawa ke sumber-sumber air
misalnya ke sungai, danau, dan air
bawah tanah. Jika sumber-sumber
air ini tidak diolah dengan baik,
maka E. Coli akan masuk ke dalam
makanan dan minuman kita. Kuman
penyakit yang terdapat dalam tinja,
tidak sengaja masuk ke dalam
mulut dan dapat menyebabkan
diare. Diare pada Ibu hamil dan
balita mempengaruhi asupan gizi
yang dapat menyebabkan stunting.
BAGAIMANA KITA BISA MENCEGAH PENYAKIT
DIARE YANG DAPAT MENYEBABKAN STUNTING ?

• 1. Pembuatan jamban sehat, sehingga lalat tidak dapat menyentuh kotoran manusia.
• 2. Pengelolaan air minum dengan benar mulai dari sumber sampai siap untuk diminum.
• 3. Mengolah makanan dengan benar serta menutup makanan.
• 4. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air bersih mengalir pada waktu-waktu penting.
• 5. Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan mengkonsumsi makanan bergizi serta
vitamin yang dibutuhkan oleh ibu hamil.
• 6. Mengkonsumsi makanan bergizi seimbang pada balita dan anak.
• 7. Melakukan pemantauan pertumbuhan balita dan anak dengan datang ke posyandu secara rutin .
BAL I TA P END EK ADA LA H BAL I TA DENGA N
S TAT U S G I Z I YA N G B E R D A S A R K A N PA N J A N G
ATAU TI NGGI B ADAN ME NURU T U MURNYA B I LA
DIBANDINGKAN STANDAR BAKU WHO-MGS
( MU LT I CE NT RE GR OWT H RE FE REN CE ST UDY )
TA H U N 2 0 0 5 , N I L A I Z – S C O R E N YA K U R A N G
DARI -2 SD DAN DIKATEGORIKAN SANGAT
PEN DEK JI KA NI LAI Z –SCORE NYA K URAN G
DARI -3 SD.
Masalah balita pendek dipengaruhi oleh:
1) Kondisi Ibu / Calon ibu
2) Masa janin
3) Masa bayi / balita
4) Penyakit semasa balita
• Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika
1) prevalensinya 20% atau lebih.
2) Gizi janin bergantung sepenuhnya kepada ibu,
3) Asupan energi dan protein yang tidak mencukupi pada ibu hamil dapat
menyebabkan Kurang Energi Kronis (KEK). Wanita hamil berisiko mengalami KEK
jika memiliki Lingkar Lengan Atas (LILA) <23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK berisiko
melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yang jika tidak segera ditangani
dengan baik akan berisiko mengalami Stunting.
4) Anemia defisiensi besi pada ibu hamil. Dinyatakan anemia jika hemoglobin kurang
dari 11 G/dLG/dL. BBLR, yaitu berat bayi lahir kurang dari 2.500 gram, membawa
resiko kematian, gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak berisiko menjadi
pendek jika tidak ditangani dengan baik.
5) Tidak diberlakukannya ASI eksklusif (ASI yang diberikan kepada bayi sejak
dilakukan selama 6 bulan tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan
makanan atau minuman lain kecuali obat, vitamin dan mineral). Setelah 6 bulan,
disamping ASI diberi makanan tambahan.

• Pelayanan kesehatan balita akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan


balita, baik pelayanan kesehatan ketika sehat maupun saat dalam kondisi sakit.
Pelayanan kesehatan pada bayi minimal 4 kali yaitu :
satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan, 1 kali pada umur 3-5 bulan, 1 kali pada umur 6-
8 bulan, dan 1 kali pada umur 9-11 bulan.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
• pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/HB1-3, Polio1-4, Campak),
• pemantauan pertumbuhan, stimulasi diteksi intervensi demi tumbuh kembang (SD,
DTK), pemberian Vitamin A, pada bayi umur 6-11 bulan,
• penyuluhan pemberian ASI Eksklusif dan makanan pendamping ASI (MPASI).
U PAYA I N T E R V E N S I

1. Pada ibu hamil, diberi PMT, dijaga tidak


boleh sakit, diberi tablet Fe 90 tablet.
2. Pada saat bayi lahir, inisiasi menyusui dini
(IMD) dan ASI Eksklusif.
3. Bayi usia 6 bulan sampai dengan 2 tahun,
selain ASI, MPASI, Vitamin A, imunisasi
lengkap.
4. Pemantauan pertumbuhan
5. Akses air bersih dan fasilitas sanitasi.
ELEMEN PEMICUAN DAN FAKTOR PENGHAMBAT PEMICUAN

• Secara umum faktor-faktor sebagai elemen yang harus dipicu untuk


menumbuhkan perubahan perilaku sanitasi dan mencegah stunting dalam
suatu komunitas, diantaranya:
1. Perasaan jijik,
2. Perasaan malu dan kaitannya dengan privacy seseorang,
3. Perasaan takut sakit,
4. Perasaan takut berdosa,
5. Perasaan tidak mampu dan kaitannya dengan kemiskinan.
LANGKAH-LANGKAH PEMICUAN DI
KOMUNITAS
• 1. Perkenalan dan Penyampaian Tujuan
– Perkenalkan terlebih dahulu anggota tim pemicu dan sampaikan tujuan bahwa tim
ingin “melihat dan belajar” tentang kondisi sanitasi dan gizi dari kampung
tersebut.
– Tujuan kedatangan tim bukan memberikan penyuluhan apalagi memberikan
bantuan.
– Tim hanya ingin melihat dan mempelajari bagaimana kehidupan masyarakat,
bagaimana masyarakat mendapat air bersih, bagaimana masyarakat melakukan
kebiasaan buang air besar, dan lain-lain termasuk aktifitas yang berhubungan
dengan kebiasaan ibu hamil, melahirkan hingga menyusui dan merawat bayi dan
balita.
• 2. Bina Suasana
– Untuk menghilangkan “jarak” antara tim pemicu dan masyarakat sehingga proses fasilitasi
berjalan lancar, sebaiknya lakukan pencairan suasana. Pada saat itu temukan istilah
setempat untuk “tinja” (misalnya “tai”, dll), BAB (ngizing, naeng, dll.), stunting (pendek, dll.).

Istilah lain yang perlu disepakati bersama masyarakat sebelum


pemicuan berkaitan dengan STBM-stunting adalah sebagai
berikut:
 1. Stunting, diukur TB menurut umur, dibandingkan standar,
bila < -2SD disebut balita pendek.
 Bumil, LILA < 23,5 cm disebut Bumil KEK.
 Pertumbuhan balita terganggu bila 3 kali penimbangan
bulanan tidak naik beratnya.
 BBRL bila kurang 2500 gram saat lahir.
 PMT Bumil berisiko BBLR, perlu penyuluhan PMT.
 Anemia bila kadar Hb darah kurang 11 g / dL
 ASI Eklusif pemberian ASI saja sampai umur 6 bulan
MPASI, makanan berbentuk lunak maupun dewasa selain ASI
sampai usia 24 bulan.
• 3. Analisa Partisipatif dan Pemicuan
– Proses pemicuan di masyarakat, yang diawali dengan analisa partisipatif misalnya
melalui pembuatan peta desa/dusun/ kampung yang akan menggambarkan wilayah
BAB masyarakatnya termasuk pemetaan kejadian stunting (setelah istilah stunting
disepakati masyarakat.
1. Pemetaan (rumah/kk, anggota keluarga, bumil, baduta)
2. Alur Kontaminasi (Oral Fecal) dan Stunting
3. Transect Walk
4. Simulasi Air yang Telah TerkontaminasiDiskusi Kelompok (FGD)
• FGD untuk memicu rasa “malu” dan hal-hal yang bersifat “pribadi”
• FGD untuk memicu rasa “jijik”, “takut sakit”, “gengsi”, dan “takut masa depan anak
tidak cerah”.
• FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan (Contohnya dalam
komunitas yang beragama Islam)
• FGD Menyangkut Kemiskinan. FGD ini biasanya berlangsung ketika masyarakat
sudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat dengan tidak dana
PASCA PEMICUAN
1. Cara membangun ulang komitmen
• Dimaksudkan untuk meningkatnya motivasi masyarakat
• Proses kegiatan diawali dengan mempersilahkan wakil masyarakat untuk
mempresentasikan kondisi sanitasi dan gizi/stunting di komunitasnya dan rencana
mereka ke depan
• Pada akhir kegiatan berikanlah penegasan-penegasan untuk membangun komitmen
bersama semua pihak dalam upaya pencapaian bebas dari BAB terbuka dan bebas
dari kejadian stunting di tingkat yang lebih luas.
• Hasil komitmen yang telah disepakati bersama masyarakat, diserahkan oleh
perwakilan kelompok masyarakat kepada pejabat berwenang di daerah (Desa-
Kecamatan-Puskesmas dan bahkan sampai pemerintah kabupaten) untuk dilakukan
tindak lanjut sesuai dengan rencana
• 2. Pilihan Teknologi Sanitasi untuk 8 Pilar STBM-Stunting

 Tangga Sanitasi dan Gizi untuk 8 Pilar STBM-Stunting


Tangga sanitasi dan gizi untuk 8 pilar STBM-Stunting merupakan tahap
perkembangan yang dilakukan masyarakat, mulai dari menggunakan sarana yang
sangat sederhana sampai sarana yang sangat layak dilihat dari aspek kesehatan,
keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya. Misalnya untuk sanitasi, mulai dari BAB
sembarangan hingga BAB di jamban yang sehat dan layak, dari tidak memiliki fasilitas
cuci tangan di toilet hingga memiliki wastafel
• 3. Membangun Jejaring Layanan Penyediaan Sanitasi dan Gizi
Setelah masyarakat terpicu dan mau berubah, secara otomatis masyarakat akan
membutuhkan sarana sanitasi yang higiene dan layak serta merubah kebiasaan menuju
gizi seimbang dan kebiasaan lain dalam penurunan kejadian stunting
Disamping itu perlunya membangun jejaring layanan penyediaan sanitasi dan
penurunan stunting untuk mensinergikan potensi-potensi yang ada di masyarakat dalam
percepatan pencapaian rencana yang sudah disusun oleh masyarakat
4. Pendampingan dan Monitoring
Pendampingan dilaksanakan untuk memperkuat keyakinan masyarakat tentang
komitmen yang telah dibangun melalui perubahan perilaku secara kolektif yang
diaplikasikan dengan upaya individu untuk mewujudkannya
Alat yang digunakan dalam proses monitoring:
• Pemetaan dan skoring pemetaan, untuk melihat akses masyarakat terhadap tempat-tempat
BAB (dengan cara membandingkan antara akses sebelum pemicuan dan akses yang terlihat
paska pemicuan dan tindak lanjut masyarakat).
• Rating Scale atau Convinient, yang bertujuan untuk:
melihat dan mengetahui apa yang dirasakan masyarakat serta mengetahui apa
yang masyarakat rasakan dengan sarana sanitasi yang dipunyai sekarang serta apa
yang ingin mereka lakukan
PELAKSANAAN MONITORING DI
TINGKAT MASYARAKAT/DESA
1. Pengumpulan data dasar terkait indikator 8 pilar perubahan perilaku hidup bersih dan sehat untuk STBM dan
Stunting, yaitu: (a) data akses awal jumlah masyarakat yang memiliki dan menggunakan jamban sehat (b)
data akses awal jumlah keluarga yang telah terbiasa cuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu kritis dan
pergi ke posyandu secara rutin (c) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola makanan/minuman
sesuai standar gizi (d) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola sampahnya dengan aman (e)
data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola limbah cair rumah tangganya dengan aman.
2. Proses pemicuan perubahan perilaku Buang Air Besar masyarakat dan Pencegahan Stunting. a) peningkatan
akses masyarakat kepada penggunaan sarana jamban sehat; b) kebersihan lingkungan sekitar rumah
keluarga; c) peningkatan perubahan perilaku pilar lainnya; dan d) rutinias ke posyandu.
3. Pendataan tukang yang terkait dengan jasa dan layanan sanitasi dan gizi yang bertujuan untuk menjaring
informasi jumlah tukang yang beredar di desa bersangkutan
MONITORING DAN EVALUASI STBM-
STUNTING
• Untuk saat ini monitoring dan evaluasi STBM dan stunting masih dilakukan terpisah.
Untuk STBM, sebagaimana dijelaskan diatas, dilakukan melalui sistem monitoring
dan evaluasi STBM (www.stbm-indonesia.org) yang terhubung dengan berbagai alat
bantu seperti SMS, website, dan aplikasi di android. Untuk gizi, monitoring dan
evaluasi dilakukan melalui SMS dan website SIGIZI (http://gizi.depkes.go.id/sigizi/).
• Dengan dimulainya inisitaif untuk mengintegrasikan program STBM dengan program
gizi, diharapkan sistem monitoring dan evaluasi yang terpadu dapat segera
dikembangkan.

Anda mungkin juga menyukai