Anda di halaman 1dari 2

PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Rabb Semesta Alam Allah SWT yang te-
lah memberikan karunia kepada Tangerang sebagai kota yang
berakhlakul karimah. Selawat dan salam kepada junjungan mu-
lia, Nabi Muhammad SAW yang hingga sekarang risalah-Nya masih
tertanam kuat di kota ini.
Sejarah bukan semata-mata rangkaian fakta belaka, melainkan juga
cerita. Cerita yang dimaksud adalah penghubungan antara kenyataan
yang sudah menjadi kenyataan peristiwa dengan suatu pengartian bu-
lat dalam jiwa manusia atau pemberian tafsiran /interpretasi kepada
kejadian tersebut (R. Moh. Ali, 2005: 37). Dengan kata lain, penulisan
sejarah merupakan representasi kesadaran penulis sejarah dalam ma-
sanya. Secara umum dalam metode sejarah, penulisan sejarah (histori-
ografi) merupakan langkah akhir dari beberapa fase yang biasanya ha-
rus dilakukan oleh peneliti sejarah. Penulisan sejarah (historiografi)
merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil peneli-
tian sejarah yang telah dilakukan (Sartono Kartodirdjo, 1982: XIV).
Kini, perjalanan Kota Tangerang telah memasuki usia yang ke-24.
Kendati usia kotanya masih muda, tetapi sejarah panjang telah dila-
lui oleh Tangerang, mulai daerah inlander (pribumi), kabupaten, kota
administrarif (kotif), hingga menjadi kota. Pergulatan zaman telah
menjadikan Tangerang sebagai kota yang majemuk. Majemuk dari
segi agama, suku bangsa, ras, budaya, arsitektur, hingga kuliner. Ke-
majemukan Kota Tangerang menjadi saksi terhadap perkembangan
sejarahnya.
Penelusuran sejarah Tangerang telah dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang bekerja sama dengan Lemba-
ga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas
Islam Syekh-Yusuf (Unis) Tangerang. Menurut kajian buku "Sejarah
Kabupaten Tangerang" yang diterbitkan oleh Pemkab Tangerang, di-

Kota Tangerang | 5

ketahui bahwa Tangerang berlokasi di bagian barat Sungai Cisadane


(Kampung Grendeng atau tepatnya di ujung jalan Otto Iskandar Dina-
ta sekarang). Tugu tersebut dibangun oleh Pangeran Soegiri, salah satu
putra Sultan Ageng Tirtayasa.
Penulisan sejarah tentang Kota Tangerang juga pernah dilakukan
oleh Wahidin Halim. Melalui bukunya, pada 2005 Wahidin memapar-
kan ziarah budaya Kota Tangerang menuju masyarakat berperadaban
akhlakul karimah. Hal ini menjadi penting sebagai bentuk apresiasi
terhadap masa lalu, agar generasi selanjutnya dapat belajar dari apa
yang sudah dilakukan oleh pendahulunya.
Penulisan sejarah merupakan bentuk dan proses pengisahan atas
peristiwa-peristiwa masa lalu umat manusia. Pengisahan sejarah itu
jelas sebagai suatu kenyataan subjektif, karena setiap orang atau setiap
generasi dapat mengarahkan sudut pandangnya terhadap apa yang te-
lah terjadi itu dengan berbagai interpretasi yang erat kaitannya dengan
sikap hidup, pendekatan, atau orientasinya. Oleh karena itu, perbeda-
an pandangan terhadap peristiwa-peristiwa masa lampau, yang pada
dasarnya adalah objektif dan absolut, pada gilirannya akan menjadi
suatu kenyataan yang relatif (Dudung :2007:16).
Menurut T. Bachtiar (2007), di mana pun, ada dua hal yang melekat
dengan kelahiran manusia. Pertama adalah nama diri yang diberikan
dan tempat lahir yang melekat pada nama diri itu. Dengan nama diri
itulah sesungguhnya mulai terjalin komunikasi antara dua generasi.
Kedua, nama itu akan melekat terus sampai individu meninggal dan
dipakai untuk identitas diri, tertulis dalam berbagai kartu identitas,
atau keduanya disatukan menjadi nama diri, seperti Nawawi Al Banta-
ni, Salman Al Parisi, dan sebagainya. Begitu pula nama geografi seper-
ti nama sungai, bukit, gunung, lembah, pulau, teluk, laut, selat, desa/
kampung, dan sebagainya bertujuan untuk memberikan acuan serta
untuk sarana komunikasi sesama anggota masyarakat. Nama tempat
pun mencerminkan perjalanan hidup penghuninya dan perjalanan se-
jarah tempat itu sendiri.
Oleh karena itu, penulis mencoba menyusun perjalanan sejarah

6 | Melacak Asal Muasal Kampung

Kota Tangerang dalam perspektif yang berbeda, yaitu melalui pene-


lusuran sejarah lisan tentang muasal nama kampung-kampung yang
ada di Kota Tangerang. Dari para 'orang tua, kita akan mengetahui dari
mana nama kampung terbentuk dan kejadian apa yang melandasi. De-
ngan begitu, kita tidak melupakan dari mana kampung kita berasal.
Terima kasih untuk para tokoh masyarakat, ulama, dan orang tua
di 13 kecamatan yang telah memberikan informasi dan sejarah kam-
pungnya. Tanpa pengetahuan dan ingatan mereka yang kuat, mungkin
cerita-cerita tentang kampungnya akan hilang bersama zaman. Penu-
turan mereka ternyata menyimpan banyak kisah yang turut berkontri-
busi bagi sejarah kota budaya, Kota Tangerang.
Kiranya tulisan ini akan membawa warna dan pemahaman baru
akan kota yang kita cintai. Saran dan kritik sangat diperlukan untuk
perbaikan tulisan ini agar nantinya hal-hal yang "terlewat" dapat dica-
tat dalam tulisan selanjutnya.

Tangerang, Februari 2018

Penulis

Kota Tangerang | 7

Dipersembahkan untuk seluruh warga


Kota Tangerang yang telah membangun
kotanya dengan segenap jiwa dan tenaga,
agar kisah masa lalu bisa tercatat, kiranya
sejarah tetap melekat.

Kota Tangerang | 13

Anda mungkin juga menyukai