(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Fisika)
Oleh: Qurrotul Aini (120210102061) Ayu Fajarotul Maghfiroh (120210102063) Ratna Hapsari Eka Putri (120210102103) Kelas A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2014 A. Yunani Kuno Periode Yunani kuno disebut periode filsafat alam. Karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, di mana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati di sekitarnya. Mereka membuat pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang bersifat filsafat (berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos. Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah. 1. Thales (625-545 SM)
Ahli sejarah mencatat bahwa Thales tidak menuliskan pikiran-pikirannya tetapi mengajar muridnya dari mulut ke mulut, sehingga ajaran-ajaranya baru dapat diketahui setelah dikembangkan oleh murid-muridnya dari mulut ke mulut kemudian oleh Aristoteles (seorang murid Thales yang mashur) ditulis dan dibukukan. Dengan demikian maka Aristoteles adalah sumber utama kita untuk mengetahui ajaran dan pemikiran Thales. Adapun pemikiran dan ajaran ajaran Thales antara lain sebagai berikut: a. Air sebagai Prinsip Dasar Segala Sesuatu Thales menyatakan bahwa air adalah prinsip dasar (dalam arche) segala sesuatu. Air menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam semesta. Berkat kekuatan dan daya kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab- sebab di luar dirinya, air mampu tampil dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi Thales terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup. Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair, dan gas) tanpa menjadi berkurang. Selain itu, ia juga mengemukakan pandangan bahwa bumi terletak di atas air, Bumi dipandang sebagai bahan yang satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya. b. Pandangan tentang Jiwa Thales berpendapat bahwa segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa karena alam ini penuh dengan dewa-dewa. Jiwa tidak hanya terdapat di dalam benda hidup tetapi juga benda mati. Teori tentang materi yang berjiwa ini disebut hylezoisme. Argumentasi Thales didasarkan pada magnet yang dikatakan memiliki jiwa karena mampu menggerakkan besi. c. Teorema Thales Di dalam geometri, Thales dikenal karena menyumbangkan apa yang disebut teorema Thales, kendati belum tentu seluruhnya merupakan buah pikiran aslinya. Teorema Thales berisi sebagai berikut: Lingkaran yang terbagi dua sama rata maka disebut diameter.
Teorema Thales : Sebuah lingkaran terbagi dua sama besar oleh diameternya. Sudut bagian dasar dari sebuah segitiga samakaki adalah sama besar. Sudut-sudut vertikal yang terbentuk dari dua garis sejajar yang dipotong oleh sebuah garis lurus menyilang, sama besarnya. Sudut yang terdapat di dalam setengah lingkaran adalah sudut siku-siku. Sebuah segitiga terbentuk bila bagian dasarnya serta sudut-sudut yang bersinggungan dengan bagian dasar tersebut telah ditentukan. Segitiga dengan alas diketahui dan sudut tertentu dapat digunakan untuk mengukur jarak kapal. 2. Anaximandros (640-546 SM)
Pemikiran dan ajaran ajaran Anaximandros yaitu: a. Bidang Astronomi Menurutnya, dunia kita terletak di tengah-tengah alam semesta ini, berbentuk seperti silinder, di sekitarnya ada lingkaran-lingkaran cincin (berwujud seperti selang) yang penuh berisi api, dan selang-selang itu berlubang-lubang. Lewat lubang itulah kita bisa melihat api di dalam cincin-cincin tersebut. Yang terpenting dari sistem yang diajukan anaximandros ini adalah simetri yang ia ajukan meskipun fenomena di langit tampak tak beraturan, ia menemukan adanya keteraturan. Anaximandros berpendapat bahwa bumi kita berada di tengah-tengah sehingga tidak ada satu alasan pun untuk menjelaskan kenapa ia tidak bergerak ke satu tirik daripada tirik lainnya. Sama seperti seekor keledai yang berada di antara 2 gundukan jerami di arah berlawanan dengan jarak yang sama, ia akan berhenti, dan mati kelaparan karena tidak pernah memilih arah mana yang mau diambil. Kematian keledai dan immobilitas bumi kita diterangkan dengan sebuah prinsip yang sekarang kita kenal sebagai prinsip kecukupan rasio (principe of sufficient reason) : Jika tidak ada alasan bahwa X muncul (terjadi) daripada Y (jika tidak ada alasan aku mengambil jalan lurus atau mengambil putaran depan). Jika tidak mungkin bahwa X dan Y muncul (terjadi) bersama-sama (jika tidak mungkin untuk berjalan lurus dan berbelok sekaligus). Maka kesimpulannya: baik X maupun Y tidak ada (maka aku tidak jalan lurus dan tidak berbelok, aku diam). Prinsip abstrak ini kemudian diterapkan Anaximandros kepada astronomi untuk mengatakan bahwa bumi kita diam. b. To Apeiron Sebagai Prinsip Dasar Segala Sesuatu Meskipun Anaximandros adalah murid Thales, namun ia menjadi terkenal justru karena mengkritik pandangan gurunya mengenai air sebagai prinsip dasar (ache) segala sesuatu. Menurutnya, bila air merupakan prinsip dasar segala sesuatu, maka seharusnya air terdapat di dalam sesuatu, dan tidak ada lagi zat yang berlawanan dengannya. Namun kenyataanya, air dan api saling berlawanan sehingga air bukanlah zat yang ada di dalam sesuatu. Karena itu, Anaximandros berpendapat bahwaa tidak mungkin mencari prinsip dasar tersebut dari zat yang empiris. Prinsip dasar itu harus pada sesuatu yang lebih mendalam dan tidak dapat diamati oleh pancaindera. Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah to apeiron. To apeiron berasal dari a=tidak dan eras=bata. Ia merupakan suatu prinsip abstrak yang menjadi prinsip dasar segala sesuatu.
Kemudian anaximandros menerapkan bagaimana dari Apeiron timbul alam semesta. Bermula dari apeiron, keluarlah yang panas dan yang dingin. Yang panas membalut yang dingin sehingga yang dingin itu terkandung di dalamnya. Dari yang dingin itu terjadilah yang cair dan yang beku inilah kemudian menjadi bumi. Api yang membalut yang dingin itu kemudian terpecah-pecah pula, dan pecahan-pecahan itu berputar-putar, dan kemudian terpisah, maka terjadilah matahari, bulan dan bintang. Kesimpulan filsafat itu antara lain: Dari apeiron itulah timbulnya alam. Apeiron itu tiada berakhir dan tiada henti-hentinya bekerja, karena yang dijadikan apeiron itu tidak terhingga banyaknya, sebagai yang kelihatan, sebab itu apeiron harus kekal, tidak berakhir, dan terus bekerja. Segala yang kelihatan itu, yaki yang dapat ditangkap oleh pancaindera adalah barang yang berakhir (yang mempunyai batas) sedangkan apeiron tidak. Segala yang dapat dilihat dan diraba itu selalu dalam perubahan dan kejadian. Ia jadi dan hidup, kemudian mati dan lenyap, sedangkan apeiron tidak. 3. Heraclitus (535-475 SM) Pemikiran Heraclitus yaitu: Menurut heraclitus alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah; sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang panas berunah menjadi dingin. Itu berarti bila kita hendak memahami kehidupan kosmos. Kita mesti menyadari bahwa kosmo itu dinamis. Kosmos tidak pernah berhenti ( diam ) ia selalu bergerak, dan bergerak berarti berubah. Untuk dasar atau arche dunia semesta adalah api, karena sifat api itu selalu bargerak berubah dan tidak tetap, bahkan ditarik kesimpulan secara lanjut yang menjadi sebab atau keterangan yang sedalam dalam nya adalah gerak perubahan. Gerak itu menghasilkan perlawanan-perlawanan. Itulah sebabnya ia sampai pada kongklusi bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini bukanlah bahan (stuff)-nya seperti yang dipertanyakan oleh filosof pertama itu, melainkan prosesnya (warner,1961:28). Pendapatnya dirumuskan dengan istilahnya panta rhei artinya semuanya mengalir Pertanyaan semua mengalir berarti semua berubah bukanlah pertanyaan yang sederhana. Ia juga menyatakan, you can not step twice into the same river;for the fress waters are ever flowing upon you (engkau tidak dapat terjun kesungai yang sama dua kali karena air sungai itu selalu mengalir) (Warnwer,1961:26). Pengetahuan yang benar baginya tentu saja pengetahuan yang sesuai realitas. Pengetahuan yang sifatnya berubah adalah benar. Satusatunya realitas ialah berubah, tidak ada yang tetap semuanya berubah menjadi, makanya heraclitus di sebut filsafat menjadi. Pertentangan atau kerjasama antara akal dan hati itulah pada dasarnya isi sejarah filsafat.Yang dimaksud dengan akal adalah akal logis yang terdapat dikepala,sedangkan hati adalah rasa yang bertempat di dalam dada. Akal akan menghasilkan pengetahuan logis yang disebut filsafat,sedangkan hati pada dasarnya menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan mistik,seperti iman. 4. Socrates (469-399 SM) Pemikiran Socrates yaitu: Socrates berpendapat bahwa kehidupan tanpa ujian itu sama saja tidak hidup. Ujian untuk pikiran kita, ujian untuk tingkah laku kita. Ujian disini bisa berarti suatu keadaan tanpa pertanyaan. Socrates menghabiskan hari- harinya dengan berbicara pada orang- orang. Dia melakukan itu sebagai suatu sarana untuk mengajar, tetapi bukan untuk mendoktrin . Dia membuat orang berpikir. Secara historis, Socrates tidak pernah diketahui menuliskan buah pikirannya. Apa yang dikenal sebagai pemikiran Socrates pada dasarnya adalah berasal dari catatan oleh Plato, Xenophone (430-357) SM, dan siswa-siswa lainnya. Yang paling terkenal diantaranya adalah Socrates dalam dialog Plato dimana Plato selalu menggunakan nama gurunya itu sebagai tokoh utama karyanya sehingga sangat sulit memisahkan mana gagasan Socrates yang sesungguhnya dan mana gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut Sorates. Bagi Socrates dalam kematian jiwa dan tubuh terpisah, tubuh menjadi hancur dan jiwa meneruskan perjalanannya, karena jiwa bersifat langgeng. Seperti dikenal dalam legenda kuno Yunani, bahwa jiwa-jiwa orang mati akan kembali ke rumah Hades, dan kelak di kemudian hari akan dihidupkan lagi dari kematian. Menurutnya hal tersebut berarti orang-orang yang hidup adalah mereka yang dibangunkan kembali dari kematiannya. Ini membuktikan bahwa jiwa memang benar-benar ada di sana, dan tak mungkin dihidupkan lagi apabila jiwa tersebut tidak ada. Hal ini sudah merupakan bukti bahwa orang- orang yang kini hidup datang dari mereka yang sebelumnya telah mati dan dibangunkan kembali. Dengan demikian jika jiwa itu telah ada sebelumnya, dan jika pada waktu kita lahir jiwa datang dari orang yang mati maka jiwa tersebut tetap ada ketika seseorang meninggal sebab nantinya dia akan dilahirkan kembali. Jadi untuk apa manusia harus takut pada kematian? Bukankah pada akhirnya akan lahir kembali? Demikian dalihnya. Menurut Socrates tubuh merupakan hal yang tampak dan selalu berubah- ubah, sedangkan jiwa sebagai hal yang tak tampak yang selalu sama tak berubah-ubah. Ada kemungkinan jiwa kita akan selalu dibawa tubuh ke arah sesuatu yang berubah dan terbawa ke keadaan kacau tersesat kehilangan arah. Namun apabila jiwa mampu mempelajari segala sesuatunya sendiri, maka ia akan menuju ke sesuatu yang murni dan abadi tak dapat mati serta tak akan berubah. Dalam hubungan dengan hal ini maka jiwa tinggal bersama kebaikan setiap kali jiwa terpisah dari tubuh. Dapat dikatakan bahwa jika jiwa yang murni lepas dari tubuh maka tidak akan membawa-bawa tubuh lagi karena memang tidak perlu lagi bersatu dalam hidup, melainkan menjauhi keinginan badani. Jiwa dalam kondisi ini melatih diri bebas dari keinginan badani, kejahatan, keburukan, dan penyakit duniawi lainnya. Dengan demikian jiwa terkondisi dalam keadaan mencinta kebijaksanaan sejati. Peninggalan pemikiran Socrates yang paling penting ada pada cara dia berfilsafat dengan mengejar satu definisi absolut atas satu permasalahan melalui satu dialektika. Pengejaran pengetahuan hakiki melalui penalaran dialektis menjadi pembuka jalan bagi para filsuf selanjutnya. Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah sebelumnya dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang manusia ini menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis di kemudian hari. 5. Plato (427-347 SM) Pemikiran plato yaitu: Diantara pemikiran Plato yang terpenting adalah teorinya tentang ide-ide, yang merupakan upaya permulaan yang mengkaji masalah tentang universal yang hingga kini pun belum terselesaikan. Teori ini sebagian bersifat logis, sebagian lagi bersifat metafisis. Dengan pendapatnya tersebut, menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil mendamaikan pendapatnya Heraklitus dengan pendapatnya Permenides, menurut Heraklitus segala sesuatu selalu berubah, hal ini dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya bagi dunia jasmani (Pancaindra), sementara menurut Permenides segala sesuatu sama sekali sempurna dan tidak dapat berubah, ini juga dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya berlaku pada dunia idea saja. Plato menjelaskan bahwa, jika ada sejumlah individu memiliki nama yang sama, mereka tentunya juga memiliki satu "ide" atau "forma" bersama. Sebagai contoh, meskipun terdapat banyak ranjang, sebetulnya hanya ada satu "ide" ranjang. Sebagaimana bayangan pada cermin hanyalah penampakan dan tidak "real". Demikian pula pelbagai ranjang partikular pun tidak real, dan hanya tiruan dari "ide", yang merupakan satu-satunya ranjang yang real dan diciptakan oleh Tuhan. Mengenai ranjang yang satu ini, yakni yang diciptakan oleh Tuhan, kita bisa memperoleh pengetahuan, tetapi mengenai pelbagai ranjang yang dibuat oleh tukang kayu, yang bisa kita peroleh hanyalah opini. Perbedaan antara pengetahuan dan opini menurut Plato adalah, bahwa orang yang memiliki pengetahuan berarti memiliki pengetahuan tentang "sesuatu", yakni "sesuatu" yang eksis, sebab yang tidak eksis berarti tidak ada. Oleh karena itu pengetahuan tidak mungkin salah, sebab secara logis mustahil bisa keliru. Sedangkan opini bisa saja keliru, sebab opini tidak mungkin tentang apa yang tidak eksis, sebab ini mustahil dan tidak mungkin pula tentang yang eksis, sebab ini adalah pengetahuan. Dengan begitu opini pastilah tentang apa yang eksis dan yang tidak eksis sekaligus. Maka kita tiba pada kesimpulan bahwa opini adalah tentang dunia yang tampil pada indera, sedangkan pengetahuan adalah tentang dunia abadi yang supra-inderawi; sebagai misal, opini berkaitan dengan benda-benda partikular yang indah, sementara pengetahuan berkaitan dengan keindahan itu sendiri. Dari sini Plato membawa kita pada perbedaan antara dunia intelek dengan dunia inderawi. Plato berusaha menjelaskan perbedaan antara visi intelektual yang jelas dan visi persepsi inderawi yang kabur dengan jalan membandingkannya dengan indera penglihatan. Kita bisa melihat obyek dengan jelas ketika matahari menyinarinya; dalam cahaya temaram penglihatan kita kabur; dan dalam gelap gulita kita tidak dapat melihat sama sekali. Menurutnya, dunia ide-ide adalah apa yang kita lihat ketika obyek diterangi matahari, sedangkan dunia dimana segala sesuatu tidak abadi adalah dunia kabur karena temaramnya cahaya. Namun untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang dimaksudnya, Plato memberikan sebuah tamsil, yakni tamsil tentang gua. Menurut tamsil itu, mereka yang tidak memiliki pengetahuan filsafat bisa diibaratkan sebagai narapidana dalam gua, yang hanya bisa memandang ke satu arah karena tubuhnya terikat, sementara di belakangnya ada api yang menyala dan di depannya ada dinding gua. Mereka hanya dapat melihat bayang-bayang yang dipantulkan pada dinding gua oleh cahaya api. Mereka hanya bisa menganggap bayang-bayang itu sebagai kenyataan dan tidak dapat memiliki pengertian tentang benda-benda yang menjadi sumber bayang- bayang. Sedangkan orang yang memiliki pengetahuan filsafat, ia gambarkan sebagai seorang yang mampu keluar dari gua tersebut dan dapat melihat segala sesuatu yang nyata dan sadar bahwa sebelumnya ia tertipu oleh bayang- bayang. Namun ketika ia kembali ke gua untuk memberitahukan kepada teman-temannya tentang dunia nyata, ia tidak dapat lagi melihat bayang- bayang secara jelas jika dibandingkan dengan teman-temannya, sehingga di mata teman-temannya ia tampak menjadi lebih bodoh daripada sebelum ia bebas. Demikianlah pemikiran Plato mengenai realitas yang sebenarnya. Teori Plato tentang ide-ide tersebut, menurut penyusun, mengandung sekian kesalahan yang cukup jelas. Kendati demikian, pemikiran itu pun menyumbangkan kemajuan penting dalam filsafat, sebab inilah teori pertama yang menekankan masalah universal, yang dalam pelbagai bentuknya, masih bertahan hingga sekarang. 6. Aristoteles (384-322 SM) Pemikiran Aristotelaes yaitu: Aristoteles mengkritik tajam pendapat Plato tentang idea-idea, menurut Dia yang umum dan tetap bukanlah dalam dunia idea akan tetapi dalam benda-benda jasmani itu sendiri, untuk itu Aristoteles mengemukakan teori hilemorfisme (Hyle = Materi, Morphe = bentuk). Menurut teori ini, setiap benda jasmani memiliki dua hal yaitu bentuk dan materi. Sebagai contoh, sebuah patung pasti memiliki dua hal yaitu materi atau bahan baku patung misalnya kayu atau batu, dan bentuk misalnya bentuk kuda atau bentuk manusia, keduanya tidak mungkin lepas satu sama lain, contoh tersebut hanyalah untuk memudahkan pemahaman, sebab dalam pandangan Aristoteles materi dan bentuk itu merupakan prinsip-prinsip metafisika untuk memperkukuh dimungkinkannya ilmu pengetahuan atas dasar bentuk dalam setiap benda konkrit. Teori hilemorfisme juga menjadi dasar bagi pandangannya tentang manusia, manusia terdiri dari materi dan bentuk. Bentuk adalah jiwa, dan karena bentuk tidak pernah lepas dari materi, maka konsekuensinya adalah bahwa apabila manusia mati, jiwanya (bentuk) juga akan hancur. Lebih lanjut, Aristoteles mengajukan sebuah argumen yang sangat baik untuk menyanggah teori idea Plato. Argumen yang paling kokoh adalah tentang "orang ketiga"; jika seorang manusia adalah manusia karena ia menyerupai manusia ideal, maka masih harus ada manusia lainnya lagi yang terhadapnya manusia biasa dan manusia ideal tadi mempersamakan diri. Kini kita sampai pada pernyataan baru, yang pada mulanya akan terkesan sulit. Dikatakan bahwa jiwa adalah "forma" dari tubuh. Dalam sistem pemikiran Aristoteles, jiwalah yang menyebabkan tubuh menjadi sesuatu, yang memiliki kesatuan dan tujuan. Tujuan mata adalah untuk melihat, namun mata tidak dapat melihat jika dipisahkan dari tubuh. Sebenarnya, yang melihat adalah jiwa. Aristoteles mengandalkan pengamatan inderawi sebagai basis untuk mencapai pengetahuan yang sempurna. Ini sangat berbeda dari Plato. Berbeda dari Plato pula, Aristoteles menolak dualisme tentang manusia dan memilih "hilemorfisme": apa saja yang dijumpai di dunia secara terpadu merupakan pengejawantahan material ("hyle") sesuatu dari bentuk ("morphe") yang sama. Bentuk memberi aktualitas atas materi (atau substansi) dalam individu yang bersangkutan. Materi (substansi) memberi kemungkinan ("dynamis", Latin: "potentia") untuk pengejawantahan (aktualitas) bentuk dalam setiap individu dengan cara berbeda-beda. Maka ada banyak individu yang berbeda-beda dalam jenis yang sama. Pertentangan Herakleitus dan Parmendides diatasi dengan menekankan kesatuan dasar antara kedua gejala yang "tetap" dan yang "berubah. B. Zaman Modern 1. Descartes (1596-1650)
Pemikiran Descrates yaitu: Descartes menjelaskan hukum pelengkungan cahaya (yang sesungguhnya sudah ditemukan oleh Willebord Snell). Dia juga mempersoalkan masalah lensa dan pelbagai alat-alat optik, melukiskan fungsi mata dan pelbagai kelainan-kelainannya serta menggambarkan teori cahaya yang hakekatnya versi pemula dari teori gelombang yang belakangan dirumuskan oleh Christiaan Huygens. Tambahan keduanya terdiri dari perbincangan ihwal meteorologi, Descartes membicarakan soal awan, hujan, angin, serta penjelasan yang tepat mengenai pelangi. Dia mengeluarkan sanggahan terhadap pendapat bahwa panas terdiri dari cairan yang tak tampak oleh mata, dan dengan tepat dia menyimpulkan bahwa panas adalah suatu bentuk dari gerakan intern. (Tetapi, pendapat ini telah ditemukan lebih dulu oleh Francis Bacon dan orang- orang lain). Tambahan ketiga Geometri, dia mempersembahkan sumbangan yang paling penting dari kesemua yang disebut di atas, yaitu penemuannya tentang geometri analitis. Ini merupakan langkah kemajuan besar di bidang matematika, dan menyediakan jalan buat Newton menemukan Kalkulus. Mungkin, bagian paling menarik dari filosofi Descartes adalah caranya dia memulai sesuatu. Meneliti sejumlah besar pendapat-pendapat yang keliru yang umumnya sudah disepakati orang, Descartes berkesimpulan untuk mencari kebenaran sejati dia mesti mulai melakukan langkah yang polos dan jernih. Untuk itu, dia mulai dengan cara meragukan apa saja, apa saja yang dikatakan gurunya. Meragukan kepercayaan meragukan pendapat yang sudah berlaku, meragukan eksistensi alam di luar dunia, bahkan meragukan eksistensinya sendiri. Pokoknya, meragukan segala-galanya. Ini keruan saja membuat dia menghadapi masalah yang menghadang: apakah mungkin mengatasi pemecahan atas keraguan yang begitu universal, dan apakah mungkin menemukan pengetahuan yang bisa dipercaya mengenai segala-galanya? Tetapi, lewat alasan-alasan metafisika yang cerdik, dia mampu memuaskan dirinya sendiri bahwa dia sebenarnya "ada" ("Saya berpikir, karena itu saya ada"), dan Tuhan itu ada serta alam di luar dunia pun ada. Ini merupakan langkah pertama dari teori Descartes. Makna penting teori Descartes punya nilai ganda. Pertama, dia meletakkan pusat sistem filosofinya persoalan epistomologis yang fundamental, "Apakah asal-muasalnya pengetahuan manusia itu?" para filosof terdahulu sudah mencoba melukiskan gambaran dunia. Descartes mengajar kita bahwa pertanyaan macam itu tidak bisa memberi jawab yang memuaskan kecuali bila dikaitkan dengan pertanyaan "Bagaimana saya tahu?". Kedua, Descartes menganjurkan kita harus berangkat bukan dengan kepercayaan, melainkan dengan keraguan. (Ini merupakan kebalikan sepenuhnya dari sikap St. Augustine, dan umumnya teolog abad tengah bahwa kepercayaan harus didahulukan). Memang benar Descartes kemudian meneruskan dan sampai pada kesimpulan teologis yang ortodoks, tetapi para pembacanya lebih tertarik dan menaruh perhatian lebih besar kepada metode yang dikembangkannya ketimbang kongklusi yang ditariknya. (Ketakutan gereja bahwa tulisan-tulisan Descartes akhirnya akan menjadi bahaya, jelas sekali). Dalam filosofinya, Descartes menekankan beda nyata antara pikiran dan obyek material, dan dalam hubungan ini dia membela dualisme. Perbedaan ini telah dibuat sebelumnya, tetapi tulisan-tulisan Descartes menggalakkan perbincangan filosofis tentang masalah itu. Permasalahan yang dikemukakannya menarik para filosof sejak itu dan tetap tak terpecahkan. Pengaruh besar lain dari konsepsi Descartes adalah tentang fisik alam semesta. Dia yakin, seluruh alam --kecuali Tuhan dan jiwa manusia-- bekerja secara mekanis, dan karena itu semua peristiwa alami dapat dijelaskan secara dan dari sebab-musabab mekanis. Atas dasar ini dia menolak anggapan- anggapan astrologi, magis dan lain-lain ketahayulan. Berarti, dia pun menolak semua penjelasan kejadian secara teleologis. (Yakni, dia mencari sebab-sebab mekanis secara langsung dan menolak anggapan bahwa kejadian itu terjadi untuk sesuatu tujuan final yang jauh). Dari pandangan Descartes semua makhluk pada hakekatnya merupakan mesin yang ruwet, dan tubuh manusia pun tunduk pada hukum mekanis yang biasa. Pendapat ini sejak saat itu menjadi salah satu ide fundamental fisiologi modern. 2. Hegel (1770-1831) Pemikiran Hegel yaitu: Filsafat Hegel adalah puncak gerakan fisafat Jerman yang berawal dari Kant, walaupun ia sering mengkritik Kant, sistem filsafatnya tidak akan pernah muncul kalau tidak ada Kant. Imanuel Kant dengan filsafat ilmunya ( filsafat dualisme), Kant melakukan pengkajian terhadap kebuntuan perseteruan antara Empirisme dan Rasionalisme, keduanya bagi Kant terlalu ekstrem dalam mengklaim sumber pengetahuan. Revolusi Kantian kemudian berhasil menemukan jalan keluarnya. Hegel yang pada awalnya sangat terpengaruh oleh filsafat Kant tersebut kemudian juga menemukan jalan keluarnya melalui kontemplasi yang terus menerus. Ketertarikan Hegel sejak awal pada metafisika, meyakinkannya bahwa ada ketidak jelasan bagian dunia, bagi Bertrand Russell pemikirannya kemudian merupakan Intelektualisasi dari wawasan metafisika Pada dasarnya filsafat Hegel mematahkan anggapan kaum empiris seperti John Lock, Barkeley dan David Hame. Mereka ( kaum empiris ) mengambil sikap tegas pada metafisika, bagi Lock metafisika tidak mampu menjelaskan basis fundamental filsafat atau Epistimologi ( bagaimana realitas itu dapat diketahui ) dan tidak dapat mencapai realitas total, pendapat ini diteruskan kembali oleh David Hume bahwa metafisika tidaklah berharga sebagai ilmu dan bahkan tidak mempunyai arti., baginya metafisika hanya merupakan ilusi yang ada diluar batas pengertian manusia. Dengan metafisika kemudian Hegel mencoba membangun suatu sistem pemikiran yang mencakup segalanya baik Ilmu Pengetahuan, Budaya, Agama, Konsep Kenegaraan, Etika, Sastra, dll. Filsafat Hegel dipandang salah satu filsafat yang sulit karena Hegel adalah seorang filsuf yang sulit dipahami di antara semua filsuf besar. Dari minat awalnya terhadap mistisme, ia mempertahankan keyakinan terhadap ketidaknyataan bagian; dunia, dalam pandangannya, bukan kumpulan unit-unit keras, entah atom atau jiwa, yang masing-masing berdiri sendiri. Kemandirian benda-benda terbatas yang tampak jelas itu dipandang olehnya sebagai ilusi. Hegel berkata bahwa tiada yang sungguh-sungguh nyata kecuali keseluruhan (the whole), bukan sebagai substansi sederhana , melainkan sebagai sejenis sistem rumit, yang disebut organisme. Benda-benda dunia yang tampak jelas terpisah yang menyusun dunia ini bukanlah sekedar ilusi;masing-masing memiliki tingkat realitas yang lebih besar atau lebih kecil, dan reaalitasnya tercapai karena suatu aspek dari keseluruhan, yang akan terlihat bila dipandang dengan benar. Hegel menegaskan bahwa yang nyata adalah rasional, dan yang rasional adalah nyata. Namun ketika ia mengatakan hal itu ia tidak mengartikan yang nyata itu sebagai apa yang menurut para empiris dipandang nyata. Ia mengakui dan meyakini, bahwa apa yang empiris terlihat sebagai fakta adalah pasti tidak rasional; dan karakter-karakter yang ada di dalamnya mencakup aspek-aspek dari keseluruhan sehingga terlihat rasional. Hegel menegaskan bahwa keseluruhan itu dengan segala kerumitannya adalah Yang Mutlak itu bersifat spritual yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya sendiri. Jadi realitas pada kesendiriannya bukanlah hal yang benar-benar nyata, tetapi yang nyata pada dirinya adalah partisipasinya pada keseluruhan. Dalam bukunya Phenomenologi of Mind (1807), Hegel menggambarkan tentang yang mutlak sebagai bentuk yang paling sempurna dari ide yang selanjutnya menjadi ide absolut. Ide absolut menurut Bertrand Russell adalah pemikiran murni, artinya adalah bahwa ide absolut merupakan kesempurnaan fikiran atau jiwa yang hanya dapat memikirkan dirinya sendiri. Pikirannya dipantulkan kedalam dirinya sendiri melalui kesadaran diri. Ada dua hal yang membuat Hegel berbeda dengan orang lain yang memiliki pandangan metafisis yang kurang-lebih mirip dengannya. Salah satunya adalah penekanannya pada logika. Hegel memandang bahwa hakikat realitas bisa dideduksi dari pertimbangan tunggal bahwa realitas tidak harus kontradiktif-diri. Logika menurut pemahaman Hegel, dinyatakan sebagai hal yang sama dengan metafisika namun berbeda. Pandangannya adalah bahwa segala predikat biasa, jika diterima sebagai sesuatu yang memungkinkan keutuhan Realitas, menghasilkan kontradiktif diri. Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Pengiyaan harus berupa konsep pengertian yang empris indrawi. Pengertian yang terkandung di dalamnya berasal dari kata-kata sehari-hari, spontan, bukan reflektif, sehingga terkesan abstrak, umum, statis, dan konseptual. Pengertian tersebut diterangkan secara radikal agar dalam proses pemikirannya kehilangan ketegasan dan mencair. Pengingkaran adalah konsep pengertian pertama (pengiyaan) dilawanartikan, sehingga muncul konsep pengertian kedua yang kosong, formal, tak tentu, dan tak terbatas. Menurut Hegel, dalam konsep kedua sesungguhnya tersimpan pengertian dari konsep yang pertama. Konsep pemikiran kedua ini juga diterangkan secara radikal agar kehilangan ketegasan dan mencair. Kontradiksi merupakan motor dialektika (jalan menuju kebenaran) maka kontradiksi harus mampu membuat konsep yang bertahan dan saling mengevaluasi. Kesatuan kontradiksi menjadi alat untuk melengkapi dua konsep pengertian yang saling berlawanan agar tercipta konsep baru yang lebih ideal. 3. John Locke (1632-1704)
Pemikiran John Lock yaitu: Hasil pemikiran yang didapat Locke dalam hal pengetahuan adalah menjelaskan bagaimana proses manusia mendapatkan pengetahuan. Menurut Locke seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia. Ini adalah teori empirisme yang pada waktu itu Locke menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber pengetahuan manusia berasal dari rasio atau pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Locke berpendapat bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu belum berfungsi atau masih kosong diibaratkan seperti sebuah kertas putih (tabula rasa) yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu. Rasio manusia hanya berfungsi untuk mengolah pengalaman-pengalaman manusia menjadi pengetahuan sehingga sumber utama pengetahuan menurut Locke adalah pengalaman. Adapun ragam pengalaman manusia menurut Locke dibedakan menjadi dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan pengalaman batiniah (internal sense atau reflection). Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra manusia. Sedangkan pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara 'mengingat', 'menghendaki', 'meyakini', dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya. Proses manusia mendapatkan pengetahuan itu didapat dari perpaduan antara pengalaman lahiriah dan batiniah. Dari kedua perpaduan pengalaman tersebut diperoleh apa yang disebut pandangan pandangan sederhana seperti: Pandangan yang hanya diterima oleh satu indra manusia saja. Misalnya, warna diterima oleh mata, dan bunyi diterima oleh telinga. Pandangan yang diterima oleh beberapa indra, misalnya saja ruang dan gerak. Pandangan yang dihasilkan oleh refleksi kesadaran manusia, misalnya ingatan. Pandangan yang menyertai saat-saat terjadinya proses penerimaan dan refleksi. Misalnya, rasa tertarik, rasa heran, dan waktu. Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio atau pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah pandangan- pandangan sederhana ini ada, baru rasio atau pikiran bekerja membentuk 'pandangan-pandangan kompleks. Rasio bekerja membentuk pandangan kompleks dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan menghubung- hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Filsafat Alam (http://lamunansenja.wordpress.com/2012/06/29/filsafat-alam-thales/). Diakses pada tanggal 30 Agustus 2014. Anonim. 2013. Anaximandros (http://rizkysttnj.blogspot.com/2013/05/anaximandros.html). Diakses pada tanggal 30 Agustus 2014. Anonim. 2013. Biogtafi John Locke (http://www.kolombiografi.com/2013/10/biografi-john-locke-tokoh- utama.html). Diakses pada tanggal 30 Agustus 2014. Anonim. 2013. Tokoh-tokoh Filsafat Yunani (http://romziana.blogspot.com/2012/10/tokoh-tokoh-filsafat-yunani-dan- modern.html). Diakses pada tanggal 30 agustus 2014.