MV.WM.MAKASSAR
NIT : 17.41.297
NAUTIKA
TAHUN 2021
ANALISIS PENGGUNAAN ALAT KESELAMATAN DI
MV.WM.MAKASSAR
Skripsi
Diploma IV Pelayaran
Jurusan Nautika
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
NIT : 17.41.297
Jurusan : NAUTIKA
Merupakan karya asli seluruh ide yang ada dalam skripsi ini, kecuali
tema dan yang saya nyatakan sebagai kutipan, merupakan ide yang saya
susun sendiri.
TRISAKTI DIAZ A
NIT.17.41.297
iv
PRAKATA
Untuk itu penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
v
inspirasi ketika dalam keadaan sulit dan membuat saya selalu bangga
menjadi anaknya. Serta kedua adik saya yaitu Rafly dan Radit yang
selalu menjadi penyemangat saya untuk menyelesaikan pendidikan di
PIP Makassar.
8. Perusahaan pelayaran PT. Wintermar Offshore Marine yang telah
memberikan kesempatan penulis untuk melakukan penelitian.
9. Seluruh Crew MV WM MAKASSAR 2019 - 2020 yang telah
memberikan inspirasi dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Rekan-rekan taruna (i) angkatan XXXVII yang turut membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
11. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi
ini yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih
Tentunya dalam hal ini tidak lepas dari kemungkinan adanya kalimat-
skripsi ini dapat berguna bagi dunia kemaritiman, khususnya bagi pribadi
NIT. 17.41.297
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
The results obtained from this study are the lack of use of safety
equipment on board by crew members is a factor causing work accidents
on ships, in addition to the lack of maintenance of safety equipment on
ships.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................i
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ iv
PRAKATA ................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................. vii
ABSTRACT .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 2
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
E. Hipotesis Penelitian ......................................................................... 3
ix
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ....................................................................................... 50
B. Saran............................................................................................. 50
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
4.4. Mesin Hydrolik bocor dan tidak dapat menurunkan sekoci .............. 29
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan ketentuan Safety of Life At Sea atau SOLAS Tahun
1974 amandemen 2010 bahwa setiap kapal harus dilengkapi dengan
alat-alat keselamatan dimana alat keselamatan sangat penting sekali
untuk penyelamatan jiwa ataupun saat bekerja diatas kapal. Alat
keselamatan itu dibedakan dari nama dan kegunaannya, jumlah alat
keselamatan pada setiap kapal tidak sama, tergantung dari jenis kapal
itu sendiri mengingat makin besarnya permintaan jasa transportasi laut
pada kapal barang maupun kapal penumpang sehingga crew kapal
harus memiliki keterampilan menggunakan alat-alat keselamatan.
Apabila mereka mendapatkan kecelakaan dilaut maka dapat menolong
diri sendiri maupun orang lain secara cepat dan tepat. Salah satu
unsur penting dalam kelancaran operasional sebuah kapal adalah
tersedianya perlengkapan alat-alat keselamatan, namun pada
kenyataan masih terdapat kurangnya kesadaran sebagian crew kapal
untuk mempelajari dan mempraktekkan alat-alat keselamatan yang
ada.
Di dalam SOLAS sudah diatur tentang perlengkapan keselamatan
yang harus dilengkapi oleh semua kapal, serta proses pemeliharaan
sesuai dengan prosedur yang ada. Hal tersebut dilakukan untuk
memberikan jaminan keselamatan bagi seluruh awak kapal.
Diketahui dikapal MV.WM.Makassar yang merupakan kapal tempat
saya melaksanakan praktek laut, dikapal tersebut memang terdapat
alat keselamatan namun sesuai dengan pengamatan yang saya
lakukan di atas kapal kelengkapan dan kondisi alat keselamatan jarang
diperhatikan. Terkadang pemeriksaan yang dilakukan oleh pencharter
hanya sebatas cheklis saja tidak dilaksanakan dilapangan
sebagaimana mestinya dan dari pihak pencharter pun tidak
mempermasalahkan akan hal tersebut, kenyataannya Fast Rescue
Craft (FRC) dikapal tersebut dalam keadaan rusak sehingga dalam
keadaan tersebut tidak memungkinkan dipakai sebagaimana mestinya
dan dari pada itu tidak dilakukannya maintenance terhadap FRC. Itulah
mengapa banyak terjadi kasus kerusakan terhadap FRC disebabkan
karena kurangnya perawatan dan tidak dilaporkannya hal tersebut
kepada pihak perusahaan agar segera mengirimkan teknisi atau
sparepart agar segera dapat dipakai dalam keadaan emergency atau
pun saat melakukan drill di atas kapal.
Dan juga para crew kapal tidak melaksanakan dengan sungguh-
sungguh dalam pelaksanaan drill hanya fomalitas saja diatas kertas,
tidak dilaksanakan secara action dilapangan. Bagaimana jika hal buruk
terjadi diatas kapal kru tidak tanggap akan keadaan emergency dan
terjadinya hal yang tidak diinginkan karena kurangnya kesadaran kru
kapal akan pentingnya keselamatan diri saat bekerja diatas kapal.
B. Rumusan Masalah
Adapun pokok masalah yang akan dibahas oleh penulis yaitu:
Bagaimana Penerapan Penggunaan alat keselamatan di
MV.WM.MAKASSAR ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah “Untuk
mengetahui Bagaimana Kesiapan kru dalam Penggunaan alat
keselamatan di MV.WM.MAKASSAR”.
2
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Menambah perbendaharaan ilmu kenautikaan dalam hal
penerapan penggunaan alat-alat keselamatan di atas kapal.
2. Manfaat Praktis
Pembaca dapat mengetahui prosedur penggunaan alat-alat
keselamatan dan memahami akan pentingnya perawatan alat-alat
keselamatan, khususnya para crew diatas kapal.
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah yang dikemukakan oleh
penulis, maka yang menjadi hipotesis dalam penulisan skripsi ini
adalah: kurangnya maintenance dikapal dan tidak diterapkannya drill
sebagaimana mestinya, dan juga pada saat kapal mengalami
kerusakan alat pihak perusahaan tidak segera mengirimkan teknisi
atau sparepart untuk memperbaiki alat yang rusak agar segera
diperbaiki dan dapat dipakai dalam keadaan emergency atau pun saat
melakukan drill dikapal sesuai dengan aturan yang ditetapkan
(SOLAS: Chapter III, Life Saving Appliance).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
3. Safety Shoes
Max dari ruang internal kapal digunakan oleh kargo dan
mesin, terbuat dari logam keras yang sangat berbahaya bagi
pekerja. Manfaat Safety Shoes disini untuk memastikan bahwa
tidak ada luka yang terjadi di kaki para pekerja atau kru di atas
kapal.
4. Sarung Tangan
Berbagai jenis sarung tangan disediakan di kapal, sarung
tangan ini digunakan dalam operasi dimana hal ini menjadi
keharusan untuk lindungi tangan orang-orang. Beberapa sarung
tangan yang diberikan adalah sarung tangan tahan panas, untuk
bekerja di permukaan yang panas, sarung tangan kapas, untuk
operasi pekerjaan yang normal, sarung tangan las, sarung tangan
kimia, dll.
5. Googles
Mata adalah bagian paling sensitif dari tubuh manusia dan
pada oprasi sehari-hari memiliki kemungkinan besar untuk cedera
mata, kaca pelindung atau kacamata digunakan untuk perlindungan
mata, sedangkan kacamata las digunakan untuk operasi
pengelasan yang melindungi mata dari percikan intensitas tinggi.
6. Plug
Di ruang mesin kapal menghasilkan suara 110 – 120db ini
merupakan frekuensi suara yang sangat tinggi untuk telinga
manusia, bahkan dalam beberapa menit dapat menyebabkan sakit
kepala, iritasi dan gangguan pendengaran. Sebuah penutup telinga
atau stiker telinga digunakan pada kapal untuk mengimbangi suara
yang di dengar oleh manusia dengan aman.
7. Safety Harness
Operasi kapal rutin mencakup perbaikan dan pengecetan
permukaan yang tinggi memerlukan anggota ABK untuk
menjangkau daerah-daerah yang tidak mudah di akses. Safety
6
harness di gunakan oleh operator di suatu ujung dan di ikat pada
titik kuat pada ujung talinya.
8. Masker
Karbon yang melibatkan partikel berbahaya dan menor yang
berbahaya bagi tubuh manusia jika terhirup secara langsung, untuk
menghindari masker wajah digunakan sebagai perisai dari partikel
berbahaya.
9. Chemical Suit
Bahan kimia di atas kapal sangat sering digunakan dan
beberapa bahan kimia sangat berbahaya bila berkontak langsung
dengan kulit manusia, Chemical suit digunakan untuk menghindari
situasi seperti itu.
10. Welding Perisai
Welding adalah kegiatan yang umum di atas kapal untuk
perbaikan struktural dll. Juru las yang dilengkapi dengan perisai las
atau topeng yang melindungi mata dari kontak langsung dengan
sinar ultraviolet dari percikan las. Hal ini harus diperhatikan dan
sebaiknya pemakaian Welding sheeld sangat diharuskan untuk
keselamatan pekerja.
7
tanggung jawab negara yang meratifikasi, Bahasa yang
digunakan, dan ketentuan tentang perobahan terhadap SOLAS.
2. Artikel Protokol 1988, terdiri dari 9 artikel.
3. Dan terdiri dari 12 bab-bab.
Adapun alat-alat keselamatan dan penataannya disebutkan di dalam
Bab III SOLAS 1974, yang kemudian diberlakukan LSA Code, yakni :
Hadi Supriyono (2017).
1. Bab III, Bagian A – Umum.
Bab ini berlaku untuk kapal-kapal yang dibangun pada atau setelah
1 Juli 1998. Kapal berarti ‘Semua kapal yang dibangun sebelum,
pada atau setelah tanggal tersebut. Kapal dibangun sebelum
tanggal yang perlu sesuai dengan versi sebelumnya dari SOLAS,
dan fase ke dalam persyaratan terbaru sebagai dan ketika
peralatan yang diganti. Ada definisi yang baik dalam bagian ini,
termasuk ‘Panjang’, ‘kedalaman Moulded’, dan ‘Novel
menyelamatkan jiwa alat atau pengaturan’.
2. Bab III, Bagian B – Persyaratan untuk kapal dan peralatan
menyelamatkan jiwa.
a) Bagian I – penumpang kapal dan kapal cargo.
Paragraf berurusan dengan Radio menyelamatkan nyawa
peralatan (persyaratan untuk membawa radio VHF dan
transponder Radar) berlaku untuk kapal penumpang, kapal
kargo lebih dari 500GT, dan untuk tingkat yang sedikit lebih
rendah kapal kargo semua antara 300GT dan 500GT.
Serta merinci berbagai peralatan dilakukan, bagian
berurusan dengan daftar Muster, Abaikan kapal prosedur bor,
pelatihan Darurat dan latihan, Api latihan, On-board pelatihan
dan petunjuk, kesiapan Operasional, Perawatan dan
pemeliharaan hidup hemat dan peralatan terkait masalah
memberikan gambaran yang sangat baik (dan mudah
dimengerti) dari jenis sistem yang harus di tempat di papan.
8
Mengambil bagian I sebagai persyaratan dasar untuk semua
kapal, bagian II, III dan IV memberikan persyaratan tambahan
untuk kapal penumpang (II), kapal kargo (III), dan bagian IV
memerlukan menyelamatkan nyawa peralatan untuk mematuhi
persyaratan ‘Kode Etik ‘- yang Hidup Hemat Internasional
Appliance (LSA) Kode diadopsi oleh Komite Keselamatan
Maritim IMO oleh resolusi MSC.48 (66). Ini adalah tanggung
jawab kapal agar sesuai perlengkapan yang telah disetujui oleh
Administrasi Negara bendera, dan tanggung jawab Administrasi
untuk memastikan bahwa mereka hanya menyetujui peralatan
yang memenuhi standar yang ditetapkan dalam ‘Kode’.
b) Bagian V – lain-lain.
Ini adalah bagian yang sangat berguna yang memberikan
format untuk penyusunan manual Pelatihan dan on-board alat
bantu pelatihan, Instruksi untuk on-board pemeliharaan, dan
Daftar Muster dan instruksi darurat.
Life Saving Appliance, SOLAS 74 Ch. III : Captperso( 2017)
9
seperti makanan, minuman, obat-obatan dan sarana bantu untuk
mencari bantuan ke kapal lain.
2. Pelampung Penolong Bentuk Cincin (Ring Life Buoys).
Pelampung penolong dan jaket/rompi penolong (Life Jacket)
Gunanya untuk mengapungkan orang diatas air. Life buoys ini
berbentuk seperti ban mobil. Pelampung ini akan dilempar ke laut
apabila ada satu orang penumpang yang jatuh ke laut. Pelampung
ini harus mempunyai warna yang mencolok agar mudah dikenali.
3. Jaket Penolong (Life Jackets).
Life jacket (Jaket penolong) berbentuk seperti pakaian. Jaket
penolong ini dimanfaatkan penumpang untuk mengapung di laut
saat terjadi kondisi darurat.Jaket penolong juga harus mempunyai
warna yang mencolok supaya mudah di lihat. Jaket ini harus
dilengkapi dengan peluit yang dikaitkan pada tali untuk menarik
perhatian penolong.
4. Rakit Penolong Tiup (Inflatable Liferaft).
Rakit penolong terdiri dari dua tipe, pertama adalah rakit
kaku dan yang kedua adalah rakit tiup. Tipe yang kedua ini dipakai
jikalau tidak berhasil menurunkan sekoci. Rakit penolong harus
dilengkapi dengan penutup yang berfungsi untuk melindungi
penumpang. Warna rakit ini rata-rata mencolok, seperti warna
jingga agar mudah terlihat.
Sekarang ini rakit yang dikembangkan berbentuk seperti
kapsul dengan kapasitas besar dan dilengkapi tali pembuka yang
panjang. Penggunaannya dengan cara dilemparkan ke laut
kemudian ditarik talinya. Sesudah tali ditarik, rakit akan secara
otomatis menggembung. Di dalamnya terdapat perlengkapan
keselamatan jiwa seperti makanan, minuman, dan obat-obatan.
Kapasitas rakit dapat mengangkut hingga 25 orang.
10
5. Pelempar Tali Penolong (Line Throwing Apparatus).
Alat Keselamatan Diatas Kapal berikutnya Roket pelempar
tali (line throwing appliances): Gunanya yang adalah alat
penghubung pertama antara survivor dengan penolong yang
mempermudah proses pendekatan, bisa juga dipakai untuk
kepentingan lainnya. Alat pelempar tali ini harus bisa melempar tali
paling dekat sejauh 230 meter.
6. Survival suit dan Immersion suit.
Gunanya sebagai pelindung dan mencegah suhu tubuh
turun akibat dinginnya air laut.
7. Media pelindung panas (Thermal Protective Aid).
Gunanya juga sebagai pelindung tubuh, mengurangi
hilangnya panas badan.
8. Isyarat Asap (Pyrotechnis).
Gunanya sebagai isyarat tanda bahaya bilamana survivor
melihat ada kapal penolong. Isyarat ini hanya dapat dilihat oleh
mata pada siang hari dengan menggunakan asap apung (bouyant
smoke signal). Pada malam hari dapat digunakan obor tangan (red
hand flare) atau obor parasut (parachute signal).
Pada tahap permulaan, dimulai dengan fokus pada
peraturan kelengkapan navigasi, kekedapan dinding penyekat
kapal serta peralatan berkomunikasi, kemudian berkembang pada
konstruksi dan peralatan lainnya. Modernisasi peraturan SOLAS
sejak 1960, adalah menggantikan Konvensi 1918 dengan. SOLAS
1960. Sejak saat itu, peraturan mengenai desain untuk
meningkatkan faktor keselamatan kapal mulai dimasukan seperti:
Desain konstruksi kapal, Permesinan dan instalasi listrik, Pencegah
kebakaran, Alat-alat keselamatan, Alat komunikasi dan
keselamatan navigasi. Adapun, usaha penyempurnaan peraturan
tersebut dengan cara mengeluarkan peraturan tambahan
(amandement) hasil konvensi IMO, yang dilakukan secara berturut-
11
turut pada 1966, 1967, 1971 dan 1973. Namun, usaha untuk
memberlakukan peraturan-peraturan tersebut secara internasional
kurang berjalan sesuai dengan yang diharapkan, terutama karena
hambatan prosedural, yaitu: diperlukannya persetujuan 2/3 dari
jumlah negara anggota untuk meratifikasi peratruran dimaksud,
ternyata sulit dicapai pada waktu yang diharapkan. Selanjutnya,
pada rentang 1974, dibuat konvensi baru SOLAS 1974, yakni pada
setiap amandemen diberlakukan sesuai target waktu yang sudah
ditentukan, kecuali ada penolakan dari 1/3 jumlah negara anggota
atau 50 % dari pemilik tonnage yang ada di dunia. Hal tersebut
selaras dengan kecelakaan tanker yang terjadi secara beruntun
pada 1976 dan 1977, sehingga, atas prakarsa Presiden Amerika
Serikat, Jimmy Carter, diadakan konperensi khusus yang
menganjurkan aturan tambahan terhadap SOLAS 1974 agar
perlindungan terhadap keselamatan maritim dapat menjadi lebih
efektif. Selanjutnya, pada 1978, dikeluarkan konvensi baru khusus
untuk tanker yang dikenal dengan nama “Tanker Safety and
Pollution Prevention (TSPP 1978)” merupakan penyempurnaan dari
SOLAS 1974, dengan lebih menekankan pada perencanaan atau
desain serta penambahan peralatan untuk tujuan keselamatan
operasi dan pencegahan pencemaran perairan. Kemudian diikuti
dengan tambahan peraturan pada 1981 dan 1983 yang
diberlakukan September 1984 dan Juli 1986. Adapun, peraturan
baru Global Maritime Distress and Safety Sistem (GMDSS) 1990
adalah merupakan perubahan mendasar yang dilakukan IMO pada
sistem komunikasi maritim dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi di bidang komunikasi, seperti satelit dan akan
diberlakukan secara bertahap dari 1995 s.d 1999. Sementara,
konsep dasar Badan SAR di darat dan kapal-kapal yang
mendapatkan berita kecelakaan kapal (vessel in distress) akan
segera disiagakan agar dapat membantu melakukan koordinasi
12
pelaksanaan operasi SAR. Berkait dengan yang tersebut di atas,
Chapter V SOLAS 74/78 membahas tentang peraturan dan
kelengkapan navigasi untuk semua kapal. Bab tersebut mengatur
tentang penyampaian berita bahaya dan informasi yang dibutuhkan
dalam menyampaikan berita yang membahayakan kapal dan
meminta pada semua negara anggota untuk mendorong setiap
kapal mengumpulkan data meteorology yang dialami dan diuji,
disebarluaskan untuk kepentingan keselamatan pelayaran.
Suma’mur, (1981;2) Oleh sebab itu, pemerintah harus
mendorong perusahaan pelayaran untuk menggunakan peralatan
dengan akurasi yang tinggi, dan menyediakan sarana untuk
mengkalibrasi serta mengecek peralatan dimaksud dan diharapkan
pula untuk menginstruksikan pada kapal-kapalnya agar mengikuti
route yang sudah ditetapkan oleh IMO, antara lain “separation on
traffic” di Selat Malaka dan menghindari route yang sudah
ditentukan untuk kapal yang meminta bantuan atau pertolongan.
Selanjutnya, Regulation 12, mengatur tentang kelengkapan alat
navigasi yang diharuskan di kapal sesuai ukuran atau gros ton
pada setiap kapal. Sesuai peraturan dimaksud, kapal dengan
ukuran 150 gros ton ke atas sudah harus dilengkapi dengan alat
navigasi. Adapun, peralatan penting yang dimaksud antara lain
seperti gyro compass, gyro repeater, echo sounding device radar
installation, automatic eadar plotting aid untuk kapal ukuran 10.000
gros ton atau lebih dan sebagainya.
International Safety Management Code (ISM Code),
(2003:11) : Sistem manajemen keselamatan (Safety Management
Sistem) adalah suatu system terstuktur dan terdokumentasi yang
memungkinkan personal perusahaan untuk mengimplementasikan
secara efektif kebijaksanaan keselamatan dan perlindungan
perusahaan. Menurut Bennett (2006:188) fungsi manajemen
keselamatan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut:
13
Mengungkapkan sebab musabab dari kecelakaan dan Meneliti
apakah ada pengendalian atau tidak. Selaras dengan yang tersebut
di atas, UU Pelayaran Pasal 1 "Ketentuan Umum" butir 32 tentang
Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah : 'Satu kesatuan
sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan,
keselamatan dan keamanan, serta perlindimgan lingkungan
maritim". Sementara, menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun
2008 pada poin 42 menjelaskan bahwa : "Keselamatan Kapal
adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material,
konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata
susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong
dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat
setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian".
Petunjuk dan perawatan alat-alat keselamatan diatas kapal
haruslah dapat dimengerti dengan mudah, yang sesuai dengan
aplikasi-aplikasi dibawah ini (SOLAS 2001 : 332-333) :
a) Membuat sebuah checklist yang digunakan ketika melakukan
perawatan dan inspeksi terhadap alat-alat keselamatan diatas
kapal.
b) Membuat petunjuk dari perawatan dan perbaikan .
c) Membuat suatu diagram dan daftar, dari alat-alat dan bagian-
bagian yang harus diberi pelumasan dengan menggunakan
minyak pelumasan yang direkomendasikan.
d) Membuat suatu daftar dari bagian-bagian yang dapat diganti.
e) Membuat suatu jurnal laporan tentang inspeksi dari perawatan
dan perawatan dari alat-alat keselamatan diatas kapal.
14
C. Pelatihan Penggunaaan Alat Keselamatan
Keunggulan-keunggulan kompetitif suatu perusahaan sangat
tergantung pada sumber daya manusia yang baik sekaligus sebagai
penggerak utama asetaset perusahaan yang lainnya, seperti modal,
mesin, peralatan dan sebagainya. Dengan keunggulan kompetitif
tersebut, maka, perusahaan akan memiliki nilai lebih dibanding dengan
perusahaan lainnya dan dapat meningkatkan profesionalisme, kualitas
pelayanan atau jasa yang dihasilkan perusahaan dapat meningkatkan
kepuasan. Dengan peningkatan kepuasan tersebut, diharapkan timbul
loyalitas terhadap perusahaan sehingga selalu dapat memenangkan
persaingan. Karton K. (2004:11)
Handoko, H. (1996:4) Oleh sebab itu, sumber daya manusia
yang tersedia terutama yang belum berpengalaman di dunia kerja
harus dapat menyesuaikan dirinya dengan kebutuhan perusahaan.
Akan tetapi, mengingat syarat-syarat yang ditetapkan perusahaan
untuk calon tenaga kerjanya sulit dipahami, maka, perusahaan harus
memiliki program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerjanya agar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
perusahaan.
Program pendidikan dan pelatihan tersebut diberikan bagi calon
tenaga kerja baru maupun tenaga kerja lama dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki
perusahaan. Berkait dengan yang tersebut di atas, program pelatihan
yang diadakan oleh perusahaan harus dilakukan dengan secara
terencana, terarah, dan dinamis sehingga dapat meningkatkan
kemampuan, kinerja operasional, dedikasi, dan loyalitas yang tinggi.
Lasse D. & Fatimah (2016).
Konvensi internasional tentang standar pelatihan, sertifikasi dan
pengawasan (STCW) 1978 amandement 2010, telah diputuskan
bahwa program tertentu yang dapat mempengaruhi keselamatan dan
kelangsungan hidup ABK kapal dan penumpang mewajibkan latihan
15
penyegaran pengendalian keadaan darurat/ keselamatan dilaksanakan
secara berkala. Latihan penyegaran dapat dilaksanakan dalam bentuk
e-learning (pembelajaran secara elektronis), latihan di atas kapal atau
pelatihan di darat.
16
berbagai bagian dari kapal, dan terutama di tempat-tempat
kediaman ABK kapal.
e. Sijil kumpul harus memperlihatkan tugas-tugas yang
ditetapkan untuk berbagai anggota awak kapal berkenan
dengan :
1) penutupan pintu-pintu kedap air, katup-katup dan
mekanisme penutupan lubang-lubang pembuangan,
ruang abu dan pintu-pintu kebakaran;
2) melengkapi sekoci-sekoci penolong ( termasuk pesawat
radio jinjing ) dan alat-alat penyelamatan lain;
3) peluncuran sekoci penolong;
4) persiapan umum alat-alat penyelamat lain;
5) meng-apel para penumpang;
6) pemadam kebakaran, dengan memperhatikan bagan-
bagan pemadam kebakaran.
f. Sijil kumpul harus memperhatikan berbagai tugas yang
dibebankan kepada para anggota bagian pelayanan tehadap
para penumpang di dalam keadaan darurat.
g. Tugas-tugas yang ditujukan oleh sijil kumpul yang berkaitan
dengan pemadam kebakaran sesuai dengan sub paragraf
(e:6).
h. Sijil kumpul harus perinci isyarat-isyarat tertentu unyuk
memanggil semua awak kapal untuk ke stasiun-stasiun
sekoci, stasiun rakit penolong dan stasiun pemadam
kebakaran dan harus memberikan perincian isyarat-isyarat
ini secara lengkap.
17
semua orang harus meninggalkan kapal dengan
menggunakan alat-alat penolong yang terdapat dikapal,
secara langsung maupun harus terjun ke laut dan naik kealat
penolong sampai dengan mendapat pertolongan dari tim
SAR didarat, (PIP Semarang, 2002 : 14 ).
Keadaan darurat adalah keadaan lain dari keadaan
normal yang mempunyai kecenderungan atau potensi ingkat
yang membahayakan baik bagi keselamatam manusia, harta
benda maupun lingkungan di sekitarnya, (Agus Hadi,PIP
Semarang :7)
b. Faktor-faktor Penyebab Keadaan darurat.
i. Faktor Alam.
Yaitu keadaan darurat yang disebabkan karena
adanya cuaca buruk dan keadaan lainnya yang tidak
dapat diperkirakan sebelumnya.
ii. Faktor Manusia.
Yaitu keadaan darurat yang disebabkan karena
kelalaian manusia yang dapat mengakibatkan kebakaran
atau ledakan yang disertai kebakaran dan sebagainya.
iii. Faktor Teknis.
Yaitu keadaan darurat yang diakibatkan misalnya
yang ada kaitannya dengan kelaik lautan kapal, sehingga
kapal tidak mampu meneruskan pelayaran dengan
aman, akibat yang ditimbulkan boleh jadi kapal bocor,
terbalik atau mesin rusak.
c. Jenis-jenis Keadaan Darurat.
Gangguan pelayaran pada dasarnya dapat berupa
gangguan yang dapat langsung diatasi, bahkan perlu
mendapat bantuan langsung dari pihak tertentu, atau
gangguan yang mengakibatkan Nakhoda dan semua anak
buah kapal harus terlibat untuk mengatasi gangguan
18
tersebut atau untuk harus meninggalkan kapal. Keadaan
gangguan pelayaran tersebut harus sesuai situasi dapat
dikelompokan menjadi keadaan darurat yang didasarkan
pada jenis kejadian itu sendiri, menurut Agus Hadi (PIP
Semarang : 9) keadaan darurat dapat disusun sebagai
berikut :
1) Tubrukan (collusion).
2) Kebakaran/Ledakan (fire).
3) Kandas (grounded).
4) Kebocoran/Tenggelam (flooding).
5) Orang jatuh kelaut (man over board).
6) Pencemaran (oil pollution).
d. Isyarat Keadaan Darurat.
Sesuai dengan kemungkinan terjadinya situasi darurat
dikapal, isyarat bahaya yang umumnya dapat terjadi adalah:
1) Isyarat Kebakaran.
Apabila terjadi kebakaran di atas kapal maka setiap
orang diatas kapal yang pertama kali melihat adanaya
bahaya kebakaran wajib melaporakan kejadian tersebut
pada mualim jaga dianjungan. Mualim jaga akan terus
memantau perkembangan upaya pemadam kebakaran
dan apabila kebakaran tersebut tidak dapat diatasi
dengan alat-alat pemadam portable dan dipandang perlu
menggunakan peralatan pemadam kebakaran tetap serta
membutuhkan peran seluruh anak buah kapal, maka atas
keputusan dan perintah Nahkoda isyarat kebakaran wajib
dibunyikan dengan kode suling atau bel yaitu satu tiup
pendek dan satu tiup panjang secara terus-menerus.
Setiap anak buah kapal yang mendengar isyarat
kebakaran wajib melaksanakan tugasnya sesuai dengan
perannya pada sijil kebakaran dan segara menuju
19
ketempat tugasnya untuk menunggu perintah lebih lanjut
dari komandan regu pemadam kebakaran.
2) Isyarat Sekoci.
Dalam keadaan darurat yang menghendaki Nahkoda
dan seluruh anak buah kapal maka kode isyarat untuk
mengumpulkan seluruh awak kapal ketempat kumpul
(muster ststion) maka kode isyarat yang dibunyikan
adalah melalui bel atau suling kapal sebanyak 7 (tujuh)
pendek dan satu panjang secara terus menerus.
Setelah semua awak kapal kumpul dimuster station
menunggu perintah dari kepala regu dan apabila harus
meninggalkan kapal isyaratnya adalah VERBAL ORDER
BY MASTER (perintah langsung yang diucapkan secara
lisan oleh Nahkoda dari kapal yang bersangkutan).
3) Isyarat Orang Jatuh kelaut.
Bila terdapat orang jatuh ke laut, maka isyaratnya
adalah terdiri dari tiga tiupan panjang yang dibunyikan
secara terus menerus.
Seorang awak kapal yang melihat orang jatuh ke laut,
maka tindakan yang dilakukan adalah:
i. Berteriak “orang jatuh kelaut” sekeras-kerasnya dan
dilambung mana orang tersebut jatuh.
ii. Lemparkan pelampung yang dilengkapi dengan
lampu apung/asap sedekat orang yang jatuh tersebut.
iii. Melaporkan ke mualim jaga yang dan terus
mengamati letak/posisi dari pelampung/orang jatuh.
4) Isyarat kapal kandas.
Isyarat yang harus dibunyikan bila kapal mengalami
kandas adalah dengan membunyikan lonceng jangkar
yang dibunyikan secara terus merus disusul dengan
gong yang berada diburitan (bila panjang kapal >100 m).
20
D. Kerangka Pikir
Pengoptimalan dan
maintanance alat keselamatan
di atas kapal
21
BAB III
METODE PENELITIAN
23
mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan
diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara,
pengumpul data telah menyiapkan instrument penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun
telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap
responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data
mencatatnya. Dalam melakukan wawancara, selain harus
membawa instrumen sebagai pedoman untuk wawancara,
maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu
seperti tape recorder, gambar, brosur, dan material lain yang
dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar.
b. Wawancara tidak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang
bebas dimana peneliti menggunakan pedoman wawancara
yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan
hanya garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui
secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti
nanti akan lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan
oleh responden. Berdasarkan analisis dari setiap jawabannya
nanti dari responden tersebut. Maka peneliti dapat mengajukan
berbagai pertanyaan yang terarah pada suatu tujuan.
24
apabila terdapat kesulitan dan dijadikan landasan teori bagi
penelitian yang akan dilakukan itu mempunyai dasar yang
kokoh dan bukan hanya sekedar penelitian.
25
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan selama
melaksanakan praktek laut di atas kapal WM. MAKASSAR, dari
tanggal 04 September 2019 sampai dengan 20 Juni 2020 (9 Bulan 16
Hari). Penulis menemukan beberapa permasalahan yang berkaitan
dengan judul yaitu, Penerapan Penggunaan Alat-Alat Keselamatan di
kapal WM.MAKASSAR.
Adapun permasalahan yang penulis temukan sebagai berikut :
1. Alat keselamatan Kerja
a. Tidak disiplinnya dalam penggunaan alat pelindung diri.
Dari hasil pengamatan kepada 9 kru dek ditemukannya kru
dalam bekerja diatas kapal tidak menggunakan pelindung
diri dan jika dibiarkan resiko akan terjadinya kecelakaan
kerja lebih besar.
Gambar.4.2
Crew kerja tanpa alat kerja yang sesuai
27
Tabel. 4.1
Store APD dikapal MV.WM.MAKASSAR
On Board
No Description Location Quantity
(cons)
Sarung
2 Bosun Strore 30 13
tangan
Gambar.4.4
Mesin Hydrolik bocor dan tidak dapat menurunkan sekoci
Tabel.4.2
Jadwal Drill pada kapal MV.WM.MAKASSAR
No. Drill Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1. Drill bomb threat 09 09 09 09
2. Watch standing in 11 11
security level 3 Envi-
ronment drill
3. Unauthorized entry 17
to a restricted area
29
4. Response for piracy 05
5. Launching FRC 25 25 25
6. Abandon ship 19 19 19 19 19
7. Grounding 15 15 15 15 15
8. Man overboard 05 05 05
9. Fire drill 28 28
B. Pembahasan
31
a. Adapun jenis-jenis sekoci yang di izinkan sesuai dengan bab III
SOLAS 1974, yaitu:
1) Sekoci terbuka (open lifeboat)
2) Sekoci tertutup sebagian (partially enclosed)
3) Sekoci tertutup sebagian secara otomatis (self righting
partially enclosed)
4) Sekoci tertutup (totally enclosed)
5) Sekoci dengan sistem udara otomatis (self contained air
support system)
6) Sekoci dengan pelindung tahan api (fire protected)
b. Syarat-syarat sekoci penolong (Lifeboat) sebagai berikut:
1) Semua sekoci penolong haruslah dibuat cukup baik dan
mempunyai bentuk dan ukuran-ukuran sedemikian rupa
sehingga jika berlayar di laut yang bergelombang,
mempunyai cukup keseimbangan.
2) Semua sekoci penolong minimal 24 kaki (7,3 meter). Dan
jika hal tersebut dianggap tidak praktis maka administrator
dapat member kelonggaran untuk memperpendek sekoci
penolong tersebut, dengan ketetapan tidak kurang dari 16
kaki atau 4,9 meter.
3) Semua sekoci penolong beratnya maksimal 20 ton berisi
penuh dengan orang-orang dan perlengkapan, dengan daya
angkut 150 orang.
4) Semua bangku dan tempat duduk samping harus dibangun
rendah dan sepraktis mungkin.
Gambar 4.5.
Lifeboat MV.WM.MAKASSAR
33
Yaitu rakit penolong yang disimpan dalam keadaan terlipat
dan dikembangkan pada saat akan digunakan/diturunkan
kelaut.
2) Rakit penolong tegar/kaku (rigid life raft)
Yaitu rakit penolong yang terkembang dalam
penyimpanannya dan siap digunakan setiap saat diperlukan.
b. Adapun persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh rakit
penolong yaitu:
1) Setiap rakit penolong harus dibangun sedemikian rupa
sehingga apabila diperlukan dari tempat penyimpananya di
atas kapal, rakit maupun perlengkapannya tidak akan rusak.
2) Rakit penolong harus dilengkapi penutup yang sesuai
dengan ukurannya, dengan warna yang kontras sehingga
dapat melindungi penumpangnya dengan kondisi laut.
3) Perlengkapan rakit penolong harus tersimpan sedemikian
rupa sehingga selalu siap digunakan bagaimanapun rakit
penolong itu terapung.
4) Total berat rakit penolong dengan perlengkapannya, untuk
kapal penumpang tidak boleh lebih dari 180 kilogram (400
lbs). Rakit pada kapal barang boleh lebih berat dari 180
kilogram (400 lbs) apabila dapat diturunkan pada kedua
belah sisi kapal, atau apabila dilengkapi dengan peralatan
yang memungkinkan diturunkan ke laut secara mekanis.
5) Rakit penolong harus setiap saat efektif dan stabil sewaktu
terapung di air.
6) Rakit penolong harus mempunyai paling tidak 96 decimeter
kubik atau 3,4 kaki kubik tanki udara, atau mempunyai daya
tampung cadangan yang sesuai untuk setiap orang yang
diizinkan dan diletakkan sedekat mungkin pada sisi rakit
penolong.
7) Rakit penolong harus dilengkapi dengan peralatan yang
memudahkan orang menaikinya.
8) Rakit penolong harus dibangun dari bahan-bahan yang
tahan minyak.
9) Setiap rakit penolong harus dilengkapi dengan lampu
holmes yang terkait dengan tali.
10) Rakit penolong harus dilengkapi dengan peralatan yang
mudah diikat.
11) Rakit penolong harus di tempatkan pada tempat yang setiap
saat dapat terapung sendiri jika kapal tenggelam.
Gambar 4.6.
Liferaft WM.MAKASSAR
35
Tabel 4.3.
Liferaft MV.WM.MAKASSAR
Inflatable Life
1 Merk : VIKING,
Raft 25 Forecastle 6 29 Sep 2020
Type : 25DK+,
person
Tabel 4.4.
Liferaft Inventory WM.MAKASSAR
Quantity
Total
No. Description Unit Remarks
In Cond Spare Cond
use
01. Parachute Signal 4 Bad - - Pcs L/Raft P/S
02. Hand Flare 6 Good - - Pcs L/Raft P/S
03. Smoke Signal 4 Good - - Pcs L/Raft P/S
04. Water Ration 60 Bad - - Pcs L/Raft P/S
05. Food Ration 20 Bad - - Pcs L/Raft P/S
06. First Aid Kit 1 Bad - - Set L/Raft P/S
Sea Sickness
07. 120 Good - - Pcs L/Raft P/S
Tablets
Gambar 4.7.
Lifebuoy MV.WM.Makassar
37
Adapun persyaratan konstruksi pelampung penolong yaitu
sebagaiberikut:
a. Diameter luar < 800 mm, dan diameter dalam > 400 mm
b. Mampu mengapung di air tawar sedikitnya 24 jam dengan
beban ≥ 14,5 kg
c. Memiliki massa lebih dari 2,5 kg
d. Mampu dijatuhkan kelaut dari ketinggian sedikitnya 30 m,
termasuk komponen pelengkapnya.
e. Harus dilengkapi dengan tali keamanan (grab line) dengan
diameter sedikitnya 0,95 cm.
f. Harus bertuliskan dengan huruf balok, nama kapal serta
pelabuhan tempat kapal terdaftar (port register)
g. Pada kapal penumpang dan barang tidak kurang dari setengah
jumlah pelampung penolong harus dilengkapi dengan lampu
yang bisa menyala sendiri (self ignition light) yang efficient,
paling sedikit 6 buah.
h. Dua pelampung penolong disamping dilengkapi dengan lampu
yang dapat menyala sendiri (self ignition light) juga harus
dilengkapi dengan semboyan asap siang hari dan menyala
minimal 15 menit pada malam hari.
i. Semua pelampung penolong tidak boleh diikat kuat ke badan
kapal tetapi harus dengan mudah bisa dipakai.
Tabel 4.5.
Persyaratan jumlah pelampung penolong diatas kapal barang
Panjang kapal (L) Jumlah Minimal
L < 100 m 8
100 m ≤ L < 150 m 10
150 m ≤ L < 200 m 12
L ≥ 200 m 14
Sumber :LSA Inventory 2019 (Lifebuoy) of MV.WM.Makassar
Tabel 4.6.
Persyaratan jumlah pelampung penolong diatas kapal penumpang
L < 60 m 8
60 m ≤ L < 120 m 12
120 m ≤ L < 180 m 18
180 m ≤ L < 200 m 24
L ≥ 240 m 30
Sumber :LSA Inventory 2019 (Lifebuoy) of MV.WM.Makassar
Tabel 4.7.
Lifebuoy MV.WM.Makassar
On
Board Expiry
No Description Location Spare Remarks
Date
(cons)
Bridge Spare :
Outside, - L.Buoy 2.5 KG
Boat Deck, - Model : DY555, outer
1. Life buoy 10 2
Poop - Outer Diameter :
Deck, Main 713mm
Deck Inner : 445mm
- L.Buoy 4.5 KG
- Model : SB-40
- Outer Diameter :
With Light 760mm
& Self- Bridge April - Inner : 460mm
2. 2 -
activating Outside 2019 - Type : JHL-4&JHLS-4,
Smoke - Aprov No:
NJ13T00174,
- Manufacture:
Mei 2016
39
- L.Buoy 2.5 KG
With Self- Boat Deck - Model : DY555, outer
3. igniting & Poop 4 - - Outer Diameter :
light Deck 713mm
- Inner : 445mm
- L.Buoy 2.5 KG
With Life - Model : DY555, outer
4. Line 1x Main Deck 2 - - Outer Diameter :
30M 713mm
- Inner : 445mm
- L.Buoy 2.5 KG
- Model : DY555, outer
Without
5. Forecastle 2 2 - Outer Diameter :
attachment
713mm
Inner : 445mm
Sumber :LSA Inventory 2019 (Lifebuoy) of MV.WM.Makassar
Gambar 4.8
Life Jacket MV.WM.Makassar
Rompi penolong dibuat dari bahan yang baik agar tidak mudah
rusak dan tidak terbakar/meleleh setelah terkurung api selama
waktu 2 detik. Selain itu rompi penolong juga dibuat oleh orang yan
ahli. Rompi penolong diberi warna yang mencolok agar mudah
dilihat pada saat dilakukan pencarian biasanya di gunakan warna
orange.
Adapun persyaratan yang harus dimilki oleh setiap rompi
penolong adalah sebagai berikut:
a. Harus terbuat dari bahan-bahan yang baik dan dikerjakan
dengan sempurna oleh orang yang ahli dalam pembuatan alat
keselamatan ini.
b. Harus dibuat sedemikian rupa untuk mengurangi kekeliruan
pemakaian yang terbalik.
c. Seseorang harus mampu memakainya dalam dalam waktu 1
menit tanpa bantuan orang lain.
41
d. Nyaman dipakai.
e. Dapat digunakan untuk terjun ke laut dengan ketinggian 4,5
meter di atas air dengan aman dan tidak rusak.
f. Harus di lengkapi dengan peluit.
g. Harus dilengkapi dengan lampu yang intensitasnya 0,75 x
cahaya lilin dengan daya tahan minimal 8 jam.
h. Kelipan lampu baju berenang paling sedikit harus dapat berkelip
50 kali/menit.
Tabel 4.8.
Life Jacket MV.WM.Makassar
On
Board Expiry
No Description Location Rule Req Spare Remarks
Date
(cons)
Life jacket
Each Each Spare :
with
1 Cabin,Bridge,ECR&Bosun Person G 27 20 L.Jacket
whistle &
Strore + 25% : 20
light
Light Life
2 G 27 6
Jacket
Whistle
3 Life G 27 5 N/A
Jacket
Sumber :LSA Inventory 2019 (Life Jacket) of MV.WM.Makassar
Gambar 4.9.
Line Throwing Apparatus
43
d. Pemeriksaan tempat penyimpanan line throwing apparatus dan
memastikan tempat penyimpanan tersebut dalam keadaan
bersih.
6. Isyarat-Isyarat Tanda Bahaya (Distress Signal)
Isyarat tanda bahaya merupakan tanda-tanda yang akan
diperlihatkan oleh kapal yang mengalami bahaya. Jadi setip kapal
diwajibkan untuk melengkapi alat-alat keselamatan sebagai
persyaratan kelaik lautan kapal, salah satunya adalah isyarat
tanda-tanda bahaya.Isyarat tanda-tanda bahaya tersebut
digunakan pada malam hari maupun siang hari. Adapun isyarat
tanda-tanda bahaya yang ada di atas kapal adalah :
a. Cerawat payung (Rocket Parachute Signal)
Yaitu isyarat cahaya menyerupai panjang yang diluncurkan
hingga mencapai ketinggian paling sedikit 300m dari permukaan
air. Gunanya untuk menarik perhatian pesawat terbang atau
kapal lain yang melintas disekitar kejadian kecelakaan, untuk
mencari dan meminta pertolongan.
b. Cerawat Tangan (Hand Flare)
Yaitu isyarat berupa obor dengan nyala berwarna merah yang
kegunaanya sama dengan cerawat payung. Sebuah cerawat
tangan harus mampu menyala selama satu menit dan tidak mati
walau diterpa angin kencang.
c. Isyarat asap (Smoke Signal)
Yaitu isyarat tanda bahaya berupa asap tebal berwarna jingga
yang gunanya sama dengan cerawat tangan. Isyarat asap harus
mampu bekerja paling sedikit 3 menit terapung di perairan
tenang.
Gambar 4.10.
Distress Signal MV.WM.Makassar
45
Alat penurunan rakit ada 3 macam yaitu :
a. Dewi-dewi lengan tunggal (single arm devits)
b. Peluncur otomatis (free fall arrangement)
c. Pengembang otomatis (float free arrangement)
Gambar 4.11.
Launching Rescue Boat MV.WM.Makassar
47
Gambar 4.12.
Immerson Suit MV.WM.Makassar
49
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil observasi dan pembahasan kesimpulannya
adalah, Crew diatas kapal tidak menggunakan alat keselamatan sesuai
prosedur atau ketetapan yang berlaku di IMO dan kurangnya akan
kesadaran diri akan keselamatan dalam bekerja dan sikap disiplin
dalam bekerja, pada safety meeting officer ataupun perwira tidak
menekankan atau mengingatkan kepada kru agar dalam bekerja selalu
berhati-hati dan mengutamakan keselamatan dalam bekerja dan
kurangnya perawatan dalam alat keselamatan dikapal dan
pengecekan secara berkala membuat terjadinya kerusakan pada dewi-
dewi penurunan sekoci dan juga rusaknya motor pada sekoci
membuat tidak dapat digunakan dan tidak dilaksanakannya drill sesuai
jadwal yang telah ditetapkan.
B. Saran
Disarankan bagi perusahaan untuk menginstruksikan kepada
perwira diatas kapal untuk menekankan penggunaan alat
keselamatan diatas kapal agar kru lebih paham akan pentingnya
penggunaan alat keselamatan dan meningkatan sikap disiplin
kepada setiap kru dan pada safety meeting selalu memberikan
arahan kepada perwira yang bertugas mengecek dan melakukan
perawatan secara berkala agar nantinya alat keselamatan kerja
dapat dipakai sebagaimana mestinya dan tidak terulang kembali
kerusakan yang terjadi. Melaksanakan drill secara teratur dan berkala
yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga jika terjadi keadaan
emergency dapat segera diatasi dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
liv
RIWAYAT HIDUP PENULIS