Anda di halaman 1dari 3

Tanpa Literasi 2045 Hanya Mimpi

Oleh : Jose Jochu-Mahasiswa UKSW

Sebelumnya ijinkan saya bertanya kepada para pembaca sekalian. Mengapa Perpustakaan selalu
sepi dan bar serta warkop selalu ramai? Apakah ada kemajuan suatu bangsa tanpa literasi?

Ada beberapa hal yang sangat penting dan prihatin disini. Tingkat membaca penduduk Indonesia
sangatlah rendah. Kita sebagai generasi Z yang dibanggakan akan memimpin Indonesia di tahun 2045
tidak memiliki minat yang besar dalam literasi. Para pemimpin kita berkata dan bermimpi bahwa
Indonesia di tahun 2045 akan menjadi bangsa yang maju dan mandiri. Dan itu ditujukan kepada generasi
Z yang diharapkan akan mewujudkan mimpi itu. Namun dilihat dari grafik membaca bangsa Indonesia,
minat membaca rakyat Indonesia terutama anak-anak muda Indonesia sangatlah rendah. Bagaimana kita
mau menjadi seperti yang diidam-idamkan pemimpin di tahun 2045 kalau budaya membaca kita tidak ada.
Dan generasi sekarang yang seharusnya dibentuk dengan mental era robotic justru menjadi budak
teknologi. Berapa banyak anak Indonesia usia-usia produktif yang telah berkarya di bidang teknologi?.
Saya sendiri merasa bingung, ketika saya ke perpustakaan kampus saya, dan saya dapati tidak sampai 20
orang yang ada di perpustakaan. Ini adalah angka yang kecil untuk saya. Padahal fasilitas perpustakaan
sangat lengkap. Ada lebih 1000 mahasiswa di kampus tapi jumlah pengunjung perpustakaan tidak
mencapai 10% dari jumlah seluruhnya. Hal ini bisa dijadikan tolak ukur tingkat literasi yang sangat
rendah dikalangan mahasiswa. Perpustakaan menyimpan banyak ilmu yang luar biasa, yang bisa
membuka cakrawala pengetahuan kita. Tapi kenapa akan-anak muda sekarang nyaman dalam
kedangkalan intelektual. Bukankah di usia yang produktif ini anak-anak muda justru harus semangat
untuk mengumpulkan ilmu sebanyak mungkin agar kelak dijadikan modal untuk membangun bangsa dan
negara. Membaca adalah salah satu cara paling ampuh dalam meningkatkan intelektual dan memperluas
wawasan.

Ini adalah masalah yang serius. Pemerintah selama ini setengah-setengah dalam
mempropagandakan pentingnya literasi. Padahal dana untuk pendidikan tersedia besar. Perpustakaan tiap
daerah pun sangat terbatas dan jika ada juga paling tidak terawat dan tidak digunakan dengan baik. Saat
ini Indonesia memiliki angka usia produktif lebih banyak daripada non produktif, yang dimana ini
menjadi satu keunggulan karena kita memiliki jumlah SDM yang banyak. Namun sebanyak-banyaknya
SDM yang kita miliki, SDM kita belum dapat dikatakan berkualitas dan berdaya saing. Banyaknya
jumlah penduduk tanpa budaya literasi tidak akan mampu bersaing dengan Negara kecil sekalipun SDM-
nya banyak. Jumlah SDM tidaklah berpengaruh, kualitas dari SDM itulah yang punya pengaruh penting.
Dibandingkan Negara-negara asia lain kita masih kalah dan terbelakang soal teknologi. Semua ini tidak
lepas dari budaya membaca kita masyarakat Indonesia yang rendah. Mencerdaskan suatu bangsa seperti
yang juga tercantum dalam UUD kita tidak akan pernah tercapai hanya dengan rebahan dan ngopi. Dunia
sekarang telah memasuki revolusi industry 4.0 namun anak-anak muda Indonesia belum bisa
menyesuaikan diri sebagai pelaku atau produsen teknologi itu sendiri. Kalau begini juga anak-anak
Indonesia tidak bisa menjadi pelaku revolusi industry 4.0 tapi justru menjadi korban dari pesatnya
teknologi. 2045 adalah tahun yang penuh harapan untuk bangsa ini. Banyak hal telah diramalkan dari
sekarang. Kita berharap agar di tahun itu kita dapat menjadi bangsa yang maju, baik dalam bidang
ekonomi maupun teknologi. Sudah tentu yang pasti bahwa di tahun 2045 kita ingin agar Negara kita bisa
sejajar dengan Negara-negara asia maju lainnya, bila perlu bangsa Eropa dan Amerika.

Mengapa saya kaitkan budaya membaca dengan mimpi Indonesia di tahun 2045? Karena
membaca sangatlah penting. Kita bisa berandai-andai untuk maju tapi jika pengetahuan kita terbatas maka
sulit untuk mencapai kemajuan itu. Seperti yang dikatakan pepatah membaca adalah jendela dunia,
dengan membaca maka pikiran kita akan terbuka, intelektual kita akan bertambah. Belajar dari Negara-
negara maju seperti Belanda, Finlandia, Swedia dan Jepang yang punya kebiasaan membaca yang sangat
luar biasa, tidak heran mereka bisa menjadi Negara maju. Salah satu kebijakan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dalam meningkatkan mutu pendidikan Indonesia adalah Progam Merdeka Belajar. Progam
ini adalah satu dari sekian banyak kebijakan yang memang baik untuk masa depan pendidikan Indonesia,
namun progam belum bisa dikatakan ampuh dalam memberantas ketertinggalan apabila belum selaras
dengan budaya literasi yang tinggi. Bagaimana seorang murid bisa benar-benar merdeka dalam belajar
kalau dia tidak memiliki minat yang besar dalam membaca. Memang bisa dikatakan kalau banyak cara
untuk belajar bukan hanya dengan membaca, tapi membaca adalah salah satu hal yang tidak bisa lepas
dari peradaban umat manusia. Sekali lagi saya katakan, miris melihat perpustakaan yang sepi, rak-rak
buku yang tak terpakai dan berdebu.

Sekarang untuk menjawab tantangan itu, kita sebagai pemerintah, orang tua, pemuda-pemudi dan
anak-anak bangsa harus merefleksikan sendiri apakah yang seharusnya kita lakukan, apa peran kita dalam
kehidupan bangsa kita saat ini. Apakah kita sebagai generasi muda yang diharapkan benar-benar ingin
membangun bangsa kita menjadi bangsa yang kuat dan terdepan di tahun 2045, tahun emas untuk negeri
kita Indonesia. Kebiasaan membaca perlu diterapkan sejak kecil, mulai dari pedesaan hingga perkotaan.
Belanda mewajibkan anak-anak mudanya untuk membaca sejak kecil, bahkan sewaktu berusia empat
bulan mereka sudah dibuatkan kartu anggota perpustakaan. Jepang memiliki penduduk yang sangat gemar
membaca dan kebiasaan membaca mereka sudah ada sejak kecil, di dalam antrianpun mereka akan berdiri
lalu membaca komik. Finlandia salah satu Negara eropa yang kecil tapi sangat maju adalah Negara yang
penduduknya sangat suka membaca, perpustakaan di Negara Finlandia sangatlah banyak. Melihat
Negara-negara maju yang punya budaya membaca yang luar biasa, kita pun bisa menciptakan budaya
membaca kita kepada anak-anak sejak kecil. Pemerintah pun punya peran yang sangat besar dan penting
dalam melaksanakan tugas ini. Seperti pembangunan perpustakaan umum di pedesaan maupun perkotaan.
Menetapkan wajib membaca untuk seluruh anak-anak Indonesia dari SD-SMA. Pemerintah juga harus
tegas dalam upaya meningkatkan literasi jangan setengah-setengah. Jangan cuma berkoar-koar di media
setelah itu redup. Sekalipun dibangun banyak perpustakaan itu tidak akan terlalu berpengaruh apabila
tidak ada dorongan, kampanye membaca, sosialisasi dan aturan-aturan yang mewajibkan para warga
khususnya anak-anak untuk membaca. Meningkatkan budaya literasi sangat diperlukan untuk mengejar
mimpi kita 2045. Saya yakin apabila Indonesia telah memiliki budaya membaca yang besar, maka Negara
akan ini akan menjadi raksasa di Asia Tenggara bahkan dunia.

Anda mungkin juga menyukai