DI INDONESIA
OLEH :
KELOMPOK
Singhi Pebrianti
Filza Awanis
Agustina Lubis
Sri Wahyuni
Tiara Nurmala Manurung
Susan Amelia
Agung Ramadhan
Muhaimin Dirgantara
LANDASAN TEORI
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran
hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak
asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang
dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan
hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik
disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi,
dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirksn tidak
akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.
Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran
kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau
institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis
dan alasan rasional yang menjadi pijakanya.
FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA
PELANGGARAN HAM
1. FAKTOR INTERNAL
1. Sikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri.
Sikap ini akan menyebaabkan seseorang untuk selalu mennuntutkan haknya,
sementara kewajibabannya sering diabaikan. Seseorang yang mempunyi
sikap seperti ini, akan menghalalkan segala cara supaya haknya bisa
terpenuhi, meskipun caranya tersebut dapan melanggar hak orang lain
2. Rendahnya kesadaran HAM.
Hal ini akan menyebabkan pelaku pelanggaran HAM berbuat seenaknya.
Pelaku tidak mau tahu bahwa orang lain pun mempunyai hak asasi yang
harus dihormati. Sikap tidak mau tahu itu berakibat muncul perilaku atau
tindakan penyimpangan terhadap hak asasi manusia
3. Sikap tidak toleran
Sikap ini akan menyebabkan munculnya saling tidak menghargai dan tidak
menghormati atas kedudukan atau keberadaan orang lain. Sikap ini pada
akhirnya akan mendorong orang untuk melakukan diskriminasi kepada
orang lain.
2. FAKTOR EKSTERNAL
1. Penyalahgunaan kekuasaan
Di Masyarakat terdapat banyak kekuasaan yang berlaku. Kekuasaan
disini tidak hanya menunjuk pada kekuasaan pemerintah, tetapi
juga bentuk – bentuk kekuasaan lain yang terdapat di masyarakat.
2. Ketidaktegasan aparat penegak hukum,
Aparat penegak hukum yang tidak bertindak tegas terhadap setiap
pelanggaran HAM, tentu saja akan mendorong timbulya
pelanggaran HAM lainnya.
3. Penyalahgunaan teknologi
Kemajuan teknologi dapat memberikan pengaruh yang positif,
tetapi bisa juga memberikan pengaruh negatif bahkan dapat
memicu timbulnya kejahatan.
menjadi misteri. Aktivis yang akrab disapa Cak Munir itu meninggal dunia
pada 7 September 2004.
Munir diracun dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta
akumulasi konflik antarkelompok yang pada mulanya bersifat lokal. Namun, karena
keterlibatan peran-peran tertentu dari sejumlah provokator, konflik berubah
menjadi kerusuhan dengan skala dan kerusakan yang luas.
Konflik Sampit
Konflik antar-etnis di Sampit, Kalimantan Tengah, bermula dari bentrokan yang terjadi pada 18
Februari 2001, antara warga suku Dayak dan suku Madura sebagai pendatang.
Peristiwa kemudian meluas ke seluruh provinsi ini, termasuk di ibu kotanya, Palangkaraya.
Diduga, konflik antar-etnis tersebut dipicu oleh persaingan di bidang ekonomi.
Ign Danu Kusworo
Pengungsi yang merupakan etnis Madura akibat konflik antar-etnis di Sampit, Kalimantan
Tengah, periode Februari 2001.
Dikutip dari dokumentasi Kompas, Komnas HAM membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM
Sampit. Namun, KPP HAM itu menyatakan tak ada pelanggaran HAM berat dalam kasus Sampit.
Namun, pernyataan tersebut kemudian dibantah Kontras yang saat itu masih dipimpin aktivis
HAM Munir. Menurut Kontras, tak sulit mencari bukti adanya pelanggaran HAM dalam konflik ini.
Misalnya, pengungsian paksa yang dilakukan pemerintah.
Selain itu, pemerintah juga dianggap melakukan pembiaran. Padahal, pemerintah telah mendapat
peringatan dari Yayasan Al Miftah bahwa konflik berpotensi menimbulkan banyak korban jiwa.
DAMPAK DARI PELANGGARAN HAM
Dari beberapa contoh kasus pelanggaran HAM masa lalu di atas, dapat
disimpulkan bahwa pelanggaran HAM mempunyai dampak yang signifikan bagi
korban. Apa pun jenis pelanggaran HAM yang dilakukan, semisal pembunuhan,
percobaan pembunuhan, penghilangan secara paksa, penganiayaan, dan
tindakan-tindakan lainnya, tetap saja menimbulkan kerugian yang harus
diderita oleh korban.
Oleh karena itu, korban merupakan pihak yang harus mendapatkan pemulihan
kerugian dari terjadinya pelanggaran HAM. Penghukuman pelaku pelanggaran
HAM merupakan salah satu bentuk keadilan yang harus didapatkan oleh
korban. Pengakuan negara terhadap terjadinya pelanggaran HAM dan ganti
kerugian bagi korban pelanggaran HAM merupakan sesuatu yang selama ini
diidam-idamkan. Padahal, negara seharusnya bertanggung jawab dalam
memberikan jaminan hak asasi, termasuk hak korban tindak pidana.
Berbagai upaya yang dilakukan untuk mendapatkan keadilan (dalam kasus
pelanggaran HAM) belum menemukan titik terang yang dapat melindungi
korban. Hingga muncul sebuah pemikiran tentang kemungkinan penerapan
keadilan restoratif dalam pelanggaran HAM.
Menurut Arif Gosita, yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang
menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain
yang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau orang lain, yang
mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang
bertentangan dengan kepentingan hak asasi yang menderita. Yang
dimaksud mereka oleh Arif Gosita di sini adalah:
Korban orang perorangan atau korban individual (viktimisasi primer).
Korban yang bukan perorangan, misalnya suatu badan, organisasi atau
lembaga (viktimisasi sekunder).
Korban kterlibatan umum, keserasian sosial, dan pelaksanaan pemerintah
pada pelanggaran peraturan dan ketentuan-ketentuan negara (viktimisasi
tersier).
Korban juga didefinisikan oleh van Boven yang merujuk pada Deklarasi
Prinsip-prinsip Dasar Keadilan bagi Korban Kejahatan dan
Penyalahgunaan Kekuasaan sebagai berikut:
“Orang yang secara indivual maupun kelompok telah menderita kerugian,
termasuk cedera fisik maupun mental, penderitaan emosional, kerugian
ekonomi, atau perampasan yang nyata terhadap hak-hak dasarnya, baik
karena tindakan (by act) maupun karena kelalaian (by ommision).”
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan