STBM
STUNTING
O R I E N TA S I S T B M - S T U N T I N G
BELU, 5 S/D 7 NOPEMBER 2019
URAIAN MATERI Tujuan
merubah
pemicuan
kebiasaan
STBM-Stunting
dan perilaku
adalah
yang
mengakibatkan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap kejadian stunting melalui
g. Memberi vit A,
Jika jawaban Ya, atas pertanyaan yang diajukan, menunjukan jumlah faktor
resiko stunting yang dimiliki peserta pemicuan tersebut. Skor faktor resiko
stunting tertinggi: 14 dan terendah 0. Peserta pemicuan dengan skor 0
menjadi sumber belajar ketika pemicuan.
2. Persiapan Pemicuan dan Menciptakan Suasana yang Kondusif Sebelum Pemicuan
Persiapan Pemicuan
1. Kunjungan kepada
3. Memastikan bahwa
pemerintah setempat pemerintah setempat dan
yang akan digunakan tokoh masyarakat
sebagai lokasi menerima konsep dan
pemicuan 2. Dijelaskan prinsip tanpa subsidi.
kegiatan yang akan
dilaksanakan selama
proses pemicuan
STBM-Stunting.
5. Logistik/bahan pemicuan
(tepung, dedak, botol air
mineral, puzzle simulasi
4. Penyusunan diagram F STBM-Stunting,
jadwal dan kegiatan sabun, ember, kertas
metaplan, spidol, kertas
potong, lem,dll.)
PEMICUAN
Pemicuan di masyarakat, tidak ada langkah yang baku, namun pemetaan sosial mesti
dilakukan pertama sekali. Lokasi pemetaan sosial sebaiknya dilakukan di lahan (halaman)
terbuka. Hasilnya kemudian harus dipindahkan ke kertas plano.
• Pemicuan :
1. Elemen pemicuan seperti rasa jijik, takut penyakit, berdosa, takut anak tidak akan sukses, takut
miskin, dll., yang bisa memicu masyarakat untuk berubah atas kesadarannya.
2. Pemicuan pilar 1 STBM-Stunting, Stop Buang Air Besar Sembarangan, tim pemicu bisa
mengajak masyarakat melakukan kegiatan mencari tinja, menghitung tinja, dan demonstrasi air
yang terkena tinja.
3. Pemicuan pilar 2 STBM-Stunting, Cuci Tangan Pakai Sabun, tim pemicu bisa mengajak
masyarakat bermain alur penularan penyakit (diagram F) dan simulasi cuci tangan pakai sabun.
4. Untuk Pilar 7 STBM-Stunting, Pemberian Makan Bayi dan Anak, tim pemicu bisa mengajak
anak-anak yang biasanya dibawa ke lokasi pemicuan untuk bermain dan berdiri sejajar berdasarkan
umum dan tinggi badan kemudian ditanyakan pola makan yang mereka terima sejak bayi.
A L AT- A L AT U TA M A U N T U K P E M I C U A N
• 1. Pembuatan jamban sehat, sehingga lalat tidak dapat menyentuh kotoran manusia.
• 2. Pengelolaan air minum dengan benar mulai dari sumber sampai siap untuk diminum.
• 3. Mengolah makanan dengan benar serta menutup makanan.
• 4. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air bersih mengalir pada waktu-waktu penting.
• 5. Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan mengkonsumsi makanan bergizi serta
vitamin yang dibutuhkan oleh ibu hamil.
• 6. Mengkonsumsi makanan bergizi seimbang pada balita dan anak.
• 7. Melakukan pemantauan pertumbuhan balita dan anak dengan datang ke posyandu secara rutin .
BAL I TA P END EK ADA LA H BAL I TA DENGA N
S TAT U S G I Z I YA N G B E R D A S A R K A N PA N J A N G
ATAU TI NGGI B ADAN ME NURU T U MURNYA B I LA
DIBANDINGKAN STANDAR BAKU WHO-MGS
( MU LT I CE NT RE GR OWT H RE FE REN CE ST UDY )
TA H U N 2 0 0 5 , N I L A I Z – S C O R E N YA K U R A N G
DARI -2 SD DAN DIKATEGORIKAN SANGAT
PEN DEK JI KA NI LAI Z –SCORE NYA K URAN G
DARI -3 SD.
Masalah balita pendek dipengaruhi oleh:
1) Kondisi Ibu / Calon ibu
2) Masa janin
3) Masa bayi / balita
4) Penyakit semasa balita
• Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika
1) prevalensinya 20% atau lebih.
2) Gizi janin bergantung sepenuhnya kepada ibu,
3) Asupan energi dan protein yang tidak mencukupi pada ibu hamil dapat
menyebabkan Kurang Energi Kronis (KEK). Wanita hamil berisiko mengalami KEK
jika memiliki Lingkar Lengan Atas (LILA) <23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK berisiko
melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yang jika tidak segera ditangani
dengan baik akan berisiko mengalami Stunting.
4) Anemia defisiensi besi pada ibu hamil. Dinyatakan anemia jika hemoglobin kurang
dari 11 G/dLG/dL. BBLR, yaitu berat bayi lahir kurang dari 2.500 gram, membawa
resiko kematian, gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak berisiko menjadi
pendek jika tidak ditangani dengan baik.
5) Tidak diberlakukannya ASI eksklusif (ASI yang diberikan kepada bayi sejak
dilakukan selama 6 bulan tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan
makanan atau minuman lain kecuali obat, vitamin dan mineral). Setelah 6 bulan,
disamping ASI diberi makanan tambahan.