Anda di halaman 1dari 19

ORASI ILMIAH

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENEMUKAN LOKASI


BERDASARKAN CARA BELAJAR LINGKUNGAN DALAM USAHA
MENGELOLA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

OLEH :
Dr. M.Dinah Charlota Lerik, S.Psi., M.Si

Program Studi Psikologi


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana

Disampaikan dengan Wibawa Rektor Universitas Nusa Cendana


Pada Rapat Senat Terbuka Luar Biasa
Upacara Wisuda Magister, Profesi dan Sarjana
Universitas Nusa Cendana
28 Juni 2019

1
Yang Terhormat,

Rektor dan jajaran pimpinan Universitas Nusa Cendana,

Para Guru Besar dan Anggota Senat Undana,

Gubernur Nusa Tenggara Timur atau yang mewakili,

Ketua DPRD NTT atau yang mewakili,

Ketua Dharma Wanita Persatuan Unit Undana

Para orangtua, wisudawan dan wisudawati yang kami banggakan

Pada kesempatan pertama,saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada


Yth. Rektor Universitas Nusa Cendana yang mempercayakan saya menyampaikan
orasi ilmiah pada saat ini. Orasi ilmiah ini berjudul : Pengembangan kemampuan
menemukan lokasi berdasarkan cara belajar Lingkungan dalam usaha mengelola
Revolusi Industri 4.0.

Hadirin yang kami muliakan,

Apakah ada diantara kita yang belum memiliki SmartPhone ? Benda kecil
berukuran kurang lebih 8x15 cm ini dapat melakukan multi fungsi seperti selfi atau
foto diri sendiri (Barry, Loflin, Rivera-Hudson & Herrington(2017), mengirim pesan
dan menerima pesan via whatsup, facebook, twitter (Aaker & Smith, 2010)
mendengarkan musik, menonton film dan bermain game. Ada juga kakak OVO,
kakak Traveloka dan kakak grab disana. Smart phone sebagai salah satu produk
teknologi informasi merupakan bagian dari revolusi industry 4.0 yang telah
merambah dunia, termasuk Indonesia dan propinsi Nusa Tenggara Timur.

World Economic Forum (WEF) menyebut Revolusi Industri 4.0 adalah


revolusi berbasis Cyber Physical System yang secara garis besar merupakan
gabungan tiga domain yaitu digital, fisik, dan biologi yang mengubah pola hidup

2
dan interaksi manusia secara fundamental (Schwab,2017). Ditandai dengan
munculnya fungsi-fungsi kecerdasan buatan, mobile supercomputing, robot pintar,
mobil tanpa sopir, peningkatan kerja otak neuro-technological, era big data yang
membutuhkan kemampuan keamanan cyber, era pengembangan bioteknologi dan
manipulasi gen dan e-learning.

Laporan The Future of Job Report 2018 tentang pekerjaan masa depan
mem-bahas 10 skill utama yang paling dibutuhkan pada tahun 2022. Skill-skill
tersebut antara lain adalah berpikir analitis dan inovatif, belajar aktif dan strategis,
kreatif dan inisiatif, desain teknologi dan programming, berpikir kritis dan analitis,
pemecahan masalah kompleks, kepemimpinan dan pengaruh sosial, kecerdasan
emosi, pena-laran, analisis sistem dan evaluasi. Setelah tahun 2020, diperkirakan
kemampuan kognitif menjadi ketrampilan yang paling dibutuhkan. Hal tersebut juga
menunjukkan bahwa dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan
kognitif yang fleksibel, logika berpikir yang baik, sensitif terhadap masalah,
kemampuan matematika, dan visualisasi.

Hadirin yang kami hormati,

Kemampuan Menemukan Lokasi

Dalam konteks tersebut di atas, penulis telah melakukan riset tentang


kemampuan kognitif khususnya kemampuan menemukan lokasi yang digunakan
manusia dalam kehidupan sehari-hari (Lerik, 2018). Kemampuan menemukan
lokasi adalah kecakapan individu dalam menentukan sebuah titik awal rute,
menggerakkan tubuh secara efisien melintasi ruang ke arah tujuan lokasi yang
belum dikenali atau sudah dikenali menggunakan tanda-tanda yang ada di
lingkungan itu.

Kemampuan menemukan lokasi dapat diklasivikasikan berdasarkan


beberapa sudut pandang yaitu pertama : berdasarkan kompleksitas dan bentuk
memori yang diperlukan untuk kinerja perilaku. Misalkan sebuah perilaku spasial
dapat dilakukan tanpa memori spasial, seperti berjalan dengan langkah teratur di
koridor, menghindari hambatan atau pendekatan visual. Perilaku integrasi informasi

3
spasial terus-menerus membutuhkan memori kerja. Perilaku integrasi jalur yaitu
integrasi persepsi berdasarkan gerak-ego terus-menerus atau integrasi informasi
spasial temporal dalam memori kerja. Informasi spasial yang tersimpan dalam
memori jangka panjang memungkinkan berbagai kemampuan navigasi mulai dari
perilaku steriotipe seperti melintasi sebuah rute dan perilaku kompleks seperti
merencanakan rute baru melewati lingkungan yang telah dikenal dengan baik.

Kedua berdasarkan karakteristik tugas menemukan lokasi terdiri atas


navigasi eksplorasi, berjalan ke arah tujuan yang dikenali, dan berjalan ke arah
tujuan baru. Contoh navigasi eksplorasi adalah aktivitas mengenali fasilitas umum
seperti pasar, kantor pos, dan puskesmas terdekat. Contoh aktivitas berjalan kearah
tujuan yang dikenali adalah rutinitas pergi ke kampus dan pulang ke rumah. Contoh
aktivitas berjalan ke arah tujuan baru adalah mencari lokasi dengan bantuan sebuah
peta.
Ketiga berdasarkan aktivitas lokomosi dan aktivitas menemukan lokasi.
Lokomosi merupakan pergerakan tubuh disekitar sebuah lingkungan yang dapat
diakses secara langsung oleh sistem sensori motorik sesaat. Ketika lokomosi
individu memecahkan masalah perilaku seperti identifikasi permukaan pijakan,
menghindari hambatan dan rintangan, mengarahkan gerakan menuju tengara yang
dapat dipersepsi, dan melewati sisi pintu kaca terbuka tanpa menabrak sisi pintu
kaca yang tertutup. Aktivitas menemukan lokasi meliputi sejumlah tugas menemukan
lokasi yang saling terkait seperti pengambilan keputusan, perencanaan proses,
melibatkan beberapa representasi lingkungan dan bertujuan mencapai lokasi yang
berada jauh dari sensori sesaat.

Bapak, ibu dan para wisudawan yang berbahagia,

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan menemukan lokasi


terdiri atas faktor lingkungan fisik dan faktor individu. Faktor lingkungan fisik berupa
jalur, tepian, distrik, simpul dan tengara/landmark. Unsur-unsur lingkungan ini tidak
terpisah-pisah tetapi tumpang tindih dan terjalin satu sama lain. Elemen jalur adalah
tempat individu bergerak atau lewati mencakup jalan-jalan, trotoar, jalan kereta api,

4
kanal dan jalur transit. Tepian adalah batas-batas antara dua daerah dan bertindak
sebagai referensi lateral contohnya dinding, tepian pantai, dan tersebut di atas
berperan penting dalam tugas-tugas spasial rutin mencari lokasi dan navigasi
(Caduff & Timpf, 2006) namun peta dan tanda-tanda juga berperan. Peta dan tanda-
tanda adalah perangkat menemukan lokasi yang memberikan informasi untuk
orientasi, arah untuk pengambilan keputusan dan memvisualisasikan konektivitas
antara lokasi saat ini dan lokasi yang dituju. Peta dan tanda-tanda mengidentifikasi
lokasi, dan menyediakan informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan
berikut. Peta memfasilitasi penemuan lokasi yang biasa tersedia sebagai diagram
berskala besar di dalam atau di luar sebuah bangunan, tetapi juga dapat tersedia
melalui cara online. Individu yang menemukan lokasi pun memiliki unsur-unsur
internal berupa mekanisme kognitif yang mempersepsi dan mengolah informasi
spasial dari lingkungan.

Faktor Individu terdiri atas orientasi spasial, kemampuan pemetaan kognitif,


strategi rute, gender dan biolog, bahasa dan budayai. Orientasi spasial merupakan
kemampuan seseorang untuk membentuk peta kognitif. Pemetaan kognitif sebagai
perkawinan antara kognisi spasial dan kognisi lingkungan. Orientasi spasial yang
berhasil terjadi ketika individu dapat membentuk peta kognitif yang cocok dari
lingkungan untuk menetapkan posisi.
Perbedaan gender juga berperan dimana pria tampak lebih mengandalkan
isyarat distal seperti garis bukit yang memberikan informasi tentang orientasi dan
arah. Wanita lebih tergantung pada isyarat tetap seperti tengara untuk
mengidentifikasi sken visual dan membentuk orientasi spasial. Pria juga
menunjukkan lebih akurat dalam tugas-tugas navigasi ketika diberikan informasi
namun wanita memiliki memori objek dan memori lokasi-objek yang lebih baik dari
pada pria.
Faktor biologis turut berperan dalam perbedaan kinerja spasial berupa kadar
testosteron telah terbukti meningkatkan kinerja dalam tugas navigasi. Organisasi
otak juga telah dikaitkan dengan perbedaan kinerja spasial. Belahan otak kanan
berperan selama proses spasial sehingga kinerja laki-laki lebih baik.

5
Bahasa untuk mengkomunikasikan arah berdampak pada pembentukan
orientasi spasial yang berhasil ketika menemukan lokasi. Individu berbeda dalam
memilih atau menanggapi satu atau dua arah kardinal, petunjuk rute yang jelas,
jarak yang tepat, kerangka acuan relatif, atau lebih suka perkiraan berdasarkan
tengara. Budaya mempengaruhi cara menggunakan informasi. Individu yang
hidup dalam kelompok budaya berbeda memandang dunia secara berbeda karena
perkembangan proses dan struktur berpikir dalam merespon pengalaman unik dan
tekanan sosial yang dialami. Pengambilan keputusan spasial dan menemukan lokasi
dipengaruhi oleh situasi budaya dan sosial individu.
Kemampuan menemukan lokasi individu memerlukan orientasi spasial yang
didukung oleh interaksi faktor manusia dan lingkungan. Unsur manusia yang
digunakan untuk membuat keputusan berdasarkan informasi tentang karakteristik
sebuah lingkungan. Keputusan ini harus ditransformasi menjadi bentuk tindakan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pengambilan keputusan dan eksekusi
menuntut individu untuk mencocokkan representasi internal lingkungan dengan
lingkungan itu sendiri, hal ini yang disebut dengan istilah peta kognitif oleh Tolman
(1948). Peta kognitif telah digunakan sebagai bentuk spesifik memori spasial
(O'Keefe & Nadel, 1978). Peta kognitif merupakan metafora “peta di kepala” yang
berarti representasi ruang dua dimensi, kontinyu, terpadu, dan metrik. Peta kognitif
mendapatkan bukti penguat dengan ditemukannya grid sel oleh Moser & Moser
(2014).
Hadirin yang kami hormati,

d. Pengetahuan spasial

1) Familiaritas
Pengetahuan dapat dibedakan dari seberapa baik pengetahuan itu tersedia
(Anderson, 2015; Reason, 1990). Jika individu mengenal daerah tempat tinggal
semasa kecil, maka individu dapat mengakses informasi dari memori dengan
sangat cepat dan mudah. Individu tidak membuat banyak kesalahan dan tahu begitu
saja bagaimana berjalan pulang tanpa tersesat. Pengetahuan ini dapat diandalkan
dan stabil, sebaliknya pengetahuan yang baru diperoleh tidak stabil, misalkan

6
setelah pindah ke sebuah kota yang baru, menjumpai jalan baru, melewati jalan
pintas mengejutkan dan lain-lain. Pengetahuan baru tidak cukup sehingga individu
berpeluang tersesat atau harus menerapkan strategi tertentu seperti mengikuti rute
yang rumit karena tidak mengenal daerah baru itu. Familiaritas adalah pengulangan
paparan lingkungan yang membentuk pengetahaun spasial lingkungan yang stabil
pada memori individu.
Riset-riset telah menunjukkan hubungan antara familiaritas dengan ruang
lingkungan dan kinerja dalam tugas-tugas orientasi seperti menggambar sketsa
peta, menunjuk arah, estimasi jarak dan berjalan melintasi rute menuju lokasi
tujuan (Dijkstra, de Vries, & Jessurun, 2014; Gärling, Book & Ergezen, 1982; Holmes
& Sholl, 2005; Montello, 1991; Murakoshi & Kawai, 2000). Peserta yang familiar
akan menunjukkan kinerja yang lebih baik, karena bergantung pada pengetahuan
yang sudah stabil dalam memori.

2) Sumber pengetahuan spasial


Pengetahuan spasial diperoleh dari berbagai sumber seperti peta, deskripsi
verbal, dan dengan berjalan melintasi ruang (Tversky, 1993). Pengetahuan spasial
yang diperoleh berbeda sesuai sumber pengetahuan spasial itu. Perbedaan yang
paling umum adalah antara sumber pengetahuan spasial dari pengalaman langsung
dan pengalaman tidak langsung (Montello et al., 2004). Manusia langsung
menangkap ruang melalui pengalaman sensori-motor ketika melihat atau berjalan
melalui ruang. Input sensori lain dapat berkontribusi pada pengalaman langsung
seperti informasi auditori (Picinali, Afonso, Denis & Katz, 2014), menyentuh
(Yamamoto & Philbeck, 2013), atau bahkan indikasi suhu seperti arah angin atau
arah matahari. Ruang-ruang yang bisa dialami langsung mencakup ruang
lingkungan, ruang vista, ruang figural dan ruang virtual.

(i) Ruang lingkungan


Ruang lingkungan adalah ruang di sekitar individu yang dapat dipersepsi dan
dicapai dengan lokomosi. Pengetahuan yang diperoleh dari ruang lingkungan adalah
asimetrik untuk jarak antara tengara berbeda yang menonjol dan untuk rute
perjalanan. Individu yang membayangkan berdiri di sebuah lokasi dan menilai

7
sebuah tengara sebagai 'dekat' lebih cepat untuk tengara yang menonjol daripada
tengara yang kurang menonjol (Sadalla, Burroughs, & Staplin, 1980). Peserta riset di
kota-kota yang dikenali sering memilih rute yang berbeda pada jalan masuk dan
jalan keluar kota yang juga menunjukkan asimetri dalam pengetahuan spasial di
lingkungan ruang (Golledge, 1995; Stern & Leiser, 1988).

(ii) Ruang vista


Ruang vista adalah ruang yang dapat diakses secara langsung. Ruang
vista-ruang vista membentuk ruang lingkungan. Ini nampak dalam teknik analisis
formal ruang arsitektur seperti sebuah kamar, bangunan atau kota. Hasil penelitian
membandingkan ruang vista dan ruang figural secara langsung pada anak-anak usia
18-25 bulan menunjukkan hasil partisipan lebih mampu mengidentifikasi sudut dari
dalam sebuah ruangan segitiga yaitu ruang vista, daripada ketika berdiri di luar
kamar yang sama persis yang kemudian akan dianggap sebagai ruang figural
(Lourenco & Huttenlocher, 2006).

(iii) Ruang figural


Ruang figural adalah gambar ruang yang merepresentasikan tata letak suatu
lingkungan ruang seperti peta sebuah kota, desa atau negara. Peta dapat
merepresentasikan ruang vista, ruang lingkungan dan ruang geografis. Ruang
geografis bertentangan dengan ruang vista dan ruang lingkungan, ruang geografis
tidak dapat dialami secara langsung hanya dapat dipelajari melalui peta. Ruang
geografis berada di ruang figural dan karena itu dialami langsung dari peta
(Montello, 1993).
Ruang figural terutama peta sering merupakan sumber tidak langsung
pengetahuan spasial. Pengetahuan spasial bersumber dari peta ditransformasi
menjadi peta kognitif baru dapat digunakan mencari lokasi. Pengetahuan yang
diperoleh secara tidak langsung melalui peta dapat dibandingkan dengan
pengetahuan yang diperoleh secara langsung dengan mengalami ruang lingkungan
atau ruang vista. Pengetahuan rute dan pengetahuan survei dibedakan dalam
ruang lingkungan. Perbandingan sumber pengetahuan spasial menemukan bahwa
pengetahuan survei yang bersumber dari peta lebih akurat daripada pengetahuan

8
spasial bersumber langsung atau melintasi rute sedangkan pengetahuan rute lebih
akurat diperoleh dengan melintasi ruang lingkungan secara langsung (Moeser,
1988; Richardson, Montello & Hegarty, 1999; Thorndyke & Hayes-Roth, 1982).
(iv) Lingkungan virtual
Beberapa penelitian menunjukkan akurasi representasi spasial sama ketika
pengetahuan spasial diperoleh dari pengalaman langsung di lingkungan nyata dan
lingkungan virtual. Ruddle, Payne, & Jones (1997) meneliti representasi spasial
individu yang terbentuk dari desktop lingkungan virtual dengan mereplikasi studi
klasik Thorndyke & Hayes-Roth (1982). Peserta belajar tata letak lantai yang sama.
Setelah belajar rutin selama sembilan hari, peserta menunjukkan tingkat yang sama
dalam estimasi jarak, menunjuk, dan kemampuan navigasi seperti yang dilakukan
peserta dalam navigasi bangunan nyata di studi asli Thorndyke & Hayes-Roth.
Rudlle, et al. (1997) menyimpulkan bahwa bila individu mendapatkan pengalaman
yang cukup akan dapat mempelajari pengetahuan spasial sebuah lingkungan
virtual dengan cara yang sama dengan mempelajari pengetahuan spasial di dunia
nyata. Peneliti lain memperoleh kesimpulan yang sama tentang penggunaan
lingkungan virtual untuk memperoleh pengetahuan rute (Waller, Knapp, & Hunt,
1998).
Konstruksi representasi pengetahuan survei dengan navigasi dalam
lingkungan virtual lebih sulit. Hal ini karena perolehan pengetahuan survei
memerlukan lebih banyak sumber daya kognitif dari pengetahuan rute dan
lingkungan virtual menuntut sumber daya kesadaran kognitif yang lebih sedikit.
Hasil riset Richardson et al. (1999) menunjukkan ada peluang akuisisi pengetahuan
survei dengan memasukan tiga grup peserta yang belajar gedung bertingkat
dimana dua grup belajar dari desktop lingkungan virtual dan grup lain belajar dari
peta dan jalan kaki. Peserta dari ketiga grup menunjukkan kinerja level jarak yang
sama atau estimasi menunjuk ruang di lantai yang sama membuktikan
pengetahuan spasial sejenis telah diperoleh. Namun, peserta belajar lingkungan
virtual berkinerja lebih buruk dalam estimasi arah dan jarak antara dua lantai.
Peserta juga kesulitan dalam orientasi vertikal relatif dua lantai karena kurangan
akurasi dalam mengintegrasi tata letak dua lantai dalam konfigurasi global.

9
(v) Deskripsi verbal

Pengetahuan spasial dari petunjuk verbal diperoleh secara tidak langsung.


Pengkodean informasi verbal dalam pemahaman bahasa tidak dapat dijelaskan
disini. Namun salah satu aspek penting yang perlu disebutkan adalah kebanyakan
peneliti setuju bahwa individu membangun model mental selama pemahaman
bahasa (Hemford & Konieczny, 2000). Model mental seperti representasi internal
dari keadaan di dunia luar (Johnson-Laird, 1980;1993). Selama membaca individu
membangun model mental dan menggunakannnya untuk menarik kesimpulan
(Knauff & Johnson-Laird, 2002).
Beberapa hasil studi menemukan pengetahuan spasial yang bersumber dari
petunjuk verbal lebih baik daripada sumber peta dalam aktivitas menemukan lokasi
(Ferguson & Hegarty,1994; Perrig & Kintsch, 1985; Denis, Pazzaglia, Cornoldi, &
Bertolo,1999). Sebaliknya beberapa hasil studi lain menemukan pengetahuan
spasial yang bersumber dari peta dan petunjuk verbal menunjukkan kinerja
menemukan lokasi yang sama (Meilinger & Knauff, 2008; Schlender, Peters, &
Wienhofer, 2000).

Hadirin yang kami hormati,

Perbedaan individu dalam kemampuan menemukan lokasi


Individu-individu berbeda dalam pemetaan kognitif dan kemampuan
orientasi spasial yang mempengaruhi kinerja kemampuan menemukan lokasi.
Individu tertentu mengestimasi lokasi dan orientasi secara tepat sedangkan
individu lain gagal di sebuah lingkungan yang sama. Perbedaan individu terletak
pada penglihatan, pendengaran, penciuman dan sentuhan yang menyebabkan
perbedaan persepsi mengakses informasi tentang lingkungan sekitar.

Terminologi tipe belajar lingkungan


Terminologi pembelajaran adalah proses memperoleh pengetahuan yang
bertujuan untuk adaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah dan tidak dapat
diprediksi. Pengertian tipe belajar lingkungan sebagai pengelompokan individu

10
berdasarkan ciri khusus dalam proses memperoleh pengetahuan yang bertujuan
adaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah.
Individu-individu belajar dan mengingat relasi spasial lingkungan dalam cara
yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran primer terjadi bila individu
bergerak melalui lingkungan secara langsung. Pembelajaran sekunder terjadi ketika
individu mengobservasi dan mempelajari lingkungan secara tidak langsung melalui
sebuah peta atau petunjuk verbal.

Perbedaan tipe belajar lingkungan dalam kemampuan menemukan lokasi


Individu dengan tipe belajar primer atau rute menyerap informasi spasial
seperti tanda, luminositas, tengara, dan struktur lewat sensori ketika individu
menggerakkan tubuh melintasi ruang ke arah tujuan lokasi di lingkungan baru.
Informasi dari sensori dan lokomosi itu diproses dan dikelola secara kognitif menjadi
representasi internal lingkungan berupa urut-urutan rute atau disebut peta kognitif.
Peta kognitif individu yang sesuai dengan representasi lingkungan luar
ditransformasi menjadi pilihan gerakan tubuh selanjutnya untuk melintasi ruang
menuju lokasi. Proses menyerap informasi sensori motorik dan mentransformasi
informasi menjadi gerakan tubuh selanjutnya berlangsung secara terus-menerus
selama individu melintasi ruang dalam durasi waktu tertentu sampai individu
mencapai lokasi yang diinginkan.
Individu dengan tipe belajar sekunder peta menyerap informasi spasial
seperti tanda, luminositas, tengara, dan struktur secara tidak langsung dari peta
sebuah lokasi. Sumber informasi spasial dari peta diserap sensori dan diproses
menjadi representasi internal lingkungan atau peta kognitif. Peta kognitif individu
yang sesuai dengan representasi lingkungan luar ditransformasi menjadi pilihan
gerakan tubuh selanjutnya untuk melintasi ruang menuju sebuah lokasi. Proses
menyerap informasi sensori dari sebuah peta dan mentransformasi informasi itu
menjadi gerakan tubuh selanjutnya terjadi secara terus-menerus selama individu
melintasi ruang dalam durasi waktu tertentu sampai individu mencapai lokasi yang
diinginkan.

11
Individu dengan tipe belajar sekunder petunjuk verbal menyerap informasi
spasial seperti tanda, luminositas, tengara, dan struktur secara tidak langsung dari
deskripsi verbal sebuah tujuan lokasi. Sumber informasi spasial dari petunjuk verbal
diserap sensori dan diproses menjadi representasi mental atau peta kognitif. Peta
kognitif individu yang sesuai dengan representasi lingkungan luar ditransformasi
menjadi pilihan gerakan tubuh selanjutnya untuk melintasi ruang menuju sebuah
tujuan lokasi. Proses menyerap informasi sensori motorik dan mentransformasi
informasi menjadi gerakan tubuh selanjutnya terjadi secara terus-menerus selama
individu melintasi ruang dalam durasi waktu tertentu sampai individu mencapai
lokasi yang diinginkan. Pengetahuan spasial lingkungan baru yang dimiliki individu
masih belum stabil dalam memori.
Individu dengan tipe belajar lingkungan berbeda tersebut di atas melintasi
ruang menuju tujuan lokasi dalam kecepatan menelusuri ulang rute yang lebih cepat
dari waktu menelusuri rute pertama kali. Individu yang menelusuri ulang rute
kedua kali mengalami familiaritas lingkungan baru yang meningkat dan mengalami
penurunan waktu tempuh menelusuri ulang rute kedua kali. Pengetahuan spasial
lingkungan baru yang dimiliki individu menuju stabil dalam memori.
Individu dengan tipe belajar lingkungan berbeda tersebut di atas melintasi
ruang menuju tujuan lokasi dalam kecepatan menelusuri ulang rute yang lebih cepat
dari waktu menelusuri rute kedua kali. Individu yang menelusuri ulang rute ketiga
kali mengalami familiaritas lingkungan yang meningkat dan mengalami penurunan
waktu tempuh menelusuri ulang rute ketiga kali. Pengetahaun spasial individu sudah
menjadi stabil dalam memori.
Individu-individu dengan tipe belajar rute, peta dan petunjuk verbal yang
telah memiliki pengetahuan spasial yang sudah stabil dalam memori menunjukkan
perbedaan individu dalam perilaku ketepatan melengkapi rute/peta/petunjuk verbal
menemukan lokasi.
Individu-individu dengan tipe belajar rute, peta dan petunjuk verbal yang
telah memiliki pengetahuan spasial yang sudah stabil akan berbeda dalam perilaku
ketepatan estimasi arah menemukan lokasi.

12
Individu-individu dengan tipe belajar rute, peta dan petunjuk verbal yang
telah memiliki pengetahuan spasial yang sudah stabil dalam memori akan berbeda
dalam perilaku ketepatan estimasi jarak menemukan lokasi.

Hadirin yang kami hormati,


Riset tersebut di atas menimbulkan pertanyaan besar dalam benak kita
semua saat ini lalu apa hubungan antara tipe belajar lingkungan dan kemampuan
menemukan lokasi dengan orangtua widudawan ? Kemampaun kognitif
menemukan lokasi merupakan skill yang kita gunakan dengan tanpa mengeluarkan
usaha keras, namun akan terasa pentingnya ketika kita pergi ke sebuah lokasi yang
baru dan belum dikenali atau bila kita mencari jalan pintas atau jalan alternative
menuju lokasi tujuan. Misalkan..apa yang dialami oleh orangtua wisudawan ketika
mencari lokasi wisuda tadi ? Apakah tanda-tanda dan tengara atau landmark di
Undana telah memberikan informasi visual yang cukup untuk menemukan lokasi
Aula dengan cepat ? Apakah dalam undangan telah tersedia peta yang memberikan
arah dan mempermudah menemukan Aula Undana sebagai lokasi wisuda ?
Ada juga pertanyaan apa hubungan antara tipe belajar lingkungan dan
kemampuan menemukan lokasi dengan civitas akademika Undana ? Bagi kita yang
sudah familiar dengan lingkungan Undana sepertinya bukan urusan menemukan
satu lokasi di Undana lagi tetapi apakah faktor lingkungan khususnya elemen jalur
sebagai tempat kita bergerak atau lewati mencakup jalan-jalan yang
menghubungkan satu unit dengan unit lainnya di Undana telah cukup memadai
dengan akses pintu masuk dan pintu keluar yang menghemat durasi tempuh ? Ada
juga pertanyaan lanjutan, apa yang terjadi bila kemampuan menemukan lokasi kita
mengalami penurunan akibat penyakit Alsheimer?
Bagaimana hubungan tipe belajar lingkungan dan kemampuan menemukan
lokasi dengan revolusi industry 4.0 ? Kemampuan menemukan lokasi sebagai
kemampuan kognitif dapat diupskiling menjadi kemampuan menemukan lokasi di
dunia virtual dalam arti luas, misalkan kemampuan menemukan lokasi informasi di
dunia virtual untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan. Perbedaan tipe
belajar lingkungan individu yang dapat dikenali akan menjadi informasi berharga

13
untuk pemberian stimulus belajar yang tepat untuk memaksimalkan kemampuan
kognitif seseorang.
Kemampuan kognitif yang di upskiling untuk menjawab kebutuhan dunia
kerja dapat juga dikembangkan dengan Pendirian Fakultas Psikologi Undana yang
dapat memfasilitiasi para dosen-dosen psikologi melakukan penelitian terpadu
tentang peningkatan dan terobosan baru bagi kemampuan kognitif mahasiswa
khususnya dan masyarakat NTT pada umumnya dan Indonesia dalam ruang lingkup
yang lebih luas.
Kehadiran Fakutas Psikologi di NTT akan bersumbangsih nyata
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia NTT agar berdaya saing
dalam era disruptive teknologi yang segera datang. Kedua, antisipasi dampak
negatif, terutama dehumanisasi dan mencarikan solusi atau terapi bagi manusia era
digital ini. Peranan psikologi perlu dihadirkan untuk mengembangkan dan
memperkaya kekuatan positif manusia.
Akhir kata, Saya sampaikan selamat Kepada seluruh Civitas Akademika
Universitas Nusa Cendana, terutama kepada para Wisudawan beserta keluarga dan
orang tuanya. Terimaksih atas segala perhatian Bapak, Ibu dan hadirin sekalian
telah mengikuti orasi ilmiah yang saya sampaikan ini.

14
Daftar Bacaan

Aaker, J., & Smith, A. (2010). The dragonfly effect: Quick, effective, and powerful
ways to use social media to drive social change. John Wiley & Sons.

Allen,G. L. (1999). Spatial abilities, cognitive maps, and wayfinding : bases for
individual differences in spatial cognition and behavior. In R.G. Golledge (ed),
Wayfinding behavior : cognitive mapping and other spatial processes (hal.46-
80). Baltimore : John Hopkins University Press.

Anacta, V. J. A. (2010). Gender differences in spatial cognition: wayfinding


performance and sketch mapping activity of german speakers. (Disertasi
tidak dipublikasikan).Universitat Jaume I. Jerman.

Anacta, V. J. A., & Schwering, A. (2010, August). Men to the east and women to the
right: Wayfinding with verbal route instructions. In International Conference
on Spatial Cognition (hal. 70-84). Springer Berlin Heidelberg.

Anderson, J.R. (2015). Learning and memory : An integrated approach. Chichester :


Wiley.

Arthur, P., & Passini, R.(1992). Wayfinding : people.signs, and architecture.


McGraw-Hill.

Barry, C. T., Doucette, H., Loflin, D. C., Rivera-Hudson, N., & Herrington, L. L.
(2017). “Let me take a selfie”: Associations between self-photography,
narcissism, and self-esteem. Psychology of Popular Media Culture, 6(1), 48-
60.http://dx.doi.org/10.1037/ppm0000089

Caduff, D., & Timpf, S. (2006). A framework for assessing the salience of landmark
for wayfinding tasks. Cognitive processing, 1(7), 23-23.

15
Dijkstra, J., de Vries, B., & Jessurun, J. (2014). Wayfinding search strategies and
matching familiarity in the built environment through virtual navigation.
Transportation Research Procedia, 2, 141-148.

Downs, R. M., & Stea, D. (1973). Cognitive maps and spatial behavior: process and
products. In R. M. Downs & D. Stea (Eds.), Image and environment:
cognitive mapping and spatial behavior (hal. 8–26). Chicago: Aldine.

Fewings, R. (2001). Wayfinding and airport terminal design. The Journal of


Navigation, 54(02), 177-184.

Lerik, M.D.C. (2018). Peran tipe belajar lingkungan dalam kemampuan menemukan
lokasi dengan mengendalikan kepekaan Arah, perilaku mengambil risiko, dan
kecemasan spasial. Disertasi.
Lourenco, S. F., & Huttenlocher, J. (2006). How do young children determine
location? Evidence from disorientation tasks. Cognition, 100(3), 511-529.

Lynch, K. (1960). The image of the city (Vol. 11). MIT press.

Mallot, H. (1999). Spatial cognition : Behavioral competences, neural mecha-nism,


and evolutionary scaling. Kognitionswissenschaften,8,40-48.
Meilinger, T., & Knauff, M. (2008). Ask for directions or use a map: A field
experiment on spatial orientation and wayfinding in an urban environment.
Journal of Spatial Science, 53(2), 13-23.

Montello, D. R. (2005). In P.Syah & A. Miyake (eds.) , The Cambridge Handbook of


visuospatial thinking (pp 257-294). New York : Cambridge University Press.

Moser, E. I., Moser, M. B., & Roudi, Y. (2014). Network mechanisms of grid cells.
Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences,
369(1635), 20120511.

Picinali, L., Afonso, A., Denis, M., & Katz, B. F. (2014). Exploration of architectural
spaces by blind people using auditory virtual reality for the construction of
spatial knowledge. International Journal of Human-Computer Studies, 72(4),
393-407.

Presson, C. C., & Hazelrigg, M. D. (1984). Building spatial representations through


primary and secondary learning. Journal of Experimental Psychology:
Learning, Memory, and Cognition, 10, 716–722.

Presson, C. C., DeLange, N., & Hazelrigg, M. D. (1989). Orientation specificity in


spatial memory: What makes a path different from a map of the path?.
Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition, 15
(5), 887.

16
Ristekdikti. 2018. Pacu berpikir kreatif dan inovatif di Era Revolusi Industri 4.0.
Retrieved from Layout-Majalah-Ristekdikti-I-2018-Update.

Schwab, K. (2017). The fourth industrial revolution. Currency.

Thorndyke, P. W., & Hayes-Roth, B. (1982). Differences in spatial knowledge


acquired from maps and navigation. Cognitive Psychology, 14, 560–589.

Tolman, E. C. (1948). Cognitive maps in rats and men. Psychological Review, Vol
55(4), 189-208. doi : 10.1037/h0061626.

Yamamoto, N., & Philbeck, J. W. (2013). Intrinsic frames of reference in haptic


spatial learning. Cognition, 129(2), 447-456

WEF’s Fututre of Job Report. 2018.


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS
Nama Lengkap : M.Dinah Charlota Lerik
Tempat/tanggal Lahir : Atambua, 15 Juni 1970
Alamat rumah (tetap) : Jl. Kartini I, No.3 Kupang-NTT
Pekerjaan : Dosen Prodi Psikologi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Nusa Cendana
Jl. Adisucipto-Penfui, Kupang NTT
Nama Orangtua : Semuel K.Lerik (Alm) dan Maria Louisa Adu
Nama Suam i : Doppy Roy Nendissa
Anak : Abraham Nendissa

B. PENDIDIKAN

1. S1 a. Program Studi : Psikologi


b. Universitas : Universitas Tujuh Belas Agustus 1945, Surabaya
c. Tahun Lulus : 1994
2. S2 a. Program Studi : Psikologi Klinis
b. Universitas : UGM
c. Tahun Lulus : 2004

17
3. S3 a. Program Studi : Psikologi Kognitif
b. Universitas : UGM
c. Tahun Lulus : 2018

C. PEKERJAAN DAN POSISI

1. Kepala Laboratorium Pendidikan Kesehatan dan Ilmu 2005-2007


Perilaku
2. Ketua Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku 2008-2009

3. Pembantu Dekan II Fakultas Kedokteran 2010-2011

4. Pembantu Dekan III Fakultas Kedokteran 2012-2013

D. PELATIHAN/PENATARAN/KURSUS

No. Nama Pelatihan Penyelengara Tahun

1. Mindfullness Training Fakultas Psikologi UGM 2015

E. PENGHARGAAN

No Jenis Penghargaan Tahun Sumber Penghargaan

1. Tanda Kehormatan Satyalancana 2010 Presiden Republik Indonesia


Karya Satya X Tahun

F. PUBLIKASI

No Judul Artikel Publikasi Tahun

1. Kapasitas memori kerja dalam Buletin Psikologi,vol24,no.1, hal 2016


pengambilan keputusan 32-42
Doi :10.22146/bpsi.12678
Jurnal.ugm.ac.id/buletinpsi
2 Pengenalan PEBL (The Psychology Fakultas Psikologi UGM 2016
Experiment Building Language)
3. Mencari lokasi baru : meminta Proceeding Seminar Nasional 2016
petunjuk verbal atau peta (studi Mesin & Industri (SNMI-X) ISBN :

18
pendahuluan). ISBN : 978-71459-3-1 978-71459-3-1
4. Sex Differences and emotion in Applied Psychology 2016
wayfinding :using a map or verbal Readings.Selected papers from
direction (a pilot study) Singapure conference on applied
Psychology. Man-Tak Leung. Lee-
Ming Tan editors . Springers-
Singapore
5. The relationship between different Proceeding The 1st international 2019
types of learning environments with confernce on psychology 2019 (on
individual differences in navigation review)
skills

19

Anda mungkin juga menyukai