Anda di halaman 1dari 26

Pemasangan NGT dan Kumbah Lambung

A. Pemasangan NGT

Definisi nasogastric tube (NGT) adalah tabung fleksibel yang dimasukkan melalui lubang hidung
melewati kerongkongan, dan masuk ke perut. NGT biasanya dipasang untuk menghilangkan atau
menambahkan zat di perut. Tabung yang terbuat dari bahan karet ini bukan untuk penggunaanjangka
panjang, melainkan untuk sementara waktu.

Pada saat dirawat di rumah sakit, pemasangan NGT biasa dilakukan pada pasien IBD. Selain itu,
ada beberapa fungsi NGT yang perlu diketahui, yaitu :

 Membantu memberikan nutrisi atau obat


 Mengeluarkan udara atau cairan di perut atau lambung
 Media untuk memasukkan zat kontas ke perut selama endoskopi
 Melindungi usus usai menjalani operasi

Dan tidak semua pasien IBD yang menjalani operasi membutuhkan NGT karena tergantung dari
kondisi tubuh masing-masing. Pada beberapa kasus akibat IBD yang tidak memerlukan operasi. Selain
itu, NGT juga memiliki fungsi dengan membantu memberikan obat atau nutrisi. Hal ini berlakuk pada
pasien dengan masalah pencernaan, tetapi kesulitan menelan sesuatu dengan baik, seperti pasien yang
tengah mengalami stroke.

SOP PEMASANGAN NGT

Macam-macam ukuran NGT

1. Macam-macam NGT :
a. selang NGT dari karet. Selang NGT dari bahan plastik
b. selang NGT dari bahan silicon
2. ukuran NGT :
a. nomor 14-20 untuk ukuran dewasa
b. nomor 8-16 untuk anak-anak
c. nomor 5-7 untuk bayi

persiapan alat :

1. handuk kecil
2. perlak
3. bengkok
4. tongue spatel
5. gunting
6. klem
7. stetoskop
8. pen light

bahan :

1. jelly lubricant
2. spuit 50cc-100cc
3. handscoon bersih
4. plester
5. baskop berisi air
6. selang NGT

prosedur/ langkah-langkah :

1. menyiapkan peralatan di butuhkan, termasuk plester 3 untuk tanda, siksasi di hidung dan leher
dan juga ukuran selang NGT
2. setelah peralatan siap sediakan informd consenct untuk memasang NGT dan jelaskan pada pasien
atau keluarganya tujuan pemasangan NGT
3. perawat mencuci tangan
4. bawa peralatan di sebelah pasien. cek kondisi lubang hidung pasien, perhatikan adanya sumbatan,
untuk menentukan insersi NGT, instruksikan klien untuk rileks dan bernapas secara normal
dengan menutup salah satu lubang hidung. Kemudian ulangi pada lubang hidung lainnya (bagi
pasien sadar)
5. pakai handscoon kemudian posisikan pasien dengan kepala hiper ekstensi. Pasang handuk di dada
pasien untuk menjaga kebersihan kalau pasien muntah. Letakkan bengkok di dekat pasien
6. ukur selang NGT yang akan dimasukkan dengan menggunakan metode :
a. metode tradisional : ukur jarak mulai dari puncak hidung ke telingan bagian bawah,
kemudian dari telinga ke prosesus xipoideus
b. metode Hanson : mula-mula tandai 50 cm pada tube, kemudian lakukan pengukupan dengan
metode tradisional. Selang yang akan dimasukkan pertengahan antara 50 cm dengan tanda
tradisional. Setelah selesai tandai selang dengan plester untuk batas selang yang akan
dimasukkan
7. olesi jelly pada NGT sepanjang 10-20 cm. instruksikan pada pasien bahwa selang akan
dimasukkan dan mengatur posisi pasien ekstensi
8. masukkan selang dengan pelan-pelan, jika sudah sampai sampai epiglottis suruh pasien untuk
menelan dan posisikan kepala pasien fleksi, setelah sampai batas plester cek apakah selang sudah
benar-bener masuk dengan penlight jika ternyata masih di muut tarik kembali selang dan pasang
lagi
9. jika sudah masuk cek lagi apakah selang benar-benar masuk lambung atau trakea dengan
memasukkan angin sekitar 5-10 cc dengan spuit. Kemudian dengarkan dengan stetoskop, bila ada
suara angin berarti sudah benar masuk lambung. Kemudian fiksasi dengan plester pada hidung,
setlah fiksasi lagi di leher
10. mengklem ujung selang supaya udara tidak masuk. Evaluasi pasien setalh terpasang NGT
11. setelah selesai rapikan peralatan dan permisi pada pasien atau keluarga
12. perawat mencuci tangan. Dokumentasi hasil tindakan pada catatan perawatan
B. kumbah Labung
kumbah lambung mereupakan metode alternatif yang umum pengosongan lambung, dimana
cairan dimasukkan ke dalam lambung melalui orogastrik atau nasogastrik denga diameter besar kemudian
dibuang dalam upaya untuk membuang bagian agen yang mengandung toksik.
Tujuan dari tindakan kumbah lambung, yaitu membuang racun yang tidak terabsorbsi setelah
racun masuk ke saluran pencernaan, mendiagnosa perdarahan lambung, membersihakan lambung
sebelum proedur endoskopi serta membuang cairan/ partikel dalam lambung.
Bilas lambung atau yang disebut juga pompa perut. Tindakan ini dapat dilakukan dengan tujuan
hanya untuj mengambil conth racun dari dalam tubuh sapai dengan menguras isi lambung sehingga
bersih. Untuk mengetes benar tidaknya tube masuk ke lambung, harus didengarkan dengan
menginjeksikan udara dan kemudian mendengarkannya menggunakan stetoskop. Hal ini untuk
memastikan bahwa tube tidak masuk ke dalam paru-paru.

Persiapan klien dalam bilas lambung/ lavage lambung

1. menyampaikan salam
2. menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan pada klien
3. melakukan kontrk waktu dan kesepakatan rencana tindakan bilas lambung/ lavage lambung
persiapan alat dalam bilas lambung / lavage lambung

1. sarung tangan
2. spuit berujung kateter ukuran 60 cc satu buah
3. laruta normal salin 500 ml (NaCl)
4. stetoskop satu buah
5. beberapa lembar tissue dalam tempatnya
6. pengalas/ handuk satu buah
7. senter kecil
8. klem atu buah (kalau perlu)
9. kasssa secukupnya
10. selang nasogastrik sesuai dengan ukuran satu buah (untuk dewasa 14-18)
11. pelumas dalam tube
12. gunting verban
13. bengkok
14. plester

prosedur tindakan bilas lambung/ lavage lambung

1. cuci tangan
2. letakkan pengalas di atas dada klien, kemudian siapkan 2-4 helai tisu di atas pengalas
3. letakkan bengkok di sisi klien
4. pasang selang NGT sesuai dengan prosedur
5. masukkan normal salin sebanyak 500 cc ke dalam lambung melalui NGT yang telah terpasng
tadi, lakukan secara bertahap
6. klem selang selama kurang lebih kurang 15 menit
7. buka klem, sambungkan dengan kantung penampung
8. amati warna dan jumlah cairan yang keluar
9. evaluasi tindakan dan rencana tindak lanjut
10. dokumentasikan hasil tindakan dan respon dari klien
11. beritahukan kepada klien bahwa tindakan telah selesai dan alat dibereskan kembali

Pemeriksaan Infus
Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang oaling sering dilakukan sebagai
tindakan terapeutik. Pemagangan infus lakukan untuk memasukkan bahan-bahan larutan ke dalam tubuh
secara kontinyu atau sesaat untuk mendapatkan efek pengobatan secara cepat. Bahan yang dimasukkan
dapat berupa darah, cairan atau obat-obatan. Istilah khusus untuk infuse darah adalah tranfusi darah.
Indikasi infus adalah menggantikan cairan yang hilabg akibat perdarahan, dehidrasi karena panas atau
akibat suatu penyakit, kehilangan plasma akibat luka bakar yang luas.

Hal- hal perlu diperhatikan pada tindakan pemasangan infus adalah :

a. Sterilitas : tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba tidak menyebabkan infeksi lokal
pada daerah tusukan dan supaya mikroba tidak masuk ke dalam pembuluh darah pada daerah
tusukan dan supaya mikroba tidak masuk ke dalam pembuluh darah mengakibatkan standard
sterilitas tindakan, yaitu :
1) Tempat tusukan harus disucihamakan dengan pemakaian desinfektan (golongan iodium,
alkohol 70%)
2) Cairan, jarum dan infus set harus steril
3) Pelaku tindakan harus mencuci tanagan sesuai teknik septic dan antiseptic yang benar dan
memakai sarung tangan steril yang pas di tangan
4) Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar.
b. Fiksasi : bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau tercabut. Apabila kanula
mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk dinding vena bagian dalam sehingga terjadi
hermatom atu thrombosis
c. Pemilihan cairan infus : jenis cairan infuse yang dipilih disesuaikan dengan tujuan pemberian
cairan
d. Kecepatan tetesan cairan : kecepatan tetesan cairan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa volume tetesan tiap set infuse satu dengan yang lain
tidak selalu sama dan perlu dibaca petunjuknya
e. Selang infuse dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak terlipat atau terlepas
sambungannya
f. Hindari sumbatan pada bevel jarum/ kateter intravena. Hati-hati pada penggunaan kateter
intravena berukuran kecil karena lebih mudah tersumbat
g. Jangan memasang infuse dekat persendian, pada vena yang berkelok atau mengalami spasme
h. Lakukan evaluasi secara periodic terhadap jalur intravena yang sudah terpasang

Prosedur pemasangan infus


Persialan alat :

1. Cairan yang diperlukan, sesuaikan cairan dengan kebutuhan pasien


2. Saluran infus (infus set) : infus set dilengkapi dengan saluran infus, penjepit selang infus untuk
mengatur kecepatan tetesan
3. Jenis infus set berdasarkan :
a. macro drip set
b. micro drip set
c. transfusion set
4. Desinfektan : kapas alkohol, larutan povidone iodine 10%
5. Kassa steril, plester, kassa pembalut
6. Torniket
7. Gunting
8. Bengkok
9. Tiang infus
10. Perlak kecil
11. Bidai, jika diperlakuan (untuk pasien anak)
12. Sarung tangan steril yang tidak mengadung bedak
13. Masker
14. Tempat sampah medis

Persiapan pasien :

1. Perkenalkan diri dan lakukan validasi nama pasien


2. Beritahukan pada pasie (atau orang tua pasien) mengenai tujuan dan produser tindakan, minta
informed consent dari pasien atau keluarganya
3. Pasien diminta berbaring dengan posisi senyaman mungkin
4. Mengidentifikasi vena yang akan menjadi likasi pemasangan infus :
- Pilih lengan yang jarang digunakan oleh pasien (tanga kiri bila pasien tidak kidal, tangan
kanan bila pasien kidal)
- Bebaskan tempat yang akan dipasang infus dari pakaian yang menutupi
- Lakukan identifikasi vena yang akan ditususk

Prosedur tindakan :

1. Alat-alat yang sudah disiapkan dibawa ke dekat pasien di tempat yang mudah dijangkau oleh
dokter/ petugas
- Dilihat kembali apakah alat, obat dan caira yang disiapkan sudah sesuai dengan identitas atau
kebutuhan pasien
- Dilihat kembali keutuhan kemasan dan tanggal kadaluawarsa dari setiap alat, oabt dan cairan
yang akan diberikan kepada pasien
2. Perlak dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang infus
3. Memasang infus set pada kantung infus :
- Buka tutup botol cairan infus
- Tusukkan pipa saluran udara, kemudian masukkan pipa saluran infus
- Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan dengan membukan kran selang sehingga tidak ada udara
pada saluran infus, lalu jepit dan jarum ditutup kembali. Tabung tetesan diisi sampai ½ penuh
- Gantungkan kantung infus beserta salurannya pada tiang infus
4. Cuci tanganlah dengan seksama menggunakan sabun dan air mengalir, keringkan dengan
handuk bersih dan kering
5. Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan toniket
6. Kenakan sarung tangan steril, kemudian lakukan desinfeksi daerah tempat suntikan
7. Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap ke atas membentuk sudut

30-40˚ terhadap permukaan kulit

8. Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah mengalir keluar
9. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena (stylet) kira-kira 1 cm ke
arah luar untuk membebaskan ujung kateter vena dari jarum agar jarum tidak melukai dinding
vena bagian dalam. Dorong kateter vena sejauh 0,5 – 1 cm untuk menstabilakannya
10. Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari yang memfiksasi bagian
proksimal vena. Dorong seluruh bagian kateter vena yang berwarna putih ke dalam vena
11. Torniket dilepaskan, angkat keseluruhan stylrt dari dalam kateter vena
12. Pasang infus set atau blood set yang telah tehubung ujungnya dengan kantung infus atau
kantung darah
13. Penjepit selang infus dilonggarkan untuk melihat kelancaran tetesan
14. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan plester
15. Tetesan diatur sesuai kebutuhan
16. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan plester
17. Pada anak, anggota gerak yang dipasang infus dipasang bidai (spalk) supaya jarum tidak
mudah bergeser
18. Buanglah sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke dalam sharp disposal
(jarum tidak perlu ditutup kembali)
19. Bereskan alat-alat yang digunakan
20. Cara melepas infus : bila infus sudah selesai diberikan, plester dilepas, jarum dicabut dengan
menekan lokasi masuknya jarum dengan kapas alkohol, kemudian diplester

Pengkajian Pasien Covid

1. Definisi

Corona virus merupakan RNA yang memiliki ukuran partikel 120-160 nm, memiliki kapsul dan
tidak bersegmen. Corona virus merupakan etiologi dari penyakit COVID – 19 yang dimana termasuk
dalam genus beta coronavirus.

Covid – 19 merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus corona dan
menginfeksi saluran pernapasan dengan gejala ringan hingga berat seperti Middle East Respratory
Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Covid – 19 atau corona virus diseases 19 merupakan penyakit yang menyerang sistem pernapasan

dan bisa memicu beberapa gejala mulai dari demam >38˚C, sakit tenggorokan, sesak nafas, batuk, letih
dan lesu. Dengan cara penularan melalui droplet atau tetesan cairan, kontak pribadi seperti berjabat
tangan dan menyentuh barang atau permukaan yang terdapat virus di atasnya, kemudian menyentuh area
wajah sebelum mencuci tangan.

Penyakit corona virus (COVID - 19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh corona virus
yang menyebar terutama melalui tetesan air liur atau keluar dari hidung yang akan menyebabkan penyakit
pernapasan ringan hingga sedang namun akan menjadi serius jika orang yang lebih tua, dan mereka yang
memiliki masalah medis mendasar seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis.

2. Klasifikasi
Berikut klasifikasi pencegahan dan pengdalian Coronavirus Disesase (COVID - 19) :
1. Pasien dalam Pengawasan (PDP)
a. Orang dengan Infeksi Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam ≥38˚C atau riwayat demam,
disertasi salah satu gejala/ tanda penyakit pernapasan seperti batuk, sesak nafas, sakit
tenggorokan, pilek, pneumonia ringan hingga berat.
b. Orang dengan demam ≥38˚C atau riwayat demam atau ISPA dan pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID – 19
c. Orang dengan ISPA/ pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis
2. Orang dalam Pemantauan (ODP)
a. Orang yang mengalami demam ≥38˚C atau riwayat demam atau gejala gangguan sistem
pernapasan seperti pilek, sakit tenggorokan, batuk dan pada 14 har terakhir sebelum
timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di Negara/ wilayah yang
melaporkan transmisi lokal
b. Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek, sakit
tenggorokan, batuk dan 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak
dengan kasus konfirmasi covid – 19
3. Orang tanpa gejala (OTG)
OTG adalah seseorang yang tidak memiliki gejala dan memiliki resiko tertular dari orang
terkonfirmasi covid – 19. Orang tanpa gejala saat ini adalah demam (98%), batuk dan
myalgia.

SOP PENANGANAN PASIEN COVID

Prosedur :

Alat dan bahan :

1. APD level 3
2. Alat tulis
3. Form Deteksi Dini Coronavirus Disease
4. Form Pertanyaan Penilaian Resiko Pribadi
5. Termo Gun

Langkah-langkah :

1. Petugas puskesmas (dokter/ perawat) melakukan kunjungan, pemeriksaan fisik ke alamat ODP
dan dilakukan penatalaksanaan sesuai kondisi klinis (bila diketahui sakit) selama 14 hari sejak
dari terjangkit di wilayah
2. Pasien dapat dirawat di rumah ataupun di Fasyankes lainya, tidak diperlukan isolasi dan juga
tidak perlu pengambilan specimen COVID – 19
3. Petugas puskesmas (dokter/ perawat) memberikan komunikasi risiko mengenai penyakit
COVID – 19 kepada yang bersangkutan dan keluarga antara lain :
a. Membatasi diri kontak secara erat dengan orang lain selama 14 hari ke depan, misalnya selalu
menggunakan masker disaat beraktifitas
b. Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan pakai sabun, dan menjaga
etika batuk, bersin, dan meludah
c. Segera mencari pertolongan pengobatan ke fasyankes terdekar apabila mengalami keluhan
sesak nafas
d. Petugas polindes, poskesdes yang melakukan kunjunga dan pemeriksaan ke rumah orang
dalam resiko cukup menggunakan alat pelindung diri berupa masker
e. Petugas polindes, poskesdes segera melaporkan secara berjenjang apabila mengetahui orang
dalam kelompok resiko (≤ 24 jam) ke Puskesmas, Puskesmas melaporkan ke Dinkes Kab/
Kota, Dinkes Kab/ Kota melaporkan ke Dinkes provinsi

Pemeriksaan Gas Darah BGA/AGD

Analisa gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysisi) biasanya dilakukan untuk mengkaji
gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan / atau gangguan
metabolik. Komponen dasar AGD mencakup pH, paCO2, PaO2, SO2, HCO3 dan BE (base excesses/
kelebihan basa).

Pengambilan sampel :

Persiapan alat :

9. Disposabel 2,5 CC
10. Botol infus
11. Betadine
12. Kapas
13. Karet penutup
14. Heparin cair
15. Blanko pemeriksaan
16. Duk pengalas

Petunjuk pengambilan :
1. Lokasi pengambilan sampel : arteri radialis, brachialis, ingunalis, dan dorsalis pedis
2. Darah yang diambil yang diambil 2 cc ditambah 1 strip
3. Yang harus diisi dalam blanko pemeriksaan : identitas pasien, suhu tubuh pasien, Hb terakhir dan
kalau pasien menggunakan oksigen catat jumlah O2 yang digunakan serta cara pemberiannya dan
jenis permintaan

Teknik pengambilan :

1. Bentangkan duk pengalas


2. Letakkan botol infus
3. Tangan pasien diletakkan di atas botol infus, dengan sendi melipat kebelakang
4. Sedot heparin cair sebanyaj 1cc dan kemudian keluarkan. Heparin hanya membasahi dinding
disposable. Tidak ada sisa 0,1 cc dalam disposable, kecuali yang ada di dalam jarum.
5. Raba nadi dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
6. Pastikan tempat nadi yang diraba
7. Desinfeksi daerah tersebut
8. Desinfeksi kedua jari
9. Pegang disposable seperti memgang pensil
10. Raba kembali nadi dengan menggunakan kedua yang telah didesinfeksi
11. Tusukkan jarum diantara kedua jari dengan sudut 45 derajat mengarah ke jantung
12. Biarkan darah sendiri mengalir ke dalam jarum. Jangan diaspirasi
13. Cabut jarum dan tusukan pada karet penutup
14. Tekan daerah penusukkan dengan menggunakan kapas betadine selama 5 menit
15. Beri etiket dan bawa ke laboratorium

Perawatan Trakeostomi

Trakeostomi adalah operasi membuat jalan udara melalui leher langsung ke trakea untuk
mengatasi asfiksi apabila ada gangguan pertukaran udara pernapasan. Trakeostomi diindikasikan untuk
membebaskan obstruksi jalan napas bagian atas, melindungi trakea serta cabang-cabang terhadap aspirasi
dan tertimbunnya discharge bronkus, serta pengobatan terhadap penyakit (keadaan) yang mengakibatkan
insufisiensi respirasi.

Perawatan pasca operasi trakeostomi yang bak meliputi persiapan discharge, pemeriksaan
periodic kanul dalam, humidifikasi buatan, perawatn luka operasi, pencegahan infeksi sekunder dan jika
memakai kanul dengan balon (cuff) yang high volume-low pressure cuff sangat penting agar tidak timbul
koplikasi lebih lanjut.
 Anatomi fisiologi trakea
Trakea merupakan tabung berongga yang disongkong oleh cincin kartilago. Panjang trakea pad
orang dewasa 10-12 cm. trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin meluas ke
anterior pada esophagus, turun ke dalam thoraks dimana iya membelah menjadi dua bronkus
utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea disebelah
lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Klenjar troid terletak di ats trakea di setelah depan
dan lateral. Ismuth melintas trakea di anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga
kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pda sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan
dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sterna yang melekat paa kartilago
tiroid dan hyoid.
 Pengertian
Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara dapat masuk ke paru-paru
dengan memintas jalan napas bagian atas. Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang ke
dalam trakea. Trakeostomi adalah insisi operasi dimana memasukkan selang ke dalam trakea agar
klien dapt bernafas dengan lebih mudah dan mengeluarkan sekretnya. Trakeostomi merupakan
tindakan operatif yang memiliki tujuan membuat jalan nafas baru pada trakea dengan membuat
sayatn atau insisi pada cincin trakea ke 2,3,4. Trakeastomi merupakan suatu prosedur operasi
yang bertujuan untuk membuat suatu jalan nafas di dalam trakea servikal. Perbedaan kata-kata
yang di pergunakan dalam membedakan “ostomy” dan “otomy” tidak begitu jelas dalam masalah
ini, sebab lubang yang diciptakan cukup bervariasi daam ktetapan permanen atau tidaknya.

SOP Perawatan Trakeostomi

1. Persiapan
Alat steril :
a. Sarung tangan
b. Kassa 4×4 tiga buah
c. Kom sedang 3 pcs
d. Sikat kecil
e. Swab kapas/ cutton buds

Non steril :

a. Handuk, plester anti air


b. Sarung tangan
c. Hydrogen peroksida
d. NaCl 0,9%
e. Gulungan kassa/ pengikat tracheostomi
f. Gunting
g. Pelindung wajah
2. Persiapan pasien :
a. Pasien diberitahu mengenai tindakan yang akan dilakukan
b. Bantu pasien pada posisi semi fowler
3. Pelaksaan :
a. Tempatkan handuk menyilang di dada pasien
b. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan serta pelindung wajah
c. Berikan penghisapan trakeostomi (suction). Sebelum melepaskan sarung tangan, lepaskan
balutan kotor trakeostomi dan buang bersama sarung tangan
d. Sambungkan dengan sumber oksigen
e. Tuangkan cairan NaCl pada satu kom dan Hidrogen paroksida pada kom yang lain
f. Kenakan sarung tangan steril pada tangan dominan, pertahankan selama prosedur
g. Lepaskan sumber oksigen dan kanula bagian dalam dengan tangan non dominan
h. Tempatkan sumber oksigen kolar trakeostomi diluar kanul. Tempatkan sumber oksigen kolar
trakeostomi di luar kanul luar. Tempatkan selang T (Briggs) dan sumber ventilator oksigen di
atas atau di dekat kanul luar (cat : Siang T dan alat oksigen ventilator tidak dapat
disambungkan kesemua kanul bagian luar ketika kanul bagian dalam dilepaskan)
i. Untuk mencegah desaturasi oksigen pada pasien, ambl kanula bag, dalam ke kom yang berisi
hydrogen peroksida dengan cepat dan gunakan sikat kecil untuk membersihkan secret pada
kanul bagian dalam dan luar
j. Pegang bagian dalam kanul di atas kom dan cuci dengan NaCl, gunakan tangan non dominan
untuk menuangkan NaCl
k. Pasang kembali kanul bagian dalam dan amankan dengan mekanisme kunci pasang kembal
selang T briggs dan sumber oksigen ventilator
l. Dengan cutton buds/ swab berujung kapas dan hydrogen peroksida, dan kassa 4×4 terpajan di
luar kanul dan stoma, di bawah piringan depan tambahkan 4-8 cm pda semua arah stoma.
Bersihkan dengan gerakan memutar dari arah luar dengan menggunakan tangan dominan
untuk memegang alat steril
m. Dengan menggunakan kassa kering 4×4, tekan sedikit pada kulit dan permukaan kanul yang
terpajan
n. Instruksikan asisten, bila ada, untuk memegang selang T dengan aman pada temaptnya.
Ketika asisten memegang selang T, potong mengikat. Asisten tidak boleh melepasakan
pegangan pada selang T, sampai ikatan baru terikat dengan kuat bila tidak ada bantuan,
jangan melepas ikatan yang lama sampai ikatan ikata baru terikat dengan aman
o. Masukkan balutan trakeostomi baru di bawah ikatan bersih dan piringan depan lepaskan
sarung tangan dan buang pada bengkok dengan trakeostomi kotor terikat
p. Posisikan pasien dengan nyaman dan kaji status pernapasan.
q. Perawat cuci tangan, catat pengkajian status pernapasan pasien dan status kulit sekitar stoma,
frekuensi perawatan dan toleransi pada perawatan

Perawatan WSD

A. Definisi WSD
Water sealed drainage (WSD) didefinisikan sebagi suatu metode penempatan selang
drainase intrapleural atau penempatan selang dada pada rongga thoraks klien kemudian
dihubungkan pada sistem drainase. Pemasangan WSD merupakan suatu tindakan insasive yang
dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah atau pus) dari rongga pleura ataupun rongga
thoraks (mediastinum) dengan menggunakan selang penghubung dari rongga ke botol WSD
untuk mengoptimalkan fungsi paru0paru, baik pada pasien dengan gangguan rongga pleura
maupun pasca operasi thoraks.
 Prinsip kerja WSD :
1. Gravitasi : cairan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah
2. Tekanan positif : udara dan cairan mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Udara dan cairan dalam kavum pleura (+ 763 mmHg atau lebih). Akhir pipa WSD
menghasilkan tekanan lebih rendah (+761 mmHg).
3. Suction : menarik isi kavum pleura ke botol WSD
B. Tujuan pemasangan selang dada :
1. Terapi : salah satu tujuan utama pemasangan WSD adalah untuk drainase cairan dan udara
yang terakumulasi dari rongga pleura karena berbagai sebab (misal : trauma, penyakit primer
paru, dll), sehingga akan mengembalikan tekanan negatif intrapleura dan memulihkan
ekpansi paru sehingga kerja paru dapat kembali normal.
2. Pemantauan : pemasangan WSD untuk mengetahui fungsi paru dan menentukan perlu
tidaknya tindakan pembedahan thoraks.
C. SOP perawatan WSD
Tujuan perawatan WSD :
1. Mengganti balutan dada dan selang WSD
2. Memonitor kepatenan dan fungsi sistem WSD
3. Mengganti botol WSD
4. Mencegah infeksi di bagian masuknya selang

Persiapan alat :

1. Satu buah meja dengan satu set bedah minor


2. Botol WSD berisi larutan bethadine yang telah diencerkan dengan NaCl 0,9% dan ujung
selang terendam sepanjang dua cm
3. Kasa steril dalam tromol
4. Kotentang
5. Plester dan gunting
6. Nierbekken/ kantong balutan kotor
7. Alkohol 70%
8. Bethadine 10%
9. Handscoon steril

persiapan pasien :

1. Pasien dan keluarga diberikan penjelasan tentang tindakan yang akna dilakukan
2. Memasang sampiran di sekeliling tempat tidur
3. Membebaskan pakaian pasien bagian atas
4. Mengatur posisi setengah duduk atau sesuai kemampuan pasien
5. Alat-alat didekatkan ke tempat tidur pasien

Pelaksanan perawatan WSD :

1. Perawat mencuci tangan, kemudian memasang handscoon


2. Membuka set bedah minor steril
3. Membuka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati, balutan kotor dimasukkan ke
dalam nierbekken
4. Mendisinfeksi luka dan selang dengan bethadine 10% kemudian dengan alkohol 70 %
5. Menutup luka dengan kasa steril yang sudah dipotong tengahnya kemudian diplester
6. Selang WSD diklem
7. Melepaskan sambungan antara selangn WSD dengan selang botol
8. Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian selang WSD dihubungkan
dengan selang penyambung botol WSD yang baru
9. Klem selang WSD dibuka
10. Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan bombing pasien cara batuk efektif
11. Tatuh dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak pada
persendian bahu daerah pemasangan WSD
12. Merapikan pakaian pasien dan lingkungannya, kemudian membantu pasien dalam posisi yang
paling nyama n
13. Membersihkan alat-alat dan botol WSD yang kotor, kemudian disterilkan kembali
14. Membuka handscoon dan mencuci tangan
15. Menulis prosedur yang telah dilakukan pada catatan perawatan
16. Evaluasi pelaksanaan perawatan WSD
- Evaluasi keadaan umum :
1. Observasi keluhan pasien
2. Observasi keadaan sianosis
3. Observasi tanda perdarahan dan rasa tekan pada dada
4. Observasi apakah ada krepitasi pada kulit sekitar selang WSD
- Evaluasi ekpesnsi paru melputi :
1. Melakukan anamnesa
2. Melakukan inspesksi paru setelah selesai melakukan perawatan WSD
3. Melakukan palpasi paru setalah selesai melakukan perawatan WSD
4. Melakukan perkusi paru setelah selesai melakukan perawatan WSD
5. Melakukan auskultasi paru setelah selesai melakukan perawatan WSD
6. Foto thoraks setelah dilakukan pemasangan selang WSD dan sebelum selang WSD di
lepas

Evaluasi WSD meliputi :

1. Observasi undulasi pada selang WSD


2. Observasi fungsi suction countinious
3. Observasi apakah selang WSD tersumbat atau terlipat
4. Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD
5. Pertahankan agar botol WSD agar selalu berada 2 cm di bawah air
6. Pertahankan agar botol WSD selalu leboh rendah dari tubuh
7. Ganti botol WSD setiap hari atau bila sudah penuh
Spooling TUR P

EKG 1

EKG (elektrokardiofraf), tidak semua bisa membaca EKG, begitu juga dokter. Banyak dokter
umum yang tidak bisa lancar membaca EKG. Untuk dapat membaca EKG, perlu diketahui dahulu
bagaimana grafis EKG ini terbentuk. Setidaknya, ilmu yang sangat dasar dari EKG perlu diketahui.

Beberapa catatan yang paling dasar yang mesti dipahami dahulu sebelum membaca EKG yaitu :

 Grafik EKG dibentuk oleh gelombang listrik yang mengalir melalui serabut syaraf khusu
yang ada pada jantung
 Listrik tersebut oleh Nodus Sinuatria sebagi sumber primer dan nodus atrioventikular
sebagai cadangan listrik sekunder
 Gelombang P dibentuk oleh aliran listrik yang berasal dari nodus SA di atrium sedangkan
kompleks QRS terbentuk oleh aliran listrik di ventrikel.
 Arah aliran listrik ini mengarah ke apex jantung dan sejajar sumbu jantung
 Setiap lead memandang aliran listrik jantung dari sudut pandang yang berbeda.

Lead ekstermitas melihat jantung secara vertikal. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut :

 Sebagai contoh : lead II melihat/ mengintip jantung dari sudut pandang apex jantung
 Setiap alitan listrik terebut menuju kea rah sudut pandang tempat melihat EKG, maka pada
pandang di sekitar apex. Maka normalnya lead ini harus positif
 Karena otot jantung kiri lebih besar dari otot jantung kanan, maka yang terekam dominan pad
EKG adalah bagian jantung kiri.

Interprestasi EKG

Contoh :

EKG : irama sinus, regular, HR : 93×/menit, axis ke kiri, gelombang P normal, PR interval <0,2
detik, QRS kompleks <0,12 s, ST-T change (-), R di V5/6 + di V1 ≤35, R/S di V1 <1.

Kesan : normal EKG

Pola interprestasi EKG :

1. Lihat apakah EKG tersebut berirama sinus atau tidak. Irama sinus memiliki cirri sebagai
berikut :
 Berasal dari SA node
 Karena adanya gel P tapi belum tentu beraal dari SA node.
 Selalu ada satu gelombang P yang diikuti oleh satu kompleks QRS dan satu gelombang T
2. Lihat irama yang terbentuk. Apakah regular atau aritmia/ distrimia. Caranya adalah
memperhatikan gelombang R. jarak antar gelombang atau R-R harus sama. Atau jarak gelombang
p/p-p harus sama untuk sebuah EKG
3. Lihat HR.
4. Lihat Axis.

Untuk menentukan axis caranya adalah :

 Titik tengah merupakan titik 0


 Lihat lead I. kuragi kotak untuk gelombang R dengan kotak untuk gelombang 5 jika hasilnya
positif letakkan di lead I mengarah ke lead I, jika negatif arahkan sebaliknya
 Dengan pola yang sama tarik garis pada lead aVF
 Hasil contagen dari lead tersebut adalah arah axis
 Batas normal sumbu jantung berada antara -30˚ sampai +90˚ jika lebih besar dari -30˚ maka

deviasi ke kiri, dan jika lebih besar dari +90˚ maka sumbu jantung deviasi ke kanan.

Interprestasi axis ke kiri :

 Lihat gelombang P, adakah kelainan dari gelombang P. lihat pula bentuknya apakah P mitral atau
P pulmonal.
 Hitung PR interval. Normalnya PR interval bernilai kurang dari 0,2 second. Jika PR interval
memanjang curiga sebagai suatu block jantung. (satu kotak kecil bernilai 0,04 second).
 Hitung dan lihat bentuk QRS kompleks. Adanya kelainan kompleks QRS menunjukkan adanya
kelainan pada ventrikel (bisa suatu block syaraf jantung atau kelainan lainya) karena komplek ini
dibentuk oleh aliran listrik jantung di daerah ventrikel.
 Lihatlah apakah ada perubahan pada segmen ST dan gelombang T.
 Hitung jumlah kotak R di V5 atau V6 kemudian tambahkan dengan jumlah kotak S yang
ada di V1. Normalnya akan bernilai di bawah 35. Jika > 35 maka bisa dianggap suatu LVH.
Hati-hati, terkadang voltase tidak mencapai 10mV. Maka harus di konversi dulu ke 10mV
(contoh : pada EKG tertulis mV maka, untuk dicurigai suatu RVH).

Gelombang P :

Normalnya :
 Tinggi tidak lebih dari 3 kotak kecil
 Lebar tidak lebih dari 3 kotak kecil
 Positif kecuali di aVR
 Gelpmbang simetris

Kelainan gelombang P :

 Pulmonal / Runcing : R
 Mitral / berlekuk lebar : LAH

PR interval

 Normalnya 0,12-0,2 second


 Jika memanjang berarti ada block jantung karena interval ini terbentuk saat aliran listrik jantung
melewati berkas HIS

Gelombang Q :

Normal :

 Lebar kurang ari 0,04 second


 Tinggi < 0,1 second

Patologis :

 Panjang gelombang Q > 1/3 R


 Ada QS pattern dengan gelombang R tidak ada
 Adanya gelombang Q patologis ini menunjukkan adanya Old Miocard infark (OMI).

Kompleks QRS :

 Lebar jika aliran listrik berasal dari ventrikel atau terjadi blok cabang berkas
 Normal R/S = 1 di lead V3 dan V4
 Rotasi menurut arah jarum jam menunjukkan penyakit paru kronik. Artinya gelombang QRS
menjadi terbalik. Yang tadinya harus positif di V5 + V6 dan negatif di V1 dan V2 maka sekarang
terjadi sebaliknya.

Segmen ST

Normalnya :

 Isoelektrik
 Di V1-V6 bisa naik 2 kotak kecil atau turun 0,05 kotak kecil

Patologis :

 elevasi : AMI atau perikarditis


 depresi : iskemia atau terjadi setelah pemakaian digoksin

Gelombang T

Normalnya :

 sama dengan gelombang P


 dapat positif di lead I, II, V3-V6 dan negative di VR

Patologis :

 runcing : hiperkalemia
 tinggi lebih dari 2/3 R dan datar : hipokalemia
 inverse : bisa normal (di lead II, VR, V1, V2 dan V3(pada orang kulita hitam)atau iskemia,
infark, RVH dan LVH, emboli paru, Sindrom WPW, dan block cabang berkas

Blok jantung

1. derajat 1:
 satu gel P : satu kompleks QRS interval PR > 0,2 second
2. derajat 2 :
 weckenbach : PR interval awalnya normal dan makin lama makin panjang lalu tidak ada
gelombang P, kemudian siklus berlanjut lagi
 mobitz 2 : P timbul kadang-kadang
3. derajat 3 (total) :
 QRS lebar, frekuensi QRS < 50 kali/menit
 P dan QRS tidak berhubungan
4. RBBB :
 QRS > 0,12 second
 Pola RSR
 R dominan di V1
5. LBBB :
 QRS > 0,12 second
 Pola M di lead V6
6. Bifascular : hemiblok anterior kiri (Axis kiri dengan 5 dalam pada sadapan II dan III) ditambah
RBBB

Pemeriksaan fisik pasien Covid

Definisi :

Corona virus merupakan virus RNA yang memilikiukuran partikel 120-160 nm, memiliki kapsul
dan tidak bersegmen. Corono virus merupakan etiologi dari penyakit COVID-19 yang dimana termasuk
dalam genus beta coronavirus.

Covid-19 merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus corona dan
menginfeksi saluran pernapasan dengan gejala ringan hingga berat seperti Middle East Respiratory
Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Covid-19 atau corona virus disease 19 merupakan penyakit yang menyerang sistem pernapasan

dan bisa memicu beberapa gejala mulai dari demam >38˚C, sakit tenggorokan, sesak nafas, batuk, letih
dan lesu. Dengan cara penularan melalui droplet atau tetesan cairan, kontak pribadi seperti berjabat
tanagan dan menyentuh barang atau permukaan yang terdapat virus diatasnya, kemudian menyentuh area
wajah sebelum mencuci tangan.

Penyakit coronavirus (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebakan oleh coronavirus
yang menyebar terutama melaluo tetesan air liur atau keluar dari hidung yang akan menyebabkan
penyakit pernapasan ringan hingga sedang namun akan menadi serius jika orang yang lebih tua, dan
mereka yang memiliki masalah medis mendasar seperti penyakit pernapasan kronis.

Anatomi fisiologis :

Pada manusia paru-paru terletak dirongga dada atau thoraks manusia, paru-paru berbentuk
kerucut yang ujungnya berada diatas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-pau
terbagi menjadi dua bagian yaitu paru kanana dan paru kir, paru-paru kanan mempunyai 3 lobus
sedangkan paru-paru kiri mempunyai 2 lobus.

Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura, dan pleura dibagi menjadi
2 yaitu, pleura viseralis ( yang membungkus paru-paru) dan pleura pariental (membungkus rongga dada)
diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut cavum pleura. Sistem pernapasan manusia dibagi
menjadi 2 yaitu :

a. Pernapasan bagian atas yang meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan faring
b. Pernapaan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolu dan alveolu paru.

Fungsi utama pada paru-paru adalah untuk pertukaran gas. Pertukaran gas tersebut bertujuan
menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Fungsi pernapasan dibagi
menjadi 4 mekanisme dasar yaitu :

a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida dantara alveoli dan darah
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh dari sel
d. Pengaturan ventilasi pada sistem pernapasan

Pemeriksaan fisik pasien Covid

Masa pandemi Covid-19saat ini pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting dan utama
dilakukan oleh tenaga medis, pemeriksaan fisik yang sangat berperan dalam menilai keadaan pasien
adalah pemeriksaan tanda-tanda vital atau disebut juga dengan pemeriksaan vital signs. Pemeriksaan
tanda-tanda vital atau pemeriksaan vital signs pada pasien, dilakukan secara kontak langsung dengan
pasien oleh karena itu sebagi tenaga medis saat pandemi Covid-19 harus menggunakan alat pelindung diri
agar tenaga medis tidak terpapar penyakit Covid-19. Selain tenaga medis, selain tenaga medis, pasien
yang akan diperiksa juga wajib menggunakan masker hal ini bertujuan untuk mengurangi peningkatan
wabah penyakit Covid-19.

Pemeriksaaan fisik dasar yaitu pemeriksaan tanda-tanda vital atau disebut juga dengan
pemeriksaaan vital signs pada pasien merupakan salah satu bentuk pemeriksaan fisik yang paling dasar
terhadap pasien untuk mendiagnosa pasien. yang merupakan salah satu dasar ini atau pemeriksaan tanda-
tanda vital ini merupakan salah satu bentuk cara tenaga medis secara cepat dan efektif dalam melihat dan
menilai kondisi pasien serta dapat menilai intervensi respon yang diberikan.

Pemeriksaan tanda-tanda vital ini terdiri atas empat komponen utama yaitu : tekanan darah, suhu,
pernapasan, dan nadi. Empat komponen dalam pemeriksaan tanda-tanda vital ini mampu menilai keadaan
kesehatan pasien dan dtengah pandemi Covid-10 ini tanda-tanda vital juga mampu menilai apakah pasien
terpapar Covid-19 akan merasakan gejala suhu dan pernapasan, karena pasien yang terpapar Covid-19

akan merasakan gejala suhu tubuh 38˚C dan tubuhnya akan kesulitan bernafas, oleh karena itu dalam
melakukan pemeriksaan terhadap pasien diperlukannya alat pelindung diri serta tenaga medis harus selalu
berhati-hati.

1. Tanda-tanda vital atau vital signs


Pemeriksaan fisik dasar yang dikenal dengan sebutan tanda-tanda vital atau pemerikaan
vital signs merupakan salah satu bentuk cara yang dilakukantenaga untuk mengetahui perubahan
sistem yang tejadi di dalam tubuh pasien dan menentukan diagnosa pasien. Perubahan tanda-
tanda vital dalam tubuh seseorang dapat berubah jika dalam keadaan yang tidak sehat. Perubahan
yang terjadi dalam tubuh pasien menunjukkan adanya gangguan kesehatan dalam sistem tubuh.
Pemeriksaan tanda-tanda vital atau pemeriksaan vital signs ini biasanya sangat lazim
dilakukan oleh dokter, bidan, perawat untuk memantau perkembangan pasien, untuk melihat dan
menilai keadaan pasien, untuk melihat dan menilai keadaan pasien. Tindakan pemeriksaan vital
signs ini merupakan salah satu bentuk tindakan pengawasan terhadap keadaan pasien. dalam
pemeriksaan tanda-tanda vital terdapat empat komponen utama dalam menilai keadaan pasien
yaitu : tekanan darah, suhu, pernapasan dan nadi. Pemeriksaan tanda-tanda vital ini memiliki
tujuan, antara lain sebagai berikut :
a. Dapat membantu tenaga medis dalam mendiagnosa pasien atau klien
b. Menyusun rencana intervensi dan mengevaluasi atau menilai keberhasilan tanda-
tanda vital
c. Untuk mengetahui nilai keadaan suhu tubuh pasien
d. Untuk mengetahui denyut nadi pada tubuh pasien (irama, frekuensi, dan kekuatan)
e. Untuk melihat dan menilai kemampuan kardiovaskuler
f. Untuk mengetahui frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan
2. Pemeriksaan tekanan darah
Darah merupakan suatu cairan yang dimiliki oleh seluruh makhluk hidup kecuali
tanaman. Darah berfungsi untuk mengirimkan zat-zat penting yang dibutuhkan oleh tubuh sertqa
mengirimkan oksigen ke seluruh bagian tubuh. Pada manusia darah adalah cairan jaringan yang
ada di dalam tubuh serta mengirimkan oksigen ke seluruh tubuh yang diperlukan sel-sel di dalam
tubuh.
Tekanan darah dapat diartikan dengan sebuah tekanan yang terjadi pda dinding arteri di
dalam tubuh manusia. Lambat atau laju yang tekanan darah pada seorang pasien sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya curah jantung, ketegangan arteri, dan volume serta
kelajuan kekentalan darah. Bahkan faktor usia, berat badan, dan gaya hidup juga mampu
mempengaruhi tekanan darah seseorang. Nilai tekanan darah yang normal pada seorang pasien
hanya sekitar rata-rata 120/80 mmHg namaun hal ini juga dipengaruhi oleh umur seseorang.
Dalam melakukan pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah pada pasien perlu diperhatikan
terdapat 2 cara pelaksanaan yaitu dilakukan dengan cara memasukkan kateter arteri secara
langsung ke dalam arteri yang ada di tubuh seorang pasien, namun untuk metode ini sangat jarang
sekali digunakan. Sementara itu pengukuran tekanan darah secara tidak langsung dapat
menggunakan alat bantuan yang dapat dilakukan dengan sfigmomanometer dan stetostop.
Sfigmomanometer disebut juga dengan tensimeter.

Keperawatan dan pemeriksaan fisik sebagai berikut :

a. Pada masa pandemi tyang terjadi saat ini dalam melayani pasien tenaga medis wajib
menggunakan alat pelindung diri dengan tujuan meminimalisir penyebaran rantai Covid-
19
b. Memberitahu serta menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
dalam pemmeriksaan fisik dan mengucapkan salam terapeutik
c. Membawa alat dan mendekatkan alat yang sudah dipersiapkan untuk melakukan
pemeriksaan fisik terhadap pasien atau klien
d. Sebelum memulai tindakan pemeriksaan tenaga medis harus mencuci tangan dengan
bersih, setelah mencuci tanaga harus menggunakan sarung tangan atau handscoon untuk
menjaga agar tetap bersih dan steril
e. Dalam melakukan pemeriksaan fisik posisi pasien yang tetap dapat mempengaruhi hasil
dari pemeriksaan, oleh karena itu posisi pasien dengan posisi yang nyaman dan terbaik.
f. Setelah posisi pasien sudah nyaman, buka pakaian lengan atas pasien atau klien
g. Memasang dan membalut kantong tensi ke lengan pasien dengan jarak kira-kira 3 cm di
atas dari fosacubiti, dengan dengan tinta karet pada tensimeter disebelah luar lengan
pasien, setelah itu balutan tensi pada tangan pasien namun jangan terlalu ketat dan jangan
terlalu longgar
h. Menggunakan stetoskop
i. Meraba detik arteribrakialis pada pasien dengan cara menyentuh dengan ujung tengah
dan jari telunjuk di sekitar pertengahan siku.
j. Meletakkan piringan stetoskop di atas arteri brakialis
k. Mengunci skrup balon karet dengan tujuan agar tidak ada udara dalam balon karet
l. Memompa udara ke dalam kantong dengan cara memijat balon berulang-ulang, air eaksa
di dalam pipa naik, dipompa terus sampe denyut arteri tidak terdengar lagi
m. Membuka skrup balon dengan menurunkan tekanan dengan perlahan lahan
n. Mendengar denyut dengan teliti dan memperhatikan sampai angka berapa pada skala
mulai terdengar denyut pertama dan mencatat sebagai tekanan systole
o. Meneruskan membuka skrup tadi perlahan-lahan sampai suara nada terdengar lambat dan
menghilang dicatat sebagai tekanan diastole
p. Membuka kantong karet lalu digulung dengan rapi
q. Merapikan pasien
r. Memberekan alat yang sudah digunakan dan mencuci tangan
s. Melakukan dokumentasi atau melakukan pencatatan dari hasil pemeriksaan yang
dilakukan terhadap pasien atau klien
t. Mengevaluasi respon pasien setelah dilakukan pemeriksaan
u. Mensterilkan kembali
3. Pemeriksaan suhu
Pemeriksaan suhu merupakan salah satu bagian dari pemeriksaan fisik yang mendasar
yaitu termasuk kedalam pemeriksaan tanda-tanda vital, suhu tubuh pada seseorang dapat
menentukan atau menjadi gambaran keadaan kesehatan seorang pasien. Suhu merupakan suatu
besaran yang dapat menyatakan sesuatu besaran yang dapat menyakatan sesuatu itu panas atau
dingin. Di dalam tubuh manusia terdapat energy panas yang dihasilkan tubuh yang akan
disalurkan ke seluruh tubuh manusia dengan bantuan sirkulasi darah, namun dalam menyalurkan
suhu tidak semuanya merata. Nilai suhu tidak semuanya merata. Nilai suhu tubuh normal pada

seorang manusia pada umumnya sekitar 36,5˚C – 37,5˚C.

Adapun prosedur pengukuran suhu ditengah pandemi Covid-19, sebagai berikut :


a. Pada masa pandemi

Ventilator

A. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan
nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas
buatan adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi
untuk mempertahankan oksidenasi.
Beberapa keadaan seperti asidosis dan al kalosis membuat keadaan PH darah mendekati
normal 7,35-7,45 dan kadar PO2 dalam darah mendekati 80-100 mmHg. Kompetisi dapat berupa
hyperventilasi jika keadaan hipoksemia, atau pemenjangan waktu ekspirasi jika terjadi
hyperkarbia (peningkatan kadar CO2 dalam darah).
Ventilator memberikan bantuan dengan mengambil alih pernapasan pasien yang dapat di
set menjadi mode bantuan sepenuhnya atau bantuan sebagian. Mode bantuan sepenuhnya
diantaranya VC (volume Control) PC (Pressure Control), CMV (Control Minute Volume).
B. Tujuan pemasangan ventilator mekanik
Ada beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik yaitu :
1. Mengurangi kerja pernapasan
2. Meningkatan tingkat kenyamanan pasien
3. Pemberian MV yang akurat
4. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
5. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat

C. Indikasi pemasagan ventilator mekanik


1. Pasien dengan gagal nafas
Pasien dengan distres pernapasan gagal nafas, henti nafas (apnu) maupun hipoksemia
yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilasi mekanik.
Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pernapasan ventilasi mekanik sebelum terjadi
gagal nafas yang sebenarnya. Distress pernapasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan
atau oksigenasi.
2. Insufisiensi jantung
Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan pernapasan primer.
Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pasa
sistem pernapasan (sebagai akibat peningkatan kerja nafas dan konsumsi oksigen) dapat
mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi mekanik untuk mengurangi beban kerja
sistem pernapasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.

CVP

Pengertian CVP

CVP (central Veneus Pressure) adalah tekanan di dalam atrium kanan pada vena besar dalam
rongga thoraks dan letak ujung kateter pada vena superior tepat didistal atrium kanan.

Anda mungkin juga menyukai