Anda di halaman 1dari 5

Resume Presentasi ke 3

NAMA : Fazrullah Muzaki

NIM : 2200100044

1. Pengungkapan diri Pada instagram Instastory (irsan)


Penelitian ini dilatar belakangi karena banyaknya pengguna media sosial yang
melakukan pengungkapan diri dengan mengunggah segala bentuk aktivitasnya. Penelitian
bertujuan untuk menganalisis pengungkapan diri seorang individu didalam media sosial
Instagram dengan fitur instastory. Teori self disclosure, teori Fenomenologi, teori motivasi
digunakan untuk menganalisa pengungkapan diri dalam instastory. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif serta metode diskriptif. Teknik pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara, serta dokumentasi. Key informan berjumlah tiga orang
dengan karakteristik yang telah ditentukan seperti, jumlah follower, viewer, serta ketersediaan
waktu narasumber untuk diteliti dan diwawancara. Sesuai dengan dimensi self disclosure 
yang dijadikan sebagai unit analisis dalam penelitian ini seperti, frekuensi, valensi, kejujuran,
tujuan dan maksud serta  keintiman  menunjukkan  bahwa  pengungkapan  diri  bergantung 
pada  mood (suasana hati) dan tuntutan dari pihak lain, isi pesan yang disampaikan juga
sesuai kebutuhan.
Berdasarkan hasil dari wawancara dan observasi pada informan, melihat dari dimensi
self disclosure peneliti menyimpulkan bahwa seorang individu merasa nyaman dan
terpuaskan kebutuhannya dalam proses pengungkapan diri melalui fitur instastory.
Banyaknya pengguna media sosial yang sama mendorong individu memilih instastory dalam
proses pengungkapan diri. Didalam dimensi self disclosure pada media sosial Instagram
instastory ini individu dipengaruhi oleh mood (suasana), dengan waktu yang tidak menentu
sesuai dengan keadaan atau kondisi pada saat itu. Individu juga cenderung tidak jujur akan
sebuah kondisi yang dihadapinya, individu terkadang hanya mengunggah sebuah story yang
bersifat pencitraan atau hal – hal baik tentang dirinya, bahkan ada tuntutan dari orang lain
untuk mengunggah story dengan  berbagai alasan tertentu.
Dalam proses pengungkapan diri yang lebih intim individu lebih memilih media lain
yang lebih aman (secure), karena pada instastory mereka tidak mengenal semua para
pengikut serta viewer yang sedang melihat story yang mereka upload, walaupun story yang
mereka unggah akan hilang dalam waktu 24 jam.
2. Komunikasi Interpersonal sebagai Strategi dakwah Rasulullah (Citra Nurjanah)

komunikasi interpersonal merupakan strategi dakwah yang penting. Para da’i dapat
menggunakan strategi ini dalam berdakwah, sebagaimana dakwah yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW. Kemampuan da’i dalam berkomunikasi interpersonal sangat mendukung
kegiatan dakwah. Belajar dari sejarah dakwah Rasulullah, komunikasi interpersonal menjadi
bagian yang sangat penting dalam keberhasilan dakwah Rasulullah. Rasulullah sebagai
komunikator telah menciptakan proses komunikasi menjadi efektif dengan memperhatikan
kesiapan fisik dan mental, materi yang akan disampaikan, corak komunikasi, situasi dan
kondisi tempat dakwah dilaksanakan. Semua itu dilakukan agar pesan yang disampaikan
sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi mad’u, sehingga pesan dapat diterima dan
dakwah dapat berjalan secara afektif dan efisien.

Berdasarkan perspektif psikologi, komunikasi interpersonal akan berjalan lancar jika


komunikator dan komunikan melakukan komunikasi pada tingkat psikologis, dimana kedua
belah pihak saling kenal, merasa dekat, nyaman, saling mendukung dan percaya satu sama
lain. Itulah komunikasi interpersonal yang dilakukan Rasulullah pada tahap pertama periode
Mekkah. Dakwah dan ajaran Islam yangdisampaikan Rasulullah secara bertahap juga
menunjukkan bahwa Rasulullah sangat memperhatikan aspek psikologis masyarakat Arab.
Penggunaan komunikasi interpersonal yang tepat sesuai dengan konteks dakwah akan
membawa kesuksesan dakwah Islamiyah.

3. Faktor Faktor Pendukung Koetensi Komunikasi Personal ( suhendi)

Hasil analisis statistik untuk membandingkan kemampuan komunikasi interpersonal 


antara berbagai program studi di Universitas Paramadina menunjukkan bahwa sebagian besar
rerata skor ICI masing-masing program studi berada di atas rerata ICI keseluruhan, kecuali
pada  Program Studi Komunikasi yang sedikit di bawah rata-rata, dan Program Studi Desain
yang jauh berada di bawah rata-rata keseluruhan. Rata-rata tertinggi ada pada mahasiswa dari
Program  Studi Psikologi dan rerata ICI terendah ada pada Program Studi Desain.  
Perbedaan skor ICI berdasarkan jenis kelamin bisa dikaitkan dengan pemfungsian
otak  laki-laki dan otak perempuan dalam aspek verbal. Berdasarkan hasil penelitian, hasil
pemindaian  terhadap area otak yang aktif saat responden laki-laki dan perempuan diberikan
tugas untuk  membaca, terlihat bahwa area otak yang aktif lebih banyak pada responden
perempuan  dibandingkan responden lakilaki (Wade & Tavris, 2008). Komunikasi
merupakan kegiatan yang banyak melibatkan aktivitas verbal. Walaupun demikian, perlu
dipertimbangkan bahwa jumlah  responden perempuan hampir dua kali lebih banyak
dibandingkan responden laki-laki. Berdasarkan keikutsertaan dalam organisasi, terlihat
bahwa semakin banyak organisasi  yang diikuti, dalam hal ini pada semua jenjang
pendidikan, maka keterampilan seseorang dalam  melakukan komunikasi interpersonal akan
semakin baik. Semakin sering seseorang berbicara di  muka umum, maka skor ICI menjadi
semakin tinggi. Hal ini seiring pula dengan pemaparan  Devito (1995) bahwa ketakutan
dalam berkomunikasi salah satunya dipengaruhi oleh faktor  kurangnya keterampilan dan
pengalaman dalam berorganisasi. Semakin banyak seseorang  mengikuti organisasi, maka
semakin banyak pengalaman yang ia dapatkan dalam berkomunikasi  dengan orang lain,
sehingga keterampilannya pun semakin terasah. Dalam organisasi, individu  dihadapkan pada
situasi di mana ia harus berkomunikasi di hadapan orang banyak, berhadapan  dengan orang
lain yang tidak setuju dengan apa yang ia sampaikan atau memiliki pendapat yang  berbeda.  
Pengalaman menjadi hal yang penting bagi seseorang untuk bisa terampil dalam
melakukan komunikasi interpersonal. Berdasarkan situasi atau konteks dalam
mengemukakan pendapat terlihat bahwa mereka yang paling sering mengemukakan pendapat
dalam konteks  diskusi perkuliahan memiliki rata-rata skor ICI paling tinggi dibandingkan
dalam situasi lainnya.  Secara berturut-turut setelah konteks diskusi perkuliahan adalah dalam
presentasi di muka  umum, presentasi di kelas, diskusi mengenai hal umum, diskusi dalam
konteks organisasi, dan  terakhir mengemukakan pendapat melalui perantaraan media.  
Komunikasi dalam konteks perkuliahan membutuhkan keterampilan yang kompleks. 
Mahasiswa harus mampu menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti serta
sistematis  karena ia membicarakan hal-hal yang sering kali bersifat teoritis dan terkadang
dengan lawan bicara yang memiliki kemampuan kognitif yang terbatas. Ia juga harus mampu
membaca bahasa  tubuh non-verbal, untuk melihat bagaimana reaksi lawan bicara terhadap
apa yang ia sampaikan. Dalam konteks perkuliahan terkadang perdebatan terjadi. Dalam
situasi ini dituntut kemampuan  seseorang untuk mendengarkan, menerima kritik, ataupun
bereaksi secara dewasa pada saat apa  yang dikemukakannya disanggah oleh lawan bicara. 
Mengemukakan pendapat dengan menggunakan perantaraan media, membuat
seseorang  tidak dapat mengetahui bahasa non-verbal yang disampaikan oleh lawan
bicaranya. Semakin  sering seseorang berkomunikasi melalui media, semakin ia sulit untuk
memahami bahasa non-verbal orang lain karena kepekaannya berkurang. Dilain pihak,
bahasa non-verbal pada situasi  tertentu lebih bermakna dibandingkan bahasa lisan yang
disampaikan seseorang. Berkomunikasi  dengan perantaraan media pun bisa membuat
seseorang dengan mudah memutuskan pembicaraan saat tidak terjadi titik temu atau
mengalami konflik. Semakin sering individu  melakukan ini, membuat ia tidak belajar
bagaimana meyakinkan orang lain agar bisa menerima  pendapatnya ataupun berusaha
memahami sudut pandang orang lain. 
Implikasi dari penelitian ini pada level program studi atau universitas pada umumnya 
adalah dengan menggalakkan keikutsertaan mahasiswa pada kegiatan organisasi di kampus
atau merancang situasi perkuliahan yang mendorong berkembangnya kemampuan
komunikasi siswa,  seperti presentasi, atau debat, serta menyelenggarakan kelas khusus untuk
meningkatkan  keterampilan komunikasi interpersonal mahasiswa.

4. Relasi Interpersonal Dalam Psikologi Komunikasi (Fajar Zarkasih)

Relasi interpersonal merupakan hubungan antarpribadi yang berlangsung melalui tahapan


interaksi awal sampai ke pemutusan. Hubungan antarpribadi memiliki perbedaan pada tingkat
keluasan (breadth) dan tingkat kedalamannya (depth).    (De    Vito.1997:232). Relasi interpersonal
merupakan relasi antar pribadi yang terjadi diantara dua atau lebih individu. Relasi interpersonal bisa
terbangun melalui proses sosial yang melibatkan dua atau lebih individu. Ada beberapa tahapan dalam
pembentukan   relasi   interpersonal sebagai proses sosial. De Vito (1997: 233-235) menjelaskan
tahapan komunikasi interpersonal sebagai proses psikologi komunikasi yang melibatkan aspek emosi
dalam pembentukannya. Tahapan – tahapan tersebut meliputi;
1. Kontak
2. Keterlibatan
3. Keakraban
4. Perusakan
5. Pemutusan 
Ada beberapa indikator komunikasi efektif dalam perspektif Ilmu Komunikasi, yaitu:
pengertian atau pemahaman, kesenangan, mempengaruhi sikap, hubungan sosial yang baik,
tindakan dan pentingnya relasi interpersonal dalam masyarakat.
Salah satu variable penting dan paling banyak ditelaah dalam relasi interpersonal adalah
daya tarik (attraction). Adapun beberapa faktor yang menentukan daya tarik: daya tarik fisik
dan kepribadian, membentuk citra (impresi), kedekatan (proksimitas), pengukuhan,
menghargai orang lain, kesamaan, hipotesis kecocokan dan sifat saling melengkapi
(complementarity).
Adapun beberapa faktor yang menentukan kualitas relasi interpersonal diantaranya, yaitu:
1) Informasi tentang diri pihak yang akan diajak berelasi; 2) Pengembangan aturan – aturan
yang lebih banyak dilakukan oleh kedua pihak yang berelasi di dalamnya, bukan diatur oleh
tradisi dari lingkungannya; 3) Peran yang dimainkan dalam relasi interpersonal lebih banyak
ditentukan oleh karakteristik pribadi pihak yang mengembangkan relasi daripada oleh
kondisi; dan 4) Relasi interpersonal yang berkualitas jika menekankan pilihan masing –
masing individu daripada pilihan kelompok.
5. STUDI KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA PERAWAT DENGAN LANSIA DI PANTI
LANSIA SANTA ANNA TELUK GONG JAKARTA (Ripqi Ahmad)
Komunikasi sebagai jembatan penghubung antar manusia. Komunikasi merupakan
proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri. Hal ini menunjukkan
bahwa komunikasi antar pribadi menjadi hal terpenting dalam kehidupan manusia. Seseorang
yang tidak dapat berkomunikasi akan terisolasi oleh lingkungannya sendiri.
Komunikasi verbal digunakan ketika perawat mengunjungi lansia kemudian mengajak
mereka berbincang-bincang menanyakan keadaannya, bercanda dengan mereka serta
menyerap informasi mengenai apa yang mereka inginkan. Komunikasi nonverbal digunakan
untuk memperjelas maksud pesan yang ingin disampaikan oleh perawat lansia yang memiliki
masalah dalam berbahasa Indonesia atau masalah fisik seperti gangguan pendengaran,
kesulitan dalam berbicara atau yang mengidap autis.
Kualitas umum dalam komunikasi menurut Joseph A. DeVito:
1. Keterbukaan
2. Perilaku positif (positiviness)
3. Empati (empathy)
4. Suportif (suportiveness)
5. Kesamaan (equality)

Anda mungkin juga menyukai