Anda di halaman 1dari 10

Paper Kelompok

Bab XI
The Early Fourteenth Century: Oxford
Alfonsius Mau (210102037), Gaudensius Daneswara (210102011), Indra Widyawan (210102013)

Pengantar
Perdebatan mengenai kekekalan dunia senantiasa melibatkan para pemikir Inggris sejak
zaman William dari Durham dan Alexander dari Hales. Tulisan dan karya-karya mereka semuanya
merupakan hasil dari lingkungan Paris. Pada awal abad ke-14, Universitas Oxford mulai mencapai
posisi yang dominan. Oxford akan menjadi tempat dari beberapa diskusi yang berpengaruh besar.
Para pemikir di Oxford ini memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan para
pemikir sezamannya di Paris, yaitu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan filosofis sangat bergantung
pada argumen-argumen logis dan matematis, penggunaan karya-karya Grosseteste yang ekstensif,
dan memahami “kekekalan” secara jelas sebagai bentangan temporal yang infinit, mengesampingkan
pertimbangan kekekalan sebagai suatu simplisitas dan atemporal.1

William dari Nottingham


William dari Nottingham adalah lector ke-39 dari Sekolah Oxford Fransiskan dan menjadi
Minister Provinsial di Inggris (1316-1330). Pendapatnya dalam Sententiae berfokus pada persoalan
kemungkinan adanya sesuatu selain Allah dari kekekalan, juga disebutkan pula bukti-bukti dari
perdebatan mengenai problem kemungkinan-kemungkinan „dunia yang kekal‟. Pertanyaan yang
diajukan William adalah pertanyaan yang patut diperhitungkan dalam melihat problem ini.
Sebagai permulaan pembahasan ini, William memulai dengan mendiskusikan perbedaan
being of essence (esse essentiae) dan being of existence (esse existenstiae). Kemudian ia melanjutkan
dengan menunjukkan ketidakmungkinan ada sesusatu yang ada secara esensi (being of essence)
tanpa menjadi ada secara eksistensi (being of existence). Ia pun juga mengemukakan sebuah bukti
bahwa meyakini sesuatu yang ada selain Allah dalam kekekalan ataupun coeval dengan-Nya adalah
suatu kontradiksi.

Ia mengemukakan empat (4) alasan mengapa tidak mungkin sesuatu selain Allah benar-benar
ada sejak kekekalan. Pertama, sesuatu dapat berasal dari suatu pencipta berdasarkan keseluruhan
keberadaannya, tanpa mengandaikan suatu apa pun. Kedua, sesuatu hanya akan berasal darinya
secara efektif, bukan originaliter, sebagaimana panas dari matahari, anak dari seorang bapak, atau
nyala terang dari api. Ketiga, adanya sesuatu bukan diberikan kepada sesuatu itu secara substansial
(berdasar 'ada'-nya), tetapi dengan cara yang lain. Keempat, sesuatu itu diciptakan dari ketiadaan,
atau dari non-being, secara sederhana (simpliciter). Menurutnya, setiap sesuatu mempunyai wujud
baru yang diperolehnya dari non-being. Namun hal ini bertentangan bagi sesuatu yang

1
Richard C. Dales, Medieval Discussions of the Eternity of the World (E.J. Brill, 1990), 199.

1
keberadaannya tidak mempunyai permulaan, atau dari kekekalan. Oleh karena itu, menganggap
bahwa suatu makhluk (selain Allah) ada sejak kekekalan adalah suatu kontradiksi.2

Ia menanggapi pernyataan “prior by nature” yang dapat diartikan secara positif, yang
sebenarnya akan dibahas pada bab selanjutnya. Tapi untuk membicarakan terkait kemungkinan
adanya sesuatu selain Allah sejak kekekalan, ia berpendapat: tidak ada preceding potency kalau bisa
dihalangi (impeded), tapi mungkin dapat muncul concomitant potency (bersamaan-beriringan) dari
sisi „pencipta‟. Sebagaimana Allah menciptakan dari kekekalan, Ia pun dapat untuk tidak
menciptakan.

Henry Harclay
Henry Harclay adalah seorang rektor dari Universitas Oxford pada tahun 1312 sampai dengan
1317 (tahun wafatnya). Ia adalah seorang pengajar sekular dan filosof. Ia sungguh tertarik dengan
problem kemungkinan kekekalan dunia dan sifat-sifat dari himpunan infinit. Salah satu karyanya
adalah quaestio mengenai kemungkinan-kemungkinan kekekalan dunia.
Henry memulainya dengan memaparkan tiga (3) pandangan mengenai quaestio tersebut.
Pertama, dunia ada sejak kekekalan dan tidak mungkin tidak ada. Kedua, dunia tidak ada sejak
kekekalan, tetapi bisa saja (could have) ada sejak kekekalan. Ketiga, dunia tidak dapat ada sejak
kekekalan, maka dunia tidak ada sejak kekekalan. Henry sendiri menyatakan bahwa dirinya
memegang pandangan yang kedua: dunia dan gerak (motion) dapat ada dari kekekalan. Dengan
demikian, ia perlu menjelaskan lebih lanjut mengenai kemungkinan dunia ada dari kekekalan.

Dalam usahanya untuk mempertanggungjawabkan sikapnya, ia membaginya ke dalam


langkah-langkah menjawab dengan pola matematis dan logika dengan merujuk pada 2 tokoh,
Agustinus dan Bonaventura.

Berkenaan dengan waktu dan jiwa yang infinit, ia mengembangkan argumen matematis yang
juga didasarkan pada karya Agustinus, De civitate Dei. Ia memakai argumen Agustinus untuk
menjawab durasi waktu yang tak terbatas juga mengandaikan jumlah jiwa-jiwa yang tak terbatas
juga, dan akhirnya dapat memunculkan suatu kekuatan jiwa yang tak terbatas pula.
“ … angka yang kita gunakan untuk mengukur sebagai suatu bilangan
adalah ukuran tertentu yang ada di dalam pikiran, dan ketika kita
mengukur dengannya kita memperoleh pengetahuan tentang hal yang
diukur dengan bilangan tersebut. … dalam pikiran ilahi pun ada banyak
bilangan-bilangan itu. Tentu hal ini tidak bertentangan bagi jumlah jiwa-
jiwa yang infinit. … jika ada banyak sekali jiwa, beberapa atau semua dari
mereka tidak akan membuat suatu kekuatan yang tak terbatas. Oleh karena
itu, di dalam kumpulan jumlah itu akan terdiri setiap spesies dari bilangan,
dan akibatnya tidak akan ada kesatuan bilangan, karena merupakan suatu
kontradiksi juka satu bilangan harus mengandung semua bilangan. Dan
inilah yang dikatakan oleh Agustinus / bahwa tidak ada suatu bilangan

2
Dales, Medieval, 200.

2
yang menggambarkan bilangan yang tak terbatas, karena itu akan
mengandung dirinya sendiri, pasti tidak mungkin.”3
Melawan pandangan Bonaventura. Dalam bagian ini, Harclay mengemukakan beberapa
argumennya yang berseberangan dengan Bonaventura. Pertama, durasi infinit dapat dilampaui ke
arah yang tidak terbatas. Ia memakai contoh matahari, dan generasi dirinya:
“Misalkan ayah saya dan matahari mendahului saya dalam hal durasi, dan
ayahnya (dari ayah saya) dan matahari mendahuluinya, dan seterusnya
hingga tak terhingga. Adalah sesuatu kebenaran bahwa matahari (penyebab
utama dari semua generasi di bumi) mendahului generasi-generasi manusia,
dan berlaku demikian dalam jumlah tak terbatas dari orang-orang yang ada
seperti sebelumnya. Jika matahari mendahului setiap generasi secara terpisah,
itu juga mendahului mereka secara kolektif, dan dengan demikian durasi
yang tak terbatas (yaitu, generasi-generasi manusia) dapat dilampaui (yaitu,
oleh matahari) ke arah yang tak terbatas.”4
Kedua, yang tak terbatas itu tidaklah sama (not equal), dapat dikurangi atau ditambah, tanpa
mempengaruhi ketakberhingaannya. Ia menggunakan pemikiran Aquinas: there can be
proportionality between infinity.5 Ia memakai analogi matematis untuk menggambarkan
ketakberhinggaan yang mampu dipahami sebagai yang tak sama, seperti revolusi matahari dan bulan,
serta garis dengan panjang 8 dan 4 kaki. Maka yang infinit tidak bertentangan dengan ketaksamaan
(not equal). Seandainya dunia ini sudah ada dari kekekalan, infinit yang satu bisa lebih besar dari
infinit lainnya dilihat dari jenis kuantitas yang sama. Menurut Dales, tidak ada keraguan bahwa
dalam jumlah yang tak terbatas, kita dapat berbicara tentang part dan whole hanya sehubungan
dengan bagian yang ditentukan.6

Pada argumennya yang ketiga, ia mengemukakan bahwa gambaran garis lurus dapat menjadi
gambaran untuk yang tak berhingga dan sebagaimana waktu, hanya ada dalam dimension of linearity
(bersifat linear). Baginya, dimensi waktu tidak mempunyai lebar atau kedalaman, namun hanya
linear dan lurus, tidak dapat berjalan secara simultan (bersamaan), karena diciptakan oleh aliran garis
lurus yang tidak dapat dibagi lagi dari masa lalu ke masa depan.7

Argumen ketiga itu kemudian berlanjut pada argumen keempat. Oleh karena waktu dapat
dipahami secara linear dan dapat menjadi tak terbatas, maka ketakberhinggaan itu dapat ada secara
teratur (in order) dan dapat dilalui (traversed). Untuk mengawalinya, ia merujuk pada argumen
Aristoteles mengenai yang tak terbatas, bahwa yang infinit tidak pernah akan diambil
sepenuhnya/tidak akan mencakup semuanya. 8 Maka untuk dapat mengatakan the infinite can be
traversed, harus mengandaikan suatu infinit dengan ujung/batasan. Menurut Dales, Harclay
kemudian meletakkan ujung/batasan itu kepada „akhir‟ suatu infinit itu. Dengan kata lain, ia
meletakkan extent waktu kepada awal mulanya (not have had a beginning). Sebagaimana dikatakan

3
Dales, Medieval, 203.
4
Dales, Medieval, 204.
5
Dales, Medieval, 205.
6
Dales, Medieval, 205.
7
Dales, Medieval, 206.
8
“no matter how much you take, there will always be more,” dalam Dales, Medieval, 206.

3
Harclay: “if the world should have existed from eternity, it would not have had a beginning in the
past, but it may well have a terminus in the other direction.”9

Menurut Dales, Henry Harclay adalah seorang intelektual nonkonformis yang mampu
menangkap dan mengambil beberapa pernyataan-pernyataan dari tulisan pemikir lain dan berujung
pada kesimpulan yang bermutu sesuai apa yang ia yakini. Misalnya saja; ia mengambil pemikiran
Grosseteste terkait infinit yang tidak sama (not equal), pemikiran Agustinus terkait suatu himpunan
tidak dapat memuat dirinya sendiri, pemikiran Aquinas tentang proporsionalitas (part and whole)
dalam bilangan yang infinit, dan mengambil posisi sebaliknya dari Bonaventura berkaitan infinit
yang tidak sama (non equal).10 Meskipun, menurut Dales, solusi yang ditawarkan oleh Henry
tidaklah memuaskan karena tidak membuat distingsi yang jelas antara entitas matematis dan fisik.
Dengan demikian, analisis continuum-nya tidak memadai.

Thomas Wylton
Keberadaan Quaestio dari Henry ini menimbulkan kegemparan di Oxford. Salah satu
tanggapan, datang dari seorang teolog inggris bernama Thomas Wylton dengan argumen utamanya
adalah: Apakah proposisi-proposisi ini dapat bersamaan benar: bahwa gerakan dihasilkan secara
kekal oleh Allah; dan bahwa jika Allah menciptakan dunia secara bebas, Ia dapat tidak
menciptakannya? Atas problem ini, ia menerapkan 3 langkah: pertama, terdapat tiga opini tentang
kekekalan dunia dan Thomas merespon masing-masing dari ketiga opini itu. Kedua, posibilitas
kekekalan dunia berdasarkan bentuk dari quaestio Harclay. Ketiga, respon Thomas dari argumen-
argumen yang berseberangan dengan yang diyakininya.11
Thomas Wylton memulai dengan merangkum beberapa pendapat, diawali pendapat
Aristoteles mengenai kekekalan waktu dan gerak. Atas argumen ini, Thomas mengutip pendapat dari
Maimonides dan Aquinas dalam teks Metaphysica 12 dan Physica 8, bahwa Aristoteles tidak
menganggap argumen ini sebagai suatu yang demonstratif. Kemudian pendapat Grosseteste dalam
karyanya Hexaemeron, dikatakan bahwa mereka yang menempatkan Aristoteles sebagai Katolik
beresiko dianggap sesat. Pandangan ini ditanggapi oleh Thomas Wylton bahwa Aristoteles dengan
jelas mengajarkan kekekalan waktu dan gerak. Maka dunia sebagai suatu kenyataan yang telah
berlangsung ini, diakui Aristoteles sebagai berasal dari penciptaan yang kekal.12

Pandangan ketiga muncul dari sebuah kelompok, yang berpendapat suatu gerak tidak hanya
dimulai, tapi juga tidak mungkin kekal.13 Atas pendapat ini Thomas mencoba memberikan
penjabarannya: bahwa keberadaan ciptaan itu tidak konsisten terhadap kekekalan; tidak konsisten
antara yang diciptakan secara kekal dengan yang diciptakan secara bebas; bahwa suatu yang ada
diterima „ada‟-nya setelah diberikan „dari yang lain‟, yang menunjukkan suatu durasi, bukan hanya
„ada‟ yang didapat dari kodrat; kesetaraan antara yang ada menuju tidak ada dan dari tidak ada

9
Dales, Medieval, 207.
10
Dales, Medieval, 208.
11
Dales, Medieval, 208.
12
Dales, Medieval, 209.
13
Dales, Medieval, 209.

4
menjadi ada, keduanya menyiratkan urutan temporal; bahwa apa yang dilestarikan dari ada yang
sudah diciptakan; argumen ke tak berhinggaan dari komentar Bonaventura dalam the Sentences;
argumen Pecham mengenai reproduksi yang lengkap dan akurat, bahwa jika dunia memiliki durasi
temporal yang tak berhingga, maka suatu bagian lebih baik dibandingkan keseluruhan; bahwa
kekekalan dunia mengandaikan yang tak berhingga (contohnya hubungan ayah dan anak); lalu
contoh lain mengenai batu yang tak berhingga. Dari tanggapan Thomas ini menunjukkan segala
kekurangan dari seluruh pendapat, memanfaatkan pendapat Aquinas, Grosseteste, dan terutama
Aristoteles.

Atas segala pendapat yang ada, Thomas mencoba memberikan pendapat: pertama, tidak ada
proposisi apapun yang kita ketahui (per se) dalam terang akal budi kita, dapat disimpulkan bahwa
mungkin diyakini bahwa dunia tidak kekal; kedua, tidak ada proposisi apapun jelas dalam terang
akal budi bahwa mungkin diyakini dunia tidak kekal, meskipun dalam terang iman, diyakini bahwa
dunia dimulai dengan cara sedemikian rupa dan memiliki keberadaannya dari ketiadaannya; dan
ketiga, tidak ada kemungkinan terjadinya dua proposisi berjalan bersama: bahwa gerakan dan dunia,
atau apapun yang lain, dihasilkan secara kekal oleh Allah, dan bahwa Allah dengan bebas
menciptakan dunia, dalam arti bahwa Ia mampu untuk tidak menciptakannya jika Ia
menghendakinya.14

Di Bagian ketiga, Thomas memberikan tanggapan atas segala argumen yang bertentangan
dengan pendapatnya, yang mana sebagian besar berasal dari pertanyaan Henry Harclay tentang
kemungkinan-kemungkinan kekekalan dunia. Thomas memulai dengan menyangkal bahwa
ketiadaan dalam ciptaan itu per se, meskipun adanya diterima dari Tuhan. Ia juga menyangkal
pergerakan dari yang tiada menjadi ada (penciptaan) adalah sama dengan dari ada menjadi tiada
(peniadaan). Kemudian, ia mencari solusi atas pertanyaan apakah yang tak terbatas itu dapat dilalui
(traversed), yang mana pernyataan ini tidak ada dalam tulisan Aristoteles dan dalam Physica 3, tetapi
maksud dari traversal yang dicari adalah yang berlaku pada infinit yang dibatasi pada sebuah ekstrim
ketika bergerak pada suatu ujung.15

Thomas melanjutkan dengan mengkritik anggapan dari Bonaventura bahwa tidak ada
keteraturan dalam infinit karena tidak ada yang menjadi titik awal, meski harus diakui bahwa
keteraturan itu akan mengambil peran juga, yakni ketika infinit yang bergerak ke satu arah. Baginya,
waktu yang lampau adalah waktu yang diakhiri dengan masa kini menuju masa depan. Kemudian,
masa depan juga ditentukan dari masa kini dan ini yang disebut infinit ex parte post, sehingga baik
masa lampau dan masa depan memiliki keteraturannya pada masa kini. Aristoteles, dalam Physica 4,
mengatakan sebelum dan sesudah dalam waktu dipahami dengan membandingkan dengan saat ini,
tidak dibandingkan dengan waktu terakhir dan pertama. 16

14
Dales, Medieval, 210.
15
Dales, Medieval, 211.
16
Dales, Medieval, 211-212.

5
Kemudian dalam menanggapi quaestio karya Henry Harclay, mula-mula Thomas
menggunakan perbandingan antara infinitum simpliciter dan infinitum quo. Infinitum simpliciter
berarti yang tidak memiliki ujung di kedua arah dan memiliki potensi untuk tidak ada ekstrinsik
pada diri sendiri dimana hal ini bisa membuatnya menjadi lebih besar. Sifat dari Infinitum simpliciter
adalah tidak bisa ditambah dan satu yang tak terhingga tidaklah lebih besar atau lebih kecil dari yg
lain. Kemudian infinitum quo berarti suatu dimensi atau durasi yang, meskipun tidak mempunyai
ujung di satu arah dan konsekuensinya tidak menerima tambahan dari arah tersebut, namun memiliki
ujung disisi lainnya. Sifat dari infinitum quo adalah bisa ditambah, tapi hanya di satu arah dan satu
yang tak terbatas ini bisa menjadi besar atau kecil dari yg lain. 17 Dari tanggapan ini Thomas
menyangkal Harclay bahwa sesuatu tak berhingga itu dapat ditambah ke arah yang tak terbatas.

Thomas melanjutkan dengan melihat argumen Harclay mengenai traversal pada yang tak
berhingga. Ia membantah argumen Harclay namun setuju pada bagian penutup, bahwa waktu yang
infinit pasti dapat dilalui (traversal) secara nyata (in actio), dan menegaskan bahwa tidak ada yang
absurd mengenai infinitum quo.18 Selain itu Thomas juga menyangkal pendapat Harclay mengenai
sesuatu yang terambil dari infinitum simpliciter akan membuatnya lebih sedikit.
“tidak ada penambahan atau pengurangan yang dapat dilakukan secara
ekstrim, karena tidak ada ekstremnya. Tapi jika Tuhan menghapus satu hari
atau satu tahun dari keseluruhan waktu yang tak terhingga, maka akan ada
dua masa yang berbeda satu sama lain, karena masing2 memiliki ujungnya,
dan disini penambahan dan pengurangan dapat dilakukan sehingga dapat
disebut lebih besar atau kecil. Kemudian dari sini akan membentuk 2 masa,
dimana mereka tidak dapat dibandingkan dengan yg lain.“ 19
Pertanyaan terakhir dari Thomas adalah bahwa durasi mengenai kekekalan dunia mencakup
jiwa-jiwa yang telah meninggal dalam jumlah yang tidak berhingga. Solusi yang diberikan Thomas
melampaui pendapat Aquinas dan Harclay mengenai subyek yang sama, terutama dalam
penyelidikannya terhadap sifat-sifat himpunan yg tak terhingga.20 Thomas memulai dengan
memberikan dua argumen dari The opponens. Pertama, meskipun adanya jiwa-jiwa itu teratur dalam
waktu, jumlah mereka infinit secara sederhana (simpliciter) dan oleh karena itu penambahan dapat
membuat jumlah yang infinit atau kuantitas simpliciter. Kedua, keteraturan esensial jiwa-jiwa yang
sudah pergi dari dunia, kalau dahulu dunia itu kekal maka akan ada (spesies) bilangan secara nyata
(in actio) melampaui dari kesatuan ke yang tak terhingga. Hal ini menimbulkan dua kontradiksi:
pertama, bahwa jumlah spesies bilangan menjadi tak terbatas dan kedua, akan ada rata-rata yang tak
berhingga antara dua ekstrim.21

Pemahaman paling memuaskan mengenai argumen “Jiwa yang tak berhingga”, mengikuti
pendapat Harclay dengan poin utama: “ ketika diakui bahwa jumlah jiwa adalah tak terbatas, kata
jumlah tidak mengandaikan suatu jumlah yang partikular. Tapi “apa yang diandaikan” dan “apa yang

17
Dales, Medieval, 212.
18
Dales, Medieval, 213.
19
Dales, Medieval, 214.
20
Dales, Medieval, 215.
21
Dales, Medieval, 215-216.

6
ingin diandaikan” adalah hal yang sama, dan hal ini merupakan suatu jumlah tertentu yang tidak
ditentukan dengan mengindahkan penentuan spesies atau individu, tetapi mencakup dalam dirinya
tak terbatas banyaknya urutan spesies”22 Dan masalah dari tak terbatasnya jiwa disimpulkan dengan
argumen naturalistik, bahwa jiwa yang terpisah tidak dapat menggunakan kekuatannya pada sesuatu
di luar diri mereka, tetapi hanya di dalam tubuh, di mana mereka memiliki organ tubuh yang sesuai.

Bagi Dales Thomas melakukan serangkaian penyelidikan terhadap beberapa poin dari
pengajaran Aristoteles, dimana taktik utama Thomas bahwa yang paling dapat diklaim terhadap
Aristoteles adalah bahwa dia berargumen sebagai seorang non-Kristen (infidelis), bukan bahwa
penalarannya salah.23 Mengenai pertanyaan tentang ajaran Aristoteles dan Plato mengenai kekekalan
dunia, ia melakukan penyelidikan dan perbandingan yang mendalam dan tajam, berdasarkan pada
teks-teks itu sendiri, konteks doktrin mereka secara keseluruhan, dan otoritas pengajaran sebelumnya
yang turut memengaruhi pemikiran mereka (seperti Harclay dan Thomas sangat bergantung pada
Hexaemeron karya Grosseteste). Keseluruhan kajian ini diakhiri dengan tanggapan terhadap bentuk
pertanyaan: "Saya tidak melihat bahwa kedua proposisi ini dapat benar bersamaan (simultant):
bahwa dunia telah ada dalam keberadaannya yang nyata, secara efektif ditempatkan di luar dari
kekekalan; dan bahwa Allah dengan bebas menciptakan dunia sehingga Ia dapat untuk tidak
menciptakannya."

Dales juga melihat bahwa walaupun Thomas sangat terinspirasi oleh Quaestio dari Harclay,
namun Thomas berhasil mengembangkan pendapat dari Harclay, baik dengan menunjukkan bahwa
beberapa posisi Harclay keliru maupun dengan menyajikan argumen yang lebih memuaskan untuk
banyak poin di mana keduanya sepakat.24 Dales juga melihat bahwa Thomas juga menunjukkan
tingkat kedewasaan yang tinggi dalam menghadapi doktrin Aristoteles, dengan menunjukkan bahwa
Aristoteles bukanlah seorang Kristen dan bahwa banyak kesalahan yang dikaitkan dengannya
(mengenai jiwa, penciptaan, dll.) sebenarnya tidak relevan dengan pemikirannya. Bagi Thomas
sangat jelas bahwa Aristoteles memang mengajarkan kekekalan waktu, gerak, dan dunia sebagai
kebenaran yang dapat dibuktikan; tapi posisinya ini jelas dapat dimengerti (intelligible) dan karena
ini mungkin (possible). Tapi Tuhan tidak bisa menciptakan dunia dari kekekalan dan tetap
menciptakannya secara bebas. 25

William Alnwick (1275-1333)


William adalah seorang teolog dan biarawan Fransiskan Inggris yang memiliki pandangan
berbeda tentang kekekalan dunia. Dia membahas masalah ini dalam dua pertanyaan yang singkat dan
panjang, yaitu Utrum deus produxit mundum sine principia duracionis dan Utrum asserere mundum
fuisse ab aetemo fuerit de intentione Aristotelis. Pertanyaan pertama singkat dan memberikan
argumen dalam bentuk rangkuman. Pertanyaan panjang dimulai dengan 11 argumen quod non yang
menunjukkan bahwa Aristoteles tidak mengajarkan doktrin kekekalan dunia. Argumen ini
22
Dales, Medieval, 217.
23
Dales, Medieval, 217.
24
Dales, Medieval, 218.
25
Dales, Medieval, 218.

7
menggunakan taktik Bonaventura untuk menunjukkan bahwa dunia yang tidak berawal bertentangan
dengan prinsip-prinsip Aristoteles. Dales berpendapat bahwa hanya sedikit ahli yang pada tahun
1316 berpendapat bahwa Aristoteles tidak mengajarkan kekekalan dunia, termasuk Aquinas yang
berubah pikiran dalam karya-karya terakhirnya.26
Dalam menjawab pernyataan bahwa Allah tidak akan mendahului dalam durasi suatu jumlah
yang kekal, William memberikan dua contoh untuk memperkuat argumennya. Pertama, kita dapat
memberikan titik pertama pada sebuah garis, di mana bagian-bagian lainnya memiliki urutan yang
sesuai dengan posisinya. Namun, kita tidak dapat memberikan bagian pertama dari garis tersebut.
Contoh yang kedua berkaitan dengan urutan waktu dan durasi. Dia menyatakan bahwa bagian-bagian
dari waktu memiliki urutan durasi, yang masing-masing bagiannya berada di belakang durasi titik
pertama.27 William juga melawan argumen Harclay dengan diskusi Godfrey dari Fontaines tentang
pembagian continuum. Menurutnya, jumlah tak terbatas tetap tak terbatas, meskipun Allah
melihatnya sebagai terbatas. Pembagian kontinum tak terbatas terjadi ex parte post.

Alnwilck membuat kutipan Aristoteles yang menegaskan rasionalitas superior pandangan


Kristen dan posisinya sendiri. Aristoteles berpendapat bahwa benda yang bergerak dibuat oleh gerak
atau perubahan. Namun, ini tidak sesuai, karena gerak sendiri dibuat dan berasal dari penggerak yang
efektif. Setiap benda yang bergerak telah atau sedang dibuat. Oleh karena itu, gerak dibuat atau
dihasilkan. Aristoteles mengakui emanasi sederhana sebagai penciptaan tanpa gerak dan perubahan.
Namun, Alnwick lebih menekankan pada penciptaan de novo yang lebih rasional daripada
penciptaan ab aeterno menurut prinsip-prinsip Aristoteles. Apa yang tampak dari seluruh pertanyaan
ini adalah bahwa Alnwick tidak begitu peduli untuk meneguhkan ajaran Aristoteles tentang
kekekalan dunia, melainkan untuk menunjukkan bahwa bahkan menurut prinsip-prinsip Aristoteles
sendiri, penciptaan de novo lebih rasional daripada penciptaan ab aeterno.

William Ockham
William Ockham adalah seorang filsuf dan teolog Skolastik yang hidup pada abad ke-14. Dia
belajar di Universitas Oxford, di mana dia menjadi anggota ordo Fransiskan. Pada tahun sekitar 1319
dan sebelum 1324, ketika Ockham meninggalkan Inggris, dia menyusun dua pertanyaan singkat dan
pertanyaan panjang yang memuat poin-poin utama yang sama. Pertanyaan singkat itu mengenai
apakah Allah dapat menciptakan dunia dari kekekalan dan pertanyaan panjang yakni apakah dunia
bisa kekal dengan kekuatan ilahi didalamnya. Namun, seperti para ahli Oxford lainnya, Ockham
membatasi penyelidikannya pada apakah dunia ini mungkin tidak berawal, yakni apakah dunia ini
memiliki durasi temporal yang tak terbatas di masa lalu.28
Posisi Ockham sendiri terkait dengan kekekalan dunia secara jelas dinyatakan dalam
pertanyaan singkatnya bahwa probabiliter (kemungkinan) Tuhan menciptakan dunia dari kekekalan
karena tidak ada kontradiksi yang nyata. Menurut pendapat Norman Kretzman, pandangan Ockham
mengenai probabilia diperlukan sebagai proposisi dan bukan merupakan prinsip-prinsip atau

26
Dales, Medieval, 218.
27
Dales, Medieval, 219.
28
Dales, Medieval, 22.

8
kesimpulan dari demonstrasi, tetapi karena kebenarannya tampak bagi semua orang, sebagian orang,
paling tidak bagi mereka yang bijaksana. Namun menurut Krezman ada dua sumber kesulitan
mengenai posisi ini, pertama, ada beberapa argumen yang menyimpulkan bahwa dunia diciptakan
dari kekekalan yang mengimplikasikan sebuah kontradiksi; dan kedua, karena tampaknya mungkin
untuk membuktikan bahwa dunia ini mungkin sejak kekekalan, maka dunia ini bisa saja sudah ada
dari kekekalan.29

Argumen yang Ockham sajikan untuk kesulitan pertama diambil dari Bonaventura, Algazel,
Harclay, Pecham, Hendry dari Ghent. Dia memperkenalkan jawabannya dengan mengakui bahwa
cara orang Kristen memahami kata penciptaan atau creation yakni suatu ciptaan yang sebelumnya
tidak ada sebenarnya mendahului keberadaannya dengan durasi. Maka menurut Ockham, jika Allah
dapat melakukan apa saja yang tidak mengandung kontradiksi, Ia dapat saja menciptakan dunia dari
kekekalan. Ketika Ockham menjawab tiga argumen pertama tentang perjalanan (traversal) sebuah
rangkaian tak terbatas, tentang eksistensi aktual dari jiwa-jiwa yang telah meninggal yang tak
terbatas (infinitely), dan bahwa revolusi bulan yang tak terbatas (infinite) akan melebihi revolusi
matahari yang tak terbatas (infinite), dia hanya memparafrasekan argumen-argumen Harclay.

Ockham juga menolak argumen Peckham yang menyatakan bahwa jika masa lalu tidak
terbatas, maka sebagian akan lebih besar dari keseluruhannya. Menurut Ockham, argumen ini
didasarkan pada asumsi yang salah yaitu semua yang tak terhingga (infinites) adalah sama (equal).30
Kesalahan ini terjadi karena tidak ada bagian yang lebih besar daripada keseluruhannya (whole).
Melalui argumen ini, Ockham menyempurnakan argumen Harclay dan Wylton tentang perjalanan
aktual yang tak terbatas (actual traversal). Dia memulai dengan menegaskan kembali bahwa jumlah
tahun yang akan datang tidak sama persis dengan jumlah tahun yang telah lalu, tetapi bisa jadi lebih
banyak atau lebih sedikit. Namun dengan asumsi bahwa jumlah yang satu sama banyaknya dengan
yang lain, Ockham berargumen bahwa sesuatu yang tak terbatas, yang pada suatu waktu harus
dilewati, sebenarnya tidak akan pernah benar-benar dilewati. Ini karena yang tak terbatas selalu
memiliki kemungkinan untuk terus dilewati tanpa pernah mencapai titik akhir atau batas yang pasti.31

Kretzman dan Dales juga setuju dengan menganggap bahwa argumen Ockham ini merupakan
argumen yang paling berhasil, meskipun Ockham berhutang budi pada Harclay dan Wylton. Menurut
Dales dan Kretzman, menyatakan argumennya Ockham lebih jelas dan sederhana daripada argumen
Harclay dan Wylton. Ockham juga menentang posisi Henry dari Ghent dalam pertanyaan yang
panjang. Menurut Ockham, argumen Henry salah dalam dua hal yakni, pertama karena ia
mengatakan bahwa ciptaan (creature) adalah bukan ciptaan pada hakikatnya; dan kedua, karena ia
menganggap perlu untuk membedakan penciptaan (creation) dan pemeliharaan (conservation)
sehubungan dengan ciptaan (creature) apa pun.32

29
Dales, Medieval, 223.
30
Dales, Medieval, 224.
31
Dales, Medieval, 225.
32
Dales, Medieval, 226.

9
Menanggapi kekurangan pertama, Ockham mengatakan bahwa: “jelas bahwa adalah salah
bahwa suatu ciptaan (creature) adalah bukan ciptaan menurut kodratnya sendiri, karena jika
demikian, ia tidak mungkin dijadikan ciptaan oleh kekuatan apapun. Dan jika beberapa penulis
mengatakan bahwa suatu ciptaan adalah ketiadaan dari dirinya sendiri, saya katakan bahwa dengan
(pernyataan) afirmatif seperti itu mereka memahami (makna) negatif, yaitu bahwa suatu ciptaan,
sesuai dengan sifatnya sendiri, bukan ciptaan, juga tidak memiliki keberadaan dan sebagainya,
karena ciptaan tidak memiliki keberadaan dari dirinya sendiri, tetapi dari yang lain.

Terhadap kelemahan kedua Henry, yaitu klaim bahwa penciptaan dan pemeliharaan
(conservation) harus dibedakan, Ockham menjawab bahwa keduanya tidak dapat dibedakan. Dalam
sebuah argumen terkait yang diajukan untuk mengkonfirmasi posisi Henry dari Ghent, bahwa dalam
peralihan dari ketiadaan menjadi ada, dunia akan berpindah dari satu hal yang berlawanan dengan
hal lainnya dan bahwa hal ini tidak dapat dilakukan tanpa adanya perubahan yang dapat diukur.
Ockham memperkenalkan kembali dan memperluas posisi yang telah ia nyatakan secara singkat di
awal tanggapannya, yaitu bahwa argumen tersebut menggunakan "penciptaan" secara tegas. Tetapi
dalam pengertian yang digunakan oleh orang Kristen "ciptaan", dunia yang diciptakan tidak mungkin
kekal. Selain itu, Ockham juga menyangkal bahwa jika dunia sudah ada sejak kekekalan, maka dunia
akan benar-benar berpindah dari satu kontradiksi ke kontradiksi lainnya. 33

Untuk menyanggah penggunaan diktum Aristoteles oleh Henry dari Ghent, "omne quod est,
quando est, necesse est esse," (segala sesuatu itu sebelumnya ada, saat ini ada, selalu ada atau kekal)
Ockham menawarkan sebuah argumen logis yang sangat teknis untuk menunjukkan bahwa Henry
telah menggunakan frasa tersebut secara tidak tepat. Mengenai pertanyaan apakah Allah dapat
menciptakan dunia secara kekal dan kontingen, Ockham mengulangi argumen dan kesimpulan
Thomas dari Wylton.

Kesimpulan
Semua guru Oxford yang telah kita selidiki dalam bab ini terutama tertarik pada sifat-sifat tak
terbatas dan apakah kontradiksi yang dituduhkan oleh Bonaventura sebagai akibat dari asumsi dunia
yang tidak memiliki permulaan memang benar-benar kontradiktif, dan yang kedua adalah apakah
ciptaan yang diciptakan inkonsisten dengan yang ada sejak kekekalan. Pertanyaan William dari
Nottingham, dalam komentarnya dalam Sentences, secara mengagumkan merangkum pemikiran
skolastik mengenai kekekalan dunia sebelum perdebatan tahun 1316. Namun setelah tahun 1316,
serangkaian pemikir brilian dari Oxford mengubah sifat diskusi tentang kemungkinan kekekalan
dunia. Harclay adalah pelopornya, yang mempertanyakan asumsi intuitif bahwa semua yang tak
terbatas adalah sama (equal) dan menetapkan beberapa hal yang tampaknya tidak sama, serta
menyelidiki bagaimana konsep-konsep bagian (the part), keseluruhan, lebih banyak, lebih sedikit,
dan sama berlaku untuk yang tak terbatas. Kemudian diikuti dengan baik oleh Thomas dari Wylton,
dan Ockham, dan yang terakhir, Alnwick.

33
Dales, Medieval, 227.

10

Anda mungkin juga menyukai