Anda di halaman 1dari 38

3

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL


PADA MAHASISWA ORGANISATORIS DI KEPERAWATAN
POLTEKKES SEMARANG

YUMNA NUR ROFIFAH

P1337420617051

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLTEKKES SEMARANG

2020
3

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang mengenai


dirinya secara menyeluruh yang diperoleh dari perasaan individu mengenai
dirinya sendiri, keyakinan orang lain mengenai diri individu, serta ungkapan-
ungkapan individu tentang pribadi yang diinginkan sehingga dapat memengaruhi
cara berperilaku. Konsep diri tersebut diungkap melalui Skala Konsep Diri yang
disusun melalui aspek-aspek konsep diri yang dikemukakan oleh Staines (dalam
Burns, 1993, pp. 81–82) yang meliputi diri dasar, diri sosial, dan diri ideal.
Semakin tinggi skor Skala Konsep Diri, maka semakin positif diri yang dimiliki
subjek, begitu pula sebaliknya (Luz Yolanda Toro Suarez, 2015)
Dalam ungkapan lain, Chaplin (2001), menjelaskan konsep diri adalah
evalusai individu mengenai diri sendiri atau penafsiran mengenai diri sendiri oleh
individu yang bersangkutan. Penghargaan mengenai diri akan menentukan
bagaimana individu akan bertindak dalam hidup. Apabila sesorang individu
berpikir bahwa dirinya bisa, maka individu tersebbut cenderung sukses, dan bila
individu tersebut berpikir bahwa dirinya gagal, maka dirinya telah menyiapkan
diri untuk gagal. Sehingga dapat disimpulkan, jika konsep diri merupakan bagian
diri yang mempelajari setiap aspek pengalaman, baik itu pikiran, perasaan,
persepsi, dan tingkah laku individu (Calhoun & Acoccela, 2000)
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep
diri adalah evaluasi mengenai diri baik secara psikologis maupun fisik. Dimana
konsep diri ini diperlukan bagi mahasiswa agar bisa berinteraksi sosial secara
sehat. Disini peran konsep diri adalah bagaimana diri dalam menghadapi kuatnya
pengaruh teman sebaya dalam kehidupan sehari-hari (Indrawati, 2016).
Dalam berinteraksi dengan teman sebaya, diperlukan adanya komunikasi
yang baik tentunya (Hargie, 2005, p. 1). Esensi dari komunikasi adalah
pembentukan ekspresi dan identitas, bahwa seseorang yang mempunyai
komunikasi yang baik dalam kehidupannya mempunyai level yang paling tinggi
dalam mengatasi stress, dapat beradaptasi dengan lingkungannya, dan lebih kecil
kemungkinan untuk menderita depresi, kesepian atau kecemasan. Untuk itu setiap
individu dibekali dalam dirinya dengan komunikasi interpersonal yang dimiliki.
Komunikasi interpersonal adalah bentuk tingkah laku seseorang baik verbal
maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi interpersonal
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh aktivitas manusia. Yang mana
3

terjadi antara dua orang atau lebih yang dapat berlangsung secara tatap muka atau
dengan media dan pesan disampaikan lalu diterima secara spontan.
Selain itu dalam penelitian Miczo (Hargie, 2005, p. 2)seseorang yang
mempunyai komunikasi yang baik memiliki tingkat kepuasan dalam kaitannya
3

dengan hubungan intrpersonal mereka. Bentuk dari komunikasi yang efektif


adalah melalui komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal merupakan
bentuk komunikasi paling efektif dalam mengubah sikap, pendapat, persepsi, dan
perilakunya sendiri. komunikasi interpersonal terjadi ketika dua orang atau lebih
berinteraksi dengan cara yang melibatkan perilaku verbal dan nonverbal,
pertukaran interpersonal, dan penggunaan perilaku yang sesuai dengan tujuan
spesifik dari interaksi komunikatif. Hasil tersebut berupa perubahan dalam sikap,
perilaku, atau keyakinan terhadap lawan berinteraksi tersebut (Isti’adah, 2017).
Dalam kegiatan komunikasi interpersonal, melibatkan dua orang atau lebih
berinteraksi dengan cara yang melibatkan perilaku verbal dan nonverbal,
pertukaran interpersonal, dan penggunaan perilaku yang sesuai dengan tujuan
spesifik dari interaksi komunikatif, hasil yang diinginkan adalah perubahan dalam
sikap, perilaku, atau keyakinan dari interactant (orang dengan siapa kita
berkomunikasi), dan mungkin, resolusi yang konstruktif. Tingkatan dan konteks
komunikasi interpersonal mewakili satuan terkecil interaksi manusia sebelum
beranjak kedalam tingkatan dan berbagai jangkauan yaitu komunikasi kelompok,
komunikasi organisasi, komunikasi public, dan komunikasi massa. Komunikasi
interpersonal dapat mencakup semua jenis hubungan manusia mulai dari
hubungan paling singkat, sederhana, biasa dan bahkan rumit, yang seringkali
diwarnai oleh kesan pertama hingga hubungan yang paling mendalam dan relative
permanen.
Berdasarkan pada penelitian sebelumnya, di Universitas Muhammadiyah
Tasikmalaya yang didapatkan dari hasil wawancara dengan dosen mata kuliah
mengenai komunikasi interpersonal ditemukan masih banyak mahasiswa yang
sulit mengungkapkan pendapatnya dalam situasi diskusi, masih banyak siswa
yang cenderung diam ketika diberikan kesempatan untuk bertanya, sulit dalam
memulai dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan orang lain, mahasiswa yang
kurang menghargai ketika ada orang lain yang sedang berbicara, serta mahasiswa
yang sulit memberikan masukan kepada teman (Isti’adah, 2017).
Dalam kasus lain, pada penelitian yang dilakukan oleh Trisnaningtyas dan
Nursalim (2010, p. 2) dipaparkan permasalahan siswa yang berhubungan dengan
komunikasi, dapat diketahui bahwa perilaku siswa kelas VIII-D memiliki
permasalahan mengenai hubungan interpersonalnya di kelas pada khususnya dan
di sekolah pada umumnya.
Dari pengamatan itu terbukti ada sebagian siswa yang masih tidak bertegur
sapa terlebih dahulu ketika bertemu dengan guru, sulit mengawali dan mengakhiri
pembicaraan dengan orang yang lebih tua, sulit mengatakan tidak apabila mereka
keberatan akan sesuatu hal, dan masih banyak siswa yang sulit mengungkapkan
pendapat ketika dalam situasi diskusi atau pembelajaran.
Permasalahan yang dialami siswa pada umumnya disebabkan siswa
tersebut masih kuang memiliki ketrampilan dalam melakukan komunikasi dengan
orang lain eutama dalam lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan siswa sulit
3

beradaptasi secara langsung, tidak mampu untuk menyatakan tidak, sulit membuat
permintaan
3

maaf serta kurang biasa mengekspresikan perasaan secara penuh kepada orang
lain. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan Supratiknya (1995, p. 52) yang
mengatakan bahwa salah satu factor yang menjadi penghambat dalam hubungan
antar pribadi yang intim adalah kesulitan mengkomunikasikan perasaan secara
efektif.
Akibat yang timbul apabila perasaan tidak dikomunikasikan secara
konstruktif antara lain dapat menciptakan masalah dalam hubungan pribadi, dapat
menyulitkan dalam memahami dan mangatasi aneka masalah yang timbul dalam
hubungan antar pribadi, apabila hal tersebut dibiarkan begitu saja akan
berpengaruh terhadap hubungan sosial mahasiswa serta dapat memengaruhi
prestasi akademik maupun non akademik mahasiswa.
Dalam prestasi akademik maupun non akademik pun, komunikasi
interpersonal sangatlah diperlukan mahasiswa. Esensi dari komunikasi
interpersonal ialah pembentukan ekspresi dan identitas bahwa seseorang yang
mempunyai komunikasi yang baik dalam kehidupannya mempunyai level yang
paling tinggi dalam mengatasi stress, dapat beradaptasi dengan lingkungannya,
dan lebih kecil kemungkinan untuk menderita depresi, kecemasan ataupun
kesepian. Dalam diri mahasiswa, tentunya harus memiliki evaluasi terhadap diri
dengan baik. Baik secara psikologis maupun fisik, dimana konsep diri ini
diperlukan bagi mahasiswa agar bisa berinteraksi sosial secara sehat. Peran
konsep diri adalah dengan bagaimana diri dalam menghadapi kuatnya pengaruh
teman sebaya dalam kehidupan sehari-hari. Saat didalam kelas berinteraksi
dengan teman dan dosen, saat didalam organisasi dimana mahasiswa membawa
dirinya untuk bekerja sama dengan banyak orang dan banyak kemampuan
komunikasi interpersonal yang berbeda-beda. Komunikasi interpersonal dianggap
menjadi dasar interkasi dasar yang sangat penting untuk mahasiswa, dalam
memasuki jenjang kehidupan yang lebih tinggi, serta dalam kelompok komunikasi
yang lebih besar. Beberapa diantaranya yaitu komunikasi organisasi, komunikasi
public dan komunikasi massa. Untuk menuju kearah tersebut, tentunya
dibutuhkan komunikasi dasar yaitu komunikasi interpersonal yang baik. Dasar
dari semua interaksi dengan lawan bicara ialah dengan komunikasi interpersonal
diri, bagaimana seseorang bisa dengan baik membawa dirinya kedalam suatu
lingkungan baru dan beradaptasi didalamnya. Tentu saja tidak hanya dengan
kepercayaan diri saja, namun dibekali dengan dasar komunikasi untuk
menyampaikan sesuatu yang ingin diutarakan tanpa memendam ungkapan itu.
Maka dari itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana
komunikasi interpersonal pada mahasiswa yang mengikuti organisasi ini
diperlukan dengan cara melakukan survey dengan menggunakan kuesioner.
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sduah diuraikan di atas sehingga peneliti


dapat merumuskan masalah yaitu “Bagaimana hubungan konsep diri dan
3

komunikasi interpersonal terhadap mahasiswa yang berorganisasi di Poltekkes


Semarang?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan konsep diri dan komunikasi


interpersonal pada mahasiswa organisatoris di Poltekkes Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi konsep diri pada mahasiswa berupa konsep diri positif


atau negative

b. Mengidentifikasi komunikasi interpersonal mahasiswa organisatoris di


Poltekkes Semarang

c. Menganalisa hubungan konsep diri dan komunikasi interpersonal pada


mahasiswa organisatoris di Poltekkes Semarang

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Mahasiswa


Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi
mengenai hubungan konsep diri dan komunikasi interpersonal pada
mahasiswa organisatoris.

Manfaat Bagi Institusi Pendidikan


Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang mengenai
hubungan konsep diri dan komunikasi interpersonal pada mahasiswa yang
organisatoris di Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Semarang.

2. Manfaat Bagi Pelayanan Kesehatan


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi perawat
maupun mahasiswa mengenai konsep diri dan komunikasi interpersonal
pada mahasiswa organisatoris.

Bagi Peneliti Selanjutnya


3

Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian


selanjutnya mengenai hubungan konsep diri dan komunikasi interpersonal
pada mahasiswa organisatoris.

E. Keaslian Penelitian

Nama, Rancangan
No Judul Variabel Hasil
Tahun penelitian
1. Ghita Mulya Hubungan Hipotesis yang Variabel Hasil analisis data,
(2018) Antara diajukan dalam independent: menunjukkan bahwa
Konsep Diri penelitian ini terdapat hubungan
Konsep diri
Dan adalah adanya yang signifikan
hubungan positif Variabel antara konsep diri
Komunikasi
dan komunikasi
Interpersonal antara konsep diri dependent:
dan komunikasi interpersonal pada
Pada Komunikasi mahasiswa yang
interpersonal
Mahasiswa interpersonal berorganisasi.
pada mahasiswa
Yang yang Analisis korelasi
Berorganisasi berorganisasi. menunjukkan r =
Responden dalam 0,731 dengan p =
penelitian ini 0,000 (p < 0,05).
berjumlah 101
orang dengan
menggunakan
teknik korelasi
product moment
dariSpearman’s
Rho.
2. Dwi Hubungan Penelitian ini Variabel Hasil penelitian ini
Susilawati Antara menggunakan tes independent: menunjukkan ada
(2016) Komunikasi tau-b kendall. hubungan negatif
Interpersonal perilaku
antara
Terhadap seksual
Perilaku Seks pranikah komunikasi
Pranikah Pada interpersonal dengan
Remaja Variabel
perilaku seksual
dependent:
pranikah pada remaja
komunikasi
dengan = - .255 dan
interpersonal
p = 0.001, terdapat
dan ketegasan
hubungan negatif
antara sikap asertif
dengan perilaku
seksual pranikah
pada remaja dengan
= -.269 dan p =
0.000.
3

3. Sepni Yanti Pengaruh Penelitian ini Variabel Hasil penelitian


(2016) Konsep Diri menggunakan data independent: diperoleh: (1)
Dan yang diperoleh Konsep Diri Terdapat pengaruh
Kemampuan melalui teknik tes Dan langsung variabel
Komunikasi serta dianalisis Kemampuan konsep diri dengan
Interpersonal menggunakan Komunikasi terhadap R R
analisis kuantitatif
Terhadap Interpersonal kemampuan
dengan teknik
Kemampuan komunikasi
analisis jalur. Variabel
Berpikir Kritis Dalam hal ini interpersonal dengan
dependent:
Matematika perhitungan nilai t hitung = 3,012.
Kemampuan
hipotesis Berpikir Kritis (2) Terdapat
menggunakan Matematika pengaruh R R
SPSS 20.0 langsung konsep diri
terhadap kemampuan
berfikir kritis
Matematika dengan
nilai thitung = 2,482.
(3) Terdapat
pengaruh langsung
negative kemampuan
komunikasi
interpersonal R R
terhadap kemampuan
berfikir kritis
matematika dengan
nilai t hitung =
-1,308 (4) Tidak
terdapat Pengaruh
Tidak Langsung
konsep diri (X1)
terhadap kemampuan
berfikir kritis (Y)
melalui kemampuan
komunikasi
interpersonal (X2)
dengan berdasarkan
nilai thitung = 0,148.
Implikasi dari
penelitian ini antara
lain: (1) Secara
praktis penelitian ini
dapat memberikan
masukan kepada
guru agar
mengarahkan konsep
diri dan komunikasi
interpersonal siswa
3

kea rah yang positif


agar siswa dapat
memiliki
kemamapuan berfikir
kritis matatika yang
baik (2) Secara
teoritis penelitian
dapat menambah
ilmu pengetahuan
dalam pendidikan
bagi institute maupun
akademis dan
mahasiswa.
4. Atiatul Fitri Korelasi Teknik Variabel Hasil r hitung yang
(2017) Antara Konsep pengumpulan data independen: diperoleh dalam
Diri Dengan yang digunakan Konsep diri penelitian ini 0,466
Kemampuan adalah metode dan sedangkan nilai t
Komunikasi angket sebagai komunikasi tabel dengan tarif
Interpersonal metode pokok, interpersonal signifikan 0,05
metode observasi, dengan besar N=58
Pada Anak
metode Variabel adalah 0,266.
Berkebutuhan
dokumentasi dependen: Kenyataan ini
Khusus Di sebagai pelengkap. menunjukkan bahwa
Anak
Sekolah Luar Selanjutnya, r hitung yang
berkebutuhan
Biasa Negeri metode analisis diperoleh dalam
khusus
(Pembina) data yang penelitian ini lebih
Mataram digunakan adalah besar dari r tabel
statistical package (0,466 > 0,266),
for social science karena r hitung lebih
(SPSS). Teknik besar dari r tabel,
penentuan sample maka penelitian ini
menggunakan dikatakan signifikan.
rumus Slovin Hal ini berarti bahwa
hipotesis Ho ditolah
dan hipotesis Ha
diterima, maka dapat
ditatik kesimpulan
bahwa: Ada korelasi
antara konsep diri
dengan kemampuan
komunikasi
interpersonal pada
anak berkebutuhan
khusus di sekolah
luar biasa negeri
(SLBN) Mataram.
5. A. Ismail Komunikasi Penelitian ini Variabel Hasil penelitian
Zaini (2016) Interpersonal menggunakan independen: RMSD terbaik di
Untuk program docking Komunikasi antara 10 posisi
Meningkatkan ligan fleksibel interpesonal penilaian teratas
Kinerja molekul kecil glide sebagai metrik,
3

Pegawai Di Pt. dan pemrosesan Variabel tingkat keberhasilan


Trimuda dengan Dependen: (RMSD ≤ 2.0 Å
Nuansa Citra perhitungan MM- untuk atom tulang
GBSA pelarut Meningkatkan punggung
Sidoarjo
implisit berbasis kinerja antarmuka)
fisika. pegawai meningkat dari 21%
dengan pengaturan
SP Glide default
menjadi 58% dengan
pengambilan sampel
peptida yang
ditingkatkan dan
protokol penilaian di
kasus redocking ke
struktur protein asli.
Ini mendekati akurasi
metode Rosetta
FlexPepDock yang
baru-baru ini
dikembangkan (63%
berhasil untuk 19
peptida ini) sekaligus
lebih dari 100 kali
lebih cepat. Cross-
docking dilakukan
untuk subset kasus di
mana struktur
reseptor tak terikat
tersedia, dan dalam
kasus tersebut, 40%
peptida berhasil
dipasang. Kami
menganalisis hasil
dan menemukan
bahwa protokol
polipeptida yang
dioptimalkan paling
akurat untuk peptida
diperpanjang dengan
ukuran terbatas dan
jumlah muatan
formal

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya


adalah:
1. Kriteria variabel yang akan diteliti yaitu hubungan konsep diri dan komunikasi
interpersonal pada mahasiswa organisatoris
3

2. Metode yang akan digunakan yaitu menggunakan metode deskriptif analitik


dengan cross sectional. Cara pengumpulan data menggunakan kuesioner skala
konsep diri dan kuesioner skala komunikasi interpersonal
3

Bab II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Diri

a. Pengertian Konsep Diri

William D. Brooks (Jalaluddin Rakhmat, 2007, p. 99) (dalam Han & goleman,
daniel; boyatzis, Richard; Mckee, 2019) mendefinisikan konsep diri sebagai “those
physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived
from experiences and our interaction with others”. Konsep diri adalah pandangan dan
perasaan kita tentang diri kita sendiri. Persepsi ini dapat bersifat psikologi, sosial, dan
fisik. Persepsi yang bersifat psikologi misalnya pandangan mengenai watak sendiri.
Persepsi yang bersifat sosial misalnya pandangan tentang bagaimana orang lain
menilai dirinya. Persepsi yang bersifat fisik misalnya pandangan tentang
penampilannya sendiri. Dalam definisi lain Hurlock (dalam M. Nur Ghufron & Rini
Risnawita S, 2010, pp. 13, 17) bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang
mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis,
sosial, emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai.

Agustina (2009) (dalam J, 2007) menyatakan konsep diri merupakan


gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui
pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep ini
bukan merupakan factor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus
menerus. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan
anak menjadi dasar yang memengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari. Dimana
konsep diri adalah aspek penting dalam diri, karena merupakan kerangka acuan
(frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan pendapat William H. Fitts
(dalam Khotimah, 2014).

Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat diatas konsep diri merupakan


gambaran diri seseorang terhadap dirinya. Bagaimana cara pandang seseorang dalam
menilai dirinya sendiri. Dimana konsep diri menjadi kerangka acuan dalam
berinteraksi dengan lingkungan.
3

b. Jenis-Jenis Konsep Diri

(Ludiwg Maximilians, 2018) menyebutkan jenis-jenis konsep diri dibagi menjadi dua
yaitu :

1. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif menunjukkan adanya penerimaan diri dimana


individu dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali.
Individu yang memiliki konsep diri positif bersifat stabil dan bervariasi, serta
memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam
tentang dirinya sendiri sehingga evaluasi terhadap dirinya menjadi positif.
Orang yang mempunyai konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu :

a. Yakin dengan kemampuan dalam mengatasi masalah

b. Merasa setara dengan orang lain

c. Menerima pujian tanpa rasa malu

d. Menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan,


keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh
masyarakat

e. Mampu memperbaiki dirinya sendiri karena ia sanggup dan mau


mengungkapkan aspek kepribadian yang tidak ia senangi dan berusaha
mengubahnya

2. Konsep Diri Negatif

Calhoun dan acocella (dalam Ludiwg Maximilians, 2018) membagi konsep


diri negative menjadi dua tipe, yaitu :

a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak


memiliki perasaan, kestabilan dan keutuhan diri.

b. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan


kelemahan atau yang dihargai dalam kehidupannya.

c. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa
terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga
menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dalam
3

diri dan seperangkat hukum dalam pikirannya merupakan cara hidup yang
tepat.

Orang dengan konsep diri negative ditandai dengan lima hal, yaitu :

a. Peka terhadap kritik, dalam artian orang tersebut tidak tahan terhadap kritik
yang diterimanya dan mudah marah.

b. Responsive terhadap pujian. Semua hal yang menunjang harga diri menjadi
pusat perhatiannya.

c. Bersikap hiperkritis, artinya selalu mengeluh, mencela, dan meremehkan


apapun dan siapapun. Tidak mampu memberi penghargaan pada kelebihan
orang lain.

d. Merasa tidak disenangi dan tidak diperhatikan. Orang lain adalah musuh.

e. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Enggan bersaing dan merasa tidak


berdaya jika berkompetisi dengan orang lain.

c. Dimensi-Dimensi Dalam Konsep Diri

Fitts, sebagaimana dikutip oleh Agustina (dalam Goleman et al., 2019), membagi
aspek-aspek konsep diri individu menjadi dua macam dimensi besar, yaitu :

Dimensi Internal, terdiri atas tiga bagian :

1. Diri Identitas, yaitu label ataupun symbol yang dikenakan oleh seseorang
untuk menjelaskan dirinya dan membentuk identitasnya. Label-label ini akan
terus bertambah seiring dengan berkembang dan meluasnya kemampuan
seseorang dalam segala bidang.

2. Diri Pelaku, yaitu adanya keinginan pada diri seseorang untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan dorongan rangsangan internal maupun eksternal.
Konsekuensi perilaku tersebut akan berdampak pada lanjut tidaknya perilaku
tersebut, sekaligus akan menentukan apakah suatu perilaku akan disimbolkan
dalam diri identitas.

3. Diri Penilai, lebih berfungsi sebagai pengamat, penentu standar,


pengkhayal, pembanding, dan terutama sebagai penilai. Disamping fungsinya
sebagai jembatan yang menghubungkan kedua diri sebelumnya.
3

Dimensi Eksternal(terkait konsep diri positif dan negative), terdiri dari lima bagian,
yaitu :

1. Konsep diri fisik, yaitu cara seseorang dalam memandang dirinya dari sudut
pandang fisik, Kesehatan penampilan luar, dan gerak motoriknya. Konsep diri
positif apabila memiliki pandangan yang positif terhadap kondisi fisiknya,
penampilannya, kesehatannya, kulitnya, tampan dan cantiknya, serta dengan
tubuh yang ideal. Dianggap konsep diri negative apabila memandang rendah
kondisi yang melekat pada fisiknya.

2, Konsep diri pribadi, yaitu cara seseorang menilai kemampuan yang ada
pada dirinya dan menggambarkan identitas dirinya. Konsep diri positif apabila
memandang dirinya sebagai pribadi yang penuh kebahagiaan, optimis, mampu
mengontrol diri, dan syarat akan potensi. Dianggap konsep diri negative
apabila memandang diri sebagai individu yang tidak pernah merasakan
kebahagiaan, pesimis dalam menjalani kehidupan, kurang adanya control diri,
serta potensi diri yang tidak ditumbuh kembangkan secara optimal.

3. Konsep diri sosial, yaitu persepsi, pikiran, perasaan, dan evaluasi seseorang
terhadap kecenderungan sosial yang ada pada diri sendiri, berkaitan dengan
kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya. Dan juga
adanya perasaan mampu serta berharga dalam lingkup interaksi sosialnya.
Konsep diri positif bila merasa sebagai pribadi yang hangat, ramah, serta
memiliki minat dengan orang lain. Kemudian konsep diri negative bila merasa
acuh tak acuh, tidak memiliki empati, tidak ramah, dan kurang peduli dengan
perasaan orang lain.

4. Konsep diri moral etik, berkaitan dengan persepsi, pikiran dan perasaan,
serta penilaian terhadap moralitas dirinya terkait dengan relasi personalnya
dengan Tuhan. Konsep diri positif bila mampu berpegang teguh pada moral
etik dalam kehidupan dikemudian hari. Sebaliknya, konsep diri negative bila
menyimpang dari nilai moral etik dan nilai agama maupun sosial yang
seharusnya.

5. Konsep diri keluarga, berkaitan dengan persepsi, perasaan, pikiran, dan


penilaian. Seseorang terhadap keluarganya sendiri, dan keberadaan dirinya
sendiri sebagai bagian dari sebuah keluarga. Seseorang dianggap memiliki
3

konsep diri yang positif bila mencintai sekaligus dicintai oleh keluarganya,
merasa Bahagia ditengah-tengah keluarganya, merasa bangga dengan keluarga
yang dimilikinya. Dianggap negative bila merasa tidak dicintai dan
sebaliknya.

d. Pembentukan Konsep Diri

Elizabeth B. Hurlock (1978, pp. 59–60) (dalam Han & goleman, daniel;
boyatzis, Richard; Mckee, 2019) menyatakan bahwa konsep diri bersifat hierarki.
Yakni, konsep diri primer yang pertama terbentuk atas dasar pengalaman dari rumah.
Konsep diri ini dibentuk dari berbagai konsep terpisah, yang masing-masing
merupakan hasil dari pengalaman dengan anggota keluarga. Konsep diri primer
mencakup gambaran diri, baik itu fisik maupun psikologis. Dengan meningkatnya
pergaulan dengan orang diluar rumah, akan memperoleh konsep lain tentang diri
mereka. Ini membentuk konsep diri sekunder. Konsep diri ini berhubungan dengan
bagaimana melihat dirinya melalui mata orang lain. Konsep diri ini juga akan
membentuk gambaran diri.

Gambaran diri merupakan cara seseorang melihat dirinya dan berpikir


mengenai dirinya, merasakan, dan berperilaku. Gambaran diri mulai muncul pada
masa balita, dimana anak-anak mulai mengembangkan kesadaran diri.

Setelah terbentuknya gambaran-gambaran diri akan terbentuk pula penilaian


terhadap harga diri. Jika melihat tinggi dirinya, maka akan mendapat harga diri yang
tinggi pula. Jika melihat dirinya rendah, maka akan mendapat harga diri yang rendah
pula. Perasaan harga diri berkembang pada masa awal kanak-kanan dan terbentuk dari
interaksi anak dengan orang tua mereka.

Terdapat beberapa penggolongan mengenai pemebntukan konsep diri.

1. Pola pandang diri subjektif

Konsep diri terbentuk melalui pengenalan diri. Pengenalan diri


merupakan proses bagaimana orang melihat dirinya sendiri. proses ini dapat
terjadi saat orang melihat bayangannya sendiri di cermin. Sesuatu yang
dipikirkan seseorang pada proses pengenalan diri ini dapat terdiri dari
gambaran-gambaran diri, baik itu potongan visual maupun persepsi diri.
Potongan visual ini seperti bentuk wajah dan tubuh yang dicermati ketika
3

bercermin, sedangkan persepsi diri biasanya diperoleh dari komunikasi


terhadap diri sendiri maupun pengalaman berinteraksi dengan orang lain.

2. Bentuk dan bayangan tubuh

Selain melalui proses pengenalan diri, yang biasa dilakukan dengan


melihat bayangan diri di cermin ialah pembentukan konsep diri melalui
penghayatan diri terhadap bentuk fisiknya

3. Perbandingan ideal

Salah satu proses pengenalan diri adalah dengan membandingkan diri


dengan sosok ideal yang diharapkan. Dengan melihat sosok ideal yang
diharapkan, seseorang akan mengacu pada sosok tersebut dalam proses
pengenalan dirinya. Pada masa anak-anak, lingkungan keluarga menjadi pusat
pembentukan konsep diri pada anak.

4. Pembentukan diri secara sosial

Proses ini merupakan proses dimana seseorang mencoba untuk


memahami persepsi orang lain terhadap dirinya. Penilaian kelompok terhadap
seseorang akan membentuk konsep diri pada orang tersebut.

e. Perkembangan Konsep Diri

(Khotimah, 2014) menyebutkan perkembangan konsep diri merupakan proses


yang terus berlanjut di sepanjang kehidupan manusia. Syimond mengatakan bahwa
persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai
berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perspektif. Konsep diri
bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Kita tidak dilahirkan dengan konsep diri
tertentu. Bahkan ketika lahir, kita tidak memiliki konsep diri, tidak memiliki
pengharapan bagi diri kita sendiri, serta tidak memiliki penilaian apapun terhadap diri
kita sendiri.

Dengan demikian, konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang


berlangsung sejak masa pertumbuhan hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman, dan
3

pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pembentukan konsep diri seseorang.

f. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Konsep Diri

Beberapa factor yang memengaruhi konsep diri (Ludiwg Maximilians, 2018),


yaitu :

1. Usia kematangan

Perkembangan usia kematangan dalam diri seseorang apabila lebih


awal, maka ia akan diperlakukan seperti orang yang lebih dewasa dari usianya,
mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan baik. Jika usia kematangan terlambat, makai a
diperlakukan seperti usia dibawahnya. Merasa salah dimengerti dan bernasib
kurang baik, sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri.

2. Penampilan diri

Penampilan diri yang berbeda yang menambah daya Tarik fisik. Tiap
cacat fisik merupakan sumber yang memalukan dan mengakibatkan perasaan
rendah diri. Sebaliknya, daya Tarik fisik dapat menimbulkan penilaian yang
menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.

3. Nama dan julukan

Individu peka dan merasa malu apabila teman-teman sekelompok


menilai Namanya buruk atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada
cemoohan.

4. Hubungan keluarga

Individu yang memiliki hubungan baik dengan anggota keluarganya


akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan
pola kepribadian yang sama.

5. Teman-teman sebaya

Teman-teman sebaya sangat memengaruhi pola kepribadian seorang


individu dalam du acara. Yang pertama, konsep diri individu merupakan
cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya. Lalu
3

kedua. Ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian


yang diakui oleh kelompok.

6. Kreativitas

Individu didorong agar kreatif dalam bermain dan tugas-tugas


akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang
memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, individu sejak
awal didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang
mempunyai perasaan identitas dan individualitas.

7. Cita-cita

Bila individu memiliki cita-cita yang tidak realistic, ia akan mengalami


kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi
bertahan di mana ia menyalahkan orang lain atas kegagalan yang dialaminya.
Individu yang realistic tentang kemampuannya lebih banyak mengalami
keberhasilan daripada kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan
kepuasan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang lebih baik.

2. Komunikasi Inrerpersonal

a. Pengertian Komunikasi Interpersonali

Sarinah dan Aziz (2010) (dalam Setiawati, 2020) komunikasi interpersonal


merupakan proses penyampaian pesan, informasi, pikiran, sikap tertentu antara dua
orang dan diantara individu itu terjadi pergantian pesan baik dengan komunikasi atau
komunikator dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian, mengenai
permasalahan yang akan dibicarakan yang pada akhirnya diharapkan terjadi
perubahan perilaku sehingga komunikasi ini menjadi penting.

Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara


seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang
yang dapat langsung diketahui balikannya, Muhammad (2005) (dalam Utomo &
Probandari, 2016).
3

Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal ialah bentuk


komunikasi dua arah atau lebih yang didalamnya terdapat makna dari pesan yang
telah disampaikan antara pemberi dan penerima pesan.

b. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal

Aspek-aspek dalam komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh DeVito


(No Title, 1997) (dalam ghita mutya, 2018) ialah keterbukaan, empati, sikap
mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.

1. Keterbukaan

Keterbukaan merupakan penyampaian pesan antarpribadi yang efektif dengan


terbuka dan apa adanya kepada orang yang diajaknya berinteraksi, dan
individu juga memberikan informasi yang sesuai dengan fakta yang ada.

2. Empati

Empati ialah merasakan sesuatu seperti yang sedang mengalaminya dengan


memahami apa yang sedang dirasakan orang lain. Hal tersebut memengaruhi
perasaan yang dirasakan selama melakukan komunikasi dan sikap antara
komunikator dan komunikan

3. Sikap mendukung

Komunikasi yang berjalan dengan memberikan sikap dan dalam suasana yang
mendukung pula. Adapun sikap mendukung yang dimaksud ialah dengan
bersikap deskripif, spontanitas, dan provisionalisme.

4. Sikap positif

Orang yang dapat membina komunikasi interpersonal yang baik ialah dengan
memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Dengan begitu ia dapat
merefleksikan perasaan positif juga kepada orang lain. Sikap positif juga
diperlihatkan dengan memberikan dorongan dengan cara menghargai
keberadaan dan pentingnya orang lain yang sedang berkomunikasi dengan
kita.

5. Kesetaraan
3

Kesetaraan ialah adanya pengakuan dua orang yang sedang berinteraksi sama-
sama bernilai dan berharga. Serta merasa bahwa keduanya punya sesuatu yang
penting untuk disumbangkan dan saling berbagi.

c. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Komunikasi Interpersonal

Pada definisi Edi Harapan dan Syarwani Ahmad (2014) (dalam Ii, 2017),
factor-faktor yang memengaruhi komunikasi interpersonal yaitu :

1. Konsep diri

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian


yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Sundeen, 1998). Termasuk pada persepsi
individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan
lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan
serta keinginannya.

Konsep diri merupakan factor yang sangat penting dan menentukan


dalam komunikasi interpersonal. Konsep diri memainkan peran yang sangat
besar dalam menentukan keberhasilan hidup eseorang. Konsep diri dapat
memengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Apabila seseorang memiliki
konsep diri buruk, akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri. Ia akan takut
memcoba hal-hal baru, mencoba tantangan, merasa tidak berharga, pesimis,
dan lainnya.

Dan sebaliknya, apabila seseorang dengan konsep diri baik akan selalu
optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani gagal, percaya diri, dan berpikir
positif. Untuk itu konsep diri menjadi factor penting dalam menentukan
bagaimana seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.

2. Membuka diri

Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain tentang perasaan


terhadap sesuatu yang telah dikatakan terhadap hal-hal yang baru saja di
saksikannya. Semakin sering seseorang berkomunikasi dengan membuka diri
kepada orang lain, makai a akan memahami kelebihan dan kekurangan pada
3

dirinya. Individu tersebut akan belajar menutupi kekurangan yang dimilikinya


dengan meningkatkan keprcayaan diri dan saling menghargai.

3. Percaya diri

Percaya diri ialah salah satu factor yang memengaruhi dalam


komunikasi interpersonal. Seseorang yang kurang percaya diri, cenderung akan
menghindari suatu komunikasi. Ia takut apabila diejek atau disalahkan ketika
berbicara dan cenderung lebih diam saat diajak berinteraksi. Hal tersebut akan
menumbuhkan sikap merasa gagal dalam setiap kegiatan yang dilakukannya.

Membangun kepercayaan diri dapat dilakukan dengan mengikuti


berbagai kegiatan pelatihan yang berhubungan dengan banyak orang. Yang
bertujuan untuk menolong seseorang agra bisa membangun kepercayaan diri
dalam suatu hubungan interpersonal.

3. Konsep Beroganisasi

a. Pengertian Organisasi

Organisasi adalah suatu wadah yang digunakan sekelompok orang untuk


bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi tersebut Mereka dilatih untuk lebih
bijak dalam menentukan keputusan dan mengatur waktu. Dan juga dengan
berorganisasi mereka dilatih untuk dapat menyampaikan pendapat atau pikiran
mereka dengan lebih baik dan jelas, serta menghargai pendapat orang lain. Saat
mahasiswa ikut berorganisasi, mereka dituntut untuk dapat memanajemen diri sendiri
dengan waktu yang proporsional (Negeri & Kalimantan, 2016). Orgaanisasi
kemahasiswaan merupakan wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa kea rah
perluasan wawasan peningkatan illmu dan pengetahuan, serta integritas kepribadian
mahasiswa. Oraganisasi kemahasiswaan lebih menekankan pada kehidupan
mahasiswa yang berada disuatu linkungan perguruan tinggi untuk beraktivitas dan
berorganisasi. Organisasi kemahasiswaan juga sebagai wadah pengembangan
kegiatan ektrakulikuler mahasiswa di perguruan tinggi yang meliputi pengembangan
penalaran, keilmuan, minat dan bakat, serta kegemaran mahasiswa itu sendiri
(Pembentukan et al., 2019).

Pihak universitas sudah menyediakan sarana untuk mahasiswa agar terbiasa


untuk bekerja secara terorganisir dalam wadah organisasi kemahasiswaan.sesuai yang
3

tertera pada pasal 5 Kemendikbud No. 155/U/1998 bahwa fungsi organisasi


kemahasiswaan merupakan sarana pengembangan akademik dan pengembangan diri.
Bahkan lebih lanjut diharapkan sebagai wadah mahasiswa untuk melakukan usaha
peprbaikan untuk mengembangkan perilaku sosial dan kelompok. Dengan mengikuti
organisasi kemahasiswaan maka mahasiswa akan memiliki perubahan yang signifikan
terhadap wawasan, cara berpikir, pengetahuan dan ilmu-ilmu sosialisasi,
kepemimpinan serta manajemen kepemimpinan yang notabene tidak diajarkan dalam
kurikulum normative perguruan tinggi.

Sehingga diperoleh kesimpulan, bahwa organisasi mahasiswa sangat


bermanfaat bagi mahasiswa untuk mengembangan soft skill dari dalam diri
mahasiswa. Membuka wawasan yang lebih signifikan dalam berpikir. Manfaat lain
berorganisasi yakni, mahasiswa menjadi lebih bisa berpikir secara berkelompok,
untuk mewujudkan tujuan organisasi yang diikuti. Dengan begitu mahasiswa belajar
cara menggunakan manajemen waktu dengan sebaik-baiknya, karena harus membagi
tugas-tugas kampus dengan organisasi.

b. Aspek-aspek Minat Beroganisasi

Beberapa aspek-aspek yang memengaruhi minat berorganisasi Crow and Crow


(dalam Büyükçolpan & Tol, 2019) antara lain :

1. Motif sosial

Komponen yang mengandung kehendak, kecenderungan untuk


melakukan sesuatu yang diwujudkan dalam bentuk kemauan atau Hasrat untuk
melakukan suatu aktivitas dalam memenuhi perghargaan dari lingkungan.

2. Reaksi emosional

Unsur yang berkaitan dengan emosi (perasaan) karena dalam


pengalaman minat disertai dengan perasaan puas. Minat berfungsi sebagai
daya penggerak yang mengarahkan seseorang melakukan kegiatan tertentu
yang spesifik. Motivasi adalah sumber untuk mempertahankan minat terhadap
kegiatan yang menjadikan kegiatan sangat menyenangkan.
3

Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat tiga aspek minat


berorganisasi yaitu adanya dorongan dari dalam diri, motif sosial, dan reaksi
emosional. Dorongan dari dalam diri berkaitan dengan pengetahuan informasi
tentang objek yang dituju. Pada motif sosial yang berkaitan dengan
kecenderungan untuk melakukan sesatu yang diwujudkan dalam bentuk
kemauan. Lalu dalam reaksi emosional berkaitan dengan unsur emosi karena
dalam pengalaman minat disertai dengan perasaan puas.

c. Faktor-faktor yang memengaruhi minat organisasi

Ada beberapa yang memengaruhi minat berorganisasi yang terdiri dari factor
internal dan factor eksternal, Rahmat (2008), (dalam Büyükçolpan & Tol, 2019), yaitu
:

1. Faktor internal

Factor yang berasal dari dalam diri individu yang terdiri dari factor bawaan
dan factor kepribadian.

a. Faktor genetic

Faktor genetic merupakan factor yang mendukung perkembangan


individu dalam minat dan bakat. dengan karakteristik individu yang
diwariskan orang tua kepada anak, dalam segala potensi fisik maupun psikis
yang dimiliki.

b. Faktor kepribadian

Factor kepribadian yaitu keadaan psikologi perkembangan potensi


anak bergantung pada dirinya sendiri. Yang akan membantu anak dalam
pembentukan konsep, optimis, serta percaya diri dalam mengembangkan
minat dan bakatnya.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan factor yang berasal dari luar diri individu.
Berbagai hal uang mendukung pengembangan minat dan bakat.

a. Lingkungan keluarga
3

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan awal tempat individu


belajar dan Latihan. Lingkungan keluarga juga merupakan tempat individu
memperoleh pengalaman kerena keluarga merupakan lingkungan pertama
yang paling penting paling individu.

b. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial merupakan suatu lingkungan yang berhubungan


dengan kehidupan masyarakat. Di lingkungan sosial, individu akan
mengaktualisasi minat dan bakatnya dalam masyarakat

d. Manfaat Organisasi

Organisasi merupakan kegiatan atau pilihan yang penting untuk diikuti oleh
mahasiswa selama studinya sehingga melengkapi hasil belajar secara utuh. Sukirman
(dalam Ardi & Aryani, 2010) (dalam Hidayat, 2013), manfaat kegiatan organisasi
kemahasiswaan adalah :

1. Melatih bekerja sama dalam bentuk tim kerja multi disiplin

2. Membina sikap mandiri, percaya diri, disiplin, dan bertanggung jawab

3. Melatih berkomunikasi dan menyatakan pendapat didepan umum

4. Membina dan mengembangkan minat dan bakat

5. Menambah wawasan

6. Meningkatkan rasa kepedulian dan kepekaan pada masyarakat dan


lingkungan mahasiswa

7. Membina kemampuan kritis, produktif, kreatif, inovatif


3

B. Kerangka Teori

Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Konsep Diri
1. Usia kematangan
2. Penampilan diri
3. Nama dan julukan
4. Hubungan keluarga
5. Teman-teman sebaya
6. Kreativitas
Semakin tinggi konsep diri
7. Cita-cita
yang dimiliki mahasiswa,
maka akan semakin tinggi
pula komunikasi
Faktor-Faktor Yang interpersonalnya.
Memengaruhi
1. Keterbukaan
2. Empati
3. Sikap mendukung
4. Sikap positif
5. Kesetaraan
3

C. Kerangka Konsep

Variabel Independent : Variabel Dependent :


Konsep Diri Komunikasi Interpersonal

D. Hipotesis

Ha : Ada pengaruh komunikasi interpersonal dalam konsep diri mahasiswa yang mengikuti
organisasi

Ho : Tidak ada pengaruh komunikasi interpersonal dalam konsep diri mahasiswa yang
berorganisasi.
3

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah metode yang digunakan oleh peneliti untuk melakukan
penelitian yang akan memberikan arah pada jalannya penelitian berdasarkan atas tujuan dan
hipotesis penelitian (Dharma, 2011). Jenis pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.
Desain penelitian yang akan digunakan peneliti adalah deskriptif analitik. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu peneliti melakukan pengukuran
variabel dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan dalam satu kali pengukuran pada
setiap responden tanpa dilakukan tindak lanjut atau pengulangan ukuran.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari pebelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek
yang mempunya kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan (Dharma, 2011). Populasi penelitian
ini merupakan mahasiswa Jurusan Keperawatan Semarang Angkatan 2017, Poltekkes
Kemenkes Semarang pada studi pendahuluan dilakukan pada 19 November 2020.
Jumlah populasi mahasiswa sebanyak 77 mahasiswa.

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari jumlah keseluruhan karakteristik pada populasi


tersebut (Zaenal Abidin, 2006). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mahasiswa Jurusan Keperawatan di Poltekkes Semarang yang memenuhi kriteria
inklusi maupun eksklusi peneliti. Adapun untuk menentukan jumlah sampel, peneliti
menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :
3

N
n= 1+ Ne ²

Keterangan :

n : Jumlah Sampel

N : Jumlah Populasi

e : Tingkat kesalahan sampel (sampel error)

Dari jumlah sampel dengan tingkat kelonggaran ketidak telitian sebesar 5%,
makan menggunakan rumus diatas diperoleh sampel :

No Nama Sampel Jumlah sampel yang diteliti


1 Mahasiswa Jurusan 77
n = 1+ 77(0.05) ² = 65
Keperawatan Semarang

Jumlah 65

Berdasarkan hasil perhitungan diatas diperoleh jumlah sampel dalam


penelitian ini sejumlah 65 responden. Peneliti pada saat pengambilan data dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik
dalam pengambilan atau menentukan sampel dengan cara menentapkan ciri sesuai
yang dikehendaki oleh peneliti (Sugiyono, 2013). Berikut kriteria inklusi dan ekslusi
yang menjadi responden yang ditetapkan oleh peneliti yaitu :

Kriteria Inklusi :

a. Mahasiswa aktif Poltekkes Kemenkes Semarang

b. Mahasiswa kampus I

c. Mahasiswa semester 7

d. Mahasiswa jurusan Keperawatan kampus 1 tahun 2017


3

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan segala sesuatu berupa nilai atau sifat dari objek yang
memiliki variasi tertentu yang ditetapkan peneliti sehingga memperoleh informasi yang
kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013). Pada penelitian ini variabel bebas adalah
konsep diri sedangankan variabel terikat adalah komunikasi interpersonal.

D. Definisi Operasional

3.1 Tabel Definisi operasional

Variabel Definisi Alat & Cara Hasil Ukur Skala


Ukur
Komunikasi Komunikasi Menggunakan Skor Ordinal
Interpersona antara dua kuesioner Skala Komunikasi
l orang yang Komunikasi Interpersonal
memiliki Interpersonal dengan hasil
maksud dan dengan 18 1. 0-5
tujuan pertanyaan. komunikasi
didalamnya Pengukuran interpersonal
untuk menggunakan tidak baik
disampaikan skala likert 2. 6-9
kepada lawan dengan nilai: komunikasi
bicara. 1:Sangat tidak interpersonal
setuju sedikit baik
2: Tidak setuju 3. 10-12
3: Setuju komunikasi
4: Sangat setuju interpersonal
sedang
4. 13-18
komunikasi
interpersonal
sangat baik

Konsep Diri Pandangan Menggunakan Skor Konsep Ordinal


individu kuesioner Skala Diri dengan
3

mengenai Konsep Diri hasil


dirinya, dengan 18 1. 0-5 Konsep
seberapa ia pertanyaan. Diri tidak baik
tahu tentang Pengukuran 2. 6-9 Konsep
dirinya baik menggunakan Diri sedikit baik
dalam skala likert 3. 10-12 Konsep
kekurangan dengan nilai: Diri sedang
maupun 1:Sangat tidak 4. 13-18 Konsep
kelebihan yang setuju Diri sangat baik
dimilikinya. 2: Tidak setuju
3: Setuju
4: Sangat setuju

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk penelitian dan untuk
mengukur fenomena sosial dan alam (Mudjiyanto, 2016). Adapun dalam penelitian ini
menggunakan 2 kuesioner, yaitu :

1. Kuesioner Komunikasi Interpersonal

Skala yang digunakan oleh peneliti digunakan untuk mengukur komunikasi


interpersonal, skala ini mengacu dari teori aspek yang dikemukakan oleh DeVito (1997).
Aspek-aspek yang ada dalam skala ini ialah keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap
positif, dan kesetaraan. Skala komunikasi interpersonal ini menggunakan skala pengukuran
dari Rahmalia (2016). Jumlah aitem dalam skala ini ialah sebanyak 18 aitem, diantaranya 10
aitem bersifat favorable dan 8 aitem bersifat unfavorable. Skala tersebut memiliki koefisien
reliabilitas cronbach alpha skala sebesar 0.705. Pada penelitian ini, pengumpulan data
nantinya akan menggunakan kuesioner dengan beberapa pernyataan yang telah tertulis
sebelumnya. Kemudian subjek akan diminta untuk mengisi pernyataan yang disediakan oleh
peneliti dalam skala dengan memilih dari empat pilihan yang diajukan, ialah sangat setuju,
setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju

Pemberian skor dalam tiap aitem bergerak dari angka 1 sampai 5. Pada aitem yang
bersifat favorable, skor tertinggi yang diberi ialah 5 untuk jawaban sangat sesuai, 4 untuk
3

jawaban sesuai, 3 untuk jawaban kurang sesuai, 2 untuk tidak sesuai, dan 1 untuk jawaban
sangat tidak sesuai. Sebaliknya, Pada aitem yang bersifat unfavorable, skor terendah yang
diberi ialah 1 untuk jawaban sangat sesuai, 2 untuk jawaban sesuai, 3 untuk jawaban kurang
sesuai, dan 4 untuk tidak sesuai, dan 5 untuk jawaban sangat tidak sesuai. Semakin tinggi
skor dari jawaban yang diberi oleh subjek, maka semakin tinggi pula komunikasi
interpersonal yang dimilikinya.

2. Kuesioner Konsep Diri

Skala yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur konsep diri dibuat dari aspek-
aspek yang di kembangkan oleh Berzonsky (dalam Rahmaningsih & Martani, 2014).
Didalamnya terdapat empat jenis aspek- aspek konsep diri, yaitu diri fisik (physical self), diri
sosial (social self), diri moral (moral self), dan diri psikis (psychological self). Skala konsep
diri ini menggunakan skala pengukuran dari Andriani (2015). Jumlah aitem dalam skala ini
ialah sebanyak 18 aitem, diantaranya 12 aitem bersifat favorable dan 6 aitem bersifat
unfavorable. Skala konsep diri memiliki koefisien reliabilitas cronbach alpha skala sebesar
0.899. Pada penelitian ini subjek akan diminta untuk mengisi pernyataan yang telah tertulis
sebelumnya oleh peneliti, kemudian subjek memilih dari lima pilihan yang telah disiapkan,
diantaranya ialah sangat tidak sesuai, tidak sesuai, sesuai, sangat sesuai, dan sangat amat
sesuai. Pemberian skor dalam tiap aitem bergerak dari angka 1 sampai 5.

Pada aitem favorable skor tertinggi yang diberi ialah 5 untuk jawaban sangat sesuai, 4
untuk jawaban sesuai, 3 untuk jawaban kurang sesuai, 2 untuk jawaban tidak sesuai, dan 1
untuk jawaban sangat tidak sesuai. Sebaliknya pada aitem unfavorable, skor tertinggi yang
diberi ialah 5 untuk jawaban sangat tidak sesuai, 4 untuk jawaban tidak sesuai, 3 untuk
jawaban kurang sesuai, 2 untuk jawaban sesuai, dan 1 untuk jawaban sangat sesuai. Semakin
tinggi skor dari jawaban yang diberi oleh subjek, maka semakin tinggi pula tingkat konsep
dirinya. Sebaliknya, Semakin rendah skor dari jawaban yang diberi oleh subjek, maka
semakin rendah pula tingkat konsep dirinya.

Uji Validitas dan Uji Reabilitas

1. Uji Validitas

Pada penelitian ini menggunakan instrument penelitian yaitu konsep diri dan
komunikasi interpersonal yang mengadopsi pada peneliti sebelumnya, sehingga
3

peneliti tidak melakukan uji validasi lagi terhadap instrument penelitian yang akan
digunakan. Validitas isi dari Azwar (2001) ialah validitas yang diestimasi pada
pengujian isi tes melalui analisis rasional. Adapun koefisien validitas yang di tetapkan
oleh peneliti pada penelitian ini ialah sebesar >2,25. Pengujian validitas dalam
penelitian ini menggunakan SPSS 22 for windows.

2. Uji Reabilitas

Uji reabilitas adalah tingkat konsisten dari suatu pengukuran. Reabilitas menunjukkan
apakah pengukuran menghasilkan data yang konsisten jika instrument digunakan
kembali secara berulang. Reabilitas juga diartikan sebagai suatu pengukuran yang
konsisten (Dharma, 2011). Pada penelitia ini instrument mengadop dari peneliti
sebelumnya. Hasil uji reabilitas yang sudah dilakukan yaitu:

Reabilitas nantinya akan dinyatakan oleh koefisien reabilitas apabila angkanya berada
pada rentang angka dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reabilitas
yaitu mendekati angka 1,00, berate semakin tinggi pula reabilitas alat ukur tersebut
(Azwar, 2012). Adapun reabilitas yang ditetapkan oleh peneliti ialah sebesar 0,7.
Pengujian reabilitas pada penelitian ini menggunakan SPSS 22 for windows.

F. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data adalah cara yang dilakukan dalam pengumpulan data
penelitian. Peneliti menggunakan cara pengumpulan data kuesioner yang merupakan cara
pengumpulan data melalui angket dengan beberapa pertanyaan kepada responden [ CITATION
AAz17 \l 1033 ].

Pedoman yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah menggunakan kuesioner
checklist.

Prosedur pengumpulan data :

1. Peneliti meminta surat ijin penelitian dari Poltekkes Kemenkes Semarang


2. Peneliti mengajukan permohonan izin untuk melakukan penelitian data di Jurusan
Keperawatan Seramang Poltekkes Kemenkes Semarang.
3. Penentuan populasi mahasiswa di Jurusan Keperawatan Semarang pada tahun
2020.
3

4. Peneliti menggunakan sampel dengan menggunakan simple random sampling dari


populasi mahasiswa.
5. Menyebarkan kuesioner kepada responden.
6. Mendokumentasikan hasil.
G. Tahapan Penelitian

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan
persiapan dan tahap pelaksanaan (Saldanha, 2017) :

1. Survey literatur

Mengumpulkan bahan literatur dan informasi yang berkaitan dengan penelitian

2. Identifikasi masalah

Identifikasi masalah apa yang akan dibahas dalam penelitian yang berkaitan dengan
informasi yang telah didapat

3. Studi pustaka

Mempelajari literatur yang digunakan dan digunakan untuk kajian teori

4. Hipotesis

Menuangkan pernyataan awal yaitu Pembelajaran daring di era Covid-19


mempengaruhi kecemasan dan perubahan perilaku pada sebagian besar mahasiswa

5. Menentukan variabel dan sumber data

Menentukan variabel yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu pembelajaran daring,


kecemasan dan perilaku. Kemudian tentukan subjek penelitian dan juga responden

6. Menentukan instrument penelitian

Menentukan instrument penelitian dengan menggunakan kuesioner.

7. Observasi

Melakukan pencarian data dan perijinan kepada pihak yang mengisi kuesioner

8. Mengumpulkan data

Kuesioner disebarkan kepada responden yang dilakukan secara bersamaan dengan


observasi untuk menghemat biaya, tenaga, dan waktu.
3

9. Pengolahan data

Terdiri dari memberi kode variabel, tabulasi, menghuting dengan SPSS dan dilakukan
tabulasi yang kedua

10. Analisa data

Menganalisa data hasil dari penelitian dan teori yang sudah tertera.

11. Membuat kesimpulan

Kesimpulan akan diambil berdasarkan analisa data dan telah melalui pemeriksaan
apakah sudah sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.

H. Etika Penelitian

a. Anonymity (tanpa nama)


Pada penelitian ini, peneliti mencantumkan inisial nama responden. Masalah
etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek
penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden
pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2011).
b. Confidentially (kerahasiaan)
Menurut Hidayat (2011, p. 182), masalah ini merupakan masalah etika dengan
memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil riset.

I. Analisa Data

Analisis data Unirivat


Tujuan dari analisis data unirivat adalah utuk menjelaskan/mendeskriptifkan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti [ CITATION Sus07 \l 1033 ]. Analisis
unirivat pada penelitian ini yaitu mendeskripsikan variable konsep diri dan
komunikasi interpersonal.
3

J. Jadwal Penelitian

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Agust Sept Nov Des Jan Feb Mar Apr

1. Penyusunan proposal
penelitian dan konsultasi
2. Seminar proposal

3. Pengurusan izin penelitian


4. Pengumpulan data
5. Tabulasi, analisis, dan
penyusunan laporan penelitian
6. Ujian sidang akhir
3

Anda mungkin juga menyukai