PENDAHULUAN
Menurut Rifa’I (2014) Adapun cabang ilmu geologi yang digunakan hingga
sekarang antara lain seperti paleontologi, mineralogi dan petrologi, geologi
struktur, geomorfologi, dan stratigrafi. Untuk mempelajari tentang segala yang
berkaitan dengan bentuk muka bumi, diperlukan cabang ilmu geologi yang
dikenal dengan nama geomorfologi. Geomorfologi merupakan cabang ilmu
geologi yang mempelajari tentang bentuk roman muka bumi. Sudah jelas bahwa
geomorfologi juga mempelajari tentang bentuk lahan. Ada tiga factor yang harus
diperhatikan dalam cabang ilmu gemorfologi antara lain: struktur, proses, dan
stadia sungai. Didalam bentuk muka bumi yang dibahas pada cabang ilmu
geomorfologi, terdapat
struktur–struktur dalam bentuk muka bumi. Ilmu tentang struktur tersebut dibahas
dalam geologi struktur.
Geologi struktur merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuk batuan yang
merupakan hasil dari deformasi. Perubahan ukuran dan bentuk pada batuan yang
disebabkan oleh gaya dari dalam bumi disebut dengan deformasi batuan. Geologi
struktur banyak mempelajari tentang struktur – struktur geologi antara lain:
patahan (fault), rekahan (fracture), perlipatan (fold) dan sebagainya yang
termasuk dalam satuan tektonik (tectonic unit). Didalam bentuk muka bumi dan
struktur-struktur yang dibahas dalam Geomorfologi dan geologi struktur, terdapat
batuan yang menyusun hal-hal tersebut. Ilmu tentang batuan dan mineral yang
terkandung didalamnya dibahas dalam cabang ilmu geologi yang bernama
mineralogi dan petrologi.
Peran geomorfologi dalam evaluasi lahan merupakan salah satu sumber daya alam
yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kemiringan lereng dan
geomorfologi saling berkaitan mempengaruhi bentuk lahan dan proses
geomorfologi. Lereng dengan kemiringan curam cenderung memiliki perubahan
bentuk yang lebih dinamis karena lebih rentan terhadap longsor.
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada bumi itu sendiri. Geomorfologi biasanya
diterjemahkan sebagai penelitian lanskap. Verstappen (1983) mendefinisikan
geomorfologi sebagai studi bentang alam, juga dalam proses pembentukan,
pembentukan dan hubungan dengan lingkungan. Sebagai salah satu ilmu alam,
geomorfologi dapat didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan fisik. Karena
kehidupan di dunia ini tidak dapat lepas dari bentang alam, penting untuk
penerapan geomorfologi yang digunakan dalam kehidupan. Untuk mempelajari
bentuk bentangalam suatu daerah, maka hal yang pertama harus diketahui adalah
struktur geologi dari daerah tersebut. Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa
struktur geologi adalah faktor penting dalam evolusi bentangalam dan struktur itu
tercerminkan pada muka bumi, maka jelas bahwa bentangalam suatu daerah itu
dikontrol/dikendalikan oleh struktur geologinya.
Bentang alam adalah fenomena duniawi. Bentang alam adalah panorama alam
yang disusun oleh elemen-elemen geomorfologi dalam dimensi yang lebih luas
dari lereng. Bentang alam merupakan gabungan dari bentuk lahan. Bentuk lahan
merupakan kenampakan tunggal, seperti sebuah bukit atau lembah sungai.
2.1.2 Fisiografi
Fisiografi mempelajari suatu wilayah daerah atau negara berdasarkan segi
fisiknya, seperti segi garis lintang, dan garis bujur, posisi daerah lain, dan lainnya.
Fisiografi Regional Menurut Van Bemmelan, 1949 Fisiografi Jawa Tengah – Jawa
Timur oleh Van Bemmelen (1949) dibagi menjadi 7 zona. Pembagian zona ini
berdasarkan kondisi litologi penyusun, pola struktur, dan morfologi. Zona
Fisiografi Jawa Tengah – Jawa Timur oleh Van Bemmelen (1949) dari utara ke
selatan adalah sebagai berikut:
1. Zona Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa
Zona Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa bagian barat membentang dari
sekitar Teluk Bantam sampai ke Cirebon dan di Jawa Tengah
membentang dari timur Cirebon sampai ke Pekalongan.
2. Zona Depresi Semarang – Rembang
Depresi Semarang – Rembang merupakan dataran yang berada
diantara Semarang dan Rembang.
3. Zona Rembang
Zona Rembang di bagian utara dibatasi oleh Paparan Laut Jawa Utara
kearah selatan berhubungan dengan Depresi Randublatung yang
dibatasi oleh Sesar Kujung, kearah barat berhubungan dengan Depresi
Semarang – Pati, dan kearah timur berhubungan dengan bagian utara
Pulau Madura. Zona ini merupakan daerah dataran yang berundulasi
dengan jajaran perbukitan yang berarah barat-timur dan berselingan
dengan dataran fluvial. Lebar zona ini berkisar 50 km dengan puncak
tertinggi Gading (515 m) dan Tungangan (419 m) dengan litologi
karbonat yang mendominasi zona ini.
Jalur dari Zona Rembang ini terdiri dari pegunungan lipatan berbentuk
Antiklinorium yang memanjang ke arah barat-timur dari Purwodadi,
Blora, Jatirogo, Tuban, sampai dengan Pulau Madura.
4. Zona Depresi Randublatung
Zona Randublatung merupakan daerah lembah dengan bagian tengah
memanjang barat – timur. Zona ini memisahkan Zona Kendeng dan
Zona Rembang.
5. Zona Kendeng
Menurut Genevraye & Samuel (1972) membagi Zona Kendeng
berdasarkan Fisiografi menjadi 3 bagian utama yaitu :
a. Bagian barat
Bagian barat antara Ungaran dan Purwodadi. Bagian bawah
tersusun oleh Formasi Pelang merupakan batuan yang berumur
Oligosen – Miosen, sedangkan bagian atas tersusun atas sedimen
dari Formasi Pucangan.
b. Bagian tengah
Bagian tengah antara Purwodadi dan Gunung Pandan. Bagian
bawah tersusun atas endapan berumur Miosen Formasi Kerek, pada
bagian ini struktur sesar dan lipatan banyak dijumpai. Bagian atas
didominasi oleh material gunung api Formasi Kerek Anggota
Sentul.
c. Bagian timur
Bagian timur memperlihatkan umur Neogen, pada inti
antiklinorium yang terlihat antara G. Pandan menuju ke arah timur
sumbu antiklinorium semakin turun, sedimen yang muncul
berumur Pliosen
– Plistosen.
6. Zona Depresi Tengah / Zona Solo
Zona Solo tersusun oleh endapan Kuarter dan ditempati oleh Gunung
api Kuarter. Zona Solo dibedakan menjadi 3 sub-zona, yaitu:
a. Sub - Zona Blitar
b. Sub - Zona Solo
c. Sub - Zona Ngawi
7. Zona Pegunungan Selat
Zona Pegunungan Selatan Jawa terbentang dari wilayah Jawa Tengah
yang berada di selatan Yogyakarta dengan lebar kurang lebih 55 km.
Zona ini membentang hingga Jawa Timur dengan lebar kurang lebih
25 km yang berada di selatan Blitar. Zona Pegunungan Selatan
dipisahkan menjadi 3 sub - Zona, yaitu:
a. Sub-Zona Baturagung
b. Sub-Zona Wonosari
c. Sub-Zona Gunung Sewu
Sumber:bp.blogspot.com
Gambar 2.1
Fisiografi
2.1.3 Bentang Alam
Pemandangan alam atau kenampakan alam mengacu pada segala sesuatu yang ada
di permukaan bumi. Menurut KBBI, bentang alam adalah suatu pemandangan
alam atau kawasan dengan berbagai macam bentuk permukaan bumi, baik daratan
maupun perairan. Pemandangan alam diketahui terjadi akibat fenomena alam di
permukaan bumi ya. Adapun bentang alam yang ada di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Gunung dan Pegunungan
Pegunungan adalah rangkaian gunung yang saling menyambung tinggi,
luas, dan memanjang. Pegunungan dimanfaatkan sebagai objek wisata
seperti Gunung Bromo di Jawa Timur, ya. Gunung merupakan
permukaan bumi yang menonjol lebih tinggi dari permukaan sekitarnya.
Gunung memiliki ketinggian lebih dari 600 meter.
Sumber:Indonesia.tripcanvas.co.id
Gambar 2.2
Gunung dan Pegunungan
2. Lembah dan Ngarai
Lembah adalah wilayah darat yang cekung dan rendah dibanding di
daerah sekitarnya, terdapat di kaki gunung, kiri, dan kanan
sungai.Ngarai merupakan lembah yang memiliki ukuran lebih dalam
dan luas. Biasanya
wilayah ini banyak digunakan untuk bercocok tanam dan pemukiman.
Contoh bentang alam lembah dan ngarai adalah Lembah Baliem di
Papua dan Ngarai Sianok di Sumatra Barat.
Sumber:bilbliokita.com
Gambar 2.3
Lembar dan Ngarai
3. Dataran Tinggi
Dataran tinggi merupakan wilayah daratan yang berada dalam
ketinggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Nah, contoh
bentang alam dataran tinggi di Indonesia adalah dataran tinggi Dieng.
Sumber: Trivodkita.com
Gambar 2.4
Dataran Tinggi
4. Dataran Rendah
Dataran rendah adalah wilayah daratan yang memiliki ketinggian 0-500
meter di atas permukaan laut. Dataran rendah cocok untuk pertanian,
peternakan, perkantoran, perumahan, dan industri.
Sumber: Almuslimunnews.com
Gambar 2.5
Dataran Rendah
5. Sungai
Sungai merupakan sekumpulan air tawar yang berasal dari sumber
alamiah dengan arus yang mengalir dari tempat tinggi menuju tempat
yang lebih rendah. Arus sungai di wilayah tinggi umumnya lebih deras
dibanding arus sungai di area hilir sungai. Bentuk sungai yang berliku
terjadi karena adanya proses pengikisan dan pengendapan yang
diakibatkan arus sungai di sepanjang aliran sungai.
Sumber:Mongabay.com
Gambar 2.6
Sungai
6. Laut
Laut adalah salah satu karakteristik bentang alam yang ada di Indonesia.
Laurtmerupakan perairan yang luas dengan ciri-ciri memiliki air yang
terasa asin. Laut menghasilkan berbagai jenis ikan, udang, kerang, dan
rumput laut.
Sumber: Sehatalami.com
Gambar 2.7
Laut
2.1.4 Bentuk Lahan
Bentuk lahan (landform) adalah suatu unit geomorfologis yang dikategorikan
berdasarkan karateristik seperti elevasi, kelandaian, orientasi, stratifikasi, paparan
batuan, dan jenis tanah. Jenis-jenis bentuk lahan antara lain adalah bukit, lembah,
tanjung, dll, sedangkan samudra dan benua adalah contoh jenis bentang alam
tingkat tertinggi.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral selama tahun 2021,
rentetan kejadian bencana gerakan tanah atau yang dikenal umum sebagai tanah
longsor melanda kawasan Indonesia dan tercatat minimal 1056 kejadian yang
menelan korban jiwa sebanyak 340, 1349 rumah rusak dan 5903 jiwa mengungsi.
Dampak ini belum mencangkup kerugian ekonomi masyarakat seperti kehilangan
harta benda, terputusnya jalur ekonomi. Dengan sebaran kejadian gerakan tanah
sekitar 60 % di Pulau Jawa. Kondisi geomorfologi dan geologi merupakan
parameter-parameter dari pemicu gerakan tanah. Aspek geomorfologi seperti
kelerengan berperan aktif dalam mengontrol terjadinya gerakan tanah. Semakin
besar kelerengan semakin besar gaya penggerak massa tanah atau batuan
penyusun lereng. Namun perlu diperhatikan tidak semua lahan yang miring
selalu rentan untuk bergerak. Hal ini sangat tergantung kondisi geologinya,
seperti jenis struktur dan komposisi tanah atau batuan penyusun lereng
(BAPEKOINDA, 2002). Van Zuidam (1988) dalam Rahmawati (2009)
mengklasifikasikan kemiringan lereng menjadi 7, yaitu :
Tabel 2.8
Kemiringan Lereng
Kemiringan
% Keterangan Warna
0-2 Datar
2-7 Sangat Landai
7-15 Landai
15-30 Agak curam
30-70 Curam
70-140 Sangat Curam
>140 Terjal
Sumber:Geologis.com
2.1.5 Stadia Sungai
Geomorfologi sungai adalah ilmu tentang bentuk dan ukuran sungai yang ada di
permukaan bumi. Indonesia memiliki sungai utama sekitar 5.590 sungai dan
65.017 anak sungai yang tersebar di nusantara. Dari jumlah sungai utama itu,
daerah aliran sungai (DAS) mencapai 1.512.466 km2. Proses geomorfologi utama
yang terjadi di sungai adalah erosi, longsor tebing, dan sedimentasi. Air yang
mengalir di sungai sebagai fungsi dari gaya gravitasi merupakan sarana transport
material yang longsor dan atau tererosi, kemudian tersedimentasi pada daerah
yang lebih rendah. Dalam menentukan morfologi sungai, diperlukan data-data
geometri sungai meliputi lebar sungai, kedalaman, penampang sungai, koordinat
lokasi dan kemiringan dasar sungai. Pembentukkan pola sungai dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti litologi batuan, kemiringan lereng, tenaga tektonik dan
lainnya. Sungai yang ada saat ini merupakan proses yang terus menerus
berlangsung dan akan terus berkembang. Tahap perkembangan sungai terbagi
menjadi 5 stadia yaitu stadia awal, stadia muda, stadia dewasa, stadia tua dan
stadia peremajaan (rejuvenation). Berikut penjelasannya:
1. Stadia Awal
Stadia awal dicirkan dari bentuk sungai yang belum memiliki pola aliran
yang teratur seperti lazimnya suatu sungai. Sungai pada tahapan awal
umumnya berkembang di daerah dataran pantai yang mengalami
pengangkatan atau di atas permukaan lava yang masih baru.
2. Stadia Muda
Stadia muda dicirikan dengan sungai aktivitas alirannya mengerosi ke arah
vertikal. Erosi tersebut menghasilkan lembah menyerupai huruf "V". Air
terjun dan aliran yang deras mendominasi tahapan ini.
3. Stadia Dewasa
Stadia dewasa dicirikan dengan mulai adanya dataran banjir (flood plain)
kemudian membentuk meander. Pada tahapan ini aliran sungai sudah
memperlihatkan keseimbangan laju erosi vertikal dengan laju erosi lateral
4. Stadia Tua
Stadia tua dicirikan dengan sungai yang sudah didominasi oleh meander
dan dataran banjir yang semakin melebar. Oxbow lake dan rawa mulai
terbentuk disisi sungai dan erosi lateral lebih dominan dibanding erosi
vertikal.
5. Stadia Peremajaan
Stadia peremajaan adalah perkembangan sungai yang kembali didominasi
oleh erosi vertikal dibanding erosi lateral. Proses ini terjadi akibat
terjadinya pengangkatan di daerah sungai tua sehingga sungai kembali
menjadi stadia muda/awal (rejuvenation). Peremajaan sungai terjadi ketika
tingkat dasar sungai turun bisa disebabkan oleh penurunan muka air laut
dan pengangkatan daratan. Keduanya merupakan dampak dari terjadinya
zaman es dan antar es.
Sumber:Generalgeomorfologi.com
Gambar 2.8
Stadia Sungai
Pola aliran sungai adalah kumpulan dari sungai yang memiliki bentuk sama yang
menggambarkan keadaan profil dan genetik sungai tersebut. Terbentuknya pola
aliran air sungai disebabkan oleh faktor-faktor alami seperti morfologi, jenis tanah
dan batuan, tingkat erosi dan struktur geologi. Adapun pola aliran sungai adalah
sebagai berikut:
1. Pola Dendritik
Pola aliran sungai dendritik adalah pola aliran dengan cabang-cabang
sungai menyerupai garis penampang atau pertulangan daun. Jenis pola
aliran ini dikontrol oleh litologi yang homogen. Aliran sungainya
memiliki tekstur
dengan kerapatan tinggi yang diatur oleh jenis batuan. Tekstur sungai
adalah panjang sungai per satuan luas. Contohnya adalah sungai yang
mengalir diatas batuan yang tidak atau kurang resisten terhadap erosi
sehingga membentuk tekstur sungai yang rapat. Namun bila aliran berada
diatas batuan yang resisten, maka akan membentuk tekstur renggang.
Resistensi batuan terhadap erosi memberi pengaruh besar pada proses
pembentukan alur sungai. Sebab, batuan yang tidak resisten akan mudah
mengalami erosi membentuk jalur aliran baru.
2. Pola Aliran Rektangular
Pola sungai rektangular adalah pola aliran yang umumnya terdapat di
wilayah batuan beku. Bentuk alur sungai ini lurus mengikuti struktur
patahan dengan ditandai bentuk sungai yang tegak lurus. Pola sungai
rektengular biasanya berkembang pada batuan yang resisten terhadap
erosi, tipe erosi cenderung seragam, namun dikontrol oleh kekar dua arah
dengan sudut yang saling tegak lurus. Kekar merupakan pemecahan atau
pemisahan batu secara geologis yang cenderung kurang resisten terhadap
proses erosi sehingga kemungkinan aliran air akan mengembang melalui
rekahan dan pada akhirnya membentuk pola aliran sesuai alur pecahan
batuan. Sungai dengan pola aliran rektangular banyak ditemukan di
kawasan sesar dengan ciri utama aliran sungai akan mengikuti jalur yang
kurang resisten serta terkumpul pada tempat singkapan batuan yang
bersifat lunak. Pada percabangan sungai akan membentuk sudut tumpul
dengan sungai utamanya. Pola sungai aliran rektangular adalah pola yang
dikontrol oleh struktur geologi, seperti sesar atau patahan, serta kekar atau
rekahan dengan aliran air yang mengikuti pola geologi tersebut.
3. Pola Aliran Trellis
Aliran sungai berpola trellis adalah pola aliran yang bentuknya mirip
seperti pagar yang dikontrol oleh struktur geologi berupa lipatan sinklin
dan antiklin. Sungai dengan aliran tralis memiliki ciri berupa kumpulan
saluran air yang bentuknya sejajar, mengalir mengikuti kemiringan lereng
dan tegak lurus terhadap aliran utamanya. Umumnya arah saluran utama
searah dengan sumbu lipatan. Aliran trellis merupakan perpaduan
antara jenis
sungai konsekuen dan subsekuen. Selain itu, pola sungai trellis juga dapat
terbentuk di sepanjang lembah pararel pada sabuk lipatan pegunungan.
Alur-alur sungai akan melintasi lembah dan bertemu kembali di saluran
utama.
4. Pola Aliran Radial
Pola aliran radial adalah pola sungai dengan aliran yang arahnya
terdistribusi atau menyebar secara radial dari ketinggain tertentu menuju
daerah bawah. Bentuknya menyerupai gunung berapi atau puncak intrusi
magma. Pola sungai radial mengikuti kontur muka bumi yang cembung
dan menjadi asal mula sungai konsekuen. Pola aliran sungai jenis radial
juga dapat ditemukan pada bentukan-bentukan bentangan alam kubak dan
laccolith. Pada jenis bentang alam ini, aliran sungai akan membentuk pola
kombinasi radial dan annular.
5. Pola Aliran Radial Sentripetal
Pola sungai radial sentripetal adalah pola yang bentuknya berlawanan
dengan pola radial. Pola ini membentuk alur sungai yang mengarah ke
tempat yang cekung. Pola sungai ini dapat berkembang menjadi pola
annular dan memunculkan sungai obsekuen, sungai subsekuen sejajar dan
sungai resekuen.
6. Pola Aliran Pararel
Pola aliran sungai pararel adalah pola aliran yang terdapat di daerah yang
sangat luas denga kemiringan yang curam. Kemiringan ini menyebabkan
gradien sungai menjadi besar sehingga mengalirkan air ke tempat terendah
dengan bentuk jalur yang hampir lurus. Pola ini dapat ditemukan di
kawasan daratan pantai yang masih muda dengan lereng asli yang
kemiringannya mengarah ke laut.
7. Pola Aliran Annular
Pola aliran sungai annular adalah bentuk variasi dari pola sungai beraliran
radial. Pola annular dapat ditemukan pada daerah dome atau kaldera
staium dewasa yang juga terdapat sungai konsekuen, subsekuen, resekuen,
dan obesekuen.
8. Pola Aliran Angular
Pola aliran angular adalah pola aliran yang bentuknya lebih besar atau
lebih kecil dari sudut 90 derajat. Sungai dengan pola seperti ini akan
terlihat mengikuti garis-garis patahan.
Sumber: rimbakita.com
Gambar 2.9
Pola Aliran Sungai
BAB III
PENGOLAHAN DATA
Sumber: ArcMap
Gambar 3.1
Peta Kesampaian Wilayah
Peta kesampaian wilayah adalah peta yang menunjukan tingkat keterjangkauan
atau aksebilitas suatu wilayah terhadap berbagai fasilitas atau layanan, seperti
jalan raya, transportasi umum, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum
lainnya. Peta ini
membantu dalam perencanaan analisis wilayah, memahami sebaran layanan, dan
mengidentifikasi area yang mungkin memerlukan perbaika aksebilitas. Peta
kesamapaian pada laporan ini menunjukan tingkat keterjangkauan atau aksebilitas
suatu wilayah dengan Titik awal untuk menuju lokasi kuliah lapangan berada di
Jalan Arief Rachman Hakim 100, Sukolilo, Surabaya (Kampus ITATS). Dari titik
awal menuju lokasi kuliah lapangan 1 memiliki jarak tempuh sekitar 53 Km
dengan waktu tempuh 1 jam 18 menit.
Sumber:Arc.Map
Gambar 3.2
Peta Citra Satelit
Peta citra satelit adalah representasi grafis dari data citra yang diambil oleh satelit
penginderaan jauh. Citra satelit ini dapat mencakup informasi visual, termal, atau
spektral yang digunakan untuk berbagai tujuan salah satunya pemetaan. Peta ini
memungkinkan pengguna untuk melihat dan menganalisis fitur-fitur geografis
serta karakteristik lingkungan dengan menggunakan data citra satelit. Peta citra
satelit ini menunjukan titik lapangan penelitian (LP), seperti tertera pada peta
terdapat LP 1, LP 2, dan LP 3. Pada LP 1 dilakukan penelitian mengenai geologi
struktur, pada LP 2 dilakukan peneltian mengenai mineralogi dan petrologi, dan
LP 3 dilakukan penelitian mengenai geomorfologi.
3.2 Pemetaan Lapangan
Adapun pemetaan lapangan, dilakukan dengan analisis bentangalam, tingkat
elevasi, stadia sungai, dan jenis lembah pada lokasi tersebut. Pada lokasi kuliah
lapangan 1 memiliki bentangalam perbukitan, dengan elevasi sekitar 3000 mdpl,
stadia sungai muda yang diberada di atas perbukitan dan stadia dewasa yang
berada di bawah perbukitan dengan lembah berbentuk V dan U. Stadia sungai
muda ditandai oleh topografi yang curam dan kemiringan yang tinggi, lembah
berbentuk V dengan dinding yang curam , aktivitas erosi yang tinggi, sungai
berkelok-kelok. Sedangkan stadia dewasa ditandai dengan topografi yang lebih
rendah, lembah lebar berbentuk U, dan aktivitas erosi menurun.
Lembah berbentuk U dikarenakan oleh pengikisan gletser (es), gletser dapat
menggeser dan mengukir lembah melalui gerakan massa es yang kuat dan
membentuk U dalam topografi. Dapat juga disebabkan oleh proses fluvial (air)
seperti erosi yang berkepanjangan juga dapat membentuk lenbah berbentuk U
dengan berjalannya waktu
Lembah berbentuk V dikarenakan adanya proses erosi air dan angin. Biasanya
terbentuk melalui erosi air yang terus menerus dan mengikis dan membentuk V.
sungai yang mengalir melalui waktu dapat membentuk lembah ini dengan cara
meruncingkannya. Erosi oleh angin juga dapat menciptakan lembah berbentuk V
di daerah terpapar oleh angin yang kuat terus menerus.
Sumber:Data Penelitian
Gambar 3.3
Bentang Alam Perbukitan
Istilah perbukitan sendiri mempunyai kata dasar ‘bukit’, yang artinya yaitu suatu
bentuk bentang alam yang permukaan tanahnya lebih tinggi dari permukaan tanah
lain di sekitarnya, dimana permukaan tanah tersebut tidak lebih tinggi dari
gunung. Perbukitan alami terbentuk sepanjang waktu, oleh berbagai jenis aktivitas
geologi. Salah satu kegiatan ini adalah patahan, yang terjadi karena bebatuan di
bawah permukaan bumi secara konstan bergerak dan mengubah lanskap. Bukit
yang terbentuk karena patahan akhirnya bisa menjadi gunung. Himalaya di Asia,
pegunungan tertinggi di dunia, dulunya adalah bukit kecil. Himalaya terus tumbuh
karena aktivitas patahan di bawah permukaan planet bumi.
Perbukitan juga dapat terbentuk karena erosi, yang terjadi ketika potongan-
potongan batu, tanah, dan endapan hanyut dan diletakkan di tumpukan di tempat
lain. Perbukitan dapat dihancurkan oleh erosi, karena material yang dihempas oleh
angin dan air. Perbukitan juga dapat dibentuk oleh erosi, karena material dari
daerah lain ditimbun di dekat bukit, menyebabkannya bertambah. Sebuah gunung
bisa menjadi bukit jika dirusak oleh erosi.
Manusia juga dapat membuat bukit dengan menggali tanah dan hasil tanah galian
tersebut menumpuk semakin banyak. Gunung berapi juga dapat membentuk
perbukitan. Gunung berapi membentuk bukit ketika meletus. Selama letusan, abu
dalam pengertian vulkanisme dimuntahkan di udara; setelah letusan, lava atau
batuan cair mengeras dan membuat lapisan batuan lava yang tebal. Abu jatuh pada
lava yang mengeras menyebabkan lapisan abu terbentuk di atas bukit.Ketika hujan
turun, lapisan abu ini bercampur dengan air hujan untuk membentuk air berwarna
hitam. Air hitam ini akan membeku menyebabkan batuan lava retak dan runtuh
dan akhirnya mengikis membentuk bukit.
Stadia dewasa ditandai dengan topografi yang lebih rendah, lembah lebar
berbentuk U, dan aktivitas erosi menurun sungai dewasa dicirikan oleh mulai
adanya pembentukan dataran banjir secara setempat setempat dan semakin lama
semakin lebar dan akhirnya terisi oleh aliran sungai yang berbentuk meander,
sedangkan pada sungai yang sudah masuk dalam tahapan dewasa, arus sungai
sudah membentuk aliran yang berbentuk meander, penyisiran kearah depan dan
belakang memotong suatu dataran banjir (flood plain) yang cukup luas sehingga
secara keseluruhan ditempati oleh jalur-jalur meander. Pada tahapan ini aliran arus
sungai sudah memperlihatkan keseimbangan antara laju erosi vertikal dan erosi
lateral.
Sumber: Data Penelitian
Gambar 3.5
Stadia Sungai Muda
Stadia sungai muda ditandai oleh topografi yang curam dan kemiringan yang
tinggi, lembah berbentuk V dengan dinding yang curam , aktivitas erosi yang
tinggi, sungai berkelok-kelok. Sungai yang termasuk dalam tahapan muda adalah
sungai-sungai yang aktivitas aliran sungainya mengerosi kearah vertikal. Aliran
sungai yang menmpati seluruh lantai dasar suatu lembah. Umumnya profil
lembahnya membentuk seperti huruf V. Air terjun dan arus yang cepat
mendominasi pada tahapan ini.
Sumber: ArcMap
Gambar 3.6
Peta Pola Aliran Sungai
Peta pola aliran sungai adalah jenis peta yang menunjukkan arah dan pola aliran
sungai di suatu wilayah. Peta ini memberikan informasi visual tentang bagaimana
sungai-sungai mengalir, bergabung, dan membentuk jaringan saluran air di suatu
daerah. Peta pola aliran sungai dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk
perencanaan sumber daya air, pengelolaan banjir, dan pemahaman geografi dan
topografi suatu daerah. Selain itu, peta ini juga dapat bermanfaat untuk kegiatan
luar ruangan seperti hiking dan penelitian lingkungan. Pada daerah yang diteliti
pola aliran yang didapatkan yaitu pola alira paralel dan pola aliran dendritik.
Pola aliran sungai dendritik berada pada stadia sungai dewasa, pola aliran sungai
dendritik adalah pola aliran dengan cabang-cabang sungai menyerupai garis
penampang atau pertulangan daun. Jenis pola aliran ini dikontrol oleh litologi
yang homogen. Aliran sungainya memiliki tekstur dengan kerapatan tinggi yang
diatur oleh jenis batuan. Tekstur sungai adalah panjang sungai per satuan luas.
Contohnya adalah sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak atau kurang
resisten terhadap erosi sehingga membentuk tekstur sungai yang rapat. Namun
bila aliran berada diatas batuan yang resisten, maka akan membentuk tekstur
renggang. Resistensi
batuan terhadap erosi memberi pengaruh besar pada proses pembentukan alur
sungai. Sebab, batuan yang tidak resisten akan mudah mengalami erosi
membentuk jalur aliran baru.
Sedangkan, pola aliran sungai paralel berada pada stadia sungai muda. Pola aliran
sungai pararel adalah pola aliran yang terdapat di daerah yang sangat luas denga
kemiringan yang curam. Kemiringan ini menyebabkan gradien sungai menjadi
besar sehingga mengalirkan air ke tempat terendah dengan bentuk jalur yang
hampir lurus. Pola ini dapat ditemukan di kawasan daratan pantai yang masih
muda dengan lereng asli yang kemiringannya mengarah ke laut.
Sumber: ArcMap
Gambar 3.7
Peta Lintasan
Peta lintasan adalah representasi grafis dari perjalanan atau langkah-langkah yang
diambil selama proses penelitian. Peta lintasan membantu peneliti dan pembaca
memahami rute penelitian dan hasil yang dicapai selama perjalanan penelitian.
Pada peta lintasan ini menunjukan rute penelitian yang diwakili oleh titik
Lapangan Penelitian (LP), seperti tertera pada peta terdapat LP 1, LP 2, dan LP 3.
Pada LP 1 dilakukan penelitian mengenai geologi struktur, pada LP 2 dilakukan
peneltian mengenai mineralogi dan petrologi, dan LP 3 dilakukan penelitian
mengenai geomorfologi.
Selain peta lintasan, ada juga peta topografi. Peta topografi adalah peta yang
menyajikan informasi tentang bentuk permukaan bumi, termasuk fitur-fitur seperti
gunung, lembah, sungai, dan dataran. Peta ini memberikan gambaran detil tentang
kontur atau relief permukaan bumi, sehingga membantu pembaca untuk
memahami topografi atau kerutan-kerutan permukaan tanah. Peta topografi
biasanya menggunakan garis kontur untuk menunjukkan perbedaan ketinggian
antara satu area dengan area lainnya. Garis kontur ini menggambarkan elevasi
atau ketinggian suatu wilayah di atas permukaan laut. Selain itu, peta topografi
juga dapat mencakup informasi lain seperti jalan, sungai, dan batas administratif.
Peta topografi sangat berguna dalam berbagai kegiatan, seperti penelitian geologi,
kegiatan peternakan, hiking, dan perencanaan wilayah. Mereka memberikan
pandangan visual yang jelas tentang struktur dan karakteristik topografi suatu
daerah. Peta topografi dapat dibuat dalam berbagai skala, mulai dari skala besar
yang mencakup wilayah yang lebih kecil dengan detil yang tinggi, hingga skala
kecil yang mencakup wilayah yang lebih luas dengan detil yang lebih umum.
Sayatan pada peta topografi adalah representasi visual dari bentuk dan
karakteristik permukaan tanah yang dibuat dengan menggunakan garis kontur.
Garis kontur tersebut menggambarkan elevasi atau perubahan ketinggian dalam
suatu wilayah. Sayatan ini memberikan informasi tentang bagaimana lahan
tersebut naik atau turun, membentuk bukit, lembah, gunung, atau dataran. Garis
kontur pada peta
topografi membentuk pola tertentu yang dapat membantu pembaca untuk
memahami relief atau topografi suatu daerah
Sumber: ArcMap
Gambar 3.8
Peta Topografi
Sumber: ArcMap
Gambar 4.1
Peta Geomorfologi Lokal
4.2 Analisis Satuan Morfologi
Adapun analisis satuan morfologi yang didapat pada lokasi kuliah lapangan 1
pada daerah Jatijejer, Trawas, Mojokerto, Jawa Timur yang dilaksanakan pada
hari Sabtu, 02 Desember 2023 di waktu 10.46 dengan koordinat 112° 33'
31.86324" 7° 36' 24.7536 bentang lahan yang dianalisis adalah adalah perbukitan,
sungai dengan stadia muda dan stadia dewasa,pola aliran paralel dan dendritik,
sertamempunyai lembah berbentuk U dan V. Pada wilayah sekitar terdapat
perkebunan milik warga. Vegetasi yang di dapat berupa ilalang, pohon pepaya,
pohon pisang, dan semak belukar. Beberapa vegetasi yang berada pada lokasi
wilayah tersebut merupakan perkebunan milik warga, vegetasi tersebut tumbuh
karena faktor kualitas tanah yang subur.
Tabel 4.1
Data Geomorfologi
DATA GEOMORFOLOGI
Nama Eva Atiyatussa Adah
NPM 11.2022.1.00962
Hari, tanggal Sabtu, 02 Desember 2023
Waktu 10.46 WIB, dengan cuaca cerah
Lokasi Desa Jatijejer, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokert
Jawa Timur
Koordinat 112° 33' 31.86324" 7° 36' 24.7536
Bentang alam Perbukitan, Lereng Gunung
SK
Sumber:Data Penelitian
Gambar 4.2
Bentang Alam Perbukitan
Istilah perbukitan sendiri mempunyai kata dasar ‘bukit’, yang artinya yaitu suatu
bentuk bentang alam yang permukaan tanahnya lebih tinggi dari permukaan tanah
lain di sekitarnya, dimana permukaan tanah tersebut tidak lebih tinggi dari
gunung. Perbukitan alami terbentuk sepanjang waktu, oleh berbagai jenis aktivitas
geologi. Salah satu kegiatan ini adalah patahan, yang terjadi karena bebatuan di
bawah permukaan bumi secara konstan bergerak dan mengubah lanskap. Bukit
yang terbentuk karena patahan akhirnya bisa menjadi gunung. Himalaya di Asia,
pegunungan tertinggi di dunia, dulunya adalah bukit kecil. Himalaya terus tumbuh
karena aktivitas patahan di bawah permukaan planet bumi.
Perbukitan juga dapat terbentuk karena erosi, yang terjadi ketika potongan-
potongan batu, tanah, dan endapan hanyut dan diletakkan di tumpukan di tempat
lain. Perbukitan dapat dihancurkan oleh erosi, karena material yang dihempas oleh
angin dan air. Perbukitan juga dapat dibentuk oleh erosi, karena material dari
daerah lain ditimbun di dekat bukit, menyebabkannya bertambah. Sebuah gunung
bisa menjadi bukit jika dirusak oleh erosi.
Manusia juga dapat membuat bukit dengan menggali tanah dan hasil tanah galian
tersebut menumpuk semakin banyak. Gunung berapi juga dapat membentuk
perbukitan. Gunung berapi membentuk bukit ketika meletus. Selama letusan, abu
dalam pengertian vulkanisme dimuntahkan di udara; setelah letusan, lava atau
batuan cair mengeras dan membuat lapisan batuan lava yang tebal. Abu jatuh pada
lava yang mengeras menyebabkan lapisan abu terbentuk di atas bukit.Ketika hujan
turun, lapisan abu ini bercampur dengan air hujan untuk membentuk air berwarna
hitam. Air hitam ini akan membeku menyebabkan batuan lava retak dan runtuh
dan akhirnya mengikis membentuk bukit.
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari kuliah lapangan 1 ini adalah Berdasarkan pemetaan
potensi bahan galian yang dilakukan di lokasi kuliah lapangan 1 pada daerah
Jatijejer, Trawas, Mojokerto, Jawa Timur bentuklahan menurut Van Zuidam, 1983
yaitu termasuk klasifikasi bentuklahan Vulkanik dengan kode V1 yang merupakan
Dasar depresi cekung datar hingga curam dengan dinding yang curam hingga
sangat curam Bentuklahan vulkanik terbentuk sebagai hasil dari aktivitas
vulkanik, yang melibatkan erupsi magma, lava, dan bahan-bahan vulkanik lainnya
dari dalam bumi ke permukaan. Bahan galian yang didapatkan pada lokasi
penelitian adalah batuan, batuan yang di dapatkan yaitu Breksi dan Andesit yang
merupakan bahan galian sedimen dan beku. Bahan galian Andesit dan Breksi
dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar kontruksi.
5.2 Saran
Adapun saran dari kuliah lapangan 1 ini adalah:
1. Sebaiknya titik lokasi pengamatan jangan berdekatan
2. Untuk kuliah lapangan selanjutnya sebaiknya lokasi tidak sama dengan
tahun lalu