Anda di halaman 1dari 20

STUDY COMPELTION PROGRAM

RESEARCH TRACK

LAPORAN PRA-RISET
PERANCANGAN FILM DOKUMENTER BATIK KIPAHARE SEBAGAI
MEDIA PENGENALAN BATIK KHAS SUKABUMI.

Oleh :
Shafira Mega Utami (20190060047)

FAKULTAS TEKNIK KOMPUTER DAN DESAIN


PROGRAM STUDI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
UNIVERSITAS NUSA PUTRA
2023
LAPORAN PRA-RISET
PERANCANGAN FILM DOKUMENTER BATIK KIPAHARE SEBAGAI MEDIA
PENGENALAN BATIK KHAS KOTA SUKABUMI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Dalam Menempuh Seminar Pra-Riset pada Jalur Program Riset
di Program Studi Desain Komunikasi Visual

Oleh :
Shafira Mega Utami 20190060047

FAKULTAS TEKNIK KOMPUTER DAN DESAIN


PROGRAM STUDI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
UNIVERSITAS NUSA PUTRA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL: Perancangan Film Dokumenter Batik Kipahare Sebagai Media Pengenalan Batik
Khas Kota Sukabumi.

Disusun oleh: Shafira Mega Utami

Laporan ini telah diseminarkan dihadapan penguji seminar pra-riset pada program riset di
program studi Desain Komunikasi Visual.

Sukabumi, …………………….. 2023

Pembimbing Utama Ketua Penguji

……………………………….
NIDN. ……………………….

Ketua Program Studi

……………………………….
NIDN. ……………………….

iii
ABSTRAK

Kota Sukabumi memiliki sejarah dan budaya yang kaya, yang tercermin dalam bangunan-
bangunan bersejarah dan tradisi-tradisi lokal yang masih dilestarikan hingga saat ini. Budaya
Kota Sukabumi sangat beragam dan kaya, karena daerah ini dihuni oleh berbagai etnis dan
suku bangsa yang memiliki tradisi dan budaya masing-masing. Meskipun memiliki banyak
kebudayaan yang sudah terkenal dan terekspos, tetapi masih ada beberapa kebudayaan yang
belum banyak diketahui orang salah satunya ialah Batik Kipahare. Motif batik Kipahare
biasanya menggunakan gambar-gambar flora dan fauna, seperti daun, bunga, burung, dan
kupu-kupu. Keunikan dari batik Kipahare terletak pada teknik pewarnaannya yang dilakukan
dengan menggunakan bahan-bahan alami. Beberapa bahan alami yang digunakan untuk
pewarnaan batik Kipahare antara lain daun mengkudu untuk warna merah, daun indigo untuk
warna biru, dan kulit kayu jati untuk warna coklat. Keberadaan batik Kipahare masih kurang
populer di masyarakat khususnya Sukabumi, hal ini menggugah penulis untuk merancang
sebuah film dokumenter yang menjelaskan tentang asal usul, ciri khas motif hingga keunikan
yang ada pada batik Kipahare. Perancangan ini dirancang dengan tujuan untuk mengenalkan
asal usul batik Kipahare, ciri khas motif dan keunikan batik Kipahare, serta fungsi sosialnya
kepada masyarakat sekitar yang belum banyak mengenal batik Kipahare. Metode yang akan
dipakai yaitu kualitatif deskriptif, cenderung menggunakan analisis serta menonjolkan proses
dan makna. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan antara lain wawancara, observasi,
studi pustaka, dan studi eksisting. Perancangan ini menghasilkan film dokumenter yang
merupakan salah satu media efektif untuk mengenalkan batik Kipahare kepada masyarakat
Sukabumi hingga seluruh Indonesia. Diharapkan dengan adanya perancangan ini, masyarakat
bisa lebih menghargai dan ikut serta dalam melestarikan kesenian dan budaya tradisional yang
ada di Indonesia.
Kata kunci: Batik Kipahare, Sukabumi, Film Dokumenter

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................... iii


ABSTRAK ............................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Riset ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah Riset .............................................................................................. 3
1.3 Tujuan Riset ................................................................................................................ 3
BAB II LANDASAN RISET .................................................................................................. 4
2.1 Profil Lembaga Tempat Riset ...................................................................................... 4
2.2 Deskripsi Kegiatan Riset ............................................................................................. 5
2.3 Kontribusi Riset........................................................................................................... 5
2.3.1 Terhadap Bidang Keilmuan ................................................................................. 5
2.3.2 Terhadap Lembaga / Bangsa ................................................................................ 5
2.4 Landasan Teori ............................................................................................................ 5
2.4.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................................ 5
2.4.2 Tinjauan Pustaka .................................................................................................. 5
BAB III METODE RISET .................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Riset


Batik adalah hasil karya bangsa Indonesia yang merupakan perpaduan antara seni oleh
leluhur bangsa Indonesia. Batik Indonesia dapat berkembang hingga sampai pada suatu
tingkatan yang tak ada bandingannya baik dalam desain/motif maupun prosesnya. Corak ragam
batik yang mengandung penuh makna dan filosofi akan terus digali dari berbagai adat istiadat
maupun budaya yang berkembang di Indonesia.
Selain itu, Batik merupakan budaya yang telah lama berkembang dan dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Kata batik mempunyai beberapa pengertian. Menurut Hamzuri dalam
bukunya yang berjudul Batik Klasik, pengertian batik merupakan suatu cara untuk memberi
hiasan pada kain dengan cara menutupi bagian-bagian tertentu dengan menggunakan
perintang. Zat perintang yang sering digunakan ialah lilin atau malam. Kain yang sudah
digambar dengan menggunakan malam kemudian diberi warna dengan cara pencelupan.
Setelah itu malam dihilangkan dengan cara merebus kain. Akhirnya dihasilkan sehelai kain
yang disebut batik berupa beragam motif yang mempunyai sifat-sifat khusus.
Di Indonesia terdapat macam-macam batik Nusantara yang setiap daerahnya memiliki
keunikan tersendiri dalam corak dan motif batiknya. Dari sekian banyak motif tersebut,
terdapat 5 (lima) motif batik yang cukup populer yaitu Batik Parang khas Jawa, Batik Simbut
khas Banten, Batik Kawung khas Yogyakarta, Batik Sidomukti khas Solo, dan Batik
Megamendung khas Cirebon.
Motif Batik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, motif adalah corak atau pola.
Motif adalah suatu corak yang di bentuk sedemikian rupa hingga menghasilkan suatu bentuk
yang beraneka ragam. Saat ini Indonesia memiliki beragam jenis batik yang berasal dari
berbagai daerah di seluruh Indonesia salah satunya dari Sukabumi. Meski Sukabumi tidak
dikenal sebagai kota Batik, tapi Sukabumi mempunyai beberapa pengrajin batik yang
memproduksi aneka ragam motif Batik.
Motif Batik khas Sukabumi hingga saat ini semakin beragam karena banyak pengrajin
lebih fokus membuat motif-motif baru. Adapun motif yang ada antara lain: motif penyu,
kujang, kompenian, daun sirih, puzzle, teh, pakujajar, selabintanaan, daun kole, tepi (teh dan
kopi), pala, manggis, gurilaps, bunga lily, pelabuhan ratu, pedesaan, nayor dan lain sebagainya.
Motif-motif tersebut pada umumnya menggambarkan flora dan fauna serta alam dan
lingkungan Sukabumi.
Mengutip hasil dari wawancara pengkarya Batik Kipahare, Tenny Hasyanti bahwa
permasalahan Batik di Kota Sukabumi, kebanyakan masyarakat masih belum paham antara
batik yang asli dan perbedaan batik yang dibuat oleh pabrik. Hal itu karena tidak adanya sejarah
bahwa di Kota Sukabumi dahulu pernah ada pembuat Batik. Selain itu pembuat seni Batik yang
hadir selama ini adalah lahir dari kecintaan seseorang yang ingin membuat motif dari ke khas-
an yang ada di Kota Sukabumi sendiri. Juga faktor lain dari proses dan harga jual yang tidak

1
murah. Begitu juga dari perhatian pemerintah yang dari tahun ke tahun kurang mempromosikan
motif Batik nya yang ada.
Motif Batik khas Sukabumi hingga saat ini semakin beragam karena banyak pengrajin
lebih fokus membuat motif-motif baru. Motif-motif Batik Sukabumi pada umumnya
menggambarkan flora dan fauna serta alam dan lingkungan Sukabumi. Salah satu motif Batik
Sukabumi yang menarik perhatian penulis adalah motif Kipahare. Hal ini karena selain
penciptaannya didasarkan pada keindahan bentuk pohon pakujajar, juga karena pohon tersebut
terkait dengan asal-usul Kota Sukabumi serta sebagai simbol keberadaan kerajaan Pajajaran
(Wahyudi, Narawati, Nugraheni, 2018:134-135; Firmansyah, 2016:38-40). Oleh sebab itu,
keberadaannya motif pakujajar sangat ikonik bagi Kota Sukabumi. Sayangnya eksistensi motif
tersebut kini semakin jarang ditemui di Kota Sukabumi sendiri. Salah satu penyebab dari hal
ini adalah motif pakujajar kurang diminati oleh masyarakat sehingga pembatik jarang yang
memproduksi batik dengan motif tersebut.
Sejauh ini pengetahuan masyarakat mengenai Batik Kipahare masih sangat minim,
terutama di Kota Sukabumi itu sendiri. Penyampaian infotmasi umumnya hanya berupa berita
ataupun liputan dari media dan juga informasi dari mulut ke mulut. Namun diantaranya masih
belum mampu menyampaikan informasi mengenai Batik Kipahare sehingga membawa
masyarakat untuk ingin mengenal dan mengetahui lebih jauh mengenai Batik Kipahare.
Untuk memperkenalkan kepada masyarakat mengenai Batik Kipahare, diperlukan
sebuah media yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat secara riil dan lengkap,
yakni sebuah dokumentasi meliputi penggambaran proses, jenis-jenis dan sejarah pembuatan
Batik Kipahare sebagai Batik khas Sukabumi yang harus dikenal dan dilestarikan. Salah satu
cara penyampaian informasi tersebut adalah dengan menggunakan media film.
Menurut Redi Panuju, film dapat menjadi media pembelajaran yang baik bagi
penontonnya tidak semata menghibur, film juga mampu menyampaikan pesan langsung lewat
gambar, dialog, dan lakon sehingga menjadi medium yang paling efektif untuk menyebarkan
misi, gagasan, dan kampanye, apapun itu. Hal itu disampaikannya dalam acara bedah buku
“Film Sebagai Proses Kreatif” di Wisma Kalimetro (Kamis, 14 November 2019).
Perancangan film documenter ini dimaksudkan untuk memperkenalkan sekaligus
mengetahui eksistensi Batik Kipahare sebagai produk asli kerajinan Batik yang terdapat di
daerah Sukabumi. Dengan pertimbangan tersebut maka penulis memutuskan untuk melakukan
studi penelitian yang akhirnya nanti dapa diwujudkan ke dalam bentuk film dokumenter
mengenai Batik Kipahare yang diharapkan dapat menyampaikan informasi secara lengkap dan
informatif.
Setelah dikaji dari peneliti sebelumnya dengan judul skirpsi yang mengambil tema film
dokumenter, dapat disimpulkan bahwa film dokumenter “Motif Batik Mbakau” telah sesuai
untuk kebutuhan dalam penyampaian informasi dan pesan keapada masyarakat dengan
visualisasi, sinematografi, narasi, dan backsound yang mendukung film dokumenter tersebut,
sehingga perancangan film dokumenter ini dapat digunakan oleh Dinas UMKM Kabupaten
Temanggung dan UMKM Batik Mbakau sebagai media informasi motif Batik Mbakau khas
Temanggung. Film dokumenter Motif Mbakau juga dinilai cukup sesuai untuk kebutuhan
dalam penyampaian informasi dan pesan kepada masyarakat dari segi visualisasi,
sinematografi, narasi, dan backsound yang mendukung film dokumenter tersebut.

2
1.2 Rumusan Masalah Riset
1. Bagaimana merancang sebuah film dokumenter tentang Batik Kipahare khas Kota
Sukabumi yang informatif dan menarik sehingga masyarakat dapat mengetahui
eksistensi Batik Kipahare?
2. Apa saja nilai budaya yang terdapat pada Batik Kipahare khas Kota Sukabumi?
1.3 Tujuan Riset
Tujuan dari riset ini adalah untuk mempromosikan keberlanjutan budaya Batik
Kipahare dengan memperlihatkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan pentingnya
melestarikannya bagi generasi mendatang. Secara rinci tujuan riset ini dirumuskan sebagai
berikut:
1. Mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang sejarah, budaya, dan nilai-
nilai yang terkandung dalam Batik Kipahare di Kota Sukabumi. Hal ini dilakukan
melalui penelitian literatur, wawancara dengan pengrajin, serta pengamatan
langsung terhadap proses pembuatan Batik Kipahare.
2. Membuat konsep cerita yang kuat dan menarik untuk disajikan dalam film
dokumenter. Konsep cerita ini harus mampu memperkenalkan keunikan dan
keindahan Batik Kipahare.
3. Menghasilkan film dokumenter yang berkualitas dengan pengambilan gambar yang
baik, editing yang tepat, serta penambahan elemen musik dan suara yang sesuai.
Film dokumenter ini harus mampu memberikan pengalaman visual dan auditif yang
memukau bagi audiens, serta mampu menginspirasi dan meningkatkan kesadaran
tentang pentingnya informasi dan melestarikan budaya Batik Kipahare di Kota
Sukabumi.

3
BAB II
LANDASAN RISET

2.1 Profil Lembaga Tempat Riset


Batik Pakujajar (kipahare) yaitu batik dengan motif tanaman pakujajar. Pakujajar
merupakan tumbuhan jenis paku (pakis-pakisan) atau biasa disebut juga kipahare. Saat
daunnya msih muda atau pucuk hampir persis dengan tanaman suji, sehingga kerap disebut suji
domas. Meski demikian, saat sudah menua justru mirip dengan tanaman hanjuang sehingga
disebut hanjuang siyang. Tanaman kipahare juga menjadi tanda yang disebut tetenger untuk
sesuatu yang disakralkan atau penting, misalnya wilayah Pajajaran Tengah yang meliputi
Sukabumi dan Bogor, sekarang ditandai dengan banyaknya tanaman kipahare yang tinggi dan
besar.
Motif Batik Kipahare bermula dari Tenny Hasyanti seorang pembatik yang ditugaskan
oleh walikota Sukabumi periode 2003-2013 H.Mokh.Muslikh Abdussyukur S.H.,M.Si untuk
membuat motif batik khas Kota Sukabumi. Tanaman Kipahare menjadi salah satu inspirasi
Tenny untuk membuat motif batik khas Kota Sukabumi karena Kipahare mempunyai nilai
budaya dari historis asal muasal tanaman tersebut. Pada masa kepemimpinan belanda 1926-
1934 Kota Sukabumi dipenuhi dengan tanaman kipahare, letak persisnya di wilayah Gunung
Parang Cikole. Saat itu kipahare banyak sekali dijadikan tanaman hias disepanjang kota juga
seringkali dibutuhkan untuk pakan hewan. Dari situlah inspirasi tanaman kipahare dijadikan
motif batik sebagai bentuk icon Kota Sukabumi. (wawancara 9 Juli 2023, diijinkan dikutip).

Gambar 1.1 Batik Kipahare


Sumber : Data Pribadi

4
2.2 Deskripsi Kegiatan Riset
Kegiatan riset batik Kipahare ini merupakan bagian dari upaya untuk mendalami dan
menggali lebih dalam tentang warisan budaya di Kota Sukabumi. Riset ini mencakup beberapa
tahapan, di antaranya adalah wawancara dengan narasumber, dan studi lapangan untuk
mengamati secara langsung. Hasil riset ini akan disusun dalam sebuah yang akan menjadi
sumber penting bagi pelestarian dan pengembangan lebih lanjut dari batik Kipahare ini di Kota
Sukabumi dan masyarakat luas.
2.3 Kontribusi Riset
2.3.1 Terhadap Bidang Keilmuan
Riset perancangan film dokumenter tentang batik Kipahare memiliki kontribusi
yang signifikan terhadap bidang keilmuan desain komunikasi visual dengan
memberikan wawasan mendalam tentang penggunaan elemen-elemen visual dan
naratif yang efektif dalam merancang konten visual yang informatif dan memikat dalam
konteks kebudayaan dan seni batik.
2.3.2 Terhadap Lembaga / Bangsa
Kontribusi riset perancangan film dokumenter tentang batik Kipahare terhadap
lembaga dan bangsa adalah memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-
nilai budaya dan warisan tradisional, yang dapat memperkuat identitas dan kesatuan
budaya lembaga dan bangsa, serta berpotensi untuk meningkatkan kesadaran akan
kekayaan budaya Sukabumi di Indonesia.
2.4 Landasan Teori
2.4.1 Penelitian Terdahulu
“Perancangan Film Dokumenter Batik Druju Sebagai Media Pengenalan Khas
Malang” disusun oleh Hindam Basith Rafiqi pada tahun 2019. Menggunakan metode
pendekatan kualitatif, dan observasi atau riset. Terdapat unsur estetika yang muncul
karena topik yang diangkat adalah salah satu bentuk kebudayaan. Tujuan penelitiannya
ialah untuk mengenalkan asal-usul batik Druju.
“Perancangan Film Dokumenter Sebagai Media Promosi Wisata Pasar
Tradisional Surakarta ‘Pasarku Budayaku’” disusun oleh Yohanes Prima Kusuma Putra
pada tahun 2013. Menggunakan pendekatan cinema verite yakni tidak semata-mata
melakukan observasi dan bersimpati namun juga provokasi. Penelitiannya
menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan penelitiannya untuk
menyajikan karya videografi sebagai sarana informasi dan promosi.
2.4.2 Tinjauan Pustaka
A. Film
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia film memiliki arti sebagai selaput tipis
yang terbuat dari seluloid yang berfungsi sebagai tempat gambar negatif (yang akan
dibuat potret) maupun gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop). Selain itu,
film juga diartikan sebagai lakon (cerita) gambar hidup (KBBI, 1990). Sebagai bagian

5
dari industri, film juga memiliki arti sebagai sesuatu bagian dari produksi ekonomi di
suatu masyarakat dan film mesti dipandang dalam hubungannya dengan produk-produk
lainnya. Film juga termasuk bagian dari komunikasi yang merupakan bagian terpenting
dari sebuah sistem yang digunakan oleh individu maupun kelompok yang berfungsi
untuk mengirim dan menerima pesan. (Ibrahim, 2011).
Secara harfiah film adalah cinematographie. Cinematographie berasal dari kata
cinema yang memiliki arti “gerak”. Tho atau phytos yang memiliki arti (cahaya). Oleh
karena itu, film juga dapat diartikan sebagai melukis sebuah gerak dengan
memanfaatkan cahaya. Selanjutnya, film juga memiliki arti sebagai dokumen sosial dan
budaya yang membantu mengkomunikasikan zaman ketika film itu dibuat bahkan
sekalipun ia tak pernah dimaksudkan untuk itu (Ibrahim,2011). Javadalasta (2011) juga
menyatakan bahwa film merupakan rangkaian dari gambar yang bergerak dan
membentuk suatu cerita yang dikenal dengan sebutan movie atau video. Film sebagai
media audio visual yang terdiri dari potongan gambar yang disatukan menjadi kesatuan
utuh, dan memiliki kemampuan dalam menyampaikan pesan yang terkandung di
dalamnya dalam bentuk media visual. Pada film “Lamaran” terlihat dengan jelas bahwa
sutradara mengonstruksi sebuah realita sosial budaya yang ada di Indonesia. Realita
sosial budaya tersebut dikemas dengan sebaik mungkin agar film “Lamaran” mampu
berkomunikasi dengan penonton tanpa ada batas.
B. Jenis-Jenis Film
Film menurut Heru Effendy, saat ini film terbagi dalam berbagai jenis yaitu:
1. Dokumenter (Documentery)
Dokumenter merupakan sebuatan yang diberikan untuk film pertama karya
Lumiere bersaudara yang berkisah tentang kehidupan pekerja di pabrik mereka.
Kritikus film asal Inggris Jhon Grierson berpendapat dokumenter merupakan cara
kreatif mempresentasikan realitas. Film dokumenter menyajikan realitas melalui
berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan, film dokumenter tak pernah
lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang atau
kelompok tertentu. Seiring berjalannya waktu, muncul berbagai aliran film dokumenter
misalnya dokudrama (docudrama).
2. Film Cerita Pendek (Short Film)
Durasi film cerita pendek biasanya dibawah 60 menit. Dibanyak negara seperti
Jerman, Kanada, Australia, Amerika Serikat, film cerita pendek dijadikan laboratorium
batu loncatan bagi seseorang atau kelompok orang yang kemudian memproduksi film
cerita panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau
orang atau kelompo yang menyukai film dan ingin berlatih membuat film dengan baik.
3. Film Cerita Panjang (Feature Length Films)
Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90-100 menit. Film
yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini. Beberapa film bahkan
berdurasi lebih dari 120 menit.

6
4. Film-Film Jenis Lain :
a. Profil Perusahaan (Corporate Profile)
Film ini diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu berkaitan dengan
kegiatan yang mereka lakukan.
b. Iklan Televisi (TV Commercial)
Film ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi, baik tentang
produk (iklan produk) maupun layanan masyarakat (iklan layanan
masyarakat atau public service announcement). Iklan produk biasanya
menampilkan produk yang di iklankan secara eksplisit. Artinya ada stimulus
audio-visual yang jelas tentang produk tersebut. Sedangkan iklan layanan
masyarakat menginformasikan kepedulian 7 produsen suatu produk
terhadap fenomena sosial yang diangkat sebagai topik iklan tersebut.
c. Program Televisi (TV Programer)
Program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa televisi. Secara umum,
program televisi dibagi menjadi dua jenis yaitu cerita dan non cerita. Jenis
cerita terbagi menjadi dua kelompok yakni kelompok fiksi dan non fiksi.
Kelompok non fiksi menggarap aneka program pendidikan, film
dokumenter atau profil toko dari daerah tertentu. Sedamhlam program non
cerita sendiri menggarap variety show, tv quiz, talkshow dan liputan atau
berita.
d. Music Video
Video klip adalah saranan bagi produser music untuk memasarkan
produknya lewat medium televisi. Dipopulerkan pertama kali lewat saluran
televisi MTV tahun 1981. Di Indonesia, video klip berkembang sebagai
bisnis yang menggiurkan seiring dengan pertumbuhan televisi swasta.
Akhirnya video klip tumbuh sebagai aliran dan industri tersendiri.
C. Unsur-Unsur Dalam Film
Di dalam film terdapat dua unsur yaitu unsur sinematik dan unsur naratif. Dari
kedua unsur tersebut keduanya saling berkesinambungan dan saling berinteraksi antara
satu dengan lainnya dalam membentuk sebuah film. Karena keduanya saling
berkesinambungan dan saling berinteraksi maka jika hanya memakai salah satu unsur
saja tidak akan dapat membentuk sebuah film. Unsur sinematik dalam film ialah aspek
dari teknis dalam pembentukan sebuah film sedangkan unsur naratif ialah perlakuan
terhadap suatu cerita di dalam film. (Himawan, 2008).
1. Unsur Sinematik
Unsur sinematik ialah unsur membantu ide cerita dalam produksi sebuah film.
Hal ini dikarenakan unsur sinematik adalah aspek teknis dalam produksi sebuah film.
Di dalam unsur sinematik terdapat empat elemen yaitu :
a. Sinematografi, yaitu hubungan kamera dengan objek gambar yang akan di
ambil.
b. Mise-en-scene, merupakan mata dari sebuah kamera. Dalam mise-en-scene
terdapat unsur berupa tata cahaya, setting, make up, kostum, acting (pergerakan
pemain).

7
c. Suara, merupakan segala hal yang mampu ditangkap dalam kamera
menggunakan indera pendengar kita.
d. Editting, adalah proses pemberian efek dan penyatuan suatu video atau gambar.

2. Unsur Naratif
Unsur naratif yaitu hubungan antar segi tema atau cerita yang terdapat dalam
sebuah film. Dalam unsur naratif meliputi beberapa bagian sebagai berikut :
a. Konflik atau permasalahan, dalam cerita sebuah film terdapat suatu
permasalahan atau konflik di dalamnya bertujuan untuk menghambat tujuan
dari pemeran protagonis. Hambatan ini biasanya dilakukan oleh pemeran
antagonis dalam film. Dari permasalah tersebut munculah konflik antara
pemeran protagonist dan pemeran antagonis.
b. Tokoh atau pemeran, dalam film terdapat dua peranan penting di dalamnya yaitu
tokoh dengan pemeran protagonis dan tokoh pemeran antagonis. Biasanya
pemeran utama dalam film ialah protagonis dan pemeran pendukung ialah
antagonis untuk menimbulkan suatu permasalahan atau konflik.
c. Lokasi atau ruang, lokasi atau latar cerita sangat penting dalam pembuatan suatu
film karena hal ini mendukung adanya suatu penghayatan dalam sebuah alur
cerita di film tersebut.
d. Tujuan, dalam alur cerita perfilman pasti pemeran utama memiliki sebuah
pencapaian atau tujuan.
e. Waktu, dalam film pentingnya menempatkan waktu untuk dapat membangun
cerita yang berkesinambungan.

D. Pengertian Film Dokumenter


Himawan Pratista dalam buku “Memahami Film” menerangkan film
dokumenter adalah film yang berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan
lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian
namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau otentik (Pratista,
2008;4).
Intinya, film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal yang senyata mungkin.
Kunci utama dari film dokumenter adalah penyajian fakta. Film dokumenter
berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa dan lokasi yang nyata. Film
dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa
yang sungguh-sungguh terjadi atau otentik. Tidak seperti film fiksi, film dokumenter
tidak memiliki plot namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau
argumen dari sineasnya. Film dokumenter juga tidak memiliki tokoh protagonis dan
antagonis, konflik serta penyelesaian seperti halnya film fiksi. Struktur bertutur film
dokumenter umumnya sederhana dengan tujuan agar memudahkan penonton untuk

8
memahami dan mempercayai fakta-fakta yang disajikan. Contohnya adalah Nanook of
the North (1919) yang dianggap sebagai salah satu film dokumenter tertua. Film ini
dengan sederhana menggambarkan keseharian warga suku Eskimo di Kutub Utara.
Film dokumenter dapat digunakan untuk berbagai macam maksud dan tujuan seperti
informasi atau berita, biografi, pengetahuan, pendidikan, sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya.
Dalam menyajikan faktanya, film dokumenter dapat menggunakan beberapa
metode. Film dokumenter dapat merekam langsung pada saat peristiwa tersebut benar-
benar terjadi. Produksi film dokumenter jenis ini dapat dibuat dalam waktu yang
singkat, hingga berbulan-bulan. Film dokumenter juga dapat merekrontuksi ulang
sebuah peristiwa yang pernah terjadi. Film dokumenter memiliki beberapa karakter
teknis yang khas yang tujuan utamanya untuk mendapatkan kemudahan, kecepatan,
fleksibilitas, efektifitas, serta otentisnya peristiwa yang akan direkam. Umumnya film
dokumenter memiliki bentuk sederhana dan jarang sekali menggunakan efek visual.
Jenis kamera umumnya ringan (kamera tangan) serta menggunakan lensa zoom, stok
film cepat (sensitif cahaya), serta perekam suara portable (mudah dibawa) sehingga
kemungkinan untuk pengambilan gambar dengan kru minim dua orang. Efek suara
serta ilustrasi musik juga jarang digunakan. Dalam memberikan informasi pada
penontonnya sering menggunakan narator untuk membawakan narasi atau dapat pula
menggunakan metode interview (wawancara).
Beberapa hal yang membedakan film dokumenter dengan film fiksi, yaitu
subjek, dimana film dokumenter memfokuskan lebih sekedar kondisi manusia.
Perbedaan yang kedua dilihat dari segi tujuan, sudut pandang, dan pendekatannya.
Dalam film dokumenter, pembuat film adalah subyek dari film yang berusaha merekam
fenomena sosial dan budaya, untuk memberikan informasi kepada publik tentang apa
yang sebenarnya terjadi. Perbedaan ketiga adalah dari bentuk, dimana dalam film
dokumenter yang ditampilkan bisa saja sesuatu yang sebelumnya tidak direncanakan
atau sesuatu yang muncul secara spontan. Ke empat, teknik dan metode produksi film
dokumenter yang tidak menggunakan aktor, tetapi menggunakan real people atau
playthemeselves dari orang yang ditampilkan dalam film dokumenter.
Beberapa jenis pendekatan dan cara penyajian dalam film dokumenter yang
berkaitan erat dengan gaya pencitraan, antata lain:
1. Narasi
Sesuai namanya, cara penyajian ini dilakukan secara naratif, dengan melalui
penceritaan tentang apa yang diangkat dalam film dokumenter.
2. Recreations
Cara penyajian ini dilakukan dengan melakukan reka ulang atas peristiwa yang
diangkat dalam film dokumenter. Cara penyajian ini membutuhkan naskah yang
detil didasarkan pada riset yang komprehesif sehingga apa yang di reka ulang tidak
berbeda denga napa yang sebenarnya terjadi.
3. Wawancara
Cara penyajian ini sesuai dengan namanya, dilakukan dengan wawancara terhadap
subyek yang dipilih oleh filmmaker sesuai dengan tujuan produksi film dokumenter.
4. Arsip Foto

9
Film dokumenter ini menampilkan gabungan dari berbagai arsip foto yang
kemudian membangun jalinan cerita. Jadi tidak semata-mata slide show saja,
namun juga harus diperhatikan unsur kontiniti sehingga rangkaian foto tersebut bisa
berbicara pada penonton.

E. Jenis Film Dokumenter


Secara umum, film dokumenter digolongkan menjadi 6 kategori yaitu:
1. Poeti
Dokumenter jenis ini menekankan asosiasi visual, kualitas tonal atau ritmis, dan
deskriptif. Menolak teks dan narasi untuk menerangkan atau menjelaskan adegan. Alur
cerita dibangun hanya berdasarkan gambar atau adegan yang dibuat secara puitis dan
indah. Editing menjadi kunci penting dalam prosesnya.
2. Expository
Dokumenter jenis ini tergolong yang konvensional, sering digunakan dalam
produksi dokumenter televisi. Film ini lebih menekankan pada 10 narasi dan
argumentasi logis. Narasi menjadi penting sebagai benang merah cerita, sedangkan
narator adalah penutur tunggal, sering dijuluki sebagai voice of god.
3. Observational
Dokumenter jenis ini menekankan keterlibatan langsung dengan kehidupan
subyek yang diamati dan menolak menggunakan narator. Fokusnya pada dialog antar
subyek untuk membangun cerita dan dramatik. Sutradara berfungsi sebagai pengamat
atau observatory.
4. Participatory
Dokumenter jenis ini menekankan interaksi antara pembuat film dan
subyeknya. Sutradara berperan aktif dalam film, bukan sebagai observatory tetapi
menjadi partisipan. Interaksi dan komunikasi sutradara dan subyeknya ditampilkan
dalam film (inframe). Biasanya tidak hanya menapilkan adegan wawancara, namun
sekaligus memperlihatkan bagaimana wawancara itu dilakukan.
5. Reflexive
Dokumenter jenis ini menekankan pada asumsi dan konvensi pembuat film
dokumenter. Sutradara mencoba menggugah kesadaran penonton tentang konstruksi
realitas pembuatan film itu sendiri. Penentuan proses pembuatan syuting film menjadi
fokus utama, ketimbang menampilkan keberadaan subjek atau karakter dalam film.
6. Performative
Dokumenter jenis ini menekankan pada aspek subyektif atau ekspresif sutradara
terhadap keterlibatan subyek dan respon penonton. Alur cerita atau plot lebih
diperhatikan sehingga jenis ini cenderung mendekati film fiksi, karena lebih
menonjolkan kemasan yang semenarik mungkin. Gaya dokumenter seperti ini juga
sering disebut sebagai semi-dokumenter.

10
F. Sejarah Singkat Film Dokumenter
Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama kaya Lumiere
Bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun
1890-an. Tiga puluh enam tahun kemudian, kata dokumenter kembali digunakan oleh
pembuat film dan kritikus film asal Inggris John Grierson untuk film Moana (1962)
karya Robert Flaherty. Grierson berpendapat bahwa dokumenter merupakan cara
kreatif mempresentasikan realitas. Sekalipun Grierson mendapat tentangan dari
berbagai pihak, pendapatnya tetap relevan hingga saat ini. Film dokumenter
menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai tujuan. Film
dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan dan
propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.

G. Sinematografi
Sinematografi sebuah kata yang berasal dari Bahasa Inggris yaitu
Cinematography yang artinya kinema. Sinematografi sebagai sebuah ilmu penerapan
merupakan sebuah ilmu yang menjelaskan tentang teknik pengambilan gambar serta
mengkombinasikan cuplikan tersebut hingga menjadi sebuah rangkaian cuplikan yang
bisa menyalurkan ide sinematografi mempunyai obyek yang kesamaan dengan ilmu
fotografi yaitu mengambil pantulan cahaya pada obyek. Perbedaan ide pada
photography menggunakan gambar tunggal, sedangkan pada cinematography
menggunakan beberapa rangkaian cuplikan. Oleh karena itu cinematography
merupakan kombinasi antara photography dengan teknik penggabungan cuplikan atau
apabila dalam ilmu cinematography dikenal dengan istilah montage (montase).
(Kardewa & Siahaan, 2017).
Menurut Wiratns & Lakoro (2017), untuk dapat memproduksi sebuah film
dokumenter harus melalui 3 tahap penelitian yakni:
1. Pra-produksi
Pra-produksi merupakan langkah-langkah yang berhubungan dengan tahap
persiapan dalam pembuatan sebuah video atau film atau sebelum melakukan produksi
video atau film. Dalam pra-produksi terdapat beberapa tahapan yang biasanya
dilakukan oleh film maker atau sebuah production house. Dua tahap ini adalah tahapan
kelanjutan dari tahapan pra-produksi, dalam tahapan ini konsep yang dirancang
terfokus pada tahapan pra-produksi yang telah di rencanakan ataupun di susun. Adapun
kegiatan pada tahapan ini yakni pengambilan cuplikan secara dari semua, dimulai dari
awal hingga akhir berdasarkan dengan storyboard yang dirancang.
2. Produksi
Mengatur tata letak atau tata ruang sesuai dengan storyboard yang nantinya
digunakan sebagai latar belakang peristiwa sehingga mendukung alur cerita yang
digunakan. Setelah semua tertata dengan rapi mulai dari, tata ruang, kostum, tata rias
pemeran, dan pencahayaan, selanjutnya adalah pengambilan gambar yang disesuaikan
dengan storyboard yang telah dibuat.

11
3. Pasca Produksi
Tahapan pasca produksi secara umum adalah proses editing yang didalamnya
termasuk penggabungan source video dan gambar sampai penambahan elemen-elemen
lain seperti visual effect dan music effect. Setelah video atau film selesai di produksi,
video atau film siap ditampilkan kepada masyarakat untuk melihat respon dan
tanggapan serta feedback dari masyarakat yang telah menonton video atau film yang
selesai di produksi.
Ada beberapa cara yang digunakan dalam pengambilan gambar diantaranya:
1. Teknik head and shoulders
Semua penonton dibawa agar dapat ikut merasakan denga napa yang dapat
dilihat dari sisi sebelah bagian kepala dan juga pundak (bahu) tokoh. Teknik ini dikenal
juga sebagai teknik Over The Shoulder Shot (OS) yaitu pengambilan sebuah gambar
untuk mengambil sebuah gambar melalui pundak aktor lainnya.
2. Long shot
Dalam long shot adalah sebuah bidikan camera yang jauh, pandangan ini penuh
dari adegan yang dapat memberi kesan efek yang luas. Dalam teknik long shot
digunakan untuk perkenalan terhadap lingkungan sekitar ataupun setting dalam sebuah
scene.
3. Frog eye
Frog eye adalah sudut suatu pengambilan gambar yang ditangkap sejajar dengan
sebuah permukaan dari tempat objek berdiri, seolah memperlihatkan objek-objek
menjadi sangat besar.
4. Eye level / normal angle
Eye level / normal angle merupakan suatu pengambilan gambar atau pandangan
dengan sudut eye level hendak untuk menunjukkan bahwa setara kedudukan subjek dan
penonton sama sejajar.
5. Low angle
Low angle adalah teknik pengambilan atau penangkapan gambar dari posisi
kamera yang lebih rendah dengan subjek mata.
6. Still camera
Still camera adalah teknik dengan pengambilan gambar posisi kamera diam dan
tidak bergerak, yang dapat menghasilkan setara kedataran suasana dan adegan yang
sedang mengalir.
7. Hot move: fear of high-looking downward
Merupakan teknik yang membuat penonton untuk membawa ikut merasa
tentang kesan ataupun sensasi seolah-olah tempat dari kedudukan tempat tinggi.

12
8. Panning
Panning adalah membidik dengan satu sisi ke sisi lain dan diakhiri dengan
bidikan statis. Dalam teknik pan:hand-off:end on dan juga switch menghasilkan kesan
dengan hidup terhadap sebuah objek bergerak.
9. Tracking
Tracking adalah menggerakan sebuah pandangan kamera setara dengan posisi
badan dan kamera turut mengikuti juga Gerakan sebuah objek. Dalam teknik moving
shot track kamera akan diikutkan bergerak hingga penonton akan ikut dapat merasakan
pergerakan dalam adegan.

H. Film Sebagai Media Informasi


Menurut Effendy (dalam Rizal, 2014) tujuan khalayak umum menonton film
adalah untuk memperoleh hiburan. Namun, selain itu di dalam film pun dapat
terkandung fungsi informatif maupun edukatif atau bahkan persuasif. Hal ini sejalan
dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979 yang mengatakan bahwa selain
sebagai media hiburan, film dapat digunakan sebagai media pendidikan untuk
pembinaan generasi muda dalam membangun karakter.

I. Aspek Audio
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (Tim Penyusun, 2007:
76), audio merupakan alat peraga yang bersifat dapat didengar. Daryanto (2010: 37),
audio berasal dari kata audible, yang artinya suaranya dapat diperdengarkan secara
wajar oleh telinga manusia. Audio merupakan salah satu jenis bahan ajar noncetak yang
di dalamnya mengandung suatu sistem yang menggunakan sinyal audio secara
langsung, yang dapat dimainkan atau diperdengarkan oleh pendidik kepada peserta
didiknya guna membantu mereka dalam menguasai kompetensi tertentu (Andi
Prastowo, 2011: 264). Menurut Arief S. Sadiman, dkk. (2009: 49), media audio adalah
media untuk menyampaikan pesan yang akan disampaikan dalam bentuk lambang-
lambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata atau bahasa lisan) maupun non verbal.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa media audio adalah salah satu bentuk
perantara atau pengantar noncetak yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan.

13
BAB III
METODE RISET

Penelitian untuk membuat film dokumenter ini menggunakan pendekatan kualitatif,


yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis, dengan tidak melakukan kontrol,
rekayasa atau manipulasi dalam penelitian. Metode deskriptif berguna untuk mendapatkan
variasi permasalahan sumber yang akan atau sedang diteliti.
Penelitian kualitatif menekankan pada pencarian makna, dalam hal ini bagaimana
informan memandang sesuatu dari perspektifnya, pikirannya, dan perasaannya itulah yang
harus diperhatikan. Informasi tersebut disebut informasi emic, informasi yang diperoleh dari
informan kemudian diolah, ditafsirkan, dianalisis menurut metode, teori, teknik dan pandangan
peneliti. Hasil penelitian yang berupa laporan, skripsi, thesis, ataupun disertai yang dihasilkan
adalah hasil pemikiran penelitian ini yang disebut dengan informasi etic (Djuniwarti, 2011:40)
Menurut Nazir (1998) metode penelitian deskriptif merupakan suatu metode dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah
untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir,
1998:63).
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dari hasil data yang telah diperoleh dilapangan
melalui obsevarsi, wawancara, dan dokumen kemudian data tersebut diolah melalui metode
deskriptif. Bahwa proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari
beberapa sumber (obsevarsi atau pengamatan, wawancara, dan dokumentasi) kemudian
dilakukan reduksi data dengan melakukan abstraksi yakni membuat rangkuman yang inti,
proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalam konteks
tersebut. Langkah selanjutnya adalah menyusun kedalam satuan-satuan, satuan-satuan tersebut
kemudian dikategorisasikan sambil melakukan loading. Kemudian langkah terakhir
mengadakan pemeriksaan keabsahan data.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ghanefiani, Shafanissa. (2022). Pengembangan Batik Sukabumi Motif Pakujajar Dan


Aplikasi Bordir Pada Ready To Wear Deluxe. Skripsi, Institut Seni Budaya Indonesia
Bandung. http://perpustakaan.isbi.ac.id/
Suhartanti, Cornita. (2014). Penciptaan Batik Penyu Ngapung Karya Tenny Hasyani
Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. S1 thesis, Universitas Negeri Yogyakarta.
https://eprints.uny.ac.id/
Nugroho, Fajar. (2007). Langkah-Langkah Membuat Film Dokumenter. Yogyakarta.
Yogyakarta: Indonesia Cerdas.
Al-Malaky, Ekky. (2004). Komunikasi Massa Jakarta. Jakarta: Mizan.
Mizan, A., & Kusriyanto. (2011). Keeksotisan Batik Jawa Timur. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Ayawaila, Gerzon R. (2008). Dokumenter: Dari Ide sampai Produksi. Jakarta: FFTV-IKJ
Pres.

15

Anda mungkin juga menyukai