Anda di halaman 1dari 8

Cerita No.

Presensi Ganjil
Kesempatan Kedua
Cerpen Karangan: Jumi Novica
Kategori: Cerpen Kristen, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 9 August 2022

“Hei.. teman-teman! coba lihat kesini deh, tu ada anak bisu lewat! hahahaha” Tawa beberapa orang anak-anak,
mereka menertawakan Greta seorang gadis 15 tahun yang sejak kecil mengalami keanehan, di mana ia sampai
remaja tidak pernah bisa berbicara.
Sejak berusia 1 tahun di mana anak-anak seusianya sedang lucu-lucunya mengeluarkan kalimat-kalimat sederhana
dan yang lebih anehnya lagi sampai sekarang pun dokter tidak menemukan masalah apa pun di tubuh Greta.
Masa-masa sulit yang ia alami tidak membuat ia putus asa, malah ia menjadi anak kesayangan keluarganya terlebih
kedua orang tuanya.

Setiap hari Greta bersama adik bungsunya Gery (13) bersama-sama pergi ke Gereja bantu-bantu membersihkan
gereja, baik di dalamnya maupun halamannya.
Apa yang mereka lakukan begitu menyenangkan hati kedua orang tuanya bahkan gembalanya begitu bangga
karena mereka selalu membantu siapa saja yang membutuhkan bantuan tanpa memandang status ataupun
agamanya.

Teman-teman mereka di sekolah banyak, ada yang muslim, ada katolik dan kepercayaan lainnya sedangkan yang
sesama kristen hanya ada dua orang saja yaitu Alfan (15) dan Nata (14). Melihat Greta memiliki orang-orang yang
begitu menyayanginya, itu yang membuat beberapa teman sekompleks begitu membencinya, mereka adalah Cintia
(18), Elena (16) dan Claudia (15). Sebenarnya mereka iri dengan kehidupan Greta yang begitu dicintai semua
orang meskipun cacat dalam penilaian mereka, sedangkan mereka anak-anak bermasalah dalam keluarganya
bahkan di lingkungan sekitar.

Cintia dan Claudia saudara kandung yang orang tuanya sedang dalam proses perceraian, sedangkan Elena saudara
sepupu keduanya yang hidup menumpang karena kedua orang tuanya sudah meninggal dunia dan tidak ada
keluarga yang mau menampungnya, oleh sebab itu ia tinggal di rumah Cintia tapi tidak gratis, setiap hari ada-ada
saja yang ia kerjakan sebagai balas budi.

Pada suatu hari sepulang sekolah ketika berpapasan dengan Greta dan Gery beserta teman lainnya mereka kembali
menghinanya, itu membuat teman-temanya marah “eh, kalau ngomong yang sopan ya! siapa yang kalian bilang
bisu!” geram Nata. Hampir saja terjadi perkelahian di tempat itu kalau saja Greta tidak menghentikan perdebatan
mereka, dia membawa teman-temannya pergi, tetapi saat hendak pergi tiba-tiba ia mendekat ke arah Cintia lalu
memberikan sebuah kertas yang dilipat indah dan ada sampul berwarna pink, setelah itu mereka pergi
meninggalkan tiga orang yang memandang heran ke arah kertas di tangan Cintia.

Beberapa hari setelah kejadian itu teman-teman Greta dan juga orang-orang kompleks bingung dengan perubahan
ketiga gadis yang sebenarnya sangat manis-manis itu, yang biasanya usil jadi lebih kalem, mereka berharap Greta
yang sedang berlibur sekeluarga ke kampung asal ayahnya cepat-cepat pulang dan melihat perubahan itu.

Mereka pun berapa minggu jadi rajin pergi Ibadah remaja dan juga Ibadah raya yang biasanya tidak pernah mereka
lakukan, bahkan orang tuanya yang lagi proses perceraian tapi masih satu rumah pun bingung, biasanya di dalam
rumah ribut tiba-tiba jadi lebih adem dan setiap jam 4 pagi dan jam 4 sore mereka mendengar suara nyanyian,
penyembahan dan tangisan dari dalam kamar yang terkunci dan tiba-tiba saja mereka merasa tidak ingin berpisah
dan mulai memikirkan kembali rencana bercerai.

Pagi itu cuaca begitu cerah Greta dan keluarganya pulang dari kampung Ayahnya di jalan Adik dan kedua orang
tuanya terlihat begitu bahagia, mereka bernyanyi sepanjang perjalanan, tiba-tiba Greta yang duduk di kursi
belakang bersama Gary menyentuh pundak ayahnya yang sedang memegang setir, setelah mengurangi kecepatan
ayah menyuruh ibu membaca tulisan Greta “Ayah bawa mobilnya yang cepat, perasaan Greta tidak enak. Greta
mau nangis karena tiba-tiba kepikiran Cintia dan saudara-saudaranya, kita langsung ke rumah mereka saja ya!”
Ketiganya memandang Greta bingung, melihat matanya berkaca-kaca jadi tidak tega, ayahnya pun menuruti
keinginannya.

Saat hampir sampai dekat rumah Keluarga Pak Wahyu, ayahnya Cintia mereka melihat gumpalan asap
membumbung tinggi disertai teriakan yang riuh, begitu sampai mereka pun ikut bergabung dan melihat
pemandangan yang begitu memilukan. Pak Wisnu tengah memeluk Bu Elia yang menangis histeris, ternyata
pagi-pagi buta jam 5 pagi keduanya pergi mengurus pembatalan perceraian ke kota dan niatnya memberikan
kejutan buat ketiga putri dan keponakannya, dan mereka mengunci pintu dari luar karena ketiga putrinya masih
tidur, ternyata terjadi korslet arus listrik yang menyebabkan kebakaran, saat mereka kembali sudah banyak warga
berusaha memadamkan api dan sampai sekarang pemadam belum tiba juga.

Dua jam berlalu, api sudah melahap 80 persen rumah mewah bertingkat itu barulah pemadam tiba, saat para
petugas dan warga bahu membahu berusaha memadamkan api, tiba-tiba pak Wahyu dan istrinya datang
menghampiri Greta yang sedang di tahan ayahnya karena ingin berlari membantu pemadaman “Greta, (hiks) atas
nama ketiga putri kami, kami sering mendengar bahwa ketiganya sering menghina Nak Greta, kami selaku orang
tua telah lalai dan gagal dalam mendidik anak-anak kami (hiks), kami minta maaf ya Nak!” tangisan Bu Elia begitu
memilukan membuat mereka jadi bertangis-tangisan.

Greta memohon pada ayahnya agar melepaskan tangannya, melihat air mata putrinya, Pak Irwan tak tega, ia pun
melepaskan pegangan tangannya, dengan tubuh lunglai tiba-tiba Greta berlutut dan yang membuat terkejut
orang-orang di sekitarnya saat mereka mendengar suaranya pertama kali “Uuhm.. uuhm Tu-Tu-Tuhan kalau boleh
Hamba meminta, tolong berilah kesempatan kedua buat ketiga teman hamba ya Tuhan, tapi semuanya sesuai
kehendak-Mu ya Tuhan!” semuanya terkejut karena tiba-tiba Greta bisa berbicara dan keajaiban pun terjadi.

Langit tiba-tiba mendung hujan turun begitu lebat sampai akhirnya api pun mulai padam, semua pun berusaha
mencari tubuh ketiga gadis itu, alangkah kagetnya mereka semua ternyata ketiganya tengah berpelukan di dalam
puing kamar yang merupakan kamar milik Cintia, saat diperiksa ternyata mereka masih hidup, hanya pingsan
karena terlalu lama menghirup asap, ajaibnya ketiganya tidak ada luka sedikit pun.

Seminggu kemudian ketiganya sudah diperbolehkan pulang, masalah rumah mereka kini tinggal berdampingan
dengan rumah keluarga Greta, kebetulan rumah itu disewakan Pak Irwan dan masa kontraknya sudah habis jadi
rumah itu pun kosong.

Sore itu mereka makan bersama di halaman belakang rumah yang luas sambil bersantai dan kebetulan
teman-teman Greta dan Gery pun datang, jadi suasana semakin ceria dan seru. Tiba-tiba Elena datang dan
memeluk Greta kemudian di susul Cintia dan Claudia, mereka meminta maaf atas perbuatan mereka selama ini,
dan Greta pun memaafkannya juga teman-temannya pun memaafkan mereka membuat suasana sore itu penuh
dengan keharuan, ternyata surat yang Greta berikan tempo hari entah mengapa menyadarkan mereka, seakan-akan
mereka mendengar suara Tuhan secara langsung.
“Teman-teman Aku tidak tahu apa kesalahanku kepada kalian bertiga, tapi aku mau katakan bahwa aku sudah
memaafkan kalian dan aku ingin saat aku pulang berlibur nanti bukan hinaan yang kuterima, melainkan senyum
kalian dan kita akan pergi beribadah bersama-sama dan asal kalian tahu, Tuhan sangat mengasihi kalian dan Dia
ingin kalian datang kepada-Nya dan mengasihi-Nya maka Ia akan memberikan kalian kesempatan kedua”.
Kisah di atas mengajarkan kepada kita bahwa sebesar apapun kebencian itu, tak akan bisa mengalahkan kasih yang
begitu besar dan sempurna, yaitu kasih dari Tuhan Yesus Kristus.
Cerpen No. Presensi Genap

Dear Parents

Cerpen Karangan: Annisa Marsha


Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 26 July 2022

Namanya Ashima. Gadis manis berumur 13 tahun yang tinggal bersama neneknya sejak ia berumur tiga tahun. Ia
tak bisa jauh dari neneknya, karena hari-hari Ashima penuh bersama neneknya. Rumah nenek dengan orang tuanya
berdampingan hanya dibatasi tembok sebagai pemisahnya.

Saat itu Ashima berumur 4 tahun. Orang tuanya sibuk bekerja dari pagi sampai malam, hingga ia tak ada waktu
bermain dengan orang tuanya. Ashima yang susah bangun pagi juga cepat terlelap membuatnya jarang berinteraksi
dengan orang tuanya. Jangankan untuk bermain, melihat kedua orang tuanya pun jarang. Jika Ashima ingin
bermain atau belajar bersama orang tuanya selepas mereka bekerja, mereka hanya bekarta “Besok aja ya, Mamah
sama Papa capek abis pulang kerja.” Keesokan harinya pun hal itu terulang lagi, hingga membuat dirinya terbiasa
memahami pelajaran baru dengan sendirinya.

Ashima sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ya, hanya kasih sayang. Namun sebagai anak
kelahiran tahun 2000 yang belum mengenal gadget, Ashima terlalu asik dengan dunia mainnya hingga ia lupa
dengan kesedihan yang ada di dalam dirinya. Jika ada teman yang jahil ketika bermain pun yang berdiri di depan
pintu sambil megang sodet adalah neneknya. Dengan suara lantang berkata “Heh, sini lu! Lu apain cucu gue.”

Ketika matahari terbenam, Ashima merasa sedih kembali karena dirinya sangat membutuhkan kehadiran orang
tuanya, ia merasa dirinya tak seperti teman-temannya. Ashima melihat teman-temannya yang kalau makan disuapi,
setelah mandi rambutnya dihias. Ashima sangat ingin merasakan hal itu namun hal itu tak mungkin terjadi kepada
Ashima. Ashima terbiasa menyembunyikan kesedihannya. Setiap hari Ashima hanya bisa menceritakan hal sedih
atau senang yang dialaminya pada buku diary yang menjadi teman baginya sebelum tidur. Sehingga begitu banyak
diary yang dihabiskannya untuk menceritakan semua hal yang terjadi pada hari-hari yang ia lewati.

Tak terasa setahun berlalu, kini Ashima berusia 5 tahun. Sudah waktunya ia masuk sekolah tingkat dasar. Tantenya
yang mengajarinya untuk mengenal huruf abjad, Ashima enggan untuk belajar. Tantenya memarahinya “Jangan
main terus! Besok udah masuk sekolah nanti kalau gak bisa gimana, malu sama yang lain.” Sebenarnya Ashima
sudah mengenal semua huruf abjad, ia enggan belajar karena ia mau yang mengajarinya untuk mengenal huruf
abjad pertama kali adalah mamahnya.

Keesokan harinya tibalah hari pertama Ashima masuk sekolah, Ashima diantar oleh tantenya, sesampainya di
sekolah ia hanya bisa berdiri dan melihat sekelilingnya. Melihat anak-anak yang dicium dan diusap kepalanya
sebelum mereka masuk kelas. Dia hanya terdiam dan berkata di dalam hatinya “Mamah aku ingin seperti mereka.”
Walaupun Ashima merasa sedih namun Ashima sudah terbiasa dengan hal seperti itu. Hari pertama dan kedua
sekolah telah berlalu, di hari ketiga yang mengantar Ashima ke sekolah bukan tantenya melainkan tukang ojek
pribadi yang disewa oleh orang tuanya. Ashima memang berbeda dengan teman-temannya pada hari itu,
teman-temannya masih diantar oleh orang tuanya ke sekolah bahkan ditunggu sampai lonceng bel berbunyi.
Namun Ashima tetap bersemangat melewati hari-harinya di sekolah.

4 tahun berlalu. Ashima sekarang duduk di bangku kelas 4, dari hari pertama masuk sekolah ia tak pernah
sekalipun diajari oleh mamahnya. Ashima selalu mengerjakan PR sendiri, meskipun ia tak paham materi tersebut.
Jika tak paham pun Ashima memahaminya sendiri dengan membaca berulang kali. Hingga suatu malam Ashima
ingin sekali merasakan dirinya diajari oleh mamahnya, seperti teman-temannya yang selalu bercerita di kelas
bahwa mereka mengerjakan PR diajari oleh mamahnya.
Ashima pun datang kepada mamahnya dan berkata “Mah aku ada PR, aku gak ngerti ajarin dong mah” namun
mamahnya menjawab “Baca dulu! Kalau emang gak paham baru tanya mamah, masa gitu aja gak ngerti!” Ashima
terhentak mendengar jawaban dari mamahnya namun ia tak ingin menyerah, Ashima pura-pura membaca bukunya
selama beberapa menit lalu datang ke mamahnya dan berkata “Aku masih gak paham mah” ketika Ashima sedang
berbicara, sepupunya datang untuk belajar menanyakan materi yang tak dipahaminya kepada Mamah Ashima. Tak
disangka mamahnya Ashima langsung mau mengajarinya. Hati Ashima sakit melihatnya. Dalam hatinya berkata
“Mah, aku cuma minta waktu sebentar aja sama mamah, waktu yang aku minta juga bukan buat main. Aku cuma
mau ngerasain sekaliii aja ngerjain PR diajarin sama mamah.” Tak terasa air mata Ashima menetes di pipinya yang
halus, ia langsung masuk ke kamarnya dan menangis dengan suara yang kecil, ia menahan tangisnya agar tidak
terdengar.

Psikis gadis manis di usianya yang masih anak-anak inipun harus terlatih dewasa. Mau bagaimana lagi? Hal ini
karena keadaan yang sebenarnya juga tidak ia inginkan. Hal ini berpengaruh terhadap kelakuan Ashima di
kelasnya. Sebelumnya Ashima adalah anak yang pendiam, kini ia menjadi nakal dan menjadi ketua geng ciwi-ciwi
di kelasnya. Teman-teman di kelasnya pun takut kepada Ashima.

Semester satu pun berakhir. Pengambilan rapor semester ganjil tiba, seperti biasa setiap pengambilan rapor Ashima
dan teman-temannya selalu berangkat lebih dulu. Mereka bermain sambil menunggu orang tua mereka datang.
Dalam pengambilan rapor, Ashima adalah siswa yang selalu terakhir mengambilnya. Jika teman-temannya sudah
pulang, Ashima hanya bisa diri terdiam dan menopang dagunya di atas tembok pagar lantai 2 sambil melihat ke
arah lapangan, berharap orang tuanya yang datang untuk mengambil rapornya. Orang tua teman-teman Ashima
selalu bertanya “Ashima, Mamahnya belum datang?” Jika ditanya sepeti itu Ashima hanya bisa menggeleng.

Sekolah pun mulai sepi yang tersisa hanya Ashfa dan Ashima. Tapi tak lama kemudian mamah Ashfa datang dan
langsung mengambil rapor.
“Ashima, mamah Ashfa duluan ya, Ashima mau dianterin pulang gak? Sekolahnya udah sepi, Ashima samperin
mamah dulu aja daripada nunggu disini sendirian”
“Engga tante gapapa, Ashima nunggu disini aja.”
“Oh yaudah tante duluan ya Ashima”
“Iya tante, dadah Ashfa”
“Dadah Ashima”

Yang tersisa hanyalah Ashima. Selama setengah jam ia menunggu, namun ia mendengar suara dari kejauhan.
“Ashima tante udah sampai.” Ya, yang mengambil rapor Ashima adalah tantenya. Orangtua Ashima tidak pernah
sekali pun mengambil rapor Ashima, hingga wali kelasnya menegur tantenya.

“Yang ngambil tantenya lagi? Kemarin rapor UTS juga tantenya. Kemana orang tuanya? Gak boleh kaya gini terus
pokoknya, saya minta semester 2 orang tuanya yang ngambil. Orang tua harus mengetahui perkembangan anaknya
di sekolah, kalau ada apa-apa juga gak mungkin tantenya yang ngurusin sepenuhnya!”
“Baik Bu, nanti saya sampaikan ke orangtuanya.”

Ashima pun hanya bisa tertunduk dan terdiam mendengarnya.


Namun Ashima tidak merasa sedih karena ia mendapat ranking satu di kelasnya. Ia ingin menunjukkan hasil
rapornya kepada orang tuanya.

Sesampainya di rumah, Ashima menghampiri kedua orangtuanya. Ashima sudah membayangkan wajah
orangtuanya yang pasti akan bangga kepadanya dan mengapresiasi prestasi yang didapatnya.

“Mah, Pah. Alhamdulillah Ashima dapet ranking satu”


“Yaudah, terus kalo dapet ranking satu mamah sama papa harus apa?” Ashima sangat kaget mendengarnya, hal
yang dibayangkan Ashima itu hanya khayalan semata. Namun ia tetap berusaha tersenyum sambil bilang “Eh iya
Mah Pah, yasudah Ashima masuk dulu ke kamar.” Ashima tak kuat lagi menahan air mata yang sudah terbendung.
Setelah berlibur selama 2 minggu, pembelajaran semester genap pun telah dimulai. Seperti biasa di setiap kelas
sangat ramai dengan perbincangan siapa yang mendapat ranking satu, dua dan tiga.

Ketika Ashima sampai di kelasnya, Ashima yang diam di dekat pintu dari kejauhan ia mendengar temannya yang
sedang berada di perkumpulan perbincangan berkata “Eh yang ranking satu di kelas kita siapa si?” temannya yang
lain pun ikut penasaran “iya ih siapa si?” tak ada yang tau, tetapi salah satu temannya menengok ke arah Ashima
dan menyadarinya bahwa hanya Ashima saja yang belum menyebutkan rankingnya di kelas. Lalu temannya
berteriak “Eh temen-temen aku tau siapa yang ranking satu!” sambil melirik ke arah Ashima, yang lain pun ikut
menengok ke arah Ashima. Lalu serentak berkata “Wahh… selamat Ashima” “Ashima dikasih apa sama mamah
papah kamu?” “Ashima aku ranking tiga dikasih sepeda sama mamah aku, si Ashfa ranking dua kemarin pas
liburan diajak jalan-jalan sama dibeliin baju” “Iya Ashima kamu dikasih apa?” “Ceritain dong Ashima” “Iya
Ashima ceritain dong ke kita.” Ashima merasa terpojoki dengan semua perkataan teman-teman Ashima yang
langsung menyerbunya.

Ashima bingung ingin menceritakan apa, pertanyaan-pertanyaan itu membuatnya pusing, sedih, kesal dan ingin
berontak. Namun ia berusaha mengontrolnya, ia hanya mengabaikan teman-temannya dan langsung duduk di
bangkunya. Teman-temannya kaget dengan reaksi Ashima dan merasa bersalah. Kelas pun menjadi hening.

Bel pulang sekolah pun berbunyi, Ashima yang sedari tadi melamun memikirkan sesuatu dan berbicara di dalam
hatinya “Apa aku sekolah di luar negeri aja ya pas SMP nanti.” Ia ingin mengetahui apakah dengan kepergiannya
orang tuanya merasa kehilangan, atau bahkan tidak sama sekali. Namun disisi lain Ashima juga memikirkan
sesuatu yang membuatnya sedih yaitu jika ia sekolah di luar negeri maka ia akan berpisah dengan neneknya yang
merawat dia dari kecil. Ia tak mau berpisah dengan neneknya, namun Ashima bingung harus bagaimana. Ashima
sudah tidak kuat menahannya.

2,5 tahun kemudian Ashima pun memutuskan untuk sekolah di luar negeri, meski ia sangat sedih meninggalkan
neneknya. Ia hanya ingin merasakan hidup tenang walaupun ia tak mendapatkan kasih sayang orang tuanya.
Ashima berharap bisa hidup bahagia di sana tanpa harus merasakan batin yang begitu sakit.

Ashima menulis pesan di buku diary yang sengaja ia tinggalkan di kamarnya sebelum ia berangkat ke luar negeri.
Dear Mamah, Papah.
Mah, Pah. Ashima yakin Mamah sama Papah pasti sayanggg banget sama Ashima. Walaupun Ashima gak bisa
merasakannya. Ashima sayanggg banget sama Mamah, Papah. Ashima berharap suatu saat kita bisa kumpul,
bercanda dan tertawa bersama, seperti keluarga-keluarga lain yang Ashima lihat. Dear Mamah Papah, kalian tetap
jadi my big love forever.
salam dari putrimu yang akan selalu mengharapkan kehadiranmu sampai kapanpun?
salam cinta
Ashima
1. Tentukan unsur intrinsik dalam teks cerpen tersebut!

Unsur Intrinsik Hasil Analisis


Tema Kasih sayang
Amanat Kita harus memberikan kasih sayang kepada anak kita
Tokoh, penokohan, Tokoh
kalimat pembuktian Ashima:penyabar
Ayah ibu:Tidak perhatian
nenek:pengertian

Latar Latar Waktu:Malam


Latar Tempat:Rumah
Latar Suasana:Menegangkan
Sudut pandang diaan serbatahu
Alur maju
Nilai Moral kasih sayang orang tua itu penting
Nilai Sosial Kita perlu dukung anak kita

2. Simpulkan teks cerpen tersebut menggunakan bahasamu sendiri!

Ashima gadis manis berumur 13 tahun yang tinggal bersama neneknya sejak ia berumur tiga tahun. Ia tak bisa jauh
dari neneknya, karena hari-hari Ashima penuh bersama neneknya. Rumah nenek dengan orang tuanya
berdampingan hanya dibatasi tembok sebagai pemisahnya.Saat itu Ashima berumur 4 tahun. Orang tuanya sibuk
bekerja dari pagi sampai malam, hingga ia tak ada waktu bermain dengan orang tuanya. Ashima yang susah
bangun pagi juga cepat terlelap membuatnya jarang berinteraksi dengan orang tuanya.2,5 tahun kemudian Ashima
pun memutuskan untuk sekolah di luar negeri, meski ia sangat sedih meninggalkan neneknya. Ia hanya ingin
merasakan hidup tenang walaupun ia tak mendapatkan kasih sayang orang tuanya. Ashima berharap bisa hidup
bahagia di sana tanpa harus merasakan batin yang begitu sakit.

3. Tentukan Struktur dalam teks cerpen tersebut!

Struktur Hasil Analisis (menggunakan bahasa sendiri)


Orientasi Namanya Ashima. Gadis manis berumur 13 tahun yang
tinggal bersama neneknya sejak ia berumur tiga tahun. Ia
tak bisa jauh dari neneknya, karena hari-hari Ashima
penuh bersama neneknya.

Komplikasi Ashima sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua


orang tuanya. Ya, hanya kasih sayang. Namun sebagai
anak kelahiran tahun 2000 yang belum mengenal gadget,
Ashima terlalu asik dengan dunia mainnya hingga ia lupa
dengan kesedihan yang ada di dalam dirinya.

Resolusi 2,5 tahun kemudian Ashima pun memutuskan untuk


sekolah di luar negeri, meski ia sangat sedih
meninggalkan neneknya. Ia hanya ingin merasakan hidup
tenang walaupun ia tak mendapatkan kasih sayang orang
tuanya. Ashima berharap bisa hidup bahagia di sana tanpa
harus merasakan batin yang begitu sakit.

4. Analisislah penggunaan kebahasaan dalam teks cerpen tersebut!

Kebahasaan Hasil Analisis (cari sebanyak-banyaknya)


Penggunaan Diksi Ceritain

Penggunaan Majas Majas :paradoks


Kalimat:Ashima mengerjakan pr sendiri meski dia tidak
tahu

Anda mungkin juga menyukai