Anda di halaman 1dari 14

PEMECAHAN MASALAH, INTELIGENSI DAN KECERDASAN BUATAN

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kognitif

Dosen Pengampu: Flora Liharni Purba, S.Psi., M.Psi.

Disusun Oleh:

Chikita Maharani 233310010231

Dea Anggi Artha Purba 233310010223

Evelyn Trivena 233310010138

Gletia Ayu L. Simorangkir 233310010200

Manuel Riandi Pardosi 233310010212

Rafa Mufidah Aprilla 233310010239

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

2024
DAFTAR ISI
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
I. LATAR BELAKANG MASALAH..........................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................3
I. PEMECAHAN MASALAH......................................................................................................3
II. INTELIGENSI.......................................................................................................................5
III. KECERDASAN BUATAN....................................................................................................8
BAB III.....................................................................................................................................................11
PENUTUP............................................................................................................................................11
Kesimpulan......................................................................................................................................11
Daftar pustaka.................................................................................................................................12

i
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Pemahaman psikologi kognitif, pemecahan masalah, dan perkembangan kecerdasan
buatan telah menjadi fokus penelitian yang semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
Keterkaitan antara faktor-faktor ini memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana
pikiran manusia berfungsi, bagaimana manusia mengatasi masalah, dan bagaimana teknologi
dapat mencerminkan aspek-aspek manusia. Psikologi kognitif merupakan cabang ilmu psikologi
yang memfokuskan diri pada pemahaman proses mental, termasuk bagaimana manusia
memproses informasi, mengingat, belajar, dan mengambil keputusan. Studi ini memberikan
dasar bagi pemahaman tentang cara kerja pikiran manusia dan faktor-faktor kognitif yang terlibat
dalam pemecahan masalah.

Kemampuan untuk memecahkan masalah adalah aspek kunci dari fungsi kognitif manusia. Studi
tentang pemecahan masalah melibatkan analisis strategi kognitif, pengambilan keputusan, dan
peran memori dalam menangani tantangan. Pemahaman ini dapat memberikan pandangan lebih
dalam tentang bagaimana individu menghadapi masalah sehari-hari dan mencapai solusi yang
efektif. Inteligensi adalah kapasitas mental untuk belajar, merencanakan, memahami, berpikir
abstrak, memahami ide, menyesuaikan diri dengan perubahan, dan memecahkan masalah.
Pengkajian terhadap inteligensi membantu kita memahami variasi kecerdasan di antara individu,
mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kecerdasan, dan bagaimana kecerdasan dapat
diukur.

Perkembangan kecerdasan buatan (AI) merupakan titik fokus yang semakin mendalam.
Teknologi ini mencoba mereplikasi kemampuan kognitif manusia dengan memanfaatkan
algoritma dan komputer. Pemahaman tentang psikologi kognitif dapat memberikan inspirasi bagi
pengembangan AI yang lebih canggih, dan pada saat yang sama, AI menyediakan platform untuk
menguji dan memahami teori-teori psikologi kognitif. Menguak keterkaitan antara psikologi
kognitif, pemecahan masalah, dan kecerdasan buatan membuka pintu untuk pengembangan
teknologi yang lebih manusiawi dan pemahaman yang lebih dalam tentang potensi manusia.

1
Sejauh mana kecerdasan buatan dapat mereplikasi kemampuan kognitif manusia dan mengatasi
tantangan seperti pemecahan masalah adalah pertanyaan yang mendalam dan relevan.

Psikologi kognitif pada dasarnya adalah ilmu mengenai pemrosesan informasi yang
dimaksudkan bahwa psikologi kognitif berkutat dengan cara untuk memperoleh dan memproses
informasi mengenai dunia, cara informasi tersebut disimpan dan diproses oleh otak, cara untuk
menyelesaikan masalah, berpikir dan menyusun bahasa, dan bagaimana proses-proses ini
ditampilkan dalam perilaku yang dapat diamati. Psikologi kognitif mencakup keseluruhan proses
psikologis dari sensasi ke persepsi pengenalan pola, atensi, kesadaran, belajar, memori, formasi
konsep, berpikir, imajinasi, bahasa, kecerdasan, dan bagaimana keseluruhan hal tersebut berubah
sepanjang hidup dan bersilangan dengan berbagai bidang perilaku yang beragam. Dan yang akan
penulis bahas kali ini, adalah tentang pemecahan masalah kreativitas, dan inteligensi manusia,
serta kecerdasan buatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
I. PEMECAHAN MASALAH
Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk
menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Banyak masalah
yang bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia pun akan membuat suatu cara
untuk menanggapi, memilih, menguji respons yang bisa dilakukan untuk dapat memecahkan
suatu masalah. Pemecahan masalah selalu melingkupi setiap sudut aktivitas manusia, baik dalam
bidang ilmu pengetahuan, hukum, pendidikan bisnis, olahraga, kesehatan, industri, literatur, dan
sebagainya. Dan jika tidak ada aktivitas pemecahan masalah yang dirasa cukup dalam kehidupan
profesional dan vokasional hidup, bisa dilakukan berbagai macam penyegaran

a) Psikologi Gestalt dan Pemecahan Masalah


Meskipun psikologi Gestalt terkenal berkat teorinya mengenai organisasi proposal,
Gestalt juga terkenal akan pemahaman (“insight”) dalam memecahkan masalah. Perspektif
dalam psikologi gestalt konsisten dengan memandang perilaku sebagai sistem yang teroganisir.
Psikologi Gestalt awal seperti (Max Wertheimer, Kurt Koffka, Wolfgang Kohler)
mendemonstrasikan sudut pandang persepsi reorganisasi dalam aktivitas pemecahan masalah.
Dari sudut pandang tersebut, kemudian muncul konsep “functional fixedness” yang
dikemukakan oleh Karl Duncker (1945). Konsep ini mempunyai pengaruh dalam penelitian
pemecahan masalah, yaitu adanya kecenderungan untuk mempersepsikan suatu barang sesuai
dengan fungsi pada umumnya, maka kecenderungan tersebut dapat mempersulit ketika manusia
diminta untuk menggunakan barang tersebut untuk hal-hal yang kurang lazim.

Pemecahan suatu masalah mempunyai beberapa tahapan tertentu. Pada umumnya diawali
dengan memulai dari apa yang menjadi harapan. Kemudian membuat hipotesis dari solusi-solusi
yang mungkin muncul, menguji hipotesis, kemudian melakukan konfirmasi. Apabila hipotesis
tersebut tidak dapat dikonfirmasi, maka akan muncul hipotesis yang baru. Proses selanjutnya
akan menjadi trial dan error sebuah hipotesis yang baru yang menggantikan hipotesis yang tidak
berhasil.

3
b) Representasi Masalah
Pekerjaan para psikolog Gestalt berfokus pada sifat dari suatu tugas dan pengaruhnya
pada kemampuan seseorang untuk memecahkannya. Informasi yang dipresentasikan dalam
pemecahan masalah sebenarnya mempunyai pola yang berurutan. Mungkin jika berpikir tentang
bagaimana cara memecahkan masalah dalam kehidupan sendiri, maka nantinya akan
menemukan langkah-langkah yang serupa dengan yang telah dipaparkan. Semua tahapan di atas
sangat penting, representasi dari suatu masalah adalah hal yang paling penting, khususnya
bagaimana informasi disajikan dalam istilah-istilah visual imajinatif. Pada umumnya, solusi
untuk suatu permasalahan muncul dalam suatu momen brilian, sebuah titik dimana semua jalan
terbuk dan semua bagian dari puzzle (teka teki) menjadi masuk akal. Bagaimanapun juga,
pemecahan masalah dicapai melalui pengeksplorasian komponen-komponen kecil dari sebuah
teka-teki titik sebuah metode di mana solusi untuk komponen-komponen kecil dari sebuah
masalah besar dianggap sebagai solusi akhir, disebut juga dengan "means-end analysis". Pada
akhir masalah, yang perlu dilakukan adalah menyusun dan membuat kesimpulan, maka manusia
akan mampu untuk memecahkan setiap permasalahan tanpa melibatkan bantuan dari pihak lain.

c) Representasi Internal dan Pemecahan Masalah


Para psikolog kognitif berfokus pada pendefinisian proses kognitif yang termasuk dalam
representasi internal. Baru-baru ini ada penelitian yang mampu mendefinisikan struktur kognitif
secara sistematis yang dihubungkan dengan aktivitas pemecahan masalah. Sebuah model yang
dapat menggambarkan adanya hubungan antara stuktur memori dan jaringan semantik selama
proses pemecahan masalah.

 Model Representasi Internal: Eisenstadt dan Kareev

Eisenstadt dan Kareev (1975) menciptakan suatu model jaringan dengan mempelajari
aspek-aspek pemecahan masalah manusia yang ditunjukkan oleh orang-orang yang memainkan
permainan papan. Mereka memusatkan perhatian mereka pada jenis representasi internal posisi
papan yang dibuat pemain dan pada representasi pengetahuan. Representasi internal pada tugas
penyelesaian masalah (begitu juga dengan bagian yang lain) sangat subyektif, transkripsi mental
terhadap konfigurasi pada dunia nyata tidak begitu saja sesuai dengan representasi internal
seseorang.

4
Analisis lebih jauh dari permainan mengindikasikan bahwa partisipan bermain dengan
cepat, yang menandakan bahwa perencanaan, atau antisipasi berbagi konfigurasi yang mungkin
muncul, diabaikan. Sebagai tambahan, partisipan tampak mengamati papan dengan
menggunakan cara "pencarian secara aktif terhadap pola yang spesifik, serta pencarian yang
tampaknya didorong oleh penemuan secara tak sengaja terhadap konfigurasi serta keping-keping
baru." sehingga, mengenai pengenalan masalah bisa dikatakan bahwa representasi internal
dibentuk oleh pencarian aktif. Operasi ini sering disebut proses atas ke bawah (top-down) yang
berarti analisis dimulai dengan usaha yang dibuat untuk memverifikasi dengan cara mencari
rangsangan diikuti oleh hipotesis. Ada kemungkinan prosedur bawah ke atas (bottom-up), di
mana rangsangan diperiksa dan dicocokkan dengan komponen struktural.

Memecahkan masalah tergantung pada representasi subyektif yang disimpan dalam


ingatan, serta pembentukan representasi internal merupakan sebuah proses yang aktif. Analisis
Eisenstadt dan Kareev terhadap permainan papan, telah memunculkan teori yang tampaknya
merupakan mekanisme pusat dari pemecahan masalah domain psikologi kognitif modern.
Meskipun demikian tetap masih ada banyak pertanyaan khususnya mengenai spesifikasi proses
dan struktur internal

II. INTELIGENSI
a) Permasalahan Definisi
Sehubungan dengan luasnya penggunaan kata “inteligensi”, maka para psikolog tidak
setuju pada satu definisi saja. Tetapi bagaimanapun juga inti topic ini adalah bentuk kognisi yang
lebih tinggi (higher-order form of cognition) yang meliputi pembentukan konsep, penalaran,
pemecahan masalah, kreativitas, serta memori dan persepsi yang berhubungan dengan inteligensi
manusia. Inteligensi manusia adalah kemampuan untuk memperoleh, memanggil kembali
(recall), dan menggunakan pengetahuan untuk memahami konsep-konsep abstrak maupun
konkret dan hubungan antara objek dan ide serta menerapkan pengetahuan secara tepat.

Pembahasan terbaru mengenai inteligensi tiruan (artificial intelligence) menimbulkan


pertanyaan bagi psikolog mengenai keunikan manusia seperti apakah yang berkaitan dengan
inteligensi manusia dan kemampuan seperti apakah yang diperlukan computer untuk bertindak
seperti inteligensi manusia. Nickerson, Perkins, dan Smith (1985) yakin pada beberapa
kemampuan yang mereka percayai mempresentasikan inteligensi manusia.

5
1. Kemampuan untuk mengklasifikasikan pola.
2. Kemampuan untuk memodifikasi perilaku secara adaptif.
3. Kemampuan berpikir secara deduktif.
4. Kemampuan berpikir secara induktif.
5. Kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan model.
6. Kemampuan untuk memahami atau mengerti.

b) Teori Kognitif Inteligensi


Jika pemrosesan informasi mengikuti suatu tahapan terntu, dimana setiap tahap
menunjukkan suatu operasi yang unik, maka inteligensi manusia dianggap sebagai salah satu
komponen dari akal (inteligensi) manusia yang berinteraksi dengan pemrosesan informasi.
Intinya adalah bagaimana inteligensi dikonsep oleh psikologi kognitif yang menganut teori
pemrosesan informasi dari kognisi.
1. Kecepatan Pemrosesan Informasi
Salah satu contoh jenis penelitian inteligensi yang dilakukan oleh psikolog kognitif, dapat kita
lihat pada penelitian Hunt (1978), Hunt, Lunneborg, dan Lewis (1975), dan Hunt dan Lansman
(1982). Tes Hunt digunakan untuk mengukur waktu reaksi terhadap tugas mencocokkan huruf
yang dikembangkan oleh Posner, Boies, Eichelman, dan Taylor (1969). Dari perspektif
pemrosesan informasi, kondisi kecocokan secara fisik diperlukan hanya jika subjek mendapatkan
huruf-huruf pada memori jangka pendek dan membuat keputusan. Pada kondisi mencocokkan
nama, selain mengolah dua objek dalam memori jangka pendek, subjek juga harus mendapatkan
kembali nama kedua objek itu yang disimpan dalam memori jangka panjang, membuat
keputusan, kemudian menekan satu tombol waktu reaksi. Hunt mengasumsikan bahwa
kecocokan secara fisik hanya merefleksikan proses struktural yang dihadapkan dengan
pengkodean dan pembandingan dari pola visual, di mana pencocokan nama merefleksikan
efisiensi dari pokok dan informasi pada suatu level di mana representasi fisik dari huruf
berhubungan dengan nama dari huruf-huruf tersebut pada memori jangka panjangnya. Secara
umum, kecepatan orang dalam memperoleh kembali informasi dari memori jangka panjangnya
dihipotesiskan menjadi ukuran kemampuan verbalnya. Pada studi yang lain, Hunt (1978)
memodifikasi penelitian dari Brown-Peterson untuk mempelajari perbedaan antara kemampuan
verbal yang tinggi dan kemampuan verbal yang rendah.

6
Studi yang dilakukan oleh Hunt dan yang lainnya menjadi menjadi signifikan karena adanya dua
alasan. Pertama, mereka menunjukkan bahwa paradigma pemrosesan informasi memberikan
banyak prsedur yang berguna untuk studi dari inteligensi manusia. Kedua, memori jangka
pendek berhubungan dengan komponen verbal dari inteligensi, tidak semata-mata karena jumlah
yang diingat dalam memori jangka pendek berhubungan dengan inteligensi, tapi karena proses
kognitif yang sederhana dan operasi, seperti bergantung pada memori jangka panjang dan
memori jangka pendek bersifat sensitif terhadap perbedaan intelektual masing-masing individu.
2. Pengetahuan Umum
Semenjak adanya pengembangan tes inteligensi, pengetahuan umum kemudian
dipertimbangkan sebagai bagian integral dari inteligensi manusia. Pemahaman mengenai
informasi-informasi yang ada dalam kehidupan kita merupakan bagian dari tes standar. Kajian
mengenai pengetahuan umum baik secara teoritis atau pragmatis, menyatakan bahwa
pengetahuan umum dianggap mempunyai hubungan dengan inteligensi.
Pengujian terhadap informasi umum dapat memberikan data-data penting mengenai pengetahuan
umum dan kemampuan seseorang untuk menarik informasi kembali. Hal tersebut dapat
memberikan arahan yang berguna bagi sejarah intelektual serta dapat digunakan untuk
memprediksikan hasil di masa depan. Organisasi semantik menjadi topik yang menjadi perhatian
khusus bagi orang-orang yang tertarik pada inteligensi. Kemampuan untuk menyimpan informasi
semantik dalam skema terorganisir dan untuk mengakses informasi secara efisien adalah
karakteristik dari salah satu tipe inteligensi.

c) Dukungan Neurosains Kognitif


Saat para psikolog dari berbagai orientasi, dimulai dari Binet kemudian Spearman,
Thurstone, Guilford, Cattel, Wechsler, Hunt dan Stenberg telah menemukan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tentang inteligensi, para neurolog juga telah mengembangkan minat
mereka terhadap permasalahn tersebut namun jawaban yang mereka temukan terletak pada otak.
Secara tradisional, pendekatan neurobiologis telah didasari oleh penelitian medis dan praktiknya
secara berkala, perhatian tersebut berfokus pada proses retardasi mental dan proses
perkembangan inteligensi secara biologis. Keadaan tersebut kemudian berubah dengan adanya
penemuan-penemuan teknologi yang membuat seorang peneliti dapat melakukan pemeriksaan
otak dengan jelas.

7
Potensi memahami lokasi dari jenis-jenis inteligensi yang berbedan dan bagaimana
proses dalam otak melakukan tugas-tugas intelektual (seperti saat melakukan tes inteligensi)
merupakan kemajuan yang signifikan dan mampu mengarahkan kita kea rah yang baru yang
memperhatikan konsep dasar inteligensi. Tempat yang paling logis untuk melihat otak dan
inteligensi adalah pada tingkatan umum. Dalam suatu eksperimen yang dilakukan di University
of California, Irvine oleh Richard Haier dkk, telah menangani hal tersebut dengan melihat
kebutuhan-kebutuhan metabolism berkaitan lokasi-lokasi di otak, untuk kelompok-kelompok
yang berbeda-beda.
Dalam suatu eksperimen subjek dengan skor tinggi dalam kemampuan abstrak, tugas-
tugas penalaran non verbal menunjukkan penurunan aktivitas energi dalam bagian-bagian otak di
mana sebaliknya bagi subjek yang lain dalam tugas-tugas ini. Penemuan ini mengawali
penemuan yang menyatakan bahwa otak merupakan suatu organ yang berfungsi secara tepat
sehingga otak yang inteligen dan terlatih akan menggunakan glukosa dalam jumlah yang lebih
sedikit jika dibandingkan dengan kontrol pembanding. GMR (glucose metabolic rate) otak pada
orang-orang yang memiliki skor tinggi dalam teks abstrak lebih sedikit atau lebih kecil
dibandingkan guru kontrol, hal ini menunjukkan bahwa jenis inteligensi ini merupakan jenis
inteligensi yang efisien dalam pemecahan masalah. Selain mengindikasikan bahwa otak yang
pintar adalah otak yang efisien berdasarkan penelitian mengenai ukuran otak, Haier dkk (1995)
juga melakukan penelitian mengenai GMR pada individu yang mengalami retardasi mental dan
down syndrome dengan menggunakan scan PET dan data dari Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Penelitian-penelitian mengenai inteligensi baru saja dimulai. Begitu pula studi mengenai
persepsi, belajar, memori, pemecahan masalah, dan masalah-masalah lain yang dihadapi para
psikolog abad dua puluh. Banyak solusi masalah-masalah tersebut yang akan ditemukan pada
abad dua puluh satu

III. KECERDASAN BUATAN


Fiksi ilmiah cenderung menjadi fakta ilmiah. Seperti Hal, sebuah pesawat luar angkasa
yang dioperasikan komputer yang mampu membuat keputusan etis dan inteligensi dalam kisah
Arthur Clarke 2001: A Space Odyssey, telah menimbulkan diskusi serius dalam laboratorium AI
modern. Bukan berarti komputer akan berevolusi persis seperti gambaran Clarke, seperti halnya
sistem pendorong dikembangkan seperti bayangan Jules Verne tiga per empat abad sebelum
roket diluncurkan ke bulan.

8
Bagaimanapun juga para ilmuwan komputer mengembangkan sistem yang sangat mirip
dengan kognisi manusia, sehingga sepertinya sangat mungkin bahwa sebuah robot seperti Hal
akan muncul di sekitar kita sebelum kita meluncur meninggalkan bumi. Kecerdasan buatan (AI),
diartikan secara luas sebagai cabang dari ilmu komputer yang berhubungan dengan
pengembangan komputer dan program-program komputer yang mampu meniru fungsi kognisi
manusia.

Sebagai contoh, bisa melihat dan mengenali wajah teman, memecahkan proses
matematika, membentuk puisi yang menyentuh dalam pentameter iambic, secara mental
mengkalkulasi rute-rute langsung dari rumah ke ke kampus, menentukan perlu atau tidaknya
mengundang ayah mempelai pria dia pesta lajang mempelai wanita, dan membedakan susu yang
basi dengan vang masih baru. Kita melakukan hal-hal seperti itu setiap hari tanpa usaha

Kita adalah manusia – dan itu adalah masalah bagi komputer, sebagai si mesin sempurna
yang tidak pernah membuat kesalahan, jadi tidak diakui adanya istilah “computer errors”. Jika
komputer bisa menangkap pikiran manusia dan tindakannya secara tepat, dia akan bisa
melakukan hal-hal yang tersebut di atas sama baiknya dengan manusia, tetapi juga bisa
melakukan kesalahan yang sama seperti yang mungkin dilakukan manusia. Sangat penting untuk
bisa mengenali perbedaan yang timbul di antara mereka yang ingin menciptakan program yang
bisa menjalankan perintah manusia dengan baik, seperti program yang selama ini kita gunakan,
yang memunculkan garis-garis merah seperti cacing pada kata-kata yang salah ketik, serta
mereka yang menyatakan telah mengkloning pikiran manusia.

Komputer beserta program-programnya yang menakjubkan telah menjadi bagian yang


tidak terpisahkan dalam hidup kita yang membuat kita tidak mampu membayangkan hidup
tanpanya, meski tetap saja, mereka tidak cukup pintar untuk keramas menggunakan pasta gigi.
Untuk menjalankan hal itu, mereka harus meniru secara persis pikiran dan tindakan manusia,
demi menampilkan secara nyata kognisi manusia secara tidak mungkin dibedakan, yang
kenyataannya, seperti akan kita lihat nanti, adalah patokan dalam evaluasi kepandaian buatan.

Ketika kita mendiskusikan tentang AI, biasanya berkaitan erat dengan psikologi kognitif
dan ilmu neurologi. Ide-ide dari bidang yang satu, misalnya ilmu neurologi, bisa digabungkan
dengan bidang lainnya, misalnya AI, dan mungkin juga nantinya ide-ide lain yang muncul dari

9
psikologi kognitif dapat diterapkan dalam kedua bidang lain tersebut. Ketiganya-AI, psikologi
kognitif, dan ilmu neurologi-telah membentuk dasar dari ilmu kognitif. AI dan psikologi kognitif
memiliki semacam hubungan simbiosis, masing-masing bagian mendapat keuntungan dari
peningkatan bagian lainnya. Peningkatan pada cara-cara untuk meniru secara persis persepsi
manusia, ingatan, bahasa, dan pikiran, tergantung pada pengertian bahwa proses ini dicapai oleh
manusia. Perkembangan AI meningkatkan pentingnya memahami kognisi manusia. Meskipun
pengembangan AI didedikasikan untuk mengembangkan mesin yang bertindak seakan mereka
pandai, kebanyakan dirancang tanpa bertujuan untuk meniru proses kognitif manusia.

10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Melalui eksplorasi dalam makalah ini, kita telah mengupas lapisan-lapisan kompleksitas
yang menghubungkan psikologi kognitif, pemecahan masalah, dan kecerdasan buatan.
Keterkaitan antara pemahaman pikiran manusia, kemampuan untuk mengatasi tantangan, dan
perkembangan teknologi kecerdasan buatan menjadi landasan yang menarik dan menjanjikan.
Dalam menjelajahi aspek psikologi kognitif, kita melihat bahwa pemecahan masalah adalah inti
dari keterampilan kognitif manusia. Proses mental seperti pengambilan keputusan, memori, dan
abstraksi berperan penting dalam menyelesaikan masalah. Terlebih lagi, penelitian dalam
kecerdasan buatan terinspirasi oleh mekanisme ini, menciptakan titik temu yang harmonis antara
pemahaman manusia dan teknologi.

Kesimpulan utama adalah bahwa kecerdasan, baik itu manusia atau buatan, memainkan
peran sentral dalam pemecahan masalah yang efektif. Kemampuan untuk belajar dari
pengalaman, beradaptasi dengan lingkungan, dan menggunakan informasi secara efisien menjadi
fondasi yang mendasari baik kecerdasan manusia maupun buatan. Perkembangan kecerdasan
buatan menawarkan peluang luar biasa untuk transformasi. Teknologi ini tidak hanya
mencerminkan kemajuan dalam pemecahan masalah, tetapi juga memberikan wawasan baru
terkait dengan batasan dan potensi manusia. Penerapan algoritma dan komputasi dalam
kecerdasan buatan membuka pintu bagi pengembangan solusi yang lebih cepat dan efisien.

Sementara kita mengejar kemajuan dalam teknologi kecerdasan buatan, kita juga
dihadapkan pada tantangan besar dan pertanyaan etis. Pertimbangan tentang keamanan, privasi,
dan dampak sosial dari kecerdasan buatan memerlukan refleksi mendalam dan kebijaksanaan
dalam penerapannya. Terakhir, kita memandang ke masa depan yang menjanjikan. Dengan
pemahaman yang lebih baik tentang psikologi kognitif dan potensi kecerdasan buatan, kita dapat
membentuk dunia yang lebih cerdas dan manusiawi. Adalah tugas kita untuk memanfaatkan
teknologi ini dengan bijak dan bertanggung jawab, membawa dampak positif dalam kehidupan
sehari-hari dan perkembangan manusia.

11
Daftar pustaka
Abhishek, R., & Pratik, R. (2013). The relationship between artificial intelligence and
psychologycal theories. International Journal on Computing and Information Technology,
1(1), 57-60.

Ahmad, A. S., & Sumari, A. D. W. (2018). Cognitive Artificial Intelligence: Concept and
Applications for Humankind.

Duncker, K., & Lees, L. S. (1945). On problem-solving. Psychological monographs, 58(5), i.


Guilford, J. P. (1967). The nature of human intelligence.

Hayes, J. R. (1978). Cognitive psychology: Thinking and creating (p. 41). Homewood, IL:
Dorsey Press.

Boston, MA. Hunt, E. (1978). Mechanics of verbal ability. Psychological Review, 85(2), 109.
Hunt, E.,

Lunneborg, C., & Lewis, J. (1975). What does it mean to be high verbal? Cognitive psychology.

Luxton, D. D. (2013). Artificial Intelligence in Psychological Practice: Currentand Future


Applications and Implications. Professional Psychology: Research and Practice.

Pinker, S. (1997). Words and rules in the human brain. Nature, 387(6633), 547-548.

Simon, H. A., & Hayes, J. R. (1976). The understanding process: Problem isomorphs. Cognitive
psychology, 8(2), 165-190.

Solso, R. L., Maclin, O. H., & Maclin, M. K. (2008). Cognitive Psychology. Pearson Education,
Inc.

12

Anda mungkin juga menyukai