Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap Ny. N dengan diagnosa


keperawatan resiko bunuh diri di ruang Rehabilitasi RSJ Provinsi Jawa Barat yang
dimulai pada tanggal 01 Mei 2017 sampai dengan 04 Mei 2017, penulis
menemukan beberapa kesenjangan serta kesulitan dalam melakukan perawatan
terhadap klien. Beberapa hal tersebut akan dibahas sebagai berikut :
A. Pengkajian
Saat melakukan pengkajian, penulis menggunakan format pengkajian jiwa
yang sudah ditetapkan. Data yang dikumpulkan didapatkan dari hasil
wawancara, observasi dan analisa dari data rekam medik klien. Data dukungan
yang berasal dari keluarga tidak didapatkan, karena keluarga belum
mengunjungi klien selama klien di rawat di RSJ Provinsi Jawa Barat.
B. Diagnosa Keperawatan
Terdapat tujuh diagnosa keperawatan tunggal pada kasus jiwa, yaitu 1)
gangguan sensori persepsi : halusinasi, 2) risiko perilaku kekerasan, 3) isolasi
soial : menarik diri, 4) gangguan konsep diri : HDR, 5) defisit perawatan diri,
6) risiko bunuh diri, dan 7) gangguan proses fikir : waham. Berdasarkan
temuan masalah yang ditemukan, penulis mendapatkan tiga masalah
keperawatan yang muncul pada klien, yaitu 1) resiko bunuh diri, 2) gangguan
konsep diri : HDR, dan 3) resiko perilaku kekerasan.
C. Intervensi Keperawatan
Dari tiga masalah keperawatan tersebut yang dilakukan intervensi hanya
satu diagnosa utama yaitu resiko bunuh diri, tetapi terdapat beberapa
hambatan saat merawat klien, seperti berikut :
Penulis telah melakukan tindakan keperawatan SP 1 sebanyak satu kali,
yaitu mengidentifkasi benda-benda yang dapat membahayakan dan cara
mengendalikan dorongan bunuh diri. Penulis menemukan kesulitan dalam
melakukan SP 1, karena klien tetap memiliki isi fikir yang kuat untuk usaha
bunuh diri dengan membenturkan kepala ke tembok. Selanjutnya penulis
mencoba mendorong klien pada kegiatan positif, seperti merias wajah. Klien
dapat melakukan hal tersebut dan dimasukkan ke dalam jadwal harian, tetapi
saat di lakukan evaluasi mengenai isi fikir untuk bunuh diri, klien masih
mengatakan ada dorongan dan keinginan dari diri untuk bunuh diri dengan
membenturkan kepala.
Selanjutnya penulis melakukan tindakan keperawatan SP 2, tetapi penulis
mendapatkan kesulitan untuk menanamkan hal positif yang dimiliki oleh diri
klien. Penulis melakukan cara dengan menyampaikan bahwa perawat juga
menyayangi dan menghargai klien, tetapi evaluasi yang didapatkan adalah
klien memiliki isi fikir yang kuat bahwa dirinya tidak berharga dan tidak ada
yang menyayangi dirinya.
Hal ini berkaitan dengan diagnosa medis klien, yaitu skizofrenia
hebefrenik yang menyebutkan bahwa pada skizofrenia hebefrenik, klien
memiliki perasaan ada yang mengendalikan serta kekuatan pada diri atau dari
luar untuk melakukan hal-hal yang dapat berisiko terhadap diri nya sendiri.
Penulis mengevaluasi kegiatan
D. Implementasi dan Evaluasi
Implementasi dan evaluasi dilakukan setiap hari hingga akhir kegiatan
menggunakan SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, dan Perencanaan) .
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. (Captain, 2008).
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
(Captain, 2008).
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup
aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari
hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak
langsung termasuk tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat
mengarah kepada kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang
potensial terjadi pada kematian akibat perilakunya dan biasanya menyangkal
apabila dikonfrontasi. (Stuart & Sundeen, 2006).
Pada klien Ny. N terdapat masalah keperawatan resiko bunuh diri, dimana
klien selalu terpikirkan untuk mengakhiri hidupnya, klien merasa putus
asa,tidak berguna. Klien menyadari bahwa bunuh diri itu sangatlah dibenci
oleh Alloh SWT.
Pada bab ini akan dibahas kesimpulan pada asuhan keperawatan Ny. N
dengan diagnosa keperawatan resiko bunuh diri, sebagai berikut :
1. Pengkajian pada klien Ny. N ditemukan kondsi klien mengatakan
“kemarin tuh hari kamis, aku niatnya kontrol kesini diantar adik ipar aku,
sama ibu aku juga. Tiba-tiba aku kesel, pingin kabur. Aku marah-marah,
berontak sama bentur-benturin kepala ke tembok, aku pernah loncat ke
sumur yang dalamnya 7 meter, bukan karena ada bisikan tapi ada
dorongan aja dari keinginan diri aku sendiri, gak apa-apalah aku nyakitin
diri sendiri juga soalnya udah gak ada yang sayang sama aku. Aku ada
keinginan buat ngebenturin kepala biar plong gitu, aku tau akibatnya nanti
aku bisa geger otak, tapi tidak apa-apa namanya juga keinginan sendiri,
dari diri sendiri.”
2. Masalah keperawatan yang muncul adalah yaitu resiko bunuh diri,
gangguan konsep diri : harga diri rendah dan risiko perilaku kekerasan.
3. Diagnosa keperawatan yang diangkat berdasarkan prioritas adalah : Resiko
bunuh diri
4. Penyusunan rencana keperawatan melibatkan klien dengan menggunakan
strategi pelaksanaan (SP)
5. Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi.
6. Evaluasi yang dilakukan tercpai jika klien dapat melakukan dan
mengevaluasi dengan benar implementasi yang telah dilakukan oleh
perawat.

B. SARAN

a. Bidang Keperawatan

Adanya pelatihan atau mencari ilmu baru tentang cara pengkajian asuhan
keperawatan pada pasien dengan resiko bunuh diri bagi perawat dan
adanya sosialisasi untuk penyeragaman pendokumentasian asuhan
keperawatan.

a. Bagi Kepala Ruangan


Diadakannya monitoring evaluasi atau supervisi keperawatan yang
dilakukan oleh kepala ruangan atau ketua tim terhadap perawat
pelaksananya.
b. Perawat
1. Agar lebih meningkatkan lagi keterampilan dalam melakukan
pengkajian, menentukan intervensi dan melakukan implementasi dan
evaluasi khususnya pada pasien dengan resikobunuh diri
2. Perawat melakukan edukasi secara rutin terhadap keluarga dan
berdiskusi mengenai jadwal dengan keluarga khususnya untuk
memberikan informasi bagaimana cara merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa serta sistem pengobatan lanjutan.
3. Lakukan dokumentasi pada lembar catatan perkembangan pasien
terintegrasi jika sudah melakukan edukasi pada keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi


8, Jakarta: EGC.
Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fitria Nita. Dkk. 2013. Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial.
Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan
Jiwa (Terjemahan).Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2006. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CNHM (basic
course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (basic
course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Kusumawati, F. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan
dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta,
2001.
Wilkinson A. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran :
EGC
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012.
Pusat Data dan Analisa Pembangunan Jawa Barat 2014.
www.pusdalisbang.jabar.go.id/pusdalisbang/infojabar/-51.html.

Riset Kesehatan Dasar. 2013

Yulianti, Yuyun. 2014. Cetak Biru Pelayanan Pasien di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jawa Barat Tahun 2014. Jurnal ARSI/Januari 2015.

Yosep, Iyus. 2014. Buku Ajar Keperwatan Jiwa. Bandung : Reflika Aditama

Anda mungkin juga menyukai