Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam sistem komunikasi interpersonal, istilah Self disclosure banyak dikenal

karena bukan hanya berhubungan dengan kehidupan di masa sekarang namun

juga berkaitan dengan kelak di masa depan. Fitrah manusia adalah memiliki

perasaan yang diciptakan oleh Tuhan misalnya cinta dan kasih sayang sehingga

tentu saja sangat penting ketika proses komunikasi terjadi.

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu butuh berinteraksi dengan

manusia lainnya. Berinteraksi dan bersosialiasi merupakan bagian dari kehidupan

manusia yang selalu terjadi mengingat bahwa manusia merupakan makhluk sosial.

Mengingat perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka pada zaman ini

cara berinteraksi dan bersosialisasi telah banyak berubah mengikuti

perkembangan zaman. Media sosial dimafaatkan sebagai media komunikasi yang

dirasa dapat memberikan kemudahan bagi manusia untuk saling berinteraksi.

Dengan adanya media sosial, kini memudahkan satu antara dan yang lainnya

untuk menjalin hubungan dengan individu lainnya, membangun hubungan jarak

jauh, memperluas jaringan social media, memperluas koneksi dengan orang lain

serta membuat jelas hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
Merujuk dari pernyataan yang diungkapkan oleh (Putu et al., 2017), pola

komunikasi berubah seiring berkembangnya tekhnologi bagi generasi millennial

yang diakibatkan oleh komunikasi secara langsung (interpersonal) dengan pola

intensitas yang sedikit atau disebut rendah apabila dinyatakan dalam range

persentase jika hal ini dibandingkan dengan komunikasi yang terjadi di dunia

sosial media atau dunia maya. Menyingkap diri secara langsung merupakan hal

yang sangat beresiko baik secara personal dan professional (Prawesti & Dewi,

2016).

Teknologi yang hadir dan berkembang telah memberikan tuntutan setiap

individu melakukan penyingkapan diri. Apabila merujuk pada pernyataan diatas,

suatu tindakan penyingkapan diri sangat beresiko jika dilakukan secara langsung.

Namun sepertinya pernyataan tersebut tidak berlaku dengan upaya penyingkapan

diri pada dunia maya yang memberikan keyakinan pada setiap individu bahwa

resiko yang akan didapat relative lebih rendah. Setiap individu dituntut untuk

mampu menyesuaikan diri baik dengan masyarakat atau lingkungan sosial, agar

dapat membangun hubungan yang baik walaupun antar individu maupun individu

dengan lingkungan sosial tempat mereka bersosialisasi. Penyesuaian sosial adalah

hal psikologis yang harus bisa dikembangkan baik jika menyesuaikan diri dengan

individu didalam maupun diluar kelompok. Keterampilan penyesuaian diri ini

perlu dilengkapi dengan keterampilan sosial yang merupakan salah satu indikator

dari keberhasilan dalam bergaul dan bersosialisasi (Runtu, 2017).

Menurut pernyataan yang diungkapkan oleh Ningsih (2015), self disclosure

merupakan pola komunikasi dimana seseorang secara sadar mengungkapkan


dirinya dengan terbuka kepada orang lain. Hal yang diungkapkan tersebut

mencangkup tiga hal diantaranya pikiran, perasaan dan perilaku. Pola komunikasi

dengan menggunakan self disclosure tentu memberikan banyak manfaat, salah

satunya yang paling dapat dirasakan adalah memiliki kontrol sosial dan

mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar. Survey menyatakan bahwa

pengungkapan diri lebih signifikan pada media komunikasi yang terintegrasi

perangkat komputer apabila dibandingkan efisiensinya dengan proses komunikasi

yang menggunakan tatap muka. Oleh karena itu, media social yang merupakan

sarana komunikasi terintegrasi computer maka dirasa lebih mudah dijadikan

sarana pengungkapan diri. Proses self disclosure dirasa lebih memudahkan terjadi

pada media social karena menggunakan sistem anonimitas. Sistem anonimitas

memungkinkan penggunanya berinteraksi dengan perangkat lain tanpa

memperlihatkan siapa pengirimnya. Hal ini tentu menciptakan kenyamanan bagi

penggunanya, karena si pengguna dapat mengungkapkan bagaimana perasaanya

baik ketika senang, sedih dan Bahagia tanpa perlu mengekspos siapa identitas

mereka sesungguhnya. Kenyamanan yang tercipta pada media social tersebut

membuat proses self disclosure antara individu mudah terjadi. Saat individu

tersebut menyampaikan informasi mengenai dirinya, maka proses pengungkapan

diri atau yang dikenal juga dengan istilah self disclosure telah terjadi (Amelisa,

2018).

Menurut pendapat Gamayanti et al (2018), self disclosure merupakan bagian

dari penerimaan sosial dimana seseorang menyatakan keinginanya untuk

bergabung atau menjadi bagian dari suatu kelompok sosial. Proses komunikasi
melalui tatap muka yang sangat beresiko akan bullying juga menimbulkan suatu

paradigma rasa ragu sehingga individu tersebut merasa kesusahan dalam

berinteraksi karena merasa kurang diterima atas lingkungan sosialnya. Atas dasar

pernyataan tersebut, seorang manusia atau individu akan cenderung banyak

memendam perasaan dan masalahnya sendiri. Hal tersebut membuat seseorang

yang mengalaminya melakukan self disclosure pada media social. Proses self

disclosure dikatakan telah terjadi ketika seseorang telah membuka diri terhadap

berbagai macam informasi yang secara nyata merasa disembunyikan agar tidak

ada orang yang tau sebelumnya. Ketika orang tersebut telah membuka dirinya

kepada orang lain berarti self disclosure telah terjadi. Pengungkapan diri atas self

disclosure bentuknya beraneka ragam, seperti mengenai berbagai macam topik

informasi, perasaan, kebutuhan, keinginan dan lainnya. Ensiklopedia psikologi

mengatakan definisi self disclosure adalah proses pengungkapan seseorang

mengenai kenyataan apa yang terjadi dengan dirinya kepada orang lain yang

memberikan proses pertumbuhan bagi sebuah hubungan (Scientific, 2017).

Self disclosure juga dipandang sebagai keterampilan seseorang dalam

mengungkapkan jati dirinya kepada orang lain. Self disclosure juga memegang

peranan penting dalam pertumbuhan suatu hubungan. Dalam proses

penyampaianya, self disclosure dilakukan secara sukarela oleh orang perorangan

atau individu untuk memberikan informasi khususnya yang bersifat kepada

pribadi yang ditujukan kepada orang lain. Informasi tersebut dapat berupa

deskriptif, evaluative dan eksplisit. Apabila deskriptif, maka informasi yang

disampaikan merupakan informasi yang sifatnya rahasia sehingga belum pernah


disampaikan sebelumnya kepada orang lain. Informasi yang bersifat evaluasi lebih

memberikan penjelasan mengenai perasaan suatu individu kepada individu

lainnya. Misalnya perasaan senang, bahagia, marah dan kecewa diungkapkan

dalam komunikasi ini sedangkan informasi yang bersifat ekslusif artinya sangat

rahasia sehingga orang lain tidak boleh mengetahui hal ini.

Platform ica – ica di telegram merupakan suatu bot yang memungkinkan

penggunanya untuk menemukan game, bermain game atau chat dengan pengguna

secara random dan tentunya anonimous. Berbagai macam game tersedia dalam

platform ini termasuk family 100, tebak lagu, dan lain – lain. Self disclosure pada

platform ica – ica terjadi ketika terjadi tindakan untuk mengungkapkan

perasaanya dengan cara menuliskan perasaanya atau mengenai dirinya dalam

bentuk tulisan. Berbagai macam hal dapat dibicarakan dalam platform ini

termasuk hal intim dan khusus. Pengguna ica – ica di telegram sendiri rata – rata

berasal dari kalangan remaja hingga dewasa. Self disclosure pada rentang usia

tersebut umumnya dilakukan dengan upaya untuk mengekspresikan dirinya serta

dapat mengurangi stress. Umumnya, yang dilakukan pada media social ica – ica di

telegram terjadi proses self disclosure saat pengguna melakukan chat random

dengan identitas anonymous menggunakan fitur yang bernama cari jodoh

(Sabarrudin, 2019)

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik mengambil penelitian

dengan judul “Self Disclosure Pengguna Ica – Ica”. Penelitian ini akan

menggunakan pendekatatan kualitatif guna melihat dan meneliti lebih lanjut

mengenai fenomena ini.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan atas

rumusan masalah sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana pengaruh self disclosure pada pengguna Ica – Ica Bot

Telegram?

1.2.2 Apa saja dimensi self disclosure pada pengguna Ica – Ica Bot Telegram?

1.2.3 Bagaimana efek self disclosure pada pengguna Ica – Ica Bot Telegram?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka dapat diambil

kesimpulan tujuan penelitianya yaitu :

1.3.1 Mengetahui pengaruh self disclosure pada pengguna Ica – Ica Bot

Telegram

1.3.2 Mengetahui dimensi self disclosure pada pengguna Ica – Ica Bot Telegram

1.3.3 Mengetahui efek self disclosure pada pengguna Ica – Ica Bot Telegram

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini memiliki kegunaan atau manfaat, diantaranya

adalah sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoritis diharapkan hasil dari penelitian ini dapat

mengembangkan, memperkaya dan menjadi sumbangsih bagi ilmu


pengetahuan khususnya pada bidang komunikasi mengenai self disclosure

pada pengguna Ica – Ica Bot Telegram sehingga dapat bermanfaat bagi

bidang keilmuan terkait

2. Manfaat secara praktis maka diharapkan dapat menjadi ilmu pengetahuan

masyarakat secara umum pada media komunikasi pengguna Ica – Ica Bot

Telegram

3. Manfaat secara akademisi berarti penelitian ini dapat menjadi sumbangan

ilmu pengetahuan bagi kalangan akadimisi univesitas serta menjadi bahan

masukan, rekomendasi dan kontribusi bagi peneliti selanjutnya yang ingin

mengangkat penelitian serupa.

REFERENSI

Amelisa, M. (2018). Model Konseling Self-Disclosure. Jurnal Bimbingan


Konseling Dan Dakwah Islam, 15(1), 57–67.

Gamayanti, W., Mahardianisa, M., & Syafei, I. (2018). Self Disclosure dan
Tingkat Stres pada Mahasiswa yang sedang Mengerjakan Skripsi.
Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi, 5(1), 115–130.
https://doi.org/10.15575/psy.v5i1.2282

Ningsih, W. (2015). Self Disclosure Pada Media Sosial ( Studi Deskriptif Pada
Media Sosial Anonim LegaTalk ). Skripsi Program Studi Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sultas Ageng Tirtayasa,
224.

Prawesti, F. S., & Dewi, D. K. (2016). Self Esteem dan Self Disclosure Pada
Mahasiswa Psikologi Pengguna Blackberry Messenger. Jurnal Psikologi
Teori Dan Terapan, 7(1), 1. https://doi.org/10.26740/jptt.v7n1.p1-8
Putu, N., Manu, C., Ayu, I. D., Joni, S., Luh, N., Purnawan, R., & Mateen, J.
(2017). Self disclosure pengguna aplikasi kencan online (Studi pada Tinder).
Universitas Udayana, 1(1), 1–9.

Runtu, V. C. (2017). Hubungan antara Self-Disclosure Melalui Media Sosial dan


Emotion Focus Coping pada Wanita Usia Dewasa Awal. Psychopreneur
Journal, 1(2), 94–105.

Sabarrudin. (2019). Self-disclosure pada mahasiswa pengguna instagram ( studi


kasus mahasiswa politeknik pertanian negeri pangkep ). Journal of
Communication Sciences (JCoS), 1(2), 111–120.

Scientific, P. (2017). Keterbukaan diri. Bandung : Angkasa

Anda mungkin juga menyukai