Modul Dosen - Materi 8
Modul Dosen - Materi 8
MATERI 8
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL
BERBASIS GENDER PADA KRISIS KESEHATAN
Kekerasan Seksual berbasis gender dalam situasi bencana merupakan salah satu topik
yang akan dipelajari dalam Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) pada situasi
bencana. Situasi bencana merupakan situasi yang tidak pernah dapat diperkirakan
sebelumnya. Ketika bencana terjadi, perempuan dan anak-anak merupakan kelompok
yang sangat beresiko untuk mengalami kekerasan seksual.
I. DESKRIPSI
Modul ini membahas tentang pencegahan dan penanganan kekerasan sesual berbasis
gender/Seksual Gender Basic Violence (SGBV) dalam situasi bencana yang meliputi:
definisi, alasan pentingnya SGBV, keterkaitan antara SGBV dan pelanggaran hak asasi
manusia penanggung jawab SGBV, akar masalah, faktor resiko dan konsekuensi dari
SGBV, klien yang beresiko, pelaku, waktu terjadinya situasi dan kondisi yang beresiko,
alasan tidak dilaporkan, pemantauan, tindakan pencegahan dan respon pada SGBV
yang membutuhkan tindakan yang terkoordinasi dan multisektor. dan mekanisme
penanganan kasus kekerasan seksual serta pedoman prinsip dalam penanganan SGBV
dalam situasi bencana.
II. TUJUAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa mampu mengidentifikasi pencegahan
kekerasan berbasis gender pada situasi bencana.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa mampu:
a. Menguraikan definisi kekerasan seksual berbasis gender
b. Mengidentifikasi tindakan yang termasuk kekerasan seksual
c. Menjelaskan alasan pentingnya SGBV, keterkaitan antara SGBV dan
pelanggaran hak asasi manusia
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 5 JPL @ 50 menit (T=1 JPL,
P= 4 JPL). Untuk memudahkan proses pelatihan, digunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Dosen memperkenalkan diri (5 menit)
b. Dosen menyampaikan tujuan pembelajaran secara umum dan khusus (5
menit)
c. Dosen memutar film/menyajikan gambar-gambar tentang situasi darurat
bencana serta kekerasan seksual yang terjadi (15 menit).
d. Dosen menggali pengalaman mahasiswa tentang kekerasan seksual berbasis
gender (15 menit)
e. Dosen menjelaskan tentang kekerasan seksual berbasis gender (90 menit).
f. memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk membahas kasus tentang
kekerasan seksual berbasis gender secara berkelompok (30 menit)
g. Dosen meminta mahasiswa untuk mempresentasikan analisis kasus yang
diberikan (90 menit)
d. Langkah 4 :
Penyajian dan pembahasan hasil pendalaman pokok bahasan dikaitkan
dengan situasi darurat bencana.
1. Kegiatan Dosen
a) Meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusi
b) Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
c) Memberikan masukan khususnya dikaitkan dengan situasi dan kondisi
di daerah kerja
d) Merangkum hasil diskusi
2. Kegiatan Peserta
a) Mengikuti proses penyajian kelas
b) Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh dosen
Istilah ‘kekerasan berbasis gender’ kerap digunakan secara bergantian dengan istilah
‘kekerasan terhadap perempuan’ dan ‘kekerasan berbasis gender dan seksual’. Istilah
‘kekerasan berbasis gender; menyoroti dimensi gender dari kekerasan tersebut;
dengan kata lain, hubungan antara status perempuan yang lebih rendah dalam suatu
masyarakat danmakin besarnya kemungkinan terjadi kekerasan terhadap mereka.
Namun, penting untuk diingat bahwa pria dan anak laki-laki juga bisa menjadi
korban/penyintas kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual, terutama
ketika mereka mengalami penyiksaan dan/atau penahanan. Kekerasan berbasis gender
termasuk:
• Kekerasan seksual, di antaranya perkosaan, pelecehan seksual, ekspolitasi
seksual dan prostitusi
• Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
• Kawin paksa dan kawin muda
• Kekerasan fisik
• Kekerasan psikis
• Kekerasan ekonomi
• Praktek-praktek tradisional yang membahayakan seperti mutilasi alat genital
perempuan/ sunat perempuan dll.
Kekerasan berbasis gender terjadi dalam berbagai bentuk dan cakupan di berbagai
budaya, negara dan wilayah. Kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam situasi
darurat kemanusiaan umumnya jarang dilaporkan, akan tetapi kekerasan ini telah
banyak didokumentasikan selama terjadinya krisis kemanusiaan.
Konsekuensi kekerasan berbasis berbasis gender bisa terjadi sebagai akibat langsung
dari tindakan kekerasan atau bisa juga sebagai akibat dari efek jangka panjang:
• Konsekuensi fisik
Ada beragam mulai dari luka ringan sampai luka berat yang menimbulkan
kematian atau cacat permanen; kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi tidak
aman dan komplikasi; hasil kehamilan yang tidak baik, termasuk keguguran,
berat badan lahir rendah dan kematian janin; infeksi penularan seksual,
termasuk HIV; penyakit radang panggul, ketidaksuburan, sindrom nyeri kronis;
infeksi saluran kemih.
• Konsekuensi psikologis termasuk:
gelisah, gangguan stres pasca trauma (PTSD/Post Trauma Stress Disorder);
depresi; perasaan rendah diri; tidak mampu mempercayai orang lain, takut,
peningkatan penyalahgunaan dan penggunaan obat-obatan; gangguan tidur;
sulit makan; disfungsi seksual; dan bunuh diri.
• Kekerasan berbasis gender juga sangat besar dampaknya pada kesehatan sosial
individu dan komunitas dalam hal stigma, isolasi dan penolakan (termasuk oleh
suami dan keluarga); kehilangan potensi pendapatan bagi perempuan;
gangguan pendidikan pada remaja; dan pembunuhan (misalnya pembunuhan
karena harga diri atau pembunuhan bayi perempuan).
Pada situasi bencana terjadi peningkatan risiko kekerasan berbasis gender karena:
a. Sistem perlindungan sosial terganggu: keluarga yang terpisah, sistem keamanan
di lingkungan tempat tinggal yang tidak berjalan.
b. Lemahnya aturan keamanan dan keselamatan pada saat terjadi konflik.
c. Eksploitasi seksual
Setiap upaya menyalahgunakan terhadap seseorang yang posisinya rentan, berbeda
kekuasaan atau kepercayaan, untuk tujuan seksual, tetapi tidak terbatas pada upaya
untuk menghasilkan keuntungan secara keuangan, sosial atau politik dari eksploitasi
seksual orang lain. (Lihat juga “pelecehan seksual)
Fokus penanganan kekerasan seksual dalam Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)
adalah pencegahan perkosaan, penyediaan perawatan medis bagi mereka yang
selamat dari perkosaan dan menjamin ketersediaan layanan psikososial mendasar.
Setelah situasi stabil dan seluruh komponen PPAM dilaksanakan, perhatian dapat
diarahkan pada pencegahan kekerasan berbasis gender dalam lingkup yang lebih
luas, termasuk kekerasan rumah tangga, pernikahan dini dan/atau yang dipaksakan,
mutilasi/pemotongan alat kelamin wanita, perdagangan wanita, gadis dan anak laki-
laki dan lain-lain.
Pada kondisi bencana, difokuskan pada kekerasan seksual karena:
1. Kekerasan seksual mengancam jiwa secara segera dan memiliki dampak
panjang
2. Kekerasan seksual memiliki konsekuensi negatif yang serius pada semua
tingkat
3. Respon efektif pada kekerasan seksual dapat mencegah kekerasan lebih
jauh
4. Pencegahan dan respon pada kekerasan seksual adalah bagian dari
standard minimum bidang kemanusiaan (SPHERE & PPAM)
Dalam situasi di mana kekerasan seksual terjadi di antara individu yang
seringkali bertemu, seperti anggota keluarga, mungkin diperlukan strategi
perlindungan tambahan.
Banyak prinsip hak asasi manusia yang dimuat di dalam instrumen hak asasi manusia
internasional menjadi pedoman bagi perlindungan dari kekerasan berbasis gender.
Prinsip-prinsip ini termasuk hak-hak bagi:
• Kehidupan, kemerdekaan dan keamanan manusia
Hak ini terancam ketika seseorang diperkosa atau mengalami mutasi alat genital
perempuan/sunat perempuan/female genital mutilation (FGM);
• Standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang dapat dicapai
Hak ini terhambat jika seseorang ditolak aksesnya untuk mendapatkan pelayanan
medis yang semestinya setelah mengalami perkosaan;
• Bebas dari penyiksaan atau kekejaman, serta hukuman atau perlakuan yang tidak
manusiawi atau merendahkan
FGM/sunat perempuan, perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga yang sangat
buruk, serta penolakan akses layanan aborsi yang aman bagi perempuan yang
hamil karena perkosaan dan perdagangan manusia, merupakan suatu bentuk
penyiksaan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan;
• Bebas dari semua bentuk diskriminasi
Hak ini akan terhalang jika undang-undang gagal melindungi perempuan dan anak
perempuan dari kekerasan berbasis gender dan/atau jika mereka harus ditemani
oleh suami atau ayah untuk mendapatkan pelayanan medis akibat perkosaan.
Semua bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan diskriminasi terhadap
mereka;
• Memasuki perkawinan dengan persetujuan penuh dan bebas serta pemberian
hak-hak yang setara dalam perkawinan, selama perkawinan dan saat perceraian
kawin paksa merupakan pelanggaran hak ini;
Ini adalah gambar pohon SGBV. Pohon ini memiliki akar, batang dan cabang.
Cabang menunjukkan contoh SGBV, batang menunjukkan faktor yang
berkontribusi dan akar menunjukkan akar masalah atau penyebab yang
mendasari.
Akar penyebab semua bentuk SGBV tergantung pada sikap dan praktek
masyarakat dalam diskriminasi gender – peran, tanggung jawab, pembatasan,
hak istimewa dan kesempatan yang didapat individual berdasarkan jender.
Mengatasi akar masalah melalui kegiatan pencegahan membutuhkan tindakan
berkesinambungan dan jangka panjang dan perubahan terjadi dengan lambat
setelah priode waktu yang lama.
Faktor yang berkonstribusi adalah faktor menyebabkan GBV tetap ada atau
meningkatkan resiko SGBV dan mempengaruhi tipe dan tingkat SGBV pada
situasi apa saja. Faktor yang berkontribusi tidak menyebabkan SGBV meskipun
diasosiasikan dengan beberapa tindakan SGBV. Beberapa contoh:
penyalahgunaan alkohol atau obat adalah faktor yang berkontribusi, tapi tidak
semua pemabuk atau pecandu obat memukul istri mereka atau memperkosa
wanita.
Perang, pengungsian dan kehadiran penyerang bersenjata adalah semua faktor
yang berkontribusi, tapi tidak semua tentara memperkosa perempuan sipil.
Kemiskinan adalah faktor yang berkontribusi, tapi tidak semua wanita dan gadis
miskin akan dieksploitasi secara sexual atau menjadi pekerja seks.
Banyak faktor yang berkontribusi dapat dihapuskan atau dikurangi secara nyata
melalui kegiatan pencegahan.
Situasi apa yang membuat wanita dan gadis beresiko mengalami kekerasan
seksual?
Telah ditunjukkan bahwa wanita tanpa dokumentasi pribadi untuk mengumpulkan
jatah makanan atau material tempat berteduh sangat rentan, karena mereka
bergantung pada pria untuk kelangsungan hidup mereka sehari-hari dan dapat
dipaksa melakukan hubungan seksual guna mendapatkan bahan-bahan pokok ini.
Juga telah ditunjukkan bahwa apabila pria (sesama pengungsi internal atau pelaku
kemanusiaan) bertanggung-jawab menyebarluaskan makanan dan barang pokok
lain, maka wanita dapat mengalami eksploitasi seksual, yaitu mereka mungkin akan
dipaksa melakukan hubungan seksual bagi pria dalam upaya mendapatkan
kebutuhan untuk kelangsungan hidup mereka.
Wanita dan gadis mungkin harus mengadakan perjalanan ke tempat distribusi yang
jauh untuk mendapatkan makanan, kayu bakar untuk memasak, bahan bakar dan
air. Tempat hidup mereka mungkin jauh dari kamar kecil dan fasilitas cuci. Tempat
untuk mereka tidur mungkin juga tidak terkunci dan tidak terlindung. Penerangan
mungkin kurang baik. Kamar kecil dan fasilitas cuci pria dan wanita mungkin tidak
dipisahkan. Semua situasi ini membuat wanita rentan terhadap serangan atau
perlakuan kejam.
Kurangnya perlindungan dari polisi dan tidak adanya hukum yang berlaku juga
memberi kontribusi pada meningkatnya kekerasan seksual. Petugas polisi, personil
militer, pekerja kemanusiaan, pengurus kamp atau pejabat pemerintah lain
mungkin saja terlibat dalam tindakan penyalahgunaan atau eksploitasi. Apabila
tidak ada organisasi independen, seperti UNHCR atau LSM, untuk menjamin
keamanan pribadi di dalam kamp, maka jumlah insiden seringkali meningkat. Yang
penting adalah pejabat pelindung wanita tersedia karena seringkali wanita dan
gadis lebih merasa nyaman apabila melaporkan soal perlindungan dan insiden
kekerasan kepada sesama wanita.
• Perlindungan
Perlindungan terhadap korban kekerasan harus dilakukan secara langsung
yang memberi jaminan secara fisik bagi korban. Semua tindakan harus
ditujukan untuk menolong penyintas dan menghargai keinginannya.
Identitas penyintas dan semua informasi harus dijaga kerahasiaannya. Para
petugas kesehatan harus memberikan keleluasaan pribadi pada penyintas,
menghindarkan penyintas dari tekanan-tekanan dan kesendirian serta
mendapatkan persetujuan tindakan dari penyintas. Jika insiden baru saja
terjadi, pelayanan medis mungkin diperlukan. Korban harus
ditemani/diantar ke fasilitas kesehatan yang tepat. Jika korban
menghendaki, dapat menghubungi polisi.
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)
KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
189
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN
• Pendidikan
Kehidupan di pengungsian dapat menjurus kearah terganggunya struktur
tradisi sosial, frustasi, kebosanan, penyalahgunaan minuman keras dan
obat-obatan terlarang, dan perasaan ketidakberdayaan yang dapat
menimbulkan agresi dan kekerasan seksual. Oleh karena itu, kegiatan
pendidikan harus tetap dilaksanakan. Catatan: kalo di buku putih kespro
bagi pengungsi halaman 60, tidak hanya pendidikan yang harus
ditingkatkan, tetapi juga rekreasi dan peningkatan pendapatan melalui
penciptaan lapangan kerja harus ditingkatkan.
• Manajemen camp
Manajemen camp/barak/tenda: mengatur tempat tinggal khusus bagi
perempuan tanpa pendamping, anak-anak perempuan dan perempuan
sebagai kepala keluarga; menyediakan penerangan yang cukup di jalan-
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)
KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
190
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA KRISIS KESEHATAN
jalan yang dilalui pada malam hari; barak pengungsian dibangun dengan
desain memadai yang menjamin secara fisik para pengungsi; mencegah
pengungsi tinggal bersama dalam satu ruangan dengan pengungsi lain yang
bukan keluarganya
• Kelompok masyarakat
Kelompok masyarakat: menyediakan petugas ronda yang selalu berkeliling
• Kesehatan
Kesehatan: memastikan petugas kesehatan memiliki jenis kelamin yang
sama pada setiap pemeriksaan medis. Dalam melakukan pemeriksaan fisik,
penyintas harus dipersiapkan dan jika ingin didampingi oleh anggota
keluarga atau teman, dapat diperbolehkan. Kerahasiaan sangat diperlukan.
Petugas yang menangani penyintas harus peka, bijaksana/hati-hati dan
penuh pengertian dan dapat berempati.
• Layanan masyarakat
• Polisi/keamanan
b. Memantau jumlah mereka yang selamat dari kekerasan seksual yang mencari
dan mendapatkan perawatan kesehatan (pelaporan tanpa mencantumkan nama
sangatlah penting)
c. Pasokan mana yang diperlukan atau Kit Kesehatan Reproduksi Antar-Lembaga
mana yang dapat dipesan untuk menangani persoalan ini?
d. Kit yang perlu disiapkan adala Kit 3 ((Kit pasca perkosaan dadu) dan kit 9 (Kit
pemeriksaan vagina ungu).
b. Dalam kondisi tertentu yang tidak aman, instansi individu yang sangat
mendukung di seputar persoalan GBV mungkin dapat menyebabkan stafnya
sendiri dan operasi program menghadapiresiko. Bagaimana menanganinya?
Yang penting adalah bekerja dengan cara yang sesuai dengan budaya sambil
memberikan kesempatan dan tempat kepada para wanita dan gadis untuk
menyebutkan kekerasan yang telah mereka alami. Karena GBV dapat menjadi
pokok yang tabu dari segi budaya, maka jalinan dengan anggota masyarakat
kunci yang membantu melegitimasi pembicaraan mengenai GBV perlu dibentuk.
Apabila hal ini tidak memungkinkan, maka instansi dapat memilih
mengidentifikasi program dengan memberikan “layanan kesehatan wanita” yang
lebih umum untuk menghindari kepekaan terhadap GBV dan untuk menghindari
dukungan masyarakat atas GBV pada hari-hari dan minggu-minggu paling dini
dari situasi darurat.
Fokus kunci pada saat ini adalah mencari cara untuk memberitahu masyarakat
mengenai keuntungan dan ketersediaan perawatan bagi mereka yang selamat
dari kekerasan seksual. Lalu, sewaktu hubungan yang lebih baik dapat dibina
dengan masyarakat dan lebih banyak yang memahami GBV dalam konteks lokal,
maka perencanaan kampanye informasi, pendidikan dan komunikasi (IEC) dan
dukungan masyarakat harus diadakan.
c. Menghormati
Menghormati harapan, hak dan martabat korban
Melakukan interview pada tempat yang khusus
Menjadi pendengar yang baik, tidak menghakimi dan bersimpati
berempati
Bersabar, jangan menekan untuk mendapatkan informasi jika korban
tidak siap
Menanyakan pertanyaan yang relevan
Hindari meminta korban untuk mengulang cerita pada interview
Meyakinkan bahwa kekerasan yang terjadi bukan karena kesalahannya
d. Non diskriminasi
Menyediakan akses pada pelayanan bagi perempuan, laki-laki, remaja
Memastikan pewawancara, penerjemah, dokter, petugas polisi,
petugas proteksi, pekerja sosial masyarakat dan lainnya memiliki jenis
kelamin sama dengan korban
VII. RANGKUMAN
Kekerasan seksual adalah pelanggaran HAM. Kekerasan seksual berbasis
gender/SGBV merupakan suatu kekerasan yang potensial terjadi dalam
situasi bencana. Diskriminasi dan ketidaksetaraan gender merupakan akar
masalah SGBV. Perempuan dan anak-anak merupakan kelompok yang
paling beresiko untuk mengalami kekerasan seksual pada situasi bencana.
PPAM difokuskan pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Bentuk lain dari GBV akan ditangani setelah situasi sudah stabil.
Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada sitausi bencana
membutuhkan pendekatan multi sector.
Pedoman prinsip harus dijalankan saat menangani kasus kekerasan seksual
VIII. EVALUASI
Pada pelaksanaan evaluasi sesi, dosen/pengajr dapat menggali lebih dalam
pemahaman peserta didik dalam menangkap/menyerap materi yang diberikan.
1. Seorang wanita usia 18 tahun korban pemerkosaan gadis tersebut adalah korban
pengungsi bencana longsor. Kejadian pemerkosaan terjadi di toilet umum saat
ingin BAK pada malam hari. Setelah terjadi pemerkosaan itu, gadis tersebut
merasa ketakutan, cemas dan bingung harus mengatakan kemana dan kepada
siapa.
Lampiran
10 menit
1. Lakukan praktek/main peran
- Tentukan peran masing-masing (yang tidak mendapat peran harap menjadi
observer/pengamat)
- Ikuti cerita narasi yang disampaikan oleh fasilitator
catatan
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
5 menit
1. Siapkan latihan
Ini adalah latihan main peran berdasarkan skenario pengungsi yang tidak nyata/karangan
25 menit
2. Lakukan pertemuan koordinasi GBV
Lakukan sesuai peran anda dan diskusikan issue berikut ini:
- Prioritas intervensi yang mana yang dibutuhkan untuk mencegah dan respon terhadap
kekerasan seksual pada skenario?
- Siapakah yang bertanggung jawab untuk kegiatan tersebut?
- Kapan kegiatan tersebut harus sudah selesai dilaksanakan?
Catatan:
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
PESAN PENTING
Handout peserta
Study kasus Nusantara - Khatulistiwa
(diadaptasi dari the ICRC HELP course)
Laporan
Setelah terjadinya pertikaian kekerasan antara pemberontak Patriot dengan tentara
pemerintah di Nusantara, sejumlah penduduk Nusantara yang tidak diketahui mengungsi
melintasi batas ke Negara Khatulistiwa. Setidaknya 20,000 pengungsi membuat
pemukiman dekat desa Karimun, sekitar 34 km dari perbatasan Nusantara. Pengungsi
mendapat limpahan sumber daya bagi yang bermukim di kabupaten Buah Pinang. Tidak
sanggup mengakomodasi kebutuhan pengungsi, pemerintah Khatulistiwa meminta
bantuan internasional. Dalam waktu bersamaan pemerintah Khatulistiwa mencoba
melakukan mediasi dengan 2 pihak yang terlibat dengan konflik Nusantara.
Pengungsi tinggal di penampungan sementara yang dibuat dari rumput ilalang, ranting
dan beberapa daun pisang. Air diperoleh dari sungai Alam tidak jauh dari camp, tetapi
ada masalah dengan sumber air. Laporan menunjukkan adanya sanitas yang buruk untuk
pengungsi, Oxfam sudah diminta untuk membuat Toilet/WC dan menyusun titik
distribusi air.
Ada masalah dengan bahan untuk memasak, tapi ada kayu dengan jarak sekitar 1 km,
dimana perempuan dapat pergi untuk mendapat kayu bakar. Pengungsi membawa
beberapa bahan makanan, tapi sudah habis. Penduduk lokal dan beberapa organisasi dari
Khatulistiwa mencoba membantu dan WFP telah memulai jalur pendistribusian makanan.
Masalah kesehatan di propinsi termasuk malaria, kolera, campak, tbc, HIV, meningitis,
diare, ISPA dan penyakit kulit. Meskipun belum ada survey yang dilakukan, nampaknya
malnutrisi merupakan masalah yang significant. Ada peningkatan kasus trauma karena
banyak orang datang dengan luka dan ada laporan tentang perkosaan , penculikan
perempuan, gadis remaja, anak laki-laki dan perempuan oleh laki-laki bersenjata.
Komplikasi kebidanan umum terjadi dan meskipun angka kematian ibu tidak diketahui, ini
dianggap cukup tinggi.
Ada beberapa pusat kesehatan dan pos kesehatan tersebar di sekitar 3 kabupaten di
propinsi Nagari. Pelatihan untuk pekerja Pelayanan Kesehatan Primer telah dilakukan di
Khatulistiwa beberapa tahun yang lalu, tapi jumlah yang sudah dilatih masih belum
memenuhi kebutuhan. Beberapa dukun bayi mendapat pelatihan sekitar 10 tahun yang
lalu. Beberapa organisasi mulai memberikan layanan kesehatan terbatas untuk pengungsi
(IRC, MSF, Betaland Red Cross, Islamic Relief). Sudah terjadi kekurangan obat dan
supplies yang cukup besar. Transportasi ke daerah ini memungkinkan dengan jalur darat,
kereta dan udara. Semua adalah problematis sekarang ini. Jalan sekitar Taruna terkena
banjir dan akses ke beberapa daerah terputus untuk beberapa hari. .
Tugas anda
Pagi ini pada pertemuan koordinasi antar lembaga anda mendapat informasi seperti di
atas dan diminta untuk mewakili organisasi anda dalam pertemuan koordinasi GBV. Anda
sekarang mengikuti pertemuan dengan focal point dari GBV dari sektor kesehatan dan
sektor lain untuk berdiskusi bagaimana melaksanakan intervensi yang sangat mendasar
untuk mencegah dan merespon kekerasan seksual untuk pengungsi di propinsi Gamma.
Lakukan pertemuan, pakailah tool matrik koordinasi GBV antar lembaga (IASC GBV
coordination matrix)
Matriks intervensi untuk mencegah dan merespon SGBV pada situasi kemanusiaan
dengan
Dan beri tanda informasi yang mana yang sama yang diminta pada kedua formulir
10 menit
2. Review:
Seorang korban perkosaan datang setelah 2 hari pasca kejadian ke klinik medis
dan meminta pengobatan untuk mencegah kehamilan dan AIDS.
Catatan:
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
PESAN PENTING
1. Dengan hati-hati baca dokumentasi yang dibawa oleh korban dan jangan tanyakan lagi
pertanyaan yang sudah dijawab kepada pemberi layanan
3. Dokumentasikan semua temuan secara hari-hati dan detail. Dokumen medis dapat
dipakai sebagai barang bukti di pengadilan.