Anda di halaman 1dari 7

Vol. 1, No.

3 (Sept, 2023)
ISSN : 3025-292X Pp. 1-13

Kegiatan Bank Syariah dan Perbedaan dengan Bank Konvensional


Aanpalison
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru
Email : Aanpalison17@gmail.com
Nurnasrina
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru
Dosen Program Pascasarjan Ekonomi Syariah
Email : nurnasrina@uin-suska.riau
Syahpawi
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru
Dosen Program Pascasarjana Ekonomi Syariah
Email : syahpawi@uin-suska.ac.id

ARTICLE INFO : ABSTRACT

Keywords : This article aims to determine the differences between Sharia Banks
and Conventional Banks and their activities. Basically, it has a function
Difference, Islamic and as a place to collect funds from the community in the form of savings
conventionalbanking and distribute them back to the community in the form of credit or other
forms. An alternative for people who are afraid of bank interest is the
--------------------------- birth of sharia banking which applies a profit sharing system in
Article History : calculating profits from funds and based on Islamic law its halal is
recognized. Differences between Sharia Banks and Conventional
Received :2024-01-05 Banks:. Sharia banking laws are based on Islamic sharia based on the
Revised : 2024-01-07 Al-Qur'an and Hadith as well as Ulema Fatwa (MUI) while
Accepted :2024-01-08 conventional banks' laws are based on positive law that applies in
Online :2024-01-13 Indonesia (Civil and Criminal). The differences that exist in the two
banks are an advantage in themselves. for both banks and also for their
customers.

PENDAHULUAN
Kedudukan bank memiliki banyak manfaat untuk kemajuan ekonomi sebuah negari. Keberadaan
bank sangat berfungsi untuk menggerakkan perputaran ekonomi masyarakat, hingga tidak ada satu
negarapun di muka bumi ini yang tidak mempunyai lembaga ban tersebut. disebabkan bank berperan
mendistribusikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya pada lalu-lintas pendistribusian dan perputaran uang.
Secara definisi, ada beberapa defunisi yang diungkapkan oleh beberapa pakar, baik pakar perbankan dan
pakarhukum perbankan :
Definisi bank juga didefiniskan oleh Macleod, menurutnya bank adalah tempat usaha yang
memberikan pinjaman kepada peminjam dengan cara membentuk pinjaman lainnya. Definisi bank juga
diutarakan oleh G. M. Verryn Stuart, menurutnya Bank ialah sebuah badan usaha yang mempunyai
tujuan untuk memenuhi keperluan kredit baik dengan alat- alat pembayarannya sendiri atau uang yang
diperolehnya dari pihak lain, ataupun melalui jalan mengedarkannya alat- alat tukar yang baru berupa
uang dalam bentuk giral.
Kemudian definisi bank di dalam Undang-undang Nomor. 7 1992 tentang bank, bank ialah
lembaga usaha yang mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan, dan
mendistribusikannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan untuk meningkatkan
mensejahterakan rakyatnya (pasal 1 ayat 1).
Bank Syariah lahir sebagai salah satu solusi altenatif terhadap paersoalan pertentangan antara
bunga bank dengan riba. Demikian kerinduan umat islam yang ingin melepaskan diri dari persoalan
riba telah mendapat jawaban dengan lahirnya Bank Syari’ah di indonesia pada sekitar tahun 90an atau

1
This is an open access article under the CC BY- SA license.
Corresponding Author : Akbarizan
Vol. 1, No. 3 (Sept, 2023)
ISSN : 3025-292X Pp. 1-13

tepatnya setelah ada peraturan pemerintah No.72 tahun 1992, direvisi dengan UU No.10 tahun 1988.
Pada Bank Syariah kedudukan hubungan antara Bank dengan para kliennya adalah sebagai mitra
investor dan pedagang, sedangkan pada Bank konvensional pada umumnya, hubungan antara Bank
dengan kliennya adalah sebagai kreditur dan debitur.dalam beberapa hal bank konvensional dan Bank
Syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis peneriaman uang, mekanisme transfer
teknologi komputer yang digunakan untuk syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan dan lain
sebagainya. Bank syariah menjalankan setiap kegiatannya berdasarkan prinsip syariah yang bersumber
dari Al-Qur’an, Hadist, dan fatwa ulama (MUI). Hukum dari bank syariah juga diatur dalam UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan. Kemudian landasan hukum ini dengan Undang-Undang No.10
Tahun 1998 dan Tahun 2008, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-Undang
tersebut menjadi dasar hukum khusus yang mengatur kegiatan perbankan syariah. Di samping itu, bank
syariah juga tunduk pada peraturan yang dikeluarkan oleh BI/OJK serta fatwa yang dikeluarkan
oleh DSN-MUI. Sementara itu, bank konvensional memiliki sistem operasional yang bebas nilai.
Maksudnya, bank konvensional berdiri sendiri dan bebas dari nilai-nilai agama seperti yang dianut bank
syariah. Bank konvensional dapat menjalankan peranannya dan bebas melakukan kegiatan apa saja
selama mendatangkan keuntungan dan tidak melanggar peraturan perundang- undangan yang
berlaku dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh BI/OJK saja.
Dari fenomena dan penjelasan diatas, penulis tertarik membahas lebih lanjut mengenai Kegiatan
Usaha Bank Syariah dan Perbedaannya dengan Bank Konvensional.

KAJIAN LITERATUR
A. Pengertian Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank syariah yaitu usaha yang menjalankan kegiatan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dalam
Al-Qur‟an dan Hadits, Salah satunya yaitu menggunakan prinsip “Mudharabah” yaitu akad yang
dilakukan oleh pemilik modal dengan pengelola dana atau dengan kata lain keuntunganya berdasarkan
bagi hasil.
Sudarsono (2004) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Bank Syariah ialah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam sistem pembayaran serta
peredaran uang yang bergerak pada prinsip-prinsip syariah yang sesuai dengan panduan Al Quran dan
Hadist.
Bank berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia, hal ini karena
mayoritas masyarakat belum mengetahui lebih jauh mengenai bank syariah itu sendiri, namun seiring
dengan perkembanganya, pada saat ini sudah menunjukkan tanda-tanda yang mengembirakan sejak
hadirnya bank syariah ini. Keluarnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan bunga
bank konvensional tahun 2003 lalu memperkuat kedudukan bank syariah tersebut.
Bank konvensional yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dananya maupun
dalam rangka penyaluran, memberikan dan memberlakukan imbalan berupa bunga atau dalam
persentase tertentu dari dana untuk suatu priode tertentu. Persentase tertentu ini biasanya ditetapkan
pertahun.
Pada saat ini mayoritas bank yang berkembang di indonesia kebanyakan beriorentasi pada prinsip
konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia dimana asal mula bank di indonesia
dibawah oleh kolonial belanda pada zaman dahulunya.
METODE
Metode penelitian ini berbentuk deskriptif verifikatif, sampel dalam penelitian ini adalah Bank Umum
Syariah yang sudah go public dan Bank Umum Konvensional.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Fungsi Bank Syariah (Funding, Financing, Service)
Pada dasarnya, fungsi perbankan syariahdapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu:
1. Penghimpunan Dana (funding)
2. Penyaluran Dana (financing)
3. Jasa (service).
Sebagai salah satu Bank yang ada di Negara Indonesia ini, Bank Syariah memiliki fungsi,
yaitu :
a) Penghimpunan ( Funding )

2
This is an open access article under the CC BY- SA license.
Corresponding Author : Akbarizan
Vol. 1, No. 3 (Sept, 2023)
ISSN : 3025-292X Pp. 1-13

Fungsi bank syariah yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan
dana. Bank syariah mengumpulkan atau menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan
dengan menggunakan akad al-wadiah dan dalam bentuk investasi dengan menggunakan akad al-
mudharabah.
b) Penyalur Dana kepada Masyarakat ( Financing )
Fungsi bank syariah yang kedua adalah menyalurkan dana kepada masyarakat yang
membutuhkan. Masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank syariah asalkan dapat memenuhi
semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku. Menyalurkan dana merupakan aktivitas yang sangat
penting bagi bank syariah. Dalam hal ini bank syariah akan memperoleh return atas dana yang
disalurkan. Return atau pendapatan yang diperoleh bank syariah atas penyaluran dana ini tergantung
pada akadnya.
c) Pelayanan Jasa Bank ( Service )
Fungsi bank syariah disamping menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat,
bank syariah memberikan pelayanan jasa perbankan kepada nasabahnya. Pelayanan jasa bank syariah
ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya.
Pelayanan jasa kepada nasabah merupakan fungsi bank syariah yang ketiga. Berbagai jenis produk
pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank syariah antara lain jasa pengiriman uang,
pemindahbukuan, penagihan surat berharga dan lain sebagainya.
A. Akad dan produk Bank Syariah
1) Produk Perbankan Syariah
Variasi dan ivonasi dalam produk bank syariah sudah menjadi keniscayaan karena sektor
perbankan memiliki peran penting dalam perekonomian. Sedangkan pendanaan adalah akad
kontrak yang dilakukan nasabah yang kekurangan dana dengan perbankan syariah dengan variasi
produk yang disediakan. Pada kedua model produk tersebut, perbankan syariah dalam hal ini
mengambil fee atas jasa yang mereka berikan.
a) Perhimpunan Dana
Prinsip mudharabah, pemilik modal memperoleh imbalan bagi hasil, sedangkan
wadhiah tidak mendapatkan imbalan dari pihak perbankan syariah berupa bonus atau dengan
kebijakan perbankan dengan tidak ada perjanjian sebelumnya. Prinsip wadhiah sebagai titipan
dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penyimpan menghendakinya. Kemudian barang adalah titipan
dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima
titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana
penitip dapat dikenakan biaya penitipan.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/29/PBI/2006 pada pasal 1 dan Undang-
Undang nomor 10 Tahun 1998 pasat 1 ayat 6 adalah rekening giro rupiah yang dananya
dapat ditarik setiap saat dengan menggunakan cek dan/atau bilyet giro, sarana perintah
pembayaran lainnya, atau pemindahbukuan. Produk ini diperkuat dari aspek syariah
compliance dengan diterbitkannya fatwa DSN-MUI Nomor: 1/DSN-MUI/IV/2000 tantang
Giro. Pada posisi ini fatwa merespon dan memberikan penguatan pada aspek kepatahuan
syariah. Karena giro diundangkan pada tahun 1998 datang terlebih dahulu dibandingkan
dengan fatwa yang lahir pada tahun 2000. Fatwa pada posisi ini merespon undang-undang
tahun 1998 tersebut.
Produk wadhiah bank syariah yang lain adalah tabungan wadhiah. Dalam UU nomor
21 Tahun 2008, pasal 1 angka 23 disebutkan: simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh
nasabah kepada Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah berdasarkan akad wadhiah atau
akad lain yang tidakbertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dan menurut fatwa DSN-MUI Tahun 2000
tentang Tabungan Wadhiah harus bersifat simpanan, simpanan bisa diambil kapan saja (on
call) atau berdasarkan kesepakan dan tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam
bentuk pemberian (athaya/gift) yang bersifat sukarela dari pihak bank. Begitu juga pada
posisi ini, fatwa juga berperan sebagai penguat pada produk yang telah ada sebelumnya, hal
ini terlihat pada perbedaan tahun terbit antara Undang-Undang dengan fatwa yaitu 1998,
2000 dan 2008. Walaupun kemudian definisi tentang tabungan wadhiah tertuan kembali pada

3
This is an open access article under the CC BY- SA license.
Corresponding Author : Akbarizan
Vol. 1, No. 3 (Sept, 2023)
ISSN : 3025-292X Pp. 1-13

UU tahun 2008 tentang perbankan. Sumber perhimpunan kedua yang dapat digunakan oleh
bank syariah adalah dengan menggunakan prinsip mudharabah.
Mudharabah adalah akad perjanjian antara kedua belah pihak yaitu pemilik modal
(shohibul maal) dan pengelola (mudharib) dengan prinsip profit and loss sharing, pihak
pertama menyediakan modal sedangkan pihak kedua menyediakan skill dan tenaga. Hasil dari
kegiatan usaha yang dilakukan dibagi sesuai dengan porsi nisbah bagi hasil yang telah
disepakati bersama diawal. Mudharabah secara teoritis dibagi mejadi dua jenis mudharabah
muthlaqah dan mudharabah muqoyyadah.
Menurut PSAK 59 mudharabah muthlaqah masuk kedalam kategori Investasi Tidak
Terikat dan dalam PSAK Syariah diganti dan didisebut sebagai Dana Syirkah Temporer.
Dilihat dari aspek fatwa, tabungan musharabah ini juga termasuk kedalam fatwa tentang
tabungan yang diterbitkan tahun 2000. Dari penjelasan di atas aplikasi teknis mudharabah
muthlaqah dalam bank syariah berbentuk tabungan mudharabah, deposito dan nama lain yang
sejenis dengan prinsip yang sama. Kemudian deposito mudharabah ini juga dituangkan dalam
fatwa DSN-MUI tentang deposito.
b) Pembiayaan dan Jasa
Pembiayaan menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau
bagi hasil. Secara umum produk dan jasa yang tawarkan oleh bank syariah dibagi mejadi
beberapa pola yaitu akad dengan pola titipan, pinjaman, bagi-hasil, jual-beli, sewa-menyewa
dan lainnya.
Dalam skema pembiayaan bank syariah pada aspek pembiayaan menggunakan prinsip
dengan pola pinjaman, bagi-hasil, jual-beli, sewa- menyewa dan beberapa jasa yang
dimanfaatkan oleh bank syariah. Dalam implementasi prinsip-prinsip tersebut bervariasi dari
satu bank syariah dengan yang lain.
Sedangkan pada produk jasa, biasanya dimasukkan dan bergandengan dengan akad
dan produk pembiayaan (multi kontrak). Murabahah denganberbagai variasi produk di berbagai
bank syariah saat ini masih menjadi produk dominan yang digunakan dikarenakan perbankan
syariah dalam meminimalisir resiko. Walaupun demikian pembiayaan dengan prinsip
murabahah berbagai syarat dan ketentuannya dituangkan dalam fatwa DSN- MUI tentang
Murabahah.
Aplikasi produk murabahah pada bank syariah dapat bentuk pembelian barang,
pembiayaan pembelian kendaraan bermotor, rumah, dan dapat juga masuk kedalam skema
multi jasa serta dapat juga berbentuk renovasi rumah
B. Fatwa-fatwa DSN-MUI tentang Produk Bank Syariah
Bermula dari kasus krisis ekonomi tahun 1997-1998 merupakan krisis yang sistemik memaksa
perubahan arah kebijakan Bank Indonesia (BI) pada sektor perbankan berubah drastis dengan
diterbitkannya UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan sebagai UU perubahan UU Nomor 7
tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, yang salah satunya adalah mengatur pengembangan
perbankan berbasis syariah.
Dimana kemudian UU Nomor 10 tahun 1998 inilah yang menjadi acuan pengembangan aspek
legal formal dan non-formal LKS di Indonesia. Dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 1998
tentang perubahan Undang- Undang tahun 1992 tentang Perbankan, Bank Umum Syariah dan Bank
Konvensional yang membuka Unit Usaha Syariah harus menggunakan prinsip syariah. Disamping
itu, prinsip syariah baru diwajibkan kepada bank syariah tertuang pada Undang-Undang nomor 21
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Demikian dapat dipahami bahwa pada periode awal berdirinya lembaga perbankan syariah di
Indonesia belum terdapat fatwa yang yang menjadi acuan kepatuhan syariah (syariah compliance).
Akan tetapi dekade ini merupakan pertaruhan eksistensi LKS terutama BMI terhadap krisis ekonomi
yang dihadapi Indonesia pada sekitaran tahun 1998an. Ketahanan BMI dengan konsep bagi hasilnya
pada tahun 1997an tersebut menjadi penting. Hal ini disebabkan per 1 November 1997 beberapa
perusahaan LKK mengalami krisis kepercayaan yang sangat serius, sehingga tercatat 16 perusahaan
dicabut izin operasional.
Lembaga Fatwa di Indonesia adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Untuk menjawa

4
This is an open access article under the CC BY- SA license.
Corresponding Author : Akbarizan
Vol. 1, No. 3 (Sept, 2023)
ISSN : 3025-292X Pp. 1-13

perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia maka dibentuklah Dewan Syariah Nasional
(DSN) tahun 1998 yang bertugas untuk memberikan solusi/menjawab seluruh kasus yang
memerlukan fatwa dalam bidang keuangan syariah di Indonesia. Dengan demikian struktur hirarki
DSN dibawah MUI dan MUI merupakan lembaga independen yang tidak berafiliasi kepada
pemerintah. Sejak berdirinya hingga tahun 2017 DSN-MUI di Indonesia Dewan Syariah Nasional
telah mengeluarkan sebanyak 116 fatwa yang berkaitan dengan operasional lembaga keuangan
syariah bank dan non- bank.
Dengan rincian sebagai berikut: Data menunjukkan fatwa DSN-MUI terbanyak dikeluarkan
pada tahun 2000 dan tahun 2002 sebanyak masing- masing 18 fatwa. Sebaliknya pada tahun 2003
terlihat hanya 1 fatwa yang dikeluarkan fatwa terkait keuangan syariah. sedangkan 15 tahun lainnya
mengalami variasi dalam mengeluarkan fatwa yaitu dari 2 hingga 10 fatwa saja. Secara rata-rata
dalam kurun waktu 18 tahun fatwa DSN-MUIdikeluarkan sebanyak 6.8 fatwa per tahun.
Secara lebih rinci fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI pada tahun 2000 semuanya
merupakan dukungan terhadap operasioan perbankan syariah. Fatwa pada tahun 2000 merespon
Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 perubahan terhadap Undang-Undang nomor 7 tahun 1992.
Dimana Undang- Undang ini adalah bentuk respon pemerintah terhadap gejolak ekonomi di
Indonesia pada tahun 1997-1998 dengan melihat ketahanan Bank Muamalat Indonesia terhadap
krisis yang terjadi.
Pada tahun 2001 fatwa yang dikeluarkan satu untuk perbankan syariah dan dua untuk lembaga
keuangan syariah non-bank yaitu asuransi dan reksadana. Tahun 2002 selain mengeluarkan acuan
kepatuhan syariah bagi bank syariah, pada tahun ini juga mengeluarkan fatwa bidang pada Modal
dan Pasar Uang, produk pembiayaan haji, L/C impor dan ekspor. Pada tahun 2004 dikeluarkan fatwa
untuk perbankan syariah terkait syariah charge card pembiayaan multijasa, ganti rugi dan obligasi
syariah dengan prinsip ijarah.
Tahun 2004 dikeluarkan fatwa tentang konfersi, potongan tagihan, re- schedule mudharabah.
Pada tahun 2005 fatwa DSN-MUI melakukan ekspansi pada lembaga takaful dan beberapa rincian
pada lembaga asuransi. Produk- produk pasar modal Indonesia banyak dibahas oleh fatwa DSN-MUI
pada tahun 2008. Terakhir pada tahun 2017 diakhiri dengan diterbitkannya fatwa tentang uang
elektronik.
Dari beberapa penjelasan di atas telihat bahwa fatwa menjalankan tugasnya sebagai jawaban
terhadap permasalahan yang ada. Selanjutnya fatwa merespon beberapa produk yang tercantum pada
undang-undang tentang perbankan dan lembagan keuangan non-bank. Saat ini dapat dikatakan pada
bank syariah untuk syariah compliance produk-produk yang tawarkan memiliki aturan secara
syariah, walaupun pada praktik belum maksimal. Disamping itu, melihat fatwa yang jumlahnya jauh
di atas rata-rata pada tahun 2000 dan tahun 2002 secara jelas bahwa fatwa seakan mencari celah
untuk menyesuaikan diri terhadap produk dan jasa bank syariah, dimana produk dan jasa ini telah
berjalan sebelum fatwa tersebut diterbitkan oleh DSN-MUI.
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Sekilas, bank syariah dan konvensional tampak sama. Bahkan sebagian besar bank saat ini
memiliki cabang konvensional dan syariahnya sendiri. Meski demikian, keduanya tetap berbeda
Adapun mengenai perbedaan bank syariah dan konvensional adalah sebagai mana yang diuraikan
berikut ini :
a. Tujuan Pendirian
Latar belakang dan tujuan didirikan menjadi perbedaan bank syariah dan bank
konvensional pertama. Bank konvensional memiliki orientasi keuntungan dengan bebas nilai atau
menganut prinsip yangdimiliki oleh masyarakat umum. Sedangakan dengan bank syariah, tujuan
pendiriannya tidak hanya berorientasi pada profit saja, namun penyebaran dan penerapan nilai
syariah. Aktivitas keuangan perbankan dilakukan tidak hanya melihat efek dunia saja, tetapi
juga memperhatikan aspek akhirat juga.
b. Prinsip Pelaksanaan
Perbedaan perbankan syariah dan konvensional berikutnya yaitu penerapan prinsip
masing-masing bank. Prinsip pelaksanaan antara bank syariah dan konvensional jelas berbeda.
Sedangkan Bank konvensional menggunakan prinsip konvensional dengan acuan peraturan
nasional dan internasional berdasarkan hukum berlaku. Sementara, prinsip bank syariah
berdasarkan hukum Islam mengacu dari Al-quran dan Hadist serta diatur oleh fatwa Ulama.

5
This is an open access article under the CC BY- SA license.
Corresponding Author : Akbarizan
Vol. 1, No. 3 (Sept, 2023)
ISSN : 3025-292X Pp. 1-13

Sehingga seluruh aktivitas keuangannya menganut prinsip Islami.


c. Sistem Operasional
Sistem operasional juga menjadi perbandingan bank syariah dan bank konvensional. Pada
bank konvensional, sistem operasionalnya memberlakukan penerapan suku bunga dan perjanjian
secara umum berdasarkan aturan nasional. Akad antara bank dan nasabah bank banyak dilakukan
berdasarkan kesepakatan jumlah suku bunga. Sementara itu, bank syariah tidak menerapkan
bunga dalam transaksinya. Menurut syariat Islam, bunga masuk dalam kategori riba. Sehingga
sistem operasional bank syariah menggunakan akad bagi hasil atau nisbah. Kesepakatan antara
nasabah dan pihak bank berdasarkan pembagian keuntungan dan melibatkan kegiatan jual beli.
d. Kesepakatan Formal
Proses transaksi dalam lembaga perbankan harus ada kesepakatan atau perjanjian formal
antara nasabah dan pihak bank. Perbedaan bank syariah dan bank konvensional ditinjau dari
kesepakatan formal yaitu bank konvensional melakukan perjanjian secara hukum nasional.
Berbeda pada bank syariah melakukan akad dengan memperhatikan hukum Islam juga.
Beragam jenis akad transaksi dalam bank syariah mulai dari mencari keuntungan hingga layanan
jasa sosial. Tidak hanya itu, dalam melaksanakan perjanjian, terdapat beberapa rukun dan syarat
sah yang harus ditunaikan untuk mengesahkan akad tersebut.
e. Pengawas Kegiatan
Perbedaan bank syariah dan konvensional juga ditinjau dari pengawas kegiatannya.
Meskipun keduanya sama-sama diatur oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai
Perbankan, tetapi pihak yang mengawasinya berbeda. Bank konvensional diawasi oleh dewan
komisaris dalam aktivitasnya. Sementara struktur pengawasan bank syariah terdiri dari berbagai
lembaga, diantaranya dewan pengawas syariah, dewan syariah nasional, dan dewan komisaris
bank.
f. Proses Pengelolaan Dana
Karena bank syariah menerapkan prinsip Islam, maka berpengaruh juga terhadap
kebijakan pengelolaan dana. Sehinggaperbedaan bank syariah dan bank konvensional selanjutnya
yaitu proses pengelolaan dana. Pada bank konvensional, pengelolaan dana dapat dilakukan dalam
seluruh lini bisnis menguntungkan di bawah naungan Undang-Undang. Sementara, uang nasabah
dalam bank syariah harus dipergunakan sesuai aturan Islam. Bank syariah harus mengelola dana
nasabah pada lini bisnis yang diizinkan oleh aturan Islam. Akibatnya, uang nasabah tidak boleh
diinvestasikan atau dikelola pada bidang usaha bertentangan dengan nilai Islam, seperti
perusahaan rokok, narkoba, dan sebagainya.
g. Sistem Bunga
Perbedaan perbankan syariah dan konvensional paling menonjol terlihat dari penerapan
sistem bunga. Bank umum menggunakan suku bunga sebagai acuan dasar dan keuntungan.
Sementara, bank syariah tidak menggunakan sistem bunga, tetapi imbal hasil atau nisbah. Bagi
hasil diperoleh dari pembagian keuntungan antara bank dan nasabah.
h. Pembagian Keuntungan
Keuntungan perbankan merupakan perbedaan bank syariah dan konvensional. Pada bank
syariah, keuntungan bank diperoleh dari hasil jual beli, sewa-menyewa, dan kemitraan dengan
nasabah. Tetapi bank konvensional mendapatkan keuntungan dari suku bunga yang dibebankan
pada nasabah.
i. Pengelolaan Denda
Terakhir, perbandingan bank syariah dan bank konvensional adalah pengelolaan denda. Ketika Anda
terlambat melakukan pembayaran dalam bank konvensional, terdapat denda yang dibebankan kepada nasabah.
Bahkan besaran bunga bisa semakin meningkat, bila nasabah tidak membayar hingga batas waktu ditetapkan.
Sementara itu, bank syariah tidak memiliki aturan beban denda bagi nasabah saat terlambat atau tidak bisa
membayar. Sebagai gantinya, bank akan melakukan perundingan dan kesepakatan bersama. Meskipun beberapa
bank syariah ada yang menetapkan denda pada kasus tertentu, tetapi uang denda dari nasabah tidak dinikmati
oleh pihak bank melainkan dianggarkan sebagai dana sosial.
KESIMPULAN
Kegiatan usaha Bank Syariah dan Perbedaannya dengan Bank Konvensional dilihat dari jasa-jasa dan
produk beserta prinsip-prinsip aplikasi transaksi di perbankan konvensional maupun perbankan syariah, Nampak
sekalipun sama-sama memberikan keuntungan pada pemilik modal, akan tetapi sistem bunga pada bank

6
This is an open access article under the CC BY- SA license.
Corresponding Author : Akbarizan
Vol. 1, No. 3 (Sept, 2023)
ISSN : 3025-292X Pp. 1-13

konvensional dan sistem bagi hasil pada bank syariah memiliki signifikansi perbedaan, perbedaannya adalah:
pada prinsipnya antara bunga yang merupakan instrumen utama perbankan konvensional dan sistem bagi hasil
yang merupakan instrumen bank syariah merupakan 2 hal yang berbeda dari segi esensi dan teknisnya.
Perbedaan pokoknya terletak pada landasan falsafah yang dianutnya.
Bank syariah menerapkan sistem bagi hasil dalam seluruh aktivitasnya dan tidak menenal system bunga,
sedangkan bank konvensional menerapkan system bunga dan tidak menerapkan system bagi hasil, Dari segi
operasional, uang yang diamanahkan oleh nasabah kepada bank syariah dapat berupa titipan maupun investasi
sementara pada bank konvensional berupa deposito yang memang jelas-jelas mengupayakan pembungaan uang.
Dari segi tanggungjawab, bank syariah berkewajiban untuk mengeluarkan zakat serta mengelolanya,
sedangkan bank konvensional tidak mengeluarkan zakat.

DAFTAR PUSTAKA
Fahmi Irham, 2014, Pengantar Perbankan Teori & Aplikasi, Bandung : Alfabeta
Bank Indonesia, 1998. SK. No; 30/277/KEP/ DIR tangg al 19 Maret 1998 tentang Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank
Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, 2006, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta : Salemba Empat
Subaidi, 2018, Peran Dan Fungsi Perbankan Syariah
Zulhamdi, Hukum Bisnis, 2021, 1st ed. (Indonesia: CV. Pusdikra Mitra Jaya)
Zulhamdi, Zulhamdi. 2022, Jakarta, “Jual Beli Salam (Suatu Kajian Praktek Jual Beli Online Shopee).”
Syarah 11, no. 1

7
This is an open access article under the CC BY- SA license.
Corresponding Author : Akbarizan

Anda mungkin juga menyukai