Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL SKRIPSI

Analisis Penggunaan Sosial Media dan Tingkat


Kecemasan Mahasiswa Universitas Paramadina

Agie Dwi Prasasti


118206002

ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN

UNIVERSITAS PARAMADINA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sosial media semakin populer seiring perkembangan zaman. Semakin banyak orang,

khususnya kaum muda berusia 18-25 tahun yang menggunakan sosial media. Berdasarkan

Katadata (2019) jumlah pengguna sosial media di Indonesia kini mencapai 150 juta orang

atau 56% dari total populasi. Jumlah tersebut naik 20% dari survei pada tahun sebelumnya.

Berdasarkan Websindo (2019) pengguna sosial media di Indonesia terbanyak berasal dari

kelompok umur 18-24 tahun dan 25-34 tahun, kemudian disusul oleh kelompok umur 13-17

tahun. Ariyanti (2018) menambahkan bahwa sebanyak 90,61% anak muda pengguna internet

di Indonesia menggunakannya untuk sosial media. Semakin populernya sosial media di

kalangan kaum muda ini dibarengi dengan peningkatan intensitas penggunaannya. Penulis

mengamati bahwa teman-teman di sekitar penulis banyak yang cukup intens menggunakan

sosial media hingga berjam-jam per hari. Pengamatan penulis ini sesuai dengan data yang

ada, yaitu lama penggunaan sosial media di Indonesia rata-rata adalah 195 menit atau 3 jam

15 menit per hari (Duarte, 2019). Padahal penggunaan sosial media yang optimal adalah

kurang dari 30 menit per hari karena penggunaan yang melebihi angka tersebut meningkatkan

perasaan kesepian dan depresi secara signifikan (Hunt, Young, Marx.& Lipson, 2018).

Penggunaan sosial media yang sangat lama pada masyarakat Indonesia tersebut perlu

mendapatkan perhatian lebih. Hal ini karena sosial media lebih adiktif dibanding rokok dan

alkohol (RSPH, 2017). Layaknya hal-hal lain, sosial media tentunya memiliki dampak positif

dan negatif, tergantung bagaimana kita menggunakannya. Dampak positif dari sosial media

antara lain untuk mengekspresikan diri, memperluas jaringan pertemanan ,dan berkomunikasi

dengan teman dan keluarga dimana saja dan kapan saja. Namun dampak negatif yang
ditimbulkan dari sosial media juga tidak boleh dianggap remeh, antara lain : meningkatkan

tingkat kecemasan, depresi dan menurunkan kualitas tidur (RSPH, 2017).

Delvinasari (2015) menjabarkan pengertian kecemasan menurut para ahli. Cemas

berasal dari bahasa latin anxius dan dalam bahasa Jerman anGst kemudian menjadi

anxiety yang berarti kecemasan. (Darmanto Jatman, 2000:37). Menurut Chaplin

kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai

masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut (Chaplin, 2000:33).

Sedangkan menurut Assosiasi Psikiatri Amerika, kecemasan kecemasan adalah

ketakutan/keprihatinan, tegang, atau rasa gelisah yang berasal dari antisipasi bahaya,

sumber yang sebagian besar tidak dikenali atau yang tak dikenal.

Oleh karena berbagai latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk memverifikasi

apakah penggunaan sosial media secara intens justru memberikan dampak buruk bagi

penggunanya. Fokus yang akan penulis teliti yaitu hubungan penggunaan sosial media

terhadap tingkat kecemasan. Sampel reponden yang diteliti adalah mahasiswa Universitas

Paramadina karena dekat dengan keseharian penulis sehingga lebih mudah dan lebih terbuka

untuk diwawancarai secara mendalam.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, maka rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana efek penggunaan sosial media terhadap tingkat kecemasan Mahasiswa


Universitas Paramadina?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek penggunaan sosial media terhadap
tingkat kecemasan Mahasiswa Universitas Paramadina.
1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan dalam


bidang Ilmu komunikasi khususnya komunikasi dalam dunia digital dan
dampaknya terhadap kehidupan penggunanya. Selain itu penelitian ini dapat
menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya terkait sosial media maupun
tingkat kecemasan.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang dampak


penggunaan sosial media bagi penggunanya. Sehingga pengguna sosial media
bisa lebih bijak dalam menggunakan sosial media.

1.5 Alasan Pemilihan Topik

Teman-teman di sekitar penulis banyak yang cukup intens menggunakan sosial media
hingga berjam-jam per hari. Oleh karena itu peneliti tertarik memverifikasi apakah hal ini
baik untuk mereka atau justru buruk. Khususnya dilihat dari sisi kesehatan mental, yang salah
satunya digambarkan oleh tingkat kecemasan/anxiety.

Peneliti lumayan tertarik dengan topik psikologi. Ditambah lagi jurusan kuliah penulis
saat ini (ilmu komunikasi) sangat tepat untuk meneliti tentang sosial media. Karena penulis
mempelajari bagaimana dinamika komunikasi yang terjadi pada media baru ini. Di sisi lain
penulis cukup sering membaca artikel-artikel tentang sosial media serta dinamika dan
dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Namun artikel yang penulis baca kebanyakan
hanya sekedar teori/pemikiran tanpa didasari bukti penelitian yang kuat.

1.7 Variabel Penelitian

Variabel utama yang akan diteliti adalah seberapa lama penggunaan sosial media dan

tingkat kecemasan dari responden. Kedua variabel ini diteliti dengan kuesioner.
Wawancara akan menggali lebih dalam tentang alasan penggunaan sosial media dan

efek yang dirasakan oleh orang-orang yang menggunakan sosial media lebih dari 2 jam per

hari. Berdasarkan wawancara ini penulis bisa mengetahui apakah orang-orang yang

menggunakan sosial media secara intens mengalami dampak negatif dan/atau menyadari

dampak negatif yang mereka rasakan tersebut.


BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Teori Komunikasi

Teori Uses and Gratifications

Teori ini dicetuskan oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler dan Michael Gurevitch. Teori uses
and gratifications mempelajari asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang
menimbulkan harapan tertentu dari media atau sumber lain yang membawa pada terpaan
media yang berlainan, dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan serta akibat-akibat lain
termasuk yang tidak kita inginkan.

Teori ini memiliki asumsi bahwa khalayak dianggap aktif dalam artian memiliki tujuan
ketika menggunakan media. Katz, Blumler, dan Gurevitch menemukan bahwa khalayak
menggunakan media untuk mengirim pesan, membantu mengembangkan citra diri, dalam
kaitannya dengan sosial dan interaksi atau hiburan.

West & Turner, (2013) menjelaskan bahwa teori uses and gratification merupakan teori
yang secara garis besar membahas mengenai pemahaman media dan juga dampak media bagi
pengguna atau konsumennya. Media dalam teori uses and gratification memunculkan adanya
kebutuhan yang dipuaskan oleh media, dan terpuaskannya kebutuhan ini merupakan alasan
seseorang mengonsumsi suatu media. Kebutuhan yang dipuaskan oleh media ini antara lain :

a. Kognitif : memperoleh informasi, pengetahuan dan pemahaman.

b. Afektif : pengelaman emosional, menyenangkan atau estetis.

c. Integritas personal: meningkatkan kredebilitas, percaya diri, dan status.

d. Integrasi sosial: meningkatkan hubungan dengan keluarga, teman, dan lainnya.

e. Perlepasan ketegangan/stres: pelarian dan pengalihan.

Sosial media secara umum mampu memenuhi lima hal kepuasaan yang bisa diberikan
oleh media. Adanya sebuah aktifitas yang dapat digantikan dengan sosial media membuat
adanya sebuah kepuasaan yang dirasakan oleh khalayak dari kelima hal tersebut.
Pengetahuan digantikan dengan akun-akun yang memuat informasi-informasi berdasarkan
pemberitaan tertentu. Aktifitas untuk mengobrol dan face to face digantikan dengan aktifitas
chatting yang hampir diseluruh sosial media terdapat fitur chatting. Aktualisasi diri kini dapat
dilakukan dengan sosial media yang menyediakan gambar dan foto atau video yang dapat
menghilang dalam durasi 1x24 jam. Sosial media memberikan kepuasaan yang “modern” dan
praktis kepada penggunanya, hal ini dikarenakan sosial media dapat mencakup segala hal
yang dapat dilakukan oleh media massa lain.

Sosial media saat ini diakui sebagai sebuah alat yang telah mulai sulit untuk dipisahkan
dengan khalayak, pasalnya secara sosial khalayak secara tidak langsung telah terhubung satu
dengan yang lainnya sehingga hal ini menjadikan sebuah koneksi yang kuat dengan sosial
media.

Pendekatan ini terpusat pada konsumen daripada pesan. Tidak seperti tradisi kekuatan
efek, pendekatan ini menggambarkan anggota audien lebih diskriminatif terhadap
penggunaan media. Audien diasumsikan aktif dan bertujuan langsung. Anggota audiens
secara luas bertanggung jawab untuk memilih media untuk mempertemukan antara
kebutuhan dan pengetahuan mereka dan bagaimana mempertemukan mereka.

Teori Dependency / Ketergantungan

Teori uses and gratification merupakan cukup terbatas. Dengan kata lain, ia seakan-
akan membuat individu secara sepenuhnya mengkontrol pilihan-pilihan dalam kehidupan
mereka. Padahal pada kenyataanya individu tidak sepenuhnya secara aktif memilih media
yang dikonsumsinya. oleh karena itu dependency theory bisa melengkapi kekurangan dari
teori uses and gratifications.

Sandra Ball-Rokech dan Melvin DeFleur secara original mempromosikan teori ini.
Teori ini memprediksi ketergantungan terhadap informasi media untuk menemukan
kebutuhan tertentu dan pencapaian tujuan tertentu. Tetapi ketergantungan kita terhadap
media tidaklah sama.

Terdapat dua faktor penentu bagaimana pandangan kita terhadap media. Pertama, kita
akan lebih tergantung pada media yang memberikan apa yang kita butuhkan daripada yang
sedikit memenuhi kebutuhan kita. Yang kedua, sumber dependensi adalah stabilitas sosial.
Model ini menunjukkan bahwa istitusi sosial dan sistem media berinteraksi dengan audien
untuk menciptakan kebutuhan, ketertarikan dan motivasi.
Teori Participatory Media Culture

Teori yang dicetuskan oleh Henry Jenkins ini menguraikan cara-cara di mana budaya
media baru menawarkan khalayak untuk secara bersama-sama mengambil peran sebagai
konsumen media dan produsen media sekaligus. Jenkins berpendapat bahwa dalam
Participatory Media Culture, orang mampu secara kreatif menanggapi isi media dengan
menciptakan komoditas budaya mereka sendiri sebagai upaya mereka untuk menguraikan dan
menemukan makna di dalam produk media dan pesan yang ada. Dalam Participatory Media
Culture masyarakat dapat lebih mudah merespon dan memberikan kontribusi dan pesan
kepada media.

Teori ini sangat sesuai dengan keberadaan sosial media. Karena dalam sosial media,
individu tidak hanya berperan sebagai konsumen media seperti dijelaskan dalam teori uses
and gratifications dan teori dependency, namun juga sekaligus sebagai produsen media yang
menciptakan sesuatu yang akan dikonsumsi orang lain – yaitu followersnya.

2.2 Model Komunikasi

Model Komunikasi Interaksional

Model Komunikasi Interaksional dicetuskan oleh Schramm pada tahun 1970-an.


Model tersebut saya pahami dari membaca berbagai sumber, namun utamanya adalah dari
buku Pengantar Ilmu Komunikasi karya Rayudaswati Budi yang diterbitkan pada tahun 2010.
Model ini saya pilih karena menurut saya model ini merupakan model komunikasi yang
menyeluruh. Model ini memperhitungkan noise/gangguan dalam komunikasi dan sesuai
dengan dinamika sosial media yang merupakan memiliki feedback terus menerus antara
komunikator dan komunikan.
Model komunikasi interaksional merupakan pengembangan dari model komunikasi
linear/satu arah yang pertama kali dicetuskan oleh Shannon dan Weaver pada 1949. Model
dari Schramm ini pada intinya menambahkan bahwa proses komunikasi berjalan secara
sirkuler (tidak linear). Penerima pesan (komunikan/receiver) secara bergantian bertindak
sebagai pengirim pesan (komunikator/sender). Model ini khususnya sesuai dengan
komunikasi interpersonal (antar pribadi) yang kita lakukan sehari-hari.

Menurut Schramm (1997) model komunikasi interaksional menggambarkan


komunikasi sebagai sebuah proses dimana partisipan komunikasi saling bertukar posisi
sebagai pengirim pesan dan penerima pesan serta membentuk makna bersama dengan cara
mengirim dan menerima umpan balik dalam konteks fisik dan psikologis. Tidak
seperti model komunikasi linear, dalam model komunikasi interaksional terdapat unsur
umpan balik yang membuat proses komunikasi menjadi lebih interaktif karena berlangsung
secara dua arah

Dalam model komunikasi interaksional, ketika sumber mengirimkan pesan kepada


penerima pesan atau sumber kedua, hal pertama yang dilakukan sumber adalah meng-encode
pesan. Pesan yang telah di-encode tersebut kemudian dikirimkan melalui channel atau media
tertentu lalu diterima oleh penerima pesan atau sumber kedua dengan cara meng-decode
pesan tersebut untuk mendapatkan pesan atau informasi yang utuh. Kemudian, penerima
pesan berperan sebagai sumber, meng-encode pesan lain atau umpan balik dan
mengirimkannya kembali kepada pengirim pesan atau sumber pertama.
Konsep penting lainnya yang terdapat dalam model komunikasi interaksional adalah
gangguan (noise) dan hambatan-hambatan komunikasi seperti bahasa, masalah jaringan, dan
lain-lain yang mempengaruhi proses komunikasi; dan bidang pengalaman atau latar belakang
sender/receiver karena pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki akan berdampak pada
proses pembentukan dan penafsiran pesan. Yang termasuk dalam bidang pengalaman adalah
budaya, perilaku sosial, dan lain-lain

2.3 Teori Pendukung Penelitian

Pengertian Media Massa

Media massa adalah sarana untuk menyampaikan informasi ke khalayak ramai.


Media massa menjadi salah satu sarana paling penting di zaman sekarang ini karena
informasi kini sudah seperti menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Menurut
Syarifudin Yunus (2010), “Media massa dapat diartikan sebagai segala bentuk media
atau sarana komunikasi untuk menyalurkan dan mempublikasikan berita kepada publik
atau masyarakat. Tjahjono Widarmanto (2017) juga menjelaskan pengertiannya
mengenai media massa yaitu, “Media massa merupakan media yang diperuntukkan
untuk massa. Dalam ilmu jurnalistik media massa menyiarkan berita atau informasi
disebut juga dengan istilah pers.”

Pengertian massa secara umum adalah sejumlah orang yang tidak saling
mengenal, berjumlah banyak, anggotanya heterogen, dan berada di suatu wilayah
tertentu. Sedangkan secara spesifik, pengertian massa yang dimaksud dalam ketiga
penjelasan diatas adalah orang-orang yang memiliki perhatian yang sama terhadap
sesuatu hal yang sama. Menurut pengertian spesifik, setiap media memiliki massa nya
masing-masing. Misal, massa dari koran republika adalah para muslim, massa dari
majalah Gadis adalah remaja perempuan, massa dari Wolipop adalah wanita muda dan
remaja perempuan, dan lain lain. Dengan demikian massa dari setiap media memiliki
segmentasi tersendiri bergantung pada jenis informasi dan orang-orang yang tertarik
membaca informasi tersebut.

Berdasarkan pendapat kedua ahli diatas dan pengertian massa secara umum dan
spesifik, kita dapat menyimpulkan bahwa media massa adalah segala bentuk media
yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat dengan
segmentasi tertentu.

Fungsi Media Massa

Tjahjono Widarmanto (2017) menjelaskan bahwa terdapat 6 fungsi media massa,


yaitu :

1. Menginformasikan (to inform).


Media massa merupakan sarana untuk menginformasikan hal-hal atau peristiwa-
peristiwa penting kepada masyarakat.

2. Mendidik (to educate).


Tulisan-tulisan di media massa menjadi sumber informasi bagi banyak orang
sehingga secara langsung maupun tidak langsung mendorong perkembangan
intelektual, membentuk watak, dan meningkatkan keterampilan dan kemampuan
yang dibutuhkan pembacanya.

3. Menghibur (to entertaint).


Selain untuk mendidik dan menginformasikan, media massa juga seringkali
memberikan hiburan kepada para pembacanya. Tulisan yang bersifat menghibur
biasanya dalam bentuk karangan khas (feature), fiksi seperti cerpen, novel, puisi,
berita-berita yang lucu dan unik, serta gosip-gosip tentang selebritis.

4. Memengaruhi (to influence).


Media massa dapat memengaruhi pembacanya dengan menggunakan informasi
yang disebarluaskan di dalamnya. Pengaruh ini dapat berupa pengetahuan
(cognitive), perasaan (afektive), maupun tingkah laku (conative)

5. Memberikan respons sosial (to social responsibility).


Baik penulis dan pembaca di media massa dapat menanggapi dan secara langsung
maupun tidak langsung mendiskusikan fenomena sosial atau keadaan sosial yang
sedang atau telah terjadi.
6. Penghubung (to linkage).
Media massa dapat menjadi sarana penghubung bagi unsur-unsur yang ada dalam
masyarakat yang tidak bisa menyampaikan informasi tersebut secara langsung
maupun tidak lansgung. Misalnya, ketika terjadi busung lapar di daerah terpencil
tertentu yang tidak memiliki alat komunikasi, dengan adanya informasi dari media
massa, masyarakat secara luas jadi mengetahui dan bisa ikut membantumengatasi
busung lapar di daerah tersebut.

Jenis Media Massa

Menurut Syarifudin Yunus (2010), media dikategorikan ke dalam 3 (tiga) jenis


yaitu:

1. Media cetak, yang terdiri atas surat kabar, surat kabar mingguan, tabloid, majalah,
buletin/jurnal, dan sebagainya.
2. Media elektronik, yang terdiri atas radio dan televisi.
3. Media online, yaitu media internet, seperti website, blog, dan lain sebagainya.

Asep Syamsul M. Romli (2014) juga membagi media massa kedalam tiga kategori
yaitu :

1. Media Cetak (Printed Media)


Media cetak adalah media yang menggunakan kertas atau printed media sebagai
medium untuk menuliskan dan menyampaikan informasinya. Contoh media cetak
antara lain adalah surat kabar, tabloid, dan majalah.

2. Media Elektronik (Electronic Media)


Media elektronik menggunakan peralatan elektronik sebagai medium untuk
menyampaikan informasinya. Contoh media elektronik antara lain radio, televisi, dan
film/video.

3. Media Siber (Cyber Media)


Media siber juga menggunakan internet sebagai medium untuk menyampaikan
informasinya. Media siber memang menggunakan peralatan elektronik untuk
membuka informasi dari internet, tetapi karena ke khususan dan keunikan dari media
internet itu sendiri, maka diperlukan kategori terbaru yang membedakan antara media
elektronik dan media siber. Contoh media siber antara lain website, portal berita, blog,
dan sosial media.

Berdasarkan kedua ahli diatas, kita dapat menyimpulakn bahwa secara umum
media massa dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu media cetak, media elektronik, dan
media online/siber.

Media Online

Media online adalah media baru yang tercipta akibat perkembangan teknologi.
Media terbaru ini menjadi semakin populer di masyarakat karena kemudahan yang
ditawarkannya yaitu bisa diakses di mana saja dan kapan saja. Menurut Wikipedia
dalam Asep Syamsul M. Romli (2014), “Media online merupakan produk jurnalistik
online atau cyber journalism yang didefinisikan sebagai berikut, pelaporan fakta atau
peristiwa yang diproduksi dan didistribusikan melalui internet”.

Sedangkan menurut Asep Syamsul M. Romli (2014), pengertian media online


dapat dibagi menjadi dua yaitu pengertian umum dann pengertian khusus. Secara
umum media online adalah segala jenis atau format media yang hanya bisa diakses
melalui internet, bentuk media ini antara lain teks, foto, video, dan suara. Sedangkan
secara khusus pengertian media online terkait dengan pengertian media dalam konteks
komunikasi massa. Sehingga media online adalah media pers atau media jurnalistik
yang menyajikan karya jurnalistik secara online.

Syarifudin Yunus (2010) mendefinisikan media online sebagai salah satu jenis
media massa yang populer dan bersifat khas. Kekhasan media online terletak pada
keharusan memiliki jaringan teknologi informasi dengan menggunkaan perangkat
komputer, di samping pengetahuan tentang progam komputer untuk mengakses
informasi dan berita.

Berdasarkan definisi-definisi yang sudah dijelaskan di atas, kita dapat


menyimpulkan bahwa media online adalah media komunikasi yang menyebarluaskan
informasi menggunakan perangkat khusus yang khas yang disebut dengan internet.
Pengertian media online secara umum tersebut juga dapat kerucutkan berdasarkan
konteks jurnalistik atau komunikasi massa sehingga dapat diartikan bahwa media
online adalah media pers atau media jurnalistik yang menyajikan karya jurnalistik
secara online (melalui internet).

Menurut Asep Syamsul M Romli (2014), “Dari segi isi (konten) atau sajian
informasi, yang disajikan media online secara umum sama dengan media cetak seperti
koran dan majalah, yakni terdiri dari berita (news), artikel opini (views), feature, foto,
dan iklan yang dikelompokkan kategori tertentu, misalnya kategori berita nasional,
ekonomi, berita olahraga, dan politik”.

Syarifudin Yunus (2010) mengemukakan pendapat yang serupa, “Beberapa


produk media massa (media cetak, media elektonik, dan media online) yang patut
diketahui ialah berita, tajuk atau editorial, karikatural, pojok, artikel, kolom dan surat
pembaca”. Bentuk-bentuk media online yang ia sebutkan adalah bentuk-bentuk media
yang terdapat di media cetak.

Komunikasi Massa

Keseluruhan media massa yang ada tersebut, yaitu media cetak, elektronik, dan
media online, digunakan untuk melakukan komunikasi massa. Menurut Bittner dalam
Vera (2016) “Komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui
media massa pada sejumlah besar orang.” Sedangkan De Fluer dalam Vera (2016)
menjelaskan bahwa komunikasi massa adalah suatu proses dimana komunikator
menggunakan media untuk menyebarkan pesan secara luas dan terus-menerus dengan
harapan untuk memengaruhi khalayak dengan berbagai cara. Sedangkan menurut
Stanley dalam Vera (2016) “Komunikasi massa adalah proses penciptaan makna
bersama antara media massa dan khalayaknya”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
komunikasi massa adalah komunikasi yang bertujuan memengaruhi khalayak dengan
menggunakan media massa.

Vera (2016) menjelaskan lebih detail ciri-ciri komunikasi massa, yaitu :


1) komunikatornya terlembaga, 2) khalayak sasarannya luas, heterogen, dan anonim, 3)
isi pesan bersifat umum, bukan pribadi, 4) waktu penyampaian cepat dan mampu
menjangkau khalayak luas tidak terbatas secara geografis dan kultural, 5) bersifat satu
arah karena respons komunikan tidak bisa diberikan secara langsung, 6) lebih
mementingkan unsur isi dibanding unsur hubungan, 7) umpan balik bersifat tertunda
(delayed feedback), dan 8) stimulasi alat indera yang terbatas tergantung dari media
yang digunakan.

Tujuan komunikasi massa untuk memengaruhi khalayak ini salah satunya dapat
dilihat dengan persepsi masyarakat terhadap permasalahan yang dibahas dalam media
massa. Akhir-akhr ini media massa cenderung memberitakan hal-hal yang negatif
terkait skuter listrik. Namun masyarakat memiliki pilihan, yaitu mengiyakan dan
mengikuti pendapat media, atau membuat pendapatnya sendiri berdasarkan pengalaman
dan pengamatan mereka terhadap hal-hal yang terjadi. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk melihat sejauh mana persepsi masyarakat sekitar mall fX Sudirman dipengaruhi
pemberitaan negatif terhadap skuter listrik khususnya setelah insiden tabrakan skuter
listrik terjadi.

Penelitian Terdahulu

Taqwa (2018) menemukan bahwa intensitas penggunaan instagram stories


berpengaruh negatif terhadap kesehatan mental. Penelitian dilakukan terhadap 358
mahasiswa berusia 18-24 tahun di Universitas Muhammadiyah Malang.

Mubarok (2018) menjelaskan bahwa penggunaan sosial media pada siswa kelas
XI MAN 2 Surakarta menyebabkan siswa menyimpan konten pornografi dan
menghabiskan waktunya untuk sosial media hingga melupakan tugas utamanya untuk
belajar.

Handikasari, Jusuf, & Johan (2018) menemukan hal yang serupa yaitu terdapat
korelasi positif dan signifikan antara intensitas penggunaan sosial media dengan derajat
gejala depresi.

RSPH (2017) menemukan bahwa instagram merupakan sosial media yang


dampaknya paling buruk terhadap kesehatan mental. Meskipun sosial media lainnya
juga memiliki dampak buruk terhadap kesehatan mental.

Peltzer & Pengpid (2018) mencoba memetakan pengidap depresi di Indonesia.


Mereka menemukan bahwa tingkat depresi tertinggi di Indonesia ditemukan pada
rentang usia remaja atau dewasa muda, sesuai dengan tren dunia. Peltzer & Pengpid
bahwa terdapat 32% wanita dan 26% laki-laki berusia 15-19 tahun yang melaporkan
gejala depresi sedang atau berat. Mereka juga menjelaskan lebih lanjut bahwa faktor
yang berkaitan dengan prevalensi depresi yaitu : usia muda, persepsi ketidakcukupan
ekonomi, menganggur atau sedang mencari pekerjaan, mengalami bencana (alam atau
konflik sosial), merasa lingkungan tidak aman, memiliki masalah kesehatan kronis,
mengonsumsi tembakau, menyalahgunakan zat, dan aktivitas fisik yang rendah.
BAB III

METODOLOGI

Pada bab ini, dipaparkan metodologi penelitian yang meliputi tujuan penelitian,

tempat dan waktu penelitian, objek penelitian, fokus penelitian, metode penelitian, instrumen

penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.1 Dasar Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam

Moleong, 2006) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati.

3.2 Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2006), pada dasarnya penelitian kualitatif tidak dimulai dari

sesuatu yang kosong, tetapi dilakukan berdasarkan persepsi seseorang terhadap adanya

masalah. Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada sesuatu fokus. Penetapan fokus

dapat membatasi studi dan berfungsi untuk memenuhi kriteria masuk-keluar (inclusion-

exlusion criteria) suatu informasi

Fokus penelitian pada penelitian ini adalah motivasi Guru Tidak Tetap yang bertugas

di beberapa SMA Swasta di Kota Semarang berikut faktor-faktor yang melatarbelakanginya.

Penelitian ini difokuskan di Kota Semarang karena peneliti berasumsi bahwa Kota Semarang

yang merupakan ibukota Jawa Tengah bisa dijadikan gambaran situasi sosial diberbagai kota

lain di Jawa Tengah dengan berbagai lapisan masyarkatnya yang masih memegang budaya

Jawa sebagai dasar kehidupan sehari-hari.


3.3 Sumber Data

Menurut Lofland (dalam Moleong, 2006) sumber data utama dalam penelitian

kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen

dan lain-lain. Yang dimaksud kata-kata dan tindakan disini yaitu kata-kata dan tindakan

orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama (primer). Sedangkan

sumber data lainnya bisa berupa sumber tertulis (sekunder), dan dokumentasi seperti foto.

Sumber data utama dalam penelitian ini adalah para Guru Tidak Tetap yang bertugas

di beberapa SMA Swasta di Kota Semarang. Sumber data pendukung dalam penelitian ini

adalah Kepala Sekolah dimana Guru Tidak Tetap tersebut bertugas.

3.4 Pemilihan Sampel

Penelitian kualittif bertolak dari asumsi tentang relitas atau fenomena sosial yang

bersifat unik atau kompleks. Oleh karena itu, prosedur penentuan sampel yang paling penting

adalah bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau situasi sosial tertentu

yang sesuai dengan fokus penelitian (Bungin, 2003).

Dalam hal ini, fokus peneliti adalah tentang Motivasi Guru Tidak Tetap yang

Bertugas di SMA Swasta di Kota Semarang dimana objeknya adalah para Guru Tidak Tetap

yang sekaligus menjadi bagian dari narasumber dalam penelitian ini. Sedangkan sampel yang

terpilih berjumlah 10 orang yang bertugas di berbagai SMA Swasta di Kota Semarang yang

kriterianya ditentukan oleh peneliti, yakni lamanya masa kerja yang melebihi 10 tahun tetapi

belum diangkat menjadi PNS. Kriteria yang ditentukan oleh peneliti ini cukup beralasan,

sebab

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian Kualitatif, teknik pengumpulan data yang utama adalah observasi

partisipan, wawancara mendalam studi dokumentasi, dan gabungan (Sugiyono, 2008).

Menurut Sugiyono (2008), ada 3 macam wawancara yakni wawancara terstruktur,

wawancara semiterstruktur, dan wawancara tidak terstruktur. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan metode wawancara semiterstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan secara

lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini

adalah untuk menemukan permasalahan yang lebih terbuka dimana pihak yang diajak

wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Wawancara dilakukan secara terbuka di mana

para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui apa maksud

wawancara. Wawancara dilakukan sampai peneliti tidak menemukan informasi baru lagi

(jenuh). Pada proses pengumpulan data, peniliti pada tahap awal mewawancarai narasumber

dari Dinas Pendidikan Kota Semarang, untuk narasumber selanjutnya akan ditentukan

kemudian setelah ada rekomendasi dari narasumber pertama atau peneliti mempunyai inisiatif

lain setelah mendapat data dari narasumber pertama.

3.6 Metode Analisis

Metode analisis kualitatif merupakan kajian yang menggunakan data-data teks,

persepsi, dan bahan-bahan tertulis lain untuk mengetahui hal-hal yang tidak terukur dengan

pasti (intangible). Analisis data secara kualitatif bersifat hasil temuan secara mendalam

melalui pendekatan bukan angka atau nonstatistik (Istijanto, 2008). Jadi, penelitian kualitatif

tidak memiliki rumus atau aturan absolut untuk mengolah dan menganalisis data.

3.6.2. Validasi data


Untuk mendapatkan tingkat kepercayaan atau kredibilitas yang tinggi sesuai dengan

fakta di lapangan, maka validasi internal data penelitian dilakukan melalui teknik

memberchek oleh responden setelah peneliti menuliskan hasil wawancara ke dalam tabulasi

data. Menurut Sugiyono (2008), memberchek adalah proses pengecekan data oleh peneliti

kepada pemberi data. Tujuan memberchek adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang

diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Teknik memberchek juga

sekaligus untuk menguji validitas eksternal untuk menguji tingkat transferability. Bila

pembaca mendapatkan gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks penelitian,

maka penelitian dikatakan memiliki standar transferabilitas yang tinggi. Validitas eksternal

menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana

sample itu diambil.

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan penggunaan

kalimat majemuk dalam penulisan cerpen ( liburan sekolah ) serta implikasinya terhadap

pembelajaran bahasa Indonesia kelas XI.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, sehingga tidak terikat tempat tertentu.

Penelitian ini akandilakukan pada Agustus hingga Oktober 2018.

3.3 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah cerpen karangan siswa kelas XI SMA Negeri 68

Jakarta.

3.4 Metode Penelitian


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian analisis deskriptif.

Penelitian ini akan dimulai pada bulan Agustus hingga Oktober dan bertempat di SMA

Negeri 68 Jakarta.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu penulis sendiri. Proses mengolah

dan menganalisis data dalam penelitian ini dibantu tabel analisis kalimat majemuk.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara penulis menganalisis teks cerpen siswa

kelas XI SMA Negeri 68 Jakarta berdasarkan pada kalimat dan jenis kalimat majemuk yang

digunakan dalam teks cerpen.

3.7 Teknik Analisis Data

Dalam teknik analisis pengumpulan data, penulis menggunakan teknik analisis yang

bersifat kualitatif.Oleh karena itu, hasil penelitian yang diperoleh berupa kalimat dan

presentase hasil penelitian.


Daftar Pustaka

Ambar. (2017). 7 Teori Komunikasi Media Baru Menurut Para Ahli – Pengertian dan
Karakteristiknya. Diambil dari https://pakarkomunikasi.com/teori-media-baru.

Ambar. (2018). Model Komunikasi Interaksional – Komponen – Konsep – Kritik. Diambil dari
https://pakarkomunikasi.com/model-komunikasi-interaksional.

Budi, Rayudaswati. (2010) Pengantar Ilmu Komunikasi. Makassar : KRETAKUPA, 21-23 &
43-44.

Duarte, Fernando. (2019). Berapa banyak waktu yang dihabiskan rakyat Indonesia di sosial
media? Diambil dari https://www.bbc.com/indonesia/majalah-49630216

Handikasari, Rirra Hayuning, Innawati Jusuf, & Andrew Johan. (2018). Hubungan Intensitas
Penggunaan Sosial media Dengan Gejala Depresi Mahasiswa Kedokteran : Studi Pada
Mahasiswa Kedokteran Tingkat Akhir Yang Menggunakan Kurikulum Modul
Terintegrasi. Jurnal Kedokteran Diponegoro.

Hunt, Melissa, Jordyn Young, Rachel Marx, & Courtney Lipson. (2018). No More FOMO:
Limiting Social Media Decreases Loneliness and Depression. Journal of Social and
Clinical Psychology.

Mubarok, Muhammad Rois. (2018). Hubungan Antara Intensitas Penggunaan Sosial media
Dengan Akhlak Siswa Kelas XI MAN 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2017/2018.

Peltzer, Karl & Supa Pengpid . (2018). High Prevalence Of Depressive Symptoms In a
National Sample of Adults In Indonesia: Childhood Adversity, Sociodemographic
Factors and Health Risk Behaviour. Asian Journal of Psychiatry.

Romli, Asep Syamsul M. 2014. Jurnalistik Online. Bandung: Nuansa Cendikia.

RSPH. (2017). Status of Mind: Social media and young people’s mental health. Royal
Society for Public Health.

Taqwa, Mayvita Innani. (2018). Intensitas Penggunaan Sosial media Instagram Stories
Dengan Kesehatan Mental. Skripsi Universitas Muhammadiyah Malang.

Vera, Nawiroh. (2016). Komunikasi Massa. Bogor : Ghalia Indonesia.


Websindo. (2019). Indonedia Digital 2019. Diambil dari https://websindo.com/indonesia-
digital-2019-media-sosial/

West R. & Turner L. H. (2013). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta :
Salemba Humanika.

Widarmanto, Tjahjono. 2017. Pengantar Jurnalistik : Panduan Awal Penulis dan Jurnalis.
Yogyakarta : Araska.

Yunus, Syarifudin. 2010. Jurnalistik Terapan. Bogor: Ghalia Indonesia

Anda mungkin juga menyukai