Anda di halaman 1dari 48

TUGAS SEMESTER PENDEK

PSIKOLOGI KOGNITIF

Disusun Oleh :

Merzi Tamara Oktaviani (22181004P)

-------

Dosen Pengampu

Rina Oktaviana S.psi., MM

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS SOSIAL HUMANIORA
UNIVERSITAS BINA DARMA
PALEMBANG
2023
MATERI 1
KONSEP DASAR PSIKOLOGI KOGNITIF

A. Psikologi Kognitif

Adalah kajian studi ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran.


Proses ini meliputi bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan
ditransfermasikan sebagai pengetahuan. Pengetahuan itu dimunculkan
kembali sebagai petunjuk dalam sikap dan perilaku manusia. Oleh karena itu,
psikologi kognitif juga disebut psikologi pemrosesan informasi.

B. Sejarah Psikologi Kognitif

Perkembangan dari psikologi kognitif erat hubunganya dengan


perkembangan tokoh-tokoh yang ada dam membesarkan nama psikologi
kognitif sehingga pada saat ini dikenal sebagai salah satu cabang dari ilmu
psikologi, dan berikut merupakan perkembangan sejaran dari psikologi
kognitif berdasarkan para ahli yang terlibat dan menyumbangkan sebagian
hidupnya untuk perkembangan ilmu metode psikologi kognitif.

1. Aristoteles dan Plato


Sejarah psikologi kognitif berawal dari kolaborasi guru dan murid yaitu
Aristotle dan Plato. Pada kala itu Plato dan muridnya Aristotle
memperdebatkan mengenai cara manusia dalam memahami dan mengerti
pengetahuan, dunia, seerta alam, Plato memiliki pendapata bahwa manusia
mendapatkan pengetahuan melalui cara penaklukan secara logis yang
kemudian disebut sebagai aliran rasionlisme.

2. Wilhelm Wundt
Pada abad 19 dan 20, Wilhelm Wundt (1832-1920) seorang ahli psikologi
dari tanah Jerman memberikan mendapat bagaimana cara mempelajari
pengalaman sensori melalui cara instropeksi. Untuk memahami proses
perpindahan maklumat atau cara berfikir, maka maklumat tersebut harus
dibagi dalam beberapa struktur berfikir yang lingkupnya jauh lebih kecil, aliran
strukturisme Wundt menumpukan pada proses berfikir akan tetapi, aliran
fungsionalisme memiliki pendapat bahwa sangat penting untuk manusia untuk
tahu apa dan mengapa mereka melakukan sesuatu.

3. Edward Lee Thorndike


Pada Tahun 1874 sampai 1949, nama Edward lee Thorndike muncul,
yang kemudian muncul sebuah aliran yang dinamai aliran asosiasi, aliran ini
adalah aliran yang mulai menggunakan stimulus dan diikuti dengan aliran
behaviorisme yang menggabungkan antara stimulus dan respon pada proses
belajar. Berdasarkan pendekatan behaviorisme radikal yang dicetuskan oleh
ilmuan B.F. Skinner pada tahun 1904 sampai 1990 menyatakan bahwa
semua tingkah laku yang dilakukan oleh manusia untuk belajar, perolehan
bahasa bahkan penyelesaian masalah dapat dijelakan dengan penguatan
antara stimulus dan respon melalui hadiah dan hukuman.

Penjelasan mengenai pendekatan behaviorisme yang kurang dapat


menjawab alasan-alasan perilaku manusia yang memiliki perbedaan, seperti
misalnya ketika melakukan perencanaan pilihan dan sebagainya. dari hal ini
kemudian psikologi kognitif muncul sebagai sebuah oase pengetahuan baru
yang kemudian dikemukaan oleh Edward Tolman yang mempercayai bahwa
semua tingkah laku yang dilakukan oleh manusia adalah memiliki suatu
tujuan, yang membuktikan bahwa tingkah laku melibatkan proses kognisi.
Yang akhirnya membawa nama Tolman sebagai Bapak psikologi kognitif
modern.

C. Kognitif dalam Prespektif Psikologi

Psikologi kognitif disebut sebagai perpaduan antara ilmu psikologi I


Gestalt dan psikologi berhavioristik, akan tetapi para ahli mendapati bahwa
psikologi kognitif berbeda dengan ilmu psikologi yang disebutkan diatas.
Psikologi kognitif dianggap memiliki perbedaan aliran baik dengan psikologi I
Gestalt dan psikologi behavioristik. Psikologi kognitif berdiri sendiri yang
merupakan cabang ilmu yang didalamnya mempelajari mengenai proses
mental, tentang bagaimana seorang manusia berfikir, merasakan, mengingat,
dan belajar mengenai bagaimana menjalankan fungsi utama dari otak atau
yang biasa disebut dengan istilah berfikir.

Dalam kondisi ini otak merupakan sistem fisik dalam bekerja pada
batas hukum alam dan kekuatan sebab akibat, otak dapat menampung
ingatan secara tak terhingga dan apapun yang masuk dalam sistem
memorinya secara simultan. Otak akan membentuk sebuah kategori yang
sangat konseptual dari hasil kemampuan membedakan pengindraan dan
menghasilkan kemampuan yang tidak terbatas.

Ilmuan psikologi Sudarwan dan Khairil pada tahun 2010 menyatakan


pendapatnya, bahwa psikologi kognitif akan berusaha untuk menggambarkan
cara kerja pikiran dan membuat dunia lebih baik dari yang seharusnya. Dalam
penjelasanya mengenai teori kognitif, dapat disimpulkan bahwa belajar dan
pembelajaran mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa
meremehkan faktor lingkungan dalam berintekrasi yang kelak akan berjalan
terus menerus tanpa berhenti selama dan sepanjang hayat.
D. Peran Psikologi Kognitif

Di dalam dunia psikologi, mempelajari psikologi kognitif sangat diperlukan,


karena :
 Kognisi adalah proses mental atau pikiran yang berperan penting dan
mendasar bagi studi-studi psikologi manusia.
 Pandangan psikologi kognitif banyak mempengarui bidang-bidang
psikologi yang lain. Misalnya pendekatan kofnitif banyak digunakan di
dalam psikologi konseling, psikologi konsumen dan lain-lain.
 Melalui prinsiprinsip kognisi, seseorang dapat mengelola informasi secara
efisien dan terorganisasikan dengan baik.

E. Faktor-Faktor Pendorong Berkembangnya Psikologi Informasi

Beberapa faktor pendorong berkembangnya psokologi informasi antara


lain :
 Penurunan popularitas psikologi behaviorisme karena psikologi tidak
dapat menerangkan tingkah laku manusia secara komplek
 Perkembangan konsep tentang kemampuan berbahasa yang dimiliki
manusia.
 Munculnya teori perkembangan kognitif dari Jean Piaget (ahli psikologi
dari Swiss). Piaget mengemukakan beberapa hukum-hukum tentang
kognitif, yaitu :

1. Setiap orang punya aspek kognitif, yang terdiri dari aspek-aspek


struktural intelektual.
2. Perkembangan kognitif adalah hasil interaksi dari kematangan
organisme dan pengaruh lingkungan.
3. Proses kognitif itu meliputi aspek persepsi, ingatan, pikiran,
simbol-simbol, penalaran dan pemecahan persoalan.
4. Dalam psikologi kognitif, bahasa menjadi salah atu objek yang
penting, karena merupakan perwujudan sikap kognitif.
5. Sisi-sisi kognitif dipengaruhi oleh lingkungan dan biologis
F. Aspek kognitif

1. Kematangan → Semakin bertambahnya usia, maka semakin bijaksana


seseorang.
2. Pengalaman → hasil interaksi dengan orang lain.
3. Transmisi sosial → hubungan sosial dan komunikasi yang sesuai dengan
lingkungan.
4. Equilibrasi → perpaduan dari pengalaman dan proses transmisi sosial.

Ada 2 sistem yang mengatur kognitif


1. Skema → antar sistem yang terpadu dan tergabung
2. Adaptasi, terdiri dari asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi terjadi pada objek yang meliputi biologis (refleksi, keterbatasan


kemampuan dll) dan kognitif (menggabungkan sesuatu yang sudah
diperoleh)

Akomodasi terjadi pada subjek


Mengandung perkembangan pendekatan pemrosesan informasi,
pendekatan ini bersal dari ilmu komunikasi dan komputer.

G. KONSEP-KONSEP DASAR PSIKOLOGI KOGNITIF BERKAITAN


DENGAN INFORMASI

Ada dua konsep dasar psikologi kognitif, yaitu kognisi dan pendekatan
kognitif.

1. Kognisi
Dalam istilah kognisi, maka psikologi kognitif dipandang sebagai
cabang psikologi yang mempelajari proses-proses mental atau aktivitas
pikiran manusia, misalnya proses-proses persepsi, ingatan, bahasa,
penalaran dan pemecahan masalah.
Contoh-contoh yang berkaitan dengan informasi :

1. Proses-Proses persepsi
Ada seorang karyawan baru yang bekerja di suatu perusahaan yang
tingkat profesionalismenya kurang. Di situ, baik karyawan yang rajin
maupun yang malas mendapat gaji yang sama. Setelah lama beradaptasi
di kantor itu, karyawan beru tersebut memiliki persepsi bahwa dia tidak
perlu bekerja dengan sungguh-sungguh karena tidak akan berpengaruh
pada gajinya.

2. Ingatan
Kemampuan mengingat informasi dari membaca tentunya akan lebih
lama dari hanya sekedar mendengar. Karena dengan membaca, pikiran /
otak kita akan bekerja lebih keras untuk memahami dan menyimpan
informasi tersebut. Sedangkan dengan mendengar, kita hanya
mengandalkan telinga, asalkan kita hafal. Bahkan kadang-kadang tanpa
pemahaman.

3. Bahasa
Informasi akan lebih mudah kita pahami dan kita mengerti, apabila
bahasa yang digunakan sesuai dengan bahasa kita, maka informasi itu
akan lebih maksimal kita gunakan. Karena otak / pikiran kita mampu
mencerna inti informasi tersebut.

4. Penalaran
Seseorang yang memiliki penalaran secara baik akan dapat
memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah tersebut, tidak
hanya dari satu sisi saja. Tapi dapat diperoleh dari bagian lain, karena
suatu masalah biasanya yang hanya memiliki indikasi.

5. Persoalan
Sikap dan perilaku manusia dapat mencerminkan masalah yang
sedang dihadapi. Sikap dan perilaku ini, apabila digabungkan dengan
informasi yang sudah ada, maka dapat menciptakan suatu solusi.

2. Pendekatan Kognisi
Sebagai suatu pendekatan maka psikologi kognitif dapat dipandang
sebagai cara tertentu di dalam mendekati berbagai fenomena psikologi
manusia. Konsep ini menekankan pada peran-peran persepsi, pengetahuan,
ingatan, dan proses-proses berpikir bagi perilaku manusia.

Contoh yang berkaitan dengan informasi

1. Peran-Peran persepsi
Orang yang berpersepsi / berpikir bahwa kegagalan adalah sukses
yang tertunda, dia akan selalu berusaha untuk mencoba lagi, walaupun
dia ridak tahu kapan dia akan berhasil. Karena dipikirannya semakin dia
mencoba, semakin banyak informasi yang didapat, maka tingkat
kesalahan dapat diminimalisir / dihindari. Hal ini menjadikannya sebagai
pribadi yang sabar dan ulet.

2. Pengetahuan
Orang yang banyak pengetahuan, biasanya lebih mengerti dan dapat
mengelola informasi dengan cepat, karena dia tahu bagaimana cara
mendapatkan informasi yang cepat, tepat, murah dan efisien.

3. Proses-Proses Berpikir
Jenjang pendidikan, lingkungan sekitar serta cara hidup
mempengaruhi proses-proses dan pola berpikir kita. Orang yang
berpendidikan tinggi, hidup di lingkungan berpendidikan dan cara hidup
yang modern, biasanya akan mencari suatu informasi dengan cara yang
berbasis teknologi yang lebih cepat dan praktis. Ini karena mereka telah
dibentuk menjadi pribadi yang modern dengan cara berpikir yang cepat.
H. Tujuan Mempelajari Psikologi Kognitif

Seperti penjelasan di atas bahwa psikologi kognitif ini merupakan


bagaimana cara seseorang melihat, berpikir, memahami, berkomunikasi,
mengingat, dan juga belajar menyimpan informasi, sehingga psikologi
kognitif ini memiliki tujuan mengapa ilmu ini harus dipelajari.

Secara umum, kita harus mempelajari psikologi kognitif agar kita


dapat meningkatkan daya ingat dan meningkatkan akurasi dalam
mengambil keputusan. Dengan demikian, seseorang dapat berpikir lebih
jauh ke depan dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan.

Setelah mengetahui pengertian dan sejarah tentang psikologi kognitif,


berikut adalah Tujuan Mempelajari Psikologi Kognitif yang tidak sekedar
mengetahui cara seseorang berpikir, mengingat, menyimpan informasi,
memahami dan berkomunikasi.

1. Menggambarkan Perilaku
Disadari atau tidak, salah satu Tujuan Mempelajari Psikologi Kognitif
adalah untuk mengetahui perilaku. Sebenarnya psikologi kognitif ini tidak
sekedar tentang mengamati manusia tetapi juga manusia. Setidaknya
dengan mengetahui perilaku makhluk, memudahkan kita bisa lebih
memahami orang lain.

2. Menjelaskan sesuatu
Tujuan Mempelajari Psikologi Kognitif yang tidak kalah penting adalah,
dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu terhadap banyak hal. Tidak
Hanya melulu tentang menjelaskan kepribadian,perilaku sosial,
perkembangan, kesehatan mental. Tetapi juga dapat lebih bermakna dari
itu, yaitu mengeksplorasi ilmu pengetahuan.

3. Memprediksi
Tidak berhenti sampai disitu saja. Psikologi kognitif juga dapat
membantu untuk memprediksi tentang banyak hal. Misalnya memprediksi
tentang cara seseorang bertindak, dan cara seseorang melakukan
banyak hal yang dapat membantu untuk merancang atau meramalkan
masa depan.

4. Mengubah
Tujuan Mempelajari Psikologi Kognitif yang terakhir adalah dapat
mengubah, mengendalikan perilaku seseorang dan mempengaruhi
seseorang. Dimana, dalam kehidupan sosial yang mengalami konflik atau
permasalahan, perubahan penting untuk membuat tatanan yang lebih
tertata dan terstruktur.

Sementara menurut Matlin (1998) salah satu tujuan mempelajari


psikologi kognitif ada tiga alasan yang meliputi.

Kognitif adalah bagian dasar dan paling penting dalam psikologi


manusia. Karena apa yang dilakukan seseorang saat ini akan
mempengaruhi persepsi, memori, bahasa dan cara berfikir seseorang.
Psikolog kognitif dapat berpengaruh secara luas untuk cabang dan bidang
ilmu psikologi lain. Seperti Psikologi pendidikan, psikologi sosial, psikologi
kesehatan, psikologi perkembangan hingga politik.
Alasan terakhir bersifat personal, yaitu sebagai alat yang impresif.
DImana setiap jam, menit bahkan detik kita akan melibatkan pikiran untuk
memproses segala bentuk informasi. Sehingga dapat digunakan untuk
meningkatkan kinerja dan kemampuan diri sendiri dalam banyak hal.
Dari beberapa tujuan mempelajari psikologi kognitif di atas, tentu saja
masih ada banyak tujuan lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Seperti mendapatkan ilmu baru, mengetahui emosi dan perilaku diri
sendiri dan orang lain. Serta memiliki kemampuan dalam menemukan
problem solving.

I. Contoh Psikologi Kognitif


Ada banyak hal yang akan kita pelajari lebih menarik dan
menyenangkan. Semetara, berikut contoh psikologi kognitif yang sering
terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
1. Contoh psikologi kognitif 1

Di jalan A kita melihat peristiwa kecelakaan motor dan mobil. Dimana


pengendara motor tidak mengenakan helm dengan kecepatan sedang.
Sementara mobil dengan kecepatan tinggi. Kecelakaan terjadi, sehingga
menyebabkan pengendara motor terluka parah, kepalanya terbentuk.

Dari kasus kecelakaan tersebut, secara tidak langsung akan menstimulasi


kita (sebagai saksi mata) untuk memproses informasi yang ditangkap oleh
panca indera. Misalnya, pentingnya menggunakan helm sebagai
pelindung kepala, untuk meminimalisir terjadinya benturan di kepala.
Dimana kepala adalah bagian vital dan paling penting.

2. Contoh psikologi kognitif 2


Ketika Saya menghadiri sebuah acara yang menyuguhkan banyak
makanan enak dan lezat. Sementara, saya sedang berdiet dan menjaga
penampilan. Maka, dari sekian banyak makanan yang disuguhkan, saya
akan menyeleksi makanan. Misal, menghindari makanan yang berminyak,
berlemak atau semacamnya. Karena makanan berminyak dan berlemak
tidak baik untuk program diet saya. Saya cenderung akan memilih
makanan seperti sup karena berkuah dan bisa makan sayur mayur yang
lebih aman untuk program diet saya.

3. Contoh psikologi kognitif 3


Ketika kita memiliki sahabat sangat dekat. Kemudian sikap sahabat
kita tiba-tiba berubah. Namun, sahabat tidak ingin bercerita kepada kita
karena alasan yang tidak kita ketahui. Sikap yang tidak biasa inilah yang
akan disadari atau tidak, kita pun akan melakukan proses berpikir.

Mengumpulkan informasi dan mengumpulkan sikap sahabat kita


kenapa bisa bersikap tertutup. Apakah karena kita penyebabnya, atau
karena faktor lain diluar dari diri kita.

Berikut merupakan beberapa contoh atau penerapan psikologi


kognitif dalam kehidupan sehari-hari.
1) Memilih menggunakan bahasa tertentu saat berkomunikasi
2) Menghadapi suatu ketakutan
3) Menyelesaikan dan menghadapi suatu masalah
4) Bangun saat alarm ponsel berbunyi
5) Mulai beradaptasi dengan lingkungan
6) Belajar menghadapi banyak orang di lingkungan sekitar
7) Memilih teman atau pasangan yang nyaman
8) Guru membantu siswa memberikan penjelasan mengenai ide dan
pendapat
9) Siswa melakukan diskusi mengenai ajaran yang didapatkan dari guru
di sekolah
10) Guru meminta para murid dapat merefleksikan pengalaman mereka
dengan membuat laporan harian.


MATERI 2
PERSEPSI

1. Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi
manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di
sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas,
menyangkut intern dan ekstern. Berbagai ahli telah memberikan definisi
yang beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya mengandung
makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi
adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.

Sugihartono, dkk (2007: 8) mengemukakan bahwa persepsi adalah


kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk
menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia.
Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam
penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi
yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan
manusia yang tampak atau nyata.

Bimo Walgito (2004: 70) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan


suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus
yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu
yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.
Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan
berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon
dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir,
pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam
mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda
antar individu satu dengan individu lain.

Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang


sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan,
pengalaman dan sudut pandangnya. Persepsi juga bertautan dengan
cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang
berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian
berusaha untuk menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun negatif
ibarat file yang sudah tersimpan rapi di dalam alam pikiran bawah sadar
kita. File itu akan segera muncul ketika ada stimulus yang memicunya,
ada kejadian yang membukanya. Persepsi merupakan hasil kerja otak
dalam memahami atau menilai suatu hal yang terjadi di sekitarnya (Waidi,
2006: 118).

Jalaludin Rakhmat (2007: 51) menyatakan persepsi adalah


pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Sedangkan, Suharman (2005: 23) menyatakan: “persepsi merupakan
suatu proses menginterpretasikan atau menafsir informasi yang diperoleh
melalui sistem alat indera manusia”. Menurutnya ada tiga aspek di dalam
persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu
pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesamaan pendapat


bahwa persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan
hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga
individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui
indera-indera yang dimilikinya.

2. Syarat Terjadinya Persepsi


Menurut Walgito (1989:54) ada tiga syarat terjadinya persepsi yaitu :
1. Adanya objek yang dipersepsi.
2. Adanya alat indra atau reseptor.
3. Adanya perhatian.

Adanya objek atau peristiwa sosial yang menimbulkan stimulus, dan


stimulus mengenai alat indra (reseptor). Dalam hal ini objek yang diamati
adalah perilaku keterampilan guru dalam penggunaan media
pembelajaran, di sini siswa diminta memberikan suatu persepsi
terhadapnya. Alat indra merupakan alat utama dalam individu
mengadakan persepsi dan merupakan alat untuk menerima stimulus,
tetapi harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan
stimulus yang diterima reseptor ke pusat syaraf yaitu otak sebagai pusat
kesadaran. Adanya perhatian dari individu merupakan langkah pertama
dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi.
Individu harus mempunyai perhatian pada objek yang bersangkutan. Bila
telah memperhatikannya, selanjutnya individu mempersepsikan apa yang
diterimanya dengan alat indra.

Selanjutnya Walgito (1989:56) menambahkan bahwa persepsi


dipengaruhi banyak faktor diantaranya faktor perhatian dari individu, yang
merupakan aspek psikologis individu dalam mengadakan persepsi.

Menurut Parek (1984:14) persepsi dipengaruhi faktor interen yang


berkaitan dengan diri sendiri (misalnya latar belakang pendidikan,
perbedaan pengalaman, motivasi, kepribadian dan kebutuhan) dan faktor
ekstern yang berkaitan dengan intensitas dan ukuran rangsang, gerakan,
pengulangan dan sesuatu yang baru. Dengan demikian, membicarakan
persepsi pada dasarnya berkenaan dengan proses perlakuan seseorang
terhadap informasi tentang suatu objek yang masuk pada dirinya melalui
pengamatan dengan mengunakan panca indra yang dimilikinya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi


Menurut Miftah Toha (2003: 154), faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang adalah sebagai berikut :

a. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka,


keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik,
gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.

b. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh,


pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan,
pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu
objek.

Menurut Bimo Walgito (2004: 70) faktor-faktor yang berperan dalam


persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu:

a. Objek yang dipersepsi


Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.
Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga
dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung
mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

b. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf


Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, di
samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan
stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai
pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan
motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang.

c. Perhatian
Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya
perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam
rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau
konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu
sekumpulan objek.

4. Proses Persepsi
Persepsi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui suatu proses. Walgito
(1989:54) menyatakan bahwa terbentuknya persepsi melalui suatu proses,
dimana secara alur proses persepsi dapat dikemukakan sebagai berikut:
berawal dari objek yang menimbulkan rangsangan dan rangsangan
tesebut mengenai alat indra atau reseptor. Proses ini dinamakan proses
kealaman (fisik). Kemudian rangsangan yang diterima oleh alat indra
dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini dinamakan proses
fisiologis. Selanjutnya terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu
dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu
rangsangan yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak/pusat
kesadaran itulah dinamakan dengan proses psikologis. Dengan demikian
taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang apa
yang diterima melalui alat indra (reseptor).

Persepsi merupakan bagian dari seluruh proses yang menghasilkan


respon atau tanggapan yang dimana setelah rangsangan diterapkan
keapada manusia. Subprosesnya adalah pengenalan,prasaan, dan
penalaran. persepsi dan kognisi diperlukan dalam semua kegiatan
psikologis. Rasa dan nalar bukan merupakan bagian yang perlu dari
setiap situasi rangsangan-tanggapan, sekalipun kebanyakan tanggapan
individu yang sadar dan bebas terhadap satu rangsangan, dianggap
dipengaruhi oleh akal atau emosi atau kedua-duanya.

Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponan utama berikut:

1. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan


dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interprestasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga


mempunyai arti bagi seseorang. Interprestasi dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi,
kepribadian, dan kecerdasan. Interprestasi juga bergantung pada
kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkatagoriaan informasi
yang kompleks menjadi sarjana.

3. Interprestasi dan persepsi kemudian ditrjemahkan dalam bentuk


tingkah laku sebagai rekasi (Depdikbud, 1985), dalam Soelaeman, 1987).
Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interprestasi, dan
pembulatan terhadap informasi yang sampai.

5. Jenis - jenis persepsi


 Persepsi visual
Persepsi visual dari indera penglihatan yaitu mata. Persepsi ini adalah
persepsi yang paling awal berkembang pada bayi dan memengaruhi bayi
dan balita untuk memahami dunianya. Persepsi visual adalah hasil dari
apa yang kita lihat, baik sebelum kita melihat atau masih membayangkan
serta sesudah melakukan pada objek yang dituju.

 Persepsi auditoria atau pendengaran


Persepsi auditori merupakan persepsi yang didapatkan dari indera
pendengaran yaitu telinga. Seseorang dapat mempersepsikan sesuatu
dari apa yang didengarnya.

 Persepsi perabaan
Persepsi perabaan merupakan persepsi yang didapatkan dari indera
perabaan yaitu kulit. Seseorang dapat mempersepsikan sesuatu dari apa
yang disentuhnya atau akibat persentuhan sesuatu dengan kulitnya.

 Persepsi penciuman
Persepsi penciuman merupakan persepsi yang didapatkan dari indera
penciuman yaitu hidung. Seseorang dapat mempersepsikan sesuatu dari
apa yang cium.

 Persepsi pengecapan
Persepsi pengecapan atau rasa merupakan jenis persepsi yang
didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah. Seseorang dapat
mempersepsikan sesuatu dari apa yang ecap atau rasakan.
6. Indikator Persepsi
Menurut Robbin indikator-indikator persepsi ada dua macam, yaitu:

a. Penerimaan.
Proses penerimaan merupakan indikator terjadinya persepsi dalam
tahap fisiologis, yaitu berfungsinya indera untuk menangkap rangsang
dari luar.

b. Evaluasi
Rangsang-rangsang dari luar yang telah ditangkap indera,
kemudian dievaluasi oleh individu. Evaluasi ini sangat subjektif. Individu
yang satu menilai suatu rangsang sebagai sesuatu yang sulit dan
membosankan, tetapi individu yang lain menilai rangsang yang sama
tersebut sebagai sesuatu yang bagus dan menyenangkan.

Menurut Hamka indikator persepsi ada dua macam, yaitu:

a. Menyerap
Stimulus yang berada di luar individu diserap melalui indera, masuk
ke dalam otak, mendapat tempat, sehingga disitu terjadi proses analisis,
diklasifikasi dan diorganisir dengan pengalaman-pengalaman individu
yang telah dimiliki sebelumnya, karena itu penyerapan itu bersifat
individual berbeda satu sama lain meskipun stimulus yang diserap sama.

b. Mengerti atau memahami


Indikator adanya persepsi sebagai hasil proses klasifikasi dan
organisasi. Tahap ini terjadi dalam proses psikis. Hasil analisis berupa
pengertian atau pemahaman. Pengertian atau pemahaman tersebut juga
bersifat subjektif, berbeda-beda bagi setiap individu.

Menurut Bimo Walgito persepsi memiliki indikator-indikator sebagai


berikut:

a. Penyerapan terhadap rangsang atau objek dari luar individu.


Rangsang atau objek tersebut diserap atau diterima oleh panca indera,
baik penglihatan, pendengaran, peraba, pencium, dan pencecap secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Dari hasil penyerapan atau
penerimaan oleh alat-alat indera tersebut akan mendapatkan gambaran,
tanggapan, atau kesan di dalam otak. Gambaran tersebut dapat tunggal
maupun jamak, tergantung objek persepsi yang diamati. Didalam otak
terkumpul gambaran-gambaran atau kesan-kesan, baik yang lama maupun
yang baru saja terbentuk. Jelas tidaknya gambaran tersebut tergantung dari
jelas tidaknya rangsang, normalitas alat indera
dan waktu, baru saja atau sudah lama.

b. Pengertian atau pemahaman


Setelah terjadi gambaran-gambaran atau kesan-kesan didalam otak,
maka gambaran tersebut diorganisir, digolong-golongkan (diklasifikasikan),
dibandingkan dan diinterprestasi sehingga terbentuk pengertian atau
pemahaman. Proses terjadinya pengertian atau pemahaman tersebut sangat
unik dan cepat. Pengertian yang terbentuk tergantung juga pada
gambaran-gambaran lama yang telah dimiliki individu sebelumnya (disebut
apersepsi).

c. Penilaian atau evaluasi


Setelah terbentuk pengertian atau pemahaman, terjadilah penilaian dari
individu. Individu membandingkan pengertian atau pemahaman yang baru
diperoleh tersebut dengan kriteria atau norma yang dimiliki individu secara
subjektif. Penilaian individu berbeda- beda meskipun objeknya sama. Oleh
karena itu persepsi bersifat individual.

7. Prinsip-Prinsip dalam Persepsi


Prinsip-prinsip dasar persepsi seperti dikemukakan oleh Slameto adalah
sebagai berikut ;

a. Persepsi itu relatif bukannnya absolut


Individu bukanlah instrument ilmiah yang mampu menyerap segala sesuatu
persis seperti keadaan sebenarnya. Dalam hubungannnya dengan
kerelatifan persepsi ini, dampak pertama dari suatu perubahan rangsangan
dirasakan lebih besar daripada rangsangan yang datang kemudian.

b. Persepsi itu selektif


Individu hanya memperhatikan beberapa rangsangan yang ada
disekitarnya pada saat-saat tertentu. Ini berarti bahwa rangsangan yang
diterima akan tergantung pada apa yang pernah ia pelajari, apa yang pada
suatu saat menarik perhatiaanya, dan kearah mana persepsi itu mempunyai
kecenderungan. Ini berarti juga bahwa ada keterbatasan dalam
kemampuan seseorang untuk menerima rangsangan.

c. Persepsi itu mempunyai tatanan


Individu menerima rangsangan tidak dengan cara sembarangan, ia
akan menerimanya dalam bentuk hubungan-hubungan atau
kelompokkelompok. Jika rangsangan yang datang tidak lengkap, ia akan
melengkapinya sendiri sehingga hubungan itu menjadi jelas.

d. Persepsi dipengaruhi oleh harapan dan kesiapan


Harapan dan kesiapan penerima rangsangan akan menentukan
rangsangan mana yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya bagaimana
rangsangan yang dipilih itu akan ditata dan demikian pula bagaimana
rangsangan tersebut akan di interpretasi.

Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan


persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama. Persepsi
antar seseorang dengan orang lain bisa tidak sama meskipun situasi yang
dihadapi sama. Perbedaan persepsi dari masing-masing orang merupakan
hal yang wajar, karena manusia adalah makhluk yang unik, yang memiliki
sifat, kepribadian, pengalaman, serta kemampuan berfikir yang berbeda-
beda.
8. Sifat Persepsi
Menurut New Comb ada beberapa sifat yang menyertai proses persepsi
yaitu:
a. Konstansi (menetap), bahwa individu mempersepsikan kubus kayu itu
sebagai kubus, meskipun warnanya berubah-ubah, atau besar
kecilnya berbeda-beda. Demikian pula meskipun bahannya dari
selain kayu. Sama halnya juga dengan individu akan
mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri (tetap),
meskipun gerak-gerik, sifat dan tingkah lakunya berubah.
b. Selektif bahwa tidak semua objek yang diterima dalam waktu yang
sama akan dipersepsi, namun individu akan memilih tergantung
keadaan psikologis individu. Misalnya objek mana yang menarik,
menyenangkan, berguna, kesesuaiannya dengan tingkat kemampuan
individu dan sebagainya.
c. Bahwa objek-objek persepsi yang berupa informasi-informasi yang
sama, dapat diorganisir, ditafsirkan dan dinilai secara berbeda oleh
orang yang berbeda, maupun orang yang sama.

9. Objek Persepsi
Objek persepsi merupakan factor yang sangat menentukan dalam hasil
persepsi. Menurut Bimo Walgito objek persepsi dapat dibedakan atas objek
yang non manusia dan manusia. Objek persepsi yang berwujud manusia ini
disebut person perception atau juga ada yang menyebutkan sebagai social
perception. Pada objek persepsi manusia, manusia yang dipersepsi
mempunyai kemampuan-kemampuan, perasaan, ataupun aspek- aspek lain
seperti halnya pada orang yang mempersepsi. Karena itu pada objek persepsi,
yaitu manusia yang dipersepsi, lingkungan yang melatarbelakangi objek
persepsi, dan perseptor sendiri.

Dari pendapat tersebut bias dikatakan bahwa orang yang dipersepsi


dalam penelitian ini adalah guru, sedangkan orang yang mempersepsi dalam
penelitian ini adalah peserta didik sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa
yang dipersepsi (guru) dapat mempengaruhi orang yang mempersepsi
(peserta didik).
MATERI 3
INGATAN (MEMORY)

1. Pengertian Daya Ingat


Daya ingat merupakan alih bahasa dari memory. Pada umumnya
para ahli memandang daya ingat sebagai hubungan antara pengalaman
dengan masa lalu (Walgito, 2004). Seseorang dapat mengingat sesuatu
pengalaman yang telah terjadi atau pengetahuan yang telah dipelajari
pada masa lalu (Afiatin, 2001). Drever (dalam Walgito, 2004) menjelaskan
memori adalah salah satu karakter yang dimiliki oleh makhluk hidup,
pengalaman berguna apa yang kita lupakan yang mana mempengaruhi
perilaku dan pengalaman yang akan datang, yang mana ingatan itu bukan
hanya meliputi recall (mengingat) dan recognition (mengenali) atau apa
yang disebut dengan menimbulkan kembali ingatan.

Santrock menjelaskan bahwa daya ingat adalah unsur perkembangan


kognitif, yang memuat seluruh situasi yang di dalamnya individu
menyimpan informasi yang diterima sepajang waktu (Atkinson, 2000).
Daya ingat (memory) merujuk pada kemampuan individu memiliki dan
mengambil kembali suatu informasi dan juga struktur yang
mendukungnya serta suatu bentuk kompetensi, memori juga
memungkinkan individu memiliki identitas diri (Wade, 2008).

Atkinson dan Shiffrin membuat suatu perbedaan penting antara


konsep daya ingat dan penyimpanan daya ingat. Daya ingat digunakan
untuk mengacu pada data-data yang disimpan, sedangkan penyimpanan
mengacu pada komponen struktural yang berisi informasi (Solso, 2007).

Menurut Tulving, daya ingat adalah cara-cara yang dengannya


individu dapat mempertahankan dan menarik pengalaman dari masa lalu
untuk digunakan saat ini (Sternberg, 2006). Sedangkan Porter & Hernacki
menjelaskan bahwa daya ingat adalah suatu kemampuan untuk
mengingat apa yang telah diketahui.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa daya ingat adalah kemampuan
individu untuk menyimpan, memproses dan memunculkan kembali
pengalaman, data, informasi yang telah didapatkan pada masa lalu untuk
masa yang akan datang dengan mempertimbangkan situasi dan
kondisinya sendiri.

2. Tahap-Tahap Daya Ingat


Sebelum seseorang mengingat suatu informasi atau sebuah kejadian
dimasa lalu, ada beberapa tahapan yang harus dilalui ingatan tersebut
untuk dapat muncul kembali. Atkinson (2000) berpendapat bahwa, para
ahli psikologi membagi tiga tahapan ingatan, yaitu:

a) Memasukan pesan dalam ingatan (encoding). Mengacu pada cara


individu mentransformasikan input fisik indrawi menjadi sejenis
representasi mental dalam memori.
b) Penyimpanan ingatan (storage). Mengacu pada cara individu menahan
informasi yang sudah disimpan dalam memori.
c) Mengingat kembali (retrieval). Mengacu pada bagaiman individu
memperoleh akses menuju informasi yang sudah disimpan dalam
memori.

Walgito (2004), yang menjelaskan bahwa ada tiga tahapan mengingat,


yaitu mulai dari memasukkan informasi (learning), menyimpan (retention),
menimbulkan kembali (remembering). Lebih jelasnya lagi adalah sebagai
berikut:
a) Memasukkan (learning). Cara memperoleh ingatan pada dasarnya dibagi
menjadi dua, yaitu (1) Secara sengaja. Sesorang dengan sengaja
memasukkan informasi, pengetahuan, dan pengalaman-pengalaman ke
dalam ingatannya. (2) Secara tidak disengaja. Sesorang secara tidak
sengaja memasukkan pengetahuan, pengalaman dan informasi ke dalam
ingatannya. Misalnya: jika gelas kaca terjatuh maka akan pecah.
Informasi ini disimpan sebagai pengertian-pengertian.
b) Menyimpan. Tahapan kedua dari ingatan adalah penyimpanan atau
(retention) apa yang telah dipelajari. Apa yang telah dipelajari biasanya
akan tersimpan dalam bentuk jejak-jejak (traces) dan dapat ditimbulkan
kembali. Jejak-jejak tersebut biasa juga disebut dengan memory traces.
Walaupun disimpan namun jika tidak sering digunakan maka memory
traces tersebut mungkin sulit untuk ditimbulkan kembali bahkan juga
hilang, dan ini yang disebut dengan kelupaan.

c) Menimbulkan kembali. Menimbulkan kembali ingatan yang sudah


disimpan dapat ditempuh dengan mengingat kembali (to recall) dan
mengenal kembali (to recognize). Pemanggilan kembali informasi terkait
suatu peristiwa atau suatu objek secara sadar dapat diukur melalui dua
metode. Metode pertama adalah recall, yakni kemampuan menggali
kembali dan memproduksi informasi yang telah dimiliki sebelumnya.
Metode kedua adalah recognition, yakni kemampuan mengenali informasi
yang telah diobservasi, dibaca, atau didengar sebelumnya (Wade, 2008).

Para ahli sepakat bahwa proses memori tidak hanya seperti yang
dijelaskan pada tersebut diatas tetapi tergantung dari mana memori dilihat,
seperti penjelasan Davis (dalam Hamberg, 2006), menurutnya informasi yang
masuk harus melalui tiga tahapan yang belum disimpan dalam waktu yang
lama. Tiga tahapan tersebut adalah:

a) Sebagian besar aliran diterima alat indera-percakapan, sensasi sentuhan


ataupun bau yang masuk ke hidung, semuanya mampir ke otak hanya
sedetik saja dan selanjutnya lenyap lagi. Dapat dikatakan kesan tersebut
tampak lenyap.

b) Tahap kedua disebut memori jangka pendek (short term memory).


Memori ini terpilih untuk disimpan karena individu memberikan perhatian
padanya. Ketertarikan, kegelisahan dan kegembiraanlah yang
membedakannya.

c) Tahap selanjutnya adalah memori jangka panjang (long term memory).


Memori jangka panjang biasanya rentan terhadap kelemahan otak seiring
usia beranjak tua.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tahapan daya ingat (memory) terbagi
dalam proses memasukkan informasi ke daya ingat, lalu menyimpannya,
dan kemudian membangkitkan kembali informasi yang tersimpan.

3. Jenis-Jenis Daya Ingat


Secara umum, banyak konsep yang dikemukakan oleh para ahli
mengenai macam-macam daya ingat. Hal ini tergantung dari mana ingatan
tersebut dilihat, sebagian ada yang melihat dari sudut pandang jenis tugas
mengingat, lamanya waktu mengingat, atau jenis informasi yang diingat.
Berikut beberapa macam ingatan yang sering dibahas oleh beberapa ahli,
yaitu:
a) Memori Sensori
Semua informasi baru yang diterima indera harus menjalani
pemberhentian singkat di register sensorik, gerbang masuk ke dalam
memori. Register sensorik mencakup beberapa subsistem memori yang
memiliki jumlah yang sama dengan jumlah indera yang kita miliki. Kesan
visual akan tetap berada dalam subsistem sedikit lebih lama dari
subsistem visual, yakni kira-kira selama dua detik (Wade, 2008).

Memori sensori (penyimpanan serapan indra) adalah temapt


penyimpanan awal dari sebagian besar informasi, namun pada akhirnya
ia akan memasuki tempat penyimpanan memori jangka pendek dan
jangka panjang. Pada memori ini terdapat dua jenis penyimpanan yaitu:

1) Penyimpanan ikonik. Penyimpanan ikonik adalah sebuah register


penyerapan visual yang sangat unik dalam dirinya sendiri, mengelola
informasi untuk periode waktu yang sangat singkat. Informasi
disimpan dalam bentuk ikon-ikon. Semua ikon-ikon akhirnya menjadi
imaji-imaji visual yang merepresentasikan sesuatu.
2) Penyimpanan ekoik. Penyimpanan ekonik menyimpan input auditorik
dengan durasi sekitar 2-4 detik. Informasi auditorik disimpan dalam
ruang penyimpanan agar dapat diolah lebih lanjut.
b) Memori Jangka Pendek (Short Term Memory)
Semua individu memiliki akses menuju memori jangka pendek.
Memori ini menahan data memori selama beberapa detik dan terkadang
juga bisa sampai beberapa menit. Menurut model Atkinson dan Shiffrin,
simpanan jangka pendek hanya dapat mengingat beberapa hal saja. Ia
juga dapat diakses oleh sejumlah proses pengontrolan yang mengatur
aliran informasi kepada dan dari simpanan jangka panjang. Biasanya,
materi masih tetap bertahan di dalam memori jangka pendek kira-kira 30
detik saja, kecuali dilatih untuk mempertahankannya lagi. Informasi
tersebut disimpan secara akustik (lewat bunyi yang dikeluarkannya) lebih
daripada secara visual (lewat penampakannya). Secara umum, kapasitas
memori jangka pendek dibagi berdasarkan luas stimulusnya, kira-kira 7 
2 stimulus (Miller, dalam Sternberg, 2009).

Peterson dan Peterson (dalam Solso, 2007) mendemonstrasikan bahwa


kapasitas kita untuk menyimpan informasi dalam suatu area penyimpanan
sementara bersifat sangat terbatas dan rentan terhadap memudarnya
informasi dengan cepat.

c. Memori Jangka Panjang (Long Term Memory)


Ingatan jangka panjang adalah suatu tipe memori yang relatif tetap
dan tidak terbatas. Memori jangka panjang bertambah seiring bertambahnya
usia selama masa pertengahan dan akhir kanak-kanak. Sistem memori
jangka panjang memungkinkan kita hidup dalam dua dunia, yaitu masa lalu
dan masa sekarang. Kemampuan untuk dapat mengingat masa lalu dan
menggunakan informasi tersebut untuk dimanfaatkan saat ini merupakan
fungsi dari memori jangka panjang (Bhinetty, 2009).

Kapasitas yang dimiliki memori jangka panjang sepertinya tidak terbatas.


Informasi dalam jumlah yang sangat besar yang tersimpan dalam memori
jangka panjang, memungkinkan individu untuk belajar, menyesuaikan diri
dengan lingkungan , serta mengembangkan identitas diri dan sejarah
kehidupan (Wade, 2008).
Memori jangka panjang tempat menyimpan memori-memori yang terus
tinggal dalam pikiran selama periode yang panjang. Beberapa teoritis
menyarankan bahwa kapasitas memori jangka panjang tidak erbatas, minimal
dalam sudut praktis tertentu (Bahrick, 1984a, 1984b, 2000; Bahrick & Hall,
1991; Hintman dalam Sternberg, 2006).

Lokasi tempat memori tersimpan adalah di seluruh bagian otak, meskipun


juga terpusat di bagian-bagian tertentu. Beberapa region otak memiliki fungsi
penting dalam pembentukan memori seperti hipokampus dan korteks serta
thalamus (Solso, 2007).

d. Memori Kerja

Memori kerja lazim didefinisikan secara luas seperti retensi


informasi ketika memproses informasi yang sama atau lainnya. Hal ini juga
digambarkan sebagai ruang kerja pengolahan informasi atau sebuah pintu
gerbang antara memori jangka pendek dan jangka panjang. Memori kerja
merupakan proses kognitif yang fungsi utamanya adalah untuk memfasilitasi
dan meningkatkan kapasitas pengodean, penyimpanan, dan fungsi pencarian
yang penting untuk belajar pada tingkat pengolahan informasi (Kuswana,
2011).
e. Memori Implisit atau Prosedural
Memori prosedural merupakan memori mengenai cara melakukan
sesuatu, seperti cara menyisir, menggunakan pensil, dan lain sebagainya.
Memori prosedural ini juga disebut memori implisit karena apabila suatu
kemampuan telah dimiliki seseoranng, maka kemampuan tersebut tidak lagi
memerlukan pemrosesan secara sadar (Wade,2008).

Memori implisit adalah pemanggilan kembali informasi terkait suatu


peristiwa atau suatu objek yang mempengaruhi tindakan dan pikiran yang
dilakukan tanpa usaha secara sadar. Jadi, memori implisit dipanggil kembali
secara tidak sadar (Graf & Schacter, 1985; Schacter, Chiu, & Oschner, dalam
Wade, 2008). Cara mengukur memeori ini adalah dengan cara priming.
Metode ini meminta subjek membaca atau mendengarkan suatu informasi
dan kemudian menguji apakah informasi tersebut mempengaruhi kinerja
subjek (Wade, 2008).

f. Memori Eksplisit atau Deklaratif


Pemanggilan kembali informasi terkait suatu peristiwa atau suatu
objek secara sadar disebut dengan memori eksplisit. Contohnya, ketika
seseorang ingin menceritakan masa lalunya kepada orang lain, maka yang
dilakukannya adalah secara sadar memanggil kembali informasi- informasi
masa lalu di dalam ingatannya (Sternberg, 2006). Cara mengukur memori ini
adalah dengan menggunakan metode recall dan recognition yang sudah
dibahas pada subbab sebelumnya (Wade, 2008).
Memori eksplisit terbagi atas dua macam yaitu:

1) Memori Episodik. Memori episodik adalah memori yang berisi


pengalaman-pengalaman sendiri yang biasanya berhubungan dengan riwayat
hidup.

2) Memori semantik. Memori semantik berisikan jumlah total


pengetahuan yang dimiliki seperti perbendaharaan kata, pemahaman
matematika dan segala fakta yang diketahui.

g. Memori Flashbulb
Memori Flashbulb merupakan memori pada situasi dimana
seseorang untuk pertama kalinya belajar/mencoba sesuatu yang sangat
berkesan baginya atau yang secara emosiional menyentuh perasaannya
(Bhinnety, 2009).

Berdasarkan beberapa jenis memori yang telah disebutkan diatas, dapat


disimpulkan bahwa memori terdiri dari beberapa macam diantaranya memori
sensori, jangka pendek, jangka panjang, memori kerja, memori ekspisit dan
implisit dan memori flashbulb. Penelitian ini mengukur bagaimana informasi
dapat bertahan di memori jangka pendek dan dapat di panggil kembali dalam
beberapa detik atau menit serta peran memori flashbulb dalam mengingat.
4. Model Daya Ingat
Secara umum banyak teori yang membahas tentang model memori. yang
paling populer sampai saat ini adalah model Atkinson dan Shiffrin. Berikut
beberapa model memori yang dipaparkan oleh para ahli, diantaranya:
a. Model Tradisional
Struktur daya ingat tradisional terbagi atas tiga sistem, yaitu

a) Sistem ingatan sensorik (sensory memory),


b) Sistem ingatan jangka pendek atau short term memory (STM), dan (c)
sistem ingatan jangka panjang atau long term memory (LTM). Sistem
ingatan tersebut dikenal dengan model paradigma Atkinson dan
Shiffrin yang telah disempurnakan oleh Tulving dan Madigan (Solso,
2007).

Model Atkinson dan Shiffrin muncul antara tahun 1960 dan 1970.
Konsepnya yang paling diterima dan bertahan lama dalam pengkajian para
ahli psikologi kognitif adalah elaborasi model pengolahan informasi yang
diususlkan oleh Broadbent. Atkinson dan Shiffrin membagi memori ke dalam
tiga komponen utama. Pertama, penyimpanan singkat yang bertugas
menyimpan informasi. Kedua, penyimpanan informasi jangka pendek, dan
ketiga, penyimpanan informasi jangka panjang. Model Atkinson dan Shiffrin,
yang disebut sebagai model modal, menurut para peneliti lain terlalu
menyederhanakan konsep memori dan menempatkan terlalu banyak
penekanan pada struktur sementara mengabaikan proses (Kuswana, 2011).

Memori sensori mencatat informasi atau stimuli yang masuk melalui salah
satu atau kombinasi dari panca indra, yaitu secara visual melalui mata,
pengdengaran melalui telinga, bau melalui hidung, rasa melalui kulit. Bila
informasi atau stimuli tersebut tidak diperhatikan akan langsung terlupakan,
namun bila diperhatikan maka informasi tersebut ditransfer ke sistem ingatan
jangka pendek. Sistem ingatan jangka pendek menyimpan informasi atau
stimuli selama 30 detik, dan hanya sekitar tujuh bongkahan informasi (chunk)
dapat disimpan dan dipelihara di sistem memori jangka pendek. Setelah
berada di sistem memori jangka pendek, informasi tersebut dapat ditransfer
lagi dengan proses pengulangan ke sistem ingatan jangka panjang untuk
disimpan, atau dapat juga informasi tersebut hilang/terlupakan karena
tergantikan oleh informasi yang baru (Solso, 2007).

Beberapa pengertian yang terkandung dalam memori jangka pendek


antara lain adalah:
1) Pengelompokan aitem-aitem ke dalam beberapa bongkahan
2) Pemberian kode terhadap informasi. Masing-masing stimulus diberi kode
secara berlainan berdasarkan sifat-sifat khas yang dimiliki oleh
rangsangan itu sendiri (Bhinetty, 2009).

Menurut Kintsch (dalam Solso, 2007) masing-masing stimulus dapat


diberi kode secara auditif (akustik), visual, maupun secara semantis. Namun
pemberian kode terhadap informasi di memori jangka pendek akan sebagian
besar secara auditif atau akustik dan dilengkapi secara visual. Oleh sebab itu
dikenal beberapa jenis ingatan antara lain ingatan auditif dan ingatan visual
(Hulse, Deese, & Egeth, dalam Bhinetty, 2009).

Secara konstan individu menggunakan memori jangka pendek diseluruh


aktivitas sehari-hari. Namun, ketika sebagian besar dari individu berbicara
tentang memori, biasanya membicarakan tetang memori jangka panjang.
Individu menahan di dalamnya informasi yang dibutuhkan untuk menjalani
hidup sehari-hari. Contohnya nama orang, tempat penyimpanan barang,
jadwal kegiatan sehari-hari dan lain sebagainya (Sternberg, 2006).

b. Model Tingkat Pemrosesan


Sebuah pemisahan yang radikal dari model tiga memori yang telah
disebutkan adalah kerangka tingkat-tingkat pemrosesan, yang merumuskan
bahwa memori tidak terdiri atas tiga atau berapa pun jumlah simpanan yang
terpisah-pisah, namun lebih beragam di sepanjang dimensi yang
berkelanjutan berdasarkan kedalam pengkodeannya. Tidak ada batas yang
tegas antara suatu tingkat ke tingkat berikutnya. Penekanan pada model ini
adalah proses yang merupakan kunci dari penyimpanan (Chark & Brown
dalam Sternberg, 2006).
c. Model Broadbent.
Bertolak dari penelitian mengenai pengindraan, model ini pada intinya
mempelajari tanggung jawab pengolahan informasi yang saling berhubungan,
seperti perhatian, persepsi dan memori (Kuswana, 2011).

d. Model Tingkat Pemrosesan Craig dan Lockhart


Craig dan Lockhart merupakan psikolog kognitif yang
mengkhususkan perhatiannya pada proses dan struktur memori. Melalui
Simpanan kemungkinan informasi masalalu usulan teorinya mengenai tingkat
pengolahan informasi yang mengelaborasikan proses dengan pengodean
dan memengaruhi keawetan hasil belajar jangka panjang (Kuswana, 2011).

e. Model Baddeley
Hitch dan Baddeley mengusulkan suatu model multikomponen, memori
jangka pendek dan beberapa fungsi komponen sebagai buffer penyimpanan
informasi sementara dan yang lainnya sebagai proses pasif. Baddeley telah
melakukan berbagai penyelidikan dan menambahkan subkomponen lain yang
disebut episodic buffer (penyangga episodik). Hasil penelitian memberikan
bukti empiris bahwa pembagian memori kerja ke penyimpan berbasis
modalitas jangka pendek dan eksekutif pusat merupakan pengolahan
modalitas bebas yang dilakukan memori kerja (Kuswana, 2011).

f. Model Daneman dan Carpenter


Daneman dan Carpenter memformulasikan konstruksi memori kerja
dan mengutamakan pengolahan bahasa untuk tingkat kompleks dengan
mengembangkan fungsi memori kerja. Daneman dan Carpenter menekankan
dimensi proses memori kerja dengan alasan apa yang tampak lebih kecil dari
kapasitas penyimpanan sebenarnya mungkin merupakan hasil pengolahan
yang tidak efisien dan mengurangi sumber daya yang tersedia untuk retensi
memori. Model ini pada dasarnya merupakan teori memori kerja yang sesuai
dengan teori eksekutif pusat Baddeley.

Berdasarkan sudut pandangnya, kinerja memori kerja pada jarak tugas-


tugas yang kompleks memerlukan efisiensi proses (Kuswana, 2011).
g. Model Kane dan Engle
Kane dan Engle menggambarkan memori kerja sebagai fungsi perhatian
eksekutif yang dibedakan dari memori jangka pendek. Kane dan Engle
menetapkan bahwa bukanlah jarak jangka pendek melainkan kemampuan
mengendalikan perhatian yang menjaga informasi tersimpan, secara aktif dan
cepat. Perbedaan model memori Kane dan Engle dengan Baddeley terletak
pada kapasitas memori kerja. Alasan rentang jangka pendek menurun ketika
beban memori kerja meningkat adalah kemampuan untuk melakukan
pengendalian hambatan atas menurunnya unit yang tidak relevan (Kuswana,
2011).

Singkatnya, Engle dan rekan mengusulkan bahwa memori kerja terdiri


dari pertahian dikontrol domain umum, yang terutama digunakan untuk
mengambil dan mempertahankan pengaktifan struktur memori jangka
panjang. Perbedaan memori individual dalam memori kerja mencerminkan
sejauh mana gangguan dapat aktif serta dipertahankan sebagai fokus
perhatian (Kane dalam Kuswana, 2011).

h. Model Proses Cowan


Cowan merupakan seorang psikolog kontemporer Amerika yang telah
mengembangkan kosep dan mengubah tampilan kapasitas memori kerja lalu
menghubungkannya dengan memori jangka panjang. Menurut cowan
interaksi yang dekat dan saling ketergantungan antara memori kerja dan

memori jangka panjang pada awalnya menunjukkan bahwa ada sistem


penyimpanan memori tunggal yang terdiri dari unsur-unsur pada berbagai
tingat pengaktifan. Sebagai sistem penyimpanan memori-memori tunggal
jangka panjang, teori memori kerja tergabung dalam memori jangka panjang
(Kuswana, 2011).

i. Model Oberauer
Menurut Oberauer pada memori kerja terdapat dimensi fungsional
yang terdiri dari tiga proses umum. Sejalan dengan pandangan Baddeley,
dilihat dari isi terdiri dari dua faktor, yaitu (1) verbal dan numerik (2) spasial
dan figural (Kuswana, 2011).

Tiga faktor fungsional model ini adalah penyimpanan dalam konteks


pengolahan, koordinasi, dan supervisi. Sudah ada konsensus bahwa
penyimpanan dalam konteks pengolahan, juga disebut sebagai simultan
penyimpanan dan mengolahan, adalah kemampuan untuk membangun
hubungan baru antara unsur-unsur dan untuk mengintegrasikan hubungan ke
dalam struktur (Kuswana, 2011).

Berdasarkan macam-macam model memori yang telah disebutkan diatas,


dapat disimpulkan bahwa model-model memori terdiri dari model tradisional
model tingkat pemrosesan, model tingkat pemrosesan Craig & Lockhart,
model Baddeley, model Daneman & Carpenter, model Kane & Engle, model
proses Cowan, model Oberauer. Pada penelitian ini difokuskan hanya pada
model memori yang paling populer dan sering dipakai yakni model tradisional
yang terdiri dari memori sensoris, memori jangka pendek dan memori jangka
panjang.

5. Faktor yang Mempengaruhi Daya Ingat


Proses mengingat atau memori banyak dipengaruhi oleh berberapa faktor
(Ahmadi, 2004) yaitu :
a) Faktor Individu. Proses mengingat dipengaruhi dari dalam individu seperti
sifat, keadaan jasmani, keadaan rohani dan umur. Mengingat akan lebih
efektif apabila individu memiliki minat yang besar, motivasi yang kuat,
memiliki metode tertentu dalam pengamatan dan pembelajaran, dan
memiliki kondisi fisik dan kesehatan yang baik.
b) Faktor objek yang diingat. Sesuatu yang memiliki organisasi dan struktur
yang jelas, mempunyai arti, mempunyai keterkaitan dengan individu,
mempunyai intensitas rangsangan yang cukup kuat lebih mudah diingat
oleh seseorang.
c) Faktor Lingkungan. Proses mengingat akan lebih efektif apabila ada
lingkungan yang menunjang dan terhindar dari adanya gangguan-
gangguan.
MATERI 4
PEMECAHAN MASALAH

1. Pemecahan Masalah
Memecahkan masalah merupakan hal yang penting dalam
pembelajaran matematika, karena persoalan yang ada dalam matematika
tidak dapat diperoleh secara instan ataupun hafalan. Sebagaimana dalam
kehidupan, setiap persoalan memiliki langkah penyelesaian masalah
masing- masing. Menurut Akyuz, Yetik, dan Keser (2012), “People face
lots of problems in their everyday lives and try to solve these problems”.
Sedangkan menurut Tarhadi (2015), mendefinisikan pemecahan masalah
sebagai cara berpikir, menganalisis, serta menalar dengan menggunakan
pengalaman dan pengetahuan yang terkait dengan masalah tersebut.
Terdapat beberapa jenis masalah, yaitu;

(1) Masalah yang prosedur pemecahannya sudah ada dan telah


diketahui siswa;
(2) Masalah yang prosedur pemecahannya belum diketahui oleh
siswa;
(3) Masalah yang sama sekali belum diketahui prosedur
pemecahannya dan atau belum diketahui data yang diperlukan untuk
mencari solusinya.

Sintha (2011) mendefinisikan masalah sebagai situasi dimana


seseorang atau kelompok orang diminta untuk menyelesaikan sebuah
tugas yang belum tersedia algoritma yang sesuai dengan metode
penyelesaiaannya.

Menurut Holmes (2010), terdapat dua kelompok masalah dalam


pembelajaran matematika di SMP yaitu masalah rutin dan masalah non
rutin. Masalah non rutin kadangkala dapat memiliki lebih dari satu
penyelesaian. Masalah tersebut kadang melibatkan situasi kehidupan
atau melibatkan berbagai hubungan subjek. Dalam masalah tidak rutin,
untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih
mendalam. Hasil identifikasi masalah yang dilakukan melalui angket
untuk siswa, angket untuk guru, dan observasi kelas secara umum
menunjukkan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian dari
kegiatan matematika yang dianggap sulit baik materi maupun cara
mengajarnya. Hasil lain yang diperoleh The National Assesment di
amerika Serikat, juga mengindikasikan bahwa siswa pada umumnya
menghadapi kesulitan dalam menghadapi soal tidak rutin yang
memerlukan analisis dan proses berpikir mendalam.

Masalah rutin didefinisikan sebagai suatu tugas yang dapat


diselesaikan dengan cara mensubstitusikan data tersebut kedalam
penyelesaian umum yang dihasilkan sebelumnya, atau dengan mengikuti
langkah demi langkah, tanpa menelusuri orginalitas masalahnya (Polya,
2011). Tokoh pemecahan masalah dari area matematika, Polya
mengidentifikasi langkah- langkah umum penyelesaian masalah
matematis yang harus dilakukan oleh setiap orang untuk memecahkan
setiap masalah. Langkah umum pertama yaitu dengan memahami
masalah tersebut, kemudian mengembangkan suatu rencana pemecahan
masalah, mengoperasionalkan rencana yang telah dikembangkan
tersebut, dan sampai pada langkah terakhir yaitu mengkaji ulang jawaban
dan prosesnya (Sumarmo, 2013)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa memecahkan masalah


merupakan suatu proses berpikir yang dilakukan oleh siswa untuk
menyelesaikan atau mencari jalan keluar dari masalah atau persoalan
yang sedang dihadapi dengan menggunakan pengetahuan atau
keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya (Gagne 2012). “Problem
solving plays an important role in mathematic and should have a
prominent role in the mathematic education”. Pendapat tersebut berarti
bahwa pemecahan masalah memainkan peranan penting dalam
matematika dan seharusnya mempunyai peranan utama dalam
pendidikan matematika (NCTM, 2010).

Dalam penelelitian ini akan dilihat proses berpikir siswa dalam


menyelesaikan masalah matematika yang didasarkan pada langkah
Polya. Sesuai dengan empat langkah memecahkan masalah Polya
(2012). Polya memberikan 4 langkah sistematis dalam memecahkan
masalah, yaitu; Understanding the problem (Memahami masalah),
Devising a plan (Membuat rencana), Carrying out the plan (Melaksanakan
rencana), dan Looking back (Memeriksa kembali). Dari uraian tersebut
tentang penyelesaian masalah, maka dapat dilihat langkah sistematis
siswa dalam menyelesaikan masalah matematika (Polya, 2012). Sebelum
menginjak pada proses berpikir siswa, disana dapat diketahui cara
berpikir seperti apa yang diambil siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika. Dengan adanya tingkatan penyelesaian masalah tersebut
dan cara berpikir siswa maka kendala-kendala yang terjadi selama proses
berpikir berlangsung bisa dilihat.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah


Sebelum menginjak pada pembahasan tentang tujuan pembelajaran
geometri volume kubus dan balok ada beberapa aspek pendukung
lainnya yaitu konsep dan prinsip geometri. Konsep sendiri dalam
matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan siswa dapat
mengklasifikasikan objek-objek atau kejadian-kejadian dan
memungkinkan siswa dapat mengetahui sebagai contoh dan bukan
contoh. Dalam pembelajaran geometri, seorang siswa telah dianggap
belajar konsep geometri apabila dapat membedakan mana yang
termasuk sisi, panjang, lebar, dan tinggi. Sedangkan prinsip dalam
matematika adalah suatu ide tentang konsep-konsep dan hubungan
diantara konsep-konsep. Dengan kata lain prinsip adalah suatu ide yang
menghubungkan dua konsep atau lebih.

Operasi Hitung Dasar adalah konsep yang mendasari operasi hitung


dasar yang meliputi penjumlahan , pengurangan, perkalian dan
pembagian (Ruseffendi, dalam Romi, 2010:17). Pada kesempatan ini
peneliti akan membahas tentang geometri volume kubus dan balok.
Adapun tujuan mempelajari geometri volume kubus dan balok
sebagaimana yang disebutkan dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) guru mata pelajaran matematika adalah:
a. Siswa dapat mengenali bentuk geometri kubus dan balok.
b. Siswa dapat melakukan perhitungan volume kubus.
c. Siswa dapat melakukan perhitungan volume balok.

Tujuan pembelajaran tersebut berdasarkan standar kompetensi yang


sudah ditentukan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan ( BSNP ).

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis tersebut


tidak sejalan dengan kenyataan yang ada, kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa pada pembelajaran matematika masih
tergolong rendah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
putra (2014) pada siswa SMP yang menunjukkan bahwa rataan
kemampuan pemecahan masalah matematis pada

kelas ekperimen adalah 0,20 dengan klasifikasi peningkatan rendah


dan untuk kelas kontrol sebesar 0,15 dengan klasifikasi peningkatan
rendah. Hal ini menunjukkan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis pada kedua kelas masih tergolong rendah.
Kemampuan penyelesaiaan masalah ini erat kaitannya dengan
komponen pemahaman siswa dalam bermatematika (Polya, 2011). Polya
(2010) menyatakan bahwa “Solving problem is a fundamental human
activity. In fact, the greaterpart of our conscious thinking is concerned with
problems”. (Pemecahan masalah merupakan kegiatan dasar manusia.
Bahkan, sebagian besar dari pikiran sadar kita adalah peduli dengan
masalah).

Menurut Wardhini (2010) terdapat lima faktor yang memepengaruhi


siswa dalam sulitnya memecahkan masalah, yakni: Kompleksnya
pernyataan pada suatu masalah, Metode penyajian masalah yang
digunakan, Kebiasaan atau pengalaman belajar yang telah diperoleh
sebelumnya, Salah pengertian dalam penyelesaian, dan Sulitnya memulai
apa yang harus dilakukan. Kemampuan penyelesaian masalah ditandai
dengan beberapa kriteria yang dijadikan standart kriteria. Kegiatan
pemecahan masalah diantaranya meliputi; (1) Mengidentifikasi
kecukupan data untuk menyelesaikan Masalah; (2) Membuat model
matematika dari suatu masalah dan menyelesaikannya; (3) Memilih dan
menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika; (4)
Menginterprestasikan hasil dan memeriksa kebenarannya; (5)
Menerapkan matematika secara bermakna (Sumarmo, 2013).

Yudi (2012) menyatakan bahwa kemampuan penyelesaian masalah


(problem solving), Penalaran (reasoning), dan berpikir kritis (critical
thinking) merupakan tujuan kritis (critical goal) dalam pembelajaran
matematika.

3. Proses Berpikir Dalam Menyelesaikan Masalah


Sebelum berbicara tentang proses berpikir, alangkah baiknya jika kita
mengetahui apa arti berpikir. Kata dasar “pikir” dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah akal budi, ingatan, angan-angan. “Berpikir”
artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan
memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan (Sunaryo,
2011). Sedangkan proses berpikir merupakan urutan kejadian mental
yang terjadi secara alamiah atau terencana dan sistematis pada konteks
ruang, waktu, dan media yang digunakan, serta

menghasilkan suatu perubahan terhadap objek yang


mempengaruhinya. Proses berpikir merupakan peristiwa mencampur,
mencocokkan, menggabungkan, menukar dan mengurutkan konsep –
konsep, persepsi – persepsi dan pengalaman sebelumnya (Kuswana,
2011).

Berbicara masalah proses berpikir tidak terlepas dari pola berpikir,


yang mana dari pola pikir tersebut dapat menentukan proses berpikir.
Dalam matematika, Hanya diterima pola pikir yang bersifat deduktif. Pola
pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang
berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan
kepada hal yang bersifat khusus.
Berpikir Menurut Ngalim (2011) dibagi menjadi 3 macam yaitu:
a) Berpikir Induktif
Berpikir induktif adalah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung
dari khusus menuju kepada yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau
sifat-sifat yang tertentu dari berbagai fenomena, kemdian menarik
kesimpulan bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis
fenomena tadi.

b) Berpikir Deduktif
Kebalikan dari berpikir induktif, berpikir deduktif prosesnya
berlangsung dari umum menuju kepada yang khusus. Dalam cara berpikir
ini orang bertolak dari suatu teori ataupun prinsip ataupun kesimpulan
yang dianggap benar dan sudah bersifat umum. Darisitulah diterapkan
kepada fenomena-fenomena yang khusus dan mengambil kesimpulan
khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut.

c) Berpikir Analogis
Analogi berarti persamaan atau perbandingan. Berpikir analogis
adalah berpikir dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan
fenomena- fenomena yang biasa/pernah dialami. Di dalam cara berpikir
ini orang beranggapan bahwa kebenaran dari fenomena-fenomena yang
pernah dialaminya berlaku pula bagi fenomena yang dihadapi sekarang.
Dari penjelasan berpikir diatas dapat diperinci lagi kedalam indikator
proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika yang
diambil dalam tabel milik (utomo, 2013) adalah sebagai berikut:
 Tabel Indikator proses berpikir siswa dengan pendekatan polya (Utomo,

2013)

Pemecahan Masalah Proses Berpikir Indikator Polya

Menerima
Mengakses informasi
informasi

Menyimpan Melakukan pengulangan dalam

informasi membaca masalah

Memahami Mengolah
Menyebutkan tujuan
masalah informasi

Mendeskripsikan kembali dengan


Memanggil
bahasa sendiri
Kembali
Mengingat kembali cara pemahaman
informasi
yang dilakukan sebelumnya

Mengingat konsep, rumus atau aturan


Memanggil
serupa yang sudah dikuasai dan
kembali
mencoba masalah yang berhubungan
Merencanakan
Mengaitkan informasi yang ada dengan
Pemecahan
Mengolah pengetahuan yang dimilik i

informasi Memeriksa pengetahuan awal dengan

tujuan

Melaksanakan Memanggil Mengingat informasi yang penting


pemecahan kembali

rencana informasi

Mengaitkan rencana penyelesaian


Mengolah
dengan pengetahuan yang dikuasai
informasi
Berargumen logis

Memanggil
Mengingat penyesuaian yang dilakukan
kembali

Memeriksa kembali Mengetahui adanya gagasan yang salah


Mengolah
Meneliti kembali kebenaran
informasi
Mengetahui hal penting yang perlu dicek

Dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang


harus dilakukan yaitu;
1. Definisikan Masalah yang Ada.
Kita perlu berfokus pada apa yang menjadi masalah intinya dan mencari
tahu segalanya secara rinci. Seringkali kita hanya menganalisa permasalahan
sekejap saja, sehingga kita tidak bisa mengetahui penyebab suatu
permasalahan dengan benar. Untuk mendefinisikan permasalahan secara
tepat, jangan lupa untuk mengikuti langkah-langkah berikut ini:

- Ketika mendefinisikan permasalahan, kita perlu membedakan antara fakta


dan pendapat. Logikanya, kita tidak akan mendapatkan penyebab
permasalahan yang valid jika kita tidak bisa membedakan keduanya.
- Dalam hal ini, kita juga perlu menyatakan atau mengungkapkan
permasalahan yang terjadi secara spesifik.

- Coba identifikasi standar, norma-norma atau nilai-nilai apa saja yang telah
dilanggar dari permasalahan ini.

- Kita perlu menentukan dimana titik permasalahan yang ada dan mulai
merancang proses pemecahan masalah.

- Pastikan untuk tidak menyelesaikan sebuah permasalahan tanpa data-data


yang valid.

2. Mencari Solusi Alternatif.


Setelah mengidentifikasi permasalahan yang ada secara detail, maka
sekarang waktunya untuk membuat beberapa pilihan yang bisa kita pilih untuk
mencari solusi alternatif yang efektif. Oleh karena itu, kita perlu menunda
pemilihan solusi alternatif sampai kita benar-benar sudah mendapatkan solusi
yang cocok dan yang diinginkan oleh semua pihak yang terlibat.

- Pastikan untuk tidak terburu-buru dalam menentukan suatu solusi alternatif.


- Sertakan semua individu yang terlibat dalam menentukan solusi alternatif
yang terbaik.
- Tentukan solusi alternatif yang sejalan dengan tujuan organisasi atau
perusahaan.
- Tentukan solusi alternatif untuk jangka pendek dan jangka panjang.
- Pertimbangkan ide-ide yang disampaikan oleh orang lain (Ingat, semua
orang berhak memberikan pendapat mereka terhadap solusi alternatif).
- Pilih solusi alternatif yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah.

3. Evaluasi dan Pilih Solusi Alternatif yang Ada.


Langkah ketiga yang bisa kita lakukan adalah mengevaluasi setiap pilihan
solusi alternatif yang ada, lalu memilihnya secara bijak dengan
mempertimbangkan segala kebaikan dan keburukan yang akan dihasilkan di
masa depan. ]Berikut ini adalah poin-poin yang bisa di terapkan:
- Mengevaluasi solusi alternatif yang relatif terhadap standar target yang
ada.
- Kita juga perlu mengevaluasi semua solusi alternatif yang ada tanpa rasa
bias.
- Kita perlu mengevaluasi solusi alternatif yang mungkin terbukti berhasil.

4. Coba untuk Terapkan dan Tindak Lanjuti Solusinya.


- Kita perlu merencanakan dan mengimplementasikan solusi alternatif yang
telah dipilih dan di uji coba.
- Kita perlu mengumpulkan segala umpan balik dari semua pihak yang
mungkin akan terkena dampak dari solusi alternatif tersebut.
- Kita juga perlu mencari persetujuan atau konsensus dari semua pihak yang
terkena dampaknya.
- Selain itu, jangan lupa untuk menetapkan langkah-langkah dan pemantauan
secara berkelanjutan ya!
- Terakhir, kita perlu terus mengevaluasi hasil jangka panjang berdasarkan
solusi akhir yang telah kita pilih secara bersama-sama.
JURNAL - JURNAL YANG BERKAITAN DENGAN MATERI

1. JURNAL KONSEP DASAR PSIKOLOGI KOGNITIF

 JUDUL 1 :
PSIKOLOGI KOGNITIF SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN
TES KEMAMPUAN DASAR MEMBACA BIDANG SAINS

LINK 1 :
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/download/1414/120

HASIL 1 :
Hasil penelitian ini berupa model pengembangan tes berdasarkan
psikologi kognitif, karakteristik soal TKD-membaca, dan TKD-membaca
yang karakteristik soalnya telah distandarisasi. Produk akhir berupa
TKD membaca, yang dikemas dalam tiga buah Buku Tes, dan manual
penggunanya. Aplikasi psikologi kognitif pada pengembangan soal
TKD membaca dilakukan sejak penetapan indikator kemampuan membaca.
Pada penelitian ini, langkah pengembangan TKD-membaca meliputi
penetapan indikator kemampuan membaca, pendefinisian konstruk
kemampuan membaca, pemvalidasian konstruk pada kerangka konseptual,
penerapan model kognitif dalam penulisan soal pada kerangka prosedural,
dan pengevaluasian soal yang dikembangkan.

 JUDUL 2 :
KONSEP DASAR PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT JEAN PIAGET

LINK 2 : https://journal.peradaban.ac.id/index.php/jdpgsd/article/view/17/16

HASIL 2 :
Berdasarkan akar teoritis yang dibangun oleh Piaget, beberapa
penulis mendefinisikan kognisidengan redaksi yang berbeda-beda, namun
pada dasarnya sama, yaitu aktivitas mental dalam mengenal dan
mengetahui tentang dunia.
Kognisi merupakan salah satu aspek perkembangan individu yang
meliputi kemampuan dan aktivitas mental yang terkait
dalam prosespenerimaan-pemrosesan-dan penggunaan informasi
dalam bentuk berpikir, pemecahan masalah, dan adaptasi.
2. JURNAL PERSEPSI

 JUDUL 1 :
PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN ORANGTUA DAN KESULITAB
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR PADA REMAJA

LINK 1 :
https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/psikologi/article/view/3006/1907

HASIL 1 : Berdasarkan hasil penelitian dapat di- tarik kesimpulan bahwa


terdapat hubungan yang negatif antara persepsi terhadap dukun- gan
orangtua dan kesulitan pengambilan keputusan karir pada remaja. Semakin
positif persepsi remaja terhadap dukungan orang- tua maka semakin
rendah kesulitan yang dirasakan remaja dalam pengambilan kepu- tusan karir,
semakin negatif persepsi remaja terhadap dukungan orangtua maka
semakin tinggi kesulitan yang dirasakan remaja dalan pengambilan
keputusan karir.

 JUDUL 2 :
PERSEPSI PADA BY STANDER TERHADAP INTENSITAS BULLYING
PADA SISWA SMP

LINK 2 :
https://journal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7168

HASIL 2 : Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat


pengaruh positif antara persepsi pelaku bullying terhadap
inten-sitas bullying pada siswa SMP di Makassar. Festinger,(1957);Cooper,
dan Fazio (1984) sepakat bahwa pelaku bullying memper-sepsikan
bystandersebagai pendukung atas perilakunya dan dukungan tersebut
men-jadi sebuah reward. CQ Researcher (2005) mengemukakan
bahwa bystander berperan penting dalam kasus bullying. Bystander
yang diam saja atau tidak memperdulikan perlakuan bullying yang dilakukan
teman-nya membuat pelaku merasa terdukung dan menganggap
biasa hal tersebut, namun ketika reaksi bystander bergerak
membantu korban, maka pelaku akan merasa gagal karena tidak
adayang mene-rima perilakunya tersebut
3. JURNAL INGATAN MEMORI

JUDUL 1 :
DAMPAK PANDEMI COVID 19 PADA PSIKIS DAN INGATAN ANAK

LINK 1:
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/elementary/article/view/19287/13919

HASIL 1 :
Pandemi Covid 19 menjadi kondisi yang berpengaruh pada kehidupan banyak
orang. Penyebarannya yang semakin meluas mengakibatkan banyak tekanan,
cemas, dan stres. Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi orang dewasa namun
juga rentan mempengaruhi kondisi psikologis anak.
Sebagian besar anak akan tangguh dalam menghadapi stres atau trauma parah.
Namun, ada beberapa anak yang mungkin mengalami beberapa efek kesehatan
mental yang permanen. Ini menjadi lebih mungkin jika anak telah mengalami
ancaman langsung terhadap keselamatannya (seperti tidak memiliki cukup makanan
atau tempat tinggal yang stabil, menjadi sangat sakit sendiri atau melihat orang yang
dicintai yang sangat sakit) atau mengalami kematian atau kerugian karena pandemi.
Anak anak dengan masalah kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya juga
berisiko lebih tinggi untuk masalah kesehatan mental yang lebih lama. Berbagai
upaya dapat dilakukan untuk membuat anak memiliki ingatan yang baik tentang
bagaimana mereka melewati masa pandemi Covid 19. Selain itu, orangtua sebaiknya
berbagi dengan anak tentang optimisme bahwa masa depan yang positif ada di depan
dan orangtua akan membantu mewujudkannya. Ini tidak hanya membantu
kesejahteraan anak-anak tetapi juga menjadi bagian dari apa yang anak-anak ingat.
Waktu yang menyenangkan dan momen khusus akan dikodekan dalam memori
jangka panjang. Ingatan anak-anak tentang pandemi nantinya juga dipengaruhi
tentang apa yang mereka lihat saat ini, mereka baca, dan mereka dengar.
Anak akan mengingat dan menciptakan narasi mereka sendiri, dimana peristiwa ini
dianggap sebagai pengalaman tentang ketahanan. Sehingga diharapkan akan tercipta
suatu ingatan di dalam memori anak dimana pandemi ini adalah salah satu
peristiwa terburuk yang terjadi di abad ini, namun mereka selamat melewatinya.

JUDUL 2 :
PERANAN INGATAN DAN IMPLIKASINYA DALAM PROSES
PEMBELAJARAN

LINK 2 :
https://ejurnal.umri.ac.id/index.php/JeITS/article/view/1687/1192

HASIL 2 :
Pendekatan pemrosesan informasi sangat penting untuk diketahui
dan dipahami oleh pendidik yang berkaitan dengan proses
pembelajaran. Pendekatan pemrosesan informasi merupakan
pendekatan kognitif dimana anak mengolah informasi,
memonitornya,dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut.
Inti dari pendekatan ini adalah proses mengingat dan cara berpikir. Ingatan
merujuk pada kemampuan pembelajar untuk secara mental menyimpan hal-hal
yang telah mereka pelajari sebelumnya. Proses mengingat dimulai
dengan pengkodean, penyimpanan dan diungkap kembali untuk tujuan tertentu di
kemudian hari. Guru dapat menggunakan berbagai macam cara untuk
membantu siswa dalam proses mengingat diantaranya dengan cara
pengulangan, melakukan pembelajaran bermakna, organisasi,
elaborasi, dan pembayangan visual.Agar hasil belajar siswa dapat
dicapai secara optimal, diperlukan pula penguasaan guru terhadap
pendekatan pemrosesan informasi terutama tentang ingatan, lupa dan transfer.
Dengan demikian usaha guru untuk meningkatkan mutu
pendidikan perlu diarahkan pada pengembangan kemampuan
mengingat, mentransfer informsi dan meminimalisirkan lupa
dengan menerapkan strategi yang tepat terkait dengan kemampuan tersebu

4. JURNAL PEMECAHAN MASALAH


 JUDUL 1 :
ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOALMATERI BARISAN DAN
DERET

LINK 1 :
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/axiom/article/view/8069/3881

HASIL 1 :
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa terbentuk dalam tiga kategori
yaitu kemampuan pemecahan masalah siswa tinggi, sedang dan rendah.
Pada tahap memahami masalah siswa dengan kamampuan pemecahan masalah
tinggi dan sedang dikategorikan mampu untuk menjalankan proses memahami
masalah dengan baik. Sedangkan siswa dengan kemampuan
pemecahan masalah rendah hanya mampu menuliskan apa yang
diketahui dari soal yang diberikan dan masih salah menuliskan
apa yang ditanyakan dari soal. Kemudian kesalahan siswa
dalam menyelesaikan soal kemampuan pemecahan masalah
matematis terletak pada proses merencanakan strategi pemecahan
masalah dan melaksanakan perhitungan. Kemudian pada tahap
memeriksa kembali, siswa juga masih salah dalam melakukannya
dan rata-rata siswa tidakmelakukan pemeriksaan kembali.
Berdasarkan hasil jawaban siswa dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan
masalah siswa di salah satu MAN tergolong cukup walau masih
banyak yang kesulitan mengerjakan pada indikator menjalankan
rencana penyelesaian dan memeriksa kembali jawaban yang
telah dikerjakan

 JUDUL 2 :
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA DALAM
MENYELESAIKAN SOAL CERITA BERDASARKAN GAYA BELAJAR
PADA MATERI PECAHAN DI SMP

LINK 2 :
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/20462/16773

HASIL 2 :
Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan, secara umum dapat
disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan
soal cerita berdasarkan gaya belajar pada materi pecahan di SMP Negeri 7
Pontianak adalah berbeda beda tergantung dari gaya belajar yang dimiliki. Selain
itu, kemampuan pemecahan masalah siswa yang memiliki gaya belajar asimilator
lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan masalah siswa yang memiliki
gaya belajar konverger, diverger, dan akomodator. Sedangkan secara khusus
dapat disimpulkan bahwa 1) kemampuan pemecahan masalah siswa yang
memiliki gaya belajar asimilator mampu memenuhi semua indikator dalam
pemecahan masalah. 2) kemampuan pemecahan masalah siswa yang memiliki
gaya belajar konverger mampu memenuhi indikator dalam pemecahan masalah,
tetapi ada satu siswa yang kurang mampu memenuhi indikator dalam menyusun
rencana, melaksanakan rencana, dan hanya mampu memenuhi satu indikator
dalam memeriksa kembali. 3) kemampuan pemecahan masalah siswa yang
memiliki gaya belajar diverger hanya mampu memenuhi satu indikator dalam
mamahami masalah dan memeriksa kembali, sedangkan kurang mampu dalam
menyusun rencana dan melaksanakan rencana. Dan 4) kemampuan pemecahan
masalah siswa yang memiliki gaya belajar akomodator mampu memenuhi dua
indikator dalam memahami masalah, tetapi kurang mampu dalam menyusun
rencana dan melaksanakan rencana, dan tidak mampu memenuhi indikator dalam
memeriksa kembali.

Anda mungkin juga menyukai