Anda di halaman 1dari 16

Sketsa Hikayat Kota Tangerang

(Mula Jadi Kota Tangerang)


oleh
Ms. Abdel Hanan dan Raden Haji Anwar Yasin

Penanggung Jawab:
Kepala Bagian Humas dan Protokol
Pemerintah Kota Tangerang

Penulis:

Ms. Abdel Hanan dan Raden Haji Anwar Yasin

Editor:
Tim Humas Pemerintah Kota Tangerang

Desain dan Tata Letak:


Tim Humas Pemerintah Kota Tangerang
Tim Matair Rumah Kreatif

Cetakan Pertama, 2018

Diterbitkan oleh:
Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kota Tangerang
Gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang
Jalan Satria Sudirman No. 1, Kota Tangerang

Konsultan Penerbitan:
PT Matair Rumah Kreatif
Gedung Tempo Lt. III
Jalan Palmerah Barat 8
Grogol Utara, Kebayoran Lama
Jakarta Selatan 12210

Isi di luar tanggung jawab percetakan


Prakata

Sesuai dengan harapan masyarakat setempat khususnya dan Indonesia pada umumnya, maka engan
ini lahirlah buku cergam yang berjudul "Mula Jadi Kota Tangerang", suatu percikan sejarah setempat
yang diangkat dari Papakem Lengkong Sumedang (tersusun dalam bahasa Sunda khas Parahiyang) dan
digubah serta dilengkapi oleh catatan-catatan lain yang ada hubungannya dengan cerita itu.

Khusus mengenai Papakem Lengkong Sumedang itu, pada pertengahan tahun 1975 pernah beredar
dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia di daerah Kota Tangerang dalam bentuk stensilan tapi jumlah
lembarnya amat terbatas sekali, sehingga tidak memenuhi harapan masyarakat. Oleh karena itu, maka
munculah buku yang berbentuk cergam ini.

Kepada para keluarga yang namanya tersebut dalam cerita ini dengan segala kerendahan hati kami
mohon maaf. Juga kepada para penulis yang hasil karyanya merasa terkutip dalam buku ini kami
mohon keridaannya, dan segala kritik demi untuk kebaikan akan kami terima dengan dada yang lapang
jua adanya.

Tangerang, Desember 1975

Para penyusun
Daftar Isi

Prakata

Babad 1: Tanah Tak Bertuan

Babad 2: Membangun Peradaban

Babad 3: Belanda Sudah Dekat

Babad 4: Perang Berkobar!

Babad 5: Perundingan

Babad 1
Tanah Tak Bertuan

Alkisah, tersebutlah kerajaan Islam pertama dan terbesar di pantai utara Jawa yang bernama
Kesultanan Demak.Banten pun termasuk dalam daerah kekuasaannya. Namun gara-gara anggota
keluarga raja saling berebut takhta, pada 1568, kerajaan besar ini jatuh juga.

Akibatnya, Banten terlepas dan menjadi kerajaan sendiri. Selain itu, Prabu Pucuk Umun dari
Pajajaran Kulon mengosongkan daerah pertahanannya di Kadu Agung, yang meliputi daerah Adipati
Jasinga dan Adipati Balaraja.

Batas sebelah barat Kadu Agung berada di Cidurian, sedangkan batas timurnya di Cipamugas atau
sekarang dikenal sebagai Cisadane. Dengan begitu, Negeri Pajajaran menentukan batas wilayahnya,
yaitu hanya sampai Cipamugas, tempat Kadipaten Parahiyang (Periyang) berada.

Meski wilayah Kadu Agung sudah menjadi hutan belantara.


kosong, Kesultanan Banten tidak
tertarik menempatinya. Mereka Seiring waktu, Kesultanan Banten
memilih menduduki tanah seberang. menjadi semakin besar. Bahkan pada
Akibatnya, Kadu Agung yang tadinya masa Sultan Maulana Yusuf, Banten
ramai menjadi tak bertuan dan tak menaklukkan Pajajaran. Sebaliknya,
berpenghuni. Perlahan tapi pasti, Negeri Pajajaran Pakuan justru
rumah-rumah hancur, disesaki semak mengalami kemunduran. Prabu
dan tumbuhan liar. Daerah ini kembali Siliwangi menghilang. Sementara putra
mahkotanya, Prabu Kean Santang Wedana) alias abdi dalem Mataram.
(Sanghiyang Gagak Lumayung)
Sketsa Hikayat Kota Tangerang / 12
10 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang

Namanya pun diganti, dari Sumedang


mengalami kegagalan ketika Larang menjadi Parahiyangan, yang
menyebarkan agama Islam. la tewas artinya Rela Mengabdi.
dalam peristiwa itu. Pajajaran pun
bubar pada 1579. Hari berganti bulan, bulan berganti
tahun. Setengah abad kemudian, pada
Setahun kemudian, menantu dari 1624, pemimpin Banten dan keluarga
Prabu Siliwangi, yaitu Pangeran Geusan Kerajaan Sumedang bertemu. Kala itu,
Ulun mengambil alih pemerintahan. Banten dipimpin Sultan Abulmufakhir.
la mengajak serta semua sanghiyang Sementara Nalendra Geusan Ulun,
(menteri), seperti Sanghiyang Hawu, pendiri Sumedang, sudah memiliki
Sanghiyang Mangganan (Batara banyak cucu yang tumbuh dewasa
menjadi pangeran.
Dipati Wira Dijaya), Sanghiyang
Kondang Hapa, dan Sanghiyang Suatu hari, tiga pangeran dari
Terong Peyot (Batara Pancar Buana). Sumedang tersebut bertandang ke
Pusat pemerintahan dipindahkan Banten. Mereka bernama Pangeran
ke Sumedang, sehingga berdirilah Suriadewangsa (putra dari Pangeran
Kerajaan Sumedang Larang dengan Rangga Gempol Kusuma Dinata),
Geusan Ulun sebagai Nalendra atau Pangeran Wangsakara (putra dari
Ratu Agungnya. Pangeran Wiraraja I dari Lemah
Beureum), dan Pangeran Aria Santika
Wilayah Sumedang Larang terbentang (putra dari Nyi Mas Nunteja).
dari Cipamali ke barat sampai
Mereka bertiga adalah cicit dari
11 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang
Pucuk Umun, sekaligus cucu dari
Nalendra Geusan Ulun dari istrinya
Cipamugas (Cisadane) sebagaimana keturunan Banten, Nyi Ratu Harisbaya.
saat dikuasai oleh Negeri Pajajaran Itu berarti para pangeran masih
dulu. Pada 1608, Halendra Geusan memiliki hubungan keluarga dengan
Ulun meninggal dan digantikan oleh Sang Sultan Banten. Maka Sultan
putranya, Pangeran Rangga Gempol Abulmufakhir pun menyambut mereka
Kusuma Dinata. dengan hangat.

Pada 1620, Kerajaan Mataram berhasil Ternyata, ketiga pangeran dari


menaklukkan Sumedang Larang. Sumedang itu datang untuk meminta
Akibatnya, Pangeran Rangga Gempol restu dan bantuan. Mereka ingin
bukan lagi menjadi raja yang berdaulat, menggarap kembali bekas tanah
melainkan Kepala Negeri (Bupati eyangnya di Kadu Agung yang masih
terbengkalai. Selain itu, mereka juga tanah yang tak bertuan itu.
memohon Sultan Banten untuk
menolong Pangeran Suria Dewangsa Bobok manggih gorowong. Pucuk
yang sedang dilanda masalah. dicinta ulam pun tiba. Permohonan
ketiga pangeran dikabulkan. Pangeran
Waktu itu, ayah dari Pangeran Suria Suria ditugaskan memimpin pasukan
Dewangsa sekaligus Kepala Negeri untuk menyerang lewat Kerawang
Sumedang, Rangga Gempol, sedang dan Cikalong yang dibantu oleh
tersangkut urusan politik. Dia Ngabei Patra. Sementara Pangeran
ditangkap oleh Mataram dan dipenjara Wangsakara dan Pangeran Aria Santika
sampai wafatnya. Namun bukannya ditugaskan membangun tanah kosong
dan mempertahankannya jika musuh
Sketsa Hkayat Kota Tangerang / 13 menyerang dari timur Cisadane. Laskar
Banten menyerang Periyangan dari
[ilustrasi] dua arah, yaitu sebelah utara melalui
Kerawang dan sebelah selatan lewat
menunjuk Pangeran Suria Dewangsa Cikalong. Sayangnya, serbuan tak jadi
sebagai pengganti ayahnya, Mataram diluncurkan karena muncul masalah
malah mengangkat saudara ayahnya lain.
yang lain ibu (keturunan Pakuan), yaitu
Pangeran Rangga Gede. Saat itu, rakyat Sunda sedang
dikerahkan oleh Mataram untuk
Pangeran Suria Dewangsa merasa
dicurangi dan sangat kecewa. Karena Sketsa Hkayst Kota Tangerang / 15
itulah, ia meminta bantuan Sultan
Banten untuk merebut kembali
kekuasaan di Periyangan dari tangan menyerbu Belanda di Batavia.
Rangga Gede. Suria Dewangsa berjanji, Sementara pejuang Banten sedang
jika rencana ini berhasil, semua bupati membantu Pangeran Jayakarta di
di Periyangan akan tunduk di bawah Jatinegara untuk merebut kembali
Kesultanan Banten. haknya di Batavia. Alhasil, serangan ke
Periyangan tidak mendapat dukungan,
Mendengar laporan para pangeran, baik dari pejuang Banten maupun
Sang Paman panas hatinya. Dia sudah rakyat Sunda sendiri.
sejak lama tidak suka pada Mataram.
Negeri Banten dan Mataram memang Namun rencana tidak sepenuhnya
sedang bermusuhan, baik di bidang gagal. Banyaknya laskar Banten di
politik maupun perdagangan. Kerawang dan Cikalong membuat
Ratu Mataram curiga terhadap Rangga
Bahkan saat itu ia sedang kebingungan Gede selaku Kepala Daerah. la pun
menghadapi pasukan orang Sunda pro memecatnya dan menggantinya
dengan Dipati Ukur Wangsa Nata.
Mataram yang dipimpin Tumenggung
Suradita. Pasukan ini berjaga-jaga Sultan Abulmufakhir menepati janjinya.
di timur Cisadane untuk menduduki Pada 1628, digelar peresmian untuk
merestui ketiga pangeran dalam sungai dengan bekas Kadipaten
membangun kembali tanah tak Parahiyang (Periyang). Tempat ini
bertuan. Upacara mengumumkan kemudian disebut dengan nama
tiga hal, yaitu membangun kembali Lengkong Sumedang.
masyarakat di atas tanah itu,
mempertahankan serangan musuh Posisi kepala daerah dipegang oleh
Pangeran Wangsakara sebagai Aria.
dari timur Cisadane, dan menetapkan Sementara Kepala Keamanan di
Pangeran Suria Dewangsa sebagai daerah utara (muara) adalah Pangeran
Wakil Kebantenan (Duta) di daerah Aria Santika. Pemuda-pemuda
yang baru. Sumedang yang anti-Mataram juga
mendapat tugas. Misalnya, Raden
Saat prosesi, Pangeran Suria Wirajaya menjadi Kepala Kebudayaan
Dewangsa dianugerahi sebuah Ketto (agama) dan Raden Wangsa Dijaya
Mas (mahkota) sebagai lambang sebagai Kepala Pertahanan di
persaudaraan. Karena itulah hingga Sangiyang.
kini daerah Tigaraksa bekas Pangeran
Suria menetap disebut Kampung Selanjutnya, rakyat dari daerah
Kettomas. Periyangan yang terancam oleh
kekuasaan Mataram datang berduyun-
Dalam menyusun masyarakat baru, duyun ke sini. Mereka mengabdikan
ketiga pangeran membuat pematon diri ke dalam pemerintahan Parahiyang
atau penentuan dengan nama yang baru. Tak ayal, hanya dalam
masyarakat Parahiyang. Artinya, yang beberapa tahun, wilayah ini sudah
tinggal di situ adalah masyarakat ramai dengan penduduk dan
Sunda Kuna (pada era Pucuk Umun). aktivitasnya. Perdagangan di tepi
Kebudayaan di daerah itu terdiri Sungai Cisadane pun menjadi semakin
dari campuran beberapa sekte, bergelora.
seperti sekte Pakuan, Sunda Kelapa,
Sumedang, Cirebon, Banten, dan Lima tahun sesudahnya, sebuah
lainnya. pasukan tentara yang dipimpin oleh
Tumenggung Kuridilaga datang
16 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang berbondong-bondong ke Lengkong
Sumedang. Namun mereka tidak
[ilustrasi] bermaksud menyerbu, melainkan
justru ingin bergabung dengan
masyarakat Parahiyang.
Babad 2
Membangun Peradaban Mereka adalah pasukan Mataram
yang terdiri dari orang-orang Sunda
Kadu bekas anak buah Dipati Ukur Wangsa
Agung hidup kembali. Pada 1633, Nata. Pada 1632, Wangsa Nata telah
kegiatan membangun masyarakat
Parahiyang dimulai di tepi Cisadane 20 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang
sebelah barat, kira-kira berseberangan
Padahal sebelumnya tak ada
dihukum mati oleh Ratu Mataram perjanjian antara Jayakarta, Banten,
karena mengadakan pemberontakan di dan Sumedang. Namun atas dasar
Periyangan. kekeluargaan dan keinginan mengusir
penjajah, ketiganya berjuang bersama.
Dengan begitu, mereka yang berjumlah Di Lengkong Sumedang, Tumenggung
59 orang mengabdikan diri kepada Aria Kuridilaga mengabdi dengan baik. Di
Wangsakara di Lengkong Sumedang. bawah kepemimpinannya, daerah
Maka tersebutlah ungkapan dalam muara tetap aman. Perdagangan
bahasa Sunda, "Seket sanga sadrah masyarakat juga terjamin. Lada dan
pangabakti" yang artinya lima puluh pala dikirim dari pedalaman ke luar
sembilan orang mengabdikan diri.
22 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang
Mereka diterima baik oleh Aria.
Tenaga mereka dimanfaatkan
daerah. Sebagai gantinya, masyarakat
untuk membangun ketentaraan mendapat pelat besi dan kanteh
Lengkong Sumedang. Tumenggung (benang tenun).
Kuridilaga diangkat sebagai Kepala
Pertahanannya. Di Jatinegara, Masyarakat juga mendirikan
perang terus bergolak, Pangeran perbengkelan di daerah Cadas Malela.
Suria Dewangsa dan pasukannya Tujuannya, untuk membuat alat-alat
membantu perjuangan para pertanian dan persenjataan ringan
pangeran Jayakarta dalam melawan yang nanti bisa digunakan oleh badan
Belanda. Dalam kemelut yang terjadi, keamanan dan pertahanan rakyat.
Pangeran Suria gugur di medan laga.
Jasadnya dimakamkan Perdagangan alat pertanian dengan
di Pulo Gadung. Namun Banten dilakukan di Pamarayan. Dari
perjuangan tak boleh sana, dimasukkan hasil bumi dan
berhenti. lainnya untuk digunakan sendiri atau

21 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang diperdagangkan keluar daerah. Urusan


itu dikelola oleh Raden Tanumaja.
Daerah pedalaman seperti Jasingan
Sinuhun Sultan Banten segera dan Rumpin juga berkembang. Mereka
memerintahkan Pangeran Aria Santika mengirimkan hasil bumi melalui
untuk bertolak ke Jatinegara dan ramainya lalu lintas Sungai Cisadane.
memimpin perang. Karena Aria Santika
pergi ke medan laga, harus ada yang Di tengah gelora perdagangan ini, ada
menggantikan posisinya di Lengkong saudagar-saudagar Cina yang turut
Sumedang. Maka Tumenggung berperan. Mereka menyukai rempah-
Kuridilaga pun menjadi Kepala rempah dan hasil bumi lainnya yang
Keamanan dalam pemerintahan dipusatkan pemasarannya di Tanjung
Lengkong Sumedang. Kait. Sebagai alat tukarnya, mereka
memberikan piring, mangkok, dan
kanteh. tetap bisa menerima kewajiban agama
Islam.
23 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang
Bale Kambang semakin diminati.
Banyak siswa dari luar daerah
Sementara itu, orang-orang Makassar berdatangan ke Lengkong Sumedang
yang memusatkan pemasarannya untuk belajar. Pengajaran agama Islam
di Patra Manggala menawarkan di Lengkong Sumedang pun mendapat
kopra. Mereka datang tidak hanya nama baik dan meraih banyak
untuk berdagang, tetapi juga untuk pengikut dari luar daerah. Inilah wujud
kepentingan agama di Sangiyang atau
Tegal Kunir, Cadas Malela berkembang Sketsa Hkayst Kota Tangerang / 25
pesat, baik dari sisi perdagangan
maupun sains. Di sana ada Raden
Wangsa Dijaya yang ikut memajukan keberhasilan Lengkong Sumedang
dalam mengajarkan agama. Tidak ada
teknologi persenjataan. la juga terkenal pemaksaan. Semua berjalan harmonis
sebagai pakar keagamaan, khususnya menuju peradaban yang lebih baik.
soal ilmu falak atau astronomi. Karena
kepandaiannya ini, ia dijuluki Kiai Lebah Suatu hari, Pangeran Wangsakara
Bulan. menunaikan rukun Islam kelima di
Makkah. Sepulangnya di Lengkong
Dari segi alat pertanian, Cadas Sumedang, diadakan sebuah
Malela tidak hanya mengirimnya ke upacara untuk menyambutnya.
Banten. Mereka bahkan telah memiliki Mangkubumi Pangeran Mandura
pelanggan di luar Jawa. yang mewakili Sultan Banten datang
untuk memberikan selamat. Kala itu,
24 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang Banten sudah dipimpin oleh Sultan
Ageng Tirtayasa, cucu dari Sultan
Abulmufakhir.
Saudagar-saudagar dari Makassar,
Sumatera, dan Malaka sering Aria Wangsakara kemudian diberi
berkunjung ke pelabuhan Muara untuk gelar "Imam", yang artinya Kepala
berdagang. Orang-orang Melayu pun Suku (kaum). Maka mulai saat itu, ia
memusatkan perdagangannya di terkenal dengan sebutan Imam Haji
tempat tersendiri yang disebut sebagai Wangsakara atau Haji Wangsakara.
Kampung Melayu.
Saat upacara, turut hadir pemuda
Di bidang kebudayaan, Raden Wirajaya kerajaan. Ada putra Haji Wangsakara
selaku Kepala Kebudayaan mendirikan
Bale Kambang (pesantren) tingkat sendiri, yaitu Raden Yudanagara
menengah. Sekolah ini mengajarkan dan Raden Raksanagara. Ada pula
agama Islam yang disesuaikan dengan putra Tumenggung Kuridilaga (Raden
budaya pribumi. Dengan begitu, rakyat Wangsadijaya), yaitu Raden Tanumaja
yang mempunyai dasar agama leluhur dan Raden Tanujiwa. Raden Tanujiwa
ini sudah lama mengabdi dan tinggal di Sesudah itu, mereka mengadakan
Banten. aksi-aksi berbaris, latihan perang, dan
aktivitas militer lainnya di sekitar tepi
Mulai saat itu, pemuda-pemuda Cisadane sebelah timur.
tersebut mendapatkan latihan ilmu
ketentaraan oleh Senapati Singadilaga Tak berapa lama sesudahnya, kompeni
di Banten. juga mendirikan benteng Keariaan
di Lengkong. Mereka menerima
26 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang dua tumenggung bekas opsir dari
Mataram bernama Raden Kidang dan
Raden Purba Prabangsa bersama
Babad 3 40 prajuritnya dengan senjata
Belanda Sudlah Dekat lengkap. Dari situlah muncul istilah
"Tumenggung Biluk Ngulon" yang
Pada artinya Tumenggung memihak ke
1652 kompeni Belanda mulai barat.
mendekat. Pasalnya, Ratu Mataram
(Sunan Tegal Wangi) telah 30 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang
menyerahkan tanah Periyangan
sebelah barat yaitu dari batas Citarum
sampai Cisadane kepada Rijckolf van Mereka berasal dari tentara suku
Coens. Akibatnya, banyak pasukan Sunda yang patuh pada Mataram.
kompeni berdatangan dan menduduki Karena tidak bersedia diwariskan
daerah sebelah timur Cisadane. kepada Kompeni, mereka melarikan
diri lewat Jalan Cisauk, lalu mengabdi
Tak hanya itu, daerah sekelilingnya kepada Aria Wangsakara di Lengkong
juga kena getahnya. Di daerah pantai Sumedang.
sebelah utara, mereka membuat
pangkalan militer, sedangkan di selatan Aria menerima mereka dengan
yang arahnya lurus ke Batavia mereka baik. Kemudian, Raden Kidang tetap
mendirikan benteng. Sementara ke diangkat sebagai Tumenggung dan
sebelah selatan, mereka membangun ditugaskan untuk mempertahankan
gudang-gudang perlengkapan militer. daerah perbatasan bersama
anak buahnya. Sementara karena
Di tempat itu, kompeni juga kepangkatan Raden Purba sebagai
mendatangkan beberapa orang Cina
31 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang
dari Batavia untuk memproduksi
perlengkapan militer seperti mesiu.
Mereka ditempatkan pada suatu tumenggung belum resmi, ia
kampung yang kini disebut sebagai ditugaskan dalam staf Keariaan.
Kampung Kunciran, Disebut kunciran
karena rambut orang Cina pada masa Keariaan Lengkong mulai mengadakan
itu masih dikuncir. kerja sama militer dengan
Kesultanan Banten. Tujuannya,
untuk mempertahankan perbatasan menghadapi ancaman musuh.
Cisadane dari cengkeraman penjajah.
Karenanya, telah diutus delegasi militer Saat itu, masyarakat Parahiyang
ke Banten yang dipimpin oleh Raden
Raksanegara, Raden Purba Prabangsa, sudah bertambah maju dan luas
dan Raden Ajeg Wirasaba. ilmunya. Apalagi banyak tenaga-tenaga
muda yang dapat diharapkan untuk
Raden Purba dan Raden Ajeg dididik memimpin pemerintahan kelak. Maka
lagi ilmu militer tingkat opsir menengah sudah seharusnya para tokoh senior
oleh Senapati di Banten. Seterusnya juga mendapat perhatian. Karena itu,
dari Banten telah datang pula Raden Kuridilaga dan Raden Wirajaya
delegasi balasan yang dipimpin oleh diangkat masing-masing menjadi
Pangeran Surunubaya dan Pangeran Adipati.
Abdussalam.
Terkait pengangkatan itu,
Pada suatu ketika, diadakan sebuah kebijaksanaan Aria menegaskan bahwa
upacara di pendopo Keariaan yang struktur pemerintahan dibagi menjadi
dihadiri seorang Mangkubumi. Acara dua kadipaten, yaitu Gardu Gede Kaler
digelar untuk meresmikan pangkat dan Gardu Gede Kidul. Gardu Gede
Kaler dikelola oleh Adipati Kuridilaga
32 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang di Cibodas, sedangkan Gardu Gede
Kidul dikelola oleh Adipati Wirajaya di
Kadipaten (Kalipaten).
terhadap para pemuda yang telah
dididik ilmu ketentaraan di Banten dan Maka kedudukan Wirajaya yang lama
kembali ke Lengkong. sebagai Kepala Kebudayaan diganti
oleh putranya, Raden Kamuran.
Mereka yang dilantik dan diberi Sementara kedudukan lama dari
pangkat adalah Raden Yudanagara, Adipati Kuridilaga sebagai Kepala
Raden Raksanagara, Raden
Pamitwijaya, dan Raden Tanumaja yang Sketsa Hkayt Kota Tangerang / 33
masing-masing berpangkat sebagai
Tumenggung (Opsir Tinggi).
Pertahanan dan Keamanan diwariskan
Selain itu, ada Raden Purba Prabangsa kepada Tumenggung Yudanegara.
dan Raden Ajeg Wirasaba yang masing- Dengan demikian, keadaan
masing bertugas sebagai Panewu pemerintahan jadi lebih kuat dan
(Opsir Menengah). Juga ada beberapa teratur.
pemuda lain yang dilantik sebagai
Penatus (Opsir Rendahan). Pada suatu ketika, Adipati Kuridilaga
di Cibodas disambangi serombongan
Selanjutnya, Mangkubumi itu kecil Kompeni dari Benteng yang
menyatakan di hadapan para opsir- dikepalai oleh Kapten Hendrik. Mereka
opsir Parahiyang yang baru dilantik bermaksud meminta izin menembus
bahwa mereka harus bersiap siaga jalan setapak sepanjang 30 pal ke
Banten melalui Sangiyang. sebagai laskar, dan mengirim
utusan ke Banten untuk bekerja
Adipati yang didampingi oleh pupuhan sama menghadapi Kompeni.
Korawa (prajurit-prajurit) menolak Utusan dari Lengkong
permintaan Kapten Hendrik itu. Kapten Sumedang sampai juga di
Hendrik merasa kecewa dan mulai Banten. Mereka diterima di
mengancam.
36 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang
la memberikan tempo untuk berpikir
selama tiga hari. Apabila dalam tempo
yang sudah ditentukan itu tidak juga Keraton Surosoan oleh Sinuhun Sultan
ada keputusan, maka Kompeni akan Ageng yang didampingi Mangkubumi
mengambil jalan kekerasan. Adipati Pangeran Mandura dan Senapati
Kuridilaga melaporkan masalah ini ke Singadilaga. Kalau dulu saling dukung
para Tumenggung. Maka bertempat di antara Lengkong dan Banten pada
pendopo Keariaan di Lengkong, mereka masa Sultan Abulmufakhir didasari
mengadakan rapat yang dipimpin oleh rasa kekeluargaan, kerja sama kali
Aria sendiri dengan didampingi oleh ini tampaknya didasari kepentingan
Panewu Purba Prabangsa. bersama.

34 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang Hasilnya, pasukan mulai dikerahkan.


Pada pengerahan pertama terdapat
1.000 orang prajurit yang dipimpin
[ilustrasi] oleh Ngabei Tanujaya. Mereka
ditempatkan di Gardu pertahanan
Sanghiyang dan Kelapa Dua.
Adapun para Tumenggung yang
hadir ketika itu, yakni Tumenggung Pada masa itu, ternyata sedang terjadi
Yudanegara, Tumenggung peperangan di Makassar. Buktinya,
Raksanegara, Tumenggung Kidang, tidak sedikit pejuang Makassar yang
Tumenggung Pamitwijaya, dan lari dari negeri itu ke daerah Banten.
Tumenggung Tanumaja. Banyak juga tawanan dari kaum
bangsawan yang dibawa Kompeni
Dalam pertemuan tersebut diputuskan dari Makassar untuk ditempatkan di
bahwa ancaman Kompeni itu Benteng.
harus dihadapi oleh Ketahanan
dan Pertahanan Kaum Parahiyang Maka kaum pejuang yang telah
secara total. Artinya, semua rakyat menetap di Banten mendirikan suatu
harus dikerahkan untuk melawan perkumpulan perompak. Kelompok
Kompeni. ini bernama Ratu Laut. Sasarannya,
menjegali perlengkapan Kompeni dan
Ada tiga langkah yang diambil, mengeluarkan kawan-kawannya yang
yaitu memperkuat gardu-gardu sedang ditawan di Benteng. Tempat
pertahanan di semua sektor, persinggahan mereka ialah di tanah
memobilisasi semua rakyat Patramanggala.
Mereka terus-menerus membakar
Sketsa Hikayat Kota Tangerang / 37 rumah serta merampok harta benda
penduduk. Tak jarang penduduk
yang tidak berdosa juga dianiaya.
Babad 4 Oleh sebab itu, rakyat berduyun-
Perang Berkobar! duyun mengungsi ke Sangiyang.
Bahkan ada yang lebih jauh lagi ke
Tidak selatan atau ke barat. Di tempat lain,
lama kemudian, Kompeni mulai perjuangan pemuda negeri masih
menyerang. Tanah Parahiyang mulai
dihancurkan dengan tembakan- 40 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang
tembakan bedil dari seberang timur
sungai Cisadane. Serbuan datang dari
tiga arah, yaitu Jurusan Sancego (utara), bergelora. Pasukan tempur yang
Jurusan Benteng (tengah), dan Jurusan dipimpin oleh Tumenggung Kidang
Sukasari Kidul (selatan). berhasil menyeberangi sungai ke
sebelah timur melalui daerah Cisauk.
Untuk menghadapinya, pihak Mereka menggunakan tekrak gerilya
Parahiyang membagi beberapa gardu untuk memasuki daerah yang sodah
pertahanan. Di utara ada Gardu diduduki musuh.
Sanghiyang yang dipimpin oleh
Tumenggung Tanumaja. Di sektor Bagi Tumenggung Kidang,
tengah dihadang oleh Gardu Cibodas strategi perang ini bukan hal
di bawah pimpinan Tumenggung baru. la sudah melakukannya
Raksanegara. Lalu di jurusan selatan sejak menjadi tentara Mataram,
dihadapi oleh Gardu Kedemangan yaitu dengan memasuki Kota
yang diasuh oleh Tumenggung Batavia untuk memata-matai
Pamitwijaya. gerak-gerik serdadu Belanda.

Di luar itu, masih ada pasukan tempur Maka Kidang pun mampu
yang dipimpin oleh Tumenggung menghubungi bekas kawannya
Kidang dan Korawa-Cai (Pasukan bernama Raden Wirantaka
Air) yang dikepalai oleh Panewu bekas Demang Tanjung
Ajeg Wirasaba. Pertempuran pun Pura (Mataram) yang ketika
berlangsung sengit. ini diperbantukan pada
pertahanan Kompeni di
Semakin hari api peperangan makin Sudimara.
menyala-nyala. Dari jurusan utara, para
serdadu Ambon (Kompeni) berhasil 41 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang
menyeberangi kali dengan memakai
rakit-rakit dari Sancego. Di bawah [ilustrasi]
pimpinan Letnan Petter Coins, mereka
akhirnya berhasil menduduki tepi
Cisadane sebelah barat. Di Sudimara, Raden Wirantaka
bersama 40 orang anak buahnya
mengadakan pemberontakan di
dalam markas menentang tuannya Perang berlanjut sampai fajar
sendiri (Kompeni). Mereka melarikan menyingsing. Kompeni pun tak
senjata dan alat-alat perlengkapan kuasa menghadapi serangan dua
ke Tajur (sebelah selatan markas). Di
sana mereka mendirikan Kesatuan Sketsa Hkzyst Kota Tangerang / 43
tersendiri dan menamakan dirinya
Panji Ulung.
arah ini. Mereka meninggalkan pos
Seterusnya, pekerjaan Panji Ulung itu pertahanannya dan lari tunggang-
tidak lain untuk merusak, merampok langgang ke utara menuju Benteng.
dan sabotase alat-alat perlengkapan
Kompeni. Mereka bekerja sama Padahal markas yang mereka
dengan pasukan Tumenggung Kidang tinggalkan itu adalah gudang senjata
untuk membawa rakyat daerah dan perlengkapan cadangan yang
pendudukan melawan Kompeni. berisi mesiu dan perbekalan. Menurut
rencana Kompeni, jika sektor utama
Terjadi pertempuran sengit antara atau tengah kehabisan perbekalan,
pasukan Tumenggung Kidang yang gudang itu sebagai sumber
dibantu oleh Rakyat Pendudukan. perlengkapannya.
Mereka melawan pertahanan Kompeni
di daerah Kunciran, yaitu markas Pertahanan Kompeni di Sukasari
Kompeni untuk sektor Sukasari Kidul. Kidul sudah jatuh, sehingga kemudian
diduduki oleh pasukan Kidang dan
Saat itu semua sektor sedang sibuk Wirasaba. Maka semua tentara Banten
menghadapi gempuran laskar. Pihak dari Kelapa Dua terus menyeberang
Kompeni melayani prajurit-prajurit dengan rakit-rakit yang dipimpin oleh
Banten yang melakukan serangan- Ngabei Tanujiwa untuk menduduki
serangan mendadak ke pertahanan daerah itu.
Benteng. Dengan begitu, Kompeni
tidak memiliki kesempatan untuk saling Sketsa Hkzyst Kota Tangerang / 44
membantu dari satu sektor ke sektor
lain. Mereka benar-benar kerepotan
melawan serangan Tumenggung Babad 5
Kidang dari arah timur. Perundingan

Ketika malam tiba, tak disangka-sangka Di


dari arah barat datanglah Panewu sektor tengah, ribuan Laskar
Ajeg Wirasaba membawa Korawa Parahiyang juga masih terus kuat
Cai dengan gaya khasnya macam bertahan. Hanya di sekitar utara saja
pasukan Kodok dari Kelapa Dua. pertahanan Parahiyang terdesak,
Mereka menyeberang dan menyerbu sehingga hampir sampai pada
pertahanan Kompeni. Maka Kompeni perbatasan Sanghiyang.
pun sudah terkurung dari arah timur
dan barat. Melihat hal itu, Kiyai Lebah Bulan
yang mengepalai pasukan Jihad dijegal dan dibagikan kepada rakyat.
berisi orang-orang kebatinan, minta Tidak ketinggalan rongrongan barisan
izin pada Tumenggung Yudanegara
yang kebetulan ada di situ untuk Ratu Laut dari Makassar. Mereka terus
memeriksa pengerahan laskar-laskar. beroperasi di daerah Pangkalan, untuk
la meminta agar pasukannya ikut turun menjegali perlengkapan Kompeni yang
gelanggang, karena tidak sabar melihat akan diangkut dari laut ke Benteng.
keganasan musuh.
49 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang
Tumenggung Yudanegara tidak setuju.
Menurutnya, orang-orang tua belum
waktunya turun, selagi semangat [ilustrasi]
pemuda masih menyala-nyala

dalam perlawanannya. Tumenggung Kondisi itulah yang menjadikan


meramalkan bahwa beberapa hari Kompeni menghentikan
lagi, pasti Kompeni itu akan merengek- peperangannya lawan Kaum
rengek minta ampun kepada Parahiyang.
musuhnya.
Setelah Kompeni menyerah, diadakan
Perhitungan Tumenggung itu ternyata sebuah perundingan, Tempatnya
tepat. Beberapa hari kemudian Kapten berada pada suatu tanah lapang di
Hendrik mengirimkan surat yang Sukasari perbatasan antara daerah
diantar oleh dua soldadu berkuda yang baru dibebaskan dan daerah
dengan membawa bendera putih ke pendudukan. Delegasi Kompeni
perbatasan Sanghiyang. dipimpin oleh Kapen Hendrik dan
delegasi Parahiyang dikepalai oleh
Isi surat yang diterima oleh Tumenggung Raksanegara.
Tumenggung Tanumaja itu ialah atas
perintah Batavia, Kompeni di Benteng Hasil keputusannya ada tiga, yaitu:
segera mengadakan perundingan mengakhiri permusuhan antara kedua
untuk tidak bermusuhan lagi dengan kubu militer, menjadikan daerah
Kaum Parahiyang. Pasalnya, daerah yang sudah direbut sebagai daerah
selatan berikut gudang yang berisi kekuasaan masing-masing, serta
senjata dan perbekalan sudah jatuh ke melarang pembakaran dan meletuskan
tangan musuh. senjata di daerah tersebut.

Selain itu, kegiatan barisan Panji Dengan perjanjian itu, api perang
Ulung di daerah pendudukan semakin yang berkobar selama 7 bulan

48 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang lamanya itu padam. Kaum Parahiyang


mengalami kekalahan sekaligus
kemenangan. Disebut kalah karena
mengganas. Banyak perlengkapan mereka kehilangan Gardu Kaler
Kompeni yang dikirim dari Batavia yang selanjutnya dinamakan Koang,
mungkin diambil dari nama Letnan berbahasa Jawa Kuna yang biasa
Petter Coans yang membebaskan digunakan oleh kaum bangsawan di
daerah itu dari kekuasaan Parahiyang. Banten. Dalam cerita dinyatakan bahwa
yang menulis di kala itu adalah seorang
Sebaliknya ada kemenangan bagi
kaum Parahiyang di Sukasari Kidul, 52 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang
yaitu daerah Kunciran yang perbatasan
daerahnya ke sebelah timur terus
sampai Ciangke. Nama daerah itu Perwira (Pangeran) bernama Gusti
diganti menjadi Lengkong Wetan. Sugiri dari Banten. Sugiri adalah putra
Tumenggung Kidang pun diangkat dari Sultan Ageng Tirtayasa dari istri
menjadi Adipati untuk mengurus yang bernama Ratu Urianagara. Ratu
daerah yang baru dibebaskan itu. Urianagara dimakamkan di belakang
Masjid Jami Kalipasir.
la memberikan penghargaan
kepada keluarga yang telah gugur Sejak saat itu, Aria Wangsakara
dalam peperangan. Selain itu, juga mendapat gelar dari masyarakat dengan
memberikan sumbangan-sumbangan sebutan Aria Tanggeran. Kemudian
kepada penduduk yang rumahnya rusak nama kota yang bertugu itu terkenal
atau terbakar akibat peperangan itu. dengan sebutan Tanggeran, sebelum
kemudian bergeser menjadi Tangerang
Sketsa Hikzyat Kota Tangerang / 51 seperti sekarang ini.

Tulisan di prasasti tugu yang ditulis


Akhirnya terkisah pada Sabtu tanggal oleh Pangeran Sugiri:
5 Sapar tahun Wawu (red: 1654
Masehi), kaum Parahiyang bekerja bakti "Bismillah peget Ingkang Gusti
membuat batas-batas kota dengan Diningsun juput parerah kala Sabtu
pager endeng. Pager endeng adalah Ping Gasal Sapar Tahun Wawu
bambu yang dibentuk menjadi semacam Rengsena Perang neteg Tangger
rakit. Mereka juga mendirikan tanggeran Bungas wetan Cipamugas kileh Cidurian
(tugu kota) di Gardu Gede yang tingginya Sakebeh ngaraksa Sitingsung Parahyang-
kira-kira lima depa dan letaknya kira-kira Titi"
40 tombak dari tepi barat Cisadane.
Terjemahan:
Tugu itu melambangkan bahwa pada "Dengan nama Allah tetap Maha Kuasa
tanggal 5, rakyat telah mendirikan Dari kami mengambil kesempatan
tanggeran untuk memperkuat batas pada hari Sabtu
timur pada Cisadane dan barat sampai Tanggal 5 Sapar Tahun Wawu
Cidurian. Semua tanah di antara batas Sesudah perang kita
kedua sungai itu adalah milik rakyat atau memancangkan tugu
kaum Parahiyang. Untuk mempertahankan batas
timur Cipamugas (Cisadane) dan
Demikian tertulis pada tugu itu Barat yaitu Cidurian
menggunakan huruf Arab gundul Semua menjaga tanah kaum
Parahyang"

53 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang

Tangerang menjadi saksi


bergulirnya rentetan peristiwa
besar dari abad ke abad, Mulai
Kesultanan Demak, Mataram,
Banten, Sumedang Larang, hingga
pasukan Belanda, semuanya
bergumul di dalam kisah Hikayat
Tangerang ini. Sebuah cerita
rakyat yang menceritakan
rangkaian adu taktik, kekuasaan,
dan kekuatan, akhirnya berbagai
kepentingan itu melebur dalam
harmoni.
Itulah yang menjadi penanda,
berdirinya sebuah tugu atau
tanggeran di sisi Sungai Cisadane.
Yang mempunyai makna; sebagai
penanda batas wilayah masing-
masing, bukan untuk memecah,
melainkan demi mengupayakan
perdamaian. Namanya tetap
lestari dan nilai luhurnya masing
terpatri hingga hari ini.

54 / Sketsa Hikayat Kota Tangerang

Anda mungkin juga menyukai