Anda di halaman 1dari 46

MATERI 8 :

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER


PADA KRISIS KESEHATAN

MATERI 8
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL
BERBASIS GENDER PADA KRISIS KESEHATAN

Kekerasan Seksual berbasis gender dalam situasi bencana merupakan salah satu topik
yang akan dipelajari dalam Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) pada situasi
bencana. Situasi bencana merupakan situasi yang tidak pernah dapat diperkirakan
sebelumnya. Ketika bencana terjadi, perempuan dan anak-anak merupakan kelompok
yang sangat beresiko untuk mengalami kekerasan seksual.

I. DESKRIPSI
Modul ini membahas tentang pencegahan dan penanganan kekerasan sesual berbasis
gender/Seksual Gender Basic Violence (SGBV) dalam situasi bencana yang meliputi:
definisi, alasan pentingnya SGBV, keterkaitan antara SGBV dan pelanggaran hak asasi
manusia penanggung jawab SGBV, akar masalah, faktor resiko dan konsekuensi dari
SGBV, klien yang beresiko, pelaku, waktu terjadinya situasi dan kondisi yang beresiko,
alasan tidak dilaporkan, pemantauan, tindakan pencegahan dan respon pada SGBV
yang membutuhkan tindakan yang terkoordinasi dan multisektor. dan mekanisme
penanganan kasus kekerasan seksual serta pedoman prinsip dalam penanganan SGBV
dalam situasi bencana.

II. TUJUAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa mampu mengidentifikasi pencegahan
kekerasan berbasis gender pada situasi bencana.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa mampu:
a. Menguraikan definisi kekerasan seksual berbasis gender
b. Mengidentifikasi tindakan yang termasuk kekerasan seksual
c. Menjelaskan alasan pentingnya SGBV, keterkaitan antara SGBV dan
pelanggaran hak asasi manusia

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
171
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

d. Menjelaskan akar masalah, faktor resiko dan konsekuensi dari SGBV


e. Mengidentifikasi klien yang beresiko mengalami SGBV
f. Mengidentifikasi pelaku pada SGBV
g. Mengidentifikasi waktu terjadinya situasi dan kondisi yang beresiko SGBV
h. Menjelaskan alasan tidak dilaporkannya SGBV
i. Menjelaskan pemantauan yang dilakukan pada SGBV
j. Mengidentifikasi tindakan pencegahan dan respon pada SGBV yang
membutuhkan tindakan yang terkoordinasi dan multisektor
k. Menjelaskan pedoman prinsip penanganan kekerasan sesksual dalam situasi
bencana
III. POKOK BAHASAN
a. Definisi kekerasan seksual berbasis gender
b. Tindakan yang termasuk kekerasan seksual
c. Alasan pentingnya SGBV
d. Keterkaitan antara SGBV dan pelanggaran hak asasi manusia
e. Akar masalah, faktor resiko dan konsekuensi dari SGBV
f. Klien yang beresiko mengalami SGBV
g. Pelaku pada SGBV
h. Waktu terjadinya situasi dan kondisi yang beresiko SGBV
i. Alasan tidak dilaporkannya SGBV
j. Pemantauan yang dilakukan pada SGBV
k. Tindakan pencegahan dan respon pada SGBV yang membutuhkan tindakan
yang terkoordinasi dan multisektor
l. Pedoman prinsip penanganan kekerasan sesksual dalam situasi bencana.

IV. BAHAN MATERI


1. Modul materi Pencegahan dan penanganan Kekerasan seksual berbasis
gender pada situasi bencana.
2. Petunjuk diskusi kelompok.
3. Laptop
4. LCD
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)
KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
172
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

5. Papan flipchart/papan tulis


6. Spidol

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 5 JPL @ 50 menit (T=1 JPL,
P= 4 JPL). Untuk memudahkan proses pelatihan, digunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Dosen memperkenalkan diri (5 menit)
b. Dosen menyampaikan tujuan pembelajaran secara umum dan khusus (5
menit)
c. Dosen memutar film/menyajikan gambar-gambar tentang situasi darurat
bencana serta kekerasan seksual yang terjadi (15 menit).
d. Dosen menggali pengalaman mahasiswa tentang kekerasan seksual berbasis
gender (15 menit)
e. Dosen menjelaskan tentang kekerasan seksual berbasis gender (90 menit).
f. memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk membahas kasus tentang
kekerasan seksual berbasis gender secara berkelompok (30 menit)
g. Dosen meminta mahasiswa untuk mempresentasikan analisis kasus yang
diberikan (90 menit)

Adapun langkah-langkah di atas dapat dijabarkan sebagai berikut di bawah:


a. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran
1. Kegiatan Dosen
a) Dosen memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelas
b) Dosen menyapa mahasiswa dengan ramah dan hangat.
c) Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas maka mulailah
dengan memperkenalkan diri.
d) Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, dan materi
yang akan disampaikan.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
173
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

e) Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) . tentang apa yang


dimaksud dengan kekerasan seksual berbasis gender dengan metode
curah pendapat (brainstorming).
f) Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
tentang kekerasan seksual berbasis gender dengan menggunakan
bahan tayang.
2. Kegiatan Peserta
a) Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b) Mengemukakan pendapat atas pertanyaan dosen
c) Memperhatikan film/gambar tentang situasi bencana dan kekerasan
seksual yang terjadi dengan seksama
d) Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
e) Mengajukan pertanyaan kepada dosen bila ada hal-hal yang belum
jelas dan perlu diklarifikasi.
b. Langkah 2 : Review Pokok Bahasan
1. Kegiatan Dosen
a) Menyampaikan Pokok Bahasan dan sub pokok secara garis besar
dalam waktu yang singkat
b) Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas
c) Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
2. Kegiatan Peserta
a) Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap
penting
b) Mengajukan pertanyaan kepada dosen sesuai dengan kesempatan
yang diberikan
c) Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan dosen.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
174
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

c. Langkah 3 : Pendalaman Pokok Bahasan


1. Kegiatan Dosen
a) Meminta kelas dibagi menjadi beberapa kelompok (4 kelompok) dan
setiap kelompok akan diberikan sebuah kasus yang akan didiskusikan
secara kelompok.
b) Menugaskan kelompok untuk memilih ketua, sekretaris dan penyaji.
c) Meminta masing-masing kelompok untuk menuliskan hasil diskusi
untuk disajikan.
d) Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses diskusi.
2. Kegiatan Peserta
a) Membentuk kelompok diskusi dan memilih ketua, sekretaris dan
penyaji.
b) Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang kurang jelas
pada dosen.
c) Melakukan proses diskusi sesuai dengan kasus yang ditugaskan dan
menuliskan hasil dikusi untuk disajikan.

d. Langkah 4 :
Penyajian dan pembahasan hasil pendalaman pokok bahasan dikaitkan
dengan situasi darurat bencana.
1. Kegiatan Dosen
a) Meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusi
b) Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
c) Memberikan masukan khususnya dikaitkan dengan situasi dan kondisi
di daerah kerja
d) Merangkum hasil diskusi
2. Kegiatan Peserta
a) Mengikuti proses penyajian kelas
b) Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh dosen

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
175
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

c) Bersama dosen merangkum hasil presentasi masing–masing pokok


bahasan yang dikaitkan dengan situasi bencana.

e. Langkah 5 : Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar


1. Kegiatan Dosen
a) Mengadakan evaluasi dengan mengajukan 3 (tiga) buah pertanyaan
sesuai dengan topik pokok bahasan
b) Memperjelas jawaban peserta terhadap masing– masing pertanyaan
c) Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses
pembelajaran tentang pelayanan prima.
d) Membuat kesimpulan.
2. Kegiatan Peserta
a) Menjawab pertanyaan yang diajukan dosen.
b) Bersama-sama dosen merangkum hasil proses pembelajaran tentang
pencegahan kekerasan seksual berbasis gender dala situasi bencana.

VI. URAIAN MATERI


Kekerasan berbasis gender (gender-based violence) adalah istilah yang digunakan
untuk merujuk pada suatu tindakan kekerasan yang terjadi pada seseorang
berdasarkan perbedaan status sosial yang berlaku (gender) antara pria dan wanita.
Tindakan kekerasan berbasis gender merupakan pelanggaran terhadap hak-hak asasi
manusia universal yang dilindungi oleh instrumen-instrumen dan konvensi-konvensi
internasional. Banyak aksi kekerasan berbasis gender dapat digolongkan sebagai aksi
melanggar hukum dan kriminal dalam kebijakan dan undang-undang nasional.
Kekerasan berbasis gender di seluruh dunia paling banyak menimpa kaum perempuan
dan anak-anak perempuan.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
176
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Istilah ‘kekerasan berbasis gender’ kerap digunakan secara bergantian dengan istilah
‘kekerasan terhadap perempuan’ dan ‘kekerasan berbasis gender dan seksual’. Istilah
‘kekerasan berbasis gender; menyoroti dimensi gender dari kekerasan tersebut;
dengan kata lain, hubungan antara status perempuan yang lebih rendah dalam suatu
masyarakat danmakin besarnya kemungkinan terjadi kekerasan terhadap mereka.
Namun, penting untuk diingat bahwa pria dan anak laki-laki juga bisa menjadi
korban/penyintas kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual, terutama
ketika mereka mengalami penyiksaan dan/atau penahanan. Kekerasan berbasis gender
termasuk:
• Kekerasan seksual, di antaranya perkosaan, pelecehan seksual, ekspolitasi
seksual dan prostitusi
• Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
• Kawin paksa dan kawin muda
• Kekerasan fisik
• Kekerasan psikis
• Kekerasan ekonomi
• Praktek-praktek tradisional yang membahayakan seperti mutilasi alat genital
perempuan/ sunat perempuan dll.

Kekerasan berbasis gender terjadi dalam berbagai bentuk dan cakupan di berbagai
budaya, negara dan wilayah. Kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam situasi
darurat kemanusiaan umumnya jarang dilaporkan, akan tetapi kekerasan ini telah
banyak didokumentasikan selama terjadinya krisis kemanusiaan.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
177
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Konsekuensi kekerasan berbasis berbasis gender bisa terjadi sebagai akibat langsung
dari tindakan kekerasan atau bisa juga sebagai akibat dari efek jangka panjang:

• Konsekuensi fisik
Ada beragam mulai dari luka ringan sampai luka berat yang menimbulkan
kematian atau cacat permanen; kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi tidak
aman dan komplikasi; hasil kehamilan yang tidak baik, termasuk keguguran,
berat badan lahir rendah dan kematian janin; infeksi penularan seksual,
termasuk HIV; penyakit radang panggul, ketidaksuburan, sindrom nyeri kronis;
infeksi saluran kemih.
• Konsekuensi psikologis termasuk:
gelisah, gangguan stres pasca trauma (PTSD/Post Trauma Stress Disorder);
depresi; perasaan rendah diri; tidak mampu mempercayai orang lain, takut,
peningkatan penyalahgunaan dan penggunaan obat-obatan; gangguan tidur;
sulit makan; disfungsi seksual; dan bunuh diri.
• Kekerasan berbasis gender juga sangat besar dampaknya pada kesehatan sosial
individu dan komunitas dalam hal stigma, isolasi dan penolakan (termasuk oleh
suami dan keluarga); kehilangan potensi pendapatan bagi perempuan;
gangguan pendidikan pada remaja; dan pembunuhan (misalnya pembunuhan
karena harga diri atau pembunuhan bayi perempuan).

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
178
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Pada situasi bencana terjadi peningkatan risiko kekerasan berbasis gender karena:
a. Sistem perlindungan sosial terganggu: keluarga yang terpisah, sistem keamanan
di lingkungan tempat tinggal yang tidak berjalan.
b. Lemahnya aturan keamanan dan keselamatan pada saat terjadi konflik.

Kerusuhan Jakarta 1998


c. Pengaturan tempat pengungsian dapat juga meningkatkan risiko terjadinya
kekerasan seksual, misalnya pengaturan tenda, penempatan toilet dan fasilitas
di tempat pengungsi yang tidak aman, mekanisme distribusi bantuan yang tidak
memperhatikan kebutuhan kelompok rentan dll.

Kondisi toilet yang tidak aman juga dapat berkontribusi terhadap


resiko kekerasan seksual di pengungsian

d. Hilangnya pendapatan sehingga mempengaruhi stabilitas ekonomi rumah


tangga.
e. Tidak terpenuhinya kebutuhan seksual selama tinggal di pengungsian dalam
jangka waktu yang lama.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
179
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Apa Yang Dimaksud Dengan Kekerasan Seksual?


Kekerasan seksual adalah setiap tindakan bersifat seks yang tidak disetujui, termasuk
perkosaan dan eksploitasi seksual di antara tindakan-tindakan lainnya. Kekerasan seksual
adalah setiap tindakan seksual, upaya untuk mendapatkan tindakan seksual, komentar-
komentar atau dorongan-dorongan seksual yang tidak diinginkan, atau tindakan-tindakan
memperdagangkan seksualitas seseorang, dengan menggunakan pemaksaan, ancaman
gangguan atau kekuatan fisik, oleh seseorang apapun hubungannya dengan korban dalam
suatu situasi termasuk di rumah, tempat kerja dan lainnya.
Kekerasan seksual adalah bagian dari kategori kekerasan berdasarkan gender yang lebih
luas /Gender Basic Violence (GBV).
Menurut UNHCR (Badan PBB untuk pengungsi), Kekerasan Berbasis Gender adalah setiap
tindakan penyimpangan yang disebabkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan dalam
relasi antara perempuan dan laki laki (gender) yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan termasuk anak-anak baik secara fisik, seksual
dan / atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang, yang terjadi di ranah privat/domestik dan di
ranah publik.

Tindakan Yang Termasuk Kekerasan Seksual


Tindakan yang termasuk ke dalam Kekerasan seksual adalah sebagai berikut:
a. Perkosaan/upaya perkosaan
Perkosaan merupakan tindakan hubungan seksual tanpa persetujuan. Ini bisa
termasuk penyerangan pada suatu bagian tubuh dengan organ seksual dan/atau
penyerangan terhadap saluran genital atau anal dengan suatu benda atau bagian
tubuh. Perkosaan dan upaya perkosaan melibatkan penggunaan kekuatan, ancaman
kekuatan dan/atau paksaan. Upaya-upaya untuk memerkosa seseorang yang tidak
sampai terjadinya penetrasi dianggap sebagai upaya perkosaan.
b. Pelecehan Seksual
Ancaman fisik bersifat seksual, baik dengan kekuatan atau kondisi yang tidak setara
atau paksaan. (Lihat juga “Eksploitasi seksual”).

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
180
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

c. Eksploitasi seksual
Setiap upaya menyalahgunakan terhadap seseorang yang posisinya rentan, berbeda
kekuasaan atau kepercayaan, untuk tujuan seksual, tetapi tidak terbatas pada upaya
untuk menghasilkan keuntungan secara keuangan, sosial atau politik dari eksploitasi
seksual orang lain. (Lihat juga “pelecehan seksual)

Fokus penanganan kekerasan seksual dalam Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)
adalah pencegahan perkosaan, penyediaan perawatan medis bagi mereka yang
selamat dari perkosaan dan menjamin ketersediaan layanan psikososial mendasar.
Setelah situasi stabil dan seluruh komponen PPAM dilaksanakan, perhatian dapat
diarahkan pada pencegahan kekerasan berbasis gender dalam lingkup yang lebih
luas, termasuk kekerasan rumah tangga, pernikahan dini dan/atau yang dipaksakan,
mutilasi/pemotongan alat kelamin wanita, perdagangan wanita, gadis dan anak laki-
laki dan lain-lain.
Pada kondisi bencana, difokuskan pada kekerasan seksual karena:
1. Kekerasan seksual mengancam jiwa secara segera dan memiliki dampak
panjang
2. Kekerasan seksual memiliki konsekuensi negatif yang serius pada semua
tingkat
3. Respon efektif pada kekerasan seksual dapat mencegah kekerasan lebih
jauh
4. Pencegahan dan respon pada kekerasan seksual adalah bagian dari
standard minimum bidang kemanusiaan (SPHERE & PPAM)
Dalam situasi di mana kekerasan seksual terjadi di antara individu yang
seringkali bertemu, seperti anggota keluarga, mungkin diperlukan strategi
perlindungan tambahan.

Keterkaitan kekerasan seksual dengan pelanggaran HAM


Kekerasan berbasis gender sangat bertentangan dengan hak-hak asasi manusia dan
merupakan halangan besar terwujudnya hak-hak asasi manusia dan kebebasan dasar.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
181
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Banyak prinsip hak asasi manusia yang dimuat di dalam instrumen hak asasi manusia
internasional menjadi pedoman bagi perlindungan dari kekerasan berbasis gender.
Prinsip-prinsip ini termasuk hak-hak bagi:
• Kehidupan, kemerdekaan dan keamanan manusia
Hak ini terancam ketika seseorang diperkosa atau mengalami mutasi alat genital
perempuan/sunat perempuan/female genital mutilation (FGM);
• Standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang dapat dicapai
Hak ini terhambat jika seseorang ditolak aksesnya untuk mendapatkan pelayanan
medis yang semestinya setelah mengalami perkosaan;
• Bebas dari penyiksaan atau kekejaman, serta hukuman atau perlakuan yang tidak
manusiawi atau merendahkan
FGM/sunat perempuan, perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga yang sangat
buruk, serta penolakan akses layanan aborsi yang aman bagi perempuan yang
hamil karena perkosaan dan perdagangan manusia, merupakan suatu bentuk
penyiksaan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan;
• Bebas dari semua bentuk diskriminasi
Hak ini akan terhalang jika undang-undang gagal melindungi perempuan dan anak
perempuan dari kekerasan berbasis gender dan/atau jika mereka harus ditemani
oleh suami atau ayah untuk mendapatkan pelayanan medis akibat perkosaan.
Semua bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan diskriminasi terhadap
mereka;
• Memasuki perkawinan dengan persetujuan penuh dan bebas serta pemberian
hak-hak yang setara dalam perkawinan, selama perkawinan dan saat perceraian
kawin paksa merupakan pelanggaran hak ini;

• Kebebasan bergerak, berpendapat, berekspresi dan berkumpul


Kebebasan ini akan terampas jika seseorang diperdagangkan, dikurung paksa atau
dilarang oleh suami atau orang tua mengakses kesehatan atau layanan lainnya.

Anak perempuan sangat beresiko mengalami kekerasan berbasis gender karena


jenis kelamin mereka serta usia yang muda. Konvensi Hak-hak Anak-anak
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)
KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
182
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

menyatakan bahwa; anak-anak berhak mendapat perlindungan dari semua bentuk


kekerasan fisik atau mental, termasuk pelecehan seksual, yang terjadi di
lingkungan keluarga atau di dalam lembaga, serta dari pelecehan seksual
terorganisasir. Anak-anak juga berhak dilindungi dari praktek-praktek
kekerasan,seperti FGM/sunat perempuan.

Korban/penyintas kekerasan berbasis gender berhak mencari pelayanan medis


tanpa harus melalui persyaratan prosedural yang rumit. Karena itu, mencegah
korban/penyintas kekerasan berbasis gender untuk mengakses dan mendapatkan
pelayanan medis dengan mewajibkan mereka menunjukkan surat nikah, mendapat
ijin dari suami atau mengajukan laporan polisi merupakan suatu bentuk
pelanggaran hak tersebut. Jika yang menjadi korban/penyintas adalah anak remaja,
negara harus menjamin adanya provisi hukum yang memberi peluang pelayanan
medis bagi remaja tanpa harus mendapat ijin dari orang tua.

Semua badan harus mengadvokasi penguatan dan/atau penegakan undang-


undangnasional terhadap kekerasan berbasis gender sesuai dengan kewajiban
hukum internasional, termasuk hukuman bagi para pelaku pelanggaran dan
implementasi langkah-langkah legal untuk melindungi dan mendukung
korban/penyintas kekerasan berbasis gender.

Mengapa Mencegah Terjadinya Kekerasan Seksual Menjadi Prioritas?


Meskipun kekerasan seksual sudah umum bahkan selama masa damai, namun
perang dan konflik meningkatkan angka insiden perkosaan dan bentuk lain dari
kekerasan seksual. Kenyataan yang mengerikan ini tercermin dari meningkatnya
jumlah laporan dan penelitian terdokumentasi. Wanita dan remaja khususnya
rentan terhadap perlakuan seks yang kejam yang dilakukan oleh lawan mereka.
Penggunaan perkosaan sebagai senjata perang telah terdokumentasi dalam
beberapa konflik sebagai sarana efektif untuk mengontrol, mendegradasi dan
merendahkan suatu komunitas. Berikut ini adalah contoh kasus GBV dalam situasi
bencana di Indoensia

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
183
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Contoh Kasus Kekerasan Berbasis Gender dalam Situasi Bencana di Indonesia

 Selama konflik di Aceh 1989-1998: 20 kasus perkosaan dan kekerasan seksual


oleh oknum militer, petugas keamanan dan masyarakat umum (Laporan
Komnas Perempuan, 2002)
 3 kasus perkosaan di pengungsian pasca gempa di Padang tahun 2009 (Laporan
Program Pencegahan dan Respon GBV Pasca Gempa Padang, UNFPA Indonesia)
 4 kasus kekerasan seksual pengungsi Aceh pasca tsunami (Catatan Kekerasan
terhadap Perempuan, Tahun 2006, Komnas Perempuan)
 97 kasus kekerasan berbasis gender dilaporkan oleh 10 Community Support
Center (CSC) selama program respon tsunami, 80% diantaranya adalah kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), (Final Project Report, UNFPA
Indonesia 2005-2006
 Komnas Perempuan mencatat dalam situasi konflik di seluruh Indonesia tahun
1965-2009 telah terjadi kekerasan terhadap perempuan, meliputi: a) kekerasan
seksual sebanyak 1511 kasus, b) kekerasan non seksual sebanyak 302.642
kasus.

Apakah Akar Masalah Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual?


Ketidasetaraan gender dan diskriminasi adalah penyebab utama kekerasan berbasis
gender, tetapi faktor berbeda menentukan tipe dan tingkatan kekerasan di setiap
keadaan. Dalam keadaan darurat norma-norma yang mengatur perilaku sosial
menjadi lemah dan sistem-sistem sosial tradisional seringkali hancur. Perempuan
dan anak-anak terpisah dari keluarga dan perlindungan masyarakat, membuat
mereka menjadi semakin rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi yang terjadi
karena gender mereka, umur, dan ketergantungan kepada orang lain untuk
mendapatkan pertolongan dan perlindungan. Semasa konflik bersenjata, kekerasan
seksual seringkali digunakan sebagai senjata perang, dengan anak-anak dan
perempuan sebagai target. Kekerasan seksual yang berkaitan dengan perang
seringkali mencakup penculikan dan perbudakan seks.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
184
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

 Ini adalah gambar pohon SGBV. Pohon ini memiliki akar, batang dan cabang.
Cabang menunjukkan contoh SGBV, batang menunjukkan faktor yang
berkontribusi dan akar menunjukkan akar masalah atau penyebab yang
mendasari.
 Akar penyebab semua bentuk SGBV tergantung pada sikap dan praktek
masyarakat dalam diskriminasi gender – peran, tanggung jawab, pembatasan,
hak istimewa dan kesempatan yang didapat individual berdasarkan jender.
Mengatasi akar masalah melalui kegiatan pencegahan membutuhkan tindakan
berkesinambungan dan jangka panjang dan perubahan terjadi dengan lambat
setelah priode waktu yang lama.
 Faktor yang berkonstribusi adalah faktor menyebabkan GBV tetap ada atau
meningkatkan resiko SGBV dan mempengaruhi tipe dan tingkat SGBV pada
situasi apa saja. Faktor yang berkontribusi tidak menyebabkan SGBV meskipun
diasosiasikan dengan beberapa tindakan SGBV. Beberapa contoh:
penyalahgunaan alkohol atau obat adalah faktor yang berkontribusi, tapi tidak
semua pemabuk atau pecandu obat memukul istri mereka atau memperkosa
wanita.
 Perang, pengungsian dan kehadiran penyerang bersenjata adalah semua faktor
yang berkontribusi, tapi tidak semua tentara memperkosa perempuan sipil.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
185
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

 Kemiskinan adalah faktor yang berkontribusi, tapi tidak semua wanita dan gadis
miskin akan dieksploitasi secara sexual atau menjadi pekerja seks.
 Banyak faktor yang berkontribusi dapat dihapuskan atau dikurangi secara nyata
melalui kegiatan pencegahan.

Siapa yang Bertanggung-Jawab Mencegah Dan Menangani Insiden Kekerasan


Seksual?
Pendekatan tim multi-sektoral diperlukan untuk mencegah dan menanggapi dengan
benar kekerasan seksual. Komite atau gugus tugas harus dibentuk untuk
merancang, melaksanakan dan mengevaluasi pemrograman kekerasan sesual di
tingkat lapangan. Lingkup gugus tugas harus mencakup semua sektor teknis dan
semua daerah geografis.
Perwakilan masyarakat pengungsi internal, UNHCR, mitra PBB, LSM dan pihak
pemerintah yang berwenang haruslah anggota dari gugus tugas ini. Tiap anggota
gugus tugas, termasuk pengungsi internal wanita dan gadis, yang mewakili
sektor/mitra yang relevan (seperti layanan perlindungan, kesehatan, pendidikan,
masyarakat, keamanan/polisi, perencanaan lokasi, dsb.) harus mengidentifikasi
peran dan tanggung-jawabnya dalam mencegah dan menanggapi kekerasan
seksual.

Siapa Yang Paling Terkena Dampak Kekerasan Seksual?


Sebagian besar kasus kekerasan seksual di antara pengungsi internal sebagaimana
yang dilaporkan, dan dalam kebanyakan kondisi di seluruh dunia, melibatkan pria
yang melakukan tindak kekerasan terhadap wanita. Namun, pria dan anak laki-laki
juga dapat menghadapi resiko kekerasan seksual, terutama bila mereka ditahan
atau disiksa. Sementara semua wanita dalam situasi konflik rentan terhadap
kekerasan seksual, wanita remaja sangat rentan karena mereka seringkali menjadi
target eksploitasi seksual dan perkosaan. Selain itu, kekerasan seksual sistematis,
sekalipun khusus dilakukan terhadap wanita dan gadis, seringkali berdampak dan
merendahkan masyarakat keseluruhan, termasuk ayah, saudara laki-laki, suami dan
putera dari mereka yang selamat.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
186
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Siapa Yang Melakukan Kekerasan Seksual?


Pelaku mungkin adalah orang lain yang menjadi pengungsi internal oleh konflik atau
bencana; anggota klan, desa, kelompok agama atau kelompok etnis lain; personil
militer; kekuatan pemberontak; pekerja kemanusiaan dari PBB atau LSM; anggota
populasi yang menampung; atau anggota keluarga. Perkosaan dapat digunakan
sebagai strategi perang untuk mengintimidasi dan menimbulkan trauma di tengah
populasi, di mana dalam hal ini pelaku adalah musuh; pelaku perkosaan yang tidak
direncanakan mungkin siapa saja yang bebas terhadap hukum dalam iklim tanpa
hukum yang menyertai konflik bersenjata.

Bilamana kekerasan seksual terjadi?


Kekerasan seksual dapat terjadi sepanjang seluruh tahap pengungsian: sebelum
meninggalkan daerah asalnya, selama dalam pelarian, selagi berada di negara
penampungan dan selama pemulangan balik dan reintegrasi. Selain itu, kekerasan
seksual dan kekerasan rumah tangga seringkali meningkat dalam lingkungan
pengungsi internal karena struktur sosial normal terganggu. Pencegahan dan
langkah respon segera harus disesuaikan dengan situasi yang berbeda-beda ini.

Situasi apa yang membuat wanita dan gadis beresiko mengalami kekerasan
seksual?
Telah ditunjukkan bahwa wanita tanpa dokumentasi pribadi untuk mengumpulkan
jatah makanan atau material tempat berteduh sangat rentan, karena mereka
bergantung pada pria untuk kelangsungan hidup mereka sehari-hari dan dapat
dipaksa melakukan hubungan seksual guna mendapatkan bahan-bahan pokok ini.
Juga telah ditunjukkan bahwa apabila pria (sesama pengungsi internal atau pelaku
kemanusiaan) bertanggung-jawab menyebarluaskan makanan dan barang pokok
lain, maka wanita dapat mengalami eksploitasi seksual, yaitu mereka mungkin akan
dipaksa melakukan hubungan seksual bagi pria dalam upaya mendapatkan
kebutuhan untuk kelangsungan hidup mereka.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
187
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Wanita dan gadis mungkin harus mengadakan perjalanan ke tempat distribusi yang
jauh untuk mendapatkan makanan, kayu bakar untuk memasak, bahan bakar dan
air. Tempat hidup mereka mungkin jauh dari kamar kecil dan fasilitas cuci. Tempat
untuk mereka tidur mungkin juga tidak terkunci dan tidak terlindung. Penerangan
mungkin kurang baik. Kamar kecil dan fasilitas cuci pria dan wanita mungkin tidak
dipisahkan. Semua situasi ini membuat wanita rentan terhadap serangan atau
perlakuan kejam.

Kurangnya perlindungan dari polisi dan tidak adanya hukum yang berlaku juga
memberi kontribusi pada meningkatnya kekerasan seksual. Petugas polisi, personil
militer, pekerja kemanusiaan, pengurus kamp atau pejabat pemerintah lain
mungkin saja terlibat dalam tindakan penyalahgunaan atau eksploitasi. Apabila
tidak ada organisasi independen, seperti UNHCR atau LSM, untuk menjamin
keamanan pribadi di dalam kamp, maka jumlah insiden seringkali meningkat. Yang
penting adalah pejabat pelindung wanita tersedia karena seringkali wanita dan
gadis lebih merasa nyaman apabila melaporkan soal perlindungan dan insiden
kekerasan kepada sesama wanita.

Mengapa insiden kekerasan seksual seringkali tidak dilaporkan?


Bahkan dalam kondisi non-krisis, kekerasan seksual seringkali tidak dilaporkan
sehubungan dengan berbagai faktor, termasuk takut dengan pembalasan, malu,
stigma, ketidakberdayaan, kurang mendapatkan dukungan, tidak dapat
diandalkannya layanan publik, kurangnya kepercayaan kepada layanan kesehatan
dan kurangnya kepercayaan diri dan tidak terbiasanya dengan layanan. Semua
situasi ini semakin menjadi-jadi dalam kondisi pengungsi internal, yang
meningkatkan kemungkinan insiden kekerasan seksual di antara populasi
berlangsung tanpa dilaporkan. Oleh sebab itu, menangani kekerasan seksual lebih
dari sekedar manajemen klinik, tetapi juga harus mencakup lingkungan di mana
wanita didukung dan dapat mengakses perawatan ini.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
188
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Bagaimanakah pencegahan Kekerasan seksual?


Sistem multi-sektoral terkoordinasi untuk mencegah kekerasan seksual diterapkan.

Pencegahan kekerasan seksual melibatkan multi sector seperti:


 Makanan: bahan-bahan makanan harus didistribusikan langsung kepada
pengungsi perempuan. Dengan demikian tidak ada kesempatan bagi laki-
laki untuk melakukan pelecehan seksual ataupun meminta balas jasa
khususnya balas jasa seksual terhadap perempuan.

• Perlindungan
Perlindungan terhadap korban kekerasan harus dilakukan secara langsung
yang memberi jaminan secara fisik bagi korban. Semua tindakan harus
ditujukan untuk menolong penyintas dan menghargai keinginannya.
Identitas penyintas dan semua informasi harus dijaga kerahasiaannya. Para
petugas kesehatan harus memberikan keleluasaan pribadi pada penyintas,
menghindarkan penyintas dari tekanan-tekanan dan kesendirian serta
mendapatkan persetujuan tindakan dari penyintas. Jika insiden baru saja
terjadi, pelayanan medis mungkin diperlukan. Korban harus
ditemani/diantar ke fasilitas kesehatan yang tepat. Jika korban
menghendaki, dapat menghubungi polisi.
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)
KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
189
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

• Pendidikan
Kehidupan di pengungsian dapat menjurus kearah terganggunya struktur
tradisi sosial, frustasi, kebosanan, penyalahgunaan minuman keras dan
obat-obatan terlarang, dan perasaan ketidakberdayaan yang dapat
menimbulkan agresi dan kekerasan seksual. Oleh karena itu, kegiatan
pendidikan harus tetap dilaksanakan. Catatan: kalo di buku putih kespro
bagi pengungsi halaman 60, tidak hanya pendidikan yang harus
ditingkatkan, tetapi juga rekreasi dan peningkatan pendapatan melalui
penciptaan lapangan kerja harus ditingkatkan.

Sekolah darurat di pengungsian

• Air dan sanitasi


Air dan sanitasi: pembuatan jamban dan tempat mengambil air di tempat
yang mudah terjangkau; fasilitas mandi/cuci sebaiknya dilengkapi kunci

Penyediaan air bersih di pengungsian

• Manajemen camp
Manajemen camp/barak/tenda: mengatur tempat tinggal khusus bagi
perempuan tanpa pendamping, anak-anak perempuan dan perempuan
sebagai kepala keluarga; menyediakan penerangan yang cukup di jalan-
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)
KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
190
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

jalan yang dilalui pada malam hari; barak pengungsian dibangun dengan
desain memadai yang menjamin secara fisik para pengungsi; mencegah
pengungsi tinggal bersama dalam satu ruangan dengan pengungsi lain yang
bukan keluarganya

Pendirian camp pengungsian

• Kelompok masyarakat
Kelompok masyarakat: menyediakan petugas ronda yang selalu berkeliling
• Kesehatan
Kesehatan: memastikan petugas kesehatan memiliki jenis kelamin yang
sama pada setiap pemeriksaan medis. Dalam melakukan pemeriksaan fisik,
penyintas harus dipersiapkan dan jika ingin didampingi oleh anggota
keluarga atau teman, dapat diperbolehkan. Kerahasiaan sangat diperlukan.
Petugas yang menangani penyintas harus peka, bijaksana/hati-hati dan
penuh pengertian dan dapat berempati.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
191
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

• Layanan masyarakat
• Polisi/keamanan

Pencegahan Kekerasan Seksual dapat dilakukan dengan cara:


Melakukan koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)/Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Sosial untuk :
1. menempatkan kelompok rentan di pengungsian
2. memastikan satu keluarga berada dalam tenda yang sama
3. Perempuan yang menjadi kepala keluarga dan anak yang terpisah dari keluarga
dikumpulkan di dalam satu tenda.
4. Memastikan terdapat layanan kesehatan reproduksi pada tenda pengungsian
5. Menempatkan MCK laki-laki dan perempuan secara terpisah di tempat yang aman
dengan penerangan yang cukup. Pastikan bahwa pintu MCK dapat di kunci dari
dalam.
6. Melakukan koordinasi dengan penanggung jawab keamanan untuk mencegah
terjadinya kekerasan seksual.
7. Melibatkan lembaga/organisasi yang bergerak di bidang pemberdayaan
perempuan dan perempuan di pengungsian dalam pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual
8. Menginformasikan adanya pelayanan bagi penyintas perkosaan dengan informasi
nomor telefon yang bisa dihubungi 24 jam. Informasi dapat diberikan melalui
leaflet, selebaran, radio, dll.
9. Memastikan adanya petugas yang bertanggung jawab terhadap penanganan kasus
kekerasan seksual.
10. Memastikan tersedianya layanan medis dan psikososial ada di organisasi/lembaga
yang berperan serta mekanisme rujukan perlindungan dan hukum terkoordinasi
untuk penyintas.
11. Menyediakan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan suami
istri yang sah, sesuai dengan budaya setempat atau kearifan lokal

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
192
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Bagaimana penanganan korban/penyintas kekerasan seksual?


1. Memastikan tanggap medis baku terhadap mereka yang selamat dari kekerasan
seksual, termasuk pilihan kontrasepsi darurat, penanganan pencegahan Penyakit
Menular Seksual, prophylaxis pascapaparan untuk mencegah penyebaran HIV,
dan vaksinasi tetanus serta hepatitis B dan perawatan luka sebagaimana yang
dianggap sesuai.
2. Menjamin privasi dan kerahasiaan mereka yang selamat.
3. Memastikan keberadaan pekerja kesehatan atau pendamping dengan gender
yang sama dan bahasa yang sama, dan apabila mereka yang selamat
menginginkannya, sahabat atau anggota keluarga yang hadir untuk setiap
pemeriksaan medis yang harus dijalaninya.
4. Memastikan keamanan fisik mereka yang selamat segera setelah terjadinya
insiden kekerasan seksual
5. Memastikan populasi pengungsi internal diberitahu mengenai tersedianya dan
lokasi layanan bagi mereka yang selamat dari kekerasan seksual.
6. Memastikan ketersediaan dukungan psikososial yang tepat dan sesuai dari segi
budaya.
7. Memastikan lokasi di mana terjadi insiden kekerasan seksual sudah
teridentifikasi dan terdokumentasi dan langkah pencegahan terkait sudah
ditetapkan.
8. Sumberdaya yang bermanfaat yang memberikan panduan bagi para penyedia
perawatan kesehatan untuk manajemen medis setelah terjadi perkosaan
terhadap wanita, pria dan anak-anak adalah Clinical Management of Rape
Survivors: A guide to the development of protocols for use in refugee and
internally displaced person situations.
9. Intervensi yang dapat dilakukan dalam menangani GBV dalam masa darurat
kemanusiaan dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Apa Yang Dapat Dilakukan Untuk Memantau Koordinasi Kekerasan Seksual?


a. Pantau jumlah insiden kekerasan seksual yang dilaporkan tanpa mencantumkan
nama ke layanan kesehatan dan perlindungan dan para pejabat keamanan.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
193
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

b. Memantau jumlah mereka yang selamat dari kekerasan seksual yang mencari
dan mendapatkan perawatan kesehatan (pelaporan tanpa mencantumkan nama
sangatlah penting)
c. Pasokan mana yang diperlukan atau Kit Kesehatan Reproduksi Antar-Lembaga
mana yang dapat dipesan untuk menangani persoalan ini?
d. Kit yang perlu disiapkan adala Kit 3 ((Kit pasca perkosaan dadu) dan kit 9 (Kit
pemeriksaan vagina ungu).

Apa saja tantangan dalam penanganan kekerasan seksual dan bagaimanakah


Solusinya?
a. Penyediaan layanan psikososial dapat menjadi sesuatu yang menantang untuk
dilaksanakan pada tahap-tahap awal situasi darurat. Bagaimana jika staf
memiliki kapasitas yang rendah dan tidak memiliki keahlian dasar untuk
menyediakan layanan ini?

Staf lokal kemungkinan besar dapat membantu mengidentifikasi penduduk


setempat yang paling tepat dengan sikap yang tidak menghakimi dan
mendukung serta memiliki keahlian berkomunikasi yang baik untuk peran ini.
Yang penting adalah seluruh staf yang berhubungan dengan mereka yang
selamat menghargai keinginan mereka dan memastikan seluruh informasi status
medis dan kesehatan terkait terjaga kerahasiaannya, termasuk anggota keluarga
dari mereka yang selamat. Staf perlu berkomunikasi dengan cara yang menjamin
informasi akurat dan mencerminkan sikap peduli dan tidak mengkritik. Program
pelatihan mengenai dukungan psikososial dapat ditetapkan setelah situasi stabil.

Sumberdaya baik yang terfokus pada strategi penggunaan untuk bekerjasama


dengan mereka yang selamat darikekerasan berdasarkan gender (GBV) adalah
GBV Communication Skills Manual.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
194
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

b. Dalam kondisi tertentu yang tidak aman, instansi individu yang sangat
mendukung di seputar persoalan GBV mungkin dapat menyebabkan stafnya
sendiri dan operasi program menghadapiresiko. Bagaimana menanganinya?
Yang penting adalah bekerja dengan cara yang sesuai dengan budaya sambil
memberikan kesempatan dan tempat kepada para wanita dan gadis untuk
menyebutkan kekerasan yang telah mereka alami. Karena GBV dapat menjadi
pokok yang tabu dari segi budaya, maka jalinan dengan anggota masyarakat
kunci yang membantu melegitimasi pembicaraan mengenai GBV perlu dibentuk.
Apabila hal ini tidak memungkinkan, maka instansi dapat memilih
mengidentifikasi program dengan memberikan “layanan kesehatan wanita” yang
lebih umum untuk menghindari kepekaan terhadap GBV dan untuk menghindari
dukungan masyarakat atas GBV pada hari-hari dan minggu-minggu paling dini
dari situasi darurat.

Fokus kunci pada saat ini adalah mencari cara untuk memberitahu masyarakat
mengenai keuntungan dan ketersediaan perawatan bagi mereka yang selamat
dari kekerasan seksual. Lalu, sewaktu hubungan yang lebih baik dapat dibina
dengan masyarakat dan lebih banyak yang memahami GBV dalam konteks lokal,
maka perencanaan kampanye informasi, pendidikan dan komunikasi (IEC) dan
dukungan masyarakat harus diadakan.

Apakah pedoman prinsip dalam merespon kekerasan seksual?


Prinsip dalam merespon kekerasan seksual adalah:
a. Keselamatan
Memastikan keselamatan fisik dari korban
b. Kerahasiaan
 Informasi hanya bisa diberikan pada orang lain dengan persetujuan
korban atau dalam kondisi darurat untuk menyelamatkan nyawa.
 Menggunakan inisial atau “tanpa nama” dari korban dan orang lain
yang terlibat dalam kejadian
 Menjaga semua informasi tertulis agar aman

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
195
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

c. Menghormati
 Menghormati harapan, hak dan martabat korban
 Melakukan interview pada tempat yang khusus
 Menjadi pendengar yang baik, tidak menghakimi dan bersimpati
berempati
 Bersabar, jangan menekan untuk mendapatkan informasi jika korban
tidak siap
 Menanyakan pertanyaan yang relevan
 Hindari meminta korban untuk mengulang cerita pada interview
 Meyakinkan bahwa kekerasan yang terjadi bukan karena kesalahannya

d. Non diskriminasi
 Menyediakan akses pada pelayanan bagi perempuan, laki-laki, remaja
 Memastikan pewawancara, penerjemah, dokter, petugas polisi,
petugas proteksi, pekerja sosial masyarakat dan lainnya memiliki jenis
kelamin sama dengan korban

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
196
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

VII. RANGKUMAN
 Kekerasan seksual adalah pelanggaran HAM. Kekerasan seksual berbasis
gender/SGBV merupakan suatu kekerasan yang potensial terjadi dalam
situasi bencana. Diskriminasi dan ketidaksetaraan gender merupakan akar
masalah SGBV. Perempuan dan anak-anak merupakan kelompok yang
paling beresiko untuk mengalami kekerasan seksual pada situasi bencana.
 PPAM difokuskan pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Bentuk lain dari GBV akan ditangani setelah situasi sudah stabil.
 Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada sitausi bencana
membutuhkan pendekatan multi sector.
 Pedoman prinsip harus dijalankan saat menangani kasus kekerasan seksual

VIII. EVALUASI
Pada pelaksanaan evaluasi sesi, dosen/pengajr dapat menggali lebih dalam
pemahaman peserta didik dalam menangkap/menyerap materi yang diberikan.
1. Seorang wanita usia 18 tahun korban pemerkosaan gadis tersebut adalah korban
pengungsi bencana longsor. Kejadian pemerkosaan terjadi di toilet umum saat
ingin BAK pada malam hari. Setelah terjadi pemerkosaan itu, gadis tersebut
merasa ketakutan, cemas dan bingung harus mengatakan kemana dan kepada
siapa.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
197
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Apakah penanganan kasus tersebut diatas ?


a. Melakukan tindakan aborsi
b. Melakukan pemeriksaan penunjang
c. Pemilihan kontrasepsi darurat
d. Melakukan pencegahan infeksi
e. Memberikan obat penenang
2. Seorang wanita usia 18 tahun korban pemerkosaan gadis tersebut adalah korban
pengungsi bencana longsor. Kejadian pemerkosaan terjadi di toilet umum saat
ingin BAK pada malam hari. Setelah terjadi pemerkosaan itu, gadis tersebut
merasa ketakutan, cemas dan bingung harus mengatakan kemana dan kepada
siapa.
Apakah pencegah yang dapat dilakukan pada kasus di atas ?
a. Melakukan koordinasi dengan PJ keamanan
b. Menyediakan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan seks pada pasangan suami
istri
c. Terdapatnya layanan kespro pada tenda pengungsian
d. Menempatkan kelompok rentan di pengungsian
e. MCK laki-laki dan perempuan terpisah dengan penerangan yang cukup dan
pintu yang dapat dikunci
3. Seorang wanita usia 18 tahun korban pemerkosaan gadis tersebut adalah korban
pengungsi bencana longsor. Kejadian pemerkosaan terjadi di toilet umum saat
ingin BAK pada malam hari. Setelah terjadi pemerkosaan itu, gadis tersebut
merasa ketakutan, cemas dan bingung harus mengatakan kemana dan kepada
siapa.
Apakah pencegahan yang dapat dilakukan agar para perempuan tersebut berdaya
a. Menginformasikan adaya pelayanan bagi penyintas perkosaan
b. Melakukan koordinasi dengan PJ keamanan
c. Memastikan satu keluarga berada dalam tenda yang sama
d. Manajemen camp/barak/tenda yang baik
e. Kegiatan pendidikan tetap di kembangkan di pengungsian

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
198
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

4. Seoarang perempuan usia 19 tahun korban pemerkosaan di pengungsian bencana.


Karena kebingungan akhirnya si gadis cerita kepada orang tuanya, Setelah
menceritakan hal tersebut kepada orang tuanya, kemudian orang tuanya
melaporkan kejadian tersebut ke kepala desa, setelah itu kepada desa
menyarakan ke dokter, setelah dari dokter gadis tersebut dianjurkan untuk
melaporkan apa yang terjadi kepada kepolisian.
Bagaimanakah penanganna korban ayng tepat pada kasus tersebut ?
a. Perlindungan terhadap korban harus dilakukan secara langsung
b. Pendidikan dan rekreasi di tempat pengungsian
c. Pembuatan jamban yang mudah terjangkau
d. Menyediakan petugas ronda
e. Manajemen camp/barak/tenda
5. Seoarang perempuan usia 19 tahun korban pemerkosaan di pengungsian bencana.
Karena kebingungan akhirnya si gadis cerita kepada orang tuanya, Setelah
menceritakan hal tersebut kepada orang tuanya, kemudian orang tuanya
melaporkan kejadian tersebut ke kepala desa, setelah itu kepada desa
menyarakan ke dokter, setelah dari dokter gadis tersebut dianjurkan untuk
melaporkan apa yang terjadi kepada kepolisian. Situasi apa yang membuat wanita
tersebut beresiko mengalami kekerasan seksual ?
a. Manajemen camp yang kurang tepat
b. Tidak adanya pendidikan dan rekreasi di tempat
c. Ketergantungan pada pria untuk kelangsungan hidupvsetelah bencana
terjadi
d. Kebutuhan seksual dari tiap individu
e. Bahan makanan didistribusikan secara langsung kepada para pengungsi

IX. DAFTAR PUSTAKA


 Inter agency Working Group on Reproductive Health in Crises. 2010. Buku
Pedoman Lapangan Antar lembaga Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Darurat
Bencana. Revisi untuk peninauan lapangan. Jakarta: Inter agency Working Group
on Reproductive Health in Crises.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
199
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

 Inter Agency Standing Committee. 2005. Panduan Pencegahan Kekerasan Berbasis


gender Masa Darurat Kemanusiaan. Berfokus pada pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual dalam masa darurat. Geneva: Inter Agency Standing
Committee.

 Departemen Kesehatan RI dan UNFPA. 2008. Pedoman Praktis Kesehatan


Reproduksi pada Penanggulangan bencana di Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI dan UNFPA.

 Women Commision. 2007. Paket Pelayanan Awal Minimum Untuk Kesehatan


Reproduksi Dalam situasi Krisis. Modul pembelajaran jarak jauh. http://
www.womenscommission.org. Diunduh tanggal 20 Oktober 2013 jam 19.00.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
200
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Lampiran

Seorang gadis berinisial B berusia 16 tahun merupakan korban pengungsian ditoilet


umum saat ingin buang air kecil pada malam hari. Setelah kejadian pemerkosaan itu gadis
yang berinisial B tesebut merasa ketakutan, cemas dan binggung harus mengadu kemana
dan kesiapa. Karena kebinggungannya akhirnya sigadis bercerita kepada orang tuannya,
setelah menceritakan hal tersebut kepada orang tuannya, kemudian orang tuannya
melaporkan kejadiannya ke Ka. Desa , setelah itu Ka. Desa menyarankan kedokter setelah
dari dokter gadis tersebut dianjurkan untuk melaporkan apa yang terjadi kepada pihak
kepolisian. Kemudian dari kepolisian gadis tersebut diminta ke dokter untuk melakukan
visum, karena gadis tersebut merupakan wanita maka dokter meminta bantuan kepada
bidan, setelah itu gadis tersebut diminta kembali ke polisi, tetapi karena berkas tersebut
belum lengkap kemudian gadis berinisial B tersebut diminta kembali ke Ka. Desa untuk
melengkapi berkas agar BAP bisa diproses setelah itu gadis tersebut kembali kepolisian
berkolaborasi dengan psikolog yang ada di LSM kemudian LSM kembali berkolaborasi
dengan kepolisian hingga akhirnya gadis tersebut dan orang tuannya pulang kerumah

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
201
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

SGBV (Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual)


Group work station 1 (halaman 1 of 2)
Mekanisme rujukan untuk korban perkosaan

Lembar kerja peserta

10 menit
1. Lakukan praktek/main peran
- Tentukan peran masing-masing (yang tidak mendapat peran harap menjadi
observer/pengamat)
- Ikuti cerita narasi yang disampaikan oleh fasilitator

2. Fasilitasi diskusi kelompok dengan menggunakan pertanyaan berikut ini 15 menit


- Apa yang anda lihat di tengah-tengah lingkaran?
- Seberapa jauh proses ini membantu korban?
- Mungkinkah kondisi ini terjadi dalam situasi di tempat anda?
- Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya keruwetan pada benang?
- Pengamat: berapa kali gadis tsb harus mengulang ceritanya?
- Pemain peran: Berapa kali anda berbicara dengan korban atau dengan orang lain
tentang gadis itu? Apakah anda mengingat rincian/detail ceritanya?

catatan

_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
202
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

SGBV - Group work station 1 (Halaman 2 dari 2)


Mekanisme rujukan untuk korban perkosaan
Lembar kerja peserta

Point penting untuk diskusi

- Di hampir semua situasi pengungsian, korban perkosaan harus berinteraksi


dengan banyak sekali layanan. Ini bisa menjadi sangat mencemaskan dan
membingungkan bagi korban dan membuat korban enggan untuk mencari dan
mendatangi layanan.
- Ingat akan pentingnya menyusun Standard Operating Procedures (SOPs)/protokol
antar lembaga yang disepakati untuk pelayanan dan rujukan korban perkosaan
- Berdasarkan pengalaman, penting untuk menunjuk manajer pelayanan yang
terlatih (pekerja sosial atau anggota masyarakat) untuk memberi
support/dukungan kepada korban dan membantu dengan proses rujukan.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
203
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

SGBV - Group work station 2 (Page 1 of 2)


Koordinasi antar lembaga untuk GBV

Lembar kerja peserta

5 menit
1. Siapkan latihan
Ini adalah latihan main peran berdasarkan skenario pengungsi yang tidak nyata/karangan

- ambil papan nama dengan sebuah peran


- Baca studi kasus untuk anda sendiri
- Review pencegahan dan respon minimum dari matriks GBV antar lembaga.

25 menit
2. Lakukan pertemuan koordinasi GBV
Lakukan sesuai peran anda dan diskusikan issue berikut ini:
- Prioritas intervensi yang mana yang dibutuhkan untuk mencegah dan respon terhadap
kekerasan seksual pada skenario?
- Siapakah yang bertanggung jawab untuk kegiatan tersebut?
- Kapan kegiatan tersebut harus sudah selesai dilaksanakan?

Catatan:
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
204
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

SGBV - Group work station 2 (Page 2 of 2)


Koordinasi antar lembaga untuk GBV
Lembar kerja peserta

PESAN PENTING

- Matriks GBV adalah tool yang bermanfaat


- Bisa diadaptasi untuk kondisi/situasi anda
- Gunakan matriks GBV sebagai catatan untuk perencanaan dan tindak lanjut

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
205
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

SGBV - Group work station 2: Koordinasi antar lembaga untuk SGBV

Handout peserta
Study kasus Nusantara - Khatulistiwa
(diadaptasi dari the ICRC HELP course)
Laporan
Setelah terjadinya pertikaian kekerasan antara pemberontak Patriot dengan tentara
pemerintah di Nusantara, sejumlah penduduk Nusantara yang tidak diketahui mengungsi
melintasi batas ke Negara Khatulistiwa. Setidaknya 20,000 pengungsi membuat
pemukiman dekat desa Karimun, sekitar 34 km dari perbatasan Nusantara. Pengungsi
mendapat limpahan sumber daya bagi yang bermukim di kabupaten Buah Pinang. Tidak
sanggup mengakomodasi kebutuhan pengungsi, pemerintah Khatulistiwa meminta
bantuan internasional. Dalam waktu bersamaan pemerintah Khatulistiwa mencoba
melakukan mediasi dengan 2 pihak yang terlibat dengan konflik Nusantara.
Pengungsi tinggal di penampungan sementara yang dibuat dari rumput ilalang, ranting
dan beberapa daun pisang. Air diperoleh dari sungai Alam tidak jauh dari camp, tetapi
ada masalah dengan sumber air. Laporan menunjukkan adanya sanitas yang buruk untuk
pengungsi, Oxfam sudah diminta untuk membuat Toilet/WC dan menyusun titik
distribusi air.
Ada masalah dengan bahan untuk memasak, tapi ada kayu dengan jarak sekitar 1 km,
dimana perempuan dapat pergi untuk mendapat kayu bakar. Pengungsi membawa
beberapa bahan makanan, tapi sudah habis. Penduduk lokal dan beberapa organisasi dari
Khatulistiwa mencoba membantu dan WFP telah memulai jalur pendistribusian makanan.
Masalah kesehatan di propinsi termasuk malaria, kolera, campak, tbc, HIV, meningitis,
diare, ISPA dan penyakit kulit. Meskipun belum ada survey yang dilakukan, nampaknya
malnutrisi merupakan masalah yang significant. Ada peningkatan kasus trauma karena
banyak orang datang dengan luka dan ada laporan tentang perkosaan , penculikan
perempuan, gadis remaja, anak laki-laki dan perempuan oleh laki-laki bersenjata.
Komplikasi kebidanan umum terjadi dan meskipun angka kematian ibu tidak diketahui, ini
dianggap cukup tinggi.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
206
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Ada beberapa pusat kesehatan dan pos kesehatan tersebar di sekitar 3 kabupaten di
propinsi Nagari. Pelatihan untuk pekerja Pelayanan Kesehatan Primer telah dilakukan di
Khatulistiwa beberapa tahun yang lalu, tapi jumlah yang sudah dilatih masih belum
memenuhi kebutuhan. Beberapa dukun bayi mendapat pelatihan sekitar 10 tahun yang
lalu. Beberapa organisasi mulai memberikan layanan kesehatan terbatas untuk pengungsi
(IRC, MSF, Betaland Red Cross, Islamic Relief). Sudah terjadi kekurangan obat dan
supplies yang cukup besar. Transportasi ke daerah ini memungkinkan dengan jalur darat,
kereta dan udara. Semua adalah problematis sekarang ini. Jalan sekitar Taruna terkena
banjir dan akses ke beberapa daerah terputus untuk beberapa hari. .

Tugas anda
Pagi ini pada pertemuan koordinasi antar lembaga anda mendapat informasi seperti di
atas dan diminta untuk mewakili organisasi anda dalam pertemuan koordinasi GBV. Anda
sekarang mengikuti pertemuan dengan focal point dari GBV dari sektor kesehatan dan
sektor lain untuk berdiskusi bagaimana melaksanakan intervensi yang sangat mendasar
untuk mencegah dan merespon kekerasan seksual untuk pengungsi di propinsi Gamma.
Lakukan pertemuan, pakailah tool matrik koordinasi GBV antar lembaga (IASC GBV
coordination matrix)

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
207
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

SGBV - Group work station 2: koordinasi antar lembaga untuk SGBV

Lembar Kerja peserta

Matriks intervensi untuk mencegah dan merespon SGBV pada situasi kemanusiaan

Fungsi dan Kegiatan dalam situasi anda Penanggung jawab Waktu


Pencegahan dan respon minimum dalam
sektor
kondisi emergency
1 Koordinasi
1.1 Buat mekanisme koordinasi dan
lakukan orientasi untuk partner

1.2 Advokasi dan penggalangan dana

1.3 Pastikan standard Sphere


diseminasikan dan dipatuhi
2 Assessment
2.1 Lakukan analisa situasi secara cepat
dan
dan terkoordinasi
monitoring
2.2 Monitor dan evaluasi kegiatan

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
208
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Fungsi dan Kegiatan dalam situasi anda Penanggung jawab Waktu


Pencegahan dan respon minimum dalam
sektor
kondisi emergency
3 Perlindungan
3.1 Nilai kondisi keamanan dan jelaskan
(hukum, sosial
strategi perlindungan/proteksi
dan fisik)
3.2 Sediakan keamanan yang sesuai
dengan kebutuhan

3.3 Lakukan advokasi untuk pelaksanaan


dan kepatuhan pada instrument
internasional dan pastikan
akuntabilitasnya

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
209
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Fungsi dan Kegiatan dalam situasi anda Penanggung jawab Waktu


Pencegahan dan respon minimum dalam
sektor
kondisi emergency
4 Sumber daya
4.1 Rekrut staff dengan cara yang akan
manusia
mencegah kekerasan seksual

4.2 Diseminasikan dan informasikan


kepada semua partner tentang “codes
of conduct”/tata prilaku

4.3 Terapkan mekanisme pelaporan


rahasia

4.4 Terapkan jaringan focal group


kekerasan seksual
5 Air dan sanitasi
5.1 Laksanakan program air dan sanitasi
yang aman
6 Keamanan
6.1 Laksanakan program keamanan pangan
pangan dan
dan gizi yang aman
gizi

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
210
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Fungsi dan Kegiatan dalam situasi anda Penanggung jawab Waktu


Pencegahan dan respon minimum dalam
sektor
kondisi emergency
7 Penampungan
7.1 Laksanakan perencanaan camp dan
dan
program penampungan yang aman
perencanaan
7.2 Pastikan bahwa korban kekerasan
camp, dan
seksual memiliki penampungan yang
item non
aman
makanan
7.3 Laksanakan strategi pengumpulan
bahan bakar yang aman

7.4 Sediakan materi sanitasi (pembalut)


bagi perempuan dan remaja gadis.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
211
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

Fungsi dan Kegiatan dalam situasi anda Penanggung jawab Waktu


Pencegahan dan respon minimum dalam
sektor
kondisi emergency
8 Pelayanan
8.1 Pastikan akses perempuan ke layanan
kesehatan dan
kesehatan dasar
masyarakat
8.2 Sediakan layanan kesehatan untuk
kekerasan seksual

8.3 Sediakan dukungan social dan


psikologis berbasis masyarakat untuk
korban
9 Pendidikan
9.1 Pastikan anak perempuan dan laki-laki
memiliki akses ke pendidikan yang
aman.
10 Komunikasi,
10.1 Informasikan kepada masyarakat
Informasi dan
tentang kekerasan seksual dan
Edukasi
ketersediaan layanan

10.2 Sebarkan informasi tentang hukum


kemanusiaan international tentang
pasukan bersenjata

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
212
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
213
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA SITUASI DARURAT BENCANA

SGBV - Group work station 3 (Page 1 of 2)


Dokumentasi kasus kekerasan seksual

Lembar kerja peserta

1. Bandingkan : (pakai post-it untuk menandai halaman anda) 10 menit

> Contoh formulir “laporan kejadian”/incidence report (Pedoman IASC)

dengan

> Contoh formulir ‘riwayat dan pemeriksaan’/‘history and examination’ (Pedoman


penanganan klinis korban perkosaan)

Dan beri tanda informasi yang mana yang sama yang diminta pada kedua formulir

10 menit
2. Review:

Contoh formulir persetujuan/ ‘Sample consent form’ (Pedoman penanganan klinis


korban kekerasan)

Seorang korban perkosaan datang setelah 2 hari pasca kejadian ke klinik medis
dan meminta pengobatan untuk mencegah kehamilan dan AIDS.

Bidan menjelaskan tentang perawatan pasca perkosaan dan memintanya untuk


menandatangani formulir persetujuan.
Diskusikan jika korban tidak mau melakukan hal tersebut.

3. Review sertifikat medis/the Medical Certificate untuk dewasa (Pedoman penanganan


klinis korban perkosaan) dan diskusikan fungsinya 5 menit

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
214
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA SITUASI DARURAT BENCANA

Catatan:
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
215
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA SITUASI DARURAT BENCANA

SGBV - Group work station 3 (Hal 2 dari 2)


Dokumentasi kasus kekerasan seksual
Lembar kerja peserta

PESAN PENTING

1. Dengan hati-hati baca dokumentasi yang dibawa oleh korban dan jangan tanyakan lagi
pertanyaan yang sudah dijawab kepada pemberi layanan

2. Ingat pentingnya informed concent/persetujuan (untuk melakukan pemeriksaan medis,


mengumpulkan bukti forensik dan memberikan informasi kepada yang berwenang). Jika
korban tidak memberikan persetujuan untuk hal tsb di atas, ini tidak boleh berdampak
pada aksesnya kepada konseling, pengobatan dan perawatan.

3. Dokumentasikan semua temuan secara hari-hati dan detail. Dokumen medis dapat
dipakai sebagai barang bukti di pengadilan.

PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)


KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
216

Anda mungkin juga menyukai