ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PARAMADINA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Sosial media semakin populer seiring perkembangan zaman. Semakin banyak orang,
khususnya kaum muda berusia 18-25 tahun yang menggunakan sosial media. Berdasarkan
Katadata (2019) jumlah pengguna sosial media di Indonesia kini mencapai 150 juta orang
atau 56% dari total populasi. Jumlah tersebut naik 20% dari survei pada tahun sebelumnya.
Berdasarkan Websindo (2019) pengguna sosial media di Indonesia terbanyak berasal dari
kelompok umur 18-24 tahun dan 25-34 tahun, kemudian disusul oleh kelompok umur 13-17
tahun. Ariyanti (2018) menambahkan bahwa sebanyak 90,61% anak muda pengguna internet
kalangan kaum muda ini dibarengi dengan peningkatan intensitas penggunaannya. Penulis
mengamati bahwa teman-teman di sekitar penulis banyak yang cukup intens menggunakan
sosial media hingga berjam-jam per hari. Pengamatan penulis ini sesuai dengan data yang
ada, yaitu lama penggunaan sosial media di Indonesia rata-rata adalah 195 menit atau 3 jam
15 menit per hari (Duarte, 2019). Padahal penggunaan sosial media yang optimal adalah
kurang dari 30 menit per hari karena penggunaan yang melebihi angka tersebut meningkatkan
perasaan kesepian dan depresi secara signifikan (Hunt, Young, Marx.& Lipson, 2018).
Penggunaan sosial media yang sangat lama pada masyarakat Indonesia tersebut perlu
mendapatkan perhatian lebih. Hal ini karena sosial media lebih adiktif dibanding rokok dan
alkohol (RSPH, 2017). Layaknya hal-hal lain, sosial media tentunya memiliki dampak positif
dan negatif, tergantung bagaimana kita menggunakannya. Dampak positif dari sosial media
antara lain untuk mengekspresikan diri, memperluas jaringan pertemanan ,dan berkomunikasi
dengan teman dan keluarga dimana saja dan kapan saja. Namun dampak negatif yang
ditimbulkan dari sosial media juga tidak boleh dianggap remeh, antara lain : meningkatkan
berasal dari bahasa latin anxius dan dalam bahasa Jerman anGst kemudian menjadi
masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut (Chaplin, 2000:33).
ketakutan/keprihatinan, tegang, atau rasa gelisah yang berasal dari antisipasi bahaya,
sumber yang sebagian besar tidak dikenali atau yang tak dikenal.
Oleh karena berbagai latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk memverifikasi
apakah penggunaan sosial media secara intens justru memberikan dampak buruk bagi
penggunanya. Fokus yang akan penulis teliti yaitu hubungan penggunaan sosial media
terhadap tingkat kecemasan. Sampel reponden yang diteliti adalah mahasiswa Universitas
Paramadina karena dekat dengan keseharian penulis sehingga lebih mudah dan lebih terbuka
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, maka rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini yaitu :
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek penggunaan sosial media terhadap
tingkat kecemasan Mahasiswa Universitas Paramadina.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademik
b. Manfaat Praktis
Teman-teman di sekitar penulis banyak yang cukup intens menggunakan sosial media
hingga berjam-jam per hari. Oleh karena itu peneliti tertarik memverifikasi apakah hal ini
baik untuk mereka atau justru buruk. Khususnya dilihat dari sisi kesehatan mental, yang salah
satunya digambarkan oleh tingkat kecemasan/anxiety.
Peneliti lumayan tertarik dengan topik psikologi. Ditambah lagi jurusan kuliah penulis
saat ini (ilmu komunikasi) sangat tepat untuk meneliti tentang sosial media. Karena penulis
mempelajari bagaimana dinamika komunikasi yang terjadi pada media baru ini. Di sisi lain
penulis cukup sering membaca artikel-artikel tentang sosial media serta dinamika dan
dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Namun artikel yang penulis baca kebanyakan
hanya sekedar teori/pemikiran tanpa didasari bukti penelitian yang kuat.
Variabel utama yang akan diteliti adalah seberapa lama penggunaan sosial media dan
tingkat kecemasan dari responden. Kedua variabel ini diteliti dengan kuesioner.
Wawancara akan menggali lebih dalam tentang alasan penggunaan sosial media dan
efek yang dirasakan oleh orang-orang yang menggunakan sosial media lebih dari 2 jam per
hari. Berdasarkan wawancara ini penulis bisa mengetahui apakah orang-orang yang
menggunakan sosial media secara intens mengalami dampak negatif dan/atau menyadari
Teori ini dicetuskan oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler dan Michael Gurevitch. Teori uses
and gratifications mempelajari asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang
menimbulkan harapan tertentu dari media atau sumber lain yang membawa pada terpaan
media yang berlainan, dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan serta akibat-akibat lain
termasuk yang tidak kita inginkan.
Teori ini memiliki asumsi bahwa khalayak dianggap aktif dalam artian memiliki tujuan
ketika menggunakan media. Katz, Blumler, dan Gurevitch menemukan bahwa khalayak
menggunakan media untuk mengirim pesan, membantu mengembangkan citra diri, dalam
kaitannya dengan sosial dan interaksi atau hiburan.
West & Turner, (2013) menjelaskan bahwa teori uses and gratification merupakan teori
yang secara garis besar membahas mengenai pemahaman media dan juga dampak media bagi
pengguna atau konsumennya. Media dalam teori uses and gratification memunculkan adanya
kebutuhan yang dipuaskan oleh media, dan terpuaskannya kebutuhan ini merupakan alasan
seseorang mengonsumsi suatu media. Kebutuhan yang dipuaskan oleh media ini antara lain :
Sosial media secara umum mampu memenuhi lima hal kepuasaan yang bisa diberikan
oleh media. Adanya sebuah aktifitas yang dapat digantikan dengan sosial media membuat
adanya sebuah kepuasaan yang dirasakan oleh khalayak dari kelima hal tersebut.
Pengetahuan digantikan dengan akun-akun yang memuat informasi-informasi berdasarkan
pemberitaan tertentu. Aktifitas untuk mengobrol dan face to face digantikan dengan aktifitas
chatting yang hampir diseluruh sosial media terdapat fitur chatting. Aktualisasi diri kini dapat
dilakukan dengan sosial media yang menyediakan gambar dan foto atau video yang dapat
menghilang dalam durasi 1x24 jam. Sosial media memberikan kepuasaan yang “modern” dan
praktis kepada penggunanya, hal ini dikarenakan sosial media dapat mencakup segala hal
yang dapat dilakukan oleh media massa lain.
Sosial media saat ini diakui sebagai sebuah alat yang telah mulai sulit untuk dipisahkan
dengan khalayak, pasalnya secara sosial khalayak secara tidak langsung telah terhubung satu
dengan yang lainnya sehingga hal ini menjadikan sebuah koneksi yang kuat dengan sosial
media.
Pendekatan ini terpusat pada konsumen daripada pesan. Tidak seperti tradisi kekuatan
efek, pendekatan ini menggambarkan anggota audien lebih diskriminatif terhadap
penggunaan media. Audien diasumsikan aktif dan bertujuan langsung. Anggota audiens
secara luas bertanggung jawab untuk memilih media untuk mempertemukan antara
kebutuhan dan pengetahuan mereka dan bagaimana mempertemukan mereka.
Teori uses and gratification merupakan cukup terbatas. Dengan kata lain, ia seakan-
akan membuat individu secara sepenuhnya mengkontrol pilihan-pilihan dalam kehidupan
mereka. Padahal pada kenyataanya individu tidak sepenuhnya secara aktif memilih media
yang dikonsumsinya. oleh karena itu dependency theory bisa melengkapi kekurangan dari
teori uses and gratifications.
Sandra Ball-Rokech dan Melvin DeFleur secara original mempromosikan teori ini.
Teori ini memprediksi ketergantungan terhadap informasi media untuk menemukan
kebutuhan tertentu dan pencapaian tujuan tertentu. Tetapi ketergantungan kita terhadap
media tidaklah sama.
Terdapat dua faktor penentu bagaimana pandangan kita terhadap media. Pertama, kita
akan lebih tergantung pada media yang memberikan apa yang kita butuhkan daripada yang
sedikit memenuhi kebutuhan kita. Yang kedua, sumber dependensi adalah stabilitas sosial.
Model ini menunjukkan bahwa istitusi sosial dan sistem media berinteraksi dengan audien
untuk menciptakan kebutuhan, ketertarikan dan motivasi.
Teori Participatory Media Culture
Teori yang dicetuskan oleh Henry Jenkins ini menguraikan cara-cara di mana budaya
media baru menawarkan khalayak untuk secara bersama-sama mengambil peran sebagai
konsumen media dan produsen media sekaligus. Jenkins berpendapat bahwa dalam
Participatory Media Culture, orang mampu secara kreatif menanggapi isi media dengan
menciptakan komoditas budaya mereka sendiri sebagai upaya mereka untuk menguraikan dan
menemukan makna di dalam produk media dan pesan yang ada. Dalam Participatory Media
Culture masyarakat dapat lebih mudah merespon dan memberikan kontribusi dan pesan
kepada media.
Teori ini sangat sesuai dengan keberadaan sosial media. Karena dalam sosial media,
individu tidak hanya berperan sebagai konsumen media seperti dijelaskan dalam teori uses
and gratifications dan teori dependency, namun juga sekaligus sebagai produsen media yang
menciptakan sesuatu yang akan dikonsumsi orang lain – yaitu followersnya.
Pengertian massa secara umum adalah sejumlah orang yang tidak saling
mengenal, berjumlah banyak, anggotanya heterogen, dan berada di suatu wilayah
tertentu. Sedangkan secara spesifik, pengertian massa yang dimaksud dalam ketiga
penjelasan diatas adalah orang-orang yang memiliki perhatian yang sama terhadap
sesuatu hal yang sama. Menurut pengertian spesifik, setiap media memiliki massa nya
masing-masing. Misal, massa dari koran republika adalah para muslim, massa dari
majalah Gadis adalah remaja perempuan, massa dari Wolipop adalah wanita muda dan
remaja perempuan, dan lain lain. Dengan demikian massa dari setiap media memiliki
segmentasi tersendiri bergantung pada jenis informasi dan orang-orang yang tertarik
membaca informasi tersebut.
Berdasarkan pendapat kedua ahli diatas dan pengertian massa secara umum dan
spesifik, kita dapat menyimpulkan bahwa media massa adalah segala bentuk media
yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat dengan
segmentasi tertentu.
1. Media cetak, yang terdiri atas surat kabar, surat kabar mingguan, tabloid, majalah,
buletin/jurnal, dan sebagainya.
2. Media elektronik, yang terdiri atas radio dan televisi.
3. Media online, yaitu media internet, seperti website, blog, dan lain sebagainya.
Asep Syamsul M. Romli (2014) juga membagi media massa kedalam tiga kategori
yaitu :
Berdasarkan kedua ahli diatas, kita dapat menyimpulakn bahwa secara umum
media massa dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu media cetak, media elektronik, dan
media online/siber.
Media Online
Media online adalah media baru yang tercipta akibat perkembangan teknologi.
Media terbaru ini menjadi semakin populer di masyarakat karena kemudahan yang
ditawarkannya yaitu bisa diakses di mana saja dan kapan saja. Menurut Wikipedia
dalam Asep Syamsul M. Romli (2014), “Media online merupakan produk jurnalistik
online atau cyber journalism yang didefinisikan sebagai berikut, pelaporan fakta atau
peristiwa yang diproduksi dan didistribusikan melalui internet”.
Syarifudin Yunus (2010) mendefinisikan media online sebagai salah satu jenis
media massa yang populer dan bersifat khas. Kekhasan media online terletak pada
keharusan memiliki jaringan teknologi informasi dengan menggunkaan perangkat
komputer, di samping pengetahuan tentang progam komputer untuk mengakses
informasi dan berita.
Menurut Asep Syamsul M Romli (2014), “Dari segi isi (konten) atau sajian
informasi, yang disajikan media online secara umum sama dengan media cetak seperti
koran dan majalah, yakni terdiri dari berita (news), artikel opini (views), feature, foto,
dan iklan yang dikelompokkan kategori tertentu, misalnya kategori berita nasional,
ekonomi, berita olahraga, dan politik”.
Komunikasi Massa
Keseluruhan media massa yang ada tersebut, yaitu media cetak, elektronik, dan
media online, digunakan untuk melakukan komunikasi massa. Menurut Bittner dalam
Vera (2016) “Komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui
media massa pada sejumlah besar orang.” Sedangkan De Fluer dalam Vera (2016)
menjelaskan bahwa komunikasi massa adalah suatu proses dimana komunikator
menggunakan media untuk menyebarkan pesan secara luas dan terus-menerus dengan
harapan untuk memengaruhi khalayak dengan berbagai cara. Sedangkan menurut
Stanley dalam Vera (2016) “Komunikasi massa adalah proses penciptaan makna
bersama antara media massa dan khalayaknya”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
komunikasi massa adalah komunikasi yang bertujuan memengaruhi khalayak dengan
menggunakan media massa.
Tujuan komunikasi massa untuk memengaruhi khalayak ini salah satunya dapat
dilihat dengan persepsi masyarakat terhadap permasalahan yang dibahas dalam media
massa. Akhir-akhr ini media massa cenderung memberitakan hal-hal yang negatif
terkait skuter listrik. Namun masyarakat memiliki pilihan, yaitu mengiyakan dan
mengikuti pendapat media, atau membuat pendapatnya sendiri berdasarkan pengalaman
dan pengamatan mereka terhadap hal-hal yang terjadi. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk melihat sejauh mana persepsi masyarakat sekitar mall fX Sudirman dipengaruhi
pemberitaan negatif terhadap skuter listrik khususnya setelah insiden tabrakan skuter
listrik terjadi.
Penelitian Terdahulu
Mubarok (2018) menjelaskan bahwa penggunaan sosial media pada siswa kelas
XI MAN 2 Surakarta menyebabkan siswa menyimpan konten pornografi dan
menghabiskan waktunya untuk sosial media hingga melupakan tugas utamanya untuk
belajar.
Handikasari, Jusuf, & Johan (2018) menemukan hal yang serupa yaitu terdapat
korelasi positif dan signifikan antara intensitas penggunaan sosial media dengan derajat
gejala depresi.
METODOLOGI
Pada bab ini, dipaparkan metodologi penelitian yang meliputi tujuan penelitian,
tempat dan waktu penelitian, objek penelitian, fokus penelitian, metode penelitian, instrumen
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis lisan dari orang-orang dan perilaku
Menurut Moleong (2006), pada dasarnya penelitian kualitatif tidak dimulai dari
sesuatu yang kosong, tetapi dilakukan berdasarkan persepsi seseorang terhadap adanya
masalah. Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada sesuatu fokus. Penetapan fokus
dapat membatasi studi dan berfungsi untuk memenuhi kriteria masuk-keluar (inclusion-
Fokus penelitian pada penelitian ini adalah motivasi Guru Tidak Tetap yang bertugas
Penelitian ini difokuskan di Kota Semarang karena peneliti berasumsi bahwa Kota Semarang
yang merupakan ibukota Jawa Tengah bisa dijadikan gambaran situasi sosial diberbagai kota
lain di Jawa Tengah dengan berbagai lapisan masyarkatnya yang masih memegang budaya
Menurut Lofland (dalam Moleong, 2006) sumber data utama dalam penelitian
kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain. Yang dimaksud kata-kata dan tindakan disini yaitu kata-kata dan tindakan
orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama (primer). Sedangkan
sumber data lainnya bisa berupa sumber tertulis (sekunder), dan dokumentasi seperti foto.
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah para Guru Tidak Tetap yang bertugas
di beberapa SMA Swasta di Kota Semarang. Sumber data pendukung dalam penelitian ini
Penelitian kualittif bertolak dari asumsi tentang relitas atau fenomena sosial yang
bersifat unik atau kompleks. Oleh karena itu, prosedur penentuan sampel yang paling penting
adalah bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau situasi sosial tertentu
Dalam hal ini, fokus peneliti adalah tentang Motivasi Guru Tidak Tetap yang
Bertugas di SMA Swasta di Kota Semarang dimana objeknya adalah para Guru Tidak Tetap
yang sekaligus menjadi bagian dari narasumber dalam penelitian ini. Sedangkan sampel yang
terpilih berjumlah 10 orang yang bertugas di berbagai SMA Swasta di Kota Semarang yang
kriterianya ditentukan oleh peneliti, yakni lamanya masa kerja yang melebihi 10 tahun tetapi
belum diangkat menjadi PNS. Kriteria yang ditentukan oleh peneliti ini cukup beralasan,
sebab
wawancara semiterstruktur, dan wawancara tidak terstruktur. Dalam penelitian ini, peneliti
lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini
adalah untuk menemukan permasalahan yang lebih terbuka dimana pihak yang diajak
wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Wawancara dilakukan secara terbuka di mana
para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui apa maksud
wawancara. Wawancara dilakukan sampai peneliti tidak menemukan informasi baru lagi
(jenuh). Pada proses pengumpulan data, peniliti pada tahap awal mewawancarai narasumber
dari Dinas Pendidikan Kota Semarang, untuk narasumber selanjutnya akan ditentukan
kemudian setelah ada rekomendasi dari narasumber pertama atau peneliti mempunyai inisiatif
persepsi, dan bahan-bahan tertulis lain untuk mengetahui hal-hal yang tidak terukur dengan
pasti (intangible). Analisis data secara kualitatif bersifat hasil temuan secara mendalam
melalui pendekatan bukan angka atau nonstatistik (Istijanto, 2008). Jadi, penelitian kualitatif
tidak memiliki rumus atau aturan absolut untuk mengolah dan menganalisis data.
fakta di lapangan, maka validasi internal data penelitian dilakukan melalui teknik
memberchek oleh responden setelah peneliti menuliskan hasil wawancara ke dalam tabulasi
data. Menurut Sugiyono (2008), memberchek adalah proses pengecekan data oleh peneliti
kepada pemberi data. Tujuan memberchek adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Teknik memberchek juga
sekaligus untuk menguji validitas eksternal untuk menguji tingkat transferability. Bila
pembaca mendapatkan gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks penelitian,
maka penelitian dikatakan memiliki standar transferabilitas yang tinggi. Validitas eksternal
menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana
kalimat majemuk dalam penulisan cerpen ( liburan sekolah ) serta implikasinya terhadap
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, sehingga tidak terikat tempat tertentu.
Objek dalam penelitian ini adalah cerpen karangan siswa kelas XI SMA Negeri 68
Jakarta.
Penelitian ini akan dimulai pada bulan Agustus hingga Oktober dan bertempat di SMA
Negeri 68 Jakarta.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu penulis sendiri. Proses mengolah
dan menganalisis data dalam penelitian ini dibantu tabel analisis kalimat majemuk.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara penulis menganalisis teks cerpen siswa
kelas XI SMA Negeri 68 Jakarta berdasarkan pada kalimat dan jenis kalimat majemuk yang
Dalam teknik analisis pengumpulan data, penulis menggunakan teknik analisis yang
bersifat kualitatif.Oleh karena itu, hasil penelitian yang diperoleh berupa kalimat dan
Ambar. (2017). 7 Teori Komunikasi Media Baru Menurut Para Ahli – Pengertian dan
Karakteristiknya. Diambil dari https://pakarkomunikasi.com/teori-media-baru.
Ambar. (2018). Model Komunikasi Interaksional – Komponen – Konsep – Kritik. Diambil dari
https://pakarkomunikasi.com/model-komunikasi-interaksional.
Budi, Rayudaswati. (2010) Pengantar Ilmu Komunikasi. Makassar : KRETAKUPA, 21-23 &
43-44.
Duarte, Fernando. (2019). Berapa banyak waktu yang dihabiskan rakyat Indonesia di sosial
media? Diambil dari https://www.bbc.com/indonesia/majalah-49630216
Handikasari, Rirra Hayuning, Innawati Jusuf, & Andrew Johan. (2018). Hubungan Intensitas
Penggunaan Sosial media Dengan Gejala Depresi Mahasiswa Kedokteran : Studi Pada
Mahasiswa Kedokteran Tingkat Akhir Yang Menggunakan Kurikulum Modul
Terintegrasi. Jurnal Kedokteran Diponegoro.
Hunt, Melissa, Jordyn Young, Rachel Marx, & Courtney Lipson. (2018). No More FOMO:
Limiting Social Media Decreases Loneliness and Depression. Journal of Social and
Clinical Psychology.
Mubarok, Muhammad Rois. (2018). Hubungan Antara Intensitas Penggunaan Sosial media
Dengan Akhlak Siswa Kelas XI MAN 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2017/2018.
Peltzer, Karl & Supa Pengpid . (2018). High Prevalence Of Depressive Symptoms In a
National Sample of Adults In Indonesia: Childhood Adversity, Sociodemographic
Factors and Health Risk Behaviour. Asian Journal of Psychiatry.
RSPH. (2017). Status of Mind: Social media and young people’s mental health. Royal
Society for Public Health.
Taqwa, Mayvita Innani. (2018). Intensitas Penggunaan Sosial media Instagram Stories
Dengan Kesehatan Mental. Skripsi Universitas Muhammadiyah Malang.
West R. & Turner L. H. (2013). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta :
Salemba Humanika.
Widarmanto, Tjahjono. 2017. Pengantar Jurnalistik : Panduan Awal Penulis dan Jurnalis.
Yogyakarta : Araska.