Anda di halaman 1dari 68

ANALISIS PENGGUNAAN ALAT KESELAMATAN DI

MV.WM.MAKASSAR

TRISAKTI DIAZ ANUGRAH

NIT : 17.41.297

NAUTIKA

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA IV PELAYARAN

POLITEKNIK ILMU PELAYARAN MAKASSAR

TAHUN 2021
ANALISIS PENGGUNAAN ALAT KESELAMATAN DI
MV.WM.MAKASSAR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan

Diploma IV Pelayaran

Jurusan Nautika

Disusun dan diajukan oleh

TRISAKTI DIAZ ANUGRAH


NIT. 17.41.297

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA IV PELAYARAN


POLITEKNIK ILMU PELAYARAN MAKASSAR
TAHUN 2021

ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Nama : Trisakti Diaz Anugrah

NIT : 17.41.297

Jurusan : NAUTIKA

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul:

ANALISIS PENGGUNAAN ALAT KESELAMATAN DI MV WM


MAKASSAR

Merupakan karya asli seluruh ide yang ada dalam skripsi ini, kecuali
tema dan yang saya nyatakan sebagai kutipan, merupakan ide yang saya
susun sendiri.

Jika pernyataan ini di atas terbukti sebaliknya, maka saya bersedia


menerima sanksi yang ditetapkan oleh Politeknik Ilmu Pelayaran
Makassar.

Makassar, 25 Juni 2021

TRISAKTI DIAZ A

NIT.17.41.297

iv
PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa atas limpahan kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun judul skripsi yaitu “ANALISIS
PENGGUNAAN ALAT KESELAMATAN DI MV WM MAKASSAR”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat


banyak kekurangan baik dari segi bahasa, susunan kalimat, maupun cara
penulisan serta pembahasan materi akibat keterbatasan penulis dalam
menguasai materi, waktu dan data yang diperoleh.

Untuk itu penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang


sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Capt. Sukirno, M.M.Tr., M.Mar, selaku Direktur Politeknik Ilmu


Pelayaran Makassar.
2. Bapak Capt. Welem Ada’, M.Pd., M.Mar, selaku Ketua Program Studi
Nautika.
3. Bapak Capt. H. Suwarno Waldjoto, S.Sos.,M.Pd.,M.Mar. selaku
Dosen Pembimbing 1.
4. Ibu Haerani Asri, S.Si.T.,M.T. Selaku Dosen Pembimbing 2.
5. Seluruh Staff Pengajar Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar atas
bimbingan yang diberikan kepada penulis selama mengikuti proses
pendidikan di PIP makassar.
6. Seluruh Civitas Akademika Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar.
7. Orang tua penulis, Ibu Nurlina atas kesabaran, ketulusan dan kasih
sayangnya dalam memberikan motivasi dan dorongan dalam
menyelesaikan skripsi ini dan Bapak Juhasri yang selalu menjadi

v
inspirasi ketika dalam keadaan sulit dan membuat saya selalu bangga
menjadi anaknya. Serta kedua adik saya yaitu Rafly dan Radit yang
selalu menjadi penyemangat saya untuk menyelesaikan pendidikan di
PIP Makassar.
8. Perusahaan pelayaran PT. Wintermar Offshore Marine yang telah
memberikan kesempatan penulis untuk melakukan penelitian.
9. Seluruh Crew MV WM MAKASSAR 2019 - 2020 yang telah
memberikan inspirasi dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Rekan-rekan taruna (i) angkatan XXXVII yang turut membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
11. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi
ini yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih

terdapat banyak kekurangan-kekurangan bila dipandang dari segala sisi.

Tentunya dalam hal ini tidak lepas dari kemungkinan adanya kalimat-

kalimat atau kata-kata yang kurang berkenan dan perlu untuk

diperhatikan. Namun demikian dengan segala kerendahan hati penulis

memohon dan saran-saran dari para pembaca yang bersifat membangun

demi penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga

skripsi ini dapat berguna bagi dunia kemaritiman, khususnya bagi pribadi

Penulis dan para Crew di atas kapal di dalam menerapkan dan

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Makassar, 25 Juni 2021

Trisakti Diaz Anugrah

NIT. 17.41.297

vi
ABSTRAK

TRISAKTI DIAZ A, 2021 . Analisis Penggunaan alat keselamatan Di


Kapal MV.WM.MAKASSAR (Dibimbing oleh Capt. H. Suwarno Waldjoto,
S.Sos.,M.Pd.,M.Mar.dan Haerani Asri, S.Si.T.,MT.)

Sesuai dengan ketentuan Safety of Life At Sea atau SOLAS Tahun


1974 amandemen 2010 bahwa setiap kapal harus dilengkapi dengan alat
keselamatan, dimana alat keselamatan sangat penting sekali untuk
penyelamatan jiwa ataupun saat bekerja diatas kapal. Dikapal
sehubungan dengan alat keselamatan adalah penggunaan alat
keselamatan. Alat keselamatan diatas kapal sangatlah penting untuk
mengurangi resiko dalam bekerja dan membantu dalam menyelesaikan
pekerjaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana
Kesiapan kru dalam Penggunaan alat keselamatan di atas kapal.

Penelitian ini dilaksanakan di kapal MV. WM. MAKASSAR yang


merupakan salah satu armada milik PT. Wintermar Offshore Marine kurun
waktu selama 9 bulan terhitung mulai tanggal 04 September 2019 sampai
dengan tanggal 20 Juni 2020. Sumber data yang diperoleh adalah data
primer yang diperoleh langsung dari tempat penelitian dengan cara
observasi dan wawancara langsung dengan para perwira/ABK serta
literatur-literatur yang berkaitan dengan judul skripsi.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah kurangnya


penggunaan alat keselamatan diatas kapal oleh ABK menjadi faktor
penyebab terjadinya kecelakaan kerja diatas kapal, selain itu kurangnya
perawatan alat keselamatan kerja diatas kapal.

Kata kunci : penggunaan, pemeliharaan, alat keselamatan

vii
ABSTRACT

Trisakti Diaz Anugrah, 2021. Analysis of the use of safety


equipment for safety on MV. WM. Makassar vessel (Guided by Capt. H.
Suwarno Waldjoto, S.Sos.,M.Pd.,M.Mar dan Haerani Asri, S.Si.T.,MT)

In accordance with the provisions of the Safety of Life at Sea or


SOLAS 1974 amendment 2010 that every ship must be equipped with
safety equipment, where safety equipment is very important for saving
lives or when working on ships. On board with respect to safety equipment
is the use of safety equipment. Safety equipment on board is very
important to reduce risks at work and assist in completing the work. The
purpose of this study was to find out how the crew's readiness in the use
of safety equipment on the ship.

This research was conducted a board MV.WM.MAKASSAR


owneed by WINTERMAR OFFSHORE MARINE during 9 month 16 days
starting from 04 September 2019 until 20 Juny 2020. The obtained data
source was primary data collected directly from the object of research
through observation and directy interview with the officers/crew as well as
related literature.

The results obtained from this study are the lack of use of safety
equipment on board by crew members is a factor causing work accidents
on ships, in addition to the lack of maintenance of safety equipment on
ships.

Keywords :use, maintenance, safety equipments.

viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................i
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ iv
PRAKATA ................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................. vii
ABSTRACT .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 2
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
E. Hipotesis Penelitian ......................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Alat Keselatan Kerja Dikapal ........................................................... 4
B. Alat Keselamatan Jiwa Dikapal ....................................................... 7
C. Pelatihan Penggunaan Alat Keselamatan ..................................... 15
D. Kerangka Pikir ............................................................................... 21

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis, Desain dan Variabel Penelitian ........................................... 22
B. Defenisi Operasional Variabel ....................................................... 22
C. Populasi dan Sampel .................................................................... 23
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 23
E. Teknik Analisis Data ...................................................................... 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN MASALAH


A. Hasil Penelitian ............................................................................ 26
B. Pembahasan ............................................................................... 30

ix
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ....................................................................................... 50
B. Saran............................................................................................. 50

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................

- Foto kapal MV.WM.Makassar


- Foto kru Kapal WM.Makassar

x
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

4.1. Store APD dikapal MV.WM.MAKASSAR .......................................... 28

4.2. Jadwal Drill pada kapal MV.WM.MAKASSAR................................... 29

4.3. Liferaft MV.WM.MAKASSAR ............................................................ 36

4.4. Liferaft Inventory MV.WM.MAKASSAR ............................................. 36

4.5. Persyaratan jumlah pelampung penolong diatas kapal barang ........ 38

4.6. Persyaratan jumlah pelampung penolong diatas kapal Penumpang 39

4.7. Lifebuoy MV.WM.MAKASSAR .......................................................... 39

4.8. Life jacket MV.WM.MAKASSAR ....................................................... 42

xi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Kerangka Pikir................................................................................... 21

4.2. Crew kerja tanpa alat kerja yang sesuai ........................................... 26

4.3. Crew kerja tanpa alat kerja yang sesuai .......................................... 27

4.4. Mesin Hydrolik bocor dan tidak dapat menurunkan sekoci .............. 29

4.5 Lifeboat MV.WM.MAKASSAR.......................................................... 33

4.6. Liferaft MV.WM.MAKASSAR ........................................................... 35

4.7. Lifebuoy MV.WM.MAKASSAR ......................................................... 37

4.8. Life jacket MV.WM.MAKASSAR ....................................................... 41

4.9. Line throwing Apparatus .................................................................. 43

4.10. Distress Signal MV.WM.MAKASSAR ............................................ 45

4.11. Launching Rescue Boat MV.WM.MAKASSAR .............................. 46

4.12. Immerson Suit MV.WM.MAKASSAR ............................................. 48

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sesuai dengan ketentuan Safety of Life At Sea atau SOLAS Tahun
1974 amandemen 2010 bahwa setiap kapal harus dilengkapi dengan
alat-alat keselamatan dimana alat keselamatan sangat penting sekali
untuk penyelamatan jiwa ataupun saat bekerja diatas kapal. Alat
keselamatan itu dibedakan dari nama dan kegunaannya, jumlah alat
keselamatan pada setiap kapal tidak sama, tergantung dari jenis kapal
itu sendiri mengingat makin besarnya permintaan jasa transportasi laut
pada kapal barang maupun kapal penumpang sehingga crew kapal
harus memiliki keterampilan menggunakan alat-alat keselamatan.
Apabila mereka mendapatkan kecelakaan dilaut maka dapat menolong
diri sendiri maupun orang lain secara cepat dan tepat. Salah satu
unsur penting dalam kelancaran operasional sebuah kapal adalah
tersedianya perlengkapan alat-alat keselamatan, namun pada
kenyataan masih terdapat kurangnya kesadaran sebagian crew kapal
untuk mempelajari dan mempraktekkan alat-alat keselamatan yang
ada.
Di dalam SOLAS sudah diatur tentang perlengkapan keselamatan
yang harus dilengkapi oleh semua kapal, serta proses pemeliharaan
sesuai dengan prosedur yang ada. Hal tersebut dilakukan untuk
memberikan jaminan keselamatan bagi seluruh awak kapal.
Diketahui dikapal MV.WM.Makassar yang merupakan kapal tempat
saya melaksanakan praktek laut, dikapal tersebut memang terdapat
alat keselamatan namun sesuai dengan pengamatan yang saya
lakukan di atas kapal kelengkapan dan kondisi alat keselamatan jarang
diperhatikan. Terkadang pemeriksaan yang dilakukan oleh pencharter
hanya sebatas cheklis saja tidak dilaksanakan dilapangan
sebagaimana mestinya dan dari pihak pencharter pun tidak
mempermasalahkan akan hal tersebut, kenyataannya Fast Rescue
Craft (FRC) dikapal tersebut dalam keadaan rusak sehingga dalam
keadaan tersebut tidak memungkinkan dipakai sebagaimana mestinya
dan dari pada itu tidak dilakukannya maintenance terhadap FRC. Itulah
mengapa banyak terjadi kasus kerusakan terhadap FRC disebabkan
karena kurangnya perawatan dan tidak dilaporkannya hal tersebut
kepada pihak perusahaan agar segera mengirimkan teknisi atau
sparepart agar segera dapat dipakai dalam keadaan emergency atau
pun saat melakukan drill di atas kapal.
Dan juga para crew kapal tidak melaksanakan dengan sungguh-
sungguh dalam pelaksanaan drill hanya fomalitas saja diatas kertas,
tidak dilaksanakan secara action dilapangan. Bagaimana jika hal buruk
terjadi diatas kapal kru tidak tanggap akan keadaan emergency dan
terjadinya hal yang tidak diinginkan karena kurangnya kesadaran kru
kapal akan pentingnya keselamatan diri saat bekerja diatas kapal.

Mengingat pentingnya hal tersebut, maka penulis tertarik untuk


mengambil judul skripsi “ANALISIS PENGGUNAAN ALAT
KESELAMATAN DI MV.WM.MAKASSAR”.

B. Rumusan Masalah
Adapun pokok masalah yang akan dibahas oleh penulis yaitu:
Bagaimana Penerapan Penggunaan alat keselamatan di
MV.WM.MAKASSAR ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah “Untuk
mengetahui Bagaimana Kesiapan kru dalam Penggunaan alat
keselamatan di MV.WM.MAKASSAR”.

2
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Menambah perbendaharaan ilmu kenautikaan dalam hal
penerapan penggunaan alat-alat keselamatan di atas kapal.
2. Manfaat Praktis
Pembaca dapat mengetahui prosedur penggunaan alat-alat
keselamatan dan memahami akan pentingnya perawatan alat-alat
keselamatan, khususnya para crew diatas kapal.

E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah yang dikemukakan oleh
penulis, maka yang menjadi hipotesis dalam penulisan skripsi ini
adalah: kurangnya maintenance dikapal dan tidak diterapkannya drill
sebagaimana mestinya, dan juga pada saat kapal mengalami
kerusakan alat pihak perusahaan tidak segera mengirimkan teknisi
atau sparepart untuk memperbaiki alat yang rusak agar segera
diperbaiki dan dapat dipakai dalam keadaan emergency atau pun saat
melakukan drill dikapal sesuai dengan aturan yang ditetapkan
(SOLAS: Chapter III, Life Saving Appliance).

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Alat Keselamatan Kerja Dikapal


Keselamatan kerja merupakan prioritas penting bagi pelaut
profesional saat bekerja di atas kapal. Seluruh perusahaan pelayaran
memastikan bahwa kru mereka mengikuti prosedur keamanan pribadi
dan aturan semua operasi yang dibawa diatas kapal.
Keselamatan pelayaran adalah segala hal yang ada dan dapat
dikembangkan dalam kaitannya denga tindakan pencegahan
kecelakaan pada saat melaksanakan kerja di bidang pelayaran.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
(UU Pelayaran) Pasal 1 butir 2 menyatakan bahwa keselamatan dan
keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan
keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan perairan,
kepelabuhan dan lingkungan maritim. Pasal 1 butir 33 menyatakan
bahwa kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi
persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari
kapal, pengawakan, garis muar permuatan, kesejahteraan awak kapal
dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen
keselamatan dan pencemaran dari kapal dan manajemen keamanan
kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
Keselamatan pelayaran telah diatur oleh lembaga internasional
yang mengurus atau menangani hal-hal yang terkait dengan
keselamatan jiwa, harta laut, serta kelestarian lingkungan serta
kelestarian lingkungan. Lembaga tersebut dinamakan International
Maritime Organization (IMO) yang bernaung dibawah PBB. Salah satu
faktor penting dalam mewujudkan keselamatan serta kelestarian
lingkungan laut adalah keterampilan keahlian dari manusia yang terkait
dengan pengoperasian dari alat transpoprtasi kapal di laut karena
bagaimanapun kokohnya suatu kapal dan betapapun canggihnya
teknologi baik sarana bantu maupun peralatan yang ditempatkan di
atas kapal tersebut kalau dioperasikan manusia yang tidak mempunyai
keterampilan, keahlian yang sesuai dengan tugas dan fungsinya maka
semua akan sia-sia. Dalam kenyataannya 80% dari kecelakaan di laut
adalah akibat kesalahan manusia (human error).
Menurut Moekijat. (1990) Untuk menjamin keselamatan
pelayaran sebagai penunjang kelancaran lalu lintas kapal di laut
“diperlukan adanya ABK kapal yang berkeahlian” berkemampuan dan
terampil “dengan demikian setiap kapal yang akan berlayar harus
diawaki dengan ABK kapal yang cukup dan sesuai untuk melakukan
tugasnya diatas kapal berdasarkan jabatannya dengan
mempertimbangkan besaran kapal” tata susunan kapal dan daerah
pelayaran. UU Pelayaran pasal 1 butir 30 ABK kapal adalah orang
yang bekerja atau diperlukan di atas kapal oleh pemilik atau operator
kapal untuk melakukan tugas diatas kapal sesuai dengan jabatannya.
Berikut ini adalah peralatan dasar pelindung diri yang harus ada
disebuah kapal untuk menjamin keselamatan pekerja:
1. Menggunakan Pelindung
Pakaian pelindung adalah coberall yang melindungi tubuh
anggota awak dari bahan-bahan berbahaya seperti minyak panas,
air, percikan pengelasan dll hal ini dikenal ‘Dangri’ or ‘Boiler Suit’.
2. Helm
Bagian paling penting bagi tubuh manusia adalah kepala.
Perlu perlindungan terbaik yang sediakan oleh helm plastik keras
di atas kapal. Sebuah tali dagu juga di sediakan dengan helm yang
menjaga helm di tempat ketika perjalanan atau jatuh.

5
3. Safety Shoes
Max dari ruang internal kapal digunakan oleh kargo dan
mesin, terbuat dari logam keras yang sangat berbahaya bagi
pekerja. Manfaat Safety Shoes disini untuk memastikan bahwa
tidak ada luka yang terjadi di kaki para pekerja atau kru di atas
kapal.
4. Sarung Tangan
Berbagai jenis sarung tangan disediakan di kapal, sarung
tangan ini digunakan dalam operasi dimana hal ini menjadi
keharusan untuk lindungi tangan orang-orang. Beberapa sarung
tangan yang diberikan adalah sarung tangan tahan panas, untuk
bekerja di permukaan yang panas, sarung tangan kapas, untuk
operasi pekerjaan yang normal, sarung tangan las, sarung tangan
kimia, dll.
5. Googles
Mata adalah bagian paling sensitif dari tubuh manusia dan
pada oprasi sehari-hari memiliki kemungkinan besar untuk cedera
mata, kaca pelindung atau kacamata digunakan untuk perlindungan
mata, sedangkan kacamata las digunakan untuk operasi
pengelasan yang melindungi mata dari percikan intensitas tinggi.
6. Plug
Di ruang mesin kapal menghasilkan suara 110 – 120db ini
merupakan frekuensi suara yang sangat tinggi untuk telinga
manusia, bahkan dalam beberapa menit dapat menyebabkan sakit
kepala, iritasi dan gangguan pendengaran. Sebuah penutup telinga
atau stiker telinga digunakan pada kapal untuk mengimbangi suara
yang di dengar oleh manusia dengan aman.
7. Safety Harness
Operasi kapal rutin mencakup perbaikan dan pengecetan
permukaan yang tinggi memerlukan anggota ABK untuk
menjangkau daerah-daerah yang tidak mudah di akses. Safety

6
harness di gunakan oleh operator di suatu ujung dan di ikat pada
titik kuat pada ujung talinya.
8. Masker
Karbon yang melibatkan partikel berbahaya dan menor yang
berbahaya bagi tubuh manusia jika terhirup secara langsung, untuk
menghindari masker wajah digunakan sebagai perisai dari partikel
berbahaya.
9. Chemical Suit
Bahan kimia di atas kapal sangat sering digunakan dan
beberapa bahan kimia sangat berbahaya bila berkontak langsung
dengan kulit manusia, Chemical suit digunakan untuk menghindari
situasi seperti itu.
10. Welding Perisai
Welding adalah kegiatan yang umum di atas kapal untuk
perbaikan struktural dll. Juru las yang dilengkapi dengan perisai las
atau topeng yang melindungi mata dari kontak langsung dengan
sinar ultraviolet dari percikan las. Hal ini harus diperhatikan dan
sebaiknya pemakaian Welding sheeld sangat diharuskan untuk
keselamatan pekerja.

B. Alat keselamatan jiwa Dikapal


Menurut Poerwadarminta, W.J.S.(1982) Peraturan Safety Of
Life At Sea (SOLAS) adalah peraturan yang mengatur keselamatan
maritim paling utama dengan tujuan untuk meningkatkan jaminan
keselamatan hidup di laut yang dimulai sejak 1914, mengingat, saat
itu, di mana-mana banyak terjadi kecelakaan kapal yang menelan
banyak korban jiwa.
SOLAS 1974 edisi terbaru adalah cetakan tahun 2014
(Consolidated Edition 2014), yang berisi:
1. Artikel, terdapat 13 artikel, yaitu antara lain berisi ketentuan-
ketentuan umum tentang penerimaan (ratifikasi/aksesi),

7
tanggung jawab negara yang meratifikasi, Bahasa yang
digunakan, dan ketentuan tentang perobahan terhadap SOLAS.
2. Artikel Protokol 1988, terdiri dari 9 artikel.
3. Dan terdiri dari 12 bab-bab.
Adapun alat-alat keselamatan dan penataannya disebutkan di dalam
Bab III SOLAS 1974, yang kemudian diberlakukan LSA Code, yakni :
Hadi Supriyono (2017).
1. Bab III, Bagian A – Umum.
Bab ini berlaku untuk kapal-kapal yang dibangun pada atau setelah
1 Juli 1998. Kapal berarti ‘Semua kapal yang dibangun sebelum,
pada atau setelah tanggal tersebut. Kapal dibangun sebelum
tanggal yang perlu sesuai dengan versi sebelumnya dari SOLAS,
dan fase ke dalam persyaratan terbaru sebagai dan ketika
peralatan yang diganti. Ada definisi yang baik dalam bagian ini,
termasuk ‘Panjang’, ‘kedalaman Moulded’, dan ‘Novel
menyelamatkan jiwa alat atau pengaturan’.
2. Bab III, Bagian B – Persyaratan untuk kapal dan peralatan
menyelamatkan jiwa.
a) Bagian I – penumpang kapal dan kapal cargo.
Paragraf berurusan dengan Radio menyelamatkan nyawa
peralatan (persyaratan untuk membawa radio VHF dan
transponder Radar) berlaku untuk kapal penumpang, kapal
kargo lebih dari 500GT, dan untuk tingkat yang sedikit lebih
rendah kapal kargo semua antara 300GT dan 500GT.
Serta merinci berbagai peralatan dilakukan, bagian
berurusan dengan daftar Muster, Abaikan kapal prosedur bor,
pelatihan Darurat dan latihan, Api latihan, On-board pelatihan
dan petunjuk, kesiapan Operasional, Perawatan dan
pemeliharaan hidup hemat dan peralatan terkait masalah
memberikan gambaran yang sangat baik (dan mudah
dimengerti) dari jenis sistem yang harus di tempat di papan.

8
Mengambil bagian I sebagai persyaratan dasar untuk semua
kapal, bagian II, III dan IV memberikan persyaratan tambahan
untuk kapal penumpang (II), kapal kargo (III), dan bagian IV
memerlukan menyelamatkan nyawa peralatan untuk mematuhi
persyaratan ‘Kode Etik ‘- yang Hidup Hemat Internasional
Appliance (LSA) Kode diadopsi oleh Komite Keselamatan
Maritim IMO oleh resolusi MSC.48 (66). Ini adalah tanggung
jawab kapal agar sesuai perlengkapan yang telah disetujui oleh
Administrasi Negara bendera, dan tanggung jawab Administrasi
untuk memastikan bahwa mereka hanya menyetujui peralatan
yang memenuhi standar yang ditetapkan dalam ‘Kode’.
b) Bagian V – lain-lain.
Ini adalah bagian yang sangat berguna yang memberikan
format untuk penyusunan manual Pelatihan dan on-board alat
bantu pelatihan, Instruksi untuk on-board pemeliharaan, dan
Daftar Muster dan instruksi darurat.
Life Saving Appliance, SOLAS 74 Ch. III : Captperso( 2017)

Berikut ini adalah beberapa alat keselamatan yang harus ada


disebuah kapal untuk menjamin keselamatan Jiwa:
1. Sekoci penyelamat (life boat).
Alat Keselamatan Diatas Kapal yang pertama Sekoci
penyelamat (life boat): gunanya untuk menyelamatkan sekian
banyak orang dalam keadaan bahaya. Sekoci berupa perahu kecil
yang berada di kanan dan kiri kapal atau tepatnya di deck sekoci.
Pada kapal barang rata rata ada dua buah sekoci, sedangkan pada
kapal penumpang atau pesiar sesuai dengan besar atau kecilnya
kapal tersebut. Sekoci umumnya berjumlah 12 buah. Sekoci-sekoci
tersebut terbuat dari logam, kayu atau serat fiber Armada Kapal di
dalam sekoci rata-rata telah sedia perlengkapan keselamatan jiwa

9
seperti makanan, minuman, obat-obatan dan sarana bantu untuk
mencari bantuan ke kapal lain.
2. Pelampung Penolong Bentuk Cincin (Ring Life Buoys).
Pelampung penolong dan jaket/rompi penolong (Life Jacket)
Gunanya untuk mengapungkan orang diatas air. Life buoys ini
berbentuk seperti ban mobil. Pelampung ini akan dilempar ke laut
apabila ada satu orang penumpang yang jatuh ke laut. Pelampung
ini harus mempunyai warna yang mencolok agar mudah dikenali.
3. Jaket Penolong (Life Jackets).
Life jacket (Jaket penolong) berbentuk seperti pakaian. Jaket
penolong ini dimanfaatkan penumpang untuk mengapung di laut
saat terjadi kondisi darurat.Jaket penolong juga harus mempunyai
warna yang mencolok supaya mudah di lihat. Jaket ini harus
dilengkapi dengan peluit yang dikaitkan pada tali untuk menarik
perhatian penolong.
4. Rakit Penolong Tiup (Inflatable Liferaft).
Rakit penolong terdiri dari dua tipe, pertama adalah rakit
kaku dan yang kedua adalah rakit tiup. Tipe yang kedua ini dipakai
jikalau tidak berhasil menurunkan sekoci. Rakit penolong harus
dilengkapi dengan penutup yang berfungsi untuk melindungi
penumpang. Warna rakit ini rata-rata mencolok, seperti warna
jingga agar mudah terlihat.
Sekarang ini rakit yang dikembangkan berbentuk seperti
kapsul dengan kapasitas besar dan dilengkapi tali pembuka yang
panjang. Penggunaannya dengan cara dilemparkan ke laut
kemudian ditarik talinya. Sesudah tali ditarik, rakit akan secara
otomatis menggembung. Di dalamnya terdapat perlengkapan
keselamatan jiwa seperti makanan, minuman, dan obat-obatan.
Kapasitas rakit dapat mengangkut hingga 25 orang.

10
5. Pelempar Tali Penolong (Line Throwing Apparatus).
Alat Keselamatan Diatas Kapal berikutnya Roket pelempar
tali (line throwing appliances): Gunanya yang adalah alat
penghubung pertama antara survivor dengan penolong yang
mempermudah proses pendekatan, bisa juga dipakai untuk
kepentingan lainnya. Alat pelempar tali ini harus bisa melempar tali
paling dekat sejauh 230 meter.
6. Survival suit dan Immersion suit.
Gunanya sebagai pelindung dan mencegah suhu tubuh
turun akibat dinginnya air laut.
7. Media pelindung panas (Thermal Protective Aid).
Gunanya juga sebagai pelindung tubuh, mengurangi
hilangnya panas badan.
8. Isyarat Asap (Pyrotechnis).
Gunanya sebagai isyarat tanda bahaya bilamana survivor
melihat ada kapal penolong. Isyarat ini hanya dapat dilihat oleh
mata pada siang hari dengan menggunakan asap apung (bouyant
smoke signal). Pada malam hari dapat digunakan obor tangan (red
hand flare) atau obor parasut (parachute signal).
Pada tahap permulaan, dimulai dengan fokus pada
peraturan kelengkapan navigasi, kekedapan dinding penyekat
kapal serta peralatan berkomunikasi, kemudian berkembang pada
konstruksi dan peralatan lainnya. Modernisasi peraturan SOLAS
sejak 1960, adalah menggantikan Konvensi 1918 dengan. SOLAS
1960. Sejak saat itu, peraturan mengenai desain untuk
meningkatkan faktor keselamatan kapal mulai dimasukan seperti:
Desain konstruksi kapal, Permesinan dan instalasi listrik, Pencegah
kebakaran, Alat-alat keselamatan, Alat komunikasi dan
keselamatan navigasi. Adapun, usaha penyempurnaan peraturan
tersebut dengan cara mengeluarkan peraturan tambahan
(amandement) hasil konvensi IMO, yang dilakukan secara berturut-

11
turut pada 1966, 1967, 1971 dan 1973. Namun, usaha untuk
memberlakukan peraturan-peraturan tersebut secara internasional
kurang berjalan sesuai dengan yang diharapkan, terutama karena
hambatan prosedural, yaitu: diperlukannya persetujuan 2/3 dari
jumlah negara anggota untuk meratifikasi peratruran dimaksud,
ternyata sulit dicapai pada waktu yang diharapkan. Selanjutnya,
pada rentang 1974, dibuat konvensi baru SOLAS 1974, yakni pada
setiap amandemen diberlakukan sesuai target waktu yang sudah
ditentukan, kecuali ada penolakan dari 1/3 jumlah negara anggota
atau 50 % dari pemilik tonnage yang ada di dunia. Hal tersebut
selaras dengan kecelakaan tanker yang terjadi secara beruntun
pada 1976 dan 1977, sehingga, atas prakarsa Presiden Amerika
Serikat, Jimmy Carter, diadakan konperensi khusus yang
menganjurkan aturan tambahan terhadap SOLAS 1974 agar
perlindungan terhadap keselamatan maritim dapat menjadi lebih
efektif. Selanjutnya, pada 1978, dikeluarkan konvensi baru khusus
untuk tanker yang dikenal dengan nama “Tanker Safety and
Pollution Prevention (TSPP 1978)” merupakan penyempurnaan dari
SOLAS 1974, dengan lebih menekankan pada perencanaan atau
desain serta penambahan peralatan untuk tujuan keselamatan
operasi dan pencegahan pencemaran perairan. Kemudian diikuti
dengan tambahan peraturan pada 1981 dan 1983 yang
diberlakukan September 1984 dan Juli 1986. Adapun, peraturan
baru Global Maritime Distress and Safety Sistem (GMDSS) 1990
adalah merupakan perubahan mendasar yang dilakukan IMO pada
sistem komunikasi maritim dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi di bidang komunikasi, seperti satelit dan akan
diberlakukan secara bertahap dari 1995 s.d 1999. Sementara,
konsep dasar Badan SAR di darat dan kapal-kapal yang
mendapatkan berita kecelakaan kapal (vessel in distress) akan
segera disiagakan agar dapat membantu melakukan koordinasi

12
pelaksanaan operasi SAR. Berkait dengan yang tersebut di atas,
Chapter V SOLAS 74/78 membahas tentang peraturan dan
kelengkapan navigasi untuk semua kapal. Bab tersebut mengatur
tentang penyampaian berita bahaya dan informasi yang dibutuhkan
dalam menyampaikan berita yang membahayakan kapal dan
meminta pada semua negara anggota untuk mendorong setiap
kapal mengumpulkan data meteorology yang dialami dan diuji,
disebarluaskan untuk kepentingan keselamatan pelayaran.
Suma’mur, (1981;2) Oleh sebab itu, pemerintah harus
mendorong perusahaan pelayaran untuk menggunakan peralatan
dengan akurasi yang tinggi, dan menyediakan sarana untuk
mengkalibrasi serta mengecek peralatan dimaksud dan diharapkan
pula untuk menginstruksikan pada kapal-kapalnya agar mengikuti
route yang sudah ditetapkan oleh IMO, antara lain “separation on
traffic” di Selat Malaka dan menghindari route yang sudah
ditentukan untuk kapal yang meminta bantuan atau pertolongan.
Selanjutnya, Regulation 12, mengatur tentang kelengkapan alat
navigasi yang diharuskan di kapal sesuai ukuran atau gros ton
pada setiap kapal. Sesuai peraturan dimaksud, kapal dengan
ukuran 150 gros ton ke atas sudah harus dilengkapi dengan alat
navigasi. Adapun, peralatan penting yang dimaksud antara lain
seperti gyro compass, gyro repeater, echo sounding device radar
installation, automatic eadar plotting aid untuk kapal ukuran 10.000
gros ton atau lebih dan sebagainya.
International Safety Management Code (ISM Code),
(2003:11) : Sistem manajemen keselamatan (Safety Management
Sistem) adalah suatu system terstuktur dan terdokumentasi yang
memungkinkan personal perusahaan untuk mengimplementasikan
secara efektif kebijaksanaan keselamatan dan perlindungan
perusahaan. Menurut Bennett (2006:188) fungsi manajemen
keselamatan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut:

13
Mengungkapkan sebab musabab dari kecelakaan dan Meneliti
apakah ada pengendalian atau tidak. Selaras dengan yang tersebut
di atas, UU Pelayaran Pasal 1 "Ketentuan Umum" butir 32 tentang
Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah : 'Satu kesatuan
sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan,
keselamatan dan keamanan, serta perlindimgan lingkungan
maritim". Sementara, menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun
2008 pada poin 42 menjelaskan bahwa : "Keselamatan Kapal
adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material,
konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata
susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong
dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat
setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian".
Petunjuk dan perawatan alat-alat keselamatan diatas kapal
haruslah dapat dimengerti dengan mudah, yang sesuai dengan
aplikasi-aplikasi dibawah ini (SOLAS 2001 : 332-333) :
a) Membuat sebuah checklist yang digunakan ketika melakukan
perawatan dan inspeksi terhadap alat-alat keselamatan diatas
kapal.
b) Membuat petunjuk dari perawatan dan perbaikan .
c) Membuat suatu diagram dan daftar, dari alat-alat dan bagian-
bagian yang harus diberi pelumasan dengan menggunakan
minyak pelumasan yang direkomendasikan.
d) Membuat suatu daftar dari bagian-bagian yang dapat diganti.
e) Membuat suatu jurnal laporan tentang inspeksi dari perawatan
dan perawatan dari alat-alat keselamatan diatas kapal.

14
C. Pelatihan Penggunaaan Alat Keselamatan
Keunggulan-keunggulan kompetitif suatu perusahaan sangat
tergantung pada sumber daya manusia yang baik sekaligus sebagai
penggerak utama asetaset perusahaan yang lainnya, seperti modal,
mesin, peralatan dan sebagainya. Dengan keunggulan kompetitif
tersebut, maka, perusahaan akan memiliki nilai lebih dibanding dengan
perusahaan lainnya dan dapat meningkatkan profesionalisme, kualitas
pelayanan atau jasa yang dihasilkan perusahaan dapat meningkatkan
kepuasan. Dengan peningkatan kepuasan tersebut, diharapkan timbul
loyalitas terhadap perusahaan sehingga selalu dapat memenangkan
persaingan. Karton K. (2004:11)
Handoko, H. (1996:4) Oleh sebab itu, sumber daya manusia
yang tersedia terutama yang belum berpengalaman di dunia kerja
harus dapat menyesuaikan dirinya dengan kebutuhan perusahaan.
Akan tetapi, mengingat syarat-syarat yang ditetapkan perusahaan
untuk calon tenaga kerjanya sulit dipahami, maka, perusahaan harus
memiliki program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerjanya agar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
perusahaan.
Program pendidikan dan pelatihan tersebut diberikan bagi calon
tenaga kerja baru maupun tenaga kerja lama dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki
perusahaan. Berkait dengan yang tersebut di atas, program pelatihan
yang diadakan oleh perusahaan harus dilakukan dengan secara
terencana, terarah, dan dinamis sehingga dapat meningkatkan
kemampuan, kinerja operasional, dedikasi, dan loyalitas yang tinggi.
Lasse D. & Fatimah (2016).
Konvensi internasional tentang standar pelatihan, sertifikasi dan
pengawasan (STCW) 1978 amandement 2010, telah diputuskan
bahwa program tertentu yang dapat mempengaruhi keselamatan dan
kelangsungan hidup ABK kapal dan penumpang mewajibkan latihan

15
penyegaran pengendalian keadaan darurat/ keselamatan dilaksanakan
secara berkala. Latihan penyegaran dapat dilaksanakan dalam bentuk
e-learning (pembelajaran secara elektronis), latihan di atas kapal atau
pelatihan di darat.

Latihan penyegaran dengan metode yang disetujui adalah :


1. Proficiency in Survival Craft and Rescue Boats (SCRB);
2. Advanced Firefighthing (AFF);
3. Basic Safety Training (BST);
4. Fast Rescue Boat;
5. Medical Training.
Pelaksanaan latihan keselamatan diatas kapal harus sesuai
dengan konvensi internasional tentang jiwa dilaut (SOLAS) 1974 pada
bab III membahas tentang persyaratan minimal yang harus dimiliki
oleh kapal-kapal, baik kapal penumpang dan kapal barang.

1. Sijil Darurat/ Muster List.


Sesuai ketentuan keselamatan jiwa dilaut (SOLAS 1974 :
180-182) peraturan 25 : sijil kumpul dan petunjuk-petunjuk
keadaan darurat
a. Tugas-tugas khusus dilakukan di dalam keadaan darurat
harus dibagikan kepada masing-masing anggoa awak kapal.
b. Sijil kumpul harus memperlihatkan semua tugas khusus dan
harus memperlihatkan, khususnya, posisi-posisi mana yang
harus diambil oleh tiap anggotadan tugas-tugas yang harus
dilakukan.
c. Sijil kumpul untuk tiap kapal penumpang harus dalam bentuk
yang disetujui oleh badan pemerintah.
d. Sebelum kapal berlayar, sijil kumpul harus sudah
dirampungkan. Turunan-turunannya harus digantungkan di

16
berbagai bagian dari kapal, dan terutama di tempat-tempat
kediaman ABK kapal.
e. Sijil kumpul harus memperlihatkan tugas-tugas yang
ditetapkan untuk berbagai anggota awak kapal berkenan
dengan :
1) penutupan pintu-pintu kedap air, katup-katup dan
mekanisme penutupan lubang-lubang pembuangan,
ruang abu dan pintu-pintu kebakaran;
2) melengkapi sekoci-sekoci penolong ( termasuk pesawat
radio jinjing ) dan alat-alat penyelamatan lain;
3) peluncuran sekoci penolong;
4) persiapan umum alat-alat penyelamat lain;
5) meng-apel para penumpang;
6) pemadam kebakaran, dengan memperhatikan bagan-
bagan pemadam kebakaran.
f. Sijil kumpul harus memperhatikan berbagai tugas yang
dibebankan kepada para anggota bagian pelayanan tehadap
para penumpang di dalam keadaan darurat.
g. Tugas-tugas yang ditujukan oleh sijil kumpul yang berkaitan
dengan pemadam kebakaran sesuai dengan sub paragraf
(e:6).
h. Sijil kumpul harus perinci isyarat-isyarat tertentu unyuk
memanggil semua awak kapal untuk ke stasiun-stasiun
sekoci, stasiun rakit penolong dan stasiun pemadam
kebakaran dan harus memberikan perincian isyarat-isyarat
ini secara lengkap.

2. Latihan Keadaan Darurat.


a. Pengertian Keadaan Darurat.
Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah
suatu keadaan dimana kapal mengalami musibah, sehingga

17
semua orang harus meninggalkan kapal dengan
menggunakan alat-alat penolong yang terdapat dikapal,
secara langsung maupun harus terjun ke laut dan naik kealat
penolong sampai dengan mendapat pertolongan dari tim
SAR didarat, (PIP Semarang, 2002 : 14 ).
Keadaan darurat adalah keadaan lain dari keadaan
normal yang mempunyai kecenderungan atau potensi ingkat
yang membahayakan baik bagi keselamatam manusia, harta
benda maupun lingkungan di sekitarnya, (Agus Hadi,PIP
Semarang :7)
b. Faktor-faktor Penyebab Keadaan darurat.
i. Faktor Alam.
Yaitu keadaan darurat yang disebabkan karena
adanya cuaca buruk dan keadaan lainnya yang tidak
dapat diperkirakan sebelumnya.
ii. Faktor Manusia.
Yaitu keadaan darurat yang disebabkan karena
kelalaian manusia yang dapat mengakibatkan kebakaran
atau ledakan yang disertai kebakaran dan sebagainya.
iii. Faktor Teknis.
Yaitu keadaan darurat yang diakibatkan misalnya
yang ada kaitannya dengan kelaik lautan kapal, sehingga
kapal tidak mampu meneruskan pelayaran dengan
aman, akibat yang ditimbulkan boleh jadi kapal bocor,
terbalik atau mesin rusak.
c. Jenis-jenis Keadaan Darurat.
Gangguan pelayaran pada dasarnya dapat berupa
gangguan yang dapat langsung diatasi, bahkan perlu
mendapat bantuan langsung dari pihak tertentu, atau
gangguan yang mengakibatkan Nakhoda dan semua anak
buah kapal harus terlibat untuk mengatasi gangguan

18
tersebut atau untuk harus meninggalkan kapal. Keadaan
gangguan pelayaran tersebut harus sesuai situasi dapat
dikelompokan menjadi keadaan darurat yang didasarkan
pada jenis kejadian itu sendiri, menurut Agus Hadi (PIP
Semarang : 9) keadaan darurat dapat disusun sebagai
berikut :
1) Tubrukan (collusion).
2) Kebakaran/Ledakan (fire).
3) Kandas (grounded).
4) Kebocoran/Tenggelam (flooding).
5) Orang jatuh kelaut (man over board).
6) Pencemaran (oil pollution).
d. Isyarat Keadaan Darurat.
Sesuai dengan kemungkinan terjadinya situasi darurat
dikapal, isyarat bahaya yang umumnya dapat terjadi adalah:
1) Isyarat Kebakaran.
Apabila terjadi kebakaran di atas kapal maka setiap
orang diatas kapal yang pertama kali melihat adanaya
bahaya kebakaran wajib melaporakan kejadian tersebut
pada mualim jaga dianjungan. Mualim jaga akan terus
memantau perkembangan upaya pemadam kebakaran
dan apabila kebakaran tersebut tidak dapat diatasi
dengan alat-alat pemadam portable dan dipandang perlu
menggunakan peralatan pemadam kebakaran tetap serta
membutuhkan peran seluruh anak buah kapal, maka atas
keputusan dan perintah Nahkoda isyarat kebakaran wajib
dibunyikan dengan kode suling atau bel yaitu satu tiup
pendek dan satu tiup panjang secara terus-menerus.
Setiap anak buah kapal yang mendengar isyarat
kebakaran wajib melaksanakan tugasnya sesuai dengan
perannya pada sijil kebakaran dan segara menuju

19
ketempat tugasnya untuk menunggu perintah lebih lanjut
dari komandan regu pemadam kebakaran.
2) Isyarat Sekoci.
Dalam keadaan darurat yang menghendaki Nahkoda
dan seluruh anak buah kapal maka kode isyarat untuk
mengumpulkan seluruh awak kapal ketempat kumpul
(muster ststion) maka kode isyarat yang dibunyikan
adalah melalui bel atau suling kapal sebanyak 7 (tujuh)
pendek dan satu panjang secara terus menerus.
Setelah semua awak kapal kumpul dimuster station
menunggu perintah dari kepala regu dan apabila harus
meninggalkan kapal isyaratnya adalah VERBAL ORDER
BY MASTER (perintah langsung yang diucapkan secara
lisan oleh Nahkoda dari kapal yang bersangkutan).
3) Isyarat Orang Jatuh kelaut.
Bila terdapat orang jatuh ke laut, maka isyaratnya
adalah terdiri dari tiga tiupan panjang yang dibunyikan
secara terus menerus.
Seorang awak kapal yang melihat orang jatuh ke laut,
maka tindakan yang dilakukan adalah:
i. Berteriak “orang jatuh kelaut” sekeras-kerasnya dan
dilambung mana orang tersebut jatuh.
ii. Lemparkan pelampung yang dilengkapi dengan
lampu apung/asap sedekat orang yang jatuh tersebut.
iii. Melaporkan ke mualim jaga yang dan terus
mengamati letak/posisi dari pelampung/orang jatuh.
4) Isyarat kapal kandas.
Isyarat yang harus dibunyikan bila kapal mengalami
kandas adalah dengan membunyikan lonceng jangkar
yang dibunyikan secara terus merus disusul dengan
gong yang berada diburitan (bila panjang kapal >100 m).

20
D. Kerangka Pikir

Gambar 2.1.Kerangka Pikir

Penggunaan Alat – Alat


Keselamatan dikapal
MV.WM.MAKASSAR

Safety of Life At Sea (SOLAS) Tahun


1974 amandemen 2010

Penerapan Penggunaan MaintananceTerhadap alat


alat keselamatan di keselamatan dikapal
MV.WM.MAKASSARl

Pengoptimalan dan
maintanance alat keselamatan
di atas kapal

21
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis, Desain dan Variabel Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis pada saat melakukan
penelitian adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif, adalah data yang
diperoleh berupa informasi-informasi disekitar pembahasan, baik
secara lisan maupun tulisan.
Variabel dalam penelitian ini dibedakan dalam dua kategori utama,
yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terkait (dependen).
Variabel bebas adalah variabel perlakuan atau sengaja dimanipulasi
untuk mengetahui intensitas atau pengaruhnya terhadap variabel
terkait. Variabel terkait adalah variabel yang timbul akibat variabel
bebas, oleh sebab itu variabel terkait menjadi indikator keberhasilan
variabel bebas ketika melakukan penelitian di kapal. Jumlah penelitian
tergantung kepada luas dan sempitnya penelitian yang dilakukan.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu:
1. Prosedur, peralatan dan personil yang ada di atas kapal. Sebagai
variabel bebas (Independen).
2. Pemahaman tentang upaya pelaksanaan pemeliharaan alat-alat
keselamatan diatas kapal guna terciptanya keamanan dan
keselamatan pelayaran sebagai variabel terkait (Dependen).

B. Definisi Operasional Variabel / Deskripsi Fokus


1. Alat keselamatan Jiwa adalah Alat yang memiliki fungsi agar
jika terjadi keadaan darurat diatas kapal seperti
meninggalkan kapal alat tersebut dapat digunakan untuk
menyelamatkan diri dari keadaan darurat tersebut.
2. Alat keselamatan kerja adalah alat yang melindungi diri kita
pada saat bekerja diatas kapal agar terhindar dan
mengurangi resiko kecelakaan kerja diakapal.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-
cirinya akan di duga. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh kru
yang ada di MV.WM.MAKASSAR yang berjumlah 19 kru.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi atau unsur dari populasi.
Sampel bertujuan untuk mempermudah penelitian, sampelnya
berdasarkan 9 crew dek untuk megetahui dalam penggunaan alat
keselamatan di MV.WM.MAKASSAR

D. Teknik Pengumpulan Data


Metode dalam pengumpulan data dan informasi yang di perlukan
untuk penulisan skripsi ini di kumpulkan melalui :
1. Metode Observasi
Yaitu mengadakan pengamatan secara langsung di kapal tentang
bagaimana penerapan prosedur pemeliharaan alat-alat
keselamatan yang dilakukan di atas kapal.
2. Metode Interview
Yaitu dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan
semua crew menyangkut penerapan prosedur pemeliharaan alat-
alat keselamatan di atas kapal.
Perolehan data melalui wawancara ditinjau dari segi
pelaksanaanya dapat dibedakan atas :
a. Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik
pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah

23
mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan
diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara,
pengumpul data telah menyiapkan instrument penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun
telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap
responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data
mencatatnya. Dalam melakukan wawancara, selain harus
membawa instrumen sebagai pedoman untuk wawancara,
maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu
seperti tape recorder, gambar, brosur, dan material lain yang
dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar.
b. Wawancara tidak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang
bebas dimana peneliti menggunakan pedoman wawancara
yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan
hanya garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui
secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti
nanti akan lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan
oleh responden. Berdasarkan analisis dari setiap jawabannya
nanti dari responden tersebut. Maka peneliti dapat mengajukan
berbagai pertanyaan yang terarah pada suatu tujuan.

3. Metode Studi Dokumentasi


Penelitian yang dilakukan dengan cara membaca dan
mempelajari literature, buku-buku dan tulisan-tulisan yang
berhubungan dengan masalah yang dibahas. Untuk
memperoleh landasan teori yang akan digunakan dalam
membahas masalah yang diteliti. Teknik studi dokumentasi
yang digunakan dengan maksud sebagai pelengkap data

24
apabila terdapat kesulitan dan dijadikan landasan teori bagi
penelitian yang akan dilakukan itu mempunyai dasar yang
kokoh dan bukan hanya sekedar penelitian.

E. Teknik Analisis Data


Metode penyajian analisis yang digunakan dalam hal penyelesaian
hipotesis adalah analisis dekriptif yaitu penulis berisikan paparan dan
uraian suatu objek permasalahan yang timbul pada saat tertentu.
Metode ini bertujuan untuk memaparkan secara rinci data yang
diperoleh dengan tujuan memberikan informasi mengenai
perencanaan terhadap masalah yang timbul yang berhubungan
dengan materi pembahasan.
Hal ini dilakukan dengan terlebih dahulu dengan cara menganalisis
kinerja anak buah kapal yang merupakan tolak ukur keterampilan,
serta dilakukannya pembahasan yang dimaksud sebagai pemecahan
masalah yang terjadi.

25
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan selama
melaksanakan praktek laut di atas kapal WM. MAKASSAR, dari
tanggal 04 September 2019 sampai dengan 20 Juni 2020 (9 Bulan 16
Hari). Penulis menemukan beberapa permasalahan yang berkaitan
dengan judul yaitu, Penerapan Penggunaan Alat-Alat Keselamatan di
kapal WM.MAKASSAR.
Adapun permasalahan yang penulis temukan sebagai berikut :
1. Alat keselamatan Kerja
a. Tidak disiplinnya dalam penggunaan alat pelindung diri.
Dari hasil pengamatan kepada 9 kru dek ditemukannya kru
dalam bekerja diatas kapal tidak menggunakan pelindung
diri dan jika dibiarkan resiko akan terjadinya kecelakaan
kerja lebih besar.

Gambar.4.2
Crew kerja tanpa alat kerja yang sesuai

Sumber: MV.WM.MAKASSAR 2019


Gambar.4.3
Crew kerja tanpa alat kerja yang sesuai

Sumber: MV.WM.MAKASSAR 2019

b. Keterbatasan alat kerja


Selain kurangnya sikap disiplin dalam penggunaan alat
pelindung diri, ditemukannya keterbatasan alat kerja ataupun
APD yang memadai seperti safety shoes, helm, sarung
tangan, masker, kacamatan, dl jumlah APD yang diatas
kapal tidak sesuai dengan jumlah kru yang ada diatas kapal,
bias kita lihat ketersediaan APD dalam table di bawah ini.

27
Tabel. 4.1
Store APD dikapal MV.WM.MAKASSAR

On Board
No Description Location Quantity
(cons)

1 Helm Bosun Strore 25 15

Sarung
2 Bosun Strore 30 13
tangan

3 Googles Bosun Strore 20 10

4 Plug Bosun Strore 22 9

5 Safety Harnes Bosun Strore 22 7

6 Masker Bosun Strore 24 8

7 Welding Bosun Strore 24 5

8 Life Jacket Bosun Strore 25 16

9 Life Buoy Bosun Strore 25 18

Sumber: LSA MV.WM.MAKASSAR 2019

2. Alat keselamatan jiwa


Dalam hal ini menyangkut seluruh kerja sama kru dalam saling
menjaga satu sama lain, berkaitan dalam hal:
a. Kurangnya perawatan Alat keselamatan jiwa
Rusaknya dewi-dewi sekoci yang ada diatas kapal
MV.WM.MAKASSAR, Rusaknya mesin Hydrolik atau
pendorong akibat karatan yang terjadi dan kurangnya
pengecekan secara berkala yang mengakibatkan dewi-dewi
diatas kapal rusak dan rusaknya juga motor penggerak pada
Sekoci menambah masalah yang ada kurangnya perawatan
alat keselamatan jiwa dikapal.

Gambar.4.4
Mesin Hydrolik bocor dan tidak dapat menurunkan sekoci

Sumber: MV.WM.MAKASSAR 2019

b. Drill tidak dilaksanakan secara terjadwal

Tabel.4.2
Jadwal Drill pada kapal MV.WM.MAKASSAR
No. Drill Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1. Drill bomb threat 09 09 09 09
2. Watch standing in 11 11
security level 3 Envi-
ronment drill
3. Unauthorized entry 17
to a restricted area

29
4. Response for piracy 05
5. Launching FRC 25 25 25
6. Abandon ship 19 19 19 19 19
7. Grounding 15 15 15 15 15
8. Man overboard 05 05 05
9. Fire drill 28 28

Sumber: MV.WM.MAKASSAR 2019

Seperti yang diliat jadwal drill yang sudah ditentukan namun


tidak dilaksanakan sesuai yang terjadwal, sehingga
Berdasarkan table 4.2 diatas dapat dilihat frekuensi
pelaksanaan drill tidak dilakukan sesuai dengan jadwal yang
ada, hal tersebut apa bila tidak dilaksanakan sesuai jadwal
maka kru tidak tanggap akan adanya bahaya emergency

B. Pembahasan

1. Alat keselamatan kerja


a. Tidak disiplin dalam penggunaan alat pelindung diri.
Dalam hal ini Perwira atau officer memerhatikan dan
memberitahukan kepada seluruh kru diatas kapal pada saat
dilakukannya safety meeting bahwa betapa pentingnya
dalam bekerja menggunakan alat pelindung diri selain
sebagai alat pengaman diajarkan juga hal disiplin mengingat
akan pentingnya keselamatan diri dalam bekerja.
b. Keterbatasan alat kerja
Melihat data yang ada diatas kapal perwira yang memiliki
tugas penegecekan dalam hal tersebut seharusnya jika
sudah melihat data tersebut dan kurangnya alat kerja diatas
kapal maka perwira segera melaporkan hal tersebut kepada
kantor agar segera diberi spare dalam ketersediaan alat
kerja diartas kapal, agar kru dapat bekerja dengan aman.
2. Alat keselamatan jiwa
a. Kurangnya perawatan Alat keselamatan jiwa
Kurangnya pengecekan secara berkala dan teratur membuat
kerusakan alat keselamatan jiwa rusak seperti mesin hydrolik
pada dewi-dewi rusak terjadinya kebocoran oli pada mesin
hydrolik dan juga rusaknya motor sekoci sehingga membuat alat
keselamatan jiwa jika sewaktu-waktu digunakan dalam hal
emergency tidak maksimal.
b. Drill tidak dilaksanakan secara terjadwal
Seharusnya jadwal drill yang ada dilaksanakan sesuai jadwal
agar kru paham akan situasi ataupun keadaan emergency yang
apabila terjadi kru dapat cepat tanggap dalam hal keadaan
emergency, Dan apabila perwira dalam hal ini yang
bertanggung jawab tidak melaksanakan tugasnya secara
penuh, dan hanya sebatas laporan pada kertas saja.

Adapun beberapa hal yang diperhatikan dalam penggunaan alat


keselamatan diatas kapal sesuai prosedur dalam penggunaan alat
keselamatan tersebut:

1. Sekoci Penolong (Lifeboat)


Sekoci penolong adalah alat penolong yang dapat digunakan untuk
mengevakuasi seluruh awak kapal dan penumpang yang ada di
atas kapal, jika sewaktu-waktu terjadi keadadaan darurat dan tidak
adalagi yang bisa dilakukan kecuali meninggalkan kapal (abandon
ship). Maka salah satu alternatif yaitu meninggalkan kapal
menggunakan sekoci penolong. Sekoci penolong memiliki
konstruksi yang lebih kuat dari pada alat keselamatan yang lainnya
dan kapasitasnya sampai dengan maksimal 150 orang tergantung
dari ukuran sekoci tersebut:

31
a. Adapun jenis-jenis sekoci yang di izinkan sesuai dengan bab III
SOLAS 1974, yaitu:
1) Sekoci terbuka (open lifeboat)
2) Sekoci tertutup sebagian (partially enclosed)
3) Sekoci tertutup sebagian secara otomatis (self righting
partially enclosed)
4) Sekoci tertutup (totally enclosed)
5) Sekoci dengan sistem udara otomatis (self contained air
support system)
6) Sekoci dengan pelindung tahan api (fire protected)
b. Syarat-syarat sekoci penolong (Lifeboat) sebagai berikut:
1) Semua sekoci penolong haruslah dibuat cukup baik dan
mempunyai bentuk dan ukuran-ukuran sedemikian rupa
sehingga jika berlayar di laut yang bergelombang,
mempunyai cukup keseimbangan.
2) Semua sekoci penolong minimal 24 kaki (7,3 meter). Dan
jika hal tersebut dianggap tidak praktis maka administrator
dapat member kelonggaran untuk memperpendek sekoci
penolong tersebut, dengan ketetapan tidak kurang dari 16
kaki atau 4,9 meter.
3) Semua sekoci penolong beratnya maksimal 20 ton berisi
penuh dengan orang-orang dan perlengkapan, dengan daya
angkut 150 orang.
4) Semua bangku dan tempat duduk samping harus dibangun
rendah dan sepraktis mungkin.
Gambar 4.5.

Lifeboat MV.WM.MAKASSAR

Sumber: MV.WM.MAKASSAR 2019

c. Adapun Prosedur pemeliharaannya sebagai berikut:


1) Pemerikasaan keseluruhan kondisi lifeboat, baik bagian luar
maupun bagian dalam
2) Pemeriksaan terhadap alat-alat pengangkat (lifting gear)
3) Pemeriksaan dan pengetesan mesin lifeboat
4) Pemeriksaan tangga embarkasi
5) Pemeriksaan terhadap tali painter lifeboat
6) Pemeriksaan terhadap pin-pin serta pemberian grease,
utamanya pada wire
7) Pemeriksaan terhadap karatan-karatan yang ada di bagian
dewi-dewi serta pin-pin lifeboat tersebut.
8) Pemeriksaan terhadap peralatan yang ada di dalam lifeboat.

2. Rakit Penolong (Life Raft)


a. Sesuai dengan SOLAS bab III, rakit penolong dibedakan
menjadi 2 yaitu:
1) Rakit penolong yang di kembangkan (inflatable life raft)

33
Yaitu rakit penolong yang disimpan dalam keadaan terlipat
dan dikembangkan pada saat akan digunakan/diturunkan
kelaut.
2) Rakit penolong tegar/kaku (rigid life raft)
Yaitu rakit penolong yang terkembang dalam
penyimpanannya dan siap digunakan setiap saat diperlukan.
b. Adapun persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh rakit
penolong yaitu:
1) Setiap rakit penolong harus dibangun sedemikian rupa
sehingga apabila diperlukan dari tempat penyimpananya di
atas kapal, rakit maupun perlengkapannya tidak akan rusak.
2) Rakit penolong harus dilengkapi penutup yang sesuai
dengan ukurannya, dengan warna yang kontras sehingga
dapat melindungi penumpangnya dengan kondisi laut.
3) Perlengkapan rakit penolong harus tersimpan sedemikian
rupa sehingga selalu siap digunakan bagaimanapun rakit
penolong itu terapung.
4) Total berat rakit penolong dengan perlengkapannya, untuk
kapal penumpang tidak boleh lebih dari 180 kilogram (400
lbs). Rakit pada kapal barang boleh lebih berat dari 180
kilogram (400 lbs) apabila dapat diturunkan pada kedua
belah sisi kapal, atau apabila dilengkapi dengan peralatan
yang memungkinkan diturunkan ke laut secara mekanis.
5) Rakit penolong harus setiap saat efektif dan stabil sewaktu
terapung di air.
6) Rakit penolong harus mempunyai paling tidak 96 decimeter
kubik atau 3,4 kaki kubik tanki udara, atau mempunyai daya
tampung cadangan yang sesuai untuk setiap orang yang
diizinkan dan diletakkan sedekat mungkin pada sisi rakit
penolong.
7) Rakit penolong harus dilengkapi dengan peralatan yang
memudahkan orang menaikinya.
8) Rakit penolong harus dibangun dari bahan-bahan yang
tahan minyak.
9) Setiap rakit penolong harus dilengkapi dengan lampu
holmes yang terkait dengan tali.
10) Rakit penolong harus dilengkapi dengan peralatan yang
mudah diikat.
11) Rakit penolong harus di tempatkan pada tempat yang setiap
saat dapat terapung sendiri jika kapal tenggelam.

Gambar 4.6.
Liferaft WM.MAKASSAR

Sumber: MV.WM.MAKASSAR 2019

c. Adapun prosedur pemeliharaan Life Raft sebagai berikut:


1) Pemeriksaan kondisi lifeaft secara visual
2) Pemeriksaan tanggal expire dari liferaft
3) Mengadakan pengecekan, perawatan HRU (Hidrostatic
Release Unit)

35
Tabel 4.3.
Liferaft MV.WM.MAKASSAR

No Description Location On Board Expiry Date Remarks

Inflatable Life
1 Merk : VIKING,
Raft 25 Forecastle 6 29 Sep 2020
Type : 25DK+,
person

Hydrostatic Buatan :HAMMAR


2 Forecastle 6 29 Sep 2020
Release Unit Type : H 20 R

Sumber : LSA Inventory 2019 (Life Raft) of WM.MAKASSAR

Tabel 4.4.
Liferaft Inventory WM.MAKASSAR
Quantity
Total
No. Description Unit Remarks
In Cond Spare Cond
use
01. Parachute Signal 4 Bad - - Pcs L/Raft P/S
02. Hand Flare 6 Good - - Pcs L/Raft P/S
03. Smoke Signal 4 Good - - Pcs L/Raft P/S
04. Water Ration 60 Bad - - Pcs L/Raft P/S
05. Food Ration 20 Bad - - Pcs L/Raft P/S
06. First Aid Kit 1 Bad - - Set L/Raft P/S
Sea Sickness
07. 120 Good - - Pcs L/Raft P/S
Tablets

08. Fishing Kit 1 Bad - - Set L/Raft P/S


09. Floating Knife 1 Bad - - Pcs L/Raft P/S
10. Sea Anchor 1 Good - - Set L/Raft P/S
11. Whistle 1 Good - - Pcs L/Raft P/S
12. Signalling Mirror 1 - - Pcs L/Raft P/S
Sumber : Life Raft Inventory List of WM.MAKASSAR
3. Pelampung Penolong (Lifebuoy)
Pelampung adalah salah satu alat keselamatan yang wajib di
miliki oleh setiap kapal. Pelampung penolong digunakan untuk
menolong orang yang jatuh di laut dan juga berfungsi untuk
member tanda kepada kapal-kapal yang melakukan pencarian
ataupun kapal-kapal yang melintas di sekitar orang yang jatuh di
laut. Oleh karena itu pelampung penolong harus ditempatkan di
sekeliling kapal agar mudah dijangkau dan dilemparkan kelaut jika
ada orang jatuh ke laut, selain itu pelampung penolong juga harus
memiliki warna yang mencolok agar mudah di lihat pada saat
terapung di atas air.
Pelampung penolong terbagi atas 2 jenis yaitu: Pelampung
yang hanya dilengkapi dengan tali dan pelampung yang dilengkapi
dengan tali dan lampu
Pelampung yang dilengkapi tali, lampu dan isyarat asap,
pelampung jenis terakhir ini harus dapat dijatuhkan ke laut secara
cepat dari anjungan kapal dengan alat peluncur.

Gambar 4.7.
Lifebuoy MV.WM.Makassar

Sumber: MV.WM.MAKASSAR 2019

37
Adapun persyaratan konstruksi pelampung penolong yaitu
sebagaiberikut:
a. Diameter luar < 800 mm, dan diameter dalam > 400 mm
b. Mampu mengapung di air tawar sedikitnya 24 jam dengan
beban ≥ 14,5 kg
c. Memiliki massa lebih dari 2,5 kg
d. Mampu dijatuhkan kelaut dari ketinggian sedikitnya 30 m,
termasuk komponen pelengkapnya.
e. Harus dilengkapi dengan tali keamanan (grab line) dengan
diameter sedikitnya 0,95 cm.
f. Harus bertuliskan dengan huruf balok, nama kapal serta
pelabuhan tempat kapal terdaftar (port register)
g. Pada kapal penumpang dan barang tidak kurang dari setengah
jumlah pelampung penolong harus dilengkapi dengan lampu
yang bisa menyala sendiri (self ignition light) yang efficient,
paling sedikit 6 buah.
h. Dua pelampung penolong disamping dilengkapi dengan lampu
yang dapat menyala sendiri (self ignition light) juga harus
dilengkapi dengan semboyan asap siang hari dan menyala
minimal 15 menit pada malam hari.
i. Semua pelampung penolong tidak boleh diikat kuat ke badan
kapal tetapi harus dengan mudah bisa dipakai.
Tabel 4.5.
Persyaratan jumlah pelampung penolong diatas kapal barang
Panjang kapal (L) Jumlah Minimal

L < 100 m 8
100 m ≤ L < 150 m 10
150 m ≤ L < 200 m 12
L ≥ 200 m 14
Sumber :LSA Inventory 2019 (Lifebuoy) of MV.WM.Makassar
Tabel 4.6.
Persyaratan jumlah pelampung penolong diatas kapal penumpang

Panjang kapal (L) Jumlah Minimal

L < 60 m 8
60 m ≤ L < 120 m 12
120 m ≤ L < 180 m 18
180 m ≤ L < 200 m 24
L ≥ 240 m 30
Sumber :LSA Inventory 2019 (Lifebuoy) of MV.WM.Makassar

Tabel 4.7.
Lifebuoy MV.WM.Makassar

On
Board Expiry
No Description Location Spare Remarks
Date
(cons)
Bridge Spare :
Outside, - L.Buoy 2.5 KG
Boat Deck, - Model : DY555, outer
1. Life buoy 10 2
Poop - Outer Diameter :
Deck, Main 713mm
Deck Inner : 445mm
- L.Buoy 4.5 KG
- Model : SB-40
- Outer Diameter :
With Light 760mm
& Self- Bridge April - Inner : 460mm
2. 2 -
activating Outside 2019 - Type : JHL-4&JHLS-4,
Smoke - Aprov No:
NJ13T00174,
- Manufacture:
Mei 2016

39
- L.Buoy 2.5 KG
With Self- Boat Deck - Model : DY555, outer
3. igniting & Poop 4 - - Outer Diameter :
light Deck 713mm
- Inner : 445mm
- L.Buoy 2.5 KG
With Life - Model : DY555, outer
4. Line 1x Main Deck 2 - - Outer Diameter :
30M 713mm
- Inner : 445mm
- L.Buoy 2.5 KG
- Model : DY555, outer
Without
5. Forecastle 2 2 - Outer Diameter :
attachment
713mm
Inner : 445mm
Sumber :LSA Inventory 2019 (Lifebuoy) of MV.WM.Makassar

Adapun prosedur pemeliharaan lifebuoy sebagai berikut:


a. Pemeriksaan tanggal expire dari self ignition light dan self
activating smoke yang terdapat pada lifebuoy.
b. Pemeriksaan tali pengaman (gran line) pada pelampung, jika
kondisinya sudah tidak layak pakai maka tali tesebut harus
diganti.
c. Pemeriksaan kondisi cat lifebuoy, jika kondisi catnya sudah
pudar maka harus dilakukan pengecetan ulang
d. Pemeriksaan tulisan yang terdapat pada lifebuoy, jika tulisan
tersebut sudah pudar maka sebaiknya dilakukan penulisan
baru.
e. Pemeriksaan scotlight lifebuoy, jika scotlight tersebut rusak
maka sebaiknya dilakukan penggantian scotlight.

4. Rompi Penolong (Life Jacket)


Rompi penolong merupakan alat keselamatan yang menyerupai
rompi dan digunakan pada saat meninggalkan kapal. Semua kapal
harus membawa rompi penolong minimal sesuai dengan jumlah
orang yang ada di atas kapal ditambah dengan cadangan 5% dari
jumlah keseluruhannya yang disimpan di store.

Gambar 4.8
Life Jacket MV.WM.Makassar

Sumber : MV.WM.MAKASSAR 2019

Rompi penolong dibuat dari bahan yang baik agar tidak mudah
rusak dan tidak terbakar/meleleh setelah terkurung api selama
waktu 2 detik. Selain itu rompi penolong juga dibuat oleh orang yan
ahli. Rompi penolong diberi warna yang mencolok agar mudah
dilihat pada saat dilakukan pencarian biasanya di gunakan warna
orange.
Adapun persyaratan yang harus dimilki oleh setiap rompi
penolong adalah sebagai berikut:
a. Harus terbuat dari bahan-bahan yang baik dan dikerjakan
dengan sempurna oleh orang yang ahli dalam pembuatan alat
keselamatan ini.
b. Harus dibuat sedemikian rupa untuk mengurangi kekeliruan
pemakaian yang terbalik.
c. Seseorang harus mampu memakainya dalam dalam waktu 1
menit tanpa bantuan orang lain.

41
d. Nyaman dipakai.
e. Dapat digunakan untuk terjun ke laut dengan ketinggian 4,5
meter di atas air dengan aman dan tidak rusak.
f. Harus di lengkapi dengan peluit.
g. Harus dilengkapi dengan lampu yang intensitasnya 0,75 x
cahaya lilin dengan daya tahan minimal 8 jam.
h. Kelipan lampu baju berenang paling sedikit harus dapat berkelip
50 kali/menit.

Tabel 4.8.
Life Jacket MV.WM.Makassar

On
Board Expiry
No Description Location Rule Req Spare Remarks
Date
(cons)

Life jacket
Each Each Spare :
with
1 Cabin,Bridge,ECR&Bosun Person G 27 20 L.Jacket
whistle &
Strore + 25% : 20
light
Light Life
2 G 27 6
Jacket
Whistle
3 Life G 27 5 N/A
Jacket
Sumber :LSA Inventory 2019 (Life Jacket) of MV.WM.Makassar

Adapun prosedur pemeliharaan life jacket sebagai berikut :


a. Pemeriksaan tempat penyimpanan life jacket, memastikan jika
life jacket tersebut ditempatkan pada tempat yang layak.
b. Melakukan pengecekan lampu dan pluit life jacket.
c. Pemeriksaan tanggal expire lampu life jacket.
d. Memastikan jika life jacket selalu dalam keadaan bersih.
5. Alat Pelempar Tali (Line Throwing Apparatus)
Roket pelempar tali (line throwing appliance) merupakan suatu
alat yang ada diatas kapal yang berfungsi sebagi alat penghubung
pertama antara kapal yang ditolong dengan kapal yang menolong
yang selanjutnya dipakai untuk keperluan lainnya.
Persyaratan minimal solas 1974 :
a. Memiliki empat proyektil yang mampu melempara tali sepanjang
230 m dicuaca baik.
b. Harus memiliki 4 (empat) gulung tali
c. Dilengkapi dengan cara mengoperasikan secara rinci dan jelas

Gambar 4.9.
Line Throwing Apparatus

Sumber : MV.WM.MAKASSAR 2019

Adapun prosedur pemeliharaan Line Throwing Apparatus sebagai


berikut:
a. Pemeriksaan secara visual bagaimana kondisi bagian luar dari
line throwing apparatus.
b. Pemerikasaan batas tanggal penggunaan line throwing
apparatus.
c. Pemeriksaan label instruksi tata cara penggunaan line throwing
apparatus.

43
d. Pemeriksaan tempat penyimpanan line throwing apparatus dan
memastikan tempat penyimpanan tersebut dalam keadaan
bersih.
6. Isyarat-Isyarat Tanda Bahaya (Distress Signal)
Isyarat tanda bahaya merupakan tanda-tanda yang akan
diperlihatkan oleh kapal yang mengalami bahaya. Jadi setip kapal
diwajibkan untuk melengkapi alat-alat keselamatan sebagai
persyaratan kelaik lautan kapal, salah satunya adalah isyarat
tanda-tanda bahaya.Isyarat tanda-tanda bahaya tersebut
digunakan pada malam hari maupun siang hari. Adapun isyarat
tanda-tanda bahaya yang ada di atas kapal adalah :
a. Cerawat payung (Rocket Parachute Signal)
Yaitu isyarat cahaya menyerupai panjang yang diluncurkan
hingga mencapai ketinggian paling sedikit 300m dari permukaan
air. Gunanya untuk menarik perhatian pesawat terbang atau
kapal lain yang melintas disekitar kejadian kecelakaan, untuk
mencari dan meminta pertolongan.
b. Cerawat Tangan (Hand Flare)
Yaitu isyarat berupa obor dengan nyala berwarna merah yang
kegunaanya sama dengan cerawat payung. Sebuah cerawat
tangan harus mampu menyala selama satu menit dan tidak mati
walau diterpa angin kencang.
c. Isyarat asap (Smoke Signal)
Yaitu isyarat tanda bahaya berupa asap tebal berwarna jingga
yang gunanya sama dengan cerawat tangan. Isyarat asap harus
mampu bekerja paling sedikit 3 menit terapung di perairan
tenang.
Gambar 4.10.
Distress Signal MV.WM.Makassar

Sumber : MV.WM.MAKASSAR 2019

Adapun prosedur pemeliharaan tanda-tanda isyarat bahaya adalah


sebagai berikut :
a. Pemeriksaan batas penggunaan distress signal.
b. Pemeriksaan label instruksi penggunaan
c. Pemeriksaan tempat penyimpanan serta memastikan tempat
tesebut dalam keadaan bersih.
d. Memastikan jumlah alat tersbut sudah sesuai dengan
persyaratan.

7. Alat Menurunkan Sekoci (Launching Device)


Alat menurunkan sekoci merupakan sarana yang paling penting
dalam mengoperasikan naik dan turunnya sekoci. Alat penurunan
sekoci ada 4 macam yaitu:
a. Dewi-dewi puffing (hiffing devits)
b. Dewi-dewi lengan tunggal (single arm devit )
c. Dewi-dewi gaya berat (gravity davits)
d. Peluncur otomatis (free fall arrangement)

45
Alat penurunan rakit ada 3 macam yaitu :
a. Dewi-dewi lengan tunggal (single arm devits)
b. Peluncur otomatis (free fall arrangement)
c. Pengembang otomatis (float free arrangement)

Gambar 4.11.
Launching Rescue Boat MV.WM.Makassar

Sumber : MV.WM.MAKASSAR 2019

Adapun prosedur pemeliharaan sebagai berikut:


a. Pemeriksaan launching device secara visual.
b. Memastikan launching device tersebut dapat digunakan kapan
saja.
c. Memastikan tidak ada benda-benda lain yang dapat
menghambat jika launching device tersebut dioperasikan.

8. Immersion Suit and Thermal Protective Aid


1. Immersion Suit
Immersion suit adalah pakaian yang terbuat dari bahan yang
kedap air dan tahan api sedikitnya 2 detik. Digunakan pada
waktu menuju sekoci, rakit penolon atau terjun ke laut.
Fungsinya adalah untuk melindungi tubuh pemakai dari
cuaca dingin. Alat ini mampu mepertahankan suhu badan dari
pemakainya bila paling tidak didalam air yang suhunya 5o C
penurunan suhu kurang dari 2o C selama 1 jam.
Persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh Immersion suit
yaitu sebagai berikut:
a. Harus dibuat dari bahan yang tahan air.
b. Dapat dilepas dari kemasan dan dikembalikan tanpa
bantuan dalam waktu 2 menit.
c. Dapat digunakan bersama-sama dengan baju berenang.
d. Tidak mudah terbakar atau meleleh terus menerus setelah
terkurung api selama 2 detik.
e. Dapat menutupi seluruh tubuh kecuali muka.
f. Bagian tangan harus dilindungi sarung tangan secara
khusus.
g. Dapat digunakan untuk melompat dari ketinggian minimal
4,5 meter tanpa dapat dimasuki air.
h. Pakaian cebur mempunyai daya apung dan dirancang baik
dan harus dilengkapi dengan lampu yang menyala secara
otomatis dan pluit.
i. Pakaian cebur harus dimiliki oleh setiap orang yang terdaftar
di sekoci penyelamat.
j. Pada kapal penumpang dan kapal barang dengan sekoci
tertutup, paling sedikit tiga buah baju harus dibawa.
k. Bila pakaian cebur digunakan, orang yang memakainya
harus dapat:
1) Menaiki dan menuruni tangga vertikal sepanjang minimal
5 meter.
2) Dapat melaksanakan tugas selama meninggalkan kapal.
3) Melompat dari ketinggian 4,5 meter tanpa merusak
pakaian cebur dan melukai sipemakai.
4) Dapat berenang dengan jarak pendek.

47
Gambar 4.12.
Immerson Suit MV.WM.Makassar

Sumber : MV.WM.MAKASSAR 2019

Adapun prosedur pemeliharaannya :


a. Pengecekan terhadap immersion suit tersebut secara
keseluruhan
b. Memeriksa scotlight apakah masih dalam keadaan yang baik
c. Memeriksa pluit apakah masih berfungsi atau tidak
d. Memeriksa lampu serta tanggal expire lampu tersebu
2. Thermal protective aid
Thermal protective aid adalah kantong atau pakaian yang
terbuat dari bahan kedap air dengan penghantar panas yang
sangat rendah.
Digunakan pada keadaan darurat dan dapat menjaga suhu
tubuh si pemakai baik dari cuaca dingin maupun panas. Alat ini
aman digunakan dari suhu -30o C sampai dengan + 20o C.
Adapun persyaratan yang harus dimiliki oleh thermal
protective aid yaitu sebagai berikut:
a. Mudah dipakai.
b. Harus bisa digunakan dengan baik pada suhu air laut antara
-30o C sampai dengan 20o C.

49
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil observasi dan pembahasan kesimpulannya
adalah, Crew diatas kapal tidak menggunakan alat keselamatan sesuai
prosedur atau ketetapan yang berlaku di IMO dan kurangnya akan
kesadaran diri akan keselamatan dalam bekerja dan sikap disiplin
dalam bekerja, pada safety meeting officer ataupun perwira tidak
menekankan atau mengingatkan kepada kru agar dalam bekerja selalu
berhati-hati dan mengutamakan keselamatan dalam bekerja dan
kurangnya perawatan dalam alat keselamatan dikapal dan
pengecekan secara berkala membuat terjadinya kerusakan pada dewi-
dewi penurunan sekoci dan juga rusaknya motor pada sekoci
membuat tidak dapat digunakan dan tidak dilaksanakannya drill sesuai
jadwal yang telah ditetapkan.

B. Saran
Disarankan bagi perusahaan untuk menginstruksikan kepada
perwira diatas kapal untuk menekankan penggunaan alat
keselamatan diatas kapal agar kru lebih paham akan pentingnya
penggunaan alat keselamatan dan meningkatan sikap disiplin
kepada setiap kru dan pada safety meeting selalu memberikan
arahan kepada perwira yang bertugas mengecek dan melakukan
perawatan secara berkala agar nantinya alat keselamatan kerja
dapat dipakai sebagaimana mestinya dan tidak terulang kembali
kerusakan yang terjadi. Melaksanakan drill secara teratur dan berkala
yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga jika terjadi keadaan
emergency dapat segera diatasi dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Diklat Perhubungan (2000). Personel Safety And Social


Responsibility, Jakarta.

Badan Diklat Perhubungan (2000). Modul International Safety


Management Code.

Badan Diklat Perhubungan (2000). Modul Basic Safety Training, Personal


Safety and Social Responsibility.

Badan Diklat Perhubungan (2007). Modul Survival Craft and Rescue


Boats.

International Convention for the Safety of Life at Sea 1974 (online).


http://www.imo.org/en/about/conventions/listofconventions/pages/i
nternational-convention-for-the-safety-of-life-at-sea-(solas),-
1974.aspx.

Diakses pada tanggal 10 Juli 2018.

International Life-Saving Appliance (LSA) Code (online).


http://treaties.fco.gov.uk/docs/pdf/1998/TS0044.pdf.

Diaksespadatanggal 10 Juli 2018.

International Maritime Organization (1974).Safety Of life at Sea, IMO


Publication.London.

Komaruddin, Komaruddin, Yooke Tjuparman S. (2000). Kamus Istilah


Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.

Life Saving Appliances (online). http://www.macor.fr/downloads/lsa


code.pdf

Diaksespadatanggal 10 Juli 2018.


Moekijat.(1990). Kamus Manajemen.Bandung: Mandar Maju.

Welem Ada’, M.Pd. M. Mar (2017) Analisis jumlah penumpang dan


ketersediaan kapal dalam menunjang keselamatan pelayaran di
pelabuhan pare–pare – nunukan Politeknik Ilmu Pelayaran,
Makassar.

Panitia Istilah Manajemen (1983). Kamus Istilah Manajemen. Jakarta:


BalaiAksara.

PIP Makassar. (2012). Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar: Tim PIP


Makassar.

Poerwadarminta, W. J. S. (1982). Kamus Umum Bahasa


Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.

SOLAS 1974 (International Convention of Safety of Life at Sea)

STCW amandement (Seaferers Training Certification and Watch keeping)


Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
- LAMPIRAN I: Foto kapal MV.WM.Makassar
- LAMPIRAN II: Foto Kru kapal MV.WM.Makassar

liv
RIWAYAT HIDUP PENULIS

TRISAKTI DIAZ ANUGRAH, lahir pada


tanggal 18 Mei 1998 di Gowa, Sulawesi
Selatan. Anak ketiga dari 4 bersaudara dari
pasangan Suami Istri Alm. Drs. Abdul Azis
dan Ibu Decyana Pasorong. Penulis memulai
jenjang pendidikan Sekolah Dasar Negeri
273 kaluku lajuk pada Tahun 2004 dan tamat
Tahun 2010 kemudian melanjutkan
pendidikan pada tahun yang sama di Sekolah Menengah Pertama Negeri
3 Kota Palopo dan tamat pada Tahun 2013, dan pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri SMAN
3 Palopo dan selesai pada Tahun 2016.

Penulis melanjutkan pendidikan Diploma IV di Politeknik Ilmu


Pelayaran Makassar mengambil Jurusan Nautika pada Tahun 2017 dan
terhitung sebagai Angkatan XXXVIII. Selama melaksanakan pendidikan di
PIP Makassar, penulis menjabat Sebagai Staff Asisten Logistik semester
III, Dan memegang kembali Asisten Logistik Dewasa pada semester VIII.

Penulis melaksanakan Praktek Laut (PRALA) pada semester V dan


VI diatas kapal MV.WM.MAKASSAR pada salah satu Perusahaan
Pelayaran yakni PT. WINTERMAR OFFSHORE MARINE, kemudian
kembali ke kampus Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar untuk melanjutkan
pendidikan semester VII dan VIII. Penulis menyelesaikan pendidikan di
Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar pada tahun 2021.

Anda mungkin juga menyukai