Anda di halaman 1dari 32

TUGAS

FARMAKOEKONOMI

REVIEW ATAU ANALISIS JURNAL

COST OF ILLNES (COI)

OLEH :
RIRI HALIMATUSAKDIAH
(2248201141)

AQILLA FADIA HAYA


(2248201139)

DOSEN:
Medi Andriani, M. Pharm, Sci

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN IBU
TAHUN AJARAN 2023/2024
JAMBI
REVIEW JURNAL
Judul Cost Of Illness Diatabetes Melitus Tipe 2 Dan Komplikasinya Pada
Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Di Rawat Jalan Rumah
Sakit Condong Catur Yogyakarta
Jurnal Pharmacon : Jurnal Farmasi Indonesia
Vol Vol. 16, No. 2, (2019) e-ISSN 2685-5062
Tahun 2019
Penulis Rr. Erni Kusuma Putri, Endang Darmawan dan Dyah Aryani
Perwitasari
Reviewer Riri halimatusakdiah (2248201141) dan Aqilla Fadia Haya
(2248201139)
Tanggal 19 Desember 2023

Abstrak Jurnal ini membahas biaya terapi untuk Diabetes Melitus Tipe 2 dan
komplikasinya dalam Asuransi Kesehatan Nasional di RS Condong
Catur Yogyakarta. Penelitian menemukan bahwa biaya terapi
bervariasi berdasarkan jenis obat dan jenis komplikasi, dengan
perbedaan antara biaya riil dan tarif INA-CBG. Studi ini menyoroti
pentingnya memahami biaya medis langsung yang terkait dengan
pengobatan diabetes dan perlunya penggunaan dana yang lebih efisien.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien diabetes melitus tipe 2
memiliki risiko tinggi terhadap penyakit komplikasi, yang dapat
membahayakan nyawa pasien. Studi ini memberikan informasi penting
tentang biaya pengobatan diabetes melitus tipe 2, yang sangat
diperlukan dalam membuat kebijakan kesehatan terutama dalam era
Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Pengantar Artikel ini membahas tentang biaya terapi Diabetes Melitus Tipe 2
dan komplikasinya di Jaminan Kesehatan Nasional rawat jalan RS
Condong Catur Yogyakarta.
Studi tersebut menemukan bahwa biaya terapi bervariasi berdasarkan
jenis obat dan jenis komplikasi, dengan perbedaan antara biaya
sebenarnya dan tarif INA-CBG. Studi ini menyoroti pentingnya
memahami biaya medis langsung yang terkait dengan pengobatan
diabetes dan perlunya penggunaan dana yang lebih efisien. Diabetes
melitus merupakan penyakit kronis yang diakui sebagai masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Pemerintah telah mengembangkan
program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk mengatasi
penyakit diabetes melitus.
Penelitian mengenai biaya terapi Diabetes Mellitus Tipe 2 sangat
penting dalam menentukan kebijakan di era SJSN ini. Temuan
penelitian menunjukkan bahwa mayoritas penderita Diabetes Melitus
Tipe 2 adalah perempuan pada kelompok usia 45-64 tahun. Pasien-
pasien ini berisiko tinggi mengalami komplikasi, seperti komplikasi
makrovaskuler dan mikrovaskuler, yang dapat membahayakan
nyawanya. Penatalaksanaan diabetes melitus meliputi penggunaan obat
antidiabetes dan terapi nonfarmakologis. Kombinasi obat antidiabetes,
seperti glimepiride dan metformin, sering digunakan untuk mengontrol
kadar gula darah. Penggunaan insulin juga efektif dalam mengelola
diabetes tipe 2. Biaya terapi pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dapat
meningkat tergantung jenis komplikasi yang dialami. Data biaya
pengobatan antidiabetes dan non-antidiabetes serta biaya pengobatan
langsung pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RS Condong Catur
Yogyakarta diperoleh dari rincian biaya pasien, nomor rekam medis,
nomor registrasi, dan tanggal kunjungan pasien. Biaya pengobatan
antidiabetes dan non-antidiabetes diperoleh dari bagian keuangan
rumah sakit dan instalasi farmasi dalam Sistem Informasi Rumah Sakit
(SIRS). Kajian biaya terapi Diabetes Melitus Tipe 2 menunjukkan
adanya perbedaan biaya antara penggunaan obat oral, insulin, dan
kombinasi keduanya. Biaya terapi pasien Diabetes Melitus Tipe 2
rawat jalan pada kelompok komplikasi mikrovaskuler, makrovaskuler,
dan gabungan juga berbeda. Namun perbedaan antara total biaya riil
dengan total tarif INA-CBG tidak signifikan. Penelitian ini
memberikan informasi penting mengenai biaya terapi Diabetes
Mellitus Tipe 2.

Metode Penelitian ini berfokus pada biaya penyakit untuk mengetahui total
Penelitian biaya terapi yang terkait dengan diabetes tipe 2 dari sudut pandang
penyedia layanan kesehatan, khususnya Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS), untuk pasien diabetes tipe 2 rawat jalan di RS Condong
Catur Yogyakarta.
Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien peserta BPJS yang
terdiagnosis ICD 10 (diabetes melitus) E.11 (diabetes tipe 2) dengan
komplikasi. Kriteria eksklusi meliputi pasien yang meninggal dunia
selama pengobatan, pasien dengan catatan medis yang tidak lengkap
atau hilang dan rincian biaya medis langsung, pasien diabetes tipe 1,
dan wanita dengan diabetes gestasional.
Penelitian ini menggunakan lembar pendataan untuk memperoleh
informasi pasien dari catatan BPJS, rincian biaya pengobatan dari
bagian farmasi, dan klaim tarif INA-CBG dari bagian keuangan.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS dan Microsoft
Excel
Penelitian ini mengumpulkan data pasien diabetes tipe 2 yang
menjalani rawat jalan pada Agustus hingga Oktober 2018, termasuk
rincian biaya terapi, dan melibatkan 196 pasien yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Pada akhirnya, 123 pasien dengan
diabetes tipe 2 dan komplikasinya dilibatkan dalam penelitian ini
Metodologi penelitian mencakup pendekatan komprehensif
terhadap pengumpulan, pengolahan, dan analisis data, memastikan
landasan yang kuat bagi temuan dan kesimpulan penelitian
Hasil penelitian Hasil Penelitian menemukan bahwa biaya terapi Diabetes Mellitus
Tipe 2 bervariasi berdasarkan jenis obat dan jenis komplikasi, dengan
perbedaan antara biaya sebenarnya dan tarif INA-CBG. Laporan ini
menyoroti pentingnya memahami biaya medis langsung yang terkait
dengan pengobatan diabetes dan perlunya penggunaan dana yang lebih
efisien. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa mayoritas
penderita Diabetes Melitus Tipe 2 adalah perempuan pada kelompok
usia 45-64 tahun. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa pasien-
pasien ini mempunyai risiko tinggi mengalami komplikasi, seperti
komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler, yang dapat berdampak
pada kualitas hidup mereka dan meningkatkan biaya terapi. Studi ini
juga memberikan wawasan mengenai biaya pengobatan langsung
untuk pasien Diabetes Melitus Tipe 2, termasuk biaya obat antidiabetik
dan non-antidiabetes, serta biaya pengobatan langsung terkait
komplikasi. Lebih lanjut, penelitian ini menyoroti perbedaan biaya
terapi berdasarkan penggunaan obat oral,insulin, dan kombinasi
keduanya, serta variasi biaya terapi untuk kelompok komplikasi yang
berbeda. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan informasi
berharga mengenai biaya yang terkait dengan pengobatan Diabetes
Mellitus Tipe 2.
Kesimpulan Kajian biaya terapi Diabetes Mellitus Tipe 2 dan komplikasinya pada
Jaminan Kesehatan Nasional di Rawat Jalan RS Condong Catur
Yogyakarta memberikan wawasan yang berharga. Laporan ini
menyoroti pentingnya memahami biaya pengobatan langsung yang
terkait dengan pengobatan diabetes dan perlunya penggunaan dana
yang lebih efisien, terutama di era Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa mayoritas penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah perempuan pada kelompok usia 45-64
tahun dan memiliki risiko tinggi mengalami komplikasi, seperti
komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler, yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup dan meningkatkan biaya terapi. Selain
itu, penelitian ini memberikan informasi rinci mengenai biaya
pengobatan langsung untuk pasien Diabetes Mellitus Tipe 2, termasuk
biaya obat antidiabetik dan non-antidiabetes, serta biaya pengobatan
langsung terkait komplikasi. Lebih lanjut, penelitian ini menyoroti
perbedaan biaya terapi berdasarkan penggunaan obat oral, insulin, dan
kombinasi keduanya, serta variasi biaya terapi untuk kelompok
komplikasi yang berbeda. Secara keseluruhan, penelitian ini
menawarkan wawasan penting mengenai biaya yang terkait dengan
pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 dan menekankan pentingnya
memahami dan mengelola biaya-biaya ini secara efektif
Kekuatan Kekuatan artikel jurnal ini terletak pada analisis komprehensif
mengenai biaya pengobatan langsung yang terkait dengan Diabetes
Melitus Tipe 2 dan komplikasinya dalam konteks Jaminan Kesehatan
Nasional di Rawat Jalan RS Condong Catur Yogyakarta. Studi ini
memberikan wawasan berharga mengenai variasi biaya terapi
berdasarkan jenis obat, jenis komplikasi, dan penggunaan modalitas
pengobatan yang berbeda seperti pengobatan oral, insulin, dan
kombinasi keduanya. Selain itu, penelitian ini menyoroti tingginya
risiko komplikasi yang dihadapi pasien Diabetes Melitus Tipe 2,
khususnya komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler, serta
dampaknya terhadap kualitas hidup pasien dan biaya terapi.
Artikel ini juga memberikan informasi rinci mengenai biaya
pengobatan langsung pasien Diabetes Melitus Tipe 2, termasuk biaya
pengobatan antidiabetik dan non-antidiabetes, serta biaya pengobatan
langsung terkait komplikasi. Selain itu, penelitian ini juga menekankan
pentingnya penggunaan dana yang lebih efisien dan pentingnya
memahami biaya-biaya tersebut di era Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Secara keseluruhan, artikel ini memberikan wawasan penting
mengenai aspek ekonomi dalam pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2
dan menyoroti perlunya strategi hemat biaya dalam perencanaan
layanan kesehatan dan alokasi sumber daya.

kelemahan Artikel ini tidak membahas secara rinci mengenai potensi


keterbatasan penelitian ini. Meskipun bagian ini memberikan wawasan
berharga mengenai biaya terapi Diabetes Mellitus Tipe 2 dan
komplikasinya, akan bermanfaat jika menyertakan bagian yang
membahas keterbatasan penelitian. Hal ini dapat mencakup
pembahasan potensi bias dalam proses pengumpulan data, kemampuan
generalisasi temuan, atau kendala apa pun dalam metodologi yang
mungkin berdampak pada interpretasi hasil. Selain itu, artikel ini dapat
memperoleh manfaat dari analisis yang lebih komprehensif mengenai
perbedaan biaya terapi berdasarkan penggunaan obat oral, insulin, dan
kombinasi keduanya, serta eksplorasi yang lebih mendalam mengenai
variasi biaya terapi untuk berbagai kelompok komplikasi.
Memberikan pembahasan yang lebih menyeluruh mengenai aspek-
aspek ini akan meningkatkan kekuatan penelitian secara keseluruhan
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

Cost of Illness Diabetes Melitus Tipe 2 dan Komplikasinya pada


Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Rawat Jalan Rumah
Sakit Condong Catur Yogyakarta

Cost of Illness Type 2 Diabetes Mellitus and Its Complications in


National Health Insurance at Outpatient Condong Catur Hospital
Yogyakarta

Rr. Erni Kusuma Putri1*, Endang Darmawan2, Dyah Aryani Perwitasari2


1
Mahasiswa Program Pascasarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan, Jl. Prof. Soepomo,
SH., Yogyakarta, Indonesia
2
Fakultas Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan, Jl. Prof. Soepomo, SH., Yogyakarta, Indonesia
*E-mail: ernikusuma@gmail.com

Received: 27 September 2019; Accepted: 26 Desember 2019; Published: 31 Desember 2019

Abstrak
Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang membutuhkan terapi seumur hidup dan biaya
pelayanan besar. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui besar biaya terapi berdasarkan jenis obat, perbedaan
biaya riil dengan tarif INA-CBG’s pasien diabetes melitus tipe 2 dan komplikasinya rawat jalan peserta
Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Condong Catur Yogyakarta. Metode penelitian yang digunakan
merupakan observasional. Analisis data dengan menghitung rata-rata biaya medis langsung (obat dan non
obat). Analisis statistik uji independent T-test, Anova, Kruskal Wallis untuk mengetahui kesesuaian biaya
riil dengan tarif INA-CBG’s. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata biaya terapi kelompok mikrovaskular
Rp 3.164.732 per bulan, makrovaskular Rp 9.984.566 per bulan, mikrovaskular dan makrovaskular Rp
11.534.060 per bulan. Besar biaya terapi berdasarkan jenis obat (oral, insulin, oral dan insulin) kelompok
mikrovaskular Rp 408.567±11.529 per bulan, makrovaskular Rp 1.245.988±61.781 per bulan,
mikrovaskular dan makrovaskular Rp 2.059.959±168.856 per bulan. Perbedaan selisih antara total biaya riil
dan total tarif INA-CBG’s, kelompok mikrovaskular Rp -38.741,14 per pasien, makrovaskular Rp -
10.914,03 per pasien, sedangkan mikrovaskular dan makrovaskular Rp 3.272,90 per pasien ini menunjukkan
bahwa ketiga kelompok komplikasi tidak adanya perbedaan signifikan p=0,207 (p>0,005). Ada perbedaan
besar biaya terapi pasien diabetes melitus tipe 2 dan komplikasinya yang dipengaruhi jenis komplikasi yang
berbeda, jumlah episode kunjungan pasien, penggunaan obat tiap kelompok komplikasi berbeda. Terdapat
selisih antara biaya riil dengan tarif INA-CBG’s pada masing-masing kelompok komplikasi dimana biaya
riil lebih tinggi dibandingkan tarif INA-CBG’s.
Kata Kunci: Biaya Medis Langsung, Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan

Abstract
DM-2 is a chronic disease that requires lifelong therapy and high service costs. This study is to determine
the cost of therapy based on the type of drug, the difference in real costs with INA-CBG rates of outpatient
DM-2 and complication therapy for JKN participants in Condong Catur Hospital Yogyakarta. The research
used observational design. Data analysis by calculating the average direct medical costs. Statistical analysis
of independent T-test, Anova, Kruskal Wallis to determine the suitability of real costs with INA-CBG rates.
The results showed the average cost of microvascular group was Rp 3,164,732, macrovascular Rp
9,984,566, microvascular and macrovascular Rp 11,534,060 per month. The cost of therapy is based on the
type of microvascular group drug (oral, insulin, oral and insulin) Rp. 408,567 ± 11.529, macrovascular Rp.
1.245.988 ± 61.781, microvascular and macrovascular Rp. 2.059.959 ± 168.856 per month. The difference
between the total real costs and the total INA-CBG's rates, the microvascular Rp. -38,741.14, the
macrovascular Rp -10,914.03, while the microvascular and macrovascular group Rp 3,272.90 per patient.
This shows that of the three groups of complications there was no significant difference p = 0.207 (p> 0.005).
There is a large difference in the cost of therapy for patients with DM-2 and complication that is influenced
by different types of complications, the number of episodes of patient visits, the use of drugs for each group
of different complications. There is a difference between the real costs and the INA-CBG rates in each
complication group where the real costs are higher than the INA-CBG.

89
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

Keywords: Direct Medical Cost, Type 2 Diabetes Mellitus, Outpatient

PENDAHULUAN termasuk retinopati, nepropati, dan neuropati


Diabetes melitus (DM) adalah kelompok (Kim et al., 2012).
penyakit metabolik dengan karakteristik Pada tahun 2017 Indonesia menempati
berupa hiperglikemia yang terjadi karena posisi ke-6 dalam jumlah penderita diabetes
adanyan kelainan sekresi insulin, kerja insulin melitus tertinggi di dunia setelah Mexico,
atau keduanya (ADA, 2017). Indonesia Brazil, dan Amerika Serikat. Jumlah
mengalami transisi epidemiologi penyakit penderita diabetes melitus di Indonesia
dan kematian yang awalnya didominasi oleh mencapai 10,3 juta orang dan diperkirakan
penyakit menular kemudian menjadi penyakit akan meningkat menjadi 16,7 juta orang di
tidak menular (Kemenkes RI, 2014). Penyakit tahun 2045 (IDF, 2017). Mayoritas penderita
diabetes melitus ini tidak dapat disembuhkan DM adalah DM tipe 2 (90-95%)
tetapi dapat dikontrol sehingga memerlukan dibandingkan dengan DM tipe 1 (5-10%)
terapi dalam jangka waktu yang panjang dan (IDF, 2015). Diabetes melitus menempati
seumur hidup. Strategi terapi diabetes melitus urutan ke-4 dalam sepuluh besar penyakit
tipe 2 berupa terapi non farmakologi dan tidak menular yang ada di Yogyakarta pada
terapi farmakologi. Terapi non farmakologi tahun 2017 dengan jumlah 8.321 kasus di
mencakup perubahan pola hidup sehat puskesmas dan 11.254 kasus di rumah sakit
sedangkan terapi farmakologi terdiri atas obat (Dinkes Yogyakarta, 2017).
antidiabetik oral dan insulin (ADA, 2017). Biaya adalah salah satu faktor penting
Tujuan dari tatalaksana terapi DM tipe 2 yang perlu diperhatikan dalam pelayanan
adalah menghilangkan keluhan, memperbaiki kesehatan. Analisis biaya dipergunakan untuk
dan meningkatkan kualitas hidup serta mengetahui rata-rata biaya medik langsung
mengurangi risiko terjadinya komplikasi (direct medical cost) (Zhuo et al., 2013).
(PERKENI, 2015). Biaya medis langsung adalah input yang
Tingginya jumlah penderita diabetes digunakan secara langsung untuk
melitus karena adanya faktor kerentanan memberikan terapi. Biaya medis langsung
genetik dan gaya hidup yang tidak sehat. ditanggung oleh penderita, keluarga maupun
Faktor gaya hidup yang tidak sehat yang negara. Komponen biaya medis langsung
diperkirakan dapat meningkatkan resiko yaitu biaya obat, diagnosa, periksa dan
terjadinya diabetes melitus adalah tubuh konsultasi dokter (Andayani, 2013). Pada
kurang gerak atau olahraga, merokok, penelitian sebelumnya, Malhan et.al., (2014)
konsumsi alkohol, obstructive sleep apnea tentang perkiraan biaya medik langsung yang
(OSA) dan obesitas (Wu et al., 2014). dikeluarkan pasien diabetes melitus tipe 2 di
Diabetes melitus diklasifikasikan Turki yaitu biaya yang dikeluarkan akibat
berdasarkan penyebab dan proses terjadinya komplikasi makrovaskular yaitu
penyakit yang terdiri atas diabetes tipe 1, kardiovaskular menduduki peringkat terbesar
diabetes tipe 2, gestasional diabetes mellitus (24,3%-32,6%), komplikasi nefropati (25%-
(GDM), dan diabetes tipe lain (ADA, 2017). 28,3%), biaya antidiabetik (10,9%-12,3%)
Diabetes tipe 2 dapat menyebabkan dan biaya pemeriksaan dokter (4,4%-5%).
komplikasi yang mengancam jiwa. Penelitian Baroroh dkk., (2016) tentang
Komplikasi diabetes melitus bisa dibagi terapi diabetes melitus tipe 2 di RS. PKU
menjadi 2 kategori yaitu makrovaskular dan Muhammadyah Bantul Yogyakarta pada
mikrovaskular. Makrovaskular termasuk pasien DM tipe 2 rawat jalan dan rawat inap
kardiovaskular, cerebrovaskular, obstruksi hasil penelitian total rata-rata biaya terapi
arteri perifer, sedangkan mikrovaskular pasien DM tipe 2 rawat jalan tanpa

90
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

komplikasi berkisar antara Rp.247.309 kesehatan dan ekonomi di negara-negara


sampai Rp.686.753 per bulan. Total rata-rata berkembang, baik dari segi biaya langsung
biaya terapi pasien DM tipe 2 rawat jalan perawatan kesehatan maupun kehilangan
dengan komplikasi berkisar antara produktivitas diri (Soewondo et al., 2013).
Rp.128.143 sampaiRp.1.174.342 per Besarnya pembiayaan kesehatan dan
bulan,dipengaruhi oleh jenis terapi prevalensi penyakit diabetes melitus
antidiabetik, biaya obat antidiabetik, dan berdampak negatif pada ekonomi dan
biaya obat komplikasi. produktivitas suatu bangsa. Pemerintah
Penelitian Mursalin dan Soewondo tahun menyediakan sarana pelayanan kesehatan,
2016 di RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang asuransi dan mengeluarkan biaya yang besar
dengan dengan jumlah pasien 200 orang. untuk penanggulangan penyakit diabetes
Metode penelitian kuantitatif analitik, dengan melitus. Pemerintah Indonesia melalui
menggunakan data sekunder yang Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
dikumpulkan secara retrospektif, dengan uji mengembangkan beberapa program untuk
normalitas data dan uji one sample penanggulangan penyakit diabetes melitus,
Kolmogorov-Smirnov Tes. Hasil penelitian salah satunya adalah Sistem Jaminan Sosial
rata-rata biaya medis langsung untuk setiap Nasional (SJSN) (Kemenkes RI., 2014).
penderita diabetes melitus tipe 2 rawat jalan Sistem Jaminan Sosial Nasional
dalam setahun sebesar Rp. 2.406.325. merupakan program negara yang bertujuan
Komponen biaya terbesar adalah obat sebesar memberikan kepastian perlindungan dan
(75,65%) yang terdiri atas obat antidiabetik kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat agar
(47,32%) dan obat non antidiabetik (28,34%). dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
Biaya non obat-obatan (24,35%) terdiri atas yang layak, maka pemerintah bertanggung
biaya pemeriksaan laboratorium (9,14%), jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan
biaya poliklinik penyakit dalam (7,83%), masyarakat melalui program JKN (Kemenkes
biaya pelayanan apotek (3,76%), biaya RI., 2014). JKN dijalankan oleh Badan
pendaftaran (1,98%), total biaya pemeriksaan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dalam
EKG, poliklinik bedah, poliklinik mata, sistem JKN, BPJS Kesehatan akan membayar
poliklinik syaraf, dan poliklinik fisioterapi dengan sistem paket INA-CBGs (Indonesia
sebesar (1%). Dengan adanya komorbid atau Case Base Group) untuk Fasilitas Kesehatan
penyakit penyerta akan menyebabkan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)
bertambahnya biaya akibat penggunaan obat (Kemenkes RI, 2013). INA-CBGs adalah
untuk mengatasinya. Penyakit penyerta juga sistem paket pembayaran berdasarkan
dapat memperburuk kondisi pasien sehingga penyakit yanng diderita pasien. Tarif INA-
biaya terapi akan meningkat (Baroroh et al., CBGs merupakan rata-rata biaya yang
2016).Dalam menjawab berbagai tantangan dihabiskan oleh suatu kelompok diagnosis
tersebut diperlukan pemikiran-pemikiran (BPJS Kesehatan, 2014). Dalam
khusus dalam peningkatan efisiensi atau penerapannya sering kali ditemukan
penggunaan dana secara lebih rasional. ketidaksesuaian antara biaya riil yang
Diabetes melitus merupakan penyakit digunakan untuk terapi dengan tarif INA-
kronis yang diakui pemerintah Indonesia CBGs.
sebagai masalah kesehatan masyarakat, Estimasi biaya penyakit Cost of Illnes
dengan konsekuensi tidak hanya pada efek (COI) merupakan elemen penting dalam
yang tidak dikehendaki, tetapi juga menjadi proses pengambilan keputusan penyakit
beban ekonomi pada sistem pelayanan kronis seperti diabetes melitus, karena dapat
kesehatan. Epidemik diabetes telah mengevaluasi besarnya biaya dari suatu
berkembang di seluruh dunia dan berpotensi penyakit dan dapat menggambarkan penyakit
mengakibatkan kerugian pada sistem yang membutuhkan peningkatan alokasi

91
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

sumber daya untuk pencegahan penyakit atau d) Pasien dengan ICD 10 (penyakit diabetes
terapi (Andayani., 2013). Oleh sebab itu melitus) E.11 (diabetes melitus tipe 2)
penelitian mengenai biaya terapi diabetes dan mempunyai komplikasi
melitus tipe 2 sangat diperlukan dalam Kriteria eklusinya yaitu :
membuat suatu kebijakan dalam era JKN ini. a) Pasien yang meninggal selama perawatan
b) Data pasien yang kurang lengkap baik
METODE PENELITIAN data rekam medis maupun perincian
Desain dan Jenis Penelitian biaya medis langsung dari bagian
Penelitian ini merupakan penelitian keuangan, hilang, atau tidak terbaca.
observasional. Analisis yang digunakan c) Pasien dengan DM tipe 1
merupakan analisis biaya dihitung dari besar d) Pasien wanita dengan DM gestasional
biaya dalam unit moneter (rupiah). Alat dan Bahan Penelitian
Pengambilan data dilakukan melalui 1. Alat Penelitian
penelusuran data pasien BPJS di bagian Alat yang digunakan dalam penelitian
rekam medik, data biaya pengobatan pasien berupa alat tulis dan lembar pengumpul data
diabetes melitus tipe 2 di bagian instalasi yang berisi jenis kelamin, usia, komplikasi,
farmasi dan data klaim paket INA-CBG’s penyakit penyerta dan terapi yang diberikan.
diagnosa diabetes melitus tipe 2 di bagian Pengolahan data dilakukan dengan SPSS dan
keuangan. Penelitian ini merupakan jenis cost Microsoft excel
of illnes yang bertujuan untuk mengetahui 2. Bahan Penelitian
total biaya terapi yang ditimbulkan dari Bahan penelitian diambil berdasarkan
penyakit diabetes melitus tipe 2. Perspektif data pasien BPJS di bagian rekam medik,
penyedia layanan kesehatan (peyer) yaitu rincian biaya terapi per bulan selama tiga
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), bulan terakhir di bagian farmasi, dan data
yang dilakukan pada pasien diabetes melitus klaim tarif INA-CBGs di bagian keuangan.
tipe 2 rawat jalan di RS Condong Catur Prosedur Penelitian
Yogyakarta. 1. Tahap Persiapan
Materi Penelitian Tahap awal dalam penelitian ini yaitu
1. Populasi mencari studi pustaka untuk menyusun usulan
Populasi target dalam penelitian ini proposal tesis yang akan diajukan kepada
adalah semua data pasien diabetes melitus Program Pasca Sarjana Universitas Ahmad
tipe 2 rawat jalan RS Condong Catur Dahlan Yogyakarta, dilanjutkan dengan
Yogyakarta bulan Agustus sampai Oktober seminar proposal tesis dan perbaikan sesuai
tahun 2018. hasil seminar proposal tesis, kemudian
2. Populasi terjangkau melakukan proses perijinan penelitian di RS
Populasi terjangkau dalam penelitian ini Condong Catur Yogyakarta.
adalah semua data pasien diabetes melitus 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
tipe 2 rawat jalan RS Condong Catur Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam
Yogyakarta pada tahun 2018 dalam kriteria bentuk beberapa kegiatan yaitu :
inklusi : a. Pengumpulan data dalam penelitian ini
a) Pasien berusia ≥18 tahun dilakukan secara langsung dengan mengamati
b) Pasien diabetes melitus yang sumber data di bagian Sistem Informasi
menggunakan obat diabetes melitus 3 Rumah Sakit (SIRS) rumah sakit, rekam
bulan sebelum penelitian dan kontrol medik, instalasi farmasi dan bagian
rutin di bulan Agustus sampai Oktober pengelolaan keuangan. Data rincian medik
tahun 2018. langsung dan data klaim INA-CBG’s pasien
c) Pasien peserta Badan Penyelenggara diabetes melitus rawat jalan periode Agustus
Jaminan Sosial (BPJS) sampai Oktober 2018 dikumpulkan

92
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

menggunakan lembar pengumpulan data yang periode Agustus-Oktober 2018 lebih banyak
telah dipersiapkan. terdapat pada perempuan dengan jumlah 79
b. Rincian biaya terapi pasien diabetes (64,2%) daripada laki-laki 44 (35,8%). Hasil
melitus tipe 2 yang dilakukan di rawat jalan penelitian ini tidak jauh berbeda dari
RS. Condong Catur Yogyakarta tahun 2018 penelitian Watetu et al., (2019) di Rumah
diperoleh data dari instalasi farmasi yang Sakit Kabupaten Kiambu, Kenya pada pasien
meliputi rincian biaya obat antidiabtes Diabetes Tipe 2 menunjukkan bahwa
melitus, biaya obat non antidiabtes melitus, perempuan sebanyak 91 (59,5%) laki-laki
biaya pemeriksaan dan konsultasi dokter, 62(40,5%) sedangkan pada penelitian
biaya laboratorium dan biaya tindakan medik Yosmar et al., (2018) di masyarakat Kota
yang diperlukan di bagian keuangan. Padang menunjukkan bahwa perempuan
3. Tahap Penyelesaian sebanyak 186( 53,4%) dan laki-laki 162
a) Melakukan analisis data dan menyususn (46,6%).
pembahasan hasil penelitian berdasarkan Pada penelitian ini kategori usia di bagi
analisis data yang telah diperoleh dan menjadi 3 kelompok berdasarkan
dilanjutkan penyusunan laporan penelitian Kementerian Kesehatan tahun 2018 yaitu 18-
dalam bentuk tertulis. 44 tahun, 45-64 tahun, dan ≥ 65 tahun pada
b) Tahap selanjutnya dilakukan ujian tesis masing-masing kelompok mikrovaskular,
dan dilakukan perbaikan sesuai hasil ujian makrovaskular, serta mikrovaskular dan
tesis. makrovaskular.
c) Penyerahan hasil laporan tesis penelitian Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa
yang telah diperbaiki kepada Program Pasca pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan
Sarjana Universitas Ahmad Dahlan terbanyak kelompok makrovaskular pada
Yogyakarta. kategori usia 45-64 tahun dengan jumlah 36
pasien (29,3%). Hal tersebut sama dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN penelitian Yosmar et al., (2018) bahwa
Karakteristik Subyek Penelitian penderita diabetes meltus tipe 2 umumnya
Berdasarkan data penelitian diperoleh total berumur 45-74 tahun ini dikarenakan semakin
pasien rawat jalan dengan diagnosa bertambahnya usia, kerja dari organ tubuh
diabetes melitus tipe 2 yang rutin berobat semakin berkurang sehingga dapat meningkat
selama 3 bulan sebelum penelitian dan risiko terkena penyakit. Sesuai dengan data
kontrol rutin di bulan Aguatus sampai Oktobe IDF (2013) menyatakan bahwa sebagian
2018 di poli penyakit dalam RS Condong besar penderita diabetes berada pada rentang
Catur Yogyakarta sebanyak 196 pasien yang umur 40–59 tahun dan 80% pasien diabetes
masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi, melitus pada kelompok umur ini berada pada
dilakukan eksklusi pada pasien diabetes negara berkembang seperti Indonesia, dan
melitus tipe 2 sebanyak 73 pasien dengan tidak menutup kemungkinan orang yang
diagnosa diabetes melitus tipe 2 tanpa berumur <45 tahun bisa terkena penyakit
komplikasi, sehingga diperoleh subyek diabetes melitus.
penelitian sebanyak 123 pasien dengan Lama menderita diabetes melitus tipe 2
diagnosa diabetes melitus tipe 2 dengan ini menunjukkan bahwa berapa lama pasien
komplikasi yang masuk dalam kriteria inklusi menderita diabetes melitus tipe 2 dimulai dari
penelitin. penegakkan diagnosa sampai penelitian ini
Gambaran Karakteristik Demografi dilaksanakan. Keparahan dan lamanya pasien
Berdasarkan hasil penelitian menderita diabetes melitus tipe 2
menunjukkan bahwa jumlah pasien diabetes berhubungan dengan berkembangnya risiko
melitus tipe 2 rawat jalan dengan komplikasi terjadinya penyakit komplikasi. Penyakit
di RS Condong Catur Yogyakarta selama komplikasi diabetes melitus dapat

93
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

membahayakan nyawa pasien, ini disebabkan sebanyak 123 pasien dengan komplikasi
karena penumpukan glukosa di dalam darah mikrovaskular sebanyak 17 pasien,
yang tidak dapat diserap oleh sel tubuh secara makrovaskular 57 pasien, sedangkan
baik sehingga dapat menimbulkan berbagai microvaskular dan makrovaskular sebanyak
gangguan di organ tubuh karena glukosa 49 pasien.
merupakan sumber energi utama bagi sel Komplikasi pada penelitian ini
tubuh manusia. merupakan komplikasi kronis yang di derita
Hasil penelitian ini diperoleh oleh pasien diabetes melitus tipe 2 terdiri atas
lamanya pasien menderita diabetes melitus mikrovaskular (neuropati, retinopati dan
tipe 2 dibagi menjadi 2 kelompok yaitu < 1 nefropati), makrovaskular (hipertensi,
tahun 30 pasien (24,4%) dan 1-5 tahun 93 dislipidemia, hiperuricemia, asma, jantung)
pasien (75,6%). Pasien terbanyak terdapat serta kombinasi kedua komplikasi tersebut
pada komplikasi makrovaskular dengan lama (mikrovaskular dan makrovaskular). Menurut
menderita < 1 tahun yaitu 11 pasien (36,7%), WHO (2016) setelah usia mencapai 30 tahun
1-5 tahun yaitu 46 pasien (49,5%), sejalan kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dL per
dengan penelitian Jakson et al (2014) tahun (saat puasa) dan naik sebesar 5,6-13
lamanya pasien menderita diabetes melitus < mg/dL per tahun (2 jam setelah makan),
1 tahun (10,9%), 1-5 tahun (34,7%) hal ini sehingga dengan tingginya kadar gula darah
terjadi karena kurangnya kesadaran pasien yang tinggi secara terus-menerus dapat
dalam mengontrol kadar gula darah sehingga mengakibatkan timbulnya komplikasi
akan berakibat pada penyakit komplikasi dan diabetes melitus. Komplikasi utama dari
berpengaruh pada kualitas hidup pasien serta penyakit diabetes melitus yaitu komplikasi
dapat mengakibatkan biaya terapi penyakit makrovaskular yang merupakan penyakit
diabetes melitus semakin meningkat. kardiovaskular sebesar 65% dari komplikasi
Hasil uji Chi Square data deskriptif diabetes melitus dan merupakan penyebab
jenis kelamin, usia, dan lama menderita pada utama kematian pada pasien dengan diabetes
pasien dengan penyakit komplikasi melitus tipe 2 Barr dkk., (2007).
mikrovaskular, makrovaskular, Penelitian ini menunjukkan jumlah
mikrovaskular dan makrovaskulr diabetes pasien komplikasi pada masing-masing
melitus Tipe 2 yaitu nilai p>0,05 yang berarti kelompok terbanyak yaitu komplikasi
tidak ada perbedaan signifikan antara jenis makrovaskular sebanyak 57 pasien (46,34%)
kelamin dan usia pada penyakit komplikasi, terutama pada penyakit hipertensi sebanyak
sedangkan pada p<0,05 berbeda 31 pasien (25,20%), pada kelompok
signifikansinya yang artinya ada perbedaan mikrovaskular dan makrovaskular sebanyak
signifikan antara lama menderita dengan 49 pasien (39,83%) yaitu pada penyakit
penyakit komplikasi. neuropati dan hipertensi sebanyak 18 pasien
Diagnosa Pasien DM Tipe 2 (14,63%) sedangkan pada kelompok
Diagnosa pasien diabetes melitus tipe 2 mikrovaskular sebanyak 17 pasien (13,82%)
berdasarkan hasil data rekam medis pasien yaitu pasien pada penyakit neuropati sebanyak
diabetes melitus tipe 2 dan Sistem Informasi 14 pasien (11,38%). Penelitian yang sama
Rumah Sakit (SIRS) dengan kode ICD 10 pada Soewondo P dkk., (2016) di RSUD Dr.
(Penyakit diabetes melitus) E11 (penyakit Abdul Aziz Singkawang membuktikan bahwa
diabetes melitus tipe 2). Pengelompokan komplikasi terbanyak pada penderita diabetes
pasien dengan penyakit komplikasi diperoleh yaitu komplikasi makrovaskular (45,5%),
berdasarkan diagnosa komplikasi oleh dokter komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular
dan obat-obatan yang diberikan kepada pasien (26,0%), komplikasi mikrovaskular (10,5%),
diabetes melitus tipe 2. Jumlah pasien yang dan yang tidak mengalami komplikasi
menderita komplikasi pada penelitian ini total

94
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

Tabel 1. Jumlah Kejadian dan Biaya Komplikasi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan
RS Condong Catur Yogyakarta (n=123 pasien)
Jumlah Presentase Biaya rata-rata
Jenis Komplikasi pasien (%) per bulan
(n)
Mikrovaskular :
Neuropati 14 11,38 Rp 192.913
Retinopati 3 2,44 Rp 149.419
Jumlah 17 13,82 Rp 342.332
Makrovaskular :
Hipertensi 31 25,20 Rp 567.516
Hipertensi+Dislipidemia 17 13,82 Rp 148.119
Hipertensi+Dislipidemia+Jantung 3 2,44 Rp 136.160
Hipertensi+Jantung 4 3,25 Rp 41.262
Jantung 2 1,63 Rp 179.522
Jumlah 57 46,34 Rp 1.072.579
Mikrovaskular dan makrovaskular :
Neuropati+Retinopati+Hipertensi+Jantung 2 1,63 Rp 263.451
Neuropati+Hipertensi 18 14,63 Rp 326.345
Neuropati+Dislipidemia 4 3,25 Rp 36.923
Neuropati+Hipertensi+Dislipidemia 7 5,70 Rp 108.266
Neuropati+Hipertensi+Jantung 3 2,44 Rp 122.846
Neuropati+Hipertensi+Dislipidemia+Jantung 1 0,81 Rp 61.040
Neuropati+Retinopati+Hiperurisemia 1 0,81 Rp 38.276
Neuropati+Hipertensi+Jantung 1 0,81 Rp 41.986
Neuropati+Retinopati+Dislipidemia 1 0,81 Rp 67.355
Neuropati+Retinopati+Jantung 1 0,81 Rp 39.688
Retinopati+Hipertensi+Dislipidemia 3 2,44 Rp 344.091
Retinopati+Hipertensi+Jantung 2 1,63 Rp 116.274
Nefropati+Jantung 1 0,81 Rp 120.277
Nefropati+Hipertensi 4 3,25 Rp 231.276
Jumlah 49 39,83 Rp 1.918.101

(18,0%) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel risiko terjadinya komplikasi dapat dicegah.
1. Penggunaan obat antidiabetes didasarkan
Gambaran Terapi Pada Pasien Diabetes pada berbagai pertimbangan sesuai kondisi
Melitus Tipe 2 dari masing-masing pasien. Obat antidiabetes
Dalam mengelola diabetes melitus terdiri dari oral, insulin, dan kombinasi
langkah pertama yang harus dilakukan adalah keduanya (PERKENI, 2015). Pada penelitian
pengelolaan non farmakologi, berupa ini golongan obat antidiabetes yang
perencanaan makanana berserat tinggi, diet digunakan terdiri dari sulfonilurea
lemak, tidak merokok, tidak mengkonsumsi (glimepiride, glikazide, glikuidone), biguanid
alkohol dan olah raga yang tertur, kemudian (metformin), thiazolidinedion (pioglitazone),
jika dengan langkah-langkah tersebut sasaran penghambat α glukosidase (acarbose), insulin
pengendalian diabetes melitus yang telah yang terdiri dari novomix flexpen dan
ditentukan belum tercapai, maka dilanjutkan humalog Mix 25 (human premixed),
dengan penggunaan obat atau pengelolaan novorapid (rapid-acting), lantus solostar
farmakologi. Terapi farmakologi diperlukan (long-acting)).
untuk mencapai target glukosa darah. Pada Tabel 2 kombinasi obat yang sering
Kadar glukosa darah pada pasien digunakan adalah glimepiride dan metformin
diabetes melitus harus tetap dijaga supaya yang merupakan golongan sulfonilurea dan

95
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

biguanid sebanyak 15 pasien (12,19%) pada registrasi, tanggal kunjungan pasien. Rincian
kompliksi mikrovaskular dan makrovaskular, biaya medis langsung diperoleh di bagian
kelompok makrovaskular sebanyak 11 pasien keuangan dan biaya obat antidiabetes maupun
(8,94%) pada kombinasi glimepiride, non antidiabetes dadapatkan di bagian
metformin dan acarbose, kelompok instalasi farmasi dalam Sistem Informasi
mikrovaskular sebanyak 4 pasien (3,25%) Rumah Sakit (SIRS). Rincian biaya tersebut
dengan menggunakan kombinasi obat dikelompokkan menjadi biaya obat
glimepiride, metformin dan acarbose antidiabetes, obat non antidiabetes, biaya
sedangkan pada pemakaian insulin pada periksa dan konsultasi dokter, biaya tes
kelompok makrovaskular 1 pasien (0,81%) laboratorium, dan biaya tindakan.
kombinasi insulin dengan antidiabetes oral Biaya Obat Antidiabetes
ada 1 pasien (0,81%), sedangkan pada Kelompok biaya obat di bagi menjadi 2
kelompok mikrovaskular dan makrovaskular yaitu biaya obat antidiabetes dan biaya obat
penggunaan insulin ada 4 pasien (3,25%), non antidiabetes (biaya komplikasi). Obat
kombinasi obat antidiabetes oral dan insulin 1 antidiabetes yang digunakan dalam terapi
pasien (1%). pasien diabetes melitus yaitu sulfonilurea,
Penelitian sebelumnya menunjukkan biguanid, thiazolidinedion, penghambat α
bahwa prevalensi penggunaan kombinasi glukosidase, serta insulin. Biaya obat non
antidiabetes glimepiride dan metformin di antidiabetes yaitu biaya yang dikeluarkan
Mesir (8,3%), Indonesia (9,1%), Myanmar pasien untuk mengatasi penykit komplikasi
10,5%, Nepal (5,6%), sedangkan pada mikrovaskular, makrovaskular,
kombinasi glimepiride,metformin dan mikrovaskular dan makrovaskular. Biaya
acarbose di Kuwait (21%), Uganda (1,4%), obat rata-rata pasien per bulan yaitu sebesar
ini membuktikan bahwa pemberian awal Rp 408.567 (mikrovaskular), Rp1.245.987
kombinasi obat antidiabetes dapat mengontrol (makrovaskular), Rp 2.059.959
kadar gula darah yang tinggi dan mengurangi (mikrovaskular dan makrovaskular). Variasi
terjadinya komplikasi mikrovaskular maupun implikasi, jenis antidiabetes dan dosis yang
makrovaskular. digunakan.
Pada penelitian di Inggris membuktikan Biaya Obat Komplikasi
bahwa penggunaan kombinasi antidiabetes Biaya obat komplikasi yaitu biaya obat yang
oral dengan insulin lebih efektif dan aman, dikeluarkan pasien untuk mengatasi
tetapi tetap mempertimbangkan mekanisme komplikasi dari penyakit yang dideritanya
kerja dari masing-masing obat tersebut, hal ini (Obat non antidiabetes melitus). Pada Tabel 1
sama dengan penelitian Lingvay I et al., membuktikan bahwa biaya kelompok
(2009) yang mengatakan bahwa pemakaian komplikasi terbesar yaitu pada komplikasi
insulin lebih efektif dan tidak menyebabkan mikrovaskular dan makrovaskular dengan
kenaikan berat badan atau hipoglikemia, total biaya rata-rata per bulan yaitu Rp
pemakaian insulin lebih aman, dapat diterima 1.918.101, biaya komplikasi rata-rata yang
dengan baik oleh pasien dan efektif untuk paling besar pada kelompok ini yaitu pada
perawatan pasien diabetes tipe 2 yang baru komplikasi retinopati,hipertensi dan
didiagnosis. dislipidemia sebesar Rp 344.091 per bulan ,
Analisa Biaya Terapi pada Pasien Diabetes yang kemudian diikuti komplikasi neuropati
Melitus Tipe 2 dan hipertensi sebesar Rp 326.345 per bulan.
Data biaya obat antidiabetes, non Pada kelompok makrovaskular biaya terbesar
antidiabetes dan biaya medis langsung pasien pada komplikasi hipertensi Rp 567.516 dan
antidiabetes melitus tipe 2 RS Condong Catur dilanjutkan kelompok komplikasi
Yogyakarta didapatkan dari rincian biaya mikrovaskular sebessar Rp 192.913 pada
nama pasien, nomor rekam medis, nomor komplikasi neuropati.biaya obat antidiabetes

96
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

Tabel 2. Gambaran Jenis Obat dan Rata-rata Biaya Obat Antidiabetes Melitus yang Digunakan pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Berdasarkan Penyakit Komplikasi di RS Condong Catur
Yogyakarta (n=123)
Jumlah Presentase Biaya rata-rata
Jenis Terapi pasien (%) per bulan
(n)
Mikrovaskular :
Glimepiride+Metformin+Pioglitazone+Acarbose 2 1,63% Rp 51.707
Glimepiride+Metformin 3 2,44% Rp 12.483
Glimepiride+Pioglitazone 2 1,63% Rp 61.369
Glimepiride+Metformin+Pioglitazone 2 1,63% Rp 55.541
Glimepiride+Metformin+Acarbose 4 3,25% Rp 59.829
Glimepiride+Acarbose 1 0,81% Rp 16.766
Metformin 2 1,63% Rp 5.024
Metformin+Pioglitazone+Insulin 1 0,81% Rp 145.845
Jumlah 17 13,83% Rp 408.567
Makrovaskular :
Metformin 8 6,50% Rp 10.048
Metformin+Acarbose 2 1,63% Rp 22.517
Glimepiride 3 2,44% Rp 6.921
Glimepiride+Metformin 10 8,13% Rp 63.689
Glimepiride+Metformin+Acarbose 11 8,94% Rp 208.592
Glimepiride+Metformin+Acarbose+Insulin 1 0,81% Rp 118.843
Glimepiride+Metformin+Pioglitazone 7 5,69% Rp 168.577
Glimepiride+Metformin+Pioglitazone+Acarbose 2 1,63% Rp 87.318
Glimepiride+Metformin+Pioglitazone+Insulin 1 0,81% Rp 188.543
Glimepiride+Pioglitazone+Acarbose 1 0,81% Rp 34.000
Glimepiride+Pioglitazone 5 4,07% Rp 136.673
Glikazide+Metformin 1 0,81% Rp 4.922
Glikazide+Metformin+Acarbose 1 0,81% Rp 8.849
Glikuidone 1 0,81% Rp 12.473
Insulin 1 0,81% Rp 128.722
Pioglitazone+Acarbose 1 0,81% Rp 29.215
Pioglitazone 1 0,81% Rp 16.077
Jumlah 57 46,32% Rp 1.245.987
Mikrovaskular dan makrovaskular :
Pioglitazone+Insulin 1 0,81% Rp 151.154
Insulin 4 3,25% Rp 399.040
Glimepiride+Metformin+Insulin 1 0,81% Rp 391.383
Glimepiride+Metformin+Acarbose 9 7,32% Rp 135.120
Glimepiride+Metformin 15 12,19% Rp 92.248
Glimepiride 3 2,44% Rp 10.620
Glimepiride+Pioglitazone 3 2,44% Rp 64.954
Glimepiride+Metformin+Pioglitazone 3 2,44% Rp 60.770
Glimepiride+Metformin+Pioglitazone+Acarbose 3 2,44% Rp 149.846
Metformin+Insulin 2 1,63% Rp 456.775
Metformin+Acarbose 1 0,81% Rp 7.577
Metformin+Pioglitazone+Acarbose 1 0,81% Rp 36.197
Glikuidone 1 0,81% Rp 9.354
Glikuidone+Pioglitazone 1 0,81% Rp 47.086
Glikazide+Metformin+Acarbose 1 0,81% Rp 19.883
Jumlah 49 39,81% Rp 2.059.959

setiap pasien berbeda-beda karena disebabkan Pada penelitian Acharya et al., (2016)
oleh kondisi penyakit membuktikan bahwa biaya paling tinggi pada
pasien diabetes yaitu biaya untuk komplikasi

97
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

mikrovaskular dan makrovaskular yaitu 1,6 pasien setiap bulannya sebesar Rp


kali lebih tinggi dibandingkan biaya pasien 3.164.732 per bulan (mikrovaskular), Rp
tanpa komplikasi. Di India Utara biaya 9.984.566 per bulan (makrovaskular), Rp
antidiabetes yang dikeluarkan oleh pasien 11.534.060 per bulan (mikrovaskular dan
dengan komplikasi sebesar 1448.51 rupee per makrovaskular).
bulan, sehingga biaya medis langsung yang Untuk mengetahui rata-rata biaya obat
dikeluarkan pasien untuk obat sebesar antara penggunaan obat antidiabetes oral,
(71,25% ), biaya medis tidak langsung insulin, oral dan insulin maka perlu dihitung
(28,75% ) dan biaya pelayanan kesehatan setiap kelompok komplikasi, baik komplikasi
(2,83%). mikrovaskular, makrovaskular,
Pada penelitian sebelumnya mikrovaskular dan makrovaskular.
menunjukkan bahwa total biaya pasien pasien Komplikasi Mikrovaskular
diabetes rawat jalan sebesar 2.108 dolar Pada kelompok mikrovaskular biaya
Amerika per pasien dimana biaya medis rata-rata obat oral sebesar Rp 262.721 dengan
langsung yang dikeluarkan pasien sebesar rentang biaya sekitar ± Rp 11.529 per pasien
1.335 dolar Amerika per pasien (63,3%), dalam satu bulan. Rata-rata biaya obat
sedangkan biaya medis tidak langsung antidiabetes dihitung berdasarkan jenis obat
sebesar 773 dolar Amerika per pasien antidiabetes yang digunakan oleh pasien
(36,7%). Pasien dengan komplikasi selama terapi, pada kelompok mikrovaskular
mikrovaskuler dan makrovaskular memiliki biaya obat yang paling besar yaitu
biaya yang lebih tinggi sebesar 3199 dolar penggunaan obat oral.
Amerika per pasien dibandingkan pasien Penelitian Kim H et al., (2012) di Korea
dengan komplikasi mikrovaskuler 2062 dolar yang membuktikan bahwa dari 1.883 pasien
Amerika per pasien atau makrovaskular 2.517 pada komplikasi mikrovaskular selain diet
dolar Amerika per pasien. dan olahraga (43,2%) penggunaan obat
Biaya Non Obat antidiabetes yang terbanyak yaitu obat
Biaya non obat pada penelitian ini antidiabetes oral (46,2%), insulin (5,5%), oral
meliputi biaya periksa dan konsultasi dokter, dan insulin (5,2%) dengan total biaya
biaya tes laboratorium, Biaya tindakan medis. komplikasi mikrovaskular sebesar 997,7 Won
Total biaya non obat per bulan diperoleh dari Korea (KRW).
jumlah biaya periksa dan konsultasi dokter, Makrovaskular
biaya tes laboratorium, biaya tindakan medis Biaya rata-rata obat antidiabetes oral
yang diperoleh selama penelitian kemudian pada kelompok makrovaskular Rp 809.877 ±
dibagi lamanya penelitian (3 bulan). Rp 12.496 (54 pasien), insulin Rp 128.723 (1
Komponen biaya non obat pada setiap rumah pasien), kemudian kombinasi oral dan insulin
sakit berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh Rp 999.313 ± Rp 152.776 (2 pasien), pada
tipe rumah sakit, dokter yang menangani penelitian Dimitrova M et al., (2015) di
terapi (dokter umum, dokter spesialis, dokter rumah sakit Bulgaria membuktikan bahwa
sub spesialis), ada atau tidaknya tindakan biaya terapi obat pada penyakit komplikasi
medis yang perlu dilakukan, dan periode makrovaskular sebesar EUR 213.87 (162.24)
kunjungan pasien untuk berobat. komplikasi mikrovaskular EUR 171.26
Biaya Riil/Medis Langsung (146.09) sehingga biaya obat pada komplikasi
Biaya medis langsung pada penelitian ini makrovaskular lebih besar dari terapi obat
terdiri dari biaya obat antidiabetes, biaya obat pada kelompok mikrovaskular
non antidiabetes, sedangkan biaya non obat Penelitian Kim H et al., (2012) di Korea
terdiri dari biaya periksa dan konsultasi menunjukkan bahwa pada kelompok
dokter, biaya tes laboratorium, biaya tindakan komplikasi makrovaskular makrovaskular
medis. Rata-rata biaya medis langsung per prevalensi penggunaan obat antidiabetes oral

98
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

sebesar 20 (39,2%), obat insulin 3 (5,9%), KESIMPULAN


serta pada kombinasi dari penggunaan oral Berdasarkan hasil penelitian yang
dan insulin sebesar 2 (3,9%). Total biaya tentang cost of Ilness diabetes melitus tipe 2
penggunaan obat pada kelompok rawat jalan peserta Jaminan Kesehatan
mikrovaskular dan makrovaskular sebesar Nasional (JKN) di Rumah Sakit Condong
1.300,6 Won Kore (KRW) Catur Yogyakarta pada periode Agustus-
Mikrovaskular dan Makrovaskular Oktober 2018 dapat disimpulkan bahwa:
Kelompok komplikasi mikrovaskular 1. Besar biaya terapi pasien diabetes
dan makrovaskular menunjukkan hasil bahwa melitus tipe 2 rawat jalan pada komplikasi
penggunaan obat oral sebesar Rp 661.606 ± kelompok mikrovaskular Rp 3.164.732 per
Rp 14.741 (41 pasien), insulin Rp 399.040 ± bulan, kelompok makrovaskular Rp
Rp 1.339 (4 pasien), kemudian oral dan 9.984.566 per bulan, kelompok
insulin sebesar Rp 999.313 ± Rp 152.776. mikrovaskular dan makrovaskular Rp
Penelitian Domeikiene A et al., (2015) di 11.534.060 per bulan
Lithuania menunjukkan bahwa pada 2. Besar biaya terapi pasien diabetes
kelompok mikrovaskular dan makrovaskular melitus tipe 2 rawat jalan berdasarkan jenis
biaya obat antidiabetes oral sebesar EUR obat pada komplikasi kelompok
74.73 (95% CI, 65.07–84.39), insulin EUR mikrovaskular Rp 408.567 per bulan,
408.75 (95% CI, 359.76–457.75), kemudian kelompok makrovaskular Rp 1.245.987 per
oral dan insulin sebesar EUR 508.94 (95% CI, bulan, kelompok mikrovaskular dan
425.81–592.07) dengan uji Kruskal Wallis makrovaskular Rp 2.059.959 per bulan.
didapatkan nilai p<0,001. 3. Perbedaan selisih antara total biaya riil
Penelitian Kim H et al., (2012) di Korea dan total tarif INA-CBG’s, kelompok
menunjukkan bahwa pada kelompok mikrovaskular Rp -38.741,14 per pasien,
komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular kelompok makrovaskular Rp -10.914,03 per
prevalensi penggunaan obat antidiabetes oral pasien, sedangkan pada kelompok
sebesar 138 (50,6%), obat insulin 22 (8,1%), mikrovaskular dan makrovaskular Rp
serta pada kombinasi dari penggunaan oral 3.272,90 per pasien. Didapatkan nilai
dan insulin sebesar 20 (7,3%). Total biaya signifikansi p=0,207 (p>0,05) artinya
penggunaan obat pada kelompok menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
mikrovaskular dan makrovaskular sebesar bermakna antara total biaya riil tiap kelompok
1.384,5 Won Kore (KRW) dengan nilai p < komplikasi.
0.001 yang artinya berbeda signifikan.

Daftar Pustaka

Acharya, L.D., Rau, N.R., Udupa, N., Rajan, M.S., Vijayanarayana, K., 2016. Assessment of
cost of illness for diabetic patients in South Indian tertiary care hospital. Journal of
Pharmacy & Bioallied Sciences. 8 (4): 314–320

American Diabetes Association, 2017. Standards of Medical Care in Diabetes, Diabetes Care
Journal, 60-80.

Andayani, T.M., 2013. Farmakoekonomi Prinsip Dan Metodologi. Bursa Ilmu, Yogyakarta

Baroroh, F., Solikah, W.Y., Urfiyya, Q. A., 2016, Analisis BiayaTerapi Diabetes Melitus Tipe
2 di Rumah Sakit PKU Muhammadyah Bantul Yogyakarta, Jurnal Farmasi Sains dan

99
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

Praktis, 1 (2), 11-22.

Barr, E.L.M., Zimmet, P.Z., Welborn,T.A, Jolley., D, Magliano, D.J, 2014. Risk of
Cardiovascular and All-Cause Mortality in Individuals With Diabetes Mellitus, Impaired
Fasting Glucose, and Impaired Glucose Tolerance: The Australian Diabetes, Obesity, and
Lifestyle Study (AusDiab), Journal of American Heart Assosiation, 151-153

BPJS, 2014, INA-CBGs Membuat Biaya Kesehatan Lebih Efektif, Info BPJS Kesehatan, 8,34

Dinas Kesehatan Propinsi Yogyakarta. 2017, Profil Kesehatan Propinsi di Yogyakarta Tahun
2017, diakses 9 Oktober 2018,
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2017/1
4_DIY_2017.pdf

Kementerian Kesehtan Republik Indonesia, 2013, Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan


Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, 9-10,16,27,
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs),
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Jaminan Kesehatan Nasional. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kim, T.H., Chun, K.H., Kim., H.J., Han, S.J., Kim, D.J., Kwak, J., Kim, Y.S., Woo, J.T., Park,
Y., Nam, M., Baik, S.H., Ahn, K.J., Lee, K.W., 2012. Direct Medical Cost for Patients
with Type 2 Diabetes and Related Complications: A Prospective Cohort Study Based on
the Korean National Diabetes Program, J. Korean Med. Sci. 27, 876-882. doi:
10.3346/jkms.2012.27.8.876

Lingvay, I., Legendre, J.L., Kaloyanova, P.F., 2009. Insulin-Based Versus Triple Oral Therapy
for Newly Diagnosed Type 2 Diabetes. American Diabetes Association. Diabetes Care
32:1789-1795, 200

Malhan, S., Oksuz, E., Babineaux, S.M., Ertekin, A., dan Palmer, J.P., 2014. Assessment of
the Direct Medical Costs of Type 2 Diabetes Mellitus and its Complications in Turkey.
Turkish Journal of Endocrinology and Metabolism, 18: 39-43.

PERKENI, 2015, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia 2015, PB. PERKENI, Jakarta.

Watetu, T.A., Beatrice, K.N., Arnold, O., Anselimo M., 2019. Characteristics of Type 2
Diabetes Patients and Their Association with the Metabolic Syndrome and Cardiovascular
Risk Factors at Thika Level Five Hospital in Kenya. International Journal of Diabetes
and Endocrinology. 4(2): 35-48

World Health Organization (WHO), 2016, Global Report on Diabetes, France: World Health
Organization.

100
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 2, (2019). e-ISSN 2685-5062
Available online at: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

Wu, Y., Ding, Y., Tanaka, Y., Zhang, W., 2014, Risk Factors Contributing to Type 2 Diabetes
and Recent Advances in the Treatment and Prevention, International Journal of Medical
Sciences, 11 (11), 1185-1200.

Yosmar, R., Almasdy, D., Rahma, F., 2018. Survei Risiko Penyakit Diabetes Melitus Terhadap
Masyarakat Kota Padang. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 134–141.

Zhuo, X., Zhang, P., Hoerger, T.J., 2013, Lifetime Direct Medical Cost of Treating Type 2
Diabetes and Diabetic Complications, American Journal of Preventive Medicine, 45 (3),
253-261

101
29 PHARMACEUTICAL JOURNAL OF INDONESIA 2021. 7(1): 29-36

PHARMACEUTICAL JOURNAL OF INDONESIA


Available online at http://.pji.ub.ac.id

Analisis Perbandingan dan Biaya Perawatan (Cost of illness) Stroke Iskemik


dengan Stroke Hemoragik Pasien Rawat Inap di RSUD Panembahan Senopati
Setiani1, Imram Radne Rimba2*, Eliza Dwinta3
1,3.
Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Alma Ata, Yogyakarta, Indonesia
2*.
Program Studi Administrasi Rummah Sakit, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Alma Ata, Yogyakarta, Indonesia

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Penerimaan
naskah: 27 Pendahuluan: Stroke termasuk dalam penyakit katarostropik yang dapat mengancam jiwa,
September 2021 dan memiliki resiko tinggi serta membutuhan pertolongan segera. Stroke dapat menyebabkan
Penerimaan penderitanya memiliki faktor resiko morbiditas seusia hidupnya yang dapat menimbulkan
naskah revisi: 11 Burden disease sehingga menyebabkan kematian, cedera, hilangnya produktifitas dan
November 2021 membutuhkan biaya penanganan yang cukup tinggi.
Disetujui untuk Tujuan: Mengetahui total biaya perawatan dan selisish biaya perawatan stroke iskemik dan
dipublikasikan: 17 stroke hemoragik pasien rawat inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
November 2021 Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif analitik non-
eksperimental dengan pendekatan cross sectional study menurut perspektif penyedia layanan
kesehatan (provider). Biaya yang diperhitungkan adalah biaya langsung (direct cost)
menggunakan pendekatan bottom up. Subyek penelitian adalah semua pasien stroke rawat inap
yang terdaftar sebagai pasien umum di rumah sakit yang memenuhi kriteria inklusi. Data
dianalisis menggunakan software Excel dan SPSS.
Hasil: Hasil penelitian melibatkan 50 sampel yang terdiri dari 32 pasien stroke iskemik dan 18
pasien stroke hemoragik menunjukan dengan analisis regresi linear variabel bebas berpengaruh
terhadap biaya stroke sebesar 49,1%. Total direct health cost perawatan stroke adalah sebesar
Rp151.633.600,00 Sedangkan material cost sebesar Rp113.954.918,00. Total rata-rata biaya
stroke iskemik Rp4.625.511.006, stroke hemoragik Rp6.531.786.277 dengan selisih
Kata kunci : Rp1.906.275.271.
Cost of Illness, Kesimpulan: Lama rawat inap menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap tingginya
Stroke Hemoragik, biaya dengan nilai p 0,00 (<0,05).
Stroke Iskemik

Cost of Illness in Ischemic and Hemorrhagic Stroke Patients at The


Panembahan Senopati Public Hospital
Keywords: ABSTRACT
Cost of illness,
Hemorrhagic Stroke, Introduction: Stroke belongs to the category of catastrophic disease which can be life- threatening and
Ischemic Stroke has a high risk that it requires immediate help. Stroke can cause the sufferers to have risk factors for
lifelong morbidity leading to the burden of disease disease causing death, injury, and loss of productivity
that it requires high handling costs.
Objectives: To know analysis of the cost of illness and find the difference cost in patients diagnosed
with an ischemic and hemorrhagic stroke.
Methods:This research uses a non-experimental descriptive-analytic research design with a cross- ini
sectional study approach from the perspective of a health care provider. The calculated costs are direct
costs using a bottom-up approach. The research subjects were all inpatient stroke patients who were
registered as general patients in the hospital who met the inclusion criteria. Data were analyzed using
Excel and SPSS software.
Results: The results involving 50 samples showed that with linear regression analysis the independent
variables had an effect on the cost of stroke by 49.1%. The total direct health cost for stroke care is
Rp151.633.600,00 ischemic stroke Rp4.625.511.006 and hemorrhagic stroke is Rp6.531.786.277 with a
difference of Rp1.906.275.271
Conclusions: The length of hospitalization is the most influential factor on the high cost with a p value of
0.00 (<0.05).

*Corresponding author: Imram Radne Rimba,Program Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Alma Ata, Yogyakarta,
Indonesia, Email :imramradne@almaata.ac.id
Rimba et al: Analisis Perbandingan dan Biaya Perawatan (Cost of illness) Stroke Iskemik dengan Stroke Hemoragik …..................................................
30

medis habis pakai. Penelitian di Jawa Timur melaporkan


1. Pendahuluan total biaya medik langsung pada pasien stroke iskemik
Selama kurun waktu awal tahun 2000-2016, lebih besar dibandingkan total biaya medik langsung
Indonesia telah mengalami transisi Epidemiologi stroke hemoragik (8).
kesehataan yang menunjukan bahwa proporsi kematian Penelitian mengenai cost of illness lebih banyak
yang diakibatkan oleh penyakit tidak menular (PTM) dilakukan pada pasien jaminan kesehatan untuk
meningkat 82% (1). Prevalensi penyakit tidak menular membandingkan biaya riil dengan klaim INA CBG’S
terus mengalami peningkatan diantaranya penyakit kanker sedangkan pada pasien dengan metode pembayaran fee for
memiliki prevalensi dari 1,4% menjadi 1,8%, penyakit service masih sedikit dilakukan pada pasien dengan
ginjal kronis naik dari 2% menjadi 3,8%, diabetes mellitus diagnosa stroke yang membandingkan biaya stroke
naik dari 6,9% menjadi 8,5%, hipertensi naik dari 25,8% iskemik dan hemoragik. Oleh karena itu, mengingat tidak
menjadi 34,1%, dan stroke naik dari 7% menjadi 10,9% kalah pentingnya maka penelitian ini perlu dilakukan agar
(2). menjadi masukan bagi penyedia layanan kesehatan
Stroke merupakan kondisi yang dapat menyebabkan sehingga pihaknya mampu mengendalikan komponen
terganggunya fungsi otak akibat adanya gangguan aliran biaya terbesar dan tetap memberikan standar pelayan
darah yang menuju otak.Gangguan aliran darah ini terbaik bagi pasien. Penelitian ini bertujuan untuk memberi
disebabkan oleh beberapa hal yaitu pecah (stroke gambaran komponen penyusun biaya medik langsung,
hemoragik) atau tersumbatnya (stroke iskemik) pembuluh mengetahui pengaruh variabel bebas dengan total biaya
darah di otak (3).yang dapat menimbulkan gangguan fisik perawatan stroke, serta mengetahui selisih biaya riil
secara mendadak (4). Di Indonesia, stroke merupakan penyakit stroke iskemik dengan stroke hemoragik.
penyakit dengan prevalensi tinggi termasuk untuk
kabupaten Bantul. 2. Metode
Stroke merupakan kasus yang digolongkan kedalam
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
kasus triage merah yang membutuhkan perawatan tepat
deskriptif analitik non-eksperimental dengan pendekatan
dan segera karena mengancam jiwa sehingga
cross sectional study menurut perspektif penyedia layanan
membutuhkan rujukan FKTL yang cepat. RSUD
kesehatan (provider). Pengambilan data dilakukan secara
Panembahan Senopati yang merupakan salah satu rumah
retrospektif dengan menggunakan data skunder melalui
sakit rujukan utama stroke mencatat sebanyak 371 kasus
penelusuran data pasien stroke di bagian rekam medik dan
pada tahun 2018 (5).Stroke dapat menyebabkan
rincian total biaya perawatan perepisode rawat inap
penderitanya memiliki faktor resiko morbiditas seusia
dibagian keuangan rumah sakit yang di seleksi berdasarkan
hidupnya yang dapat menimbulkan Burden disease
kriteria inklusi dan ekslusi selama periode Januari 2019 –
sehingga menyebabkan kematian, cedera, dan hilangnya
Desember 2020 di RSUD Panemban Senopati Bantul.
produktifitas (6). Tidak hanya menyebabkan penurunan
Kriteria inklusi adalah semua pasien dengan diagnosa
produktifitas, ternyata penyakit tidak menular
stroke rawat inap, terdaftar sebagai pasien umum, serangan
membutuhkan biaya penanganan yang cukup tinggi, mulai
stroke pertama maupun ulangan, usia > 18 tahun, pasien
dari lamanya perawatan, obat-obatan sampai peralatan atau
dengan data rekam medik dan pembiayaan lengkap.
teknologi yang digunakan.
Kriteria ekslusi adalah pasien yang meninggal selama
Tingginya beban biaya tersebut dapat dievaluasi
perawatan periode Januari 2019 – Desember 2020 dan
menggunakan studi farmakoekonomi Cost of illness,
pasien stroke rawat jalan. Pengambilan sampel penelitian
Analisis Cost of Illness (COI) merupakan analisis yang
ini menggunakan metode total sampling dengan teknik
dapat digunakan untuk mengevaluasi biaya atau beban
purposive sampling. Diperoleh sampel sebanyak 50 sampel
ekonomi dari suatu penyakit (7). Studi Cost of illness dapat
yang terbagi atas dua diagnosa yaitu sebanyak 32 sampel
memberikan gambaran besaran biaya intervensi penyakit,
denga stroke iskemik dan 18 sampel dengan stroke
penyakit mana yang membutuhkan alokasi biaya, dan
hemoragik.
sumber daya untuk pencegahan atau pengobatan. Studi
Variabel bebas pada penelitian ini meliputi usia, jenis
COI dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa sudut
kelamin, lama perawatan, kelas perawatan, komorbid, tipe
pandang, sudut pandang yang digunakan dapat
komorbid, dan tipe penyakit. Variabel terikat adalah total
mempengaruhi komponen biaya yang akan dianalisis7.
biaya perawatan stroke. Biaya yang diperhitungkan adalah
Studi Cost of illness ini akan dianalisis mengunakan sudut
biaya langsung (direct cost) yaitu direct medical cost dan
pandang penyedia layanan kesehatan (Provider) yaitu
material cost dengan menggunakan pendekatan bottom up.
pihak rumah material medis (Material cost) dengan
Analisis dan olah data dilakukan dengan menggunaan
menggunakan pendekatan Buttom up. sakit, dan biaya
program komputer Excel untuk menghitung total biaya
yang akan dianalisis adalah biaya medis langsung (Direct
perawatan dan SPSS yang meliputi analisis deskriptif
health cost) dan biaya.
univariat untuk mendeskripsikan karakteristik subyek
Studi terdahulu mengenai cost of illness pada
penelitian, analisis bivariat dengan uji Independent T-tes
perawatan stroke telah dilakukan menggunakan beberapa
untuk melihat perbedaan biaya langsung ditinjau dari
sudut pandang berbeda, hasil penellitian yang dilakukan
variabel jenis kelamin, komorbid dan tipe penyakit serta
terdahulu menunjukan bahwa komponen biaya terbesar
One-way Anova untuk melihat perbedaan biaya langsung
perawatan stroke iskemik bersal dari biya obat dan barang
ditinjau dari variabel usia, lama rawat inap, Kelas
Rimba et al: Analisis Perbandingan dan Biaya Perawatan (Cost of illness) Stroke Iskemik dengan Stroke Hemoragik ....................................................... 31

perawatan dan tipe komorbid. Analisis multivariat dengan sebesar 20% pada kelompok umur 45-55, 32% pada umur
uji regresi linear berganda untuk melihat seberapa 55-64, dan 83% pada kelompok umur 65-74 tahun (9). Hal
berpengaruh variabel bebas mempengaruhi variabel terikat ini juga berkaitan dengan kejadian hipertensi yang banyak
yaitu total biaya perawatan stroke. terjadi pada usia diatas 55 tahun dan resiko tersebut akan
semakin tingggi pada kelompok orang yang memiliki
3. Hasil dan Diskusi peluang hidup hingga usia 80 tahun (13).
Berdasarkan kelas perawatan, kelas III dan kelas VIP
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan menjadi kelas yang paling banyak dipilih dan digunakan.
dibagian Sistem Informasi Rumah Sakit RSUD Sebanyak 19 (38%) berada diruang perawatan kelas III dan
Panembahan Senopati diperoleh karakteristik demografi 16 (32%). kelas VIP cukup banyak dipilih hal ini
pasien yang dapat dilihat pada Tabel 1. dimungkinkan karena pasien umum membayar biaya
secara pribadi sehingga berhak untuk memilih kelas
Tabel 1. Karakteristik Demografi Subyek Penelitian perawatan untuk memperoleh perawatan yang lebih
Karakteistik Jumlah Subyek
ekslusif.Berbeda dengan pasien Jaminan Kesehatan
Persentase (%) Nasional (JKN) dimana kelas rawat inap ditentukan
Demogafi (n=50)
berdasarkan kelas keanggotaan dan besarnya iuran yang
Jenis kelamin
dikeluarkan (13).
Laki-laki 29 58
Lama perawatan menunjukan proporsi paling banyak
Perempuan 21 42 berada pada lama perawatan 5-10 hari sebanyak 29 sampel
Usia (58%). Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil
< 40 tahun 1 2 penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa lamanya
41-50 tahun 8 16 hari perawatan untuk pasien stroke iskemik adalah berkisar
51-60 tahun 10 20 7 hari dan untuk stroke hemoragik adalah >7 hari atu
61-70 Tahun berkisar 8,8 hari (14). Lama hari perawatan atau lama
11 22
rawayt inap ada pasien stroke dipengaruhi oleh adanya
71-80 tahun 11 22
beberapa faktor seperti tingkat keparahan penyakit, adanya
> 80 tahun 9 18 penyakit penyerta atau komorbid (15), ketepatan dan
Lama rawat inap kerasionalan dalam penatalaksanaan serta adanya terapi
< 5 hari 17 34 penunjang lain (8).
> 5-10 hari 29 58 Hasil karakteristik penyakit subyek penelitian ini
> 10 hari 4 8 dapat dilihat pada Tabel 2.
Kelas perawatan
Tabel 2. Karakteristik Penyakit Subyek Penelitian
VIP 16 32
Karakteistik Penyakit Jumlah Subyek Persentase (%)
Kelas I 4 8 (n=50)
Kelas II 11 22 Tipe Penyakit
Kelas III 19 38 Stroke Iskemik 32 64
Stroke Hemoragik 19 36
Menunjukan jenis kelamin laki-laki lebih banyak Komorbid
dengan jumlah sampel 29 pasien (57%) Kondisi ini Dengan Komorbid 47 94
membuktikan bahwa kejadian stroke memang memiliki
Tanpa Komorbid 3 6
peluang atau faktor resiko lebih besar terkena stroke
Jenis Komorbid
dibandingkan dengan perempuan hal ini dipengaruhi oleh
faktor resiko stroke terkait gaya hidup dimana laki-laki Tanpa Komorbid 3 6
cenderung memiliki gaya hidup yang kurang baik seperti Hipertensi 16 32
merokok. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Diabetus Mellitus 5 10
yan dilakukan didalam dan Luar Negeri (9, 10). American Dislipidemia 1 2
Heart Asosiation (AHA) menyebutkan bahwa Hipertensi dan
perbandingan faktor resiko terkena stroke antara 1 2
Diabetus Melitus
perempuan dan laki-laki adalah sebesar 1:5 dan 1:6 (11). Hpertensi dan
Kelompok usia didominasi oleh pasien dengan usia 12 24
Dislipidemia
61-70 tahun dan kelompok usia 71-80 tahun, hal ini sesuai DM dan Dislipidemia 1 2
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh American Sakit Kepala 1 2
Heart Asosiation, yang menyebutkan bahwa penderita
Disorder Urine Sistem 5 10
stroke yang berusia >60 tahun lebih banyak daripada
Atrial Fibrilation 1 2
penderita yang berusia <60 tahun (12). Kondisi ini
mengartikan bahwa usia memiliki hubungan dengan Dispepsia 1 2
kejadian stroke sesuai dengan penelitian sebelumnya yang Brochitis 2 4
menyebutkan bahwa resiko stroke akan terus meningkat Pneumonia 1 2
Rimba et al: Analisis Perbandingan dan Biaya Perawatan (Cost of illness) Stroke Iskemik dengan Stroke Hemoragik ....................................................... 32

Tabel 3. Karakteristik Penyusun Biaya Langsung


Distribusi diagnosa terbanyak adalah stroke yaitu Penunjang
86.876.100 1.731.522 305.000
3.156
sebanyak 32 subyek (64%), sedangkan stroke hemoragik .000
Material cost 113.954.91
sebanyak 18 subyek (36%) artinya lebih dari setengah
Akomodasi 6.200
subyek penelitian menderita stroke iskemik. Hasil 51.888.740 1.037.775 1.740
.000
penelitian ini sesuai dengan apa yang disebutkan Dipiro Obat 4.626
51.745.622 1.034.912 1.885.02 .513
bahwa proporsi kejadian stroke iskemik jauh lebih tinggi
disbanding stroke hemoragik, proporsi kejadian stroke Alkes & 1.355
10.320.566 206.411 3.855.2 .496
iskemik sekitar 80% dan 15-20% adalah stroke hemoragik BMHP
Biaya Medis
(3).Semua pasien stroke pada penelitian ini dilihat langsung 268.320.568
berdasarkan ada tidaknya penyakit penyerta/komorbid
menunjukan sebagian besar didiagnosa stroke dengan
komorbid sebanyak 47 (94%) dan hanya 6% yang datang
tanpa komplikasi. Hal ini tidak berbeda jauh dengan
penelitian sebelumnya yang menyebutan sekitar 82% dari
total subyek penelitian nya memiliki penyakit penyerta
(16). Penderita stroke pada umumnya memiliki sekurang-
kurangnya satu jenis penyakit penyerta termasuk penyakit
yang menjadi faktor resiko seperti hipertensi, diabetes
mellitus dan atrial fibrillation.
Jenis penyakit penyerta yang mendominasi pada
penelitian ini adalah hipertensi dengan jumlah 16 subyek
dan persentase 32%. Hasil penelitian serupa yang
menyebutkan bahwa hipertensi merupakan penyakit
penyerta yang paling banyak ditemukan pada pasien stroke
telah banyak ditemukan salah satunya penelitian di Canada
yang menyebutkan hipertensi memiliki persentase terbesar
diantar penyakit penyerta stroke lain nya sebesar 35% (17).
Hipertensi memilikki peran besar pada sistem pembulih
darah di otak. Mekanisme hipertensi dalam menyebabkan
terjadinya stroke berhubungan dengan faktor mekanik,
saraf, dan humoral yang berkontribusi terhadap perubahan
komposisi dan struktur dinding serebrovaskular seperti
menyempit, bocor, pecah atau tersumbat. Hipertensi dapat
menyebabkan timbulnya plak aterosklerosis di dalam
pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan oklusi
arteri dan cedera iskemik.
Karakteristik penyusun biaya medis langsung dan biaya
material medis dikelompoan menjadi biaya administrasi,
biaya pelayanan medis, biaya tindakan medis dan biaya
penunjang medis untu kategori direct health cost,
sedangkan biaya akomodasi, biaya obat, dan biaya alkes &
Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) untuk kategori material
cost. Dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa total biaya
langsung (direct cost) adalah sebesar Rp.268.320.568,00
Komponen terbesar penyusun direct health cost adalah
biaya penunjang medis yang menyumbang tingginya biaya
sebesar Rp86.876.100,00 Sedangkan untuk material cost
komponen yang menyumbang biaya terbesar adalah biaya
obat sebesar Rp51.745.622,00 dan alat kesehatan & Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP) menyumbang biaya sebesar
Rp1.888.740,00.
Biaya Biaya Biaya
Total Biaya
Rata-rata Min Max
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
Direct healt
151.633.60
cost
Administras 10.00
386.000 7.720 1.000
0
Pelayanan 3.726
38.495.000 769.990 46.500
.000
Tindakan 4.534
26.172.000 523.440 52.000 .000
Penunjang medis menjadi komponen biaya yang
paling berpenaruh terhadap direct health cost hal ini
dimungkinkan karena penetapan diagnosa untuk stroke
membutuhkan tindakan penunjang yang sesuai dengan
standar diagnosa yang telah ditetapkan. Tes darah
lengkap, CT scan kepala, MRI dan elektrokardiografi
menjadi standar pemeriksaan penunjang dalam
menetapkan diagnose stroke. Sedangkan untuk
komponen material cost seperti biaya obat, alkes dan
Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) menjadi komponen
yang paling banyak menyebabkan tingginya biaya hal ini
dikarenakan pasien stroke setidaknya memiliki satu jenis
komorbid sehingga ketepatan dalam pemilihan regimen
terapi dan pengobatan akan sangat mempengaruhi
besarnya biaya yang dikeluarkan. Hal ini telah dibuktikan
oleh hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa biaya obat menjadi komponen utama penyebab
tingginya biaya rumah sakit pada pasien stroke isemik
maupun stroke hemoragik (8, 18, 19). Hasil perhitungan
menunjukan total direct health cost perawatan pasien
stroke adalah sebesar Rp151.633.600,00 dan untuk biaya
material cost-nya adalah sebesar Rp13.954.918,00.
Hasil analisis hubungan karakteristik demografi dan
karakteristik penyakit terhadap biaya langsung dapat
dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5 yang menunjukan
bahwa jenis kelamin perempuan menjadi faktor dengan
biaya paling tingggi sebesar Rp6.345.306, Karakteristik
subyek penelitian menunjukan pasien perempuan lebih
banyak terkena stroke hemoragik sehingga rata-rata biaya
yang harus dikeluarkkan oleh pasien perempuan lebih
besar dibandingkan laki-laki. Perempuan memiliki faktor
resio terkena stroke pada usia yag lebih tua namun
dampak yang ditimbulkan ketika sudah terdiagnosa
stroke akan lebih parah dibandingkan lai-laki.Lama rawat
inap menjadi faktor yang paling berpengaruh pada total
biaya denan nilai signifikansi 0,000. Hal ini selaras
dengan penelitian- penelitian yang telah banyak
dilakukan di Indonesia yang menyatakan bahwa faktor
lama perawatan menjadi faktor
Rimba et al: Analisis Perbandingan dan Biaya Perawatan (Cost of illness) Stroke Iskemik dengan Stroke Hemoragik ....................................................... 33

yang mempengaruhi total biaya medis langsung (8, 18, Sakit Kepala (1) 3.242.598.00
20). Disorder Urine
5.483.287.80 ± 2.248.510.108
System (5)
Tabel 4.Hubungan Karakteristik Atrial Fibrillation
Demografi Terhadap Total Biaya 3.480.452.00
(1)
Karakteistik p-
Rata-rata Biaya ± SD Dispepsia (1) 4.804.403.00
Demogafi (n=50) value
Bronchitis (2) 4.233.301.00 ± 3.825.164.844
Jenis kelamin (n)
Laki-laki (29) 4.657.556.10 ± 1.541.406.305 Pneumonia (1) 18.011.671.00
0,067
Perempuan (21) 6.345.306.71 ± 4.518.782.555
Stroke Hemoragik menjadi faktor dengan biaya
Usia (n)
tertingi yaitu sebesar Rp6.550.348.00.00 adanya komorbid
≤ 40 tahun (1) 4.238.616.00 juga menjadi faktor dengan biaya tingggi sebesar
41-50 tahun (8) 5.214.774.75 ± 3.161.103.310 Rp5.374.330.45,00 dan hipertensi menjadi tipe komorbid
51-60 tahun (10) 4.220.232.30 ± 2.159.361.020 yang berkaitan dengan sistem vascular dengan biaya tinggi
61-70 tahun (11) 4.826.358.09 ± 1.318.893.111 0,25 sebesar Rp5.242.345.67,00. Hasil penelitian ini serupa
dengan hasil penelitian didalam dan di luar Negeri dimana
71-80 tahun
(11) 4.455599.45 ± 2.165.643.291 biaya stroke hemoragik lebih tinggi disbanding stroke
> 80 tahun (9) 8.673.32200 ± 5.099.665.136 iskemik (8, 18, 21, 22). Biaya perwatan stroke lebih tinggi
pada pasien dengan komorbid dibandingkan pasien yang
Lama rawat inap (n)
tanpa komorbid (8, 22, 23). semakin lama jumlah hari
< 5 hari (17) 3.369.240.35 ± 1.434.654.146 dirawat dan semakin tingggi kelas rawat inap maka akan
5-10 hari (29) 5.361.502.69 ± 1.592.983.468 0,000 mempengaruhi biaya perawatan yang menyebabkan
> 10 hari (4) 13,889,976,00 ± 3,967,001,765 tingginya biaya (8, 23).
Kelas perawatan (n) Hasil analisis reresi linear diperoleh nilai R2
VIP (16)
diperoleh sebesar 0,491 yang dapat diartikan bahwa dari
6.690.830.81 ± 4.606.855.283
total 100% variable bebas mempengaruhi variabel terikat
Kelas I (4) 5.983.779.75 ± 2.244.859.043
0,190 sebanyak 49,1% dan sebesar 50,9% dipengaruhi oleh
Kelas II (11) 4.301.308.55 ± 1.633.109.702 variable diluar penelitan ini seperti yang ditunjukan pada
Kelas III (19) 4.737.776.95 ± 2.357.981.75 Tabel 6.

Tabel 5. Hubungan Karakteristik Penyakit Tabel 6. Pengaruh Variabel Bebas


Terhadap Total Biaya Terhadap Total Biaya
Karakteistik p- Variabel Bebas Sig F R R2
Rata-rata Biaya ± SD
Penyakit (n=50) value Jenis kelamin 0,653 5.78 0,701 0,4
Tipe Penyakit (n) Usia 6 91
0,958
Stroke Iskemik (32) 4.700.447.00 ± 2.334.571.626 0,05 Lama rawat inap 0,000
Stroke Hemoragik Kelas rawat inap
6.550.348.00 ± 4.209.435.208 0,257
(18)
Komorbid 0,701
Komorbid (n)
Tipe komorbid 0,188
Dengan Komorbid 5.374.330.45 ± 3.305.351.575
(47) 0,946 Jenis penyakit 0,718
Tanpa Komorbid (3) 5.242.345.67 ± 1.869.976.821
Jenis Komorbid (n) Variabel bebas yang paling berpengaruh adalah lama
Tanpa Komorbid perawatan dengan p-value 0,00 (<0,05). Tabel 7
5.242.345.67 ± 1.869.976.821 menunjukan perbandingan total biaya langsung stroke
(3)
iskemik dan stroke hemoragik. Rata-rata biaya perawatan
Hipertensi (16) 4.788.333.06 ± 1.727.844.528
stroke hemoragik sebesar Rp6.531.786.277 lebih besar
DM (5) 4.822.896.20 ± 2.583.060.994 dibandingkan stroke iskemik sebesar Rp4.625.511.06
Dislipidemia (1) 3.360.617.00 dengan selisih biaya sebesar Rp1.906.275.271. Dilihat dari
Hipertensi dan 0,81 komponen penyusun direct health cost dan material cost,
Diabetus Melitus 4.330.255.00 total direct health cost stroke iskimik (n=32) lebih besar
(1) dibandingkan stroke hemoragik. Direct health cost stroke
Hipertensi dan iskemik yang terdiri dari biaya administrasi, pelayanan
6.032.871.67 ± 4.338.904.012
Dislipidemia (12) medis, tindakan medis dan penunjang medis sebesar
DM dan Rp89.760.100,00 sedangkan stroke hemoragik sebesar
6.358.224.00
Dislipidemia (1) Rp61.873.500,- (n=18) hal ini dipengaruhi oleh total
sampel/subyek penelitian yang tidak sama dimana sampel
Rimba et al: Analisis Perbandingan dan Biaya Perawatan (Cost of illness) Stroke Iskemik dengan Stroke Hemoragik ....................................................... 34

untuk stroke iskemik jauh lebih banyak sehingga tidak lanjut terhadap tindakan medis yang berdampak pada
dapat disimpulkan bahwa direct medical cost stroke besarnya biaya perawatans. Tidak dapat dipungkiri ini
iskemik secara absolut lebih tinggi disbanding stroke membutuhkan kesadaran semua pihak guna dapat
hemoragik. memberikan pelayanan terbaik serta kebaikan dan
keberlangsungan rumah sakit.resistensi antibiotik.
Tabel 7. Perandingan dan Selisih Biaya Stroke
Iskemik dan Stroke Hemoragik 4. Kesimpulan
Biaya Berdasarkan Tipe Stroke
Komponen
Biaya Iskemik (Rp) Dari hasil penelitian yang telah diuraikan maka
Hemoragik (Rp) (n=18)
(n=32) diketahui total direct health cost perawatan stroke adalah
Administrasi 253.000 133.000 sebesar Rp151.633.600,00 Sedangkan material cost
Pelayanan sebesar Rp113.954.918,00. Total rata-rata biaya stroke
21.637.500 16.862.000
Medis iskemik Rp4.625.511.006, stroke hemoragik
Tindakan Medis 12.686.500 13.485.500 Rp6.531.786.277 dengan selisih Rp1.906.275.271.
Penunjang
55.686.500 31.393.000
Medis 5. Ucapan Terima Kasih
Direct health
89.760100 61.873.500
cost
Akomodasi Ucapan terima kasih kepada sistem manajemen
26.364.791 25.302.000
RSUD Panembahan Senopati yang telah memberikan ijin
Obat 26.364.791 25.380.831 untuk peneliti melakukan pengambilan data, Ns.Imram
Alkes & BMHP Radne Rimba, S.kep., MMR, apt.Eliza Dwinta,
5.304.734 5.015.822
Mpharm.,Sci dan Sumarni,S.KM.,M.Kes selaku dosen
Material cost 58.256.265 55.698.653 pembimbing, dan dosen-dosen penguji atas saran dan
Total Biaya masukannya, serta pihak-pihak lain yang tidak bisa
148.016.365 117.572.153
(Rp) disebutkan satu-persatu.
Rata-rata (Rp) 4.625.511.06 6.531.786.277
Selisish Rp1.906.275.271
6. Konflik Kepentingan
Total material cost stroke iskemik adalah sebesar Konflik penelitian sehingga memungkinkan
Rp58.256.265,00 dan stroke hemoragik sebesar berpengaruh pada hasil penelitian ini yaitu jumlah sampel
Rp55.698.653,00 dengan total sampel yang sangat berbeda hanya 50 subyek penelitian dengan proporsi yang tidak
menunjukan total material cost yang terdiri dari biaya sama dimana subyek penelitian pada pasien stroke iskemik
akomodasi, biaya obat, alkes dan BMHP stroke hemoragik lebih banyak dibandingkan stroke hemoragik sehingga data
lebih besar dibanding stroke iskemik. Biaya akomodasi pembiayaan yang diperoleh kurang representatif.
stroke hemoragik sebesar Rp25.302.000,00 hal ini karena
lebih banyak dari pasien stroke hemoragik menggunakan
kelas perawatan VIP, sedangkan untuk tingginya biaya 7. Daftar Pustaka
obat, alkes dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) stroke
hemoragik dipengaruhi oleh lama perawatan, komorbid 1. Aninditya DSF. Transisi Demografi dan Epidemiologi:
serta tingkat keparahan yang berpengaruh terhadap obat Permintaan Pelayanan Kesehatan di Indonesia.
dan alkes yang digunaakan. Rata-rata total biaya langsung Bappenas; 2020.
stroke hemoragik lebih tinggi Rp6.531.786.277,00 2. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Nasional
dibanding stroke iskemik Rp4.625.511.406.00 sehingga RISKESDAS 2018. 2019
menyebabkan selisih biaya. 3. Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, DiPiro CV,
Secara keseluruhan stroke iskemik dan stroke Education M-H. Pharmacotherapy handbook: Appleton
hemoragik membutuhkan biaya perawatan yang tinggi & Lange; 2000.
terlebih jika membutuhkan perawatan dirumah sakit lebih 4. Utaminingsih WR. Mengenal & mencegah penyakit
lama, oleh karena itu tindakan pencegahan terhadap diabetes, hipertensi, jantung dan stroke untuk hidup
kejadian stroke menjadi penting bagi masyarakat maupun lebih berkualitas. Yogyakarta: Media Ilmu. 2015.
tenaga kesehatan dan pihak rumah sakit. Bagi masyarakat, 5. Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Profil Kesehatan
dengan melakukan pencegahan maka baiaya yang Tahun 2018. 2018 [Available from:
dikeluarkan untuk biaya perawatan stroke akan dapat https://dinkes.bantulkab.go.id/filestorage/dokumen/201
dihemat dengan cara memodifikasi faktor resiko yang 8/05/Profil%20Kesehatan%202018.pdf.
masih dapat dirubah. Pihak penyedia layanan kesehatan 6. Neuburger H. Burden of Disease. Wiley StatsRef:
dapat mengambil langkah dalam menentukan kebijakan Statistics Reference Online. 2014.
dalam upaya pencegahan stroke bagi pasien- pasien yang 7. Andayani TM. Farmakoekonomi prinsip dan
beresiko tinggi terkena stroke seperti pada pasien metodologi. Yogyakarta: Bursa Ilmu. 2013:3-37.
hipertensi, diabetes melitus, kolestrol, dan atrial fibrillation 8. Mazidah Z, Yasin NM, Kristina SA. Analisis Biaya
serta mengambil kebijakan dan melakukan evaluasi lebih Penyakit Stroke Pasien Jaminan Kesehatan Nasional di
Rimba et al: Analisis Perbandingan dan Biaya Perawatan (Cost of illness) Stroke Iskemik dengan Stroke Hemoragik ....................................................... 35

RSUD Blambangan Banyuwangi. Jurnal Manajemen illness pasien stroke. Jurnal Manajemen dan Pelayanan
dan Pelayanan Farmasi (Journal of Management and Farmasi (Journal of Management and Pharmacy
Pharmacy Practice). 2019;9(2):76-87. Practice). 2015;5(2):95-103.
9. Prabowo A, Sutrisna E, Setiyadi G. Analisis Biaya
Terapi Pada Penderita Stroke Pasien Rawat Inap Di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta Bulan Januari–Juni
2015: Universitas muhammadiyah surakarta; 2016.
10. Snozzi P, Blank PR, Szucs TD. Stroke in Switzerland:
social determinants of treatment access and cost of
illness. Journal of Stroke and Cerebrovascular
Diseases. 2014;23(5):926-32.
11. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL, Benjamin EJ, Berry
JD, Blaha MJ, et al. Heart disease and stroke
statistics—2014 update: a report from the American
Heart Association. Circulation. 2014;129(3):e28-e292.
12. Hauer AJ, Ruigrok YM, Algra A, van Dijk EJ,
Koudstaal PJ, Luijckx GJ, et al. Age‐Specific vascular
risk factor profiles according to stroke subtype. Journal
of the American Heart Association. 2017;6(5):e005090.
13. Kelly‐Hayes M. Influence of age and health behaviors
on stroke risk: lessons from longitudinal studies.
Journal of the American Geriatrics Society.
2010;58:S325-S8.
14. Dwiprahasto MI. Analisis Biaya Jaminan Kesehatan
Masyarakat Dan Asuransi Kesehatan Pada Pasien
Stroke Non-hemoragik Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Sleman. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan. 2013;16(01):114913.
15. Darmapadmi LPK, Widarsa IKT, Mulyawan KH.
Analisis Determinan Lama Rawat Inap Pasien Stroke di
Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung Menggunakan
Analisis Kesintasan. Stroke. 2018;5(1):1-8.
16. Cahyati Y. Gambaran Kemampuan Fungsional Pasien
Stroke di RSUD DR. Soekardjo Tasikmalaya. Media
Informasi. 2018;14(2):162-70.
17. Johansen HL, Wielgosz AT, Nguyen K, Fry RN.
Incidence, comorbidity, case fatality and readmission
of hospitalized stroke patients in Canada. Canadian
Journal of Cardiology. 2006;22(1):65-71.
18. Firmansyah F, Andayani TM, Pinzon RT. Analisis
biaya penyakit stroke iskemik. Jurnal Manajemen Dan
Pelayanan Farmasi (Journal of Management and
Pharmacy Practice). 2016;6(1):27-34.
19. Setyawan IA, Andayani TM, Pinzon RT. Analisis
Biaya Penyakit Stroke Perdarahan Di Rumah Sakit.
Jurnal Manajemen Dan Pelayanan Farmasi (Journal of
Management and Pharmacy Practice). 2016;6(1):41-6.
20. Aulia D, Ayu SF, Nefonafratilova N. Analisis
Perbandingan Biaya Langsung (Direct Cost) dan Biaya
Tidak Langsung (Indirect Cost) pada Pasien Stroke Di
Rumah Sakit. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia.
2017;2(2).
21. Ng CS, Toh MPHS, Ng J, Ko Y. Direct medical cost of
stroke in S ingapore. International Journal of Stroke.
2015;10:75-82.
22. Nur M, Sulong S. Direct medical cost of stroke:
findings from a tertiary hospital in Malaysia. Medical
Journal of Malaysia. 2012;67(5):473.
23. Purbaningsih S, Wahyono D, Suparniati E. Cost of
REVIEW JURNAL

Judul Analisis Perbandingan dan Biaya Perawatan (Cost of illness) Stroke


Iskemik dengan Stroke Hemoragik Pasien Rawat Inap di RSUD
Panembahan Senopati

Jurnal Pharmaceutical Joirnal Of Indonesia


Halaman Volume 7 No.1 Halaman 29 – 36
Tahun Novemeber 2021
penulis Setiani, Imram Radnr Rimba, Eliza Dwinta
Reviewer Aqilla Fadia Haya (2248201139) dan Riri Halimatusakdiah (2248201141)
Tanggal 19 Desember 2023

Abstrak Stroke termasuk dalam penyakit katarostropik yang dapat mengancam


jiwa, dan memiliki resiko tinggi serta membutuhan pertolongan segera.
Stroke dapat menyebabkan penderitanya memiliki faktor resiko morbiditas
seusia hidupnya yang dapat menimbulkan Burden disease sehingga
menyebabkan kematian, cedera, hilangnya produktifitas dan membutuhkan
biaya penanganan yang cukup tinggi.

Pengantar Stroke merupakan kondisi yang dapat menyebabkan terganggunya


fungsi otak akibat adanya gangguan aliran darah yang menuju
otak.Gangguan aliran darah ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu pecah
(stroke hemoragik) atau tersumbatnya (stroke iskemik) pembuluh darah di
otak .yang dapat menimbulkan gangguan fisik secara mendadak. Di
Indonesia, stroke merupakan penyakit dengan prevalensi tinggi termasuk
untuk kabupaten Bantul.
Stroke merupakan kasus yang digolongkan kedalam kasus triage merah
yang membutuhkan perawatan tepat dan segera karena mengancam jiwa
sehingga membutuhkan rujukan FKTL yang cepat. RSUD Panembahan
Senopati yang merupakan salah satu rumah sakit rujukan utama stroke
mencatat sebanyak 371 kasus pada tahun 2018 .Stroke dapat menyebabkan
penderitanya memiliki faktor resiko morbiditas seusia hidupnya yang dapat
menimbulkan Burden disease sehingga menyebabkan kematian, cedera,
dan hilangnya produktifitas.Tidak hanya menyebabkan penurunan
produktifitas, ternyata penyakit tidak menular membutuhkan biaya
penanganan yang cukup tinggi, mulai dari lamanya perawatan, obat-obatan
sampai peralatan atau teknologi yang digunakan.
Tingginya beban biaya tersebut dapat dievaluasi menggunakan studi
farmakoekonomi Cost of illness, Analisis Cost of Illness (COI) merupakan
analisis yang dapat digunakan untuk mengevaluasi biaya atau beban
ekonomi dari suatu penyakit.Studi Cost of illness dapat memberikan
gambaran besaran biaya intervensi penyakit, penyakit mana yang
membutuhkan alokasi biaya, dan sumber daya untuk pencegahan atau
pengobatan. Studi COI dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
sudut pandang, sudut pandang yang digunakan dapat mempengaruhi
komponen biaya yang akan dianalisis.Studi Cost of illness ini akan
dianalisis mengunakan sudut pandang penyedia layanan kesehatan
(Provider) yaitu pihak rumah material medis (Material cost) dengan
menggunakan pendekatan Buttom up. sakit, dan biaya yang akan dianalisis
adalah biaya medis langsung (Direct health cost) dan biaya.
Metode Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif analitik non-
Penelitian eksperimental dengan pendekatan cross sectional study menurut perspektif
penyedia layanan kesehatan (provider). Biaya yang diperhitungkan adalah
biaya langsung (direct cost) menggunakan pendekatan bottom up. Subyek
penelitian adalah semua pasien stroke rawat inap yang terdaftar sebagai
pasien umum di rumah sakit yang memenuhi kriteria inklusi. Data
dianalisis menggunakan software Excel dan SPSS.

Hasil penelitian a. Karakteristik Demografi Subyek Penelitian


Berdasarkan kelas perawatan, kelas III dan kelas VIP menjadi kelas yang
paling banyak dipilih dan digunakan. Sebanyak 19 (38%) berada diruang
perawatan kelas III dan 16 (32%). kelas VIP cukup banyak dipilih hal ini
dimungkinkan karena pasien umum membayar biaya secara pribadi
sehingga berhak untuk memilih kelas perawatan untuk memperoleh
perawatan yang lebih ekslusif.Berbeda dengan pasien Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) dimana kelas rawat inap ditentukan berdasarkan kelas
keanggotaan dan besarnya iuran yang dikeluarkan (13).

Lama perawatan menunjukan proporsi paling banyak berada pada lama


perawatan 5-10 hari sebanyak 29 sampel (58%). Hasil penelitian ini tidak
berbeda jauh dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan
bahwa lamanya hari perawatan untuk pasien stroke iskemik adalah berkisar
7 hari dan untuk stroke hemoragik adalah >7 hari atu berkisar 8,8 hari (14).
Lama hari perawatan atau lama rawayt inap ada pasien stroke dipengaruhi
oleh adanya beberapa faktor seperti tingkat keparahan penyakit, adanya
penyakit penyerta atau komorbid (15), ketepatan dan kerasionalan dalam
penatalaksanaan serta adanya terapi penunjang lain

b. Krakteristik Penyakit Subyek Penelitian

Distribusi diagnosa terbanyak adalah stroke yaitu sebanyak 32 subyek


(64%), sedangkan stroke hemoragik sebanyak 18 subyek (36%) artinya
lebih dari setengah subyek penelitian menderita stroke iskemik. Hasil
penelitian ini sesuai dengan apa yang disebutkan Dipiro bahwa proporsi
kejadian stroke iskemik jauh lebih tinggi disbanding stroke hemoragik,
proporsi kejadian stroke iskemik sekitar 80% dan 15-20% adalah stroke
hemoragik (3).Semua pasien stroke pada penelitian ini dilihat berdasarkan
ada tidaknya penyakit penyerta/komorbid menunjukan sebagian besar
didiagnosa stroke dengan komorbid sebanyak 47 (94%) dan hanya 6%
yang datang tanpa komplikasi.

c. Karakteristik Penyusunan Biaya Langsung


Karakteristik penyusun biaya medis langsung dan biaya material medis
dikelompoan menjadi biaya administrasi, biaya pelayanan medis, biaya
tindakan medis dan biaya penunjang medis untu kategori direct health cost,
sedangkan biaya akomodasi, biaya obat, dan biaya alkes & Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) untuk kategori material cost. Dapat dilihat pada
Tabel 3 bahwa total biaya langsung (direct cost) adalah sebesar
Rp.268.320.568,00 Komponen terbesar penyusun direct health cost adalah
biaya penunjang medis yang menyumbang tingginya biaya sebesar
Rp86.876.100,00 Sedangkan untuk material cost komponen yang
menyumbang biaya terbesar adalah biaya obat sebesar Rp51.745.622,00
dan alat kesehatan & Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) menyumbang
biaya sebesar Rp1.888.740,00.

d. Hubungan Karakteristik Demografi Terhadap Total Biaya


Hasil analisis hubungan karakteristik demografi dan karakteristik penyakit
terhadap biaya langsung dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5 yang
menunjukan bahwa jenis kelamin perempuan menjadi faktor dengan biaya
paling tingggi sebesar Rp6.345.306, Karakteristik subyek penelitian
menunjukan pasien perempuan lebih banyak terkena stroke hemoragik
sehingga rata-rata biaya yang harus dikeluarkkan oleh pasien perempuan
lebih besar dibandingkan laki-laki. Perempuan memiliki faktor resio
terkena stroke pada usia yag lebih tua namun dampak yang ditimbulkan
ketika sudah terdiagnosa stroke akan lebih parah dibandingkan laki-laki.

e. Hubungan Karakteristik Penyakit Terhadap Total Biaya


Stroke Hemoragik menjadi faktor dengan biaya tertingi yaitu sebesar
Rp6.550.348.00.00 adanya komorbid juga menjadi faktor dengan biaya
tingggi sebesar Rp5.374.330.45,00 dan hipertensi menjadi tipe komorbid
yang berkaitan dengan sistem vascular dengan biaya tinggi sebesar
Rp5.242.345.67,00. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian
didalam dan di luar Negeri dimana biaya stroke hemoragik lebih tinggi
disbanding stroke iskemik (8, 18, 21, 22). Biaya perwatan stroke lebih
tinggi pada pasien dengan komorbid dibandingkan pasien yang tanpa
komorbid (8, 22, 23). semakin lama jumlah hari dirawat dan semakin
tingggi kelas rawat inap maka akan mempengaruhi biaya perawatan yang
menyebabkan tingginya biaya (8, 23).
f. Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Total Biaya
Perbandingan total biaya langsung stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Rata-rata biaya perawatan stroke hemoragik sebesar Rp6.531.786.277 lebih
besar dibandingkan stroke iskemik sebesar Rp4.625.511.06 dengan selisih
biaya sebesar Rp1.906.275.271. Dilihat dari 0,81 komponen penyusun
direct health cost dan material cost, total direct health cost stroke iskimik
(n=32) lebih besar dibandingkan stroke hemoragik. Direct health cost
stroke iskemik yang terdiri dari biaya administrasi, pelayanan medis,
tindakan medis dan penunjang medis sebesar Rp89.760.100,00 sedangkan
stroke hemoragik sebesar Rp61.873.500,- (n=18) hal ini dipengaruhi oleh
total sampel/subyek penelitian yang tidak sama dimana sampel untuk
stroke iskemik jauh lebih banyak sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa
direct medical cost stroke iskemik secara absolut lebih tinggi disbanding
stroke hemoragik

g. Perbandingan dan Selisih Biaya Stoke Iskemik dan Stoke


Hemorogik
Total material cost stroke iskemik adalah sebesar Rp58.256.265,00 dan
stroke hemoragik sebesar Rp55.698.653,00 dengan total sampel yang
sangat berbeda menunjukan total material cost yang terdiri dari biaya
akomodasi, biaya obat, alkes dan BMHP stroke hemoragik lebih besar
dibanding stroke iskemik. Biaya akomodasi stroke hemoragik sebesar
Rp25.302.000,00 hal ini karena lebih banyak dari pasien stroke hemoragik
menggunakan kelas perawatan VIP, sedangkan untuk tingginya biaya obat,
alkes dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) stroke hemoragik
dipengaruhi oleh lama perawatan, komorbid serta tingkat keparahan yang
berpengaruh terhadap obat dan alkes yang digunaakan. Rata-rata total
biaya langsung stroke hemoragik lebih tinggi Rp6.531.786.277,00
dibanding stroke iskemik Rp4.625.511.406.00 sehingga menyebabkan
selisih biaya.

Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah diuraikan maka diketahui total direct health
cost perawatan stroke adalah sebesar Rp151.633.600,00 Sedangkan
material cost sebesar Rp113.954.918,00. Total rata-rata biaya stroke
iskemik Rp4.625.511.006, stroke hemoragik Rp6.531.786.277 dengan
selisih Rp1.906.275.271.
Kekuatan Adapun kelebihan dari jurnal penelitian ini yaitu:
1. Teori dan metode analisis yang digunakan terbaru
2. Abstraknya jelas dan singkat
3. Menyimpulkan hasil penelitian yang jelas dan mudah dipahami
kelemahan Adapun kelemahan dari jurnal penelitian ini yaitu :
1. Bahasa yang dugunakan susah untuk dipahami dan berbelit
2. Sedikit menggunakan referensi

Anda mungkin juga menyukai