Anda di halaman 1dari 6

Outline Rencana Penelitian Skripsi

Nama : Agnes Sesar Mahardika Rahayu


NIM : 19620038
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Konsentrasi : Broadcasting
Dosen Pembimbing : Novi Ratriningtyas,M.I.Kom

JUDUL :
PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN DAN MOTIF DIVERSI PENGGUNA SOSIAL
MEDIA TWITTER TERHADAP SELF DISCLOUSER
(Studi Pada Followers Akun Autobase @Ngalamfess Dalam Memposting Menfess)

LATARBELAKANG :
Di Era perkembangan teknologi yang sedang berkembang pesat saat ini,
menyebabkan terjadinya pergeseran atau perubahan perilaku komunikasi. Perubahan
yang terjadi menyebabkan masyarakat lebih leluasa dalam mengakses serta memperoleh
informasi penting tentang suatu kejadian yang ada di belahan dunia mana pun tanpa
berada di tempat tersebut. Hanya dengan adanya sebuah alat, yaitu smartphone dan
dengan memiliki konektivitas jaringan internet di dalamnya, informasi tersebut dapat
diperoleh dalam hitungan detik. Bahkan untuk menjangkau dan menjalin komunikasi
dengan keluarga saudara teman serta sahabat yang berada jauh di luar kota pun tetap
dapat dilakukan dengan jarak jauh. Tanpa komunikasi, hubungan tidak akan terjadi. Oleh
sebab itu, melalui komunikasilah seseorang dapat menciptakan dan mengelola hubungan
dengan orang lain. Hubungan yang baik terjalin karena interaksi yang baik, entah itu
menjadi lebih dekat atau lebih jauh, menjadi sehat atau tidak sehat. Melalui adanya
internet, komunikasi akan tetap lancar, terlebih lagi didukung dengan hadirnya aplikasi
media sosial yang dapat memenuhi kebutuhan komunikasi dan informasi.
Kemudahan yang didapat dalam penyampaian informasi yang cepat menyebabkan
peningkatan dalam penggunaan akun di berbagai media sosial. Riset yang dilakukan
oleh We Are Social dan HootSuite (2021) menyatakan bahwa dari 202,6 juta
pengguna internet di Indonesia terdapat 170 juta pengguna aktif media sosial, dan terdapat 61,8%
dari jumlah populasi per Q1 2021, dengan aplikasi sosial media yang sering digunakan yaitu
YouTube 93,8%, WhatsApp 87,7%, Instagram 86,6%, Facebook 85,5%, dan Twitter
63,6% (datareportal.com). Berdasarkan data tersebut, penggunaan aplikasi Twitter di
Indonesia berada pada peringkat kelima. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi Twitter
termasuk dalam sosial media yang paling banyak digunakan di Indonesia sebanyak
44,6% kaum wanita dan 55,4% kaum pria, dengan jumlah potensi pengguna Twitter yaitu
14,05 yang meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 6,4%. Mayoritas pengguna Twitter
berusia di antara 16-24 tahun, kemudian sebanyak 36% diusia 23-34 tahun, 35-44 tahun
sebanyak 18%, 45-54 tahun sebanyak 3%, serta 55-64 tahun sebanyak 1%
(Nataconnexindo.com).
Twitter merupakan layanan jejaring sosial dan mikro blog daring yang
memungkinkan penggunanya untuk saling mengirim dan membaca pesan berbasis teks
atau yang biasa disebut dengan ‘tweet’. Komunikasi penyampaian pesan pada Twitter
digunakan sebagai sarana penyebar informasi dan juga wadah pertemanan tanpa
memikirkan jarak, umumnya pengguna saling bertukar pesan, informasi, gambar maupun
video melalui ‘tweet’. Awal mulanya ‘tweet’ ini memiliki 140 karakter namun pada tanggal
7 November 2017 bertambah hingga 280 karakter. Selain itu fitur-fitur yang terdapat pada
Twitter yaitu ‘retweet’ dan like, ‘tweet’ yang bersambung atau sering disebut thread, serta
‘trending topik’ yaitu suatu topik yang sedang ramai dibicarakan oleh para pengguna
Twitter. Komunikasi dengan para pengguna akun Twitter dapat tercipta dengan cara
menjadi following ataupun follower seseorang. Following itu follower ituapa?
Selain itu, komunikasi yang sering terjadi di antara pengguna Twitter dengan
pengguna lain, ataupun sekedar mencari informasi dapat di lakukan melalui adanya Akun
autobase. Akun autobase merupakan sebuah wadah yang memfasilitasi pengguna Twitter
agar dapat mengirimkan pesan secara anonim atau tanpa diketahui pengirimnya dengan
cara mengirimkan direct message (DM) ke base dengan menggunakan kode atau trigger
tertentu. Lalu direct message (DM) yang di kirimkan akan di posting melalui ‘tweet’ pada
akun autobase tersebut, yang dikenal dengan istilah menfess (mention confess). Menfess
itu sendiri sering digunakan oleh para pengguna Twitter untuk mengungkapkan
informasi pribadi yang berupa perasaan terpendam ataupun kebencian, yang
kemudian menfess tersebut akan otomatis di posting tanpa memberitahukan identitas asli
pengirimnya (anonim), seperti halnya pada akun autobase @ngalamfess. Pengguna yang
telah di followback oleh @ngalamfess dapat mengirimkan pesan apa pun yang diinginkan
untuk memenuhi kebutuhannya melalui menfess-nya, yang kemudian di dalam kolom
reply-nya pengguna lain dapat berinteraksi dengan sender (pengirim). Biasanya,
pengguna menceritakan kejadian yang sedang dialami atau memberikan informasi dalam
bentuk menfess seperti; tulisan, foto, video ataupun komentar di kolom reply, yang sesuai
dengan batasan aturan yang di berikan dari @ngalamfess. Menceritakan kejadian yang
sedang dialami merupakan salah satu bentuk dari adanya self-disclosure.
Self-disclosure merupakan proses pengungkapan informasi pribadi seseorang
kepada orang lainnya ataupun sebaliknya sering kali digunakan dalam berkomunikasi
Menurut Tamaraya (2020), komunikasi antarpribadi merupakan proses membuka diri yang
menjadi salah satu jalan dalam melatih dan membiasakan diri berkomunikasi secara
efektif. Pengungkapan diri (self-disclosure) yaitu di mana kita mengungkapkan serta
membagi informasi tentang diri sendiri yang biasanya tidak dapat di temukan oleh orang
lain (Wood, 2013:154). Penggunaan self-disclosure dalam menjalin komunikasi antar
pribadi dapat menyebabkan seseorang secara mudah membagi apa yang sedang
seseorang tersebut rasakan atau alami, seperti informasi pribadi yang berkaitan dengan
harapan, ketakutan, pikiran, perasaan, serta pengalaman pribadi seseorang tersebut.
Media sosial kini cenderung lebih digunakan oleh masyarakat sebagai media komunikasi
antar pribadi. Oleh sebab itu self-disclosure pun lebih sering terjadi secara daring
daripada secara face to face atau bertatap muka secara langsung. Meskipun begitu, hal
tersebut menjadi sangat terbatas karena harus menggunakan isyarat non verbal. Namun
self-disclosure secara daring masih sering dilakukan karena memungkinkan individu
mengungkapkan informasi pribadi secara bebas dan aman.
Para pengguna Twitter yang menjadikan Twitter sebagai sarana self-disclosure
tidak terlepas dari dorongan motif-motif yang menjadi alasan mereka untuk menggunakan
media sosial tersebut. Sesuai dengan pengertian dari teori use and gratification, di mana
individu menggunakan media berdasarkan motif-motif tertentu dan jika motif tersebut
terpenuhi maka kebutuhan individu pun juga akan terpenuhi (Kriyantono, 2016). Salah
satu motif yang mendasari seseorang menggunakan media merupakan motif diversi
(hiburan). Seperti yang dikemukakan Ardianto et.al (2007) menyatakan bahwa motif
diversi merupakan kebutuhan akan hiburan yang dapat diperoleh melalui beberapa bentuk
yaitu seperti stimulasi atau mencari suatu cara untuk mengatasi kebosanan, melepaskan
diri dari kejenuhan kegiatan rutin, relaksasi atau pelarian dari tekanan dan masalah, serta
pelepasan emosi dari perasaan dan energi yang terpendam. Seperti halnya yang terjadi
dalam media sosial Twitter, seseorang menggunakan Twitter untuk memenuhi
kebutuhannya, salah satunya adalah kebutuhan hiburan (diversi). Hiburan dapat menjadi
suatu kebutuhan bagi individu dan mendorong individu menggunakan twitter sebagai
sarana untuk self-disclosure dengan cara mengungkapkan perasaan mereka melalui
pesan teks berupa ‘tweet’ yang mereka unggah melalui akun Autobase.
Membangun fenomena…
Dampak negative self disclosure?
Namun, beberapa penelitian sebelumnya menganggap self disclosure
memiliki dampak negative, seperti penelitian daric……
Selain itu, self disclosure juga tidak terlalu memberikan dampak positif pada
pengguna twitter/ autobase dimana terjadinya bullying dsb….
Berdasarkan fenomena self disclosure yang terjadi di media sosial
khususnya twitter autobase, maka peneliti merasa tertarik melakukan penelitian
pada akun autobase @ngalamfess, karena pada dasarnya Autobase merupakan
komunitas twitter yang memiliki…..(kenapa dingalamfess?)
Akun autobase itu seperti komunitas yang berada di Twitter jadi yang sehobi
atau sepemikiran itu gabung di akun auto base tersebut. Kalau ngalamfess sendiri
itu akun autobasenya orang-orang Malang, jadi Isinya tuh lebih universal nggak
hanya soal curhat aja tapi juga nanya-nanya tentang keadaan di mana hujan terus
ada gempa kah atau ada mati lampu jadi lebih menanyakan tentang sekitaran area
Malang ada macet atau apa Jadi nggak hanya nanyain tentang hal pribadi mereka
atau terlihat tentang hal pribadi mereka tapi juga ngebahas tentang informasi
seputaran Malang. Bahkan yang ada di ngalamfess nggak sepenuhnya orang asli
Malang tapi banyak rantauan mahasiswa yang ingin tahu informasi seputar Malang
bahkan yang sudah tidak tinggal di Malang lagi tapi masih ingin mengetahui
informasi seputar malang dan mereka masih bergabung di ngalamfess.

Olehsebab itu peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul PENGARUH


INTENSITAS PENGGUNAAN DAN MOTIF DIVERSI PENGGUNA SOSIAL MEDIA
TWITTER TERHADAP SELF DISCLOUSER (Studi Pada Followers Akun Autobase
@Ngalamfess Dalam Memposting Menfess)’
Julia T Wood (2). 2013. Komunikasi Teori dan Praktik: Komunikasi Dalam Kehidupan
Kita. Edisi ke 6.Diterjemahkan oleh: Putri Aulia Idris. Jakarta Selatan: Salemba Empat.
hal. 154

Dwiputra, F. (2014). Hubungan Antara Motif Afektif Penggunaan Social Media


Twitter Dengan Keterbukaan Atas Informasi Diri Penggunanya. Skripsi.
Universitas Brawijaya, Malang.

Melalui fitur akun autobase ini, tweet yang dikirim oleh pengguna Twitter akan dikirim tanpa
identitas (anonim), dan penguna twitter dapat melakukan keterbukaan diri secara anonim tanpa
perlu memperlihatkan identitasnya.1

Umpan balik sangat tergantung pada keefektifan seseorang dalam berkomunikasi. 2 Maka

pengugkapan diri merupakan salah satu jalan untuk melatih dan membiasakan seseorang

berkomunikasi secara efektif. Oleh sebab itu self-disclosure tidak hanya dilakukan untuk interaksi

secara langsung saja (face-to-face) tetapi juga dapat dilakukan dalam konteks interaksi tidak

langsung menggunakan media seperti internet dan media sosial. Meskipun begitu, hal tersebut

menjadi sangat terbatas karena harus menggunakan isyarat non verbal. Namun self-disclosure

1
Mardiana, L., & Zi’ni, A. F. (2020). Pengungkapan Diri Pengguna Akun Autobase Twitter @Subtanyarl.
Jurnal Audience, 3(1), 34–54. https://doi.org/10.33633/ja.v3i1.4134

2
Silfia Hanani, Komunikasi Antarpribadi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Ar- ruzz Media, 2017), h.43
secara daring masih sering dilakukan karena memungkinkan individu mengungkapkan informasi

pribadi secara bebas dan aman.

Pembagian informasi yang terlalu berlebihan akan dapat mengarahkan pada risiko privasi,

seperti iklan yang tidak diinginkan, cyberstalking, pencurian identitas, maupun tindakan kriminal

lainnya yang akan merugikan pengguna (Al-Saggaf & Nielsen, 2014; Lee & Yuan, 2020). 3

Tominaga dkk. (2018) mengungkapkan bahwa pengguna media sosial akan sulit mengatur seberapa

banyak pengungkapan diri atas informasi mereka karena keinginan untuk menyeimbangkan antara

manfaat sosial dan risiko privasi.4 Apabila self disclosure yang dilakukan dengan media sosial dan

disertai dari adanya respon orang lain akan dapat meningkatkan kepuasan hidup, meningkatkan

dukungan sosial, dan menurunkan tingkat stres yang dialami individu.5

Namun dengan adanya sifat anonim dalam penggunaan akun autobase ini, menjadi sebuah

solusi dari permasalahan risiko privasi. Anonimitas mempunyai peran dalam ruang online untuk

melakukan interaksi dan ekspresi. Tingkat anonimitas yang tinggi pada individu akan membuat

individu tersebut semakin merasa berani dan bebas dalam mengekspresikan diri dan berkomunikasi

di ruang online.6 Apabila keberadaan anonimitas akan mengakibatkan penurunan inhibisi dan akan

meningkatkan pengungkapan diri seseorang.7 Ketika seseorang merasa dirinya tidak dapat

teridentifikasi oleh orang lain, secara sosial ia masih tetap membutuhkan pendengar. 8 Keberadaan

3
Al-Saggaf, Y., & Nielsen, S. (2014). Self-disclosure on Facebook among female users and its relationship to
feelings of loneliness. Computers in Human Behavior, 36, 460–468. https://doi.org/10.1016/j.chb.2014.04.014
4
Tominaga, T., Hijikata, Y., & Konstan, J. A. (2018). How self-disclosure in Twitter profiles relate to
anonymity consciousness and usage objectives: a cross-cultural study. Journal of Computational Social Science, 1(2),
391–435. https://doi.org/10.1007/s42001-018-0023-z
5
Zhang, R. (2017). The stress-buffering effect of self-disclosure on Facebook: An examination of stressful life
events , social support , and mental health among college students. Computers in Human Behavior, 75, 527–537.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2017.05.043
6
Rini, L. N., & Manalu, R. (2020). Memahami penggunaan dan motivasi akun anonim Instagram di kalangan
remaja. Interaksi Online, 9(1), 85–97. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/2957
7
Suler, J. R. (2015). The disinhibited self. Dalam Psychology of the Digital Age: Humans Become Electric
(hal. 95–111). Cambridge University. https://doi.org/10.1017/cbo9781316424070.007
8
Qian, H., & Scott, C. R. (2007). Anonymity and self-disclosure on weblogs. Journal of Computer-Mediated
Communication, 12(4), 1428–1451. https://doi.org/10.1111/j.1083-6101.2007.00380.x
pendengar ini akan dapat memungkinkan pengguna untuk tetap dapat melakukan interaksi dengan

pengguna lain, walaupun dalam keadaan anonim.9

9
Christopherson, K. M. (2007). The positive and negative implications of anonymity in Internet social
interactions: “On the Internet, Nobody Knows You’re a Dog.” Computers in Human Behavior, 23(6), 3038–3056.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2006.09.001

Anda mungkin juga menyukai