Anda di halaman 1dari 12

Pelanggaran Berdarah pada 2001

Dibuat oleh: Jacqueline Gracia Yurianto, Josephine Mercy Ho, Muhammad Alif Alkautsar, Orville
Lionel Harjono

A. PENDAHULUAN
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan kuasa yang merekat dalam setiap pribadi
dan tidak bisa direnggut siapapun karena Tuhan telah memberikan hak sebagai
anugerah. Tertulis secara eksplisit di Alkitab, menjalani dan menghormati hak dan
martabat adalah kewajiban yang ditugaskan Tuhan kepada setiap manusia.
Manusia diberikan hak bukan secara cuma-cuma, tetapi diberikan karena Tuhan
ingin setiap manusia memiliki kebebasan untuk memilih, berpindah tempat,
mengeluarkan opini, dan sebagainya. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan HAM
dengan tujuan tidak dibeda-bedakannya suku, ras, agama, dan jenis kelamin
(Susantin, 2018). Namun, diperlakukan dengan adil dan tidak melebihi hak asasi
manusia.
Sejak awal penciptaan manusia telah jatuh ke dalam dosa, dikarenakan ular
yang menyuruh Adam dan Hawa untuk memakan buah yang terlarang. Di kitab
Kejadian pada pasal 1 dikatakan bahwa Allah menyatakan bahwa dunia ini
sungguh amat baik. Namun, dunia ini menjadi rusak gara-gara manusia telah
berdosa (GKY SYDNEY, 2019). Berdasarkan Alkitab, karena manusia telah
berdosa, manusia tidak bisa luput dari kesalahan. Baik disengaja atau tidak,
manusia akan pasti selalu melakukan rbuatan yang salah (Gultom, 2023). Dosa
mengakibatkan manusia tidak bisa melihat dengan apa yang baik dan buruk
sehingga banyak manusia melanggar HAM orang lain. Karena hal tersebut,
manusia tidak bisa menggunakan HAM mereka dengan bijak. Manusia gagal
melakukan kewajiban mereka, yaitu untuk saling melindungi HAM sesama.
Berdasarkan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), dari pihak
Polri sendiri terdapat 202 kasus pelanggaran HAM di tahun 2019-2021
(Maharani, 2021). Kumpulan data ini adalah kumpulan dari kasus yang hanya dari
pihak Polri dan bukan keseluruhan kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Dari
data tersebut, dapat dilihat bahwa masih banyak kasus pelanggaran HAM.
Pelanggaran HAM di Indonesia masih sering ditemukan. Salah satu dari banyak
contoh adalah peristiwa menyakitkan yang terjadi pada tahun 2001 di Papua
disebut “Tragedi Wasior”. Tragedi ini diakui pelanggaran HAM berat oleh kepala
negara Indonesia karena perlakuan keterlaluan yang terjadi di peristiwa ini. Awal
mulanya, PT VPP (Vatiko Papuana Perkasa) memanipulasi kesepakatan mengenai
pembayaran kayu kepada masyarakat. Karena itu, masyarakat menuntut, tetapi
perusahaan mendatangkan pihak luar untuk menakuti masyarakat sehingga
masyarakat melaporkan kepada pihak bertanggung jawab yang disikapi dengan
kekerasan (Adryamarthanino & Indriawati, 2023). Pada karya ilmiah ini, kami
akan menjelaskan lebih dalam mengenai kasus pelanggaran HAM berat, Wasior
Wamena.

Rumusan Masalah & Tujuan Penelitian:


1. Mengetahui mengapa kasus Wasior bisa terjadi?
2. Mengetahui bagaimana respons pemerintah dan lembaga terkait terhadap
konflik di Wasior Wamena pada tahun 2001, dan sejauh mana respons ini
efektif dalam meredakan ketegangan hingga mengembalikan stabilitas daerah
tersebut?

B. LANDASAN TEORI
HAM

Hak Asasi Manusia (HAM) didefinisikan sebagai “hak melekat pada setiap
manusia, tanpa memandang kebangsaan, jenis kelamin, asal kebangsaan atau
etnis, warna kulit, agama, Bahasa, dan lain lain (Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia, 2022). Menurut Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, hak
asasi manusia adalah tanggung jawab negara untuk menghormati,
mengembangkan, dan melindungi terhadap seluruh rakyat, dari mana pun latar
belakangnya (Argawati, 2023). Pengertian dapat dipahami bahwa hak asasi
manusia merupakan hak yang dilindungi di tingkat internasional (PBB), seperti
hak untuk hidup, dan hak atas kebebasan berpendapat (Indonesia D. P., 2016).
Hak asasi manusia telah diperoleh sejak manusia lahir di bumi dan tidak ada
seorang pun yang dapat mengambil hak asasi manusia tersebut. HAM
dilindungi oleh PBB dalam deklarasi PBB, tanpa membedakan ras, suku,
agama, dan status sosial (Fai, 2022). Berdasarkan pengamatan tersebut, bisa
dipercaya bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak manusia yang melekat
pada diri seorang dan bersifat universal, sehingga tidak seroang pun boleh
mengabaikan, menguranginya, meminimalkan, dan menghilangkannya. Dari
pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa HAM adalah hak
yang dimiliki setiap orang tanpa diskriminasi apapun, yang bersifat universal
dan bahwa setiap manusia mempunyai kewajiban untuk menghormati HAM
orang lain.

Pelanggaran HAM

Kejahatan hak asasi manusia juga memiliki hubungan dengan kejahatan


internasional. Dengan demikian ada hubungan antara hak asasi manusia dan
hukum pidana internasional. Melanggar hak asasi manusia dapat dianggap
sebagai pelanggaran atau kejahatan, khususnya pelanggaran terhadap ketentuan
hukum hak asasi manusia jika dikenakan sanksi pada tingkat nasional atau
internasional (Philip & Suseno).Kewajiban negara adalah untuk memastikan
bahwa tidak ada terjadi pelanggaran HAM, baik secara individu maupun
kelompok. Jika dua kewajiban tersebut tidak dipenuhi maka akan berujung
kepada pelanggaran HAM.

Peristiwa Wasior Wamena ini termasuk pada pelanggaran HAM yang


berat, diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2000. Pelanggaran HAM berat dapat
dibagi dua, yaitu kejahatan pemusnahan dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
UU Nomor 26 Tahun 2000 Pasal 9 membahas mengenai pengadilan HAM dan
bahwa penyerbuan terhadap kelompok sipil oleh individu, kelompok, militer,
maupun polisi yang berkewajiban secara pribadi. Termasuk aba-aba dari atasan
militer dan juga nonmiliter dapat di analisis sebagai kejahatan yang terjadi
secara sengaja sehingga dapat disebut sebagai kejahatan terhadap manusia
(Agapa, 2022). Peristiwa Wasior adalah pelanggaran HAM yang berat karena
termasuk kekejaman terhadap kemanusiaan yang terjadi secara logis.

Statuta Roma Makamah Pidana Internasional (Pasal 5 ayat 1)

Pasal 5 ayat 1 pada Statuta Roma Makamah Pidana Internasional membahas


mengenai Mahkamah memiliki yurisdiksi atas kejahatan-kejahatan yang
termasuk dalam pidana universal (Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat,
1998). Pasal ini menetapkan bahwa Mahkamah mempunyai wewenang untuk
mengadili masyarakat yang terlibat dalam kejahatan seperti kejahatan terhadap
manusia, genosida, kejahatan perang, dan agresi (Sumilat, 2021). Melalui pasal
ini, Mahkamah diharapkan agar bisa membantu mengakhiri perlakuan bagi
para pelaku yang melakukan pelanggaran berat (Anwar, 2014). Dari pernyataan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa Statuta Roma Makamah Pidana
Internasional pasal 5 ayat 1 menyebut mengenai Mahkamah mempunyai
kekuasaan untuk mengadili kejahatan-kejahatan yang termasuk dalam kriminal
universal seperti kejahatan terhadap manusia, yang diharapkan akan dipakai
untuk membawa keadilan bagi para korban.

C. METODE PENELITIAN
Penelitian kami menggunakan metode penulisan deskriptif kualitatif dan studi
literatur. Deskriptif kualitatif merupakan kumpulan data yang lebih mendalam dan
sempit mengenai latar alamiah yang bertujuan untuk mengelaborasi suatu kejadian
(Anggito & Setiawan, 2018). Metode studi literatur sejalan dengan metode deskriptif
kualitatif, yaitu mengumpulkan data dari tulisan-tulisan yang sebelumnya telah dibuat
berdasarkan data kredibel. Studi literatur bukan hanya mengumpulkan data tersebut,
namun studi literatur juga mengolah bahan penelitian (Zed, 2008). Selain dua metode
tersebut, penelitian ini dilakukan dengan eksplorasi internet.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan Sitepu (2017) KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan) mendapatkan laporan mengenai perusahaan kayu
PT Vatika Papuana Perkasa yang dianggap mengingkari kesepakatan yang
dibuat untuk masyarakat. Masyarakat kemudian mengambil speed boat milik
perusahaan sebagai jaminan, setelah memberi toleransi waktu. Hal ini
mengakibatkan perusahaan PT Vatika Papuana Perkasa mendatangkan brimob
untuk menakuti masyarakat. Masyarakat tidak menerima aksi perusahaan PT
Vatika Papuana Perkasa dan melaporkan kepada OPM (Organisasi Papua
Merdeka). OPM kemudian mengambil tindak lanjut dengan menggunakan
kekerasan sehingga terdapat lima anggota brimob tewas, seorang karyawan
perusahaan PT VPP tewas, dan membawa kabur enan senjata milik brimob.
Kasus ini mengambil perhatian aparat sehingga dilakukan pencarian pelaku.
Saat aparat melakukan pencarian terdapat tindakan penyiksaan, pembunuhan,
penghilangan sehingga terdapat empat orang tewas, satu orang mengalami
kekerasan seksual, lima orang hilang, dan 39 orang disiksa.
Menurut catatan, penyebab awal terjadinya tragedi Wasior muncul ketika
perusahaan penebangan kayu PT VPP diduga mengingkari kesepakatan yang
telah dibuat dengan masyarakat. Dicapai kesepakatan untuk dibayarkan pada
saat pengiriman kayu sebagai kompensasi hak ulayat masyarakat (Hak ulayat
adalah hak milik tertinggi atas tanah yang dimiliki bersama oleh penduduk
menurut hukum adat masyarakat (Minatajaya, 2013)). Masyarakat merasa
haknya dilanggar, sehingga masyarakat menegaskan tuntutannya dengan
menyandang speed boat milik perusahaan. Perusahaan kemudian
menindaklanjuti dengan menggunakan brimob untuk memberikan tekanan
kepada masyarakat. Masyarakat kemudian mengeluhkan perilaku perusahaan
tersebut kepada OPM. Lalu kelompok TPN atau OPM (Organisasi Papua
Merdeka) menyikapinya dengan kekerasan. Permintaan mereka tidak digubris
pihak perusahaan, akibatnya, kelompok TPN/OPM menyerang perusahaan dan
brimob. Bersumber pada Adryamarthanino & Indriawati (2023) terdapat lima
anggota brimob dan satu pegawai PT VPP diketahui tewas.
Peristiwa Wasior Wamena ini meninggalkan bekas yang dalam kepada
korban. Proses penyelesaiannya juga tidak jelas sampai-sampai meninggalkan
korban dan keluarganya frustrasi berlanjut. Impunitas terhadap kasus
pelanggaran HAM dan penggunaan pendekatan militeristik di Papua pun terus-
terusan menyebabkan kekecewaan kepada masyarakat. Selain itu, negara
mengabaikan pemulihan korban dan keluarganya karena lembaga-lembaga
negara terlalu fokus dalam penanganan kasus sesuai prosedur legal formal.
Sedangkan pemulihan sebetulnya sangat penting dan seharusnya bisa
dijalankan sebagai bukti kesediaannya negara bagi para korban. Hal tersebut
dapat mengakibatkan pergeseran terhadap budaya hingga kesenjangan sosial
makin tajam (Andriyani, 2019).
Peristiwa Wasior Wamena tidak memiliki kemajuan signifikan sejak 20
tahun yang lalu. Pada 2004, berkas dari penyelidikan ini diserahkan kepada
Kejaksaan Agung. Kasus ini tidak dilanjuti ke tahap penyidikan selanjutnya
dan penuntutan. Tanggal 4 April dapat diingat sebagai peringatan Peristiwa
Wasior Wamena Berdarah sehingga komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan selalu meminta kepada Pemerintah Republik Indonesia
untuk menyelesaikan kasus Wasior Wamena. Selama ini, kasus Wasior
Wamena hanya dibahas dalam sidang 3rd Cycle Universal Periodic Review
(UPR) PBB yang diadakan di Jenewa pada 3 Mei 2017. Di dalam sidang
tersebut, pemerintah Indonesia membahas mengenai keinginan untuk
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Papua. Namun, dari
hasil sidang 4th Cycle UPR di 2022, tidak terdapat kemajuan penyelesaian kasus
Wasior Wamena sama sekali (KontraS, 2021).

Solusi dan Evaluasi


Dari kasus Wasior Wamena sudah dapat terlihat bahwa masih belum ada
pergerakan besar mengenai penegakan HAM. Terdapat di tahun 2022 bahwa
masih belum ada kemajuan mengenai keseriusan penegakan pelanggaran HAM
berat, sehingga pemerintah harus segera menanggapi masalah ini dengan cara
yang lain, seperti menerapkan OHCHR (Office of High Comissioner for
Human Rights) di Indonesia. OHCHR mempunyai kewajiban untuk menjadi
suara terhadap para korban. High Commissioner juga yang akan memimpin
pendalaman kasus sehingga membuat pernyataan publik. OHCHR akan bekerja
sama dengan pemerintah dan negara lain di United Nation sehingga mereka
tidak hanya melindungi HAM masyarakat Indonesia, tetapi HAM di banyak
negara (Office of High Comissioner for Human Rights, n.d.). OHCHR sudah
diterapkan di banyak negara seperti Amerika, Bangkok, Belgium, Afrika Utara,
dan lain lain. OHCHR sudah diterapkan di America dan terdapat hasil bahwa
sekarang America memastikan pelanggaran HAM tidak terjadi, dan jika terjadi,
pelanggaran tersebut akan ditangani sehingga tidak dapat terulang lagi di masa
depan (United Nations, n.d.). Dengan program OHCHR Indonesia bisa lebih
maju dikarenakan mendapatkan bantuan lebih khusus lagi sehingga suara
korban bisa terdengar dan pelanggaran HAM dapat dikurangi.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Respons pemerintah dan lembaga terkait terhadap konflik di Wasior


Wamena ini mencakup pengiriman pasukan keamanan untuk meredakan
kerusuhan dan menjaga ketertiban. Namun, beberapa kritik muncul terkait
tindakan keamanan yang dianggap berlebihan. Selain itu, upaya rekonsiliasi
dan pengembangan wilayah pascakonflik belum sepenuhnya efektif dalam
mengatasi akar penyebab konflik dan mengembalikan stabilitas jangka
panjang. Selama bertahun-tahun tanpa kejelasan apapun secara spontan
menunjukan bahwa negara tidak memiliki komitmen untuk menjadikan UU
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan UU
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (Wiratraman,
2015) sebagai alat legal untuk memberikan hak atas keadilan bagi korban
pelanggaran HAM Berat Wasior.
Kasus Wasior Wamena ini memiliki dampak yang signifikan terhadap
masyarakat dan pemerintah. Kasus ini dianggap sebagai pelanggaran hak asasi
manusia yang sangat serius dan telah menyebabkan kekerasan dan kerusakan
yang meluas. Respons pemerintah terhadap kasus ini lambat dan tidak
memadai, sehingga tidak ada keadilan bagi korban dan keluarga mereka.
Kekerasan yang terjadi setelah kasus ini juga mengakibatkan kerusakan rumah,
bisnis, dan fasilitas publik. Hal ini berdampak signifikan pada masyarakat yang
terkena dampak, banyak di antaranya masih berjuang untuk membangun
kembali.
Kasus Wasior-Wamena telah berkontribusi pada ketidakstabilan politik di
Papua, dengan banyak orang merasa terpinggirkan dan dikecualikan dari proses
politik. Hal ini menyebabkan ketegangan yang berkelanjutan antara pemerintah
dan masyarakat Papua. Secara keseluruhan, kasus Wasior-Wamena memiliki
dampak yang signifikan terhadap masyarakat dan pemerintah. Tidak adanya
keadilan bagi para korban dan keluarganya telah berkontribusi pada
ketegangan dan ketidakstabilan politik di Papua.
Faktor penyebab terjadinya tragedi Wasior adalah ketika PT VPP diduga
tidak menepati kesepakatan yang dibuat bersama masyarakat. Kesepakatan
tersebut isinya untuk PT VPP membayar saat ada pengiriman kayu sebagai
kompensasi hak ulayat masyarakat. Masyarakat yang merasa haknya dilanggar
menuntut dan menahan speed boat milik perusahaan sehingga pihak
perusahaan menggunakan brimob untuk menekan masyarakat. Masyarakat
melaporkan kelakuan perusahaan dan brimob kepada OPM sehingga OPM
menyikapi dengan kekerasan. Kelakuan tersebut menyebabkan lima anggota
brimob dan satu pegawai PT VPP tewas (Adryamarthanino V. , 2023).
Pelanggaran HAM jelas terjadi dimana-mana, oleh karena itu sebagai warga
negara Indonesia kita sudah harus mulai menyadari betapa setiap orang harus
saling menghargai HAM. Setiap warga negara mempunyai HAM masing-
masing, dan karena kita tidak ingin hak kita dilanggar, maka kita tidak boleh
melanggar HAM orang lain. Dari kasus ini, terlihat jelas bahwa pemerintah
belum mengambil tindakan nyata. Seharusnya pemerintah lebih tegas dalam
memberikan sanksi terhadap pelanggaran HAM, karena pelaku dalam kasus ini
telah melakukan kejahatan dan tidak dihukum. Untuk mengakhiri pelanggaran
hak asasi manusia, kita tidak hanya membutuhkan pemerintah dan warga
negara untuk mulai melakukan sesuatu. Kita juga memerlukan bantuan dari
para pelajar, karena suatu saat mereka akan menjadi masa depan negara kita.
Sebagai pelajar kita harus belajar bahwa menghormati HAM orang lain adalah
suatu kewajiban, karena kita semua mempunyai hak asasi manusia, dan tidak
ada seorang pun yang berhak untuk melanggarnya. Dengan siswa mendapatkan
pendidikan yang benar, kita dapat meminimalisir kasus seperti ini di masa
depan dan membangun generasi yang lebih baik untuk masa depan Indonesia.

Setelah membahas mengenai kasus Wasior Wamena, kami belajar untuk


mengutamakan nilai-nilai kasih ,kedamaian, penghormatan terhadap
kehidupan, dan mendukung kepada orang yang lagi menderita. Terhubung
dengan Wawasan Kristen Alkitabiah kita, yaitu “Striving for Shalom” . Kita
sebagai umat Kristen harus memiliki rasa tanggung jawab moral untuk
berperan dalam membangun kedamaian dan kesejahteraan bagi semua orang,
terutama untuk orang yang terlibat dalam konflik dan kekerasan.
Sejauh ini pemerintah baru saja mengatakan bahwa pelanggaran HAM
akan segera ditindaki, tetapi dari penelitian kami tidak terdapat tindakan nyata
yang dilakukan pemerintah. Maka, saran yang kami dapat berikan bagi peneliti
selanjutnya adalah untuk memantau tanggapan pemerintah dan mengawasi jika
ada tindakan nyata yang dilakukan atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Minatajaya, Y. (2013). Template Tugas Akhir. Karawaci: UPH.

Anandar, R. (2022, Juni 13). 21 Tahun Peristiwa Wasior Berdarah: Bentuk Pengadilan
HAM di Papua dan Akhiri Praktik Impunitas di Tanah Papua. Retrieved from
Kontra: https://kontras.org/2022/06/13/21-tahun-peristiwa-wasior-berdarah-
bentuk-pengadilan-ham-di-papua-dan-akhiri-praktik-impunitas-di-tanah-papua/

Agapa, B. (2022, Juni 14). Amnesty. (B. Agapa, Producer) Retrieved from Amnesty
Internasional Indonesia: https://www.amnesty.id/tragedi-wasior/
Agapa, B. (2022, Juni 14). Amnesty. Retrieved from Amnesty International Indonesia:
https://www.amnesty.id/tragedi-wasior/

Adryamarthanino, V. (2023, 12 1). Peristiwa Wasior 2001. (T. Indriawati, Editor)


Retrieved from Kompas:
https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/12/160000179/peristiwa-wasior-
2001?page=all#:~:text=Jaya%20menjadi%20Papua-,Kronologi,rugi%20hak
%20ulayat%20masyarakat%20adat.

Argawati, U. (2023, 9 5). Konstitusi Indonesia Melindungi HAM Setiap Orang Termasuk
WNA. (N. R, Editor) Retrieved from MKRI: https://www.mkri.id/index.php?
page=web.Berita&id=18835&menu=2

Indonesia, D. P. (2016). Dpr. Retrieved from JDIH:


https://www.dpr.go.id/jdih/index/id/440

Sabila, Y., Bustamam, K., & Badri , B. (2018). Jurnal Ilmu Hukum. LANDASARN TEORI HAK
ASASI MANUSIA DAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA , 3, 1-5.
doi:http://dx.doi.org/10.22373/justisia.v3i2.5929

Indonesia, K. P. (2016, 5 18). HAM Adalah Hak Dasar Manusia yang Harus Dilindungi
Negara dan Pemerinta. Retrieved from Kementrian Pertahanan Republik
Indonesia : https://www.kemhan.go.id/2016/05/18/ham-adalah-hak-dasar-
manusia-yang-harus-dilindungi-negara-dan-p.html

Sutepu, M. (2017, February 21). Bagaimana Kronologis Tiga Kasus 'Pelanggaran HAM
Berat' di Papua? Retrieved from BBC NEWS INDONESIA:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39031020

Sitepu, M. (2017, February 21). Bagaimana Kronologis Tiga Kasus 'Pelanggaran HAM
Berat' di Papua? Retrieved from BBC NEWS INDONESIA:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39031020

United Nations. (n.d.). Protect Human Rights. Retrieved from United Nations:
https://www.un.org/en/our-work/protect-human-rights

GKY SYDNEY. (2019, January 4). Manusia Jatuh ke dalam Dosa. Retrieved from GKY
SYDNY: https://www.gkysydney.org/gky-gema/2019/1/4/manusia-jatuh-ke-
dalam-dosa

Susantin, J. (2018, Februari). Hak asasi manusia perspektif agama Kristen. Jurnal
Penelitian dan Pemikiran KeIslaman, 5, 1-13. doi:2549-3833

Zed, M. (2008). Metode penelitian kepustakaan. Jakarta: Yayasan obor Indonesia.


Retrieved Agustus 2023, from https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?
id=432941

Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. (E. D. Lestari, Ed.)
Sukabumi: CV Jejak. Retrieved 2023, from https://books.google.co.id/books?
id=59V8DwAAQBAJ&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false

Wahid, A. (2000, November 23). DPR. Retrieved from DPR:


https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2000_26.pdf

Anwar, N. (2014). Statuta Roma Tentang Pengadilan Pidana Internasional. Retrieved


from Statuta Roma:
https://www.academia.edu/30940871/STATUTA_ROMA_TENTANG_PENGADILA
N_PIDANA_INTERNASIONAL

MAGASSING, A. M. (2012). Universital AIrlangga. Jurnal UNAIR, 01-07. Retrieved from


Universitas Airlangga: https://repository.unair.ac.id/32681/

Gultom, G. (2023, August 24). Akibat dosa menurut alkitab. Retrieved from
BERSAMAKRISTUS: https://bersamakristus.org/akibat-dosa-menurut-alkitab/

Maharani, T. (2021, July 29). YLBHI: Ada 202 kasus pelanggaran HAM kepolisian
sepanjang 2019-2021. Retrieved from KOMPAS.com:
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/29/19101811/ylbhi-ada-202-kasus-
pelanggaran-ham-kepolisian-sepanjang-2019-2021

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. (2022). Hak Asasi Manusia. Retrieved from
Prisma: https://prisma.kemenkumham.go.id/apa-itu-hak-asasi-manusia-

Fai. (2022, March 2). Hak Asasi Manusia. Retrieved from UMSU: https://umsu.ac.id/hak-
asasi-manusia/

Philip, A., & Suseno, F. (n.d.). Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Pusat Studi Hak
Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia.

Wiratraman. (2015, September 1). Ahli: Aturan pengembalian hasil penyelidikan


pelanggaran HAM berat melanggar konstitusi. Retrieved from Mahkamah
Konstitusi: https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11974

Latuharhary. (2017, Februari 6). Dua jalur penyelesaian kasus HAM masa lalu. Retrieved
from Komnasham:
https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2017/2/6/280/dua-jalur-
penyelesaian-kasus-ham-masa-lalu.html

Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat. (1998, Juli 17). Statuta Roma Website. Retrieved
from Statuta Roma:
https://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/10/Statuta-Roma.pdf

Office of High Comissioner for Human Rights. (n.d.). Introduction to the office of the
United Nations high commissioner for human rights. Retrieved from Office of
High Comissioner for Human Rights:
https://www.ohchr.org/sites/default/files/Documents/Publications/NgoHandbo
ok/ngohandbook1.pdf
United Nations. (n.d.). Preventing human rights violations. Retrieved from United
Nations Human Rights Offeice of The High Commissioner:
https://www.ohchr.org/en/prevention-and-early-warning/preventing-human-
rights-violations

Andriyani, Y. (2019, Juni 13). 18 Tahun Peristiwa Wasior Berdarah Luka Masa Lalu.
Retrieved from Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan:
https://kontras.org/2019/06/13/18-tahun-peristiwa-wasior-berdarah-luka-
masa-lalu-dan-ketidakadilan-yang-belum-usai-di-papua/

KontraS. (2021, Juni 12). 20 Tahun Peristiwa Wasior: Selesaikan Kasus dan Hentikan
Kekerasan di Tanh Papua. Retrieved from Komisi Untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan: https://kontras.org/2021/06/12/20-tahun-peristiwa-
wasior-selesaikan-kasus-dan-hentikan-kekerasan-di-tanah-papua/

Adryamarthanino, & Indriawati. (2023, Januari 12). Kompas.com. Retrieved from


Peristiwa wasior 2001:
https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/12/160000179/peristiwa-wasior-
2001?page=all

Sumilat, C. F. (2021, March 30). Kewenangan mahkamah pidana internasional dalam


mengadili kejahatan internasional bagi negara non peserta statuta roma 1998
berdasarkan hukum internasional. LEX CRIMEN, V(2), 1-12.

Anda mungkin juga menyukai