Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kuliah lapangan adalah suatu kegiatan kunjungan ke objek tertentu di luar
lingkungan kampus, yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Kuliah
lapangan 1 (satu) bertujuan untuk memahami secara langsung mengenai
geomorfologi, geologi struktur, dan mineralogi dan petrologi yang dilaksanakan di
Desa Jatijejer, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Alasan
mengapa dilaksanakan pada lokasi tersebut karena pada lokasi tersebut terdapat
kelengkapan mengenai bentuk lahan dan stadia sungai, struktur geologi, serta
litologi yang merupakan cakupan dari geomorfologi, geologi struktur, dan
mineralogi dan petrologi.

Geologi merupakan ilmu tentang kebumian yang membahas tentang segala


sesuatu yang ada di bumi beserta isinya. Menurut Djauhari (2012) Geologi juga
mempelajari tentang komponen penyusun bumi, bahan – bahan serta sifat – sifat
yang ada di bumi, proses yang bekerja di bumi, serta struktur yang terdapat pada
bumi ini. Geologi juga merupakan ilmu yang kompleks. Bentuk muka bumi ada
banyak macam dan beragam seperti sungai, danau, lembah, gunung dan
pegunungan, palung, lembah, bukit, pantai, hutan, dan sebagainya. Maka dari itu,
ilmu geologi sangat diperlukan untuk mempelajari aktifitas terkait bumi.

Menurut Rifa’I (2014) Adapun cabang ilmu geologi yang digunakan hingga
sekarang antara lain seperti paleontologi, mineralogi dan petrologi, geologi
struktur, geomorfologi, dan stratigrafi. Untuk mempelajari tentang segala yang
berkaitan dengan bentuk muka bumi, diperlukan cabang ilmu geologi yang
dikenal dengan nama geomorfologi. Geomorfologi merupakan cabang ilmu
geologi yang mempelajari tentang bentuk roman muka bumi. Sudah jelas bahwa
geomorfologi juga mempelajari tentang bentuk lahan. Ada tiga factor yang harus
diperhatikan dalam cabang ilmu gemorfologi antara lain: struktur, proses, dan
stadia sungai. Didalam bentuk muka bumi yang dibahas pada cabang ilmu
geomorfologi, terdapat
struktur–struktur dalam bentuk muka bumi. Ilmu tentang struktur tersebut dibahas
dalam geologi struktur.

Geologi struktur merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuk batuan yang
merupakan hasil dari deformasi. Perubahan ukuran dan bentuk pada batuan yang
disebabkan oleh gaya dari dalam bumi disebut dengan deformasi batuan. Geologi
struktur banyak mempelajari tentang struktur – struktur geologi antara lain:
patahan (fault), rekahan (fracture), perlipatan (fold) dan sebagainya yang
termasuk dalam satuan tektonik (tectonic unit). Didalam bentuk muka bumi dan
struktur-struktur yang dibahas dalam Geomorfologi dan geologi struktur, terdapat
batuan yang menyusun hal-hal tersebut. Ilmu tentang batuan dan mineral yang
terkandung didalamnya dibahas dalam cabang ilmu geologi yang bernama
mineralogi dan petrologi.

Menurut Sukandarrumidi (2017) mineralogi dan petrologi merupakan suatu


cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang struktur, tekstur, nama, kekerasan,
dan sifat-sifat dari batuan. Sekumpulan mineral yang terkumpul dan membentuk
suatu padatan merupakan pengertian dari batuan. Batuan terbagi menjadi tiga
yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf atau disebut juga dengan
batuan malihan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan laporan kuliah lapangan antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi geomorfologi di lokasi kegiatan kuliah lapangan?
2. Bagaimana kondisi struktur geologi yang ada di lokasi kuliah lapangan,
serta memahami pengolahan data struktur geologi?
3. Apa saja litologi yang terdapat di lokasi kegiatan kuliah lapangan?

1.3 Tujuan Kuliah Lapangan


Adapun tujuan dari kuliah lapangan yaitu:
1. Mengetahui kondisi geomorfologi yang ada di lokasi kegiatan kuliah
lapangan
2. Mengetahui kondisi struktur geologi yang ada di lokasi kuliah lapangan,
serta memahami pengolahan data struktur geologi
3. Mengetahui litologi yang terdapat di lokasi kegiatan kuliah lapangan

1.4 Ruang Lingkup


Adapun ruang lingkup dari kuliah lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan oleh mahasiswa Teknik Pertambangan Institut
Teknologi Adhi Tama Surabaya
2. Lokasi penelitian pada kuliah lapangan terletak pada Desa Jatijejer,
Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Pada tanggal 02
Desember 2023
3. Data yang akan diambil pada lokasi penelitian berupa sampel dan data
secara tertulis.
4. Analisa geomorfologi, seperti bentuk lahan dan stadia sungai.
5. Pengambilan data struktur geologi meliputi data strike dip.
6. Pengambilan data struktur batuan meliputi pengambilan serta identifikasi
sampel.
7. Pokok bahasan yang dibahas antara lain: geomorfologi, geologi struktur,
serta mineralogi dan petrologi.

1.5 Metode kuliah Lapangan


Metode yang digunakan pada kegiatan kuliah lapangan antara lain, yaitu dengan
cara melakukan pemetaan geologi seperti pengamatan singkapan dan pengukuran
struktur geologi yang bertujuan untuk mendapatkan informasi terkait formasi dan
litologi pada lokasi penelitian tersebut serta melakukan penyelidikan menuju
lokasi penelitian yang akan diteliti. Adapun data yang akan diteliti antara lain
seperti data geomorfologi, struktur kekar, dan struktur batuan.

1.6 Manfaat Kuliah Lapangan


Adapun manfaat dari kuliah lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bagi praktikan, dapat membantu memahami mengenai Analisa
geomorfologi, geologi struktur, serta mineralogi dan petrologi dengan
cara melakukan penyelidikan langsung ke lokasi penelitian
2. Bagi asisten praktikan, dapat mengevaluasi dan mengulas kembali sedikit
materi terkait Analisa geomorfologi, geologi struktur, serta mineralogi
dan petrologi
3. Bagi dosen, dapat meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran yang
ada di ruang kelas
4. Bagi masyarakat, dapat digunakan sebagai referensi jurnal dan memahami
ilmu tentang geologi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DATA LAPANGAN

2.1 Tinjauan Pustaka Geomorfologi


Klasifikasi satuan geomorfologi dan satuan geomorfik tidak lain adalah upaya
untuk mengklasifikasikan bentuk-bentuk yang terdapat di permukaan bumi
berdasarkan ciri-ciri masing-masing kelompoknya (Danang Endarto, 2007). Peran
satuan geomorfik memenuhi aspek saling ketergantungan, kesatuan dan proses
yang saling berhubungan. Bentuk lahan sendiri terbentuk oleh proses alam dan
memberikan batas-batas sebagai ciri topografi dengan ciri fisik dan visual dimana
keberadaannya (Zuidam, 1979 dalam Imanuson, 2008). Pada titik ini,
geomorfologi menjadi ilmu terapan. Penerapannya di berbagai bidang lambat laun
berkembang dan dianggap penting untuk berbagai keperluan. Salah satu
penerapan geomorfologi adalah perencanaan dan pembangunan pedesaan di
sektor pertanian dan kehutanan yang berkaitan dengan penggunaan lahan melalui
evaluasi lahan (Adhila, 2008).

Peran geomorfologi dalam evaluasi lahan merupakan salah satu sumber daya alam
yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kemiringan lereng dan
geomorfologi saling berkaitan mempengaruhi bentuk lahan dan proses
geomorfologi. Lereng dengan kemiringan curam cenderung memiliki perubahan
bentuk yang lebih dinamis karena lebih rentan terhadap longsor.

2.1.1 Pengertian Geomorfologi


Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentang alam yang membentuk
permukaan bumi di atas dan di bawah permukaan laut, menekankan bagaimana
bentang alam tersebut muncul dan berkembang dalam (Verstappen, 1982 dalam
Danang Endarto, 2007). Bentuk lahan merupakan bagian permukaan bumi yang
mempunyai ciri khas bentuk akibat pengaruh pengolahan dan struktur batuan
dalam jangka waktu tertentu (Widiyanto dan Dibyosaputro, 1996).

Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada bumi itu sendiri. Geomorfologi biasanya
diterjemahkan sebagai penelitian lanskap. Verstappen (1983) mendefinisikan
geomorfologi sebagai studi bentang alam, juga dalam proses pembentukan,
pembentukan dan hubungan dengan lingkungan. Sebagai salah satu ilmu alam,
geomorfologi dapat didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan fisik. Karena
kehidupan di dunia ini tidak dapat lepas dari bentang alam, penting untuk
penerapan geomorfologi yang digunakan dalam kehidupan. Untuk mempelajari
bentuk bentangalam suatu daerah, maka hal yang pertama harus diketahui adalah
struktur geologi dari daerah tersebut. Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa
struktur geologi adalah faktor penting dalam evolusi bentangalam dan struktur itu
tercerminkan pada muka bumi, maka jelas bahwa bentangalam suatu daerah itu
dikontrol/dikendalikan oleh struktur geologinya.

Bentang alam adalah fenomena duniawi. Bentang alam adalah panorama alam
yang disusun oleh elemen-elemen geomorfologi dalam dimensi yang lebih luas
dari lereng. Bentang alam merupakan gabungan dari bentuk lahan. Bentuk lahan
merupakan kenampakan tunggal, seperti sebuah bukit atau lembah sungai.

2.1.2 Fisiografi
Fisiografi mempelajari suatu wilayah daerah atau negara berdasarkan segi
fisiknya, seperti segi garis lintang, dan garis bujur, posisi daerah lain, dan lainnya.
Fisiografi Regional Menurut Van Bemmelan, 1949 Fisiografi Jawa Tengah – Jawa
Timur oleh Van Bemmelen (1949) dibagi menjadi 7 zona. Pembagian zona ini
berdasarkan kondisi litologi penyusun, pola struktur, dan morfologi. Zona
Fisiografi Jawa Tengah – Jawa Timur oleh Van Bemmelen (1949) dari utara ke
selatan adalah sebagai berikut:
1. Zona Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa
Zona Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa bagian barat membentang dari
sekitar Teluk Bantam sampai ke Cirebon dan di Jawa Tengah
membentang dari timur Cirebon sampai ke Pekalongan.
2. Zona Depresi Semarang – Rembang
Depresi Semarang – Rembang merupakan dataran yang berada
diantara Semarang dan Rembang.
3. Zona Rembang
Zona Rembang di bagian utara dibatasi oleh Paparan Laut Jawa Utara
kearah selatan berhubungan dengan Depresi Randublatung yang
dibatasi oleh Sesar Kujung, kearah barat berhubungan dengan Depresi
Semarang – Pati, dan kearah timur berhubungan dengan bagian utara
Pulau Madura. Zona ini merupakan daerah dataran yang berundulasi
dengan jajaran perbukitan yang berarah barat-timur dan berselingan
dengan dataran fluvial. Lebar zona ini berkisar 50 km dengan puncak
tertinggi Gading (515 m) dan Tungangan (419 m) dengan litologi
karbonat yang mendominasi zona ini.
Jalur dari Zona Rembang ini terdiri dari pegunungan lipatan berbentuk
Antiklinorium yang memanjang ke arah barat-timur dari Purwodadi,
Blora, Jatirogo, Tuban, sampai dengan Pulau Madura.
4. Zona Depresi Randublatung
Zona Randublatung merupakan daerah lembah dengan bagian tengah
memanjang barat – timur. Zona ini memisahkan Zona Kendeng dan
Zona Rembang.
5. Zona Kendeng
Menurut Genevraye & Samuel (1972) membagi Zona Kendeng
berdasarkan Fisiografi menjadi 3 bagian utama yaitu :
a. Bagian barat
Bagian barat antara Ungaran dan Purwodadi. Bagian bawah
tersusun oleh Formasi Pelang merupakan batuan yang berumur
Oligosen – Miosen, sedangkan bagian atas tersusun atas sedimen
dari Formasi Pucangan.
b. Bagian tengah
Bagian tengah antara Purwodadi dan Gunung Pandan. Bagian
bawah tersusun atas endapan berumur Miosen Formasi Kerek, pada
bagian ini struktur sesar dan lipatan banyak dijumpai. Bagian atas
didominasi oleh material gunung api Formasi Kerek Anggota
Sentul.
c. Bagian timur
Bagian timur memperlihatkan umur Neogen, pada inti
antiklinorium yang terlihat antara G. Pandan menuju ke arah timur
sumbu antiklinorium semakin turun, sedimen yang muncul
berumur Pliosen
– Plistosen.
6. Zona Depresi Tengah / Zona Solo
Zona Solo tersusun oleh endapan Kuarter dan ditempati oleh Gunung
api Kuarter. Zona Solo dibedakan menjadi 3 sub-zona, yaitu:
a. Sub - Zona Blitar
b. Sub - Zona Solo
c. Sub - Zona Ngawi
7. Zona Pegunungan Selat
Zona Pegunungan Selatan Jawa terbentang dari wilayah Jawa Tengah
yang berada di selatan Yogyakarta dengan lebar kurang lebih 55 km.
Zona ini membentang hingga Jawa Timur dengan lebar kurang lebih
25 km yang berada di selatan Blitar. Zona Pegunungan Selatan
dipisahkan menjadi 3 sub - Zona, yaitu:
a. Sub-Zona Baturagung
b. Sub-Zona Wonosari
c. Sub-Zona Gunung Sewu

Sumber:bp.blogspot.com
Gambar 2.1
Fisiografi
2.1.3 Bentang Alam
Pemandangan alam atau kenampakan alam mengacu pada segala sesuatu yang ada
di permukaan bumi. Menurut KBBI, bentang alam adalah suatu pemandangan
alam atau kawasan dengan berbagai macam bentuk permukaan bumi, baik daratan
maupun perairan. Pemandangan alam diketahui terjadi akibat fenomena alam di
permukaan bumi ya. Adapun bentang alam yang ada di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Gunung dan Pegunungan
Pegunungan adalah rangkaian gunung yang saling menyambung tinggi,
luas, dan memanjang. Pegunungan dimanfaatkan sebagai objek wisata
seperti Gunung Bromo di Jawa Timur, ya. Gunung merupakan
permukaan bumi yang menonjol lebih tinggi dari permukaan sekitarnya.
Gunung memiliki ketinggian lebih dari 600 meter.

Sumber:Indonesia.tripcanvas.co.id
Gambar 2.2
Gunung dan Pegunungan
2. Lembah dan Ngarai
Lembah adalah wilayah darat yang cekung dan rendah dibanding di
daerah sekitarnya, terdapat di kaki gunung, kiri, dan kanan
sungai.Ngarai merupakan lembah yang memiliki ukuran lebih dalam
dan luas. Biasanya
wilayah ini banyak digunakan untuk bercocok tanam dan pemukiman.
Contoh bentang alam lembah dan ngarai adalah Lembah Baliem di
Papua dan Ngarai Sianok di Sumatra Barat.

Sumber:bilbliokita.com
Gambar 2.3
Lembar dan Ngarai
3. Dataran Tinggi
Dataran tinggi merupakan wilayah daratan yang berada dalam
ketinggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Nah, contoh
bentang alam dataran tinggi di Indonesia adalah dataran tinggi Dieng.

Sumber: Trivodkita.com
Gambar 2.4
Dataran Tinggi
4. Dataran Rendah
Dataran rendah adalah wilayah daratan yang memiliki ketinggian 0-500
meter di atas permukaan laut. Dataran rendah cocok untuk pertanian,
peternakan, perkantoran, perumahan, dan industri.

Sumber: Almuslimunnews.com
Gambar 2.5
Dataran Rendah
5. Sungai
Sungai merupakan sekumpulan air tawar yang berasal dari sumber
alamiah dengan arus yang mengalir dari tempat tinggi menuju tempat
yang lebih rendah. Arus sungai di wilayah tinggi umumnya lebih deras
dibanding arus sungai di area hilir sungai. Bentuk sungai yang berliku
terjadi karena adanya proses pengikisan dan pengendapan yang
diakibatkan arus sungai di sepanjang aliran sungai.
Sumber:Mongabay.com
Gambar 2.6
Sungai

6. Laut
Laut adalah salah satu karakteristik bentang alam yang ada di Indonesia.
Laurtmerupakan perairan yang luas dengan ciri-ciri memiliki air yang
terasa asin. Laut menghasilkan berbagai jenis ikan, udang, kerang, dan
rumput laut.

Sumber: Sehatalami.com

Gambar 2.7
Laut
2.1.4 Bentuk Lahan
Bentuk lahan (landform) adalah suatu unit geomorfologis yang dikategorikan
berdasarkan karateristik seperti elevasi, kelandaian, orientasi, stratifikasi, paparan
batuan, dan jenis tanah. Jenis-jenis bentuk lahan antara lain adalah bukit, lembah,
tanjung, dll, sedangkan samudra dan benua adalah contoh jenis bentang alam
tingkat tertinggi.

Tujuan klasifikasi bentuk lahan adalah untuk memfasilitasi penelitian


geomorfologi, yaitu menyederhanakan topografi kompleks permukaan bumi
menjadi satuan-satuan yang memiliki kesamaan sifat. Berikut merupakan bentuk
lahan menurut Van Zuidam:
Tabel 2.1
Klasifikasi unit geomorfologi bentuk lahan asal viulkanik (Van Zuidam,1983)
Kode Warna Unit Karakteristik
Dasar depresi cekung datar hingga
curam dengan dinding yang curam
V1 Kawah gunungapi
hingga sangat curam. Tersayat
menengah.
Perbukitan tebing yang sangat
curam hingga curam. Sangat curam,
Kerucut gunungapi (abu, lereng atas gunung api dan curam,
V2
atau kerucut berhamburan) tengah dan lereng bawah gunung
api. Tersayat lemah hingga
menengah.
Perbukitan tebing yang sangat
curam hingga curam. Lereng atas
V3 Lereng gunungapi gunung api sangat curam dan tengah
curam dan lereng bawah gunung
api. Tersayat kuat.
Kerucut strato-vulkano / Perbukitan tebing yang sangat
V4 kemiringan lereng atas dan curam hingga curam. Tersayat
tengan gunungapi lemah hingga menengah.
Kode Warna Unit Karakteristik
Kerucut strato-vulkano /
Perbukitan tebing yang sangat
V5 kemiringan lereng atas dan
curam hingga curam. Tersayat kuat.
tengan gunungapi
Kaki Lereng Fluvial
Lereng curam menengah hingga
Gunung Api Atas / Lereng
V6 lemah. Tersayat lemah hingga
Bawah Gunung Api
menengah.
tersayat lemah
hingga menengah
Kaki Lereng Fluvial Gunung Lereng curam menengah hingga
V7 Api Atas / Lereng Bawah lemah. Tersayat kuat. (Bagian Teras
Gunung Api tersayat kuat & Non-Teras)
Lereng landai-curam. Tersayat
lemah, Biasanya terbentuk oleh
Dataran & Kaki Lereng
V8 lahar dan deposit tuff. Agak miring,
Fluvial Gunung Api Atas
topografi perbukitan hingga landai.
Tidak atau tersayat lemah.
Biasanya terbentuk oleh banjir dan
Kaki Lereng Fluvial
deposit tuff. Agak miring, topografi
Gunung Api Bawah,
V9 bergelombang. Tidak atau tersayat
Dataran Antara Gunung Api
lemah; jika masih aktif, tergenang
& Dataran Fluvial Gunung
hingga banjir.
Api
Padang Furmarol Lereng curam, topografi
V10
& atau Solfatara bergelombang sampai berputar
Padang Lava / Aliran / Lereng curam menengah hingga
V11 Dataran Tinggi / Titik lemah. Topografi landai hingga
Letusan Lava bergelombang.
Lereng curam menengah hingga
Debu, Tuff & atau
V12 lemah. Topografi landai hingga
Dataran / Padang Lapilli
bergelombang. Tersayat menengah.
Lereng curam-sangat cuuram mirip
V13 Panezes dengan flat-irons, tersayat sangat
kuat oleh jurang atau barrancos
Kode Warna Unit Karakteristik
Pebukitan Denudasional
V14 Gunung Api (Gunung Tebing landai-curam, tersayat kuat
Berapi Terkikis & Kaldera)
Lereng landai-sangat curam, bukit
V15 Leher gunungapi
terisolasi, tersayat kuat
Sumber:Academia.com
Tabel 2.2
Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan asal karst (Van Zuidam,1983)
Kode Warna Unit Karakteristik
Topografi bergelombang –
Karst Plateaus bergelombang kuat dengan sedikit
K1
(Dataran Tinggi Karst depresi hasil pelarutan dan lembah
mengikuti kekar.
Karst/Denudation Slope and Topografi dengan lereng menengah
Hills - curam, bergelombang kuat –
(Lereng Karst Denudasional, berbukit, permukaan tak teratur
K2
lereng kastified pada dengan kemungkinan dijumpai
batugamping yang relatif lapis, depresi hasil pelarutan dan
keras) sedikit lembah kering.
Karstic/Denudational Hills Topografi dengan lereng menengah
and Mountains sangat curam, berbukit,
K3
(Perbukitan & Lereng Karst pegunungan, lapis, depresi hasil
Denudasional) pelarutan,cliff, permukaan berbatu.
Topografi dengan lereng curam –
Labyrint or Starkarst Zone sangat curam, permukaan sangat
K4
(Labirin atau star kars) kasar dan tajam dan depresi hasil
pelarutan yang tak teratur.
Topografi dengan lereng menengah
K5 Conical Karst Zone – sangat curam, bergelombang kuat
– berbukit, perbukitan membundar
Kode Warna Unit Karakteristik
bentuk conic & pepino & depresi
polygonal (cockpits & glades).

Perbukitan terisolir dengan lereng


Tower Karst Hills or Hills
sangat curam – amat sangat curam
K6 Zone/Isolated Limestone
(towers, hums, mogots atau
Remnant
haystacks).
Topografi datar – hampir datar
mengelilingi sisa batugamping
K7 Karst Aluvium Plains terisolasi / zona perbukitan menara
karst atau perbukitan normal atau
terajam lemah.
Lereng hampir datar – landai,
Karst Border/Marginal
K8 terajam dan jarang atau sangat
Plain (Tepian Kars)
jarang banjir.
Sering ditamukan depresi polygonal
atau hasil pelarutan dengan tepi
K9 Major Uvala/Glades
lereng curam menengah – curam,
jarang banjir.
Bentuk depresi memanjang dan
luas, sering berkembang pada sesar
K10 Poljes dan kontak litologi, sering banjir
oleh air sungai, air hujan & mata air
karst.
Lembah dengan lereng landai curam
– menengah, sering dijumpai sisi
K11 Dry Valleys (Major) lembah yang curam – sangat curam,
depresi hasil pelarutan (ponors)
dapat muncul.
Kode Warna Unit Karakteristik
Lembah berlereng landai curam –
menengah dengan sisi lembah
Karst Canyons/Collapsed
K12 sangat curam – teramat curam,
Valleys
dasar lembah tak teratur dan
jembatan
dapat terbentuk.
Sumber:Academia.com
Tabel 2.3
Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan asal Aeolian (Van Zuidam,1983)
Kode Warna Unit Karakteristik
Topografi bergelombang-melingkar
dengan bukit- berbukit rendah
A1 Sateurated dune fields
berbagai bentuk, berkembang
dicover pasir kontinyu
Topografi bergelombang-melingkar
dengan bukit rendah- berbukit
A2 Non-satureted dune fields rendah dari berbagai bentuk,
berkembang dicover pasir non-
kontinyu
Relative kecil,daerah terisolasi
Terpencil, bukit pasir minor dengan topografi bergelombang-
A3 kompleks gundukan kecil melingkar, bukir rendah ke bukit
atau bukit besar terisolasi rendah berbagai bentuk atau besar,
gumuk terisolasi
Topografi hampir datar-
bergelombang dengan benjolan
A4 Lembar pasir
rendah berbentuk kubah dan depresi
dangkal
Hampir datar untuk topografi
A5 Reg/serir bergelombang ditutupi oleh trotoar
gurun
Sumber:Academia.com
Tabel 2.4
Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan asal Denudasional (Van Zuidam,1983)
Kode Warna Unit Karakteristik Umum
Perbukitan & Lereng Lereng landai – curam menengah
D1 Denudasional dengan erosi (topografi bergelombang kuat),
kecil tersayat lemah – menengah.
Perbukitan & Lereng Lereng curam menengah - curam
D2 Denudasional dengan erosi (topografi bergelombang kuat –
sedang sampai parah berbukit), tersayat menengah tajam.
Lereng berbukit curam – sangat
Pegunungan & Perbukitan curam hingga topografi
D3
Denudasional pegunungan, tersayat menengah
tajam.

Lereng yang berbukit curam –


sangat curam, tersayat menengah.
(Borhardts: membundar, curam,
D4 Bukit Sisa Terisolasi
halus; Monadnocks: memanjang,
curam; Bentuk yang tidak rata
dengan atau tanpa blok penutup.)

Hampir datar, topografi landai


D5 Dataran (Peneplains) sampai bergelombang. Elevasi
rendah.
Dataran yang Terangkat / Hampir datar, topografi landai
D6 Dataran Tinggi (Raized sampai bergelombang. Elevasi
Peneplains / Plateaus) tinggi.
Relatif rendah, lereng hampir
horizontal sampai rendah. Hampir
D7 Kaki Lereng
datar, topografi bergelombang
dalam tahap aktif.
Tebing yang rendah sampai cukup
D8 Piedmonts
bergelombang ke topografi landai di
Kode Warna Unit Karakteristik Umum
kaki bukit dan dataran tinggi
pegunungan.
Lereng yang curam sampai sangat
D9 Gawir (Scarp)
curam.
D10 Kipas Rombakan Lereng Lereng agak curam sampai rendah.
Tidak rata, tebing landai sampai
Daerah dengan Gerakan
D11 sedang ke topografi perbukitan.
Massa Batuan yang Kuat
(Slides, Slumps, dan Flows)
Curam hingga topografi miring
Lahan Rusak / Daerah
yang sangat curam. (Ujung runcing,
D12 dengan erosi parit aktif dan
puncak membulat dan tipe
parah
castellite)
Sumber:Academia.com
Tabel 2.5
Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan asal marin (Van Zuidam,1983)
Kode Warna Unit Karakteristik
Hamper datar, lereng landai, banjir
M1 Marine wave cut platforms saat air pasang, sering terlihat
morfologi tidak teratur
Tebing dan zona kedudukan Lereng curam-sangat curam,
M2
laut topografi tidak teratur
Hampir datar, lereng landau, terkena
banjir saat pasang, topografi tidak
teratur karena garis pantai, bars,
M3 beaches
swales and sand deposits reworked
by wind. Pasir, shingle, kerikil,
brangkal, dan batuan pantai
Pematang pantai, spits and Topografi landi-cukup curam,
M4 tombolo bars, possibly bentuk memanjang dengan
slightly reworked by wind cekungan deflasi dan bukit pasir
Kode Warna Unit Karakteristik
Depresi memanjang 21amper rata
antara pematang pantai, yang
M5 swales
sekarang sering banjir dan yang
lampau jarang banjir
Lereng landau-curam dengan
Active coastal dunes (bukit topografi memanjang (fore dunes),
M6
pasir pesisir aktif) seperti bulan sabi (barchans dunes
dan parabolic dunes), non-vegetasi
Lereng landau-curam dengan
Inactive or dormant coastal
topografi memanjang (fore dunes),
M7 dunes (bukit pasir pesisir
seperti bulan sabit (parabolic
tidak aktif)
dunes), sering padat vegetasi
Topografi hamper datar tersyat oleh
pasang surut air laut yang
Non-vegetated tidal flats /
M8 berbatasan dengan tanggul kecil
mud flats
dan cekungan dangkal, secara
teratur
banjir
Topografi hamper datar tersyat oleh
pasang surut air laut yang
berbatasan dengan tanggul dengan
baik dan cekungan dangkal, secara
M9 vegetated tidal flats
teratur banjir
(swampy tidal flats : mangroves,
marshy tidal flats : grasses and
shrubs)
Marine flood plains (dataran Topografi Lereng datar-landai,
M10
banjir laut) tersayat lemah
Topografi lereng hamper datar-
landai, tersayat lemah oleh aktivitas
M11 Marine terraces
fluvial, pada dasarnya tidak dibanjiri
lagi oleh air laut
Kode Warna Unit Karakteristik
Tempat hiduo koral disekitar zona
Lithothamnium ridges/reef pantai dengan topografi tidak
M12
rings/atolls teratur, permanen ttertutup oleh air
laut
Tempat hidup koral di zona pasang
M13 Coral reefs (batu karang)
surut dengan topografi tidak teratur
Datar, topografi yang tidak teratur
V14 Reef flats karang terutama mati, pada dasarnya
di atas zona pasang surut
Datar, berteras, topografi sedikit
miring atau bergelombang dimana
M15 Reef caps/uplifted reefs
tempat karang mati, biasanya
terkena banjir
Hamper datar, topografi
M16 Ramparts and cays bergelombang, dengan endapan
linear
M17 lagoons Water filled depression
Sumber:Academia.com
Tabel 2.6
Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan asal glasial (Van Zuidam,1983)
Kode Warna Unit Karakteristik

G1 Salju abadi dan es gletser salju atau es tertutup permukaan

Lereng landau-curam dengan


depresi melingkar, sebagian
G2 Nivation dan glacial cirques
berbatasan curam-dinding sangat
curam
Lereng sangat curam, bukit dan
gunung dengan sharply crested
G3 Es dan tersebar lereng bukit
water devides (acretes and horns),
tersayat kuat
Kode Warna Unit Karakteristik
Lereng bermotif garis-garis
Lereng landai-curam, permukaan
G4 dan gelifluction stripes, lobes
halus-tidak teratur, tersayat kuat
dan teras

Lereng cukup curam-sangat curam,


G5 Ereng scree dan bidaang blok
permukaan kasar

Lereng curam-ekstim dengan sisi


Glasial melalui lembah /
G6 lembah relative landau dan bawah
lembah menggantung
lembah
Zona dengan tanah, lateral Lereng landau-curam, topografi
G7 menengah / bawah moraine bergelombang-melingkar, kadang-
terminal kadang bentuk memanjang
Outwash dataran / bawah
G8 Lereng cukup curam, tersayat kuat
lembah fluvio-glasial
Sumber:Academia.com
Tabel 2.7
Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan asal struktural (Van Zuidam, 1983).
Kode Warna Unit Karakteristik Umum
Topografi bergelombang
sedang hingga bergelombang
Rendah sampai cukup miring.
S1 kuat dengan pola aliran
Tersayat menengah.
berhubungan dengan kekar,
dan patahan
Topografi bergelombang
Rendah sampai topografi tebing
sedang hingga bergelombang
yang cukup miring dengan
S2 kuat dengan pola aliran
berbentuk linear. Tersayat
berkaitan dengan singkapan
menengah – kuat.
batuan berlapis
Topografi bergelombang kuat Sedang sampai topografi tebing
S3
hingga perbukitan dengan yang cukup miring. Tersayat kuat.
Kode Warna Unit Karakteristik Umum
pola aliran berkaitan dengan
kekar dan patahan
Topografi perbukitan hingga Cukup curam sampai topografi
pegunungan dengan pola tebing yang sangat miring curam
S4
aliran berkaitan dengan dengan berbentuk linear. Tersayat
singkapan batuan berlapis menengah sampai kuat.
Topografi datar hingga
Mesas / Dataran Tinggi yang
S5 bergelombang lemah di atas plateau
Dikontrol Struktur
dan perbukitan di bagian tebing.
Bergelombang lemah di bagian
S6 Cuestas lereng belakang dan perbukitan pada
lereng depan. Tersayat lemah.
Tinggian berupa topografi
S7 Hogbacks & Flatirons
perbukitan tersayat.
Topografi bergelombang lemah
Teras Denudasional
S8 hingga perbukitan. Tersayat
Struktural
menengah.
Perbukitan Antiklin & Topografi bergelombang kuat
S9
Sinklin hingga perbukitan.
Lereng yang cukup curam hingga
rendah / topografi landai sampai
S10 Depresi Sinklin & Combes
bergelombang. Tersayat lemah –
menengah.
Topografi bergelombang kuat
S11 Kubah / Perbukitan Sisa
hingga perbukitan.
Topografi bergelombang kuat
S12 Dykes hingga perbukitan. Tersayat
menengah.
Kode Warna Unit Karakteristik Umum
Gawir Sesar & Topografi bergelombang kuat
S13 Gawir Garis Sesar hingga perbukitan. Tersayat
(Tebing yang Curam) menengah sampai kuat.
Topografi bergelombang lemah
S14 Depresi Graben
hingga kuat.
Topografi bergelombang kuat
S15 Tinggian Horst
hingga perbukitan.

Kemiringan lereng (slope) menunjukkan besarnya sudut yang terbentuk dari


perbedaan ketinggian pada sebuah bentang alam, yang biasanya disajikan dalam
satuan persentase atau derajat. Salah satu parameter dalam menentukan suatu
daerah itu rawan longsor atau tidak adalah kemiringan lereng. Indonesia secara
geomorfologi memiliki keragaman relief dan topografi karena kombinasi tenaga
endogen dan eksogen yang kompleks.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral selama tahun 2021,
rentetan kejadian bencana gerakan tanah atau yang dikenal umum sebagai tanah
longsor melanda kawasan Indonesia dan tercatat minimal 1056 kejadian yang
menelan korban jiwa sebanyak 340, 1349 rumah rusak dan 5903 jiwa mengungsi.
Dampak ini belum mencangkup kerugian ekonomi masyarakat seperti kehilangan
harta benda, terputusnya jalur ekonomi. Dengan sebaran kejadian gerakan tanah
sekitar 60 % di Pulau Jawa. Kondisi geomorfologi dan geologi merupakan
parameter-parameter dari pemicu gerakan tanah. Aspek geomorfologi seperti
kelerengan berperan aktif dalam mengontrol terjadinya gerakan tanah. Semakin
besar kelerengan semakin besar gaya penggerak massa tanah atau batuan
penyusun lereng. Namun perlu diperhatikan tidak semua lahan yang miring
selalu rentan untuk bergerak. Hal ini sangat tergantung kondisi geologinya,
seperti jenis struktur dan komposisi tanah atau batuan penyusun lereng
(BAPEKOINDA, 2002). Van Zuidam (1988) dalam Rahmawati (2009)
mengklasifikasikan kemiringan lereng menjadi 7, yaitu :
Tabel 2.8
Kemiringan Lereng
Kemiringan
% Keterangan Warna
0-2 Datar
2-7 Sangat Landai
7-15 Landai
15-30 Agak curam
30-70 Curam
70-140 Sangat Curam
>140 Terjal
Sumber:Geologis.com
2.1.5 Stadia Sungai
Geomorfologi sungai adalah ilmu tentang bentuk dan ukuran sungai yang ada di
permukaan bumi. Indonesia memiliki sungai utama sekitar 5.590 sungai dan
65.017 anak sungai yang tersebar di nusantara. Dari jumlah sungai utama itu,
daerah aliran sungai (DAS) mencapai 1.512.466 km2. Proses geomorfologi utama
yang terjadi di sungai adalah erosi, longsor tebing, dan sedimentasi. Air yang
mengalir di sungai sebagai fungsi dari gaya gravitasi merupakan sarana transport
material yang longsor dan atau tererosi, kemudian tersedimentasi pada daerah
yang lebih rendah. Dalam menentukan morfologi sungai, diperlukan data-data
geometri sungai meliputi lebar sungai, kedalaman, penampang sungai, koordinat
lokasi dan kemiringan dasar sungai. Pembentukkan pola sungai dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti litologi batuan, kemiringan lereng, tenaga tektonik dan
lainnya. Sungai yang ada saat ini merupakan proses yang terus menerus
berlangsung dan akan terus berkembang. Tahap perkembangan sungai terbagi
menjadi 5 stadia yaitu stadia awal, stadia muda, stadia dewasa, stadia tua dan
stadia peremajaan (rejuvenation). Berikut penjelasannya:
1. Stadia Awal
Stadia awal dicirkan dari bentuk sungai yang belum memiliki pola aliran
yang teratur seperti lazimnya suatu sungai. Sungai pada tahapan awal
umumnya berkembang di daerah dataran pantai yang mengalami
pengangkatan atau di atas permukaan lava yang masih baru.
2. Stadia Muda
Stadia muda dicirikan dengan sungai aktivitas alirannya mengerosi ke arah
vertikal. Erosi tersebut menghasilkan lembah menyerupai huruf "V". Air
terjun dan aliran yang deras mendominasi tahapan ini.
3. Stadia Dewasa
Stadia dewasa dicirikan dengan mulai adanya dataran banjir (flood plain)
kemudian membentuk meander. Pada tahapan ini aliran sungai sudah
memperlihatkan keseimbangan laju erosi vertikal dengan laju erosi lateral
4. Stadia Tua
Stadia tua dicirikan dengan sungai yang sudah didominasi oleh meander
dan dataran banjir yang semakin melebar. Oxbow lake dan rawa mulai
terbentuk disisi sungai dan erosi lateral lebih dominan dibanding erosi
vertikal.
5. Stadia Peremajaan
Stadia peremajaan adalah perkembangan sungai yang kembali didominasi
oleh erosi vertikal dibanding erosi lateral. Proses ini terjadi akibat
terjadinya pengangkatan di daerah sungai tua sehingga sungai kembali
menjadi stadia muda/awal (rejuvenation). Peremajaan sungai terjadi ketika
tingkat dasar sungai turun bisa disebabkan oleh penurunan muka air laut
dan pengangkatan daratan. Keduanya merupakan dampak dari terjadinya
zaman es dan antar es.
Sumber:Generalgeomorfologi.com
Gambar 2.8
Stadia Sungai
Pola aliran sungai adalah kumpulan dari sungai yang memiliki bentuk sama yang
menggambarkan keadaan profil dan genetik sungai tersebut. Terbentuknya pola
aliran air sungai disebabkan oleh faktor-faktor alami seperti morfologi, jenis tanah
dan batuan, tingkat erosi dan struktur geologi. Adapun pola aliran sungai adalah
sebagai berikut:
1. Pola Dendritik
Pola aliran sungai dendritik adalah pola aliran dengan cabang-cabang
sungai menyerupai garis penampang atau pertulangan daun. Jenis pola
aliran ini dikontrol oleh litologi yang homogen. Aliran sungainya
memiliki tekstur
dengan kerapatan tinggi yang diatur oleh jenis batuan. Tekstur sungai
adalah panjang sungai per satuan luas. Contohnya adalah sungai yang
mengalir diatas batuan yang tidak atau kurang resisten terhadap erosi
sehingga membentuk tekstur sungai yang rapat. Namun bila aliran berada
diatas batuan yang resisten, maka akan membentuk tekstur renggang.
Resistensi batuan terhadap erosi memberi pengaruh besar pada proses
pembentukan alur sungai. Sebab, batuan yang tidak resisten akan mudah
mengalami erosi membentuk jalur aliran baru.
2. Pola Aliran Rektangular
Pola sungai rektangular adalah pola aliran yang umumnya terdapat di
wilayah batuan beku. Bentuk alur sungai ini lurus mengikuti struktur
patahan dengan ditandai bentuk sungai yang tegak lurus. Pola sungai
rektengular biasanya berkembang pada batuan yang resisten terhadap
erosi, tipe erosi cenderung seragam, namun dikontrol oleh kekar dua arah
dengan sudut yang saling tegak lurus. Kekar merupakan pemecahan atau
pemisahan batu secara geologis yang cenderung kurang resisten terhadap
proses erosi sehingga kemungkinan aliran air akan mengembang melalui
rekahan dan pada akhirnya membentuk pola aliran sesuai alur pecahan
batuan. Sungai dengan pola aliran rektangular banyak ditemukan di
kawasan sesar dengan ciri utama aliran sungai akan mengikuti jalur yang
kurang resisten serta terkumpul pada tempat singkapan batuan yang
bersifat lunak. Pada percabangan sungai akan membentuk sudut tumpul
dengan sungai utamanya. Pola sungai aliran rektangular adalah pola yang
dikontrol oleh struktur geologi, seperti sesar atau patahan, serta kekar atau
rekahan dengan aliran air yang mengikuti pola geologi tersebut.
3. Pola Aliran Trellis
Aliran sungai berpola trellis adalah pola aliran yang bentuknya mirip
seperti pagar yang dikontrol oleh struktur geologi berupa lipatan sinklin
dan antiklin. Sungai dengan aliran tralis memiliki ciri berupa kumpulan
saluran air yang bentuknya sejajar, mengalir mengikuti kemiringan lereng
dan tegak lurus terhadap aliran utamanya. Umumnya arah saluran utama
searah dengan sumbu lipatan. Aliran trellis merupakan perpaduan
antara jenis
sungai konsekuen dan subsekuen. Selain itu, pola sungai trellis juga dapat
terbentuk di sepanjang lembah pararel pada sabuk lipatan pegunungan.
Alur-alur sungai akan melintasi lembah dan bertemu kembali di saluran
utama.
4. Pola Aliran Radial
Pola aliran radial adalah pola sungai dengan aliran yang arahnya
terdistribusi atau menyebar secara radial dari ketinggain tertentu menuju
daerah bawah. Bentuknya menyerupai gunung berapi atau puncak intrusi
magma. Pola sungai radial mengikuti kontur muka bumi yang cembung
dan menjadi asal mula sungai konsekuen. Pola aliran sungai jenis radial
juga dapat ditemukan pada bentukan-bentukan bentangan alam kubak dan
laccolith. Pada jenis bentang alam ini, aliran sungai akan membentuk pola
kombinasi radial dan annular.
5. Pola Aliran Radial Sentripetal
Pola sungai radial sentripetal adalah pola yang bentuknya berlawanan
dengan pola radial. Pola ini membentuk alur sungai yang mengarah ke
tempat yang cekung. Pola sungai ini dapat berkembang menjadi pola
annular dan memunculkan sungai obsekuen, sungai subsekuen sejajar dan
sungai resekuen.
6. Pola Aliran Pararel
Pola aliran sungai pararel adalah pola aliran yang terdapat di daerah yang
sangat luas denga kemiringan yang curam. Kemiringan ini menyebabkan
gradien sungai menjadi besar sehingga mengalirkan air ke tempat terendah
dengan bentuk jalur yang hampir lurus. Pola ini dapat ditemukan di
kawasan daratan pantai yang masih muda dengan lereng asli yang
kemiringannya mengarah ke laut.
7. Pola Aliran Annular
Pola aliran sungai annular adalah bentuk variasi dari pola sungai beraliran
radial. Pola annular dapat ditemukan pada daerah dome atau kaldera
staium dewasa yang juga terdapat sungai konsekuen, subsekuen, resekuen,
dan obesekuen.
8. Pola Aliran Angular
Pola aliran angular adalah pola aliran yang bentuknya lebih besar atau
lebih kecil dari sudut 90 derajat. Sungai dengan pola seperti ini akan
terlihat mengikuti garis-garis patahan.

Sumber: rimbakita.com
Gambar 2.9
Pola Aliran Sungai
BAB III
PENGOLAHAN DATA

3.1 Orientasi Lapangan


Lokasi kuliah lapangan 1 berada di daerah Jatijejer, Trawas, Mojokerto, Jawa
Timur pada koordinat 112° 33' 31.86324" 7° 36' 24.7536". Pada lokasi tersebut
terdapat bentangalam perbukitan dengan tingkat elevasi sekitar 3000 mdpl.
Lereng landai ditandai dengan kemiringan 21˚-23˚. Lokasi kuliah lapangan ini
dapat ditempuh menggunakan mobil maupun kendaraan bermotor. Titik awal
untuk menuju lokasi kuliah lapangan berada di Jalan Arief Rachman Hakim 100,
Sukolilo, Surabaya (Kampus ITATS). Dari titik awal menuju lokasi kuliah
lapangan 1 memiliki jarak tempuh sekitar 53 Km dengan waktu tempuh 1 jam 18
menit.

Sumber: ArcMap
Gambar 3.1
Peta Kesampaian Wilayah
Peta kesampaian wilayah adalah peta yang menunjukan tingkat keterjangkauan
atau aksebilitas suatu wilayah terhadap berbagai fasilitas atau layanan, seperti
jalan raya, transportasi umum, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum
lainnya. Peta ini
membantu dalam perencanaan analisis wilayah, memahami sebaran layanan, dan
mengidentifikasi area yang mungkin memerlukan perbaika aksebilitas. Peta
kesamapaian pada laporan ini menunjukan tingkat keterjangkauan atau aksebilitas
suatu wilayah dengan Titik awal untuk menuju lokasi kuliah lapangan berada di
Jalan Arief Rachman Hakim 100, Sukolilo, Surabaya (Kampus ITATS). Dari titik
awal menuju lokasi kuliah lapangan 1 memiliki jarak tempuh sekitar 53 Km
dengan waktu tempuh 1 jam 18 menit.

Sumber:Arc.Map
Gambar 3.2
Peta Citra Satelit
Peta citra satelit adalah representasi grafis dari data citra yang diambil oleh satelit
penginderaan jauh. Citra satelit ini dapat mencakup informasi visual, termal, atau
spektral yang digunakan untuk berbagai tujuan salah satunya pemetaan. Peta ini
memungkinkan pengguna untuk melihat dan menganalisis fitur-fitur geografis
serta karakteristik lingkungan dengan menggunakan data citra satelit. Peta citra
satelit ini menunjukan titik lapangan penelitian (LP), seperti tertera pada peta
terdapat LP 1, LP 2, dan LP 3. Pada LP 1 dilakukan penelitian mengenai geologi
struktur, pada LP 2 dilakukan peneltian mengenai mineralogi dan petrologi, dan
LP 3 dilakukan penelitian mengenai geomorfologi.
3.2 Pemetaan Lapangan
Adapun pemetaan lapangan, dilakukan dengan analisis bentangalam, tingkat
elevasi, stadia sungai, dan jenis lembah pada lokasi tersebut. Pada lokasi kuliah
lapangan 1 memiliki bentangalam perbukitan, dengan elevasi sekitar 3000 mdpl,
stadia sungai muda yang diberada di atas perbukitan dan stadia dewasa yang
berada di bawah perbukitan dengan lembah berbentuk V dan U. Stadia sungai
muda ditandai oleh topografi yang curam dan kemiringan yang tinggi, lembah
berbentuk V dengan dinding yang curam , aktivitas erosi yang tinggi, sungai
berkelok-kelok. Sedangkan stadia dewasa ditandai dengan topografi yang lebih
rendah, lembah lebar berbentuk U, dan aktivitas erosi menurun.
Lembah berbentuk U dikarenakan oleh pengikisan gletser (es), gletser dapat
menggeser dan mengukir lembah melalui gerakan massa es yang kuat dan
membentuk U dalam topografi. Dapat juga disebabkan oleh proses fluvial (air)
seperti erosi yang berkepanjangan juga dapat membentuk lenbah berbentuk U
dengan berjalannya waktu
Lembah berbentuk V dikarenakan adanya proses erosi air dan angin. Biasanya
terbentuk melalui erosi air yang terus menerus dan mengikis dan membentuk V.
sungai yang mengalir melalui waktu dapat membentuk lembah ini dengan cara
meruncingkannya. Erosi oleh angin juga dapat menciptakan lembah berbentuk V
di daerah terpapar oleh angin yang kuat terus menerus.
Sumber:Data Penelitian
Gambar 3.3
Bentang Alam Perbukitan
Istilah perbukitan sendiri mempunyai kata dasar ‘bukit’, yang artinya yaitu suatu
bentuk bentang alam yang permukaan tanahnya lebih tinggi dari permukaan tanah
lain di sekitarnya, dimana permukaan tanah tersebut tidak lebih tinggi dari
gunung. Perbukitan alami terbentuk sepanjang waktu, oleh berbagai jenis aktivitas
geologi. Salah satu kegiatan ini adalah patahan, yang terjadi karena bebatuan di
bawah permukaan bumi secara konstan bergerak dan mengubah lanskap. Bukit
yang terbentuk karena patahan akhirnya bisa menjadi gunung. Himalaya di Asia,
pegunungan tertinggi di dunia, dulunya adalah bukit kecil. Himalaya terus tumbuh
karena aktivitas patahan di bawah permukaan planet bumi.

Perbukitan juga dapat terbentuk karena erosi, yang terjadi ketika potongan-
potongan batu, tanah, dan endapan hanyut dan diletakkan di tumpukan di tempat
lain. Perbukitan dapat dihancurkan oleh erosi, karena material yang dihempas oleh
angin dan air. Perbukitan juga dapat dibentuk oleh erosi, karena material dari
daerah lain ditimbun di dekat bukit, menyebabkannya bertambah. Sebuah gunung
bisa menjadi bukit jika dirusak oleh erosi.

Manusia juga dapat membuat bukit dengan menggali tanah dan hasil tanah galian
tersebut menumpuk semakin banyak. Gunung berapi juga dapat membentuk
perbukitan. Gunung berapi membentuk bukit ketika meletus. Selama letusan, abu
dalam pengertian vulkanisme dimuntahkan di udara; setelah letusan, lava atau
batuan cair mengeras dan membuat lapisan batuan lava yang tebal. Abu jatuh pada
lava yang mengeras menyebabkan lapisan abu terbentuk di atas bukit.Ketika hujan
turun, lapisan abu ini bercampur dengan air hujan untuk membentuk air berwarna
hitam. Air hitam ini akan membeku menyebabkan batuan lava retak dan runtuh
dan akhirnya mengikis membentuk bukit.

Sumber: Data Penelitian


Gambar 3.4
Sungai
Dewasa

Stadia dewasa ditandai dengan topografi yang lebih rendah, lembah lebar
berbentuk U, dan aktivitas erosi menurun sungai dewasa dicirikan oleh mulai
adanya pembentukan dataran banjir secara setempat setempat dan semakin lama
semakin lebar dan akhirnya terisi oleh aliran sungai yang berbentuk meander,
sedangkan pada sungai yang sudah masuk dalam tahapan dewasa, arus sungai
sudah membentuk aliran yang berbentuk meander, penyisiran kearah depan dan
belakang memotong suatu dataran banjir (flood plain) yang cukup luas sehingga
secara keseluruhan ditempati oleh jalur-jalur meander. Pada tahapan ini aliran arus
sungai sudah memperlihatkan keseimbangan antara laju erosi vertikal dan erosi
lateral.
Sumber: Data Penelitian
Gambar 3.5
Stadia Sungai Muda
Stadia sungai muda ditandai oleh topografi yang curam dan kemiringan yang
tinggi, lembah berbentuk V dengan dinding yang curam , aktivitas erosi yang
tinggi, sungai berkelok-kelok. Sungai yang termasuk dalam tahapan muda adalah
sungai-sungai yang aktivitas aliran sungainya mengerosi kearah vertikal. Aliran
sungai yang menmpati seluruh lantai dasar suatu lembah. Umumnya profil
lembahnya membentuk seperti huruf V. Air terjun dan arus yang cepat
mendominasi pada tahapan ini.
Sumber: ArcMap
Gambar 3.6
Peta Pola Aliran Sungai
Peta pola aliran sungai adalah jenis peta yang menunjukkan arah dan pola aliran
sungai di suatu wilayah. Peta ini memberikan informasi visual tentang bagaimana
sungai-sungai mengalir, bergabung, dan membentuk jaringan saluran air di suatu
daerah. Peta pola aliran sungai dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk
perencanaan sumber daya air, pengelolaan banjir, dan pemahaman geografi dan
topografi suatu daerah. Selain itu, peta ini juga dapat bermanfaat untuk kegiatan
luar ruangan seperti hiking dan penelitian lingkungan. Pada daerah yang diteliti
pola aliran yang didapatkan yaitu pola alira paralel dan pola aliran dendritik.

Pola aliran sungai dendritik berada pada stadia sungai dewasa, pola aliran sungai
dendritik adalah pola aliran dengan cabang-cabang sungai menyerupai garis
penampang atau pertulangan daun. Jenis pola aliran ini dikontrol oleh litologi
yang homogen. Aliran sungainya memiliki tekstur dengan kerapatan tinggi yang
diatur oleh jenis batuan. Tekstur sungai adalah panjang sungai per satuan luas.
Contohnya adalah sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak atau kurang
resisten terhadap erosi sehingga membentuk tekstur sungai yang rapat. Namun
bila aliran berada diatas batuan yang resisten, maka akan membentuk tekstur
renggang. Resistensi
batuan terhadap erosi memberi pengaruh besar pada proses pembentukan alur
sungai. Sebab, batuan yang tidak resisten akan mudah mengalami erosi
membentuk jalur aliran baru.

Sedangkan, pola aliran sungai paralel berada pada stadia sungai muda. Pola aliran
sungai pararel adalah pola aliran yang terdapat di daerah yang sangat luas denga
kemiringan yang curam. Kemiringan ini menyebabkan gradien sungai menjadi
besar sehingga mengalirkan air ke tempat terendah dengan bentuk jalur yang
hampir lurus. Pola ini dapat ditemukan di kawasan daratan pantai yang masih
muda dengan lereng asli yang kemiringannya mengarah ke laut.

Sumber: ArcMap
Gambar 3.7
Peta Lintasan
Peta lintasan adalah representasi grafis dari perjalanan atau langkah-langkah yang
diambil selama proses penelitian. Peta lintasan membantu peneliti dan pembaca
memahami rute penelitian dan hasil yang dicapai selama perjalanan penelitian.
Pada peta lintasan ini menunjukan rute penelitian yang diwakili oleh titik
Lapangan Penelitian (LP), seperti tertera pada peta terdapat LP 1, LP 2, dan LP 3.
Pada LP 1 dilakukan penelitian mengenai geologi struktur, pada LP 2 dilakukan
peneltian mengenai mineralogi dan petrologi, dan LP 3 dilakukan penelitian
mengenai geomorfologi.

Selain peta lintasan, ada juga peta topografi. Peta topografi adalah peta yang
menyajikan informasi tentang bentuk permukaan bumi, termasuk fitur-fitur seperti
gunung, lembah, sungai, dan dataran. Peta ini memberikan gambaran detil tentang
kontur atau relief permukaan bumi, sehingga membantu pembaca untuk
memahami topografi atau kerutan-kerutan permukaan tanah. Peta topografi
biasanya menggunakan garis kontur untuk menunjukkan perbedaan ketinggian
antara satu area dengan area lainnya. Garis kontur ini menggambarkan elevasi
atau ketinggian suatu wilayah di atas permukaan laut. Selain itu, peta topografi
juga dapat mencakup informasi lain seperti jalan, sungai, dan batas administratif.
Peta topografi sangat berguna dalam berbagai kegiatan, seperti penelitian geologi,
kegiatan peternakan, hiking, dan perencanaan wilayah. Mereka memberikan
pandangan visual yang jelas tentang struktur dan karakteristik topografi suatu
daerah. Peta topografi dapat dibuat dalam berbagai skala, mulai dari skala besar
yang mencakup wilayah yang lebih kecil dengan detil yang tinggi, hingga skala
kecil yang mencakup wilayah yang lebih luas dengan detil yang lebih umum.

Sayatan pada peta topografi adalah representasi visual dari bentuk dan
karakteristik permukaan tanah yang dibuat dengan menggunakan garis kontur.
Garis kontur tersebut menggambarkan elevasi atau perubahan ketinggian dalam
suatu wilayah. Sayatan ini memberikan informasi tentang bagaimana lahan
tersebut naik atau turun, membentuk bukit, lembah, gunung, atau dataran. Garis
kontur pada peta
topografi membentuk pola tertentu yang dapat membantu pembaca untuk
memahami relief atau topografi suatu daerah

Sumber: ArcMap
Gambar 3.8
Peta Topografi

3.3 Pengolahan Data Geologi


Adapun pengolahan data geomorfologi dengan mendapatkan data pada saat kuliah
lapangan yaitu berupa data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang
dikumpulkan secara langsung di lapangan meliputi bentang lahan, bentuk lembah,
kemiringan, dan stadia. Sedangkan data sekunder penelitian adalah informasi yang
di dapat dari literatur terpercaya, berikut rinciannya:
Pengolahan Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemetaan Potensi Bahan Galian


Berdasarkan pemetaan potensi bahan galian yang dilakukan di lokasi kuliah
lapangan 1 pada daerah Jatijejer, Trawas, Mojokerto, Jawa Timur bentuklahan
menurut Van Zuidam, 1983 yaitu termasuk klasifikasi bentuklahan Vulkanik
dengan kode V1 yang merupakan Dasar depresi cekung datar hingga curam
dengan dinding yang curam hingga sangat curam Bentuklahan vulkanik terbentuk
sebagai hasil dari aktivitas vulkanik, yang melibatkan erupsi magma, lava, dan
bahan-bahan vulkanik lainnya dari dalam bumi ke permukaan. Bahan galian yang
didapatkan pada lokasi penelitian adalah batuan, batuan yang di dapatkan yaitu
Breksi dan Andesit yang merupakan bahan galian sedimen dan beku. Bahan
galian Andesit dan Breksi dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar kontruksi.

Sumber: ArcMap
Gambar 4.1
Peta Geomorfologi Lokal
4.2 Analisis Satuan Morfologi
Adapun analisis satuan morfologi yang didapat pada lokasi kuliah lapangan 1
pada daerah Jatijejer, Trawas, Mojokerto, Jawa Timur yang dilaksanakan pada
hari Sabtu, 02 Desember 2023 di waktu 10.46 dengan koordinat 112° 33'
31.86324" 7° 36' 24.7536 bentang lahan yang dianalisis adalah adalah perbukitan,
sungai dengan stadia muda dan stadia dewasa,pola aliran paralel dan dendritik,
sertamempunyai lembah berbentuk U dan V. Pada wilayah sekitar terdapat
perkebunan milik warga. Vegetasi yang di dapat berupa ilalang, pohon pepaya,
pohon pisang, dan semak belukar. Beberapa vegetasi yang berada pada lokasi
wilayah tersebut merupakan perkebunan milik warga, vegetasi tersebut tumbuh
karena faktor kualitas tanah yang subur.
Tabel 4.1
Data Geomorfologi
DATA GEOMORFOLOGI
Nama Eva Atiyatussa Adah
NPM 11.2022.1.00962
Hari, tanggal Sabtu, 02 Desember 2023
Waktu 10.46 WIB, dengan cuaca cerah
Lokasi Desa Jatijejer, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokert
Jawa Timur
Koordinat 112° 33' 31.86324" 7° 36' 24.7536
Bentang alam Perbukitan, Lereng Gunung

Vegetasi Pohon pisang, pohon nangka, lamtoro,


semak pepaya
Pola aliran Paralel dan
Lembah Dendritik U dan V
Stadia Muda dan Dewasa
Foto Bentang Alam

SK

Sumber: Data Penelitian


4.2.1 Bentang Lahan

Sumber:Data Penelitian
Gambar 4.2
Bentang Alam Perbukitan
Istilah perbukitan sendiri mempunyai kata dasar ‘bukit’, yang artinya yaitu suatu
bentuk bentang alam yang permukaan tanahnya lebih tinggi dari permukaan tanah
lain di sekitarnya, dimana permukaan tanah tersebut tidak lebih tinggi dari
gunung. Perbukitan alami terbentuk sepanjang waktu, oleh berbagai jenis aktivitas
geologi. Salah satu kegiatan ini adalah patahan, yang terjadi karena bebatuan di
bawah permukaan bumi secara konstan bergerak dan mengubah lanskap. Bukit
yang terbentuk karena patahan akhirnya bisa menjadi gunung. Himalaya di Asia,
pegunungan tertinggi di dunia, dulunya adalah bukit kecil. Himalaya terus tumbuh
karena aktivitas patahan di bawah permukaan planet bumi.
Perbukitan juga dapat terbentuk karena erosi, yang terjadi ketika potongan-
potongan batu, tanah, dan endapan hanyut dan diletakkan di tumpukan di tempat
lain. Perbukitan dapat dihancurkan oleh erosi, karena material yang dihempas oleh
angin dan air. Perbukitan juga dapat dibentuk oleh erosi, karena material dari
daerah lain ditimbun di dekat bukit, menyebabkannya bertambah. Sebuah gunung
bisa menjadi bukit jika dirusak oleh erosi.
Manusia juga dapat membuat bukit dengan menggali tanah dan hasil tanah galian
tersebut menumpuk semakin banyak. Gunung berapi juga dapat membentuk
perbukitan. Gunung berapi membentuk bukit ketika meletus. Selama letusan, abu
dalam pengertian vulkanisme dimuntahkan di udara; setelah letusan, lava atau
batuan cair mengeras dan membuat lapisan batuan lava yang tebal. Abu jatuh pada
lava yang mengeras menyebabkan lapisan abu terbentuk di atas bukit.Ketika hujan
turun, lapisan abu ini bercampur dengan air hujan untuk membentuk air berwarna
hitam. Air hitam ini akan membeku menyebabkan batuan lava retak dan runtuh
dan akhirnya mengikis membentuk bukit.

4.1.2 Bentuk Lembah dan Stadia Sungai


Stadia sungai muda ditandai oleh topografi yang curam dan kemiringan yang
tinggi, lembah berbentuk V dengan dinding yang curam , aktivitas erosi yang
tinggi, sungai berkelok-kelok. Sedangkan stadia dewasa ditandai dengan topografi
yang lebih rendah, lembah lebar berbentuk U, dan aktivitas erosi menurun.
Lembah berbentuk U dikarenakan oleh pengikisan gletser (es), gletser dapat
menggeser dan mengukir lembah melalui gerakan massa es yang kuat dan
membentuk U dalam topografi. Dapat juga disebabkan oleh proses fluvial (air)
seperti erosi yang berkepanjangan juga dapat membentuk lenbah berbentuk U
dengan berjalannya waktu.

Sumber: Data Penelitian


Gambar 4.3
Sungai
Dewasa
Stadia dewasa ditandai dengan topografi yang lebih rendah, lembah lebar
berbentuk U, dan aktivitas erosi menurun sungai dewasa dicirikan oleh mulai
adanya pembentukan dataran banjir secara setempat setempat dan semakin lama
semakin lebar dan akhirnya terisi oleh aliran sungai yang berbentuk meander,
sedangkan pada sungai yang sudah masuk dalam tahapan dewasa, arus sungai
sudah membentuk aliran yang berbentuk meander, penyisiran kearah depan dan
belakang memotong suatu dataran banjir (flood plain) yang cukup luas sehingga
secara keseluruhan ditempati oleh jalur-jalur meander. Pada tahapan ini aliran arus
sungai sudah memperlihatkan keseimbangan antara laju erosi vertikal dan erosi
lateral. Pola aliran sungai dendritik berada pada stadia sungai dewasa, pola aliran
sungai dendritik adalah pola aliran dengan cabang-cabang sungai menyerupai
garis penampang atau pertulangan daun. Jenis pola aliran ini dikontrol oleh
litologi yang homogen. Aliran sungainya memiliki tekstur dengan kerapatan
tinggi yang diatur oleh jenis batuan. Tekstur sungai adalah panjang sungai per
satuan luas. Contohnya adalah sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak atau
kurang resisten terhadap erosi sehingga membentuk tekstur sungai yang rapat.
Namun bila aliran berada diatas batuan yang resisten, maka akan membentuk
tekstur renggang. Resistensi batuan terhadap erosi memberi pengaruh besar pada
proses pembentukan alur sungai. Sebab, batuan yang tidak resisten akan mudah
mengalami erosi membentuk jalur aliran baru.

Sumber: Data Penelitian


Gambar 4.4
Stadia Sungai Muda
Stadia sungai muda ditandai oleh topografi yang curam dan kemiringan yang
tinggi, lembah berbentuk V dengan dinding yang curam , aktivitas erosi yang
tinggi, sungai berkelok-kelok. Sungai yang termasuk dalam tahapan muda adalah
sungai-sungai yang aktivitas aliran sungainya mengerosi kearah vertikal. Aliran
sungai yang menmpati seluruh lantai dasar suatu lembah. Umumnya profil
lembahnya membentuk seperti huruf V. Air terjun dan arus yang cepat
mendominasi pada tahapan ini. Pola aliran sungai paralel berada pada stadia
sungai muda. Pola aliran sungai pararel adalah pola aliran yang terdapat di daerah
yang sangat luas denga kemiringan yang curam. Kemiringan ini menyebabkan
gradien sungai menjadi besar sehingga mengalirkan air ke tempat terendah dengan
bentuk jalur yang hampir lurus. Pola ini dapat ditemukan di kawasan daratan
pantai yang masih muda dengan lereng asli yang kemiringannya mengarah ke
laut.
4.2.3 Kemiringan
Peta kemiringan lereng adalah peta yang menunjukkan variasi kemiringan
permukaan tanah di suatu wilayah. Peta ini menggambarkan perbedaan
kemiringan lereng dengan menggunakan garis atau warna untuk
merepresentasikan berbagai tingkat kemiringan. Informasi ini penting dalam
berbagai bidang, termasuk perencanaan penggunaan lahan, mitigasi risiko tanah
longsor, dan rekayasa sipil. Peta tersebut dapat memberikan informasi tentang
tingkat kemiringan lereng di setiap titik, sering kali diukur dalam derajat atau
persentase. Tingkat kemiringan biasanya diklasifikasikan menjadi kategori
tertentu (misalnya, ringan, sedang, curam) untuk mempermudah pemahaman.
Beberapa peta kemiringan lereng menggunakan skema warna atau pola untuk
menggambarkan kemiringan. Wilayah dengan kemiringan yang lebih tinggi
mungkin diberi warna yang lebih gelap atau pola yang berbeda untuk
membedakannya dari wilayah dengan kemiringan yang lebih rendah. Manfaat dari
peta kemiringan lereng termasuk membantu perencanaan pembangunan yang
aman dan efisien, mengidentifikasi risiko tanah longsor, serta mendukung
keputusan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Peta ini sering
digunakan dalam ilmu geologi, geomorfologi, perencanaan tata ruang, dan
berbagai disiplin ilmu lainnya.Pada penelitian ini kemiringan lereng yang
dominan 70-140% termasuk kemiringan sangat curam.
Sumber: ArcMap
Gambar 4.5
Peta Kemiringan Lereng
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari kuliah lapangan 1 ini adalah Berdasarkan pemetaan
potensi bahan galian yang dilakukan di lokasi kuliah lapangan 1 pada daerah
Jatijejer, Trawas, Mojokerto, Jawa Timur bentuklahan menurut Van Zuidam, 1983
yaitu termasuk klasifikasi bentuklahan Vulkanik dengan kode V1 yang merupakan
Dasar depresi cekung datar hingga curam dengan dinding yang curam hingga
sangat curam Bentuklahan vulkanik terbentuk sebagai hasil dari aktivitas
vulkanik, yang melibatkan erupsi magma, lava, dan bahan-bahan vulkanik lainnya
dari dalam bumi ke permukaan. Bahan galian yang didapatkan pada lokasi
penelitian adalah batuan, batuan yang di dapatkan yaitu Breksi dan Andesit yang
merupakan bahan galian sedimen dan beku. Bahan galian Andesit dan Breksi
dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar kontruksi.
5.2 Saran
Adapun saran dari kuliah lapangan 1 ini adalah:
1. Sebaiknya titik lokasi pengamatan jangan berdekatan
2. Untuk kuliah lapangan selanjutnya sebaiknya lokasi tidak sama dengan
tahun lalu

Anda mungkin juga menyukai