Pak Toni adalah salah satu keluarga pabrik terkenal di Kota Jember. Menjadi karyawan yang dipercaya, Pak Toni menjadi sibuk dan jarang sekali meluangkan waktu bersama keluarganya. Pak Toni terkenal dengan sifat disiplin di kantor. Tak jarang jika ada karyawan lain yang datang telat atau malas. Pak Toni tanpa berpikir panjang akan menegur mereka. Pak Toni memiliki anak kembar yang bernama Akbar dan Ilham dan seorang istri yang bernama Lina. Saat itu, pagi hari Pak Toni akan berangkat kerja. Kemudian Akbar dan Ilham menghampiri Ayahnya. "Ayah, kami pengen liburan.. Ayo, kapan Ayah ngajak kami jalan-jalan..." ucap Akbar dengan memeluk ayahnya. Ilham tidak ikut berkata dia lebih memilih menunjukkan sikap kepada ayahnya yang ingin sekali ayahnya meluangkan waktu dengannya. "Sudahlah Mas, ayo kita liburan. Anggap saja kamu istirahat sejenak dari rutinitas kantor. Masak. Mau kerja lagi.. Kerja lagi.." ucap Lina duduk disampingnya. Toni saat itu hanya memandang mereka dengan heran. Kemudian Toni bersuara, "Baik. Kita liburan. Tapi Sabtu Minggu saja. Ayah gak bisa kalau lebih dari itu. Sibuk, urusan di kantor masih banyak." ucap Toni. Toni tanpa basa-basi langsung menghabiskan sarapannya dan berpamitan kepada mereka untuk berangkat. Di kantor, Pak Toni seperti biasa. Jam kerja telah usai. Esok hari adalah hari libur dan tugas Toni untuk menepati janji kepada istri dan anak-anaknya. "Kita berangkat nanti malam aja. Biar sampek sana waktunya lebih panjang. Aku sebentar lagi pergi dulu mau nganter teman benerin mobil." ucap Toni. Pak Toni kemudian beranjak pergi untuk mandi dan berangkat. Waktu berlalu, jam menunjukkan pukul 21.00 namun Toni belum pulang. "Mah, Ayah kok belum pulang sih. Ilham ngantuk Mah.." suaranya lirih. Lina hanya memperhatikan jam berkali-kali namun Toni belum saja menunjukkan tanda-tanda untuk pulang. Sampai jam menunjukkan pukul 22.00. Kemudian, terdengar suara klakson berbunyi. Tanda Toni sudah pulang. Akbar dan Ilham kemudian berdiri dan tertawa senang kala melihat ayahnya sudah pulang. Toni turun dari mobil dengan membawa makanan untuk dibawa pergi liburan. "Ayo, kalian sudah siap-siap belum. Kita berangkat sebentar lagi." ucap Toni tersenyum. Lina yang memperhatikan suaminya, yakin bahwa Toni butuh istirahat. Raut wajah Toni tidak bisa berbohong. Toni lelah. "Ayah yakin jalan terus? Perjalanannya lumayan jauh loh Yah.." Lina khawatir. Rupanya Toni tidak menghiraukan perkataan istrinya. Dia seperti orang yang tak sadar dengan apa yang ada disekelilingnya. Hingga Lina melihat suaminya mengedipkan mata dengan pelan. Toni mulai mengantuk dan beberapa saat kemudian Toni tersadar kala dirinya melihat truk yang berada didepannya. Dia kemudian banting setir. "Ya Allah, Ayah... Kita istirahat dulu saja. Daripada resiko dijalan. Ayo, berhenti didepan." tegas Lina Toni hanya menghembuskan nafas yang panjang. Mereka kemudian berhenti sejenak. Di warung kopi sekitar daerah Garahan. Toni memutuskan untuk makan. Karena Garahan terkenal dengan pecelnya dan warung di sana buka 24 jam. Toni memutuskan untuk makan sejenak dan meminum kopi agar dirinya tidak mengantuk dijalan. "Mau kemana Mas Mbak, malam-malam begini?" ucap Ibu penjual pecel. "Kami mau ke Ijen Buk, liburan.” ucap Lina "Kami pesan pecel Buk 2 sama kopi satu dan teh satu." sambung Lina Akbar dan Ilham sudah terlelap tidur di mobil. Mereka memutuskan untuk tidak membangunkan mereka. Ditengah-tengah mereka makan. Ibu penjual pecel berkata, "Apa tidak menunggu pesok pagi saja Pak Bu, diatas udah Alas Gumitir. Nanti kalau melanjutkan perjalanan. Kalian klakson tiga kali yaa kalau udah sampek Batu Gudang." saran Penjual itu. Lina dan Toni hanya saling pandang. Mereka tidak paham dengan perkataan ibu penjual itu. "Batu Gudang itu apa Buk? Mohon maaf saya tidak paham maksud Ibu.." ucap Toni. Ibu penjual itu melihat mereka dengan raut wajah khawatir. Kemudian dia duduk didepan Lina dan Toni. "Waru Gudang atau orang bilang Batu Gudang itu semacam wangkit (batas) Mbak Mas. Katanya sih jika ada orang yang lewat sana tengah malam harus klakson atau unjuk salam. Agar selamet. Kalau kata orang sini, itu pintunya kampung ghaib alas sini Mas.." jelas Ibu itu. Toni kemudian tersenyum. "Oalah Buk, Buk. Jaman sekarang kok percaya kayak gituan. Pokoknya kita gak mengganggu saja loh. Gausah unjuk salam atau apalah. Kayak orang kolot aja. Percaya hal kayak gituan Buk." ujar Toni. Si Ibu penjual itu hanya melihat Toni dengan raut wajah yang aneh. Kemudian Lina yang mendengar perkataan Toni menyambung pembicaraan. "Heh, kamu ini Yah.. Kalau ada orang tua nasehatin kita itu diambil buat pegangan aja biar kita hati- hati dan mawas diri. Seharusnya kita berterimakasih sama ibu ini udah mau mengingatkan kita. Aku terima kasih loh Bu, sudah mau mengingatkan kita untuk berhati-hati dijalan." jelas Lina. Ibu itu tersenyum kepada Lina. "Yasudah, kalian dilanjut makannya. Nanti sekiranya sudah yakin. Bisa dilanjut perjalannya." ucap Ibu itu meninggalkan mereka untuk merapikan piring di belakang. Toni hanya tertawa cekikikan dan menggerutu sambil meminum kopinya. Lina sudah tidak nyaman perasaannya. Dia yakin Toni suaminya tidak ingin melaksanakan anjuran Ibu penjual itu. Akhirnya setelah mereka selesai. Mereka kemudian membayar dan bergegas melanjutkan perjalanan. "Hati-hati" ucap Si penjual itu. Toni dan Lina hanya melambaikan tangan. Hingga akhirnya, mereka tiba digerbang Alas Gumitir. Jalanan tampak sepi dan tidak ada orang lewat. Mengingat jam sudah menunjukkan tengah malam. Pada saat itu lampu masih bisa dihitung sepanjang jalan di Alas Gumitir. Kanan kiri sudah ada pohon-pohon menjulang tinggi, gelap dan tak terlihat apapun. Hanya jalan didepan yang terlihat oleh cahaya mobil. Akhirnya, Lina yang saat itu merasa aneh dengan jalanan yang amat sangat sepi. Tidak ada satu kendaraan pun yang berpapasan lewat. Hingga akhirnya, Lina menatap kaca mobil yang berada didepannya. Nampak batu menjulang tinggi berjejer layaknya gapura pintu masuk. "Yah, ayo klakson ya tiga kali. Udah salam belum kamu? Assalamualaikum.." "Haduhh, kamu ini apa sih?! Jalan ya jalan. Gausah pakek ini itu. Tinggal salam aja gituloh dalam hati. Apa susahnya sih. Pake ngomong gini lah gitu lah." Lina hanya bisa membuang muka dengan jawaban Toni. Perasaan Toni agak aneh dimana, hampir beberapa menit yang dia lihat hanyalah jejeran batu menjulang tinggi di kanan - kirinya. Lina sudah tidak perduli lagi dengan situasi apa yang sudah dilaluinya. Toni agak heran, mengapa jalan yang dilaluinya bukan pohon dan hanya batu yang dia lihat. Ditengah perjalanan, Toni melihat melihat diantara orang sebanyak itu membawa obor terdapat empat orang ditengah-tengah mereka membawa keranda yang terlihat jelas didalamnya berisi mayat orang yang dikafani. Toni kemudian memejamkan mata. Sekali lagi dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Saat dia mulai membuka lagi matanya, alangkah terkejutnya dia melihat kanan kirinya adalah makam. Makam yang batu nisannya terbuat dari kayu. Toni semakin bingung dengan situasi yang terjadi. Akhirnya dia membangunkan Lina. "Ada apa Mas?" ucapnya "Kita sepertinya tersesat." ucap Toni lirih. Lina kaget bukan main. Manakala ia melihat sekelilingnya adalah kuburan. "Loh, Mas, kita kemana? Kamu gak keliru jalan kan?" ucap Lina ketakutan. Toni semakin bingung. "Aku juga bingung, tadi aku melihat rombongan orang. Terus begini. Ya Allah... Aku serius gak salah arah Mah.. Aku tadi lewat jalan bener." tegas Toni. Lina yang saat itu sudah berlinang air mata, terus berdoa. Semoga ada jalan keluar untuk dirinya dan keluarganya bisa selamat. "Jalan terus saja Mas..." ucap Lina. "Kamu ikuti saja jalan ini. Pliss, untuk sekarang percaya aku dan dengerin omonganku Mas." sambungnya. Toni melihat Lina, ingin sekali rasanya menyesal karna tak mendengar perkataannya tadi. Toni mengikuti nasehat Lina setelah terlambat dan mengetahui sendiri apa yang terjadi. Saat Toni menyalakan mobil, tiba-tiba segerombolan burung gagak menerjang kaca mobilnya. Lina berteriak. "Ya Allah, aku mohon selamatkan kami. Saya mohon ampun ya Allah.." teriak Lina. Toni yang saat itu ikut terkejut dengan kedatangan gerombolan burung gagak kemudian tancap gas. Dia melajukan mobilnya sekencang-kencangnya. Tanpa memperdulikan apa yang akan dia hadapi didepannya. "Yah, Ayahhh... Pelan-pelan yaa.. Ayahhh... Ya Allah..." *brakkkk* Mobil mereka menabrak pohon. Pohon beringin yang menjulang ditengah jalan. Kemudian, terdengar suara iringan banyak orang yang mengantarkan jenazah. Mereka mengumandangkan "Lailahaillallah.." bersama-sama yang mengiringi langkah kaki mereka. "Mah, kamu tidak apa-apa? Ada orang lewat Mah. Apa perlu aku tanya mereka Mah, kita sedang berada dimana? mungkin mereka bisa membantu ?" ucap Toni polos. Istrinya yang masih syok dengan kejadian barusan hanya menangis dan melihat Toni dengan memegang dadanya. Akbar dan Ilham bangun dan menjerit ketakutan. Kala mengetahui mobil dengan kencang menabrak pohon didepan. Untung saja, mobil yang mereka tumpangi hanya rusak di bagian depan. Mereka yang ada didalam baik-baik saja. Hanya Toni yang mengalami luka di dahinya akibat benturan yang sangat keras. "Mah, denger perkataanku gak sih? Mumpung ada mereka.." ucap Toni kepada Lina. Lina saat itu Masih syok dan tidak mendengar perkataan Toni. Malangnya, Toni belum sesadar itu apa yang sedang dialaminya. Entah karena kepolosannya, dia tidak menyadari rombongan itu muncul dengan anehnya. Toni masih dengan pikirannya bahwa dia tersesat. "Kalian disini dulu, Ayah turun." Toni turun dari mobil. Ketika rombongan pengantar jenazah itu berjalan, Toni mulai menghadangnya. "Ngapunten Bapak, hmmm saya Toni. Mohon maaf mengganggu sebentar. Ini saya sepertinya tersesat Pak. Mungkin saya boleh bertanya sebentar.. Mohon maaf sebelumnya.." ucap Toni pelan. Rombongan itu berjumlah kurang lebih 100 orang. Sikap mereka yang aneh dan hening membuat bulu kuduk Toni berdiri. "Pak ngapunten..." sambung Toni. Tidak ada yang menjawab. Mereka tetap diam dan terlihat kaku. Toni semakin bingung dan takut. Kemudian, seorang laki-laki yang berambut panjang berjalan dari tengah-tengah rombongan itu. Dia memakai sarung berwarna hitam. Dia tinggi dan bola matanya sedikit besar. Terdengar suara dari laki-laki itu. "Seng rekso ora trimo, seng rekso nompi sukmo, seng rekso golek dino, seng rekso wani ngilingno seng rekso nompo molo, seng rekso ngekei celoko, seng rekso madangno rupo, seng rekso nylametno dunyo.." (Yang berkehendak tidak terima, Yang berkehendak menerima arwah, Yang berkehendak mencari hari, Yang berkehendak berani mengingatkan, Yang berkehendak menerima masalah, Yang berkehendak memberi musibah, Yang berkehendak memperlihatkan wujud, Yang berkehendak menyelamatkan unia.." ucap laki-laki itu. Toni terkejut saat laki-laki itu tersenyum kearahnya. Bukan senyum biasa yang dia dapat. Namun, senyum dengan bibir yang melebar, semakin melebar Kemudian rahangnya patah begitu saja. Toni berlari, kembali kearah mobil. "Astagfirllahalazim..." serunya dalam hati. Toni masuk kedalam mobil. "Mah, okeee... Begini Mah.. Aku udah gak bisa berpikir jernih sekarang. Bingung mau ngapain ini. Ya Allah.." ucapnya bingung Toni hanya bisa duduk dengan celingukan. Lina yang melihat suaminya bingung bukan main, segera memeluknya. "Ya Allah Ayah, aku yakin kita ini bukan sedang di dunia kita." jelas Lina. "Kita masuk ke alam mereka." Toni dan Lina hanya terdiam. Dia bingung mau melakukan apalagi selain pasrah dan berserah diri kepada Yang Maha Kuasa. Hingga akhirnya, suara rombongan itu terdengar lagi. Mereka melanjutkan perjalanan mereka. Toni dan Lina memandangi rombongan itu berjalan di seberang mereka. Seketika laki-laki berambut panjang tadi menggedor-menggedor pintu sebelah Lina dan mendekatkan matanya untuk melihat mereka didalam. Lina menjerit disusul Akbar dan Ilham. Terdengar perkataannya. "tutno wong…ben oleh dalan.." (Ikuti orang-orang itu biar mendapat jalan) Toni kemudian menutup matanya seraya istighfar berkali-kali. Kemudian Toni melihat sekelilingnya, laki-laki itu menghilang begitu saja. Lina juga menyadari bahwa sekejap laki-laki itu menghilang. Dia berpikir, mungkin jika dia mulai tenang dan memahami apa yang sedang dia hadapi saat ini. Mungkin keajaiban akan terjadi. Beberapa menit kemudian..... Lina menutup matanya dengan kedua tangannya. Disusul Toni yang menutup wajahnya diatas setir mobil. Mereka menghentikan perjalanan karena sepanjang perjalan yang mereka lewati hanyalah kuburan. Akbar dan Ilham saling berpelukan dan menangis tersedu-sedu. Hingga akhirnya kemudian mereka tertidur. Alangkah terkejutnya mereka, kala mendengar suara adzan berkumandang. Kepala Lina dan Toni seketika pusing. Lina dan Toni terbangun dan mendapati dirinya telah mengalami kecelakaan dan masuk jurang. Terdengar riuh orang orang dari belakangnya. Toni juga tersadar dan pusing sekali kepalanya. Dia melihat Lina juga terbangun dan secepat mungkin melihat kondisi Akbar dan Ilham. Akbar dan Ilham sudah tidak ada dibelakang kursi mobil. Kemudian, terdengar ketukan seseorang yang berada diluar jendela. *tok tok tok* "Bisa dengar suara saya? Haloo... Kalian bisa mendengar suara saya?" ucap laki-laki diluar itu. Toni dengan berat menggerakkan tubuhnya kemudian membalas ketukan laki-laki itu. Terdengar teriakan laki-laki itu "Woy, korban sek urip... Alhamdulillah slamet kabeh." (Woy, korban masih hidup. Alhamdulillah selamat semua) Toni dan Lina kemudian pelan-pelan sadar dan diangkat oleh tim relawan yang saat itu menolong mereka. "Duh Gusti, slamet temenan wong wong iku. Untuk gak mati. La sakmene suwene loh.." ucap warga sekitar yang melihat. (Ya Tuhan. Benar selamat mereka. Untung tidak mati. Sudah selama ini loh). Toni dan Lina mengalami kecelakaan dikarenakan kabut yang tebal di watu gudang. Kecelakaan itu terjadi pada jam 00.24, mobil terperosok kedalam jurang dan mereka ditemukan pada jam 04.55. Ternyata, tak hanya Toni dan Lina saja yang mengalami hal serupa. Beberapa kecelakaan yang terjadi juga mengalami hal yang sama. Untuk itu, dimanapun kita berada selalu patuhi aturan dan jaga sopan santun. Karena, alam bukan hanya tempat singgah kita saja namun, alam juga menyediakan tempat bagi semua ciptaan Tuhan, tak terkecuali mereka yang tak kasat mata.