Anda di halaman 1dari 32

Pengaruh Pemahaman Tax Digitalization, Digital Literasi

Terhadap Kesadaran Pajak

PENDAHULUAN

Pada Saat ini, pemerintah Indonesia sedang berusaha keras untuk meningkatkan
kesejahteraan dan ekonomi rakyatnya. Untuk memajukan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat, Salah satu kunci perkembangan suatu negara adalah infrastruktur dan
pembangunan terus menerus infrastruktur akan meningkatkan daya saing ekonomi nasional dan
internasional (Mardlo, 2018) . Agar pembangunan infrastruktur dapat dicapai, pemerintah
Indonesia membutuhkan dana yang besar. Pajak adalah alat untuk melaksanakan atau mengatur
kebijakan negara dalam bidang sosial dan ekonomi yang merupakan kontribusi wajib dari
individu atau badan terhadap negara, yang dipaksa sesuai dengan undang-undang tanpa imbalan
langsung (Telkom, 2022) . Pajak ini digunakan oleh pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat (Iwan Irawan, 2020).

Pajak yang diperoleh merupakan salah satu sumber dana untuk mendukung pembangunan
infrastruktur ini (Thaus Sugihilmi Arya Putra, 2022) . Pajak memiliki fungsi membantu
pertumbuhan ekonomi dan memperkuat kegiatan ekonomi (Faqiha, 2021) . Melalui pajak,
pemerintah memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya ekonomi untuk mengatasi
berbagai masalah ekonomi. Selain itu pajak juga digunakan untuk Pembangunan infrastruktur
mendorong pertumbuhan ekonomi negara melalui dampak berganda
(Pembangunan Nasiona, 2019)
. Pajak sangat menentukan kelancaran pemerintahan dan keberhasilan pembangunan
negara, Kegiatan negara akan sulit terpenuhi jika banyak wajib pajak yang tidak memenuhi
kewajibannya untuk membayar pajak dan dalam konteks negara, pembayaran pajak juga dapat
berfungsi sebagai alat untuk mendukung kedaulatan rakyat (Drs. Panca Mugi Priyatno, 2019) .
Akibatnya, pemerintah harus memberi tahu atau mendorong rakyatnya untuk taat membayar
pajak.

Kepatuhan pajak adalah kunci untuk mendapatkan penerimaan pajak terbaik dan dengan
Pajak yang mereka bayarkan kepada pemerintah menunjukkan kepatuhan mereka terhadap
pemerintah dan meningkatkan kepercayaan rakyat kepadanya (Hilda Nurhidayah, 2022). Apabila
rakyat juga berkontribusi kepada negara dalam segala hal, termasuk mematuhi pajak, kesadaran,
dan kemajuan masyarakat akan tercapai dengan baik. Kita tahu bahwa salah satu ciri negara
maju adalah kesadararan pajak yang tinggi di rakyatnya. Kepatuhan masyarakat dalam
membayar pajak dipengaruhi oleh sejauh mana kesadaran mereka terhadap kewajiban pajak
yaitu semakin tinggi tingkat kesadaran, semakin tinggi tingkat kepatuhan masyarakat
(Ni Putu Kurnia Dewi, n.d.)
. Peningkatan kesadaran pajak bisa diinterpretasikan sebagai usaha untuk
membentuk masyarakat yang lebih sadar dan memiliki tanggung jawab terhadap kewajiban
pajak. Ditambah lagi, kesadaran pajak menunjukkan seberapa baik pemerintah mengelola dana
pajak dan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, akan mendorong orang untuk dengan
sukarela membayar kewajiban pajak mereka (I Nyoman Toniarta, 2023).

Pajak adalah sumber pendapatan utama suatu negara, yang memungkinkan pemerintah
untuk membiayai program pelayanan publik, kebutuhan umum, dan pembangunan
infrastruktur (ocbcnisp, 2023). Sangat penting untuk melihat apakah ada penurunan penerimaan
pajak dari sumber-sumber tertentu, seperti sektor ekonomi utama, jenis transaksi, atau kelompok
bisnis tertentu. Penurunan ini dapat disebabkan oleh hal-hal seperti kondisi ekonomi yang sangat
kompleks dan penurunan indikator ekonomi yang signifikan (Fictor, 2020) . Lebih lanjut,
pemungutan pajak masih menghadapi banyak halangan seperti kompleksitas peraturan
perpajakan, kurangnya pemahaman masyarakat mengenai kewajiban perpajakan, dan terkait hal
administratif dapat memperumit masalah ini (Pratiwi S, 2023). Oleh karena itu, memahami dasar
masalah yang menyebabkan penurunan sumber pajak setoran dan kendala pembayaran pajak
sangat penting untuk membuat rencana yang tepat dan efisien yang meningkatkan penerimaan
pajak, memastikan kepatuhan, dan meningkatkan kesejahteraan umum.

Pada kenyataanya, tingkat kesadaran pajak di Indonesia belum maksimal, dimana data
atau informasi yang di dapat dari (Indonesia, 2019) penerimaan pajak hanya 50% dari potensi
yang ada. Hal ini dapat diakibatkan oleh tidak taat dalam undang undang dalam membayar pajak
sementara pemerintah telah mengatur setiap wajib pajak untuk membayar pajak dalam undang-
udang dan masyarakyat belum mengetahui kegunaan pajak yang di pungut oleh pemerintah
(berita terkini, 2023). Dari data yang dikutip Sembiring (2021) Berjalannya tahun 2015 dari total
wajib pajak sebanyak 18,16 juta hanya 10,9 7 juta yang sadar dan taat untuk membayar pajak
dengan kata lain rasio kepatuhannya hanya mencapai 60%, di tahun berikutnya yaitu tahun 2016
rasio kepatuhan mengalami kenaikan sebesar 1% dari tahun 2015 yaitu dari 60% menjadi 61%
dengan keterangan bahwa dari total 20,17 juta wajib pajak, masyarakat yang taat hanya 12,25
juta, pada tahun 2017 ada kenaikan rasio kepatuhan sebanyak 12% dari tahun 2016 sehingga dari
61% menjadi 73%, hal itu dikarenakan pada tahun 2016-2017 ada sebuah program yang
dijalankan yaitu program pengampunan pajak (tax amnesty) dan berdasarkan data yang ada,
dapat dilihat secara berurut dari tahun 2015 sampai 2016 bahwa kesadaran masyarakat terhadap
pajak yang harus dibayarkan tidak terlalu mengalami perkembangan yang signifikan.

Kesadaran yang rendah tentang pajak memiliki konsekuensi yang luas. Pertama,
ketimpangan sosial meningkat sebagai akibat dari kurangnya kesadaran pajak, yang dimana
Jumlah kekayaan orang miskin sebanding dengan jumlah kekayaan 85 orang terkaya di dunia
(jawapos, 2017). Akibatnya, kesenjangan ekonomi dan sosial semakin besar, yang mengancam
keadilan sosial dan stabilitas sosial (Eka Sastra, 2017). Kedua, konsekuensi dari kesadaran pajak
yang rendah adalah penurunan sumber pendapatan pemerintah. Keterbatasan pendapatan dapat
menghambat kemampuan pemerintah untuk membiayai berbagai program dan kebijakan publik
seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur (Fai, 2023). Ketiga, dengan rendahnya kesadaran
pajak, pembangunan infrastruktur juga terhambat. Kemampuan untuk membangun dan
memelihara infrastruktur seperti jalan, jembatan, transportasi, dan proyek penting lainnya dapat
terbatas karena anggaran pemerintah terbatas akibat kontribusi pajak yang rendah walaupun
penerimaan pajak dapat dimaksimalkan dengan mendorong pembangunan infrastruktur dan
pertumbuhan ekonomi (Kemenko Perkonomian, 2013).

Di area milenium ini penggunaaan teknologi informasi sangatlah dibutuhkan. Saat ini,
kemajuan teknologi di masyarakat telah mendorong munculnya era baru, masyarakat 5.0
(Adinyarani Mandya Kirana, 2022) . Oleh karena itu digitalisasi merupakan satu media agar
proses dalam pencapaian segera teratasi. Demikian juga proses digitalisasi pajak dapat digunakan
dengan maksimal sehingga proses wajib pajak dapat melakukan pajaknya berbasis online dengan
tidak perlu datang langsung ke kantor pajak untuk melaporkan dan membayar biaya pajak.
Menurut sekretariat AKP21 (2023) Digitalisasi pelayanan pajak adalah upaya untuk mengubah
cara pengiriman dan pemrosesan data pajak menjadi lebih canggih dan terintegrasi dengan
layanan digital lainnya, yang dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi layanan publik. Dalam
era digitalisasi ini, wajib pajak tidak lagi memiliki alasan untuk enggan membayar pajak;
masyarakat umum dan wajib pajak diharapkan dapat mengakses layanan pajak secara mudah dan
cepat melalui internet (Maghastria Assiddiq, 2022).

Setiap wajib pajak diharapkan mengerti akan teknologi informasi khususnya wajib pajak
agar dapat dengan mudah melakukan pembayaran pajak secara online. Menurut
Wulan Octaviani (2023)
Literasi digital adalah kemampuan pengguna untuk menggunakan media digital, seperti
alat komunikasi, jaringan internet, dan sebagainya. Sebagai akibat dari ketentuan perpajakan
yang rumit di Indonesia, adalah penting sebagai warga negara yang bertanggung jawab untuk
memahami literasi kewajiban perpajakan sehingga dapat menciptakan kepatuhan lalu kepatuhan
pajak di Indonesia masih rendah, seperti yang ditunjukkan oleh banyaknya pelanggaran dan
tindak pidana perpajakan (Sasih Anggraeni, 2022). Oleh karena itu, pemerintah harus mendidik
wajib pajak tentang peraturan perpajakan dalam hal ini, sehingga mereka tahu bagaimana
membayar pajak melalui media teknologi dan alat komunikasi lainnya dan Ini juga akan
membuat pembayaran pajak secara digital lebih mudah dari sebelumnya (radarsorong, 2022).

Rumusan Masalah

Rumusan masalah berikut dapat dibuat berdasarkan paparan latar belakang masalah dan
beberapa fenomena yang ditemukan di atas.

1. Bagaimana pembayaran tax digitalization mempengaruhi kesadaran wajib pajak?

2. Bagaimana pengetahuan digital literasi mempengaruhi kesadaran wajib pajak?

3. Bagaiamana pengaruh pemahan tax digitalization dan digital literasi pajak terhadap kesadaran
wajib pajak?

4. Bagaimana tax digitalization berpengaruh terhadap kesadaran wajib pajak melalui literasi
digital?
KAJIAN TEORI

Penelitian ini menggunakan Grand Theory perpajakan. Perpajakan menurut


Hamidah (2023, p. 23)
adalah sumber penerimaan negara paling penting dan terbesar, sehingga pajak
merupakan yang terpenting untuk meningkatkan pembangunan nasional, bukan hanya itu pajak
juga merupakan iuran wajib yang dibayarkan kepada pemerintah dan masyarakyat. Dalam buku
Putra (2017, p. 11) Rochmat Soemitro, juga menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada
Negara bedasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.

Middle Theory yang digunakan adalah digitalisasi. Digitalisasi menurut


Samoilenko (2022, p. 13)
adalah penggunaan teknologi digital untuk mengubah model bisnis dan
menyediakan peluang baru dalam menghasilkan pendapatan dan nilai ini adalah proses beralih
menjadi bisnis digital. Taghipour (2021, p. 27) menjelaskan bahwa digitalisasi adalah
pemanfaatan inovasi teknologi di dalam dunia bisnis yang memiliki dampak signifikan pada
produk, layanan, proses bisnis, saluran penjualan, dan saluran pasokan. Dalam buku
Digitalization of Decentralized Supply Chains During Global Crises Taghipour (2021, p. 27)
Urbach & Ahleman, menyatakan bahwa potensi terkait yang meliputi digilitasi, antara lain,
peningkatan penjualan atau produktivitas, inovasi dalam penciptaan harga, dan jenis interaksi
pelanggan yang baru.

Applied theory penelitian ini adalah kesadaran pajak (Boediono, 1992), tax digitalizaiton
(Lucas-Mas, 2021)
dan digital literasi (Hartley, 2017).

Kesadaran Pajak

(Definisi)

Kesadaran pajak adalah situasi di mana wajib pajak memiliki pengetahuan, pengakuan,
penghargaan, dan ketaatan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku, serta memiliki tekad dan
niat untuk mematuhi kewajiban perpajakannya. Menurut Widiastuti (2023) Semakin tinggi
tingkat kesadaran wajib pajak, semakin baik pemahaman dan pelaksanaan mereka terhadap
kewajiban perpajakan, sehingga memacu peningkatan pada tingkat kepatuhan. Ketika kesadaran
masyarakat terhadap pajak meningkat, mereka lebih mungkin untuk patuh dan tepat dalam
membayar pajak, serta menghindari upaya pengelakan atau penggelapan pembayaran pajak.
Dalam buku Boediono (1992) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak akan perpajakan
merupakan perasaan yang dimiliki oleh wajib pajak bahwa mereka harus membayar pajak
dengan tulus dan tanpa paksaan, dan bahwa kesadaran perpajakan menghasilkan konsekuensi
logis bagi mereka untuk bersedia memberikan kontribusi keuangan untuk pelaksanaan fungsi
perpajakan.

(Dimensi)

Dimensi kesadaran pajak dijelaskan oleh Boediono (1992) . Terdapat tiga komponen
pengukuran kesadaran pajak, yaitu sebagai berikut:

1. Memahami peraturan perundang-undangan perpajakan. Setiap wajib pajak


diwajibkan untuk dapat mengetahui dan menyadari bahwa pajak yang dikenakan sesuai
dengan ketetapan perpajakan yang bersangkutan.

2. Memahami bagaimana pajak bekerja untuk membiayai pemerintah. Pajak adalah


faktor pendukung dalam pembiayaan negara, dimana melalui pajak maka pemerintah
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti menyediakan dan meningkatkan
fasilitas negara, sumber pendapatan dan tabungan negara, serta pembiayaan pengeluaran
negara, Negara juga menggunakan pajak untuk pembiayaan dalam membangunan setiap
keperluan masyarakat.

3. Adanya kemauan diri sendiri untuk membayar pajak. Adanya kemauan diri sendiri
dalam membayar pajak tentu akan sangat berpengaruh dalam penerimaan negara melalui
pajak, dimana melalui kesadaran wajib pajak maka pemerintah tidak perlu lagi bersusah
paya untuk mendorong masyarakat melakukan kewajibannya dalam melaporkan
pajaknya.

Digitalisasi pajak (Tax Digitalization)


(Definisi)

Dalam zaman ini, membayar pajak tidak lagi dianggap sebagai beban yang rumit. Berkat
kemajuan teknologi, digitalisasi membawa aspirasi baru untuk akses yang lebih mudah,
pelayanan yang unggul, dan manajemen pajak yang lebih efektif. Menurut Jacobs (2017)
digitalisasi pajak merupakan suatu reformasi dalam dunia perpajakan yang dapat membantu
meringankan kendala informasi melalui cara yang lebih baik untuk memverifikasi hasil ekonomi
sebenarnya dari pembayar pajak, dengan digitalisasi membuatnya lebih mudah bagi pemerintah
untuk menghubungkan informasi yang ada di berbagai bagian sistem perpajakan, mendeteksi
penghindaran dengan lebih baik. Dengan demikian, digitalisasi dapat dilihat sebagai kemajuan
teknologi penegakan pajak pemerintah. Lucas-Mas (2021) menerangkan bahwa digitalisasi pajak
adalah analisis menyeluruh tentang ekonomi digital untuk pajak dan tujuannya adalah untuk
mengembangkan tanggapan pajak yang sesuai dengan teori pajak tradisional serta membantu
menyatukan prinsip pajak, kebijakan, dan administrasi pajak dengan ekonomi digital.

(Dimensi)

Dimensi Tax digitalization menurut Lucas-Mas (2021) adalah sebagai berikut:

1. Menahan layanan digital (Withholding on digital services)

Tindakan-tindakan ini menciptakan dan/atau menerapkan (dengan berperan sebagai mekanisme


pengumpulan) hak pajak atas pembayaran yang dilakukan oleh penduduk kepada nonpenduduk
terkait layanan digital.

2. Bentuk usaha tetap digital (Digital permanent establishments)

Tindakan-tindakan ini memberikan yurisdiksi hak untuk membebankan pajak pada bisnis
nonpenduduk yang memiliki interaksi ekonomi yang berkelanjutan dengan ekonomi mereka.

3. Pajak layanan digital (Digital services tax (DST))

Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk langsung membebankan pajak pada bisnis yang
mendapatkan pendapatan dari layanan digital tertentu, seperti periklanan online dan layanan
perantara.

Literasi Digital
(Definisi)

Pada era ini teknologi merajai kehidupan sehari-hari, literasi digital menjadi landasan
penting untuk sukses di berbagai bidang. Menurut Sulianta (2020) literasi digital adalah
kombinasi sikap, pemahaman, dan keterampilan dalam mengelola serta menyampaikan
informasi, serta menggunakan pengetahuan secara efektif melalui berbagai media dan format,
dengan kemunculan berbagai perangkat teknologi informasi yang terhubung ke internet, banyak
orang yang sebelumnya mendapatkan informasi dari buku secara konvensional, kini beralih
menggunakan komputer untuk mengakses sumber informasi yang beragam di internet. Dalam
buku Hartley (2017) menyatakan bahwa literasi digital mengacu pada keterampilan dalam
menggunakan teknologi digital, perangkat komunikasi, atau jaringan dengan tepat guna untuk
mudah diakses, diawasi, diintegrasikan, menilai, menciptakan, serta berkomunikasi Informasi
yang dapat berperan dalam lingkungan masyarakat yang terkoneksi informasi.

(Dimensi)

Dimensi literasi digital menurut Hartley (2017) tedapat tiga komponen yaitu sebagai
berikut:

1. Tanggung Jawab Digital (Digital Responsibility) mengacu pada penggunaan teknologi


secara etis dan pemahaman terhadap dampak potensial dari tindakan digital terhadap diri
sendiri dan orang lain.

2. Produktivitas Digital (Digital Productivity) mengacu pada kemampuan untuk menggunakan


teknologi secara efektif untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan. Ini termasuk
keahlian dalam berbagai perangkat lunak dan alat digital, serta kemampuan untuk mengelola
waktu dan sumber daya dengan efektif dalam lingkungan digital.

3. Literasi Informasi Digital (Digital Information Literacy) mengacu pada kemampuan untuk
secara kritis mengevaluasi, menemukan, dan menggunakan informasi dari sumber-sumber
digital.
Hubungan Antar Variabel

Pengaruh Tax Digitalization terhadap Digital Literasi

Dalam era modern yang semakin terdorong oleh teknologi digital, konsep digitalisasi
pajak telah menjadi topik yang semakin menarik (Nasir, 2023). Penelitian-penelitian terkini telah
menunjukkan bahwa digitalisasi pajak memiliki dampak signifikan pada literasi digital
masyarakat, dengan meningkatnya keterampilan teknologi informasi yang dibutuhkan untuk
memahami dan mematuhi sistem perpajakan yang semakin canggih (Gilster, 1997). Literatur
awal lebih cenderung berfokus pada dampak umum dari penerapan teknologi digital dalam
sistem pajak. Pada penelitian sebelumnya Adnyani (2023) mengungkapkan bahwa niat wajib
pajak untuk menggunakan pembayaran digital dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh
tingkat literasi digital mereka dengan menggunakan populasi sampel 178 responden di daerah
Buleleng. Studi terbaru menunjukkan bahwa perkembangan ini mempengaruhi literasi digital
masyarakat, sehingga memerlukan lebih banyak keterampilan TI untuk memahami dan
mematuhi sistem perpajakan yang lebih kompleks. Oleh sebab itu yang membedakan penelitian
terdahulu dengan penelitian ini adalah melihat aspek lebih detail tentang digitalisasi pajak, dan
literasi terhadap kesadaran pajak dengan mengambil responden 150 mahasiswa.

Oleh sebab itu hipotesis penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana
digitalisasi pajak, literasi digital, dan kesadaran pajak saling berinteraksi dalam konteks
mahasiswa. Data dari 150 responden mahasiswa akan digunakan untuk menguji hipotesis ini dan
memahami dampak digitalisasi pajak dalam era modern. Ini akan memberikan wawasan lebih
dalam tentang bagaimana teknologi dan literasi digital memengaruhi kesadaran pajak dalam
masyarakat.

H1: Tax Digitalization berpengaruh signifikan terhadap Digital Literasi

Pengaruh Tax Digitalization terhadap Kesadaran Pajak


Pada zaman saat ini, konsep digitalisasi pajak telah menjadi subjek yang semakin
menarik, dan demikian juga dengan perubahan sistem perpajakan yang kini semakin beralih ke
digitalisasi (Deva Srinadi, 2022) . Banyak penelitian sebelumnya telah menyelidiki dampak
digitalisasi pajak terhadap berbagai aspek, seperti peningkatan efisiensi administrasi dan
pengurangan kecurangan pajak (Nasir, 2023) . Meskipun tax digitalization menjanjikan
peningkatan kesadaran pajak, namun tidak semua wajib pajak memiliki akses yang sama ke
teknologi. Masih terdapat orang-orang dengan akses terbatas atau pemahaman yang terbatas
tentang penggunaan teknologi mungkin tidak dapat sepenuhnya memanfaatkan potensi
peningkatan kesadaran pajak yang ditawarkan oleh perubahan ini. Pada penelitian sebelumnya
Pratiwi (2023) menjelaskan bahwa kesadaran wajib pajak untuk menggunakan pembayaran
digital dipengaruhi secara positif dan signifikan terhadap kesadaran pelaporan wajib pajak
dengan menggunakan populasi sampel 94 responden di daerah Kota Solok. Oleh karena itu,
sambil mengambil langkah maju dalam digitalisasi pajak, perlu diperhatikan dan diatasi
kesenjangan untuk memaksimalkan potensi digitalisasi pajak terhadap kesadaran pajak agar
berjalan lebih merata dan efisien. Oleh sebab itu, yang membedakan penelitian terdahulu dengan
penelitian penelitian sebelumnya melalui pendekatan yang lebih terperinci dan berfokus pada
aspek yang lebih mendalam tentang pengaruh digitalisasi pajak terhadap kesadaran pajak.

Oleh sebab itu, hipotesis penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak
digitalisasi pajak terhadap kesadaran pajak di kalangan wajib pajak dan untuk memahami peran
ketersediaan dan penggunaan metode pembayaran digital dalam meningkatkan kesadaran pajak.
Melalui data yang diperoleh dari responden, dapat memberikan wawasan yang lebih dalam
tentang pengaruh digitalisasi pajak dalam konteks kesadaran pajak dan bagaimana hal ini dapat
membantu perpajakan berjalan secara merata dan efisien dalam era modern yang semakin
didorong oleh teknologi digital.

H2: Tax Digitalization berpengaruh signifikan terhadap Kesadaran Pajak

Pengaruh Digital Literasi terhadap Kesadaran Pajak

Kemajuan teknologi saat ini telah berlangsung dengan cepat, sejalan dengan
perkembangan zaman, dan kini kebutuhan akan teknologi informasi menjadi sangat penting
dalam dunia saat ini (Fitriani, 2014). Menurut Suherdi (2021) sumber dari buku Peran Literasi
Digital di Masa Pandemik, literasi digital didefinisikan sebagai pengetahuan dan keterampilan
pengguna dalam menggunakan media digital, seperti alat komunikasi, jaringan internet, dan
lainnya, yang mencakup kemampuan mereka untuk menggunakan teknologi tersebut secara
kognitif dan teknikal. Ketentuan perpajakan di Indonesia cukup kompleks, oleh karena itu kita
sebagai warga negara yang baik hendaknya memiliki suatu literasi yang memadai untuk
mendukung kewajiban perpajakan sehingga kita dapat menimbulkan suatu kesadaran akan pajak
(Anggraeni, 2022). Pada penelitian sebelumnya hidayat fahrul (2023) mengungkapkan bahwa
literasi pajak berpengaruh signifikan dan positif terhadap kesadaran wajib pajak dengan
menggunakan sampel yaitu 88 responden di Universitas Isam Malang. Namun, terdapat
perbedaan dalam hubungan antara literasi digital dan literasi pajak serta kesadaran pajak. Perlu
diperhatikan bahwa tidak semua wajib pajak bisa mengakses perangkat digital atau internet
dengan kesempatan yang sama dan ini berdampak pada kesadaran pajak yang lebih rendah
dibandingkan dengan mereka yang memiliki akses yang lebih baik ke literasi digital. Oleh karena
itu, yang membedakan penelitian terdahulu dengan penilitan ini adalah mengidentifikasi
bagaimana literasi digital dan literasi pajak berinteraksi dan apakah literasi digital dapat berperan
dalam meningkatkan kesadaran pajak di kalangan individu dengan akses terbatas ke teknologi
digital.

Oleh sebab itu, hipotesis penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh literasi
digital terhadap kesadaran pajak, terutama di antara individu dengan akses terbatas ke teknologi
digital. Ini mencoba mengisi kesenjangan antara literasi digital yang semakin penting di era
modern dan literasi pajak yang berdampak pada pemahaman dan kesadaran wajib pajak terhadap
perpajakan.

H3: Digital Literasi berpengaruh signifikan terhadap Kesadaran Pajak

Pengaruh Tax Digitalization terhadap Kesadaran Pajak melalui Digital Literasi

Belum banyak penelitian yang dilakukan dalam menghubungkan tax digilatizaion dan
pencapaian literasi digital, tetapi menurut Agustini (2021) digital literasi dapat menjadi kunci
untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman teknologi informasi tentang implikasi
perpajakan digital, mengelola informasi terkait pajak yang tersedia secara online, dan akhirnya
meningkatkan kesadaran pajak. Dari hasil penelitian Risti (2022) bahwa digitalisasi pajak
mampu memoderasi dengan memperkuat finnancial technology terhadap kesadaran pajak dengan
menggunakan sample 150 responden di daerah Jabodetabek. Menurut penelitian baru-baru ini,
kemajuan literasi digital berperan sebagai alat penting untuk memahami dan memanfaatkan
perubahan dalam perpajakan digital. Meskipun penelitian ini masih terbatas dalam jumlahnya,
namun temuan ini memberikan dorongan untuk lebih mendalami keterkaitan antara tax
digitalization, literasi digital, dan kesadaran pajak.

Oleh sebab itu, hipotesis penelitian ini diharapkan bisa mengisi celah pengetahuan
mengenai peran literasi digital dalam perpajakan digital, memberikan kontribusi berharga.
Harapannya, hasil penelitian ini dapat membantu pembuat kebijakan dan praktisi perpajakan
untuk lebih efektif meningkatkan kesadaran pajak secara merata melalui optimalisasi penerapan
tax digitalization.

H4: Tax Digitalization berpengaruh signifikan terhadap Kesadaran Pajak melalui Digital
Literasi

Kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Literasi Digital (X2)


H1 H3

Pemahaman Tax
H2 dan H4 Kesadaran Pajak (Y)
Digitalization (X1)
Metode Penelitian

Metode

Jenis metode yang digunakan merupakan pengukuran kuantitatif. Menurut


V. Wiratna Sujarweni (2015)
penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang menghasilkan temuan-
temuan yang diperoleh melalui penggunaan prosedur statistik atau cara lainnya yang melibatkan
pengukuran atau kuantifikasi. Metode ini digunakan untuk melakukan penelitian terhadap
populasi atau sampel tertentu, yang biasanya pengambilan sampel dilakukan secara acak,
instrumen penelitian digunakan untuk mengumpulkan data, dan kemudian dianalisis secara
kuantitatif atau statistik untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2008) .
Penelitian ini dirancang menggunakan desain korelasional untuk memahami dan mengevaluasi
hubungan statistik antara mereka tanpa mempertimbangkan variabel luar.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa ekonomi Univesitas Advent Indonesia
tingkat 2, 3 dan 4. Untuk penelitian ini dibutuhkan 150 mahasiswa ekonomi Universitas Advent
Indonesia. Untuk mengumpulkan data, menggunakan sampel probalility sample dengan teknik
random sampling dengan tujuan untuk memastikan setiap mahasiswa memiliki peluang yang
sama untuk dipilih menjadi bagian dari sampel. Hasil analisis data yang lebih representatif
dihasilkan oleh metode ini, yang mengurangi bias. Pengumpulan data dilakukan melalui
distribusi kuesioner berbasis Google Form kepada Universitas Advent Indonesia untuk kemudian
disebarkan kepada mahasiswa ekonomi tingkat 2, 3 dan 4 Universitas Advent Indonesia.

Definisi Operasional

Definisi operational penelitian ini terdiri dari tiga variabel. Variabel dependen dalam
penelitian ini merupakan kesadaran pajak yang terdiri dari indikator memahami peraturan
perundang-undangan perpajakan, memahami bagaimana pajak bekerja untuk membiayai
pemerintah dan adanya kemauan diri sendiri untuk membayar pajak (Boediono, 1992). Skala
yang digunakan merupakan skala Likert mulai dari interpretasi nilai 1 sangat tidak setuju hingga
5 sangat setuju. Variabel independen dari penelitian ini adalah tax digitalization. Variabel
penerapan tax digitalization berasal dari teori Lucas-Mas, (2021), yang mengatakan indikator
dari variabel ini adalah withholding on digital services, digital permanent establishments dan
digital services tax (DST). Skala yang dipakai adalah skala Likert dimulai dari penafsiran nilai 1
sebagai tingkat ketidaksetujuan yang tinggi hingga nilai 5 yang menandakan tingkat persetujuan
yang tinggi. Variabel literasi digital menggunakan indikator digital Responsibility, digital
Productivity dan digital Information Literacy (Hartley, 2017). Skala yang digunakan adalah skal
Likert dengan nilai 1 melambangkan ketidaksetujuan yang signifikan, sementara nilai 5
menunjukkan tingkat persetujuan yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai