Anda di halaman 1dari 54

HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN SELF DISCLOSURE

PADA DEWASA AWAL PENGGUNA MEDIA SOSIAL TIKTOK DI


KOTA PEKANBARU

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Akademis Guna Menyelesaikan


Jenjang Pendidikan Sarjana Satu (S1) Pada Fakultas Psikologi
Universitas Islam Riau

Oleh :
MEILISA PUTRI FIJAI
198110004

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fase dewasa awal berupa tantangan yang penuh perubahan dan

adanya perbedaan dengan tantangan hidup sebelumnya bagi individu.

Menghadapi dunia sosial, menjalin komunikasi dan hubungan intim dengan

orang lain merupakan bentuk tugas perkembangan dewasa awal, karena

ketika seorang individu gagal, maka kemungkinan akan munculnya

perasaan terasing, putus asa dan rasa terkucilkan. Masa ini disebut sebagai

masa ketergantungan hidup dengan individu lain dan terjadinya perubahan

nilai, sebab adanya keinginan untuk diterima oleh kelompok sosial (Putri,

2018).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat dewasa

awal tidak hanya berinteraksi secara langsung saja, akan tetapi sudah

menggunakan internet sebagai sarana komunikasi, sumber mencari

informasi, bahkan hiburan. Sebagai makhluk sosial, manusia butuh untuk

interaksi atau berkomunikasi baik itu di dunia maya sekalipun

(Rahmadhani, 2022). Hal ini sejalan dengan data We Are Social (2023)

bahwa sekitar 167 juta orang atau 60,4% dari total penduduk Indonesia aktif

menggunakan media sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan

internet dan media sosial tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat.

1
2

TikTok adalah platform media sosial yang kini menjadi populer

diberbagai kalangan masyarakat. Aplikasi pembuat video singkat berdurasi

15 detik hingga 10 menit ini sudah mencapai jutaan pengguna dari seluruh

dunia (Massie, 2020). Pengguna TikTok di Indonesia berdasarkan data We

Are Social, 2023 (DataIndonesia.id) pada Januari tercatat mencapai 109,90

juta pengguna dengan mayoritas pengguna wanita berusia sekitar 18-24

tahun dengan persentase 25% dan laki-laki 17,9%. Sedangkan yang berusia

25-34 tahun sekitar 17,65 pengguna wanita dan 13,6% pria menggunakan

platform ini.

Dalam kelompok sosial tentu akan membentuk suatu sekat-sekat

sosial budaya yang membagi masyarakat dimana adanya konsep “kami” dan

“kita” karena banyaknya perbedaan diantara masing-masing identitas baik

dari sisi agama, budaya, dan nilai-nilai yang tidak dapat diterima oleh satu

sama lain. Sehingga keberadaan media sosial TikTok yang sudah menjadi

paltform populer ini tidak memandangnya begitu saja, nyatanya TikTok


3

mampu menghilangkan segala perbedaan yang ada dan diterima secara luas

oleh semua kalangan. Kita dapat melihat berbagai negara dan tanpa

memandang agama, yang tidak segan-segan dalam mengekspresikan dirinya

(Fauziah, 2021).

Aktivitas membuat berbagai macam konten memungkinkan untuk

terjadinya proses seseorang melakukan keterbukaan diri melalui media

sosial. Konten menghadirkan pengguna dalam menampilkan kehidupan

pribadinya membuat TikTok semakin dikenal. Self disclosure menurut

Ampong (dalam Soputan, 2021) terutama melalui media sosial, meskipun

informasi pribadi juga dapat dilihat atau digunakan oleh orang lain yang

tidak dikenal. Data pribadi ditransfer ke media sosial dalam bentuk teks,

foto, dan video.

Berdasarkan fenomena yang ditemukan di media sosial TikTok,

dimana pengguna cenderung membuat konten berisi tentang curahan hati

berupa kata-kata dengan iringan musik, keluhan mengenai kondisi

lingkungan sosial yang sedang dijalani, motivasi untuk menyemangati diri

sendiri, berbagi edukasi terkait kesehatan mental, memberikan pendapat

atau pikiran terkait isu yang sedang ramai, hingga membagikan kegiatan

sehari-harinya. Temuan penelitian yang dilakukan Mahardika & Farida

(2019) menunjukkan bahwa tujuan seseorang melakukan keterbukaan diri di

media sosial yaitu sekiranya tempat untuk mencurahkan isi hati, mencari

relasi, ketenaran, mendapatkan edukasi atau pembelajaran, dan sebagainya.


4

Hasil prasurvey yang telah dilakukan dengan membagikan kuesioner

terhadap 30 orang yang berusia dewasa awal pengguna TikTok di Kota

Pekanbaru, menunjukkan bahwa 21 dari 30 responden mengalami perasaan

sulit untuk terbuka tentang perasaan ke orang sekitar hal ini disebabkan

karena adanya ketakutan akan dihakimi mengenai permasalahannya. Mereka

akan lebih leluasa membagikan perasaannya melalui media sosial yang

mana tentu diluar sana masih banyak individu yang merasakan hal sama

seperti yang dirasakannya. 25 diantaranya juga sering merasa sendirian

ketika berada di tengah keramaian. 30 responden mengaku pernah

melakukan aktivitas membagikan informasi terkait dirinya di media sosial

TikTok seperti membuat konten kreativitas, hobi, aktivitas sehari-harinya,

hingga mengutarakan perasaanya melalui quotes.

Berdasarkan fenomena yang terlihat di media sosial TikTok, konten

yang paling sering individu bagikan yaitu berupa kreativitas, hobi, dan kata-

kata mutiara yang sesuai dengan keadaannya. Menurut Mulawarman &

Nurfitri (2017) sepertinya tidak ada batasan atau kerahasiaan yang bisa

disembunyikan di dunia ini. Media sosial memungkinkan kita mengetahui

aktivitas orang-orang yang tidak kita kenal, belum pernah bertatap muka,

atau bahkan belum pernah berinteraksi di luar jaringan.

Self disclosure yang dilakukan seseorang dapat bertujuan untuk

individu lebih mengenali identitasnya, menghadapi segala tantangan dalam

menjalankan kehidupan bermasyarakat, dan masih banyak lagi rahasia yang

akan terungkap (Gainau, 2009). Menurut Johnson (dalam Setiawan, 2019)


5

self disclosure yaitu memberikan informasi yang relevan atau berguna

mengenai masa lalu dan reaksi seseorang terhadap sesuatu yang mereka

hadapi untuk memahami kondisi mereka saat ini (Rachdian & Azis, 2021).

Kurang mampu dalam menjalin hubungan dekat, tidak mempunyai

banyak teman, merasa frustasi dan kurang puas dengan sebuah hubungan,

malas bersosialisasi dan menurunnya intensitas suatu pertemanan

merupakan bentuk manifestasi dari pengalaman kesepian (Fikrie et al.,

2021). Kesepian merupakan adanya perasaan kurang puas sehingga

menimbulkan ketidakcocokan antara interaksi sosial yang dijalani dan

interaksi sosial yang diharapkan individu dan sebuah perasaan kehilangan

Brehm (dalam Haliza & Kurniawan, 2021). Menurut Cosan (dalam Marisa

& Afriyeni, 2019) bahwa cepat merasa bosan, merasa tidak diinginkan, sulit

menjalin komunikasi dengan orang lain, menarik diri, dan tidak mampu

menyelesaikan masalah yang dihadapi merupakan beberapa dampak negatif

dari kesepian.

Pada kalangan usia dewasa awal, individu rentan mengalami

kesepian. Terbiasanya seorang individu sejak kecil menjalani kehidupan

sosialnya secara berkelompok, akan cenderung merasa kesepian setiap saat

dipisahkan dari kelompoknya Hurlock (dalam Hafas, 2022). Persoalan

kesepian terjadi karena individu yang memasuki dewasa awal harus

berhadapan dengan harapan dari tahap sebelumnya yaitu masa remaja untuk

menjadi dewasa seperti tuntutan pekerjaan atau karir dan terkait masalah

finansial (Amru & Ambarini, 2021). Hal ini serupa dengan penelitian yang
6

dilakukan Haliza & Kurniawan (2021) menemukan sebagian besar dewasa

awal mengalami kesepian sehingga memilih untuk menggunakan aplikasi

dating online untuk mendapatkan pasangan agar dapat mengungkapkan

dirinya, mengekspresikan perasaan atau pikirannya, serta berbagi keluh

kesah kepada pasangannya.

Hasil penelitian Akbar & Abdullah (2021) menyatakan bahwasanya

terdapat hubungan antara perasaan kesepian dengan self disclosure yang

dilakukan para pengguna media sosial. Seseorang yang kesepian terkadang

mencari tempat untuk menceritakan kehidupan mereka di media sosial

karena tidak memiliki kenalan terdekat yang dapat berinteraksi secara

langsung. Cara ini digunakan untuk mencegah perasaan terasing karena jika

konten yang diunggah akan diterima dengan baik dan mendapatkan

dukungan, maka individu akan merasa kebutuhan sosialnya telah tepenuhi.

Berdasarkan berbagai fenomena yang telah dipaparkan, maka

menarik minat penulis untuk mengangkat permasalahan tersebut menjadi

sebuah penelitian yang berjudul “Hubungan antara Kesepian dengan Self

Disclosure pada Dewasa Awal Pengguna Media Sosial TikTok di Kota

Pekanbaru”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas,

sehingga diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah

terdapat Hubungan antara Kesepian dengan Self Disclosure pada Dewasa

Awal Pengguna Media Sosial TikTok di Kota Pekanbaru?


7

1.3 Tujuan Penelitian

Berkenaan dengan rumusan masalah, dapat diperoleh tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan antara Kesepian dengan

Self Disclosure pada Dewasa Awal Pengguna Media Sosial TikTok di Kota

Pekanbaru.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka hasil penelitian ini

diharapkan mempunyai manfaat untuk kedepannya. Berikut adalah manfaat

yang diperoleh dalam penelitian ini :

1. Secara teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini bisa memperkaya pengetahuan dalam

mendukung pengembangan ilmu psikologi, khususnya mengenai kesepian

dan self disclosure. Kemudian agar dapat menjadi masukan bagi peneliti

lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.

2. Secara praktis

Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan pengetahuan,

wawasan, pemahaman diri, dan acuan bagi peneliti. Bagi pengguna media

sosial TikTok penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terkait

penggunaan media sosial TikTok dalam mengurangi serta mengatasi

kesepian dan self disclosure yang dialami, serta dampak positif dan negatif

dari kesepian dan self disclosure yang dialami dewasa awal.


BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Self-Disclosure

2.1.1 Definisi Self-Disclosure

Self disclosure merupakan kegiatan dimana seseorang mencurahkan

kepada orang lain beberapa fakta pribadi dirinya yang belum diketahui oleh

individu lain. Saat individu melakukan pengungkapan diri sebagai akibat

dari tuntutan yang menyebabkan mereka rendah diri, dan dengan melakukan

pengungkapan diri dapat mengembangkan kepercayaan diri yang lebih pada

individu tersebut Hargie (dalam Mailanda, 2022).

Menurut Goldenson (dalam Binta Mu’tiya, 2017) self disclosure

merupakan kemauan baik secara intensi maupun verbal mengungkapkan

perasaan seseorang, pikiran, kesan, pengalaman, fakta, pola pandang, nilai,

metode pekerjaan. Sedangkan menurut Mansur self disclosure yaitu bentuk

suatu komunikasi dengan menyalurkan informasi diri individu kepada orang

lain atau sekelompok orang. Menurut Lumsden (dalam Septiani et al., 2019)

self disclosure atau pengungkapan diri dapat berguna bagi individu dalam

berinteraksi dengan orang lain, membangun hubungan lebih akrab dan

meningkatkan kepercayaan diri.

Pengungkapan diri menurut Morton (dalam Anggraeni & Zulfiana,

2018) dapat bersifat deskriptif maupun evaluatif. Pengungkapan diri

deskriptif merupakan penjelasan individu mengenai berbagai fakta yang

belum diketahui individu lain, kemudian pengungkapan diri evaluatif

8
9

merupakan pandangan atau perasaan pribadi individu terhadap suatu hal

baik secara positif maupun negatif.

Berdasarkan paparan tersebut, maka diperoleh kesimpulan bahwa

self disclosure merupakan suatu aktivitas keterbukaan diri individu

mengenai dirinya berupa informasi yang belum diketahui sebelumnya, pola

pandang, pikiran, perasaan, kondisi diri individu, hobi maupun keinginan

diri kepada orang lain dapat bersifat deskriptif maupun evaluatif.

2.1.2 Aspek-aspek Self-Disclosure

Terdapat 6 aspek pada self disclosure menurut Hargie (dalam Yana,

2023) yaitu :

1. Valance, merupakan cara individu melakukan keterbukaan diri yang

sesuai dengan kenyataan maupun tidak terhadap orang lain. Valance

positif umumnya memuat informasi terkait perkembangan hubungan

yang baik tentang dirinya. Sedangkan valance negatif memuat

penjelasan informasi tentang perkembangan hubungan yang

mencakup aspek negatif dalam dirinya.

2. Informativeness, yang mana Breath yaitu seberapa sering individu

melakukan keterbukaan diri. Depth yaitu informasi yang

diungkapkan menunjukkan seberapa akrab seseorang dengan orang

yang menanggapinya. Duration yaitu berapa lama waktu untuk

informasi diberikan.

3. Appropriateness, yaitu seseorang juga harus mempertimbangkan

banyak faktor yang berkaitan dengan kedudukan dirinya di


10

lingkungan sosial yang akan disampaikan kepada orang lain.

Maksud kedudukan yang disampaikan biasanya mencakup hal atau

fakta yang sering disampaikan seseorang dengan kedudukan yang

sama.

4. Flexibility, merupakan kemampuan seseorang dalam membuat

berbagai cara terkait sesuatu hal berupa pesan yang akan dibahas di

platform media sosial. Seseorang yang fleksibel dapat memberikan

informasi yang lebih baik kepada orang lain, sedangkan orang yang

memiliki fleksibilitas rendah akan mengungkapkan diri mereka

tanpa mempertimbangkan lingkungannya.

5. Accessibility, adalah cara individu dalam mengungkapkan diri.

Setiap individu dapat melakukan self disclosure secara terbuka,

sedangkan individu lainnya mengungkapkan diri mereka secara

pribadi tergantung lingkungan sekitar, serta kepribadian yang

dimiliki.

6. Honestly, adalah mengungkapkan informasi diri secara jujur. Ada

beberapa orang yang menahan diri untuk tidak menceritakan diri

mereka sendiri karena ingin menjaga nama baik mereka,

menghindari konflik dan meningkatkan komunikasi mereka, serta

ingin melindungi orang lain. Ini adalah komponen paling penting

dalam menjaga hubungan yang harmonis.

Berdasarkan uraian yang telah disajikan, maka self disclosure

memiliki beberapa aspek, yaitu valance, informativeness, appropriateness,

flexibility, accessibility, dan honestly.


11

2.1.3 Faktor-faktor Self Disclosure

Berikut beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi self disclosure

menurut Devito, 2018 (dalam Yana, 2023), diantaranya yaitu :

1. Besar kelompok, yaitu self disclosure kebanyakan dilakukan pada

skala kecil daripada anggota skala besar. Anggota yang terdiri dari

dua orang yaitu satu orang pendengar dan satu orang lainnya sebagai

yang melakukan self disclosure dalam skala kecil. Banyaknya self

disclosure dilakukan oleh skala kecil karena dengan satu pendengar

lebih dapat memahami pihak yang melakukan self disclosure.

2. Perasaan menyukai, yaitu ketika melakukan self disclosure

umumnya individu lebih memilih dengan orang yang mereka

senangi dibandingkan dengan tidak disenanginya.

3. Efek Dyadic, yaitu seseorang mengungkapkan diri jika orang lain

juga mengungkapkan diri. Faktor ini seringkali membuat seseorang

merasa lebih aman dan juga memperkuat perilaku pengungkapan diri

seseorang. Hal ini muncul ketika seseorang melakukan

pengungkapan diri dan mendapat respon dari orang lain.

4. Kompetensi, dimana individu yang kompeten atau berpengalaman

umumnya mengungkapkan diri lebih banyak daripada individu yang

kurang kompeten atau tidak berpengalaman.

5. Kepribadian, yaitu orang yang mudah bergaul dan mudah

beradaptasi, lebih banyak membuka diri daripada orang yang takut

berbicara, dan seringkali kurang membuka diri daripada orang yang

merasa nyaman berkomunikasi.


12

6. Topik, yaitu individu sering lebih suka pengungkapan diri pada

beberapa topik daripada yang lain. Seperti pekerjaan, aktivitas

sehari-hari, dan hobi, selain topik yang cukup sensitif seperti seks

yang dialami dan finansial. Kebanyakan individu lebih memilih

membagikan informasi yang baik daripada informasi yang buruk.

7. Jenis kelamin, yaitu baik perempuan dan laki-laki dapat melakukan

pengungkapan diri. Di dalam beberapa penelitian perempuan lebih

sering melakukan self disclosure dibandingkan laki-laki.

8. Self Esteem, faktor yang dapat membuat seseorang membuka diri.

Harga diri negatif muncul karena kecenderungan untuk

membutuhkan dukungan penuh dari orang lain atau teman untuk

merasa lebih berharga, tetapi mereka merasa sulit untuk berinteraksi

secara sosial dengan orang lain.

9. Kesepian, terjadinya pengungkapan diri juga disebabkan oleh

kesepian. Kesepian berpengaruh kuat terhadap keterbukaan diri,

yang berarti orang yang mengalami kesepian lebih cenderung

mengutarakan informasi tentang dirinya.

Berdasarkan paparan diatas, diperoleh bahwa faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi self disclosure yaitu besaran kelompok, perasaan

menyukai, efek dyadic, kompetensi, kepribadian, topik, jenis kelamin, self

esteem, dan kesepian.


13

2.2 Kesepian

2.2.1 Definisi Kesepian

Kesepian didefinisikan adanya karakter dinamis pada individu yang

berasal dari sistem psikofisik (suatu sistem yang saling terkait) yang

mengatur pikiran dan berperilaku pada individu, adanya depresi, kebutuhan

individu dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan sekitar. Orang

yang kesepian akan mundur dari lingkungan sosialnya dan beranggapan

bahwa dirinya memiliki banyak masalah, akibatnya menimbulkan rasa

cemas dan keterasingan dari masyarakat (Mailanda, 2022).

Kesepian tidak ditentukan dari jumlah hubungan, tetapi bagaimana

kualitas emosional hubungan individu dengan orang lain. jika orang dewasa

tidak memiliki hubungan emosional dan tidak menerima validasi dan

persetujuan dari orang-orang terdekatnya, hal itu dapat berkontribusi pada

terciptanya perasaan kesepian (Pijar Psikologi, 2022). Menurut Wickens et

al (dalam Hafas, 2022) tingkat individu merasa sendirian, tidak dicintai oleh

orang disekitarnya, hampa, dan merasa tidak memiliki keintiman dengan

orang terdekatnya yang dapat dipercaya untuk menemaninya dalam situasi

bahagia atau tertekan, yaitu bentuk dari individu yang sedang mengalami

kesepian.

Sampao (dalam Rahmadhani, 2022) menyatakan kesepian yaitu

perasaan terasing akibat merasa adanya perbedaan antara dirinya dengan

orang lain, tersingkir dari kelompok sosial, merasa dilupakan oleh orang-

orang disekitar, terasing dilingkungannya dan tidak memiliki seseorang


14

yang dapat berbagi perasaan maupun pengalaman. Adanya persepsi yang

kurang baik terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungannya, merasa

pesimis, yang mana mereka memiliki self esteem yang rendah, kurangnya

perlindungan maupun dukungan, dibenci, dan merasa diremehkan, bahkan

memiliki kelemahan keterampilan sosial merupakan bentuk individu yang

mengalami kesepian menurut (Herlambang, 2018).

Berlandaskan paparan tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa

kesepian merupakan kondisi atau keadaan individu ketika merasa

terasingkan oleh kelompok sosial, tidak memiliki seseorang yang akrab

secara emosional, dan tidak memiliki orang yang dapat dipercaya untuk

membangun hubungan dekat.

2.2.2 Aspek-aspek Kesepian

Menurut Russell (dalam Hafas, 2022) terdapat tiga aspek-aspek

kesepian, antara lain :

1. Traits Loneliness, perasaan kesepian yang muncul disebabkan oleh

kepribadian seseorang. Kepribadian yang dimaksud yaitu ketakutan

terhadap orang asing dan kurangnya kepercayaan.

2. Social Desirability, yaitu ambisi individu untuk membentuk

kehidupan sosial yang disukainya sepanjang hidup. Munculnya

kesepian akibat dari individu tidak memiliki kehidupan sosial yang

sesuai kemauannya di lingkungan mereka.

3. Depression, merupakan kesepian yang dialami individu akibat

gangguan perasaan atau tekanan dalam dirinya, ditandai dengan rasa


15

takut akan kegagalan, sikap serta perasaan tidak berharga, murung,

sedih, dan kurang semangat.

2.2.3 Jenis-jenis Kesepian

Weiss (dalam Ulfah & Nisa, 2019) membedakan kesepian menjadi

dua tipe, yaitu :

1. Emotional loneliness, yang mengacu pada kurangnya kepribadian

yang dekat atau keterikatan emosional yang erat (pasangan atau

teman). Itu terjadi ketika suatu hubungan berakhir dengan kematian

pasangan atau perceraian dan ditandai dengan perasaan hampa,

ditinggalkan, dan sedih yang intens.

2. Social loneliness, yaitu kurangnya kontak dengan kelompok besar

atau keterikatan pada jejaring sosial (teman, kolega, dan orang-orang

di lingkungan).

2.3 Dewasa Awal

fase dewasa awal merupakan transisi dari fase remaja menuju fase

dewasa. Transisi dari tahap ketergantungan ke tahap kemandirian dalam hal

ekonomi, pandangan masa depan lebih realistis, dan kebebasan menentukan

diri. fase dewasa awal merupakan masa menemukan, pemantapan, dan masa

reproduktif, ketegangan emosional dan fase masalah, masa isolasi sosial,

masa komitmen dan perubahan nilai-nilai, masa ketergantungan, tahap

kreativitas dan beradaptasi dengan cara hidup baru (dalam Putri, 2018).

Menurut Santrock (dalam Siregar et al., 2022) masa dewasa awal adalah

transisi dari remaja ke dewasa yang ditandai dengan perubahan yang


16

konstan dan fase dewasa awal ini dimulai pada usia 18 tahun sampai 25

tahun.

Turner et al., (dalam Dariyo, n.d.) Kapasitas kognitif orang dewasa

muda dikenal sebagai masa operasional formal, bahkan kadang-kadang

disebut masa post-operasi formal. Sehingga pada usia dewasa muda dapat

memecahkan masalah yang kompleks dengan kapasitas berpikir abstrak,

logis, dan rasional.

Hurlock dalam (Wardani & Septiningsih, 2016) mengatakan bahwa

memiliki pekerjaan, mencari teman, memahami kehidupan berumah tangga,

membangun sebuah keluarga, merawat dan mendidik anak, mengelola

rumah tangga, dan menerima tanggung jawab sebagai warga negara serta

anggota masyarakat adalah semua tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh

orang dewasa awal. Sedangkan menurut Erikson (Agusdwitanti et al., 2020)

tugas perkembangan dewasa awal untuk membangun hubungan intim

melibatkan krisis intimacy vs isolation. Pada fase ini, seseorang berusaha

mencapai keintiman yang dapat diwujudkan melalui hubungan dengan

orang lain.

Fase dewasa awal merupakan fase ketika individu mengalami krisis

isolasi, dimana mereka terisolasi atau terasing dari lingkungan sosialnya.

Aktivitas sosial terbatas akibat banyaknya tuntutan pekerjaan dan keluarga.

Hubungan dengan teman sebaya maupun rekan kerja akan menjadi

renggang. Keterasingan tersebut ditegaskan dengan adanya semangat

bersaing dan keinginan karirnya untuk berkembang (Maulidya et al., 2018).


17

2.4 Media Sosial TikTok

2.4.1 Media Sosial

Media sosial didefinisikan sebagai seperangkat aplikasi berbasis

internet yang dibangun diatas dasar ideologis dan teknologi Web 2.0, yang

memungkinkan pengguna untuk membuat dan bertukar konten (Aldila

Safitri et al., 2021). Menurut Andlika (2019) media sosial adalah platform

yang memungkinkan pengguna untuk mewakili diri mereka sendiri dengan

berbagi, berinteraksi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan hubungan

sosial secara virtual menggunakan internet.

Menurut Antony MayField (dalam Safitri et al., 2021) mengatakan

bahwa jejaring sosial yaitu media yang memungkinkan penggunanya untuk

mudah bergabung, berbagi dan menciptakan peran, terutama pada blog,

jejaring sosial, wiki/ensiklopedia online, forum virtual, termasuk seluruh

dunia maya.

2.4.2 TikTok

TikTok adalah platform media sosial yang membentuk budaya

populer di Indonesia sejak awal tahun 2020. TikTok dalam pelafalan

bahasa China disebut Douyin yaitu aplikasi berbasis video musik yang pada

awalnya digunakan oleh pengguna untuk hiburan lipsyinc lagu, aplikasi asal

negeri Tiongkok ini dibuat oleh Zhang Yiming melalui perusahaan

ByteDance pada tahun 2016 (Fauziah, 2021).

Pengguna TikTok didorong untuk bebas berimajinasi dan bebas

mengekspresikan emosinya. Itu kemungkinan dapat dibagikan dengan


18

teman atau ke seluruh dunia. Daya tarik lain dari TikTok adalah kreativitas

dalam mengunggah video. Dalam durasi video yang singkat, pengguna

diajak untuk bisa menggunakan kreativitasnya (Kompasiana.com). TikTok

dikenal sebagai platform media sosial yang menyertakan efek khusus unik

dan menarik yang memudahkan pengguna dalam penggunaannya, sehingga

bisa membuat video singkat yang menakjubkan dan bisa diperlihatkan

dengan teman atau pengguna lain. Aplikasi yang menampilkan video

singkat ini memiliki berbagai macam jenis musik, yang memungkinkan

pengguna dapat menunjukkan performa dengan bebas dan mendorong

kreativitas mereka menjadi content creator.

Media sosial TikTok dapat mempersembahkan berbagai macam

informasi yang tidak diketahui sebelumnya dan bisa menjadi media hiburan

bagi pengguna lain dengan menampilkan video lucu dan unik sehingga

video tersebut dapat diunggah di aplikasi lain yang membuat aplikasi

TikTok dikenal oleh berbagai kalangan (Fauziah, 2021). Fitur-fitur yang

diberikan platform TikTok menjadikan penggunanya betah untuk

menggunakan aplikasi ini dalam durasi yang lama. Dan TikTok

menyediakan bermacam-macam konten berupa fakta unik untuk menarik

masyarakat.

Konten yang dipersembahkan pada aplikasi TikTok memberikan

kemudahan pengguna dalam membuatnya, hanya dengan melihat,

menghafal, mencontohnya dapat membuat video secara bebas. Tidak cukup

dengan itu saja, pengguna TikTok kerap memanfaatkan media sosial ini

sebagai tempat untuk melampiaskan perasaan, emosi, isi hati, atau masalah
19

pribadi lainnya. Namun, pengungkapan diri yang berlebihan dan kurangnya

kontrol di media sosial dapat menimbulkan kerugian bagi pengguna.

Indikator platform TikTok ada dua yaitu memberikan dampak positif

atau negatif bagi pengguna. Namun, TikTok juga dapat memunculkan

kreativitas untuk setiap pengguna menurut Khairuni (dalam Suhardiman &

Kamaluddin, 2022). Mulyana menyatakan bahwa pengguna TikTok

memiliki dua faktor penting di dalamnya yaitu faktor internal dan eksternal:

1. Faktor internal, yaitu faktor yang memang ada dalam diri setiap

orang, misalnya perasaan. Perasaan adalah keadaan mental atau

peristiwa yang berhubungan dengan jiwa, selalu dialami oleh orang

yang berbeda perasaan (seperti kebahagiaan atau kesedihan) dan

sangat subjektif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perasaan salah

satu faktor yang dapat mendorong seseorang memanfaatkan aplikasi

ini.

2. Faktor eksternal, dengan menggunakan aplikasi ini, setiap orang

memperoleh informasi dari beragam konten. Konten informasi telah

menjadi dasar penggunaan media sosial. Secara khusus, dalam

aplikasi ini pengguna dapat membuat representasi identitas mereka,

menghasilkan konten dan berinteraksi dengan informasi dalam

beragam bentuk. Oleh karena itu, informasi sangat penting selama

menggunakan aplikasi ini Deriyanto (dalam Suhardiman &

kamaluddin, 2022).

Berdasarkan paparan yang disajikan diatas, diperoleh bahwa aplikasi

TikTok adalah aplikasi yang sedang populer dan banyak digandrungi


20

masyarakat Indonesia. Platform ini berfungsi untuk menyalurkan karya-

karya, membagikan informasi pribadi maupun fakta yang belum terungkap

sebelumnya, media curhat, hiburan, bahkan sebagai media edukasi bagi

penggunanya. Platform TikTok memiliki dampak positif maupun negatif

tergantung bagaimana individu dapat bertanggung jawab dalam

menggunakannya.

2.5 Hubungan antara Kesepian dengan Self Disclosure pada Dewasa

Awal Pengguna Media Sosial TikTok

Fenomena yang muncul seiring populernya penggunaan platform

media sosial TikTok diantaranya yaitu Self disclosure, yang dapat diartikan

sebagai cara seseorang secara verbal atau non-verbal berkomunikasi dengan

orang lain terkait beberapa informasi pribadi atau fakta yang tidak diketahui

sebelumnya dan saat seseorang melakukan self disclosure dapat disebabkan

dari permasalahan-permasalahan yang dialaminya (Mailanda, 2022).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Assyifa Fauziah (2021)

menunjukkan bahwa penggunaan media sosial TikTok dapat mempengaruhi

perilaku self disclosure. Temuan penelitian ini menjelaskan bahwa

kebebasan yang diberikan platform TikTok kepada penggunanya dapat

memunculkan budaya berbagi informasi pribadi di dunia maya. Keberadaan

media sosial TikTok telah menghilangkan segala perbedaan yang terjadi

disemua kalangan masyarakat dan diterima secara luas, ini dimanfaatkan

sebagai tempat untuk individu melakukan self disclosure.


21

Pada kalangan usia dewasa awal, individu rentan mengalami

kesepian. Self disclosure yang dilakukan individu mengenai kehidupan

sehari-harinya terjadi selain untuk berkomunikasi dan berinteraksi sesama

manusia dilingkungannya, namun juga terjadi melalui sarana perantara yaitu

media sosial (Febriani et al., 2021). Individu yang kerap berselancar di

media sosial selama lebih dari 2 jam setiap harinya memiliki probabilitas

merasa kesepian (Nuraini, 2023). Menurut De Jong-Giervield (dalam

Wardani & Septiningsih, 2016) Tuntutan masyarakat dalam kesuksesan

individu dan peningkatan diri, pentingnya komitmen dalam suatu hubungan,

dan penurunan hubungan dekat adalah beberapa akibat munculnya perasaan

kesepian yang umum terjadi.

Penelitian yang dilakukan Hafas (2022) menjelaskan bahwa pada

fase dewasa awal individu telah memiliki tanggung jawab dan kesibukannya

masing-masing sehingga kurangnya interaksi sosial yang terjadi di

lingkungannya. Salah satu faktor penyebab individu melakukan self

disclosure untuk mengatasi kesepian yang dialami sehingga dapat

menimbulkan dampak positif yang akan diterima individu berupa

kesenangan diri, interaksi sosial melalui jejaring online, perhatian yang

diberikan individu lain, dan untuk melampiaskan segala beban yang

dialaminya.

Kesepian yang timbul pada diri individu terjadi akibat kualitas

hubungan sosial yang rendah dan adanya perasaan tidak puas. Penelitian

yang telah dilakukan oleh Haliza & Kurniawan (2021) orang yang merasa

kesepian mengharapkan adanya kehadiran orang lain untuk berkomunikasi,


22

membentuk hubungan timbal balik secara mendalam dan mencapai

keintiman, namun keinginan itu tidak dapat terpenuhi karena beragam faktor

misalnya rasa malu, kurangnya kepercayaan diri, atau kurangnya orang yang

dapat dipercaya, menyebabkan individu tidak dapat mengekspresikan

perasaannya.

Berdasarkan penelitian Nuraini (2023) menunjukkan adanya

keterkaitan antara self disclosure dengan kesepian terhadap mahasiswa. Self

disclosure diartikan sebagai suatu siklus komunikasi yang sejatinya

diperlukan dalam mencurahkan aspek-aspek diri baik mengenai perasaan,

pemikiran, dan keterbukaan. Sehingga tidak dapat dipungkiri hal tersebut

dipengaruhi oleh intensitas individu menghabiskan waktu di media sosial.

2.6 Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan beberapa penelitian terdahulu yang

telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara kesepian dengan self

disclosure pada dewasa awal pengguna media sosial TikTok di Kota

Pekanbaru. Jika kesepian pada individu dewasa awal tinggi, maka semakin

tinggi self disclosure yang dilakukan di media sosial TikTok di Kota

Pekanbaru. Begitu pula sebaliknya, jika kesepian pada individu rendah,

maka semakin rendah self disclosure yang dilakukan di media sosial

TikTok.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Identifikasi Variabel

Variabel pada hakekatnya adalah sesuatu yang dipilih oleh peneliti

untuk diselidiki guna mengumpulkan data yang dapat ditarik

kesimpulannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan

desain penelitian korelasional. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu

1. Variabel Bebas (X) : Kesepian

2. Variabel Terikat (Y) : Self Disclosure

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Self Disclosure

Self disclosure adalah aktivitas individu yang mana membagikan

informasi terkait diri sendiri berupa pengalaman, pikiran, hobi, perasaan dan

fakta yang telah disimpan sebagai konsumsi pribadi kepada individu lainnya

dan dapat bersifat deskriptif maupun evaluatif, hal ini juga membantu

individu menjalin hubungan yang lebih akrab dengan individu lainnya.

3.2.2 Kesepian

Kesepian adalah kondisi dimana individu mengalami perasaan

terkucilkan dilingkungan sekitarnya, tidak memiliki hubungan terikat secara

intim dengan individu lainnya, dan perasaan kurang puas terhadap

hubungan sosial yang dijalaninya. Kondisi ini tidak hanya diukur


berdasarkan kuantitas hubungan melainkan juga seberapa berkualitasnya

hubungan yang terjalin.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian didefinisikan sebagai sumber utama data penelitian

yang berisi data terkait variabel yang akan diteliti (Azwar, 2012). Subjek

pada penelitian ini merupakan pengguna aktif media sosial TikTok usia

dewasa awal yang berjumlah 200 orang di Kota Pekanbaru.

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya, bidang yang digeneralisasikan meliputi objek atau

subjek dengan kualitas dan karakteristik tertentu (Azwar, 2012). Dalam

penelitian ini populasi yang digunakan yaitu dewasa awal yang

menggunakan media sosial TikTok di Kota Pekanbaru.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel disebut sebagai bagian dari total dan ciri-ciri yang dimiliki

oleh populasi. Menurut Santrock (dalam Siregar et al., 2022) Periode

dewasa awal yaitu peralihan dari remaja ke dewasa yang ditandai dengan

perubahan yang konstan. Sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian

ini adalah dewasa awal usia 18 tahun sampai 25 tahun yang menggunakan

media sosial TikTok di Kota Pekanbaru.

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel disebut sebagai teknik untuk

menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Teknik

pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik accidental


sampling, yaitu teknik ketika subjek yang akan dijadikan sampel secara

kebetulan bertemu dengan peneliti dan dianggap layak menjadi sumber data

maka subjek akan dijadikan sebagai sampel (Janna & Herianto, 2021).

Karena besarnya populasi tidak dapat ditentukan, maka digunakan rumus

Lemeshow untuk menentukan besarnya sampel yaitu 97 responden.

1, 96². 0,5(1−0,5)
n=
0 ,1²
3,8416 .0,5 (0,5)
n=
0 ,1²
0,9604
n=
0 ,1²
n = 96,04 = 97 responden
Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan, diperoleh besar sampel

untuk memudahkan penelitian digenapkan berjumlah 97 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian memiliki tujuan mengungkapkan kebenaran

tentang variabel yang diteliti. Kuesioner merupakan alat pengumpulan data

yang sangat fleksibel dan relatif mudah digunakan. Data yang diperoleh
melalui penggunaan kuesioner merupakan data yang tergolong sebagai data

faktual.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

dengan menggunakan skala psikologi dalam bentuk skala likert (Azwar,

2012) yaitu skala kesepian dan skala self disclosure dimana akan disajikan

daftar pernyataan tertulis yang telah disusun sebelumnya dan kemudian

akan dijawab oleh responden.

Pada penelitian ini memodifikasi skala likert tersebut maksudnya

adalah untuk menyingkirkan kelemahan yang ada pada skala lima tingkat

dengan membuang kategori jawaban netral. Alasannya karena kategori

tersebut mempunyai jawaban yang ganda, ragu-ragu, anatar setuju dan tidak

setuju, kemudian dengan tersedianya jawaban netral maka responden akan

cenderung lebih memilih menjawab netral. Sehingga dengan dihilangkannya

kategori netral maka dapat melihat pendapat responden itu lebih kearah

setuju ataupun tidak setuju.

Penelitian ini menerapkan empat alternatif jawaban yang bisa dipilih

responden yakni SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), STS

(sangat tidak setuju). Setiap jawaban mempunyai skor dengan nilai yang

berbeda, yaitu dimulai dari 1 hingga 4. Adapun skor pada pernyataan

favorable sangat setuju (4), setuju (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju

(1). Sedangkan pernyataan unfavorable adalah sangat tidak setuju (4), setuju

(3), tidak setuju (2), dan setuju (1).


1. Skala Self Disclosure

Skala Self Disclosure yang diaplikasikan pada penelitian ini

merupakan modifikasi dari skala yang disusun oleh (Mailanda, 2022)

berdasarkan konsep aspek dari Hargie (2011) yaitu valence,

infromativeness, appropriateness, flexibility, accessibility, dan honestly.

Dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu SS (sangat setuju), S

(setuju), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju). Penilaian bergerak dari

4 hingga 1 untuk aitem yang favorable dan 1 hingga 4 untuk aitem

unfavorable.

Tabel 3.1
Blue Print Skala Self Disclosure sebelum Try Out
No. Aspek Indikator No. Aitem Total
Favorable Unfavorable
1. Valence a. Informasi positif terkait diri 1, 7, 23, 12 6
sendiri dan hal-hal yang disenangi 24, 32
b. Informasi negatif terkait diri
sendiri dan hal-hal yang tidak
disenangi
2. Informativeness a. Breath : seberapa banyak 2, 13, 14, 22, 25, 8
informasi terkait dirinya 15, 27 30
dilakukan.
b. Depth : seberapa dalam informasi
mengenai dirinya diberikan.
c. Duration : membutuhkan waktu
yang berapa lama dalam
pengungkapan diri.
3. Appropriateness a. Memberikan informasi diri 3, 8, 31 33, 34 5
mengenai status sosial yang yang
rendah kepada individu lain.
b. Memberikan informasi diri
mengenai status sosial yang setara
kepada individu lain.
4. Flexibility Kontrol individu atas informasi 4, 16, 17, 9, 21 7
yang diungkapkan 26, 29
5. Accessibility Mampu memberikan informasi diri 5, 11, 18, 35 19 5
dengan mudah
6. Honestly Memberikan informasi diri atau 10, 20, 28 6 4
pengungkapan diri dengan jujur
Jumlah 35
2. Skala Kesepian

Skala kesepian yang diaplikasikan pada penelitian ini adalah

modifikasi dari skala yang disusun oleh Elvira Ningsih (2017) berpedoman

pada aspek-aspek menurut Russell (1996) yaitu Trait, social desirability,

dan depression. Pada alternatif jawaban, peneliti menggunakan empat

alternatif jawaban yaitu STS (sangat tidak setuju), TS (tidak setuju), S

(setuju), dan SS (sangat setuju). Pernyataan untuk aitem favorable diberikan

skor 4 untuk jawaban sangat setuju dan skor 1 untuk jawaban sangat tidak

setuju, sedangkan pernyataan unfavorable diberi skor sebaliknya 1 untuk

sangat setuju dan 4 untuk sangat tidak setuju.

Tabel 3.2
Blue Print Skala Kesepian sebelum Try Out
No. Aspek Indikator Nomor Aitem Total
Favorable Unfavorable
1. Trait / Kepribadian atau sifat 1, 7, 11, 16, 6, 17 10
Personality individu yang sering 18, 19, 20,
menyebabkan terjadinya 23
kesepian.
2. Social Keinginan individu 8, 15, 22 2, 12, 13, 21, 8
Desirability terhadap kehidupan 22
sosialnya yang ideal.
3. Depression Adanya tekanan yang 3, 4, 9, 10, 14 7
Loneliness dirasakan individu 24, 25
sehingga menyebabkan
depresi.
Jumlah 25
3.5 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

3.5.1 Uji validitas

Uji validitas menunjukkan suatu alat ukur mampu mengukur apa

yang ingin diukur (Siregar, 2017). Menurut (Janna & Herianto, 2021) uji

validitas bertujuan untuk menentukan validitas alat ukur. Dalam hal ini,

pernyataan-pernyataan yang ada dalam kuesioner adalah alat ukur yang

dimaksud. Validnya sebuah kuesioner hanya jika pernyataan tersebut dapat

mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner. Tujuan uji validitas ini

adalah untuk mengeliminasi pernyataan-pernyataan pada instrumen self

disclosure dan kesepian yang dianggap tidak valid untuk digunakan.

Validitas yang diaplikasikan pada penelitian ini adalah validitas isi,

yang mana berhubungan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi

(konsep) aitem yang harus diukur. Sehingga suatu alat ukur dapat

mengungkapkan isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur (Siregar,

2017). Dalam penelitian ini skala self disclosure dan kesepian dinilai dengan

adjustment professional oleh Bapak Yanwar Arief, M.Psi., Psikolog.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas bermanfaat dalam mengetahui sejauh mana hasil

pengukuran tetap konsisten (Siregar, 2017). Berdasarkan Notoatmodjo

(dalam Janna & Herianto, 2021) menunjukkan tingkat kepercayaan atau

ketergantungan pada alat ukur. Alat ukur dikatakan reliabel apabila

menunjukkan hasil yang sama setelah dilakukan pengukuran berulang kali,

keandalan berkaitan dengan stabilitas atau konsistensi data. Reliabilitas

berkaitan dengan kestabilan atau konsistensi data. Pengujian reliabilitas


dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang diaplikasikan bersifat

reliabel, berupa angket self disclosure dan kesepian. Suatu variabel dapat

dikatakan reliabel apabila memiliki Alpha Cronbach > 0,70 (Syamsuryadin

& Wahyuniati, 2017). Dalam mengukur reliabilitas penelitian, peneliti

menggunakan bantuan IBM SPSS 22.0 for windows.

Sebelum melakukan pengujian koefisien reliabilitas, peneliti

melakukan prosedur seleksi aitem dimana peneliti memilih aitem

berdasarkan nilai daya diskriminasi aitem (rᵢₓ) ≥ 0,25. Aitem-aitem yang

memiliki nilai (rᵢₓ) < 0,25 akan dieleminasi. Hal ini bertujuan untuk menguji

nilai reliabilitas skala. Perhitungan koefisien reliabilitas hanya dilakukan

setelah semua aitem memiliki nilai (rᵢₓ) ≥ 0,25. Adapun formula yang

digunakan untuk menguji reliabilitas adalah formula Cronbach’s Alpha.

3.6 Prosedur Uji Coba

3.6.1 Persiapan Uji Coba

Sebelum melanjutkan pada tahap penelitian, peneliti melakukan try

out skala pada alat ukur yang akan diaplikasikan. Jika kelayakan skala

berhasil, metodologi kuantitatif dapat digunakan. Menguji alat ukur

bertujuan untuk menemukan alat ukur yang reliabel dan valid yaitu skala

kesepian dan self disclosure. Skala kesepian dan self disclosure diuji coba

guna mencari daya beda aitem serta reabilitas. Reabilitas skala menguji

konsisten tidaknya hasil yang didapatkan. Pada skala yang terdiri dari

banyak aitem lebih dapat diandalkan daripada yang terdiri dari lebih sedikit

aitem. (Azwar, 2012).


3.6.2 Pelaksanaan Uji Coba

Peneliti menganalisis percobaan pada skala yang akan digunakan

untuk penelitian apakah skala tersebut reliabel dan valid untuk diterapkan

dalam penelitian ini. Berlandaskan aspek-aspek yang akan diteliti, peneliti

mencocokkan aitem atau indikator tersebut. Try out dilaksanakan sekitar

tanggal 08 Mei 2023 hingga terpenuhinya target responden yang dibutuhkan

dan dilaksanakan dengan menjumpai responden secara langsung serta sesuai

dengan karakteristik yang telah ditentukan. Try out skala ini dilakukan

dengan responden sebanyak 60 usia dewasa awal yang ada di Kota

Pekanbaru.

3.6.3 Hasil Uji Coba

1. Skala Self Disclosure

Uji coba pada skala ini yang memiliki total 35 aitem, terdapat 8

aitem gugur yaitu nomor 6, 9, 17, 21, 22, 26, 29, 33. Sehingga didapatkan

reliabilitas 0,922 distribusi penyebaran aitem dengan total 27 aitem yang

valid.
Tabel 3.3
Blue Print Skala Self Disclosure setelah Try Out
No. Aspek Indikator No. Aitem Total
Favorable Unfavorable
1. Valence c. Informasi positif terkait diri 1, 6, 18, 19, 10 6
sendiri dan hal-hal yang 25
disenangi
d. Informasi negatif terkait diri
sendiri dan hal-hal yang tidak
disenangi
2. Informativeness d. Breath : seberapa banyak 2, 11, 12, 13, 20, 23 7
informasi terkait dirinya 21
dilakukan.
e. Depth : seberapa dalam
informasi mengenai dirinya
diberikan.
f. Duration : membutuhkan
waktu yang berapa lama
dalam pengungkapan diri.
3. Appropriateness c. Memberikan informasi diri 3, 7, 24 26 4
mengenai status sosial yang
yang rendah kepada individu
lain.
d. Memberikan informasi diri
mengenai status sosial yang
setara kepada individu lain.
4. Flexibility Kontrol individu atas informasi 4, 14 2
yang diungkapkan
5. Accessibility Mampu memberikan informasi 5, 9, 15, 16, 5
diri dengan mudah 27
6. Honestly Memberikan informasi diri atau 8, 17, 22 3
pengungkapan diri dengan jujur
Jumlah 27

2. Skala Kesepian

Uji coba pada skala dengan total 25 aitem terdapat 2 aitem gugur

yaitu nomor 1 dan 25. Sehingga mendapatkan reabilitas 0, 946 distribusi

penyebaran aitem dengan total 23 aitem yang valid.


Tabel 3.4
Blue Print Skala Kesepian Setelah Try Out
No. Aspek Indikator Nomor Aitem Total
Favorable Unfavorable
1. Trait / Kepribadian atau sifat 6, 10, 15, 5, 16 9
Personality individu yang sering 17, 18, 19,
menyebabkan terjadinya 22
kesepian.
2. Social Keinginan individu 7, 14, 21 1, 4, 11, 12, 8
Desirability terhadap kehidupan 20
sosialnya yang ideal.
3. Depression Adanya tekanan yang 2, 3, 8, 9, 23 13 6
Loneliness dirasakan individu
sehingga menyebabkan
depresi.
Jumlah 23

3.7 Metode Analisis Data

Analisis data berupa tindakan yang dilaksanakan setelah

mengumpulkan data dari responden, tindakan yang dilakukan dalam analisis

data meliputi tabulasi data, penyajian data, melakukan perhitungan untuk

menjawab rumusan masalah dan mengerjakan perhitungan untuk menguji

hipotesis yang telah dilakukan (Sugiyono, 2017). Untuk mendapatkan hasil

dari analisis data pada penelitian ini peneliti menggunakan uji normalitas,

uji linieritas, dan uji hipotesis.

3.7.1 Uji Normalitas Data

Uji normalitas bertujuan guna menemukan apakah berdistribusi

normal atau tidaknya suatu populasi data. Jika data berdistribusi normal

dengan (sig > 0,05), maka dapat digunakan uji statistik berjenis parametrik.

Sedangkan jika data tidak berdistribusi normal dengan (sig<0,05), maka

digunakan uji statistik nonparametrik (Siregar, 2017).


3.7.2 Uji Linieritas

Uji linieritas berfungsi dalam menemukan apakah adanya hubungan

yang linier antara variabel dependen dengan variabel independen. Jika nilai

signifikansi < 0,05 maka hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen adalah linier. Namun, jika signifikansi > 0,05, maka

hubungan antara variabel independen dan variabel dependen tidak linier

(Siregar, 2017).

3.7.3 Uji Hipotesis

Metode analisis yang diterapkan dalam penelitian ini adalah korelasi

Spearman rho, guna mencari hubungan antara variabel kesepian dengan

variabel self disclosure, dan data berupa interval rasio. Jika nilai signifikansi

p < 0,05 maka ada hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen, apabila nilai signifikansi p > 0,05 maka tidak ada hubungan

antara variabel independen dan variabel dependen (Siregar, 2017).


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. 1 Persiapan Penelitian

Try out berlangsung sebelum penelitian dan alat ukur yang

diaplikasikan berupa skala likert. Try out ini dilakukan bertujuan untuk

mengonfirmasi valid dan reliabel suatu alat ukur yang akan peneliti gunakan

pada penelitian ini. Memastikan bahwa aitem yang digunakan sesuai dengan

aspek-aspek yang diteliti. Try out dilakukan pada tanggal 8 Mei 2023

dengan total subjek terkumpul sekitar 30 responden yang berdomisili di

Pekanbaru.

Pelaksanaan try out dengan menyebarkan kuesioner penelitian secara

offline yaitu dengan menemui subjek, dimana skala yang digunakan telah

peneliti modifikasi terlebih dahulu dan diisi langsung oleh individu yang

peneliti temui secara langsung. Selama proses pelaksanaan try out peneliti

mencoba mendapatkan responden yang cocok dengan kriteria pada

penelitian. Kemudian peneliti melakukan try out kedua yang bertujuan agar

hasil uji try out dapat memuaskan dan item pada skala tidak banyak yang

terbuang. Data yang terkumpul pada try out kedua yaitu sebanyak 60 sampel

alat ukur try out yang terdiri dari skala self disclosure dan kesepian.

4. 2 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 20 Juni 2023 dengan sampel

berjumlah 200 responden yang berdomisili di Kota Pekanbaru, dalam

pelaksanaan penelitian, peneliti menemui individu yang sesuai dengan

35
36

kriteria penelitian untuk mengisi kuesioner. Sebelum subjek memulai proses

pengisian skala, peneliti menghubungi mereka satu per satu untuk

menanyakan apakah mereka bersedia mengisi skala. Setelah itu, peneliti

memberikan mereka angket yang harus mereka isi.

4. 3 Hasil Penelitian

4.3.1 Deskripsi Subjek Penelitian

Sebanyak 200 orang yang berusia dewasa awal di Kota Pekanbaru

menjadi subjek dalam penelitian ini. Bersumber pada data demografi yang

terkumpul yaitu jenis kelamin, usia, dan durasi dalam penggunaan media

sosial TikTok. Deskriptif subjek penelitian bisa diamati pada tabel berikut

ini :

Tabel 4.1
Klasifikasi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki – laki 63 31,5 %
Perempuan 137 68.5 %
Jumlah 200 100 %

Tabel ini menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan di

Pekanbaru dengan melibatkan sampel 200 orang, berdasarkan hasil jenis

kelamin ditunjukkan yaitu terdapat sebanyak 63 orang laki-laki memiliki

persentase 31,5% dan sekitar 137 orang perempuan memiliki persentase

sebesar 68,5%.
37

Tabel 4.2
Klasifikasi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase
18 tahun 23 11,5 %
19 tahun 26 13,0 %
20 tahun 30 15,0 %
21 tahun 32 16,0 %
22 tahun 40 20,0 %
23 tahun 22 11,0 %
24 tahun 14 7,0 %
25 tahun 13 6,5 %
Jumlah 200 100 %

Tabel di atas memperlihatkan bahwa penelitian yang dilaksanakan di

Pekanbaru dengan melibatkan sampel 200 orang berusia dewasa awal,

diketahui terdapat total 23 orang berusia 18 tahun (11,5%), 26 orang berusia

19 tahun (13,0%), 30 orang berusia 20 tahun (15,0%) 32 orang berusia 21

tahu (16,0%), 40 orang berusia 22 tahun (20,0%), 22 orang berusia 23 tahun

(11,0%), 14 orang berusia 24 tahun (7,0%), dan berjumlah 13 orang yang

berusia 25 tahun (6,5%). Dapat diperoleh bahwa persentase tertinggi yang

mengisi skala penelitian berdasarkan usia adalah pada rentang usia 18-23

tahun dengan persentase 86,5%.

Tabel 4.3
Klasifikasi Subjek Penelitian Berdasarkan Durasi Penggunaan TikTok
Durasi Frekuensi Persentase
< 1 jam 30 15,0 %
1 – 3 jam 84 42,0 %
> 3 – 6 jam 53 26,5 %
> 6 jam 33 16,5 %
Jumlah 200 100%

Tabel ini menunjukkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Kota

Pekanbaru dengan total sampel 200 orang berusia dewasa awal ditinjau
38

durasi dalam penggunaan media sosial TikTok yaitu sebanyak 30 orang

menggunakannya kurang dari 1 jam (15,0%), sebanyak 84 orang dengan

durasi selama 1 – 3 jam (42,0%), sebanyak 53 orang menggunakan lebih

dari 3 – 6 jam (26,5%), dan sebanyak 33 orang menggunakan platform

media sosial TikTok selama lebih dari 6 jam (16,5%).

4.3.2 Deskriptif Data Penelitian

Menguji data penelitian berfungsi guna mendeskripsikan dalam

bentuk analisis deskriptif yaitu self disclosure dan kesepian pada dewasa

awal di Pekanbaru. Analisis deskriptif ini dilakukan dengan bantuan

program IBM SPSS statistic 22 for windows. Adapun hasil penelitian

lapangan yang dilihat dari kedua data sesudah dilakukan skoring beserta

analisis, data yang dihasilkan berupa deskriptif dari skor minimum (min),

skor maksimum (max), skor rata-rata (mean), dan skor standar deviasi (sd)

ditunjukkan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.4
Deskriptif Data Empirik dan Data Hipotetik
Variabel Skor Perolehan Skor Perolehan
Penelitian (Empirik) (Hipotetik)
Min Maks Mean Sd Min Maks Mean Sd
Kesepian 24 84 53,36 13,2 23 92 57,5 11,5
Self Disclosure 37 95 67,63 12,3 27 108 67,5 13,5

Berdasarkan dari hasil tabel di atas, menunjukkan bahwa variabel

kesepian mempunyai skor mean pada data hipotetik yang lebih tinggi

dibandingkan dengan skor mean data empirik yaitu 57,5 dengan standar
39

deviasi 11,5. Pada variabel self disclosure skor mean data empirik lebih

tinggi dibandingkan dengan skor hipotetik yaitu 67,63 dengan standar

deviasi 12,3. Diperoleh lima kategorisasi yang digunakan berdasarkan data

hipotetik pada penelitian ini. Adapun yang digunakan untuk menjadi

pedoman memakai norma di bawah ini :

Tabel 4.5
Rumus Kategorisasi
Kategori Rumus
Sangat Tinggi X ≥ M + 1,5 SD
Tinggi M + 0,5 SD ≤ X < M + 1,5 SD
Sedang M – 0,5 SD ≤ X < M + 0,5 SD
Rendah M – 1,5 SD ≤ X < M – 0,5 SD
Sangat Rendah X < M – 1,5 SD

Diperoleh lima kategorisasi yang digunakan berdasarkan data

empirik pada penelitian ini yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan

sangat rendah. Dengan menggunakan pedoman norma tersebut kita bisa

menentukan kategorisasi dari variabel kesepian dan self disclosure.

Kategorisasi variabel kesepian dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.6
Kategorisasi Skor Kesepian
Kategorisasi Rentang Skor Frekuensi Persentase
Sangat Tinggi X ≥ 74,75 0 0,0 %
Tinggi 63,25 ≤ X < 74,75 13 6,5 %
Sedang 51,75 ≤ X < 63,25 51 25,5 %
Rendah 40,25 ≤ X < 51,75 74 37 %
Sangat Rendah X < 40,25 62 31 %

Berdasarkan tabel kategorisasi di atas, dengan jumlah sampel

sebanyak 200 orang berusia dewasa awal pengguna TikTok di Pekanbaru,

maka kesimpulan yang diperoleh yaitu bahwa subjek pada penelitian ini

tidak memiliki tingkat kesepian yang sangat tinggi. Sedangkan pada


40

kategori tinggi berjumlah 13 orang (6,5%), sedang berjumlah 51 orang

(25,5%), rendah berjumlah 74 orang (37%), sangat rendah terdapat 62 orang

(31%). Adapun kategorisasi variabel self disclosure dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 4.7
Kategorisasi Skor Self Disclosure
Kategorisasi Rentang Skor Frekuensi Persentase
Sangat Tinggi X ≥ 87,75 10 5,0 %
Tinggi 74,25 ≤ X < 87,75 50 25,0 %
Sedang 60,75 ≤ X < 74,25 84 42,0 %
Rendah 47,25 ≤ X < 60,75 45 22,5 %
Sangat Rendah X < 47,25 11 5,5 %

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa subjek penelitian

dengan jumlah 200 orang yang berusia dewasa awal pengguna TikTok di

Pekanbaru memiliki self disclosure paling banyak pada kategori sedang

yaitu 84 orang (42,0%), pada kategori sangat tinggi berjumlah 10 orang

(5,0%), kemudian kategori tinggi berjumlah 50 orang (25,0%), kategori

rendah berjumlah 45 orang (22,5%), selanjutnya kategori sangat rendah

berjumlah 11 orang dengan persentase (5,5%).

4. 4 Hasil Analisis Data

4.4.1 Uji Normalitas

Uji normalitas data yang dilakukan dengan menggunakan program

IBM SPSS 22.0 for windows dan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov,

untuk menentukan apakah data penelitian yang telah diperoleh normal atau

tidak. Suatu data dapat dikatakan normal, jika memiliki nilai signifikansi >

0,05. Bergitupun sebaliknya jika nilai signifikansi < 0,05 maka data
41

dikatakan tidak berdistribusi normal. Hasil uji normalitas pada penelitian ini

dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.8
Hasil Uji Normalitas
Variabel Signifikansi Keterangan
Kesepian 0,031 Tidak Normal
Self Disclosure 0,029 Tidak Normal

Berdasarkan tabel dengan jumlah sampel 200 orang yang berusia

dewasa awal pengguna TikTok di Pekanbaru, menunjukkan variabel

kesepian memiliki nilai signifikansi 0,031 < 0,05 sehingga variabel kesepian

berdistribusi tidak normal. Pada variabel self disclosure memiliki nilai

signifikansi sebesar 0,029 > 0,05 sehingga variabel self disclosure juga

berdistribusi tidak normal.

4.4.2 Uji Linieritas

Ketentuan suatu data dapat dinyatakan linier, jika besarnya nilai sig

deviation from linierity > 0,05 berbeda jika nilai sig deviation from linierity

< 0,05 maka data tersebut dinyatakan tidak linier. Begitupun sebaliknya,

linier atau tidak sebuah data dapat dilihat dari nilai sig linierity, jika nilai sig

linierity < 0,05 maka data dinyatakan linier, sedangkan jika nilai sig linierity

> 0,05 maka data dinyatakan tidak linier. Hasil uji linieritas penelitian ini

ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.9
Hasil Uji Linieritas
Variabel F Signifikansi Keterangan
Kesepian 99,596 0,000 Linier
Self Disclosure
42

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa didapatkan deviation

from linierity nilai signifikannya sebesar 0,000 < 0,05. Sehingga dapat

disimpulkan variabel kesepian dan self disclosure memiliki hubungan yang

linier.

4.4.3 Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilaksanakan setelah uji asumsi yaitu uji normalitas dan

uji linieritas. Metode analisi data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode korelasi. Uji hipotesis bertujuan untuk menentukan apakah

ada hubungan antara kesepian dengan self disclosure, dan apakah hipotesis

penelitian yang diajukan dapat diterima atau ditolak, sehingga analisis data

akan dilakukan menggunakan IBM SPSS 22.0 for windows.

Dikarenakan salah satu data berdistribusi tidak normal maka

menggunakan korelasi Spearman Rho. Ketentuan pada sebuah penelitian

hipotesis ditolak apabila nilai signifikan > 0,05, dan begitu pula sebaliknya

apabila nilai signifikan < 0,05 maka hipotesis diterima.

Tabel 4.10
Hasil Uji Korelasi

Variabel R Signifikan Keterangan

Kesepian 0,533 0,000 Hubungan positif


signifikan
Self Disclosure
43

4. 5 Pembahasan

Setelah dilakukannya penelitian dan melalui tahap analisis data,

peneliti mendapatkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara

kesepian dengan self disclosure pada dewasa awal pengguna media sosial

TikTok di Kota Pekanbaru. Nilai positif menunjukkan bahwa terdapat

korelasi yang searah, yang berarti bahwa semakin tinggi kesepian, semakin

banyak self disclosure yang dilakukan pada dewasa awal pengguna TikTok

di Kota Pekanbaru. Begitu pula sebaliknya semakin rendah kesepian, maka

semakin menurun self disclosure pada dewasa awal pengguna TikTok di

Kota Pekanbaru. Hal ini ditunjukkan berdasarkan pada nilai korelasi

Spearman rho sebesar r = 0,533 dan p = 0,000 (p < 0,05) yang mana antara

kedua variabel ini memiliki hubungan yang kuat.

Hal ini sejalan dengan penelitian Akbar & Abdullah (2021)

menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara kesepian dengan self

disclosure pada mahasiswa pengguna instagram. Ini berarti bahwa semakin

banyak kesepian yang dirasakan maka semakin banyak pula self disclosure

yang dilakukan di media sosial. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa tingkat kesepian pada dewasa awal pengguna media sosial TikTok di

Kota Pekanbaru yang berkaitan dengan self disclosure secara umum berada

pada kategori rendah, yaitu sebesar 37%. Menurut Perlman (dalam

Zahrabella & Herdajani, 2023) pengalaman subjektif yang tidak

menyenangkan dan dialami individu ketika harapan mengenai suatu

hubungan interpersonal tidak sebanding dengan kenyataannya adalah salah

satu bentuk dari rasa kesepian.


44

Pada tingkat self disclosure pengguna TikTok usia dewasa awal di

Kota Pekanbaru secara umum berada dikategori sedang yaitu sebesar 42%.

Ketika seorang individu sulit membangun jalinan pertemanan dengan

individu lainnya akan menyebabkan kurang terpenuhinya hubungan akrab

yang dibutuhkan, hal ini tentu akan menimbulkan rasa kesepian pada diri

individu. Media sosial menjadi salah satunya cara individu untuk lari dari

lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan sosialnya secara virtual. Joinson

(dalam Prawesti & Dewi, 2016) menjelaskan bahwa keterbukaan diri lebih

banyak terjadi melalui interaksi di platform media sosial daripada melalui

interaksi secara tatap muka. Banyak orang yang membagikan informasi

mengenai diri sendiri dan bahkan tanpa berpikir panjang berbagi mengenai

aktivitas, informasi, pikiran, emosi dan mengabaikan hak privasi di dunia

maya, bahkan ada yang secara terbuka memposting masalah pribadi terus

terang pada platform media sosial (Rampa, 2022).

Penelitian yang dilakukan oleh Nuraini (2023) menunjukkan bahwa

adanya hubungan antara kesepian dengan pengungkapan diri pada remaja

pengguna instagram di Kota Surabaya. Hal ini mengidentifikasi bahwa

apabila seorang individu merasa adanya ketidaksesuaian pada hubungan

sosialnya yang kemudian memunculkan keinginan untuk mengekspresikan

perasaannya melalui media sosial. Menurut Rokach (dalam Miftahurrahmah

& Harahap, 2020) faktor munculnya rasa kesepian yaitu tidak terpenuhinya

kebutuhan akan hubungan akrab dan kurangnya kontak sosial. Individu akan

mencari cara lain untuk menemukan suatu hubungan pertemanan ketika

tidak dapat menjalin relasi secara langsung dengan orang lain.


45

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Krisnadi & Adhandayani

(2022) penggunaan media sosial yang berlebihan pada orang yang kesepian

dimaksudkan sebagai sarana pengungkapan diri dan sebagai strategi coping

untuk mengurangi kesepian itu sendiri, karena keterbukaan diri secara

online lebih dapat diterima daripada berinteraksi secara tatap muka dan

dapat menjadi wadah bagi mereka untuk membentuk keakraban dengan

orang lain dan berinteraksi secara virtual dalam menghadapi maupun

mengurangi perasaan negatif seperti kesepian.

Secara keseluruhan penelitian ini berjalan dengan baik, namun

terdapat beberapa keterbatasan atau kelemahan diantaranya yaitu populasi

penelitian masih tergolong sedikit karena beberapa subjek sulit diminta

untuk berkontribusi dalam mengisi kuesioner penelitian. Peneliti yang hanya

berfokus terhadap dua variabel untuk diukur membuat peneliti memiliki

sedikit pemahaman tentang faktor selain kesepian yang berkontribusi pada

pengembangan pengungkapan diri.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data dan hasil analisis yang telah dipaparkan, dapat

diperoleh ada hubungan yang positif antara kesepian dengan self disclosure.

Arah hubungan yang ditunjukkan dengan hasil positif artinya hubungan

antara kesepian dengan self disclosure memiliki hubungan searah, yaitu

semakin tinggi kesepian semakin tinggi tingkat self disclosure pada dewasa

awal pengguna TikTok di Kota Pekanbaru. Begitu juga sebaliknya semakin

rendah kesepian maka semakin rendah tingkat self disclosure pada dewasa

awal pengguna TikTok di Kota Pekanbaru.

5.2 Saran

Berlandaskan semua paparan data, hasil penelitian dan kesimpulan

tersebut maka saran yang dapat peneliti sampaikan kepada pihak-pihak

terkait sebagai berikut :

1. Kepada Dewasa Awal

Bagi pengguna media sosial TikTok khususnya yang berusia dewasa

awal diharapkan dapat lebih bersikap bijak dan dapat membatasi diri dalam

membagikan terkait informasi dirinya atau melakukan self disclosure di

media sosial TikTok agar terhindar dan tidak terjerumus pada hal-hal

negatif. Kemudian untuk menghindari penyesalan kedepannya atas

keterbukaan dirinya di media sosial yang tentunya dapat dicakup berbagai

kalangan.

46
47

2. Kepada Orang Tua

Bagi kedua orang tua diharapkan dapat membangun atau

menciptakan komunikasi yang lebih baik lagi kepada anaknya yang berusia

dewasa awal, agar hubungan antara dewasa awal dengan orang tua dapat

terjalin baik lagi, selanjutnya diharapkan memperhatikan kondisi dan

kegiatan yang dilakukannya setiap hari, serta berikanlah motivasi atau

dukungan secara emosional kepada dewasa awal agar dapat menjalani

harinya dengan baik. Selanjutnya diharapklan dapat memberikan suasana

rumah yang nyaman agar anak tetap betah di rumah.

3. Kepada Peneliti Selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan

penelitian ini sebagai tambahan informasi untuk penelitian lanjutan tentang

berbagai variabel serta memperbaiki kekurangan penelitian untuk

mengetahui faktor-faktor tambahan yang belum ditemukan.


DAFTAR PUSTAKA

Agusdwitanti, H., Tmabunan, S., & Retnaningsih. (2020). Kelekatan dan


Intimasi pada Dewasa Awal. 21(1), 1–9. http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203

Akbar, S. K., & Abdullah, E. S. P. S. (2021). Hubungan Antara Kesepian


(Loneliness) Dengan Self Disclosure Pada Mahasiswa Universitas
Teknologi Sumbawa Yang Menggunakan Sosial Media (Instagram).
Jurnal Tambora, 5(3), 40–45. https://doi.org/10.36761/jt.v5i3.1313

Aldila Safitri, A., Rahmadhany, A., & Irwansyah, I. (2021). Penerapan


Teori Penetrasi Sosial pada Media Sosial: Pengaruh Pengungkapan Jati
Diri melalui TikTok terhadap Penilaian Sosial. Jurnal Teknologi Dan
Sistem Informasi Bisnis, 3(1), 1–9.
https://doi.org/10.47233/jteksis.v3i1.180

Amru, M. F., & Ambarini, T. K. (2021). Hubungan antara Trait Mindfulness


dan Kesepian pada Orang Dewasa Awal. Buletin Riset Psikologi Dan
Kesehatan Mental (BRPKM), 1(2), 1064–1074.
https://doi.org/10.20473/brpkm.v1i2.28465

Anggraeni, N., & Zulfiana, U. (2018). Hubungan Kesepian Dan


Pengungkapan Diri Di Instagram Pada Dewasa Yang Belum Menikah.
In Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan (Vol. 6, Issue 2).
https://doi.org/10.22219/jipt.v6i2.7144

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Putaka Pelajar.

Binta Mu’tiya. (2017). Self Disclosure: Definisi, Operasionalisasi, dan


Skema Proses. Intuisi : Jurnal IlmiahPsikologi, 7(1), 35–41.

Dariyo, A. (n.d.). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda - Google Books.


Retrieved March 25, 2023, from
https://www.google.co.id/books/edition/Psikologi_Perkemb_Dewasa_
Muda_CB/mTRSFNc1VQoC?

48
hl=id&gbpv=1&dq=perkembangan+dewasa+awal&printsec=frontcove
r

Dhea TriAnugrah. (2023, March 12). Dampak Penggunaan Aplikasi TikTok


Halaman 1 - Kompasiana.com. Kompasiana; Kompasiana.com.
https://www.kompasiana.com/dheatrianugrah/640e08464addee24543d
1424/dampak-penggunaan-aplikasi-tiktok

Fauziah, A. (2021). Pengaruh Penggunaan Media Sosial Tik Tok Terhadap


Pengungkapan Diri ( Self Disclosure ) Siswi Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri (SMKN) 10 Kota Bekasi. In Universitas Islam Negeri
SyarifHidayatullah.https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/12345
6789/58103

Febriani, S., Candra, I., & Nastasia, K. (2021). Hubungan antara Intimate
Friendship dengan Self Disclosure pada Siswa Kelas XI SMA N 4
Kota Padang Pengguna Media Sosial Instagram. Psyche 165 Journal,
14(2), 130–138. https://doi.org/10.35134/jpsy165.v14i2.27

Fikrie, F., Hermina, C., & Ariani, L. (2021). Apakah Anda Merasa
Kesepian ? Eksplorasi Kepribadian dan Kualitas Pertemanan pada
Remaja. Jurnal Studia Insania, 9(1), 82.
https://doi.org/10.18592/jsi.v9i1.4166

Fitri Yana, M. (2023). Hubungan antara Self Esteem dan Kesepian dengan
Self Disclosure pada Mahasiswa Uin Suska Riau Pengguna Media
Sosial Instagram. In UIN SUSKA RIAU (Vol. 4, Issue 1).

Gainau, M. B. (2009). Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa Dalam


Perspektif Budaya Dan Implikasinya Bagi Konseling. Jurnal Ilmiah
Widya Warta, 33(1), 95–112.

Hafas. (2022). Hubungan Self-Disclosure Dengan Kesepian Pada Individu


Dewasa Awal. In (Vol. 2, Issue 8.5.2017).

Haliza, N., & Kurniawan, A. (2021). Hubungan Antara Keterbukaan Diri

49
dengan Kesepian Pada Dewasa Awal Pengguna Aplikasi Dating
Online. Nursing Analysis: Journal Of Nursing Research Vol., 1(1), 51–
61.

Herlambang, B. (2018). Hubungan Antara Kesepian (Loneliness) Dengan


Kecenderungan Fanatik Terhadap Hewan Pada Komunitas Pecinta
Hewan. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), bab II.

Janna, N. M., & Herianto. (2021). Artikel Statistik yang Benar. Jurnal
Darul Dakwah Wal-Irsyad (DDI), 18210047, 1–12.

Krisnadi, B., & Adhandayani, A. (2022). Kecanduan media sosial pada


dewasa awal: Apakah dampak dari kesepian? JCA of Psychology, 3(1),
47–55. https://jca.esaunggul.ac.id/index.php/jpsy/article/view/187

Mahardika, R. D., & Farida. (2019). Pengungkapan Diri pada Instagram


Instastory English Title: Self-Disclosure on Instastory Feature of
Instagram. Studi Komunikasi, 3(1), 101–117.
https://doi.org/10.25139/jsk.3i1.774

Mailanda. (2022). Hubungan Antara Kecemasan Sosial dan Kesepian


dengan Self Disclosure pada Remaja Pengguna Instagram. In (Vol. 2,
Issue 8.5.2017).

Marisa, D., & Afriyeni, N. (2019). Kesepian Dan Self Compassion


Mahasiswa Perantau. Psibernetika, 12(1), 1–11.
https://doi.org/10.30813/psibernetika.v12i1.1582

Massie, A. K. (2020). Kehadiran Tik Tok di Masa Pandemi. Jurnal Social


Science Research Network, 6(1), 1–8.
https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3633854

Maulidya, F., Adelina, M., & Alif Hidayat, F. (2018). Periodesasi


Perkembangan Dewasa. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.

Miftahurrahmah, H., & Harahap, F. (2020). Hubungan Kecanduan Sosial

50
Media dengan Kesepian pada Mahasiswa. Acta Psychologia, 2(2),
153–160. https://doi.org/10.21831/ap.v2i2.34544

Mulawarman, M., & Nurfitri, A. D. (2017). Perilaku Pengguna Media Sosial


beserta Implikasinya Ditinjau dari Perspektif Psikologi Sosial Terapan.
BuletinPsikologi,25(1),36–44.
https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.22759

Nuraini, B. K. (2023). Hubungan antara Kesepian dengan Pengungkapan


Diri pada Remaja Pengguna Instagram di Kota Surabaya The
Relationship Between Loneliness and Self Disclosure among
Adolescent as Instagram Users in Surabaya City Abstrak. 10(01), 861–
873.

PijarPsikologi.(2022). Sepi - Google Books.


https://www.google.co.id/books/edition/Sepi/y25ZEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=kesepian+dewasa&pg=PA28&printsec=frontcover

Prawesti, F. S., & Dewi, D. K. (2016). Self Esteem dan Self Disclosure Pada
Mahasiswa Psikologi Pengguna Blackberry Messenger. Jurnal
PsikologiTeoriDanTerapan,7(1),1.https://doi.org/10.26740/jptt.v7n1.p
1-8

Putri, A. F. (2018). Pentingnya Orang Dewasa Awal Menyelesaikan Tugas


Perkembangannya. Schoulid: Indonesian Journal of School
Counseling, 3(2), 35. https://doi.org/10.23916/08430011

Rachdian, M., & Azis, A. (2021). Fenomena Self-Disclosure Dalam


Penggunaan. 3(1), 120–130.

Rahmadhani, A. (2022). Hubungan Kesepian Dengan Self-Disclosure Di


Media Sosial Twitter. Paper Knowledge . Toward a Media History of
Documents, 2(2), 15–24.

Rampa, S. (2022). Analisis Dimensi Self Disclosure Di Media Sosial


Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Dewasa Awal Di Kota Makassar. 1–

51
147.

Sarnita Sadya. (2023, February 20). Pengguna TikTok Indonesia Terbesar


Kedua di Dunia pada Awal 2023. Dataindonesia.id; dataindonesia.
https://dataindonesia.id/internet/detail/pengguna-tiktok-indonesia-
terbesar-kedua-di-dunia-pada-awal-2023

Septiani, D., Azzahra, P. N., Wulandari, S. N., & Manuardi, A. R. (2019).


Self Disclosure Dalam Komunikasi Interpersonal: Kesetiaan, Cinta,
Dan Kasih Sayang. Fokus (Kajian Bimbingan & Konseling Dalam
Pendidikan), 2(6), 265. https://doi.org/10.22460/fokus.v2i6.4128

Setiawan, A. (2019). Keterbukaan Diri dan Kemampuan Pemecahan


Masalah. Jurnal Psikologi, 6(1).

Shilvina Widi. (2023, February 3). Pengguna Media Sosial di Indonesia


Sebanyak 167 Juta pada 2023. Dataindonesia.id; dataindonesia.
https://dataindonesia.id/internet/detail/pengguna-media-sosial-di-
indonesia-sebanyak-167-juta-pada-2023

Siregar, E. Y., Nababan, E. M., Ginting, E. R., Nainggolan, B. A., Ritonga,


D. L., & Nababan, D. (2022). Perlunya pembinaan terhadap dewasa
awal dalam menghadapi tugas perkembangannya. Jurnal Pendidikan
Agama Katekese Dan Pastoral (Lumen), 1(1), 16–22.

Siregar, S.. (2017). Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta


: Bumi Aksara.

Soputan, S. D. M. (2021). Keterbukaan Diri Sebagai Prediktor


Kesejahteraan Psikologis Siswa. Bikotetik (Bimbingan Dan Konseling
TeoriDanPraktik),5(1),33. https://doi.org/10.26740/bikotetik.v5n1.p33-
42

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Bandung: Alfabeta.Sugiyono

Suhardiman, A., & Kamaluddin, M. (2022). Literasi Digital Mahasiswa

52
Pengguna Tiktok Di Universitas Muhammadiyah Cirebon. Jurnal
Komunikasi Pemberdayaan, 1(1), 42–53.
https://doi.org/10.47431/jkp.v1i1.171

Syamsuryadin, S., & Wahyuniati, C. F. S. (2017). Tingkat Pengetahuan


Pelatih Bola Voli Tentang Program Latihan Mental Di Kabupaten
Sleman Yogyakarta. Jorpres (Jurnal Olahraga Prestasi), 13(1), 53–59.
https://doi.org/10.21831/jorpres.v13i1.12884

Ulfah, D. M., & Nisa, Y. F. (2019). Pengaruh Kepribadian, Kontrol Diri,


Kesepian, dan Jenis Kelamin Terhadap Penggunaan Internet Kompulsif
Pada Remaja. Tazkiya: Journal of Psychology, 3(1).
https://doi.org/10.15408/tazkiya.v20i1.9208

Wardani, D. P., & Septiningsih, D. S. (2016). Kesepian Pada Middle Age


yang Melajang (Studi Fenomenologis Tentang Tipe Kesepian). Psycho
Idea, 14(2), 26. https://doi.org/10.30595/psychoidea.v14i2.2118

Zahrabella, S., & Herdajani, F. (2023). Hubungan Harga Diri dan Kesepian
dengan Keterbukaan Diri pada Content Creator TikTok di Jakarta
Barat. Jurnal Psikologi Kreatif Inovatif, 3(1), 144–152.
https://journals.upiyai.ac.id/index.php/PsikologiKreatifInovatif/issue/
archive

53

Anda mungkin juga menyukai