2 : 126-136
ISSN-p : 2088-8139
ISSN-e : 2443-2946
The Influence of Home Pharmaceutical Care for Type 2 Diabetes Mellitus Patients at Community Health
Centres in Yogyakarta
ABSTRAK
Prevalensi diabetes melitus (DM) di Indonesia yang semakin meningkat membutuhkan peran serta
semua pihak termasuk apoteker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak uji coba penerapan
pedoman pelayanan kefarmasian di rumah bagi pasien diabetes melitus tipe 2 terhadap tingkat
pengetahuan, kepatuhan pengobatan, kepuasan terapi dan kontrol glikemik. Penelitian ini menggunakan
desain quasi eksperimental dengan one grup pre-test and post-test design yang melibatkan 37 pasien
diabetes melitus tipe 2 yang memenuhi syarat inklusi dan eksklusi. Instrument yang digunakan adalah
kuesioner pengetahuan Diabetes Knowledge Quesioner (DKQ-24) dan kuesioner kepuasan terapi Diabetes
Medication Satisfaction Tool (DMSAT). Kepatuhan pasien diukur dengan metode pillcount dan kadar gula
darah puasa (GDP) diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium. Penelitian dilakukan pada bulan Maret
– Mei 2017 di dua puskesmas dan rumah pasien di wilayah Kota Yogyakarta. Analisis data menggunakan
uji Wilcoxon dan uji Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan tingkat
pengetahuan, kepatuhan, kepuasan terapi dan kontrol glikemik sebelum dan sesudah intervensi
pelayanan kefarmasian yang dilakukan di rumah pasien. Rerata penurunan kadar gula darah puasa
sebelum dan sesudah intervensi sebesar 17.09mg/dL± 1,43.
Kata kunci: Pelayanan kefarmasian; Diabetes melitus tipe 2; Pedoman
ABSTRACT
The increasing prevalence of diabetes mellitus (DM) in Indonesia requires participation of all
parties including pharmacists. This study aims to determine the impact of the implementation of home
pharmacy service guidelines for patients with type 2 diabetes mellitus on the level of knowledge,
medication adherence, therapeurical satisfaction and glycemic control. This study used a quasi-
experimental design with one group pre-test and post-test design involving 37 patients with type 2
diabetes mellitus who met the requirements of inclusion and exclusion criterias. The Diabetes Knowledge
Questionnaire (DKQ-24) and the Diabetes Medication Satisfaction Tool (DMSAT) were used for collecting
the data. Patient adherence was measured using a pillcount method and fasting blood sugar levels (FSB)
data were obtained from the laboratory results. The study was conducted in two community health
centers and patient’s home in the Yogyakarta Municipality area. The data were analysed using Wilcoxon
and Spearman test. The results showed the change of the level of knowledge, medication adherence,
therapeutic satisfaction and glycemic control before and after intervention of pharmacy services at home.
The average decreasing of fasting blood sugar levels 17.09 mg/dL ± 1.43.
Keywords: Pharmaceutical services; type 2 Diabetes mellitus; Guidelines
10 dunia (2011) menjadi 9 (2030) dengan 52,32% memiliki kepatuhan yang rendah,
kategori jumlah penduduk berusia di atas 20 sebanyak 56,90% memiliki kadar gula darah
tahun yang menderita diabetes.1 Menurut yang buruk, 40,59% kepuasan terapi pada
Perkeni, berdasarkan pola pertambahan kategori cukup puas. 66,11% yang tidak
penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 melakukan aktifitas fisik dan 76,99% tidak
penduduk yang berusia di atas 20 tahun akan memiliki pola makan.
ada 194 juta dengan asusmsi prevalensi Hasil tersebut memerlukan intervensi
diabetes mellitus pada urban (14,7%) dan rural dari berbagai pihak termasuk apoteker untuk
(7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta meningkatkan outcome pasien diabetes
penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 melitus tipe 2. Penelitian lain menunjukkan
juta di daerah rural.1Berdasarkan hasil Riset peran apoteker dalam bentuk edukasi,
Kesehatan Dasar (Riskedas) tahun 2013, konseling, kunjungan residensial dapat
prevalensi diabetes melitus (DM) di Indonesia meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien
meningkat dari 1.1% (2007) menjadi 2,1% yang pada akhirnya dapat mempertahankan
(2013). Prevalensi penderita DM berdasarkan kadar gula darah pasien tetap terkendali. Pada
diagnosis dokter tertinggi terdapat pada penelitian sebelumya, telah dikembangkan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebesar pedoman kunjungan kefarmasian ke rumah
2,6%.3 pasien yang merupakan acuan apoteker
Meningkatnya penderita diabetes dalam pelayanan kefarmasian di rumah.
melitus disebabkan oleh peningkatan obesitas, Tahapan pelayanan kefarmasian meliputi
kurang aktivitas fisik, kurang mengkonsumsi identifikasi masalah, rencana aksi, monitoring
makanan yang berserat, merokok, dan dan evaluasi. Pedoman dilengkapi dengan
tingginya lemak. Diabetes melitus merupakan buku edukasi, leaflet, dan lembar
penyakit menahun yang umumnya diderita dokumentasi pelayanan kefarmasian. Tujuan
sepanjang sisa hidup penderita, dan perlu penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
pengobatan jangka panjang dengan biaya penerapan pedoman pelayanan kefarmasian
cukup besar. Beberapa faktor yang di rumah bagi pasien diabetes melitus tipe 2
berkontribusi terhadap penatalaksanaan terhadap pengetahuan, kepatuhan
penyakit secara optimum meliputi: usia, pengobatan, kepuasan terapi dan kontrol
kompleksitas dari terapi, rejimen terapi yang glikemik.
tidak tepat, durasi penyakit, depresi,
kepatuhan dalam mengkomsumsi obat yang METODE
diresepkan, dan masalah psikologi. Semuanya Penelitian ini menggunakan desain
memberi efek yang signifikan terhadap penelitian kuasi eksperimen dengan design one
kontrol glikemik dan outcome dari terapi grup pre-test and post-test design. Teknik
diabetes melitus tipe 2.4 Selain itu informasi pengambilan sampel dengan metode
yang tidak lengkap dan tidak adanya consecutive sampling. Sampel dihitung
penjelasan yang berkesinambungan menjadi menggunakan rumus besar sampel uji
kendala pasien untuk menjalankan hipotesis numerik berpasangan.5 Partisipan
pengobatan. Pada kenyataannya banyak yang terlibat berjumlah 37 orang yang berasal
pasien yang menghentikan pengobatan secara dari dua puskesmas di kota Yogyakarta.
sepihak, mengurangi dosis atau Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2017
menghilangkan dosis obat. Akibatnya kadar sampai Mei 2017.
gula darah tidak terkendali sehingga Kriteria inklusi pada penelitian ini
memungkinkan timbulnya komplikasi. Hasil adalah laki-laki dan perempuan, berusia > 18
studi pendahuluan yang dilakukan di tahun, didiagnosa dokter menderita diabetes
puskesmas yang berada di wilayah Propinsi melitus tipe 2, mendapat terapi antidiabetes
DI Yogyakarta terkait pengobatan diabetes oral dengan atau tanpa insulin, menyetujui
melitus tipe 2, dari 239 pasien sebanyak untuk mengikuti penelitian dengan
Variabel Variabel
Jenis kelamin Status Sosial
Laki-laki 8 (21,62) Menikah 36 (97,30)
Perempuan 29 (78,38) Tidak 1 (2,70)
Usia Kehidupan sosial
< 60 tahun 24 (64,86) Tinggal sendiri 3 (8,11)
≥ 60 tahun 13 (35,14) Tinggal dengan keluarga 34 (91,89)
Pekerjaan Anti Diabetes Oral (ADO)
Bekerja 18 (48,65) Tunggal 5 (13,51)
Tidak bekerja 19 (51,35) Kombinasi 32 (86,49)
Pendidikan Item Obat
Tidak Tamat 4 (10,81) 2 4 (10,81)
SD 14 (37,84) 3 13 (35,14)
SMP 12 (32,43) 4 17 (45,94)
SMA 16 (43,24) 5 3 (8,11)
Durasi DM DM
< 5 tahun 21 (56,76) Tanpa komorbid 11 (29,73)
≥ 5 tahun 16 (43,24) Dengan komorbid 26 (70,27
berkaitan erat dengan beberapa penyakit diabetes, namun masih sulit untuk
kronis termasuk diabetes. Peningkatan menerapkan sepenuhnya apa yang mereka
obesitas pada perempuan dewasa (>18 ketahui. Sebagian lainnya tidak mampu
tahun) cenderung lebih tinggi dibanding mengenali timbulnya gejala hipoglikemia
laki-laki. Obesitas pada perempuan sehingga tidak mengetahui cara
meningkat dari 14,8 % (2007) menjadi 32,9% mengatasinya. Sebanyak 3 partisipan sangat
(2013), sedangkan laki-laki hanya 13,9% antusias mengikuti edukasi yang diberikan,
menjadi 19,7%. 3 mereka menganggap kunjungan yang
Berdasarkan usia partisipan, kelompok dilakukan membuat mereka dihargai dan
usia yang menderita diabetes melitus dibawah diperhatikan. Satu partisipan melaporkan
60 tahun sebanyak 64,86%. Menurut hasil bahwa dirinya tidak memahami apa yang
riset kesehatan (2013) prevalensi diabetes disampaikan oleh petugas dipuskesmas,
melitus berdasarkan diagnosis dokter dan namun tidak berani untuk bertanya.
gejala meningkat sesuai dengan Partisipan kesulitan untuk mengatur pola
bertambahnya umur, namun mulai umur ≥65 makan, selain diabetes partisipan menderita
tahun cenderung menurun.3Umur harapan hipertensi dan dislipidemia. Bentuk intervensi
hidup di propinsi Daerah Istimewa yang dapat dilakukan untuk mengatasi
Yogyakarta mencapai 74 tahun, lebih tinggi masalah pada tahapan ini adalah edukasi.
dibandingkan dengan umur harapan hidup Dari hasil penilaian awal terhadap
nasional yaitu 69,43 tahun.8 pengetahuan tentang diabetes pada setiap
Distribusi durasi penyakit diabetes, pasien, dapat diidentifikasi bagian
sebanyak 56,76% partisipan menderita pengetahuan yang masih kurang, kemudian
diabetes melitus kurang dari 5 tahun. Pasien dilakukan edukasi dengan bantuan buku
dengan komorbid sebanyak 70,27%. edukasi dan leaflet terkait diabetes dan
Hipertensi merupakan jenis komorbid yang pengobatannya. Buku edukasi berisi
paling banyak menyertai penderita diabetes Pengetahuan tentang diabetes, Faktor resiko,
kemudian dislipidemia atau diabetes dengan Hipoglikemik dan hiperglikemik serta cara
dua komorbid yaitu diabetes dengan mengatasinya, Komplikasi diabetes,
hipertensi dan dislipidemia, selain itu Penggunaan obat, dosis, cara penggunaan,
komorbid lainnya yaitu obesitas. Dislipidemia serta Diabetes pada kondisi khusus.
pada penderita diabetes melitus lebih Pemberian edukasi dilakukan selama 10-15
meningkatkan risiko timbulnya penyakit menit di rumah pasien dengan materi edukasi
kardiovaskular. Prevalensi obesitas pada terutama difokuskan pada hal-hal yang belum
diabetes melitus cukup tinggi, demikian pula diketahui pasien. Edukasi dilakukan juga
sebaliknya kejadian diabetes melitus dan terhadap keluarga partisipan apabila pada
gangguan toleransi glukosa pada obesitas saat kunjungan dilakukan, keluarga
sering dijumpai.9 partisipan bersedia untuk mendampingi.
Kemampuan partisipan menerima edukasi
Pengaruh Pelayanan Kunjungan umumnya lambat, hal ini mungkin
Kefarmasian terhadap Tingkat
Pengetahuan disebabkan karena faktor usia dan tingkat
Penilaian tingkat pengetahuan pendidikan yang rendah. Untuk itu
dilakukan setiap kunjungan. Kunjungan penyampaian dilakukan dengan bahasa yang
dilakukan sebanyak 3 kali dengan jarak antar mudah diterima oleh pasien. Pada kunjungan
kunjungan 1 bulan. Berdasarkan hasil kedua, dilakukan penilaian kembali terhadap
penilaian pengetahuan partisipan tentang pengetahuan partisipan untuk mengetahui
diabetes pada saat kunjungan pertama kali perkembangan tingkat pemahaman partisipan
dilakukan, diketahui bahwa terdapat lima terhadap edukasi yang sudah dilakukan pada
partisipan yang mengakui sudah sering pertemuan pertama. Kemudian edukasi
mendapatkan informasi tentang penyakit dilakukan lagi dengan berfokus pada hal-hal
Tabel II. Tingkat pengetahuan pasien, kepatuhan (pill count), kepuasan terapi pasien
diabetes melitus tipe 2 sebelum dan sesudah pelayanan kunjungan kefarmasian
yang belum diketahui partisipan. Pada 18 (12-21). Dari hasil analisis statistik
pertemuan ketiga hal yang sama dilakukan menggunakan uji Wilxcoxon diketahui
kembali. Secara keseluruhan edukasi terdapat perbedaan antara sebelum dan
dilakukan tiga kali selama pelayanan sesudah intervensi (tabel II).
kunjungan kefarmasian. Hasil penelitian yang Hasil penelitian menunjukkan adanya
dianalis secara statistik adalah hasil perubahan tingkat pengetahuan sebelum dan
pengukuran kunjungan awal sebelum sesudah penerapan pedoman pelayanan
intervensi dan hasil pengukuran akhir setelah kunjungan kefarmasian. Salah satu upaya
intervensi. Berdasarkan hasil penelitian, rerata yang dapat dilakukan apabila pasien yang
skor pengetahuan (median; min-max) sebesar mendapatkan informasi yang tidak benar
13 (8-18) sebelum intervensidan meningkat mengenai penyakit diabetes seperti
menjadi 18 (8-24) setelah dilakukan pelayanan penggunaan obat yang terus menerus dapat
kefarmasian di rumah (tabel II). Dari hasil memperparah penyakit, dapat diluruskan
analisis uji Wilcoxon, diperoleh nilai p = 0,000 dengan pemberian edukasi. Pendidikan
< 0,05 yang berarti intervensi yang dilakukan terstruktur memiliki dampak positif pada
di rumah pasien menunjukkan perubahan kontrol glukosa dan hipoglikemia pada
tingkat pengetahuan terkait diabetes dan diabetes tipe 2 dan merupakan program wajib
kepatuhan pengobatan pada pasien dengan dalam perawatan rutin.14 Program edukasi
diabetes melitus tipe 2. Stroup dkk, (2003) yang menekankan kepatuhan terhadap
dalam suatu penelitian melaporkan bahwa rejimen pengobatan secara keseluruhan,
kunjungan rumah dalam waktu panjang dan terutama untuk diet dan berolahraga serta
bulanan berpotensi meningkatkan tindak lanjut yang teratur memiliki manfaat
pemahaman pasien dan kepatuhan pasien lebih besar dalam kontrol glikemik
terhadap gaya hidup, terapi farmakologis dan dibandingkan dengan hanya menekankan
pemantauan penyakit yang memberi dalam pada kepatuhan pengobatan saja.15
memperbaiki status kesehatan.10 Metode
pendidikan dan konseling pasien berbasis Pengaruh Pelayanan Kunjungan
Kefarmasian terhadap Kepatuhan
rumah memberi hasil yang memuaskan. 11 Pengobatan
Pemberian edukasi disertai booklet dapat Pada kunjungan awal ke rumah pasien,
meningkatkan pengetahuan pasien diabetes secara umum masalah penggunaan obat yang
melitus.12 Kunjungan rumah yang berfokus diperoleh adalah ketidakpatuhan pasien.
pada pendidikan pasien dan intervensi Berdasarkan hasil penilaian (asesmen) yang
perilaku membantu meningkatkan kontrol dilakukan pada setiap pasien menggunakan
glikemik pada pasien diabetes. 13 panduan pelayanan diketahui masalah-
Berdasarkan hasil pengolahan data skor masalah ketidakpatuhan pada pasien
pengetahuan diketahui nilai rerata skor disebabkan oleh faktor lupa, bosan, rasa tidak
pengetahuan 13 (8-18) sebelum intervensi dan nyaman akibat timbulnya efek samping dan
nilai rerata sesudah intervensi sebesar ketakutan dengan penggunaan obat jangka
panjang yang akan berakibat pada penyakit dengan ke-2, dan antara kunjugan ke-2
ginjal. Berdasarkan penggalian informasi dengan ke-3. Hasil pill count menunjukkan
diketahui terdapat pasien yang mengambil bahwa rerata tingkat kepatuhan sebesar 92
tindakan sendiri dengan mengurangi dosis (83-100) sebelum intervensi dan meningkat
bahkan menghentikan pengobatan tanpa menjadi 98 (93-100) setelah dilakukan
berkonsultasi ke dokter puskesmas tempat kunjungan pelayanan kefarmasian (tabel II).
pasien rutin kontrol setiap bulannya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Tindakan atau bentuk intervensi yang sebelumnya, bahwa kepatuhan pasien
dilakukan pada pasien jenis ini yaitu meningkat setelah mendapatkan intervensi
pemberian edukasi dan konseling agar pasien dari apoteker. 11,16,17 Intervensi berupa
memahami bahwa penggunaan obat atau kunjungan rumah mampu meningkatkan
peresepan obat yang dilakukan oleh dokter kepatuhan penggunaan obat sehingga dapat
sudah melalui pertimbangan tertentu sesuai menunjang keberhasilan terapi pasien18,19
kondisi pasien. Bagi pasien yang mengalami
kendala kepatuhan karena faktor lupa maka Pengaruh Pelayanan Kefarmasian
bentuk intervensi yang bisa diberikan pada terhadap Tingkat Kepuasan Terapi
pasien yaitu dengan meminta pasien Kepuasan terapi merupakan capaian
meletakkan obat ditempat yang paling dari usaha yang dilakukan pasien selama
strategis dan mudah dijangkau seperti di menjalani pengobatan. Kontrol gula darah
dekat meja makan, di dekat televisi atau di yang terkendali secara tidak langsung akan
tempat pasien sering beraktifitas dengan tetap meningkatkan kepuasan. Salah satu jenis
memperhatikan cara penyimpanan obat yang outcome humanis yang digunakan sebagai
benar. Selain itu memberi edukasi kepada pelengkap pengukuran outcome selain kadar
keluarga pasien agar mendukung pasien GDP dan HbA1c adalah kepuasan terapi.
untuk meminum obat secara teratur. Bagi Pada awal kunjungan sebelum
pasien yang tidak patuh karena bosan diberi intervensi dilakukan, rerata (median: min-
motivasi agar tetap dapat menjalani terapi max) skor kepuasan terapi pasien adalah 7,10
sesuai aturan. Dari 37 partisipan, terdapat 30 (6-8) dan meningkat menjadi 7,90 (7-10)
partisipan yang memiliki tingkat kepatuhan setelah intervensi (tabel II). Hal ini
yang meningkat setelah intervensi, dan menunjukkan bahwa terdapat perubahan
terdapat 2 partisipan yang tidak mampu tingkat kepuasan terapi setelah dilakukan
mempertahankan kepatuhan (tabel III). pelayanan kefarmasian di rumah pasien.
Partisipan yang mengalami penurunan Kemungkinan meningkatnya tingkat
kepatuhan di identifikasi mengalami masalah kepuasan terapi partisipan karena bentuk
keluarga sehingga membuat mereka stress, intervensi yang bersifat individu sehingga
yang pada akhirnya berpengaruh pada memungkinkan partisipan lebih leluasa atau
kepatuhan minum obat. Partisipan difasilitasi terbuka untuk mengutarakan permasalahan
untuk mendapatkan bantuan dibagian yang mereka alami. Permasalahan atau
psikologi Puskesmas. hambatan yang dialami karena keterbatasan
Pengukuran tingkat kepatuhan dengan waktu dan lamanya antrian dipusat pelayanan
metode pill count yaitu menghitung sisa obat kesehatan menyebabkan interaksi pasien
yang masih dimiliki pasien dibandingkan dengan apoteker atau tenaga kesehatan
dengan jumlah obat yang diterima oleh pasien lainnya sangat terbatas, sehingga partisipan
untuk satu bulan. Perhitungan jumlah obat mengalami kendala untuk mendiskusikan
dilakukan pada saat kunjungan ke-1 persoalan pengobatan yang dialami.
dilakukan dengan menghitung sisa obat yang Pelayanan kefarmasian di rumah membuka
dimiliki pasien sebelumnya. Selanjutnya ruang bagi pasien dan keluarganya untuk
perhitungan sisa obat antara kunjungan ke-1 berdiskusi secara terbuka dengan apoteker
Tabel III. Pengaruh kunjungan kefarmasian terhadap luaran klinik (kadar gula darah
puasa)
untuk mencari solusi terbaik. Kepuasan terapi memperbaiki kadar gula darah agar tetap
dapat memaksimalkan pengobatan sehingga terkendali, sehingga memperlambat proses
bermanfaat bagi pasien. 6,7,20. memburuknya penyakit atau mencegah
timbulnya komplikasi. Berdasarkan American
Pengaruh Pelayanan Kefarmasian Diabetes Association (2015), target terapi yang
terhadap Kontrol Glikemik diinginkan untuk kadar gula darah puasa
Dari 37 partisipan, pada akhir
adalah 80-130 mg/dL dan kadar gula darah 2
intervensi sebanyak 33 pasien yang
jam setelah makan adalah < 180 mg/dL.20
melakukan pemeriksaan kadar gula darah
Pemberian pelayanan kunjungan dapat
puasa dan terdapat 4 partisipan tidak
meningkatkan kepatuhan dan juga
berpuasa pada saat jadwal pengukuran kadar
berpengaruh terhadap hasil luaran klinik
gula darah puasa sehingga tidak diperoleh
yaitu berupa peningkatan ketercapaian target
hasil pemeriksaan kadar gula darahnya.
terapi kadar gula darah puasa yang signifikan
Berdasarkan hasil pengukuran kadar gula
dengan nilai p<0,05 (Tabel III). Berdasarkan
darah puasa pada 33 partisipan, rerata kadar
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
gula darah puasa sebelum intervensi adalah
pelayanan kefarmasian berupa pelayanan
137 mg/dL (119-237 mg/dL) dan mengalami
residensial kefarmasian mampu
penurunan kadar gula darah puasa setelah
meningkatkan kepatuhan penggunaan obat
partisipan mendapatkan intervensi sebesar
pasien sehingga dapat menunjang
125 mg/dL (101-211 mg/dL).
keberhasilan terapi pasien, 18 kunjungan
Berdasarkan analisis uji statistik
rumah dapat memperbaiki kontrol glikemik
mengunakan uji wilcoxon signed rank
dan mengurangi faktor risiko kardivaskuler,
menunjukkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang
sehingga efektif dalam manajemen diabetes
berarti bahwa terdapat perubahan yang
dan meningkatkan kualitas hidup pasien
signifikan antara kadar gula darah puasa
selain itu pada pemberian pelayanan
sebelum dan sesudah intervensi. Dalam satu
kefarmasian berupa konseling dengan alat
penelitian jangka pendek yang dilakukan oleh
bantu (booklet dan penggunaan wadah
Hillen (2011) berupa program pemantauan
khusus) lebih efektif menurunkan kadar gula
intensif, pemberian edukasi, dan intervensi
darah dibanding konseling biasa. 23,24,25
farmakologis menghasilkan peningkatan
kontrol glikemik yang dramatis dalam waktu Hubungan kepatuhan pengobatan
1,5 bulan, dan efek ini berkelanjutan hingga 3 dengan kontrol glikemik
bulan. Edukasi yang diberikan secara Berbagai penelitian menunjukkan
individu pada pasien diabetes menghasilkan bahwa kepatuhan berhubugan erat dengan
hasil kontrol glukosa yang lebih baik.21 Rerata kadar gula darah yang terkendali. Hubungan
penurunan kadar gula darah puasa sebelum tingkat kepatuhan dengan luaran klinik
dan sesudah intervensi sebesar 17.09mg/dL± berupa kadar gula darah puasa dianalisis
1,43. menggunakan uji korelasi Spearman. Tingkat
Pemberian pelayanan kefarmasian di kekuatan korelasi antara kepatuhan dengan
rumah pada penelitian ini diharapkan dapat kadar gula darah puasa adalah sebesar -0,515